• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan stres kerja dan gaya kepemimpinan transaksional dengan kinerja karyawan Pt. XL Axiata Tbk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan stres kerja dan gaya kepemimpinan transaksional dengan kinerja karyawan Pt. XL Axiata Tbk"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

i

(C) Ahmad Fachri

(D) Hubungan antara Stres Kerja dan Gaya Kepemimpinan Transaksional dengan

Kinerja Karyawan PT XL Axiata Tbk Divisi IT (

)

(E) 79 halaman

information technologi

Pada saat ini kinerja karyawan merupakan bagian yang sangat penting bagi perusahaan

ataupun organisasi dan akan selalu begitu. Karena kinerja karyawan dipandang dapat

mempengaruhi jalannya perusahaan atau organisasi keseluruhan. Kondisi ini menuntut

perusahaan atau organisasi untuk meningkatkan kinerja karyawannya untuk mencapai

tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan, dan hal itu harus didukung oleh karyawan

yang professional dan mencegah stres kerja yang berleb yang dialami karyawan,

karena apabila karyawan mengalami stress kerja yang berlebihan maka akan

menyebabkan kinerja karyawan itu menurun. Selain itu gaya kepemimpinan yang

terdapat diperusahaan juga berpengaruh pada kinerja ka dalam hal ini gaya

kepemimpinan transaksional berperan penting dalam peningkatan kinerja karyawan,

karena dalam gaya kepemimpinan transaksional menekankan pada transaksi interpersonal

antara pemimpin dengan bawahan yang melibatkan hubungan pertukaran. Pertukaran

tersebut didasarkan pada kesepakatan mengenai klasifikasi sasaran, standar kerja,

penugasan kerja, dan penghargaan, Yang mengakibatkan harus adanya target dalam

kesepakatan yang diberikan oleh atasan

,

apabila memenuhi target yang telah di sepakati

maka karyawan akan mendapatkan imbalan yang pada akhirnya imbalan yang telah

didapat akan membuat karyawan memaksimalkan kinerja yang dia miliki.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Sampel penelitian ini berjumlah 50

orang yang ditentukan dengan teknik simple random sampling. Instrumen penelitian yang

digunakan berupa skala stres kerja, skala gaya kepemimpinan transaksional, dan skala

kinerja dengan model skala Likert. Reliabilitas skala kerja sebesar 0.8778 terdiri

dari 36 item. Reliabilitas gaya kepemimpinan transaksional sebesar 0.8465 dengan

jumlah 30 item, dan reliabilitas kinerja sebesar 0.8751 dengan jumlah 36 item.

Hasil penelitian menunjukkan aspek

-

aspek stres kerja dan gaya kepemimpinan

transaksional memberikan sumbangan perubahan sebesar 23.1 % terhadap variabel

kinerja karyawan PT XL Axiata Tbk. Dan aspek imbalan kontingen dari variabel gaya

kepemimpinan transaksional memberikan sumbangan 4.89

(2)

ii

dan kemudahan yang diberikan

-

Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. dan tidak lupa

salawat serta salam kita berikan kepada Nabi akhir zaman, Suritauladan umat manusia yaitu

Muhammad Saw beserta keluarganya, dan para sahabat

-

sahabatnya

Dengan selesainya penulisan skripsi ini, penulis menyadari bahwa keberhasilan penyusunan

skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak ba langsung maupun tidak langsung. Oleh

karena itu penulis ingin mengucapkan terimaksih kepada:

1

. Bapak Jahja Umar Ph.D Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan

para Wakil Dekan yang tidak bisa penulis sebutkan namanya satu persatu.

2

. Bapak Prof. Dr. Abdul Mujib, MA dan Ibu Yufi Adriani, .Psi.Psi sebagai pembimbing

dalam penulisan skripsi ini, yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk

membimbing, mengarahkan dan memberi masukan yang sangat bermanfaat bagi penulis

dalam penyusunan skripsi ini

3

.

Dosen-

dosen yang telah memberikan ilmunya kepada penulis, dari awal perkuliahan

hingga selesai skripsi ini. Para pegawai bidang akademik, kemahasiswaan, perpustakaan

yang telah memberikan fasilitas dalam melancarkan skripsi ini hingga skripsi ini selesai.

4

. Seluruh karyawan khususnya divisi IT yang telah membantu penelitian selama di PT

XL Axiata tbk

5

. Karyawan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(3)

iii

Adimas, Bayu, Taufik, Yuniar, Retno, Nida.

9

. Selvi Nur’aini yang telah memberi semangat,.

10

. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, dukungan dan semangat

dari kalian yang membuat skripsi ini selesai pada waktunya.

Akhir kata penulis mohon maaf apabila masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi

ini. Seluruh skripsi ini adalah tanggung jawab penulis. Penulis berharap skripsi ini dapat

memberi manfaat dan berguna bagi semua pihak.

Bekasi, 18 November 2010

(4)

iv

HALAMAN PERSETUJUAN………... ii

HALAMAN PENGESAHAN……….... iii

LEMBAR ORISINALITAS………... iv

MOTTO………... v

ABSTRAK………... vi

KATA PENGANTAR……… vii

DAFTAR ISI... ... x

DAFTAR LAMPIRAN……….. xvi

BAB 1. PENDAHULUAN

BAB 2. KAJIAN PUSTAKA

1.1. Latar Belakang Masalah... 1

1.2. Pembatasan Masalah dan Rumusan Masalah……….... 9

1.2.1. Pembatasan Masalah... 9

1.2.2. Rumusan Masalah... 10

1.3. Tujuan Penelitian... 10

1.4. Manfaat Penelitian... 10

1.5. Sistematika Penulisan Skripsi... 11

2.1. Kinerja... ... 12

2.1.1. Pengertian Kinerja... 12

2.1.2. Aspek

-

aspek kinerja………... 16

2.1.3. Faktor

-

faktor kinerja... 19

(5)

v

2.2.5. Stre

sor dan Jenis-

jenisnya dalam kerja ... 28

2.3. Gaya Kepemimpinan Transaksional……….………. 33

2.3.1. Pengertian Gaya Kepemimpinan Transaksional……. 33

2.3.2. Aspek Gaya Kepemimpinan Transaksional……….... 36

2.4. Kerangka Berpikir... ... 39

2.5. Hipotesis... ... 43

3.1. Jenis Penelitian... 45

3.1.1. Pendekatan Dan Metode Penelitian... ... 45

3.2. Variabel Penelitian…... ... 46

3.2.1 Identifikasi Variabel... 46

3.2.2 Definisi Konseptual……….………... 6

3.2.3 Definisi Oprasional Variabel……… 47

3.3. Populasi dan Sampel... 47

3.3.1. Populasi……... 47

3.3.2. Sampel………... 48

3.3.3 Teknik Pengambilan Sampel……….…………... 48

3.4 Teknik Pengumpulan Data dan Penelitian...……….. 49

3.4.1 Instrumen Pengumpulan Data………. 49

3.5 Uji Instrumen Penelitian yang digunakan………... 54

3.5.1 Uji Validitas……….. 54

3.5.2 Uji Reliabilitas………... 54

3.5.3 Hasil uji coba alat ukur... ... 55

(6)

vi

4.1 Gambaran Umum Responden Penelitian... 62

4.1.1 gambaran umum responden berdasarkan jenis kelamin... 62

4.1.2 gambaran umum responden berdasarkan usia... 63

4.2 Deskripsi data... . 64

4.2.1 kategorisasi stres kerja... 64

4.2.2 kategorisasi gaya kepemimpinan transaksional... 65

4.2.3 kategorisasi kinerja... ... 66

4.3 Hasil uji hipotesis... 66

4.3.1 Hasil uji regresi... 66

5.1 Kesimpulan... 71

5.2 Diskusi... 76

5.3 Saran... 78

5.3.1 Saran teoritis………. 78

5.3.2 Saran praktis……….………. 79

BAB 4. HASIL PENELITIAN

BAB 5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

(7)
(8)

BAB I

P ENDAHULUAN

Latar Belakang

Suatu organisasi didirikan karena mempun yai tujuan yan ingin dan harus dicapai.

Dalam mencapai tujuannya setiap organisasi dipengaruh i p erilaku organisasi yang

merupakan pencerminan dari perilaku dan sikap p elaku y g terdapat dalam

organisasi. Kegiatan yang paling lazim di n ilai dalam uatu organisasi ad alah

kinerja karyawan, Edy Sutrisno (2010).

Kin erja karyawan meru pakan salah satu topik yang senan t a menarik dan

dianggap penting, baik oleh ilmuwan maupun praktisi, karena kinerja karyawan

dipandang dap at mempengaruhi jalan nya organisasi secar keseluruhan. Setiap

organisasi memiliki tu juan untuk mencapai kinerja y ang seoptimal mungkin. Oleh

karena itu peningkatan kinerja organisasi yang seoptimal mungkin idak terlepas

dari kinerja karyawan itu sendiri, sebagai salah satu ktor yang menentukan

kinerja organisasi atau perusahaan, Rita (2004).

Usah a peningkatan kinerja karyawan, salah satu perm asal an dasar ad alah

bagaimana sebenarnya meningkatkan kinerja karyawan. Tidak ada pelaku bisnis

dari sektor industri mana pun yang m enginginkan kinerja perusahaannya

men uru n akibat kinerja karyawany a kuran g produktif. Da am hal ini kinerja

kary awan individual m erupakan faktor yang u tama yang m nentukan keberhasilan

(9)

mem berikan sumb angan yang sangat berarti bagi kinerja an kemajuan

perusahaan. Kebu tuhan-kebutuhan tenaga kerja y ang terampil dalam berbagai

bidang sudah meru pakan tuntutan du nia glo bal yang tida dapat ditunda. Terlebih

dimasa krisis yang melanda, maka seharusn ya kesadaran ahwa adanya tuntutan

untuk m embuat perencanaan pen gembangan SDM yang berkualitas, Rivai (dalam

Herly, 2010)

Selain karyawan dalam organisasi dapat menjadi keu nggulan bersaing,

mereka juga bisa menjadi liab ilitas atau penghambat, Robert dan Jhon (dalam

Herly, 2010). Dengan d emikian, karyawan sebagai sumber produktif dan terbina

dap at diarahkan sebagai ten aga kerja yang efektif dan efisien .

Penggunaan tenaga kerja yang efektif d an terarah merupakan kunci dari

pen ingkatan kinerja pegawai, sehingga dibutuhkan suatu kebijaksanaan

perusahaan untuk menggerakkan ten aga kerja tersebut agar mau bekerja lebih

produktif, sesuai dengan ren cana yang telah direncanak oleh peru sah aan.

Kin erja karyawan merupakan kebutuhan bagi karyawan itu sendiri, yang

men unjukkan bahwa motif yang kuat dalam kinerja pegawa untu k b erhasil atau

unggul dalam situasi p ersaingan adalah sejauh mana karyawan mampu

mem aksimalkan kinerjanya dalam bekerja.

Menurut Min er (dalam Edy Sutrisno, 2010), kinerja adalah bagaimana

seseorang diharapkan dapat berfungsi dan berperilaku sesuai dengan tugas yang

(10)

berperilaku dalam melaksanakan tugas, berarti menunjukan suatu p eran dalam

organisasi. Suatu organisasi, baik organisasi pemerintah maupun organisasi privat

dalam men capai tujuan y ang ditetapkan harus melalui sarana dalam bentuk

organisasi yang digerakan oleh sekelompok orang yang b rperan aktif sebagai

pelaku ( ) dalam upaya mencapai tu juan lembaga atau o rganisasi yang

bersangkutan, Prawirosentono (1999). Dengan kata lain bila kinerja kary awan baik

maka kemungkinan besar kinerja perusahaan atau organis juga baik. Kinerja

seorang karyawan akan baik b ila dia mempu nyai keahlian yang tinggi, bersedia

bekerja keras, terhind ar dari stres yang berlebihan, diberi gaji sesuai dengan

perjanjian, dan mempunyai harapan masa depan lebih baik

Oleh karena itu, upaya peningkatan kinerja karyawan berbasis kompetensi

akan mam pu memperb aiki manajemen dan pemanfaatan teknologi yang

digu nakan organisasi dan perusahaan. Karena bagi perusahaan pen gembangan

atau peningkatan kinerja karyawan berbasis kompetensi meru pakan salah satu

upaya yang dapat meningkatkan kinerja, karena pengembangan karya n berbasis

kompetensi merup akan wujud perhatian dan p engakuan perusahaan atau

pimpin an kepada kary awan y ang men unjukan kemampuan kerja, kerajinan, dan

kepatuhan serta disiplin kerja. Dengan demikian organisasi dan p erusahaan akan

mam pu mencapai tujuan yang diinginkan, dan menghasilkan sumber daya

man usia yang maksimal yang mampu bersaing.

selain menghasilkan karyawan yang mampu bersaing, kary n tersebu t

juga harus mensiasati timbulnya stres kerja yang berlebihan agar tidak menganggu

(11)

kinerja kary awan tersebut. Karena d alam d unia kerja sering timbul berbagai

masalah salah satunya ad alah stres kerja. Baik disadari mau pun tid ak, pekerjaan

seseorang dapat menimbulkan stres kerja pada diriny a. l ini pasti akan tampak

dalam ku run waktu yang panjang

Syech Idrus, Bambang Swasto dan Abdul Hakim (1999) men laskan

bah wa stres kerja sering men imbulkan masalah bagi tenaga kerja, baik pada

kelompok eksekutif mau pun kelo mpok pekerja biasa. Stre kerja dapat

men ggan ggu kesehatan tenaga kerja, baik fisik maupun emosional. Sullivan dan

Bhagat (1992) dalam studi mereka mengenai stres kerja yang diukur dengan

, , dan ) dan kinerja, pada umumnya stres atau

tekanan jiwa meru pakan keadaan wajar, terbentuk dalam iri m anusia sebagai

respon terh adap setiap hasrat atau kehendak, Anorogo d W idiyanti (dalam

Syech Idrus, Bambang Swasto dan Abdul Hakim, 1999). Selanjutnya d iungkapkan

oleh Gitosu darmo dan sud ita (dalam Syech Idrus, Bam ban Swasto dan Abdul

Hakim, 1999) bahwa stres mempunyai dampak positif dan egatif. Dampak positif

stres pada tingkat rendah sampai pada tingkat moderat ersifat fungsional dalam

arti berperan sebagai pendorong peningkatan kin erja karyawan. Sedangkan

dam pak negatif stres pada tingkat yan g tinggi adalah kinerja karyawan menu run

secara mencolo k. Kondisi ini terjadi karena karyawan akan lebih banyak

men ggunakan tenagan ya untuk melawan stres dari pada un melakukan tugas

atau pekerjaan yang diberikan oleh atasan.

Dalam hal ini stres kerja memp unyai posisi y ang pentin dalam kaitannya

role

(12)

den gan kinerja sumber daya manusia, dana dan materi. S lain dipen garuhi oleh

fakto r-faktor yang ada dalam diri individu, stres kerja ju ga dipengaru hi oleh

faktor-fakto r dari organisasi dan lingku ngan. Hal ini perlu di sadari dan di pahami.

Pemahaman akan sumber-sum ber dan penyebab stres di lin gan pekerjaan

disertai pemahaman terhad ap penan ggulangann ya adalah p ting baik b agi para

kary awan m aupun para eksekutif untuk kelangsungan organisasi yang sehat dan

efektif.

Beeh r & Newman (dalam Sutarto Wijon o, 2010) mendefinisikan bahwa

stres kerja sebagai suatu keadaan yang timbu l dalam in raksi di antara manu sia

dan pekerjaan. Secara umum, stres didefinsikan sebagai rangsangan eksternal yang

men ggan ggu fungsi mental, fisik, dan kimiawi dalam tub h seseorang Nykodym

dan George (dalam Sutarto Wijon o, 2010), sebaliknya Selye (dalam. Brief et al,

dalam Sutarto W ijono, 2010) berpendapat bahwa stres kerja merupakan suatu

konsep yang terus-menerus bertambah. Ini terjadi jika emakin banyak

permin taan, maka sem akin bertambah munculnya poten si s es kerja dan peluang

untuk menghadapi ketegangan akan ikut bertambah p ula.

Berdasarkan penelitian yang d ilaku kan Randall Schuller, stres yang

dihadapi tenaga kerja berhubungan dengan penurunan prestasi kerja, p eningkatan

ketidak hadiran kerja dan kecenderungan m engalami kecelakaan. Demikian pula

jika banyak dian tara tenaga kerja di dalam organisasi u perusahaan mengalami

stres kerja, maka produktivitas dan kesehatan organisasi itu akan terganggu,

(13)

Selain stres seb agai salah satu y ang mempengaruhi kinerja kar awan, yaitu

gaya kepemimpinan. Gaya kepemimpinan seorang pemimpin n sangat

mem pengaruhi kondisi kerja, dimana akan berhubungan dengan bagaimana

kary awan menerima suatu gaya kepemimpinan, senang atau tidak, suka atau tidak,

kary awan harus menerima itu. Di satu sisi gay a kepemim inan dapat

men yebabkan p eningkatan kinerja di sisi lain dapat men ebabkan penurunan

kinerja, Edwar M. Noor, Armanu Tho yib, dan Gozali (200 )

Sri Handajani (2007) menjelaskan keberadaan pemimpin m rup akan suatu

proses dimana seseorang atau pemimpin mempengaruhi baw annya dengan

tanp a paksaan untu k mencapai tujuan organisasi. Oleh sebab itu, tin ggi rend ahnya

usaha yang dilakukan oleh para bawahan untuk melaksanakan kerjaan mereka,

sebagian b esar diten tukan oleh efektif tidaknya pengaruh yang dib erikan

pem impin, Pareke (dalam Nurmayanti, 2004).

Oleh karena itu, efektivitas pemimpin dalam menghad api berbagai aktivitas

dewasa ini sangat ditentukan oleh ku alitas hub ungan an ra pem impin dengan

pen gikut. Hubungan tersebut h endaknya tidak hanya hubungan kerja yang b ersifat

formal dimana pemimpin bertind ak seb agai atasan bagi engikut dalam

organisasi, nam un hendaknya hubungan tersebu t haruslah terjalin dengan lebih

luas dim ana pemimpin atau atasan dapat bertindak sebag mitra bagi bahawannya

dalam menghad api berbagai hambatan dan memotivasi bawa an untu k terus

berprestasi dalam pekerjaannya. Seh ingga p emimpin seka g ini harus flaksibel,

(14)

komun ikasi dan mampu menyuarakan kepentingan dari bawahannya, D'Ambrosio

(dalam Nurmayanti, 2004)

Gaya kepemim pinan merupakan norma perilaku y ang digunakan oleh

seseorang pada saat orang tersebut men coba mempengaruh perilaku orang lain.

Sukses tidaknya karyawan dalam berprestasi kerja dapat dapat dipen garuhi oleh

gaya kep emimpinan atasanny a, Thoha (dalam Hardini, 200 , dalam Sri Suranta,

2003).

Melalui gaya kepemimpinan yan g dimiliki seoarang p emim in, ia akan

men transfer beberapa nilai seperti penekanan kelompo k, dukun gan dari

orang-orang/karyawan. Toleransi terhadao resiko, kriteria pe gupahan dan sebagainya.

Gaya kepemim pinan seorang pemimpin akan sangat mempengaruhi kondisi kerja,

dimana akan berhubu ngan dengan bagaimana karyawan menerim a suatu gaya

kepemimpinan, senan g atau tid ak, suka atau tidak d isatu sisi gaya kepemimpinan

tertentu dapat men yebabkan pen ingkatan kinerja d i sisi lain dapat menyebabkan

pen uru nan kinerja.

Bass (1998) mengemukakan kepemimpin an merupakan suatu roses

men garahkan, mempen garuhi dan mengendalikan aktivitas ang berhu bungan

den gan pekerjaan sep erti halnya mempen garuhi m otivasi ryawan untuk

men capai tujuan kh usus organisasi. Menurut Rivai (2008 d efinisi kepemimpinan

secara luas meliputi proses mempengaruhi dalam m enentu tujuan organisasi,

mem otivasi perilaku bawahan u ntuk mencapai tujuan, mem engaruhi untuk

(15)

Gaya kepemim pinan adalah suatu pola tin gkah laku yan g irancang untuk

men gintegrasikan tujuan organisasi d engan tujuan individ u untuk mencapai tujuan

tertentu, Ranupandojo dan Husnan (2002). Gaya kepemimpinan adalah suatu

norma perilaku yang digunakan seseorang pada saat orang tersebut mencoba

untuk mempengaruhi perilaku orang lain sep erti yan g ia lihat (Thoha, 2003).

Menurut Bass (dalam Artanti 2001 dalam Sri Hand ajani, 2007), gaya

kepemimpinan dibagi menjadi dua yaitu: gaya kepemimpin transaksional dan

transformasional. Dalam gaya kepemimpinan transaksiona , hubungan pemimpin

dan bawahan didasarkan p ada sejumlah pertukaran atau war-menawar diantara

mereka. Dalam memotivasi bawahannya terutama melalui p rtu karan berbasis

imbalan bersayarat dengan fokus utama penetapan sasaran, klarifikasi hu bungan

antara kinerja dengan imbalan, dan memberikan u mpan b alik konstruktif agar

bah wan selalu melakukan tugas yan g telah digariskan. S an gkan gaya

kepemimpinan transaformasional, hu bungan pemimpin dan b awahan lebih dari

sekedar pertukaran dan selalu beru sah a menigkatkan kep ntingan kelompok

diatas kepentingan pribadi.

Bass (1990) mengemukakan kepemimpin an transaksional yang

didefinisikan sebagai kepemimpinan yang melibatkan sua proses pertukaran

yan g menyebabkan bawahan mendapat im balan serta memb an bawah annya

men gidentifikasikan apa yang haru s dilakukan untuk mem uhi hasil yang

diharapkan seperti kualitas pengeluaran yang lebih b ai penjualan atau pelayanan

(16)

bawahannya dalam mengidentifikasi yang h arus dilakukan pemimpin membawa

bawahannya kepada kesadaran tentang konsep diri serta arga diri dari

bawahannya tersebut.

Pend ekatan transaksional men ggunakan konsep mencapai tujuan sebagai

kerangka kerja. Seorang pemimpin yang menggunakan gay a kepemimpinan

transaksional membantu karyawann ya dalam menin gkatkan otivasi untuk

men capai hasil yan g diin ginkan den gan dua cara, yang p a yaitu seorang

pem impin mengenali apa yang h arus dilakukan bawahan un men capai hasil

yan g su dah direncan akan setelah itu p emimpin mengklari kasikan peran

bawahannya kemudian bawahan akan merasa percaya diri d am melaksanakan

pekerjaan yang membutuhkan p erannya. Yang kedua adalah pemimpin

men gklarifikasi bagaiman a pemenuhan keb utuhan dari baw an akan tertukar

den gan p enetapan p eran un tu k mencapai hasil yang sudah disepakati (Bass, 1985).

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka peneliti

men gambil kesimpulan un tuk meneliti dan membu ktikan “ Apakah ada pengaruh

yan g signifikan antara Stres Kerja dan Gaya Kepemimpinan Transaksional dengan

Kin erja Karyawan PT. XL Axiata Tbk”.

Maka penelitian ini berjudul “HUBUNGAN STRES KERJA DAN GAYA

KEPEMIMPINAN TRANSAKSIONAL DENGAN KINERJA KARYAW AN

PT.XL Axiata Tbk”

P embatas an Masalah dan Rumusan Mas alah

(17)

,

Mengingat luasn ya permasalahan dalam penelitian ini, m a pen elitian ini dibatasi

pad a hubungan antara stres kerja dan gaya kepemimpinan transaksional dengan

kinerja karyawan. Adapun pembatasannya y aitu

Kin erja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang d icap ai seorang

kary awan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tan g jawab yang

diberikan kepadanya.

Stres kerja adalah kondisi dari hasil penghayatan subjektif individu y ang dapat

berupa interaksi antara individ u dan lin gkungan kerja ang d apat mengancam

dan memberi tekanan secara p siko logis, fisio logis, dan kap individu

Gaya kepemimpin an transaksional ad alah kepemimp inan yang melibatkan suatu

proses p ertukaran yang menyebabkan bawahan men dapat im alan serta

mem bantu bawahannya m engidentifikasikan apa yang harus dilakukan untuk

mem enuhi h asil yang diharapkan sep erti kualitas pengel ran yang lebih b aik,

pen jualan atau pelayanan yang lebih dari karyawan serta mengurangi biaya

produksi.

Karyawan yang diteliti adalah kary awan HRD devisi (IT)

PT XL Axiata Tbk

Apakah ada hu bungan yang signifikan antara “Aspek gejala fisik dari variabel

Stres kerja dengan variabel Kin erja Karyawan PT. XL Axiata Tbk”?

Apakah ada hubun gan yang signifikan antara “Aspek emosional d ari variabel

information techn ology

(18)

Stress kerja dengan Kinerja Karyawan PT XL Axiata Tbk”?

Apakah ada hubun gan yang signifikan antara “Aspek intelektual d ari variabel

Stres kerja dengan Kinerja Karyawan PT XL Axiata Tbk”?

Apakah ada hubungan yan g signifikan antara “Aspek Interperson al dari

variabel Stres kerja dengan Kinerja Karyawan PT XL Axi Tbk”?

Apakah ada hubun gan yang signifikan antara “Aspek imbalan kontingen dari

variabel Gaya kepemimpinan tran saksion al d engan kin erja karyawan PT

XL Axiata Tbk”?

Apakah ada hubungan yan g signifikan antara “Aspek manajemen eksepsi aktif

dari variabel Gaya kepemimpinan transaksional dengan kinerja karyawan

PT XL Axiata Tbk”?

Apakah ada hubungan yan g signifikan antara “Aspek manajemen eksep si pasif

dari variabel Gaya kepemimpinan transaksional dengan kinerja karyawan

PT XL Axiata Tbk”?

Apakah ada hubungan yan g signifikan antara “Aspek dari variabel

Gaya kepem impinan transaksional dengan kinerja karyawan PT XL Axiata

Tbk”?

Penelitian in i bertujuan untuk menguji Hub ungan antara Stres Kerja dan

Gaya Kepemim pinan Transaksional dengan Kinerja Karyawan PT. XL

Axiata Tbk

Manfaat praktis

laissez faire

Tujuan Penelitian

(19)

Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat m mberi masukan bagi

semua karyawan khu susnya pada karyawan PT. XL Axiata Tbk tentang

hubungan Stres kerja dan gaya kepemimpinan tran saksion d engan kin erja

kary awan

Manfaat teoritis

Hasil p enelitian ini diharap kan dapat mem beri masukan ang bermanfaat bagi

perkemban gan ilmu psikologi industri dan organisasi serta dapat digunakan

sebagai pedoman didalam penelitian lebih lanjut terutam a untuk mengkaji

variabel-variabel lain yang berhubungan d engan stres kerja dan gay a

kepemimpinan tran saksion al dengan kinerja.

Bab I Pend ahuluan

Latar belakang m asalah, identifikasi masalah dan pembatasan

masalah, tujuan dan manfaat penelitian, sistem atika penulisan

Bab II Kajian teori

Pengertian kinerja, d imensi/aspek kinerja, faktor-faktor kinerja,

pen gertian stres kerja, aspek-aspek stres kerja, Stresor dan

Jenis-jenisnya dalam kerja, Pengertian Gaya Kepemimpinan

Transaksional, Aspek Gaya Kepemimpinan Transaksional,

kerangka berfikir

Bab III Metode Penelitian

Jenis penelitian , variabel penelitian, devinisi konsep al dan

(20)

i

oprasional, populasi dan sample, tekn ik pengambilan data, uji

instrument penelitian, hasil uji instrument, metode an isis,

prosedur penelitian.

Bab IV Analisa dan persentasi data

Berisi uraian mengen ai gam baran umum responden penelitian,

deskripsi data, uji persyaratan, kategorisasi, serta p ngujian

hipotesis, dan hasil uji regres

Bab V Kesimp ulan

Kesimp ulan, saran, lam piran-lamp iran, dan daftar pustaka.

Dalam b ab kajian teori ini membahas tentang pengertian kinerja, asp ek dari

kinerja, factor kinerja, salain itu p engertian stress rja, aspek-aspek stress kerja,

stressor dan jenis-jenisnya dalam kerja juga dibahas, an pengertian gaya

kepemimpinan tran saksion al, aspek gay a kepemimpin an transaksional juga di

bah as dalam bab kajian teori, termasuk kerangka berfikir dan hip otesis.

kary awan merupakan aset p enting bagi peru sah aan, b anyak hal yan perlu

diperhatikan terkait dengan pen ingkatan kinerjanya. Campbell, (dalam

Cascio, 1998, dalam Edy Sutrisn, 2010) menyatakan bahwa kinerja sebagai suatu

yan g tampak, yaitu ind ividu relevan den gan tujuan orga isasi. Kinerja yang baik

BAB II

KAJ IAN TEORI

2.1 Kinerja

2.1.1 P engertian Kinerja

(21)

merupakan salah satu sasaran organisasi d alam m encapai produ ktivitas kerja yang

tinggi. Tercapainya kinerja yang baik tidak terlepas d kualitas sumver daya

man usia yang baik pula.

Kin erja adalah catatan mengenai akibat-akibat yang dih ilkan pada sebuah

fungsi pekerjaan atau aktivitas selama period e tertentu yang berhub ungan dengan

tujuan organisasi, Kane & Kane, Benardin & Rusell, Cascio (dalam Edy Sutrisno,

2010). Kinerja seseorang merupakan gabungan d ari kem ampuan usaha, dan

kesempatan , yang dapat d iukur d ari akibat yang d ihasil nnya. Oleh karena itu,

kinerja bukan men yangkut karakteristik pribadi yang d i jukan oleh seseorang

melalui hasil kerja yang telah dan akan dilakukan seseo rang. Kinerja dapat pula

diartikan sebagai kesuksesan individu dalam melakukan ekerjaannya. Ukuran

kesuksesan masing-masin g karyawan bergantung pada fung dari pekerjaan nya

yan g spesifik dalam bentuk aktivitas selama kurun wakt tertentu. Dengan kata

lain, ukuran kesuksesan kin erja tersebut didasarkan p ada ukuran yang berlaku dan

disesuaikan dengan jenis pekerjaan nya.

Menurut Malayu S.P Hasibuan (d alam Ed y Sutrisno, 2010) yang menyebu t

kinerja seb agai prestasi kerja men gungkapkan “prestasi kerja adalah suatu hasil

kerja y ang dicapai seseorang d alam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan

kepadanya yan g didasarkan atas kecakapan, pen galaman, an kesu ngguhan serta

waktu.

Sedangkan menurut Robbins (2003: 241) Kinerja adalah sebagai fu ngsi

(22)

kesempatan atau (O); yaitu kinerja = f (AxMxO) yang artinya kinerja

merupakan fungsi dari kemam puan, motivasi dan kesempatan. Dengan kata lain,

kinerja ditentukan oleh faktor-faktor kemampu an, motiv i dan kesempatan.

Lain lagi dengan McCloy (dalam Khairul Umam, 2010) mengatakan

bah wa kinerja juga bisa berati perilaku atau tindakan-tindakan yang relevan

terhadap tercapainya tujuan organisasi ( ). Tujuan-tujuan

tersebut bergantung pada wewenang penilai yan g menentukan tu juan apa yang

harus dicapai o leh karyawan. Oleh karena itu, kin erja bukan merupakan hasil dari

tindakan atau perilaku, m elainkan tind akan itu sendiri McCloy mengu raikan

bah wa agar seseorang melakukan tu gas sesuai dengan kin yang diinginkan,

prasyarat yang harus dipenuhi adalah mem iliki p engetah n dan keterampilan

-keterampilan y ang dibutuhkan dan membuat pilihan dengan sun gguh-sungguh

untuk bekerja p ada tugas pekerjaannya selama beberapa ggang waktu tertentu

den gan tingkat usaha tertentu.

Schu ltz & Sch ultz (dalam Khairul Umam , 2010), mengatakan bahwa

kary awan akan mampu memotivasi diri mereka sepenu hnya ka ada tujuan p asti

yan g ingin diraih. Tujuan tersebut adalah hasil yang a hendak dicapai. Sejauh

man a kesuksesan karyawan dalam mencapai tu juan tersebut melalui tugas-tugas

yan g dilakukan dengan (Su hartini, 1992)

Gherington (1994), mengatakan bahwa kinerja men unjukka pencap aian

target kerja yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas, dan waktu. Pencap aian

kinerja tersebut dipengaruhi oleh kecakapan dan waktu. nerja yang optimal akan

op portunity

et,all

goal-relevant action

(23)

terwujud bilamana organisasi dapat memilih karyawan ya g memiliki m otivasi dan

kecakapan yan g sesuai dengan pekerjaannya serta memili ko ndisi yang

mem ungkinkan mereka agar bekerja secara maksimal.

Motowid lo & Van Scotter (dalam Khairul Umam, 2010) mengatakan

bah wa terd apat du a jenis kinerja dalam pekerjaan, yaitu kinerja tugas (

) dan kinerja kon tekstual ( ). Kin erja tugas

men gacu p ada hasil-hasil yang diperoleh dari tugas sub ntif yang membedakan

pekerjaan seseorang dengan pekerjaan orang lainnya, serta meliputi aspek-aspek

yan g lebih teksn is. Menurut W elbourne (d alam Rotundo & Sackett 2002),

kinerja tugas m erupakan peran pekerjaan yan g digambarkan dalam bentuk kualitas

dan kuan titas hasil dari pekerjaan tersebut.

Sedangkan kinerja kontekstu al memberikan sum bangan pad keefektifan

organisasi d engan mendukung keadaan organ isasional, social, dan psikolo gis.

Kin erja kontekstual mengacu pada hasil-hasil dari peri aku yang dibutuh kan untuk

men dukung struktur social organisasi serta h anya dapat memberikan dukungan

pad a sub bagian organisasi jika aspek-aspek yang bersifat teknis dalam organisasi

dap at berfungsi dengan baik.

Pada umum nya kinerja diberi b atasan seb agai kesuksesan seseo rang di

dalam melaksan akan suatu pekerjaan. Leb ih tegas lagi Prawirosento no (1999),

men gemukakan kinerja adalah hasil kerja yang dap at dicapai oleh seseorang atau

sekelompok orang dalam suatu organ isasi sesuai dengan enan g dan tanggung

jawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan o rganisasi

task

performance contextual performance

(24)

bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum, dan suai dengan moral

mau pun etika.

Menurut Miner (dalam Edy Sutrisn o, 2010), kin erja adalah bagaimana

seseorang diharapkan dapat berfungsi dan berperilaku sesuai dengan tugas yang

telah dibebankan kepadanya. Setiap harapan men genai bagaimana seseorang harus

berperilaku dalam melaksanakan tugas, berarti menunjukan suatu p eran dalam

organisasi. Suatu organisasi, baik organisasi pemerintah maupun organisasi privat

dalam men capai tujuan y ang ditetapkan harus melalui sarana dalam bentuk

organisasi yang digerakan oleh sekelompok orang yang b rperan aktif sebagai

pelaku ( ) dalam upaya mencapai tu juan lembaga atau o rganisasi ang

bersangkutan (Prawirosentono, 1999). Dengan kata lain ila kinerja kary awan baik

maka kemungkinan besar kinerja perusahaan atau organis juga baik. Kinerja

seorang karyawan akan baik b ila dia mempu nyai keahlian yang tinggi, bersedia

bekerja keras, terhirhindar dari stres yang berlebihan, diberi gaji sesuai dengan

perjanjian, dan mempunyai harapan masa depan lebih baik

Sedangkan Irianto (d alam Edy Sutrisno , 2010), mengemukakan kinerja

kary awan adalah prestasi yang dip eroleh seseoran g dala melakukan tugas.

Keberhasilan o rganisasi tergantung pada kinerja para p aku organisasi

bersangkutan. Oleh karena itu, setiap unit kerja dalam suatu organisasi harus

dinilai kinerjanya, agar kinerja sumber daya manusia y ng terdapat dalam un it-u nit

dalam suatu organisasi tersebut dapat din ilai secara o jketif.

Oleh karena itu kinerja m erupakan suatu y ang lazim untuk memantau

(25)

produktivitas kerja sumber daya manusia, baik yang berorien tasi pada p rod uksi

barang, jasa, maupun pelayanan. Dem ikian pula, perwujudan kinerja yang

mem banggakan juga sebagai imbalan instrin sik. Agar d icapai kinerja yang

professio nal, hal-hal seperti kesukarelaan, pengembangan diri p ribadi,

pen gembangan kerja sama yang saling menguntu ngkan, serta partisip asi

seutuhnya perlu dikemb angkan (Hadipranata, 1996).

Dari beberapa pengertian kinerja yang disampaikan oleh para ahli tersebut,

dap at disimpulkan bahwa pengertian kinerja adalah merup akan tingkat

kesuksesan yang dicapai oleh seseorang dalam meny elesaikan suatu pekerjaan

yan g menjadi tanggung jawabnya.

Aspek kinerja adalah un sur-unsur dalam pekerjaan y ang enunjukan

kinerja untuk mengukur kinerja, asp ek-aspek kinerja di b angkan menjadi

indicator kinerja. In dikator kinerja digunakan untuk m ngembangkan instrumen t

evaluasi kin erja yang kemudian digunakan un tu k mengu kur kinerja seorang

pegawai. Pengemb angan aspek dan indikator kinerja dilaksanakan elalui

atau analisis pekerjaan (Rob bins, 1993)

Ability

Performance

2.1.2 As pek Kinerja

job

analysis

(26)

S ou rce

Organizational Behavior

Lead ing and Managing in Australia and New Zeland 3rd Ed

Ability

kno wledge + skill a bility

Motivation attitu de

situation adapte dbfrom M . Blumbe rg and C .D. P ringe l, ”t he missing o ppourt uni ty in

Organizational Research: some implication for a theory of the work performance'

[image:26.612.112.533.125.576.2]

Ac ade my o f M nanagem ent Ri vi e w, oc t obe r 1 9 82

Gambar 2.1 Dim ensi Kinerja Sumber :

(2001)

atau kem ampuan, adalah karakter yang meny ebabkan seorang mampu

melakukan sesu atu baik secara psikologis maupun fisiologis (Gibson,

Ivan cevich dan Donnely 2000). Menurut Keith Davis (dalam

Mangkunegara 2000, dalam Herly, 2010) kem ampuan terdari dari

sehingga termasuk pendidikan yan g memadai

untuk p ekerjaan dan terampil dalam mengerjakan tugas ehari-hari.

Dengan demikian perlu ju ga untuk menempatkan karyawan esuai dengan

keahlian,

atau motivasi, diartikan suatu sikap ( ) pimpinan dan

kary awan terhadap situasi kerja ( ) dilingkungan organisasinya.

Mereka yang bersikap positif (pro) terhadap situasi kerjanya akan

men unjukan motivasi kerja yang tinggi dan sebaliknya jika mereka

bersikap negatif (kontra) terhadap situ asi kerjanya akan men unjukan

Opportunity

(27)

motivasi kerja yang rendah. Situasi kerja yang d imaksud mencaku p antara

lain hu bungan kerja, fasilitas kerja, iklim kerja, keb n pimp inan, pola

kepemimpinan kerja.

atau peluang yaitu merup akan fungsi dari tiadanya rin

gan-rintangan yang men gendalakan karyawan itu (Rivai, 2005). Mangkunegara

(2000) memiliki pendapat yang sama dengan teori konvergensi dari

William Stren yang mengatakan bahwa kinerja terkait dengan lingkungan

organisasiny a. Lingkungan organisasi yang dimaksu d ial h ko ndisi fisik

meliputi bantu an atau fasilitas dari luar seperti kond si tempat kerja,

tercukupi peralatan dan perlengkapan kerja, adany a tem n yang mau

mem bantu, tercukupinya informasi yang d iperlukan, adan a aturan dan

prosedur kerja,

Kin erja adalah sebagai fungsi interaksi antara kemapuan atau (A),

motivasi atau (M), dan kesempatan atau (O); yaitu kinerja

= f (AxMxO) yang artinya kinerja merupakan fungsi dari kemampuan, otivasi

dan kesem patan. Dengan kata lain, kin erja ditentukan oleh faktor-faktor

kemampuan, motivasi dan kesempatan.

.

Perusahaan sebagai suatu organ isasi mempun yai tujuan y i mem peroleh

keuntungan. Organ isasi dap at beoperasi karena kegiatan atau aktivitas yang

dilakukan oleh para karyawan y ang ada di dalam organisasi tersebut. Men uru t

Opp ortunity

a bility

motivation opportunity

(28)

Prawiro sen toso (d alam Edy Sutrisno, 2010), faktor-faktor yang mempengaruhi

kinerja adalah sebagai berikut:

Evektivitas dan efisiensi

Dalam h ubunganya dengan kinerja organisasi, maka uku ra baik buruknya

kinerja diukur o leh efektivitas dan efisiensi. Masalah ya ad alah bagaimana

proses terjadinya efisiensi dan efektivitas organisasi Dikatakan efektif bila

men capai tuju an, dikatakan efisien bila hal itu memuaskan sebagai

pen dorong mencapi tujuan, terlepas apakah efektif atau tidak. Artinya,

efektivitasdari kelompok (organisasi) bila tuju an kelo pok tersebut dapat

dicapai sesu ai d engan kebutuhan yan g direncan akan. Sed ngkan efisien

berkaitan d engan jumlah pengorbanan yang dikeluarkan d am upaya

men capai tujuan organisasi.

Otoritas dan tan ggung jawab

Dalam organisasi yang baik wewenang dan tanggung jawab telah

didelegasikan dengan baik, tanpa adanya tumpang tindih tugas.

Masing-masing karyawan y ang ada dalam organisasi men getahui apa yang m enjadi

haknya dan tanggung jawab dalam rangka mencap ai tujuan organisasi.

Kin erja karyawan akan dapat terwujud bila karyawan mem unyai

(29)

timggi.

Disiplin

Secara umum, disiplin menunjukan suatu kondisi atau hormat y ang ada

pad a diri karyawan terhad ap peraturan perusahaan dan ketetapan

perusahaan.

Disiplin meliputi ketaatan dan hormat perjanjian yang ibuat antara

perusahaan dan karyawan. Dengan d emikian, bila peratu r n atau ketetapan

yan g ada dalam perusahaan itu diabaikan atau serin g di anggar, m aka

kary awan mempun yai disiplin yan g buruk, sebaliknya, bi karyawan

tunduk pada ketetapan perusahaan, menggambarkan adany a kondisi

disiplin y ang baik.

Inisiatif

Inisiatif seseorang berkaitan dengan daya pikir, kreativitas dalam ben tuk ide

untuk merencanakan sesuatu yang b erkaitan den gan tuju an organisasi.

Setiap inisiatif seb alikn ya mendapat perhatian atau ta ggapan positif dari

atasan, kalau memang dia atasan yang baik

Atasan yang bu ruk akan selalu mencegah inisiatif bawah , leb ih-lebih

bawahan yang kurang disenangi. Bila atasan selalu men ghambat setiap

(30)

men dukung , meny ebabkan organ isasi akan kehilangan energy atau daya

dorong untuk maju. Dengan kata lain, inisiatif karyawa yang ada di dalam

organisasi merupakan daya dorong kemajuan yang akhirny akan

mem pengaruhi kinerja.

Menurut Ro bert L. Mathis d an John H. Jackson (dalam Khaerul Um am, 2010),

fakto r-faktor yang mempengaruhi kinerja individ u yaitu:

Kemampuan

Motivasi

Dukungan yang diterima

Keberad aan pekerjaan y ang mereka lakukan

Hub ungan mereka den gan organisasi

David C. Mc Cleland (1997), seperti dikutip Mangkunegara (2001:68) berpendapat

bah wa “Ada hubungan yang positif antara motif berprestasi dengan pencap aian

kinerja”. Motifasi berprestasi ad alah dorongan dalam d ri seseorang untuk

melakukan suatu kegiatan atau tugas dengan sebaik-baiknya agar m ampu

men capai kinerja yang baik.

Menurut, McClelland mengemu kakan enam karakteristik dari seseoran g yang

mem iliki mo tifasi yang tinggi y aitu:

Memiliki tan ggung jawab yang tinggi

(31)

Memiliki tujuan yang realistis

Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang un merealisasi

tujuan

Memanfaatkan umpan balik yang ko nkret dalam seluru h kegiatan kerja yang

dilakukan

Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah

diprogramkan

Selanjutnya menurut Gibson (khaerul Umam, 2010), ada tiga fakto r yang

berpengaruh terhadap kinerja, yaitu:

Faktor individu: kemampu an, keterampilan , latar belaka g keluarga,

pen galaman kerja, tingkat social dan demografi seseorang

Faktor psikologi: p ersepsi, stress kerja, peran, sikap, kepribadian, motivasi, dan

kepuasan kerja

Faktor o rganisasi: struktur organisasi, desain p ekerja , kepemimpinan, sistem

pen ghargaan ( )

Stres kerja y ang diu ngkap kan oleh parah ahli di antaranya French, Rogers,

reward system

2.2 Stres Kerja

(32)

& Cobb (dalam Sutarto , 2010) telah mendefinisikan stres kerja sebagai berikut:

Kemudian bersama

Van Harrison d an Pinneau (dalam Sutarto, 2010) mereka mengub ah definisi itu

men jadi “

Lain lagi menurut Stephen P. Robbins (dalam Paiman, 2000) yang

mem berikan definisi stres kerja sebagai berikut, stres kerja adalah kond isi dinamis

dimana seseorang bertentangan dengan peluang, hambatan atau p ermintaan yang

terkait dengan apa yang di inginkan d an dimana penyelesaian itu diterima karena

adanya unsur hal yang pen ting dan tidak pasti.

Adapun pengungkapan berbeda yan g dilontarkan o leh Smith (dalam

Sutarto, 2010) mengemukakan bahwa konsep stres kerja dapat d itinjau dari

beb erapa sudut, yaitu: stres kerja merupakan hasil dari keadaan tempat

kerja. Conto h: keadaan tempat yang bising dan ventilas udara yang kurang baik.

Hal ini akan mengu rangi motivasi karyawan. stres kerja merup akan hasil

dari du a faktor organisasi yaitu keterlibatan dalam tugas dan dukun gan organisasi.

stres terjadi karena faktor “ juga faktor kemampuan melakukan

tugas. akibat dari waktu kerja y ang berlebihan. fakto r tanggung

jawab kerja. Dan yang terakhir, tantangan yang muncul dari tugas.

Selanjutnya, Caplan et al. (dalam. Beehr & Newman, 1978 dalam, Sutarto,

2010) mengatakan bah wa stres kerja mengacu pada semua kara stik pekerjaan

“a misfit between a person's skill and abilities and demands of the job misfit in

term of person's need supplied by the job environment.”

any characteristic of the job environment wich process a th reat to

individual.”

pertama,

Kedua,

Ketiga, workload”

(33)

yan g mungkin memberi an caman kepada individu tersebut. Dua jenis stres kerja

yan g m ungkin mengancam individu yaitu baik berupa tuntutan dimana individu

mungkin tidak berusaha mencapai kebutuhannya atau pers iaan yang tidak

men cukupi untuk memenuhi kebu tuhan in dividu tersebut.

Namun, Beehr & Newman (dalam Sutarto, 2010) mendefinisikan bahwa

stres kerja sebagai suatu keadaan yang timbu l dalam in raksi di antara manu sia

dan pekerjaan. Secara umum, stres didefinsikan sebagai rangsangan eksternal yang

men ggan ggu fungsi mental, fisik, dan kimiawi dalam tubuh seseorang, Nykodym

dan George (d alam Sutarto, 2010), sebaliknya Selye (dalam. Brief et al. 1981,

dalam Sutarto, 2010) berpend apat bahwa stres kerja merupakan suatu ko nsep ang

terus-menerus bertambah. In i terjadi jika semakin bany perm intaan , maka

semakin bertambah mu nculnya poten si stres kerja dan peluang untuk menghadapi

ketegangan akan ikut bertambah pula.

Seorang individu mungkin mengalami gejala stres kerja o sitif seandainya

men dapat kesempatan u ntuk naik jabatan atau menerima . Tetapi

sebaliknya, jika dia m erasa dihambat oleh beebagai seb diluar kontrol dalam

men capai tujuannya, m aka ia akan mengalami gejala stres yang negative Brief et al

(dalam Sutarto, 2010). Kemudian, Kahn dan Quin (dalam. Ivan ceviech et al. 1982,

dalam Sutarto, 2010) mendefinisikan bahwa stres kerja merupakan faktor-faktor

lingkungan kerja yang negatif seperti ko nflik peran, kekab uran peran, dan beban

kerja yan g belebihan dalam pekerjaan.

Sementara itu , Keenan dan Newton (dalam Sutarto, 2010) juga

(34)

berpendapat stres kerja perwujudan d ari kekaburan pera, konflik peran, dan beban

kerja yan g berlebihan. Kondisi ini selanjutnya akan dapt mengganggu prestasi dan

kemampuan individu untuk b ekerja. Ivanceviech (d alam Sutarto, 2010)

men gatakan bahwa pengalaman individu mengalami stres kerja dapat digam barkan

melalui perbedaan antara faktor-faktor stres dari ling gan eksternal yang

disebabkan faktor internal, yaitu tingkah laku tipe A. Menurut Kavaganh, Hurst,

dan Rose (dalam Sutarto, 2010), stres kerja juga meru pakan suatu ketidak

seimbangan persepsi in dividu tersebu t terhadap kemampuan nya untuk melakukan

tindakan.

Gib son (dalam Ravai dan Mulyadi, 2003) mengemukakan bahwa stres

kerja d ikonseptualisasi dari beberapa titik pandang, y itu stres sebagai stimulus,

stres sebagai rerspon, dan stres sebagai stimulus-resp . Stres sebagai stimulus

merupakan pendakatan yang menitikberatkan pada lingkun an. Defin isi stimulus

mem andan g stres sebagai sesuatu kekuatan yang menekan ndividu untuk

mem berikan tanggapan terhadap stresor. Pen dekatan ini emandang stres sebagai

konsekuensi dari interaksi antara stimulus lingkungan dan respo n individu.

Pend ekatan stimulus-respon mendefinisikan stres sebagai konsekuensi dari

interaksi antara stimu lus lingkungan dan respon individu. Stres dipandang tidak

sekedar seb uah stimulus atau respon, melainkan stres m akan hasil interaksi

unik antara ko ndisi stimulus lingkungan dan kecen derun n individu untuk

mem berikan tanggapan.

Sementara itu Luthans men definisikan stres sebagai suatu tanggapan dalam

(35)

men yesuaikan diri y ang d ipengaruhi oleh perb edaan individu dan proses

psikologis, sebagai konsekuen si dari tin dakan lingkungan, situasi atau peristiwa

yan g terlalu ban yak mengadakan tuntutan psikologis dan isik seseo rang.

Secara lebih khu sus, stres kerja terkait dengan kend al dan tuntutan. Yang

pertama mencegah anda dari mengerjakan apa yang sangat anda inginkan . Yang

kedua mengacu pada hilangny a sesuatu yang sangat diing nkan. Jadi b ila anda

akan menjalan i tinjauan kinerja tahunan ditempat kerja, and a merasa stres karena

and a menghadapi kesempatan, kendala, dan tuntutan. Tin n kinerja yang baik

dap at mendorong kepromosi, tanggung jawab yan g lebih b sar, dan gaji yang

lebih tinggi. Tetapi tinjauan ulang yang buruk dapoat enghalangi an da dari

mem peroleh p ro mosi itu. Bahkan tin jauan kinerja yang l biasa b uru k mungkin

akan mengakibatkan an da dipecat.

Selain itu, sebagai hasil dari adanya stres kerja kary n mengalami

beb erapa gejala yang dapat mengancam dan men gganggu pelaksanaan kerja

mereka, seperti: mudah marah dan agresi, tidak dapat relaks, emosi tidak stabil,

sikap tidak mau bekerja sama, perasaan tidak mampu terlib at, dan kesulitan dalam

masalah tid ur. Selain itu ketidak keseimbangan antara rakteristik kepribadian

kary awan d engan karakteristik aspek-aspek pekerjaannya dan d apat terjad i pada

semua kondisi pekerjaan.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulakan bahwa stres kerja adalah suatu

kond isi dari hasil penghayatan subjektif individu yan g dapat berupa interaksi

(36)

tekanan secara psikologis, fisiologis, dan sikap in dividu.

Menurut Andrew Goliszek (1992), setiap reaksi yang kita miliki belum

tentu merupakan gejala stress. Reaksi setiap oran g pas berbeda-beda. Apa yang

men jadi tanda stress bagi seseorang mungkin m erupakan ertand a penyakit bagi

orang lain. Gejala-gejala stress dapat dibagi menjadi pat katagori, yakn i fisik,

emo si, perilaku dan intelektual. Gejala fisik meliputi sakit kepala, kelop ak mata

berkedip-kedip tanp a sadar, hid ung bergerak-gerak tanp sadar, rasa nyeri dimuka

atau rahang, mulut tenggorakan kering, sulit menelan, ariawan dilidah, sakit leher,

pusing dan lain sebagainya. Adapun gejala emosi meliputi; mud ah tersin ggung,

suasana hati berub ah ( ), depresi, sikap agresif yang tidak normal dan lain

sebagainya. Terakhir ad alah gejala intelektu al yang meliputi sulit berkon sentrasi,

mudah lupa, daya ingat menurun, dan mu tu kerja yang re dah

Menurut Braham (dalam Rivai dan Mulyadi, 2003), gejala stres dapat berupa

tanda-tand a yaitu:

1 Gejala Fisik

Berikut ini ad alah gejala-gejala fisik yan g sering d itemui pada h asil

pen elitian mengenai stres pekerjaan : Sulit tidur atau tidur tidak teratur,

sakit kepala, su lit buang air besar, adanya gangguan p cernaan , radang

usus, kulit gatal-gatal, punggung terasa sakit, urat-urat pada bahu dan

leher terasa tegang, keringat berlebihan, berubah selera makan, tekanan

As pek Stres kerja

.

(37)

darah tinggi, kehilangan energy

2. Emosional

Gejala-gejala emo sional yan g sering ditemukan didalam s kerja

adalah: marah-marah, mu dah tersinggung dan terlalu sen itive, gelisah

dan cemas, suasana hati mud ah berubah-ubah, sedih , m ud men angis

dan depresi, gugup, agresif terh adap o rang lain dan mud ah bermusuhan

serta mudah menyerang, dan kelesuan mental.

3. Intelektual

Gejala-gejala intelektual yan g sering ditemukan didala stres kerja

adalah: mudah lupa, kacau pikirannya, d aya ingat menu r , sulit untuk

berkonsentrasi, suka melamun berlebihan, pikiran hanya dipenuhi satu

pikiran saja.

Interpersonal

Gejala-gejala interpersonal yan g sering ditemukan dida am stres kerja

yaitu: acuh dan mendiamkan orang lain, kepercayaan pad orang lain

men uru n, mudah mengingkari janji pada o rang lain, sena g mencari

kesalahan oran g lain atau men yerang dengan kata-kata, enutup diri

secara berlebihan, dan mudah menyalahkan orang lain.

Dari beberapa u raian di atas, dapat disimpulkan b ahwa tres merupakan

suatu kond isi ketegangan yang mempengaruhi emosi, pros berpikir dan kondisi

seseorang di mana ia terpaksa m emberikan tanggapan mel ihi kem apuan

(38)

besar dapat mengancam kemamp uan orang untuk menghadapi lingkungannya.

Sebagai hasilnya, pada diri para karyawan berkembang b agai macam stres yang

dap at menggan ggu pelaksanaan kerja mereka.

Sumber stres ( ) adalah suatu ko ndisi, situasi atau peristiwa yang

dap at menyebabkan stres. Dalam h al ini Newstrom dan Davis (dalam Sutarto,

2010) mengatakan “ ”.

Ada berbagai sumber stres yang men yebab kan stres di pe haan

diantaranya adalah faktor pekerjaan itu sendiri dan di u ar pekerjaan itu. Pendapat

ini sejalan dengan Tosi (dalam Sutarto, 2010) yang menyebu tkan bahwa ada lima

macam faktor yang menyebabkan stres dan berhubungan dengan pekerjaan

individu, tekanan peran, kesempatan pelibatan diri dalam tugas, tanggun g jawab

individu, dan facto r organisasi.

Sementara itu, penjelasan lain yang dikemukakan oleh Kaplan (Khaerul

Umam, 2010) tentang stresor ialah “

Sedangkan Sh eridan &

Radmacher (dalam Khaerul Umam, 2010) men definisikan stresor sebagai segala

hal yang memb uat tuntutan terhad ap individu. Jadi, stresor dap t disim pulkan

sebagai kondisi fisik dan lingkungan atau kejadian-kejadian yang dipersepsikan

men gancam, meru sak atau m embah ayakan yang dapat menimb ketidak

seimbangan dalam diri seseorang. Banyaknya kemungkinan stimulus yang dapat

dikatago rikan sebagai sumber stres membuat munculny a b erpa pendapat yang

Stresor dan Jenis Stres sor

stresso rs

conditions tha t tend to ca use stres are called stressors

Any Stimu li tha t makes demands on an

(39)

berbeda tentang jenis-jenis stresor dan su mber-sumb er ss yang mungkin

diperoleh in dividu.

Quick dan Quick (dalam Rivai dan Mulyad i, 2003) mengkatagorikan jenis stres

men jadi dua, yaitu:

, yaitu hasil d ari respo n terh adap stres yang bersifat sehat, positif,

dan konstruktif (bersiafat membangun). Hal tersebu t termasuk

kesejahteraan individu dan juga organisasi yang diasos asikan dengan

pertumb uhan, fleksibilitas, kemampuan ad aptasi, d an ti gkat

yang tinggi.

, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat tidak sehat,

nrgatif, dan destruktif (bersifat m erusak). Hal terseb termasuk

konsekuensi individu dan juga organisasi seperti pen yakit

dan tin gkat ketidakhadiran ( ) yang tinggi,

yan g diasosiasikan dengan keadaan sakit, penurunan dan atian

Phillip L (d ikutip Jacinta, 2002), m enyatakan bahwa seseorang d apat dikategorikan

men galami stres kerja jika:

1) Urusan stres yang dialami melibatkan juga pihak organisasi atau

perusahaan tempat individu b ekerja. Namun penyebabnya d ak hanya di

dalam perusahaan, karena masalah rumah tangga yang terbawa ke

pekerjaan dan masalah pekerjaan yang terb awa ke rumah apat juga

men jadi penyebab stress kerja.

2) Men gakibatkan dampak negatif bagi perusahaan dan juga ind ividu.

Eu stres

performance

Distres

(40)

3) Oleh karenanya diperlukan kerjasama an tara kedua belah pihak untu k

men yelesaikan p ersoalan stres tersebut.

Luthans (dalam Rivai dan Mulyadi, 2003) menyebu tkan bahwa penyebab stres

( terdiri atas:

,yang terd iri d ari perubahan sosial teknologi,

keluarga, relokasi, keadaan ekonomi, kaeadaan keu angan ras, dan

keadaan komu nitas.

, yang terdiri dari kebijakan organisasi, struktur

organisasi, keadaan fisik dalam organisasi, dan proses yang terjadi dalam

organisasi.

, yang terdiri dari kurangnya kebersamaaan dalam grou p,

kurangnya dukungan so cial, serta adanya konflik intrai d ividu,

interpersonal, dan intergrou p.

, yang terdiri dari terjadinya ko nflik dan ketidak jel san

peran, serta disposisi individu seperti pola kepribadi tipe A, control

personal, dan daya tahan psikologis.

Sedangkan Cooper dan Davidson (dalam Rivai dan Muly adi, 2003) membagi

pen yebab stres dalam pekerjaan menjadi d ua yaitu:

, adalah p enyebab stres yan gb erasal dari situasi maup

keadaan didalam p erusahaan, misalnya kuranganya kerja a antara

kary awan, koflik antara ind ividu dalam suatu kelomp ok, maupun

stressor)

Extra o rganizatio nal stressor

Organizationa l stressor

Group stressor

I ndividual stressor

learned helplessness, self-efficacy,

(41)

kurangnya dukungan sosial dari sesama karyawan di dalam perusahaan

ad alah p enyeb ab stres yang berasal dari d alam diri

individu, misalnya tipe kepribadian seseorang, ko ntrol personal dan

tingkat kepasrahan

seseorang, persepsi terhadap diri sendiri, tingkat ketabah an dalam

men ghadapi kon flik peran serta ketidak jelasan peran.

Tosi (dalam Sutarto, 2010) yang mengatakan bahwa ada lima faktor yang

dap at menjadi sumber stres dalam organisasi atau perusahaan yaitu:

Faktor-faktor yang berkaitan dengan pekerjaan seseo ran individu, yaitu

dimana peneliti-peneliti men unjukan bahwa orang yang ekerja pada

pekerjaan rutin mengalami tingkat keengganan, kebosana (Kornhauser,

1995) d an bekerja dengan kecepatan gerakan m empunyai h bungan

signifikan dengan ketegangan, kecem asan, kemarahan dan tugas yang ada

dalam pekerjaan tersebut (Hurrel, 1995). Tekanan-tekanan psikologis yang

tinggi menyebabkan tugas-tugas menjadi beresiko tinggi dalam melakukan

pen gendalian terhadap keputusan. Hal ini disebabkan in ividu memberi

respon terhadap tekan an p siko logis tersebut den gan satu cara yang

dikehend aki oleh oran g lain bukan seperti cara yang dikehendakinya.

Stres p eran, dalam satu kesempatan, Kh an (1964) telah elakukan penelitian

tentang konflik peran dan ketidak jelasan peran dalam tu organisasi.

Tujuan nya penelitian ini adalah un tuk m engetahui hubun an tingkat

I ndividual stresso r

(42)

ketegangan peran d an penyesuaian diri.

Pelu ang partisipasi, ada beberapa manajer dilaporkan b wa apabila tingkat

partisipasi mereka dalam mengamb il keputusan dirasakan lebih banyak

akan mengalami stres yang lebih rendah. Sebaliknya, ti gkat kecemasan

terhadap tugas dan ancaman terhadap tugas dirasakan rendah oleh m anajer

yan g partisipan ya terhadap tu gasnya rendah (Tosi, 1971).

Tanggung jawab, d engan tanggung jawab yang lain m ungki dapat

mem pengaruhi stres yang sedan g bekerja (Cooper dan Marshall, 1976).

Sebagai seoran g manajer keefektifannya tergantung pada siapa yang

bekerja untukn ya, seandainya manajer mempunyai alasan ah wa dirinya

tidak mempuny ai kep ercayaan terh adap mereka, atau kemampu annya

kurang dapat mengendalikan m ereka, maka manajer akan m galami stres

karena d irinya tidak dapat mengen dalikan situasi tersebut.

Faktor-faktor organisasi, men urut (Argyris, 1964; presthus, 1978) berpend apat

bah wa o rganisasi itu sendiri dapat menyebabkan stres. to hnya, banyak

yan g percaya bahwa birokrasi (atau mekanis) merupakan entuk organisasi

yan g mengarah d an tidak memaksimalkan poten si individu sedangkan

struktur organisasi leb ih memungkinkan untuk mewujudka potensi dan

produktivitas individu.

Dalam setiap organisasi harus dapat memahami adan ya be agai gejala

(43)

hubungan interaksi dan komunikasi antara in dividu dan ingkungan nya. Selain itu,

stres muncu l karena ad anya jawaban ind ividu yang berewujud emosi, fisiologis

dan pikiran terhadap kon disi, situasi atau peristiwa y g meminta tuntutan

terhadap diri individ u dalam pekerjaannya.

Berbagai gejala stres dapat d ilihat dari adanya berbagai perubahan dalam

fisiologis, psikologis ataupun sikap terten tu yang sem itu dapat menjadi faktor

pen yebab timb ulya stres. Faktor-faktor yang dapat menjadi sumber stres adalah

fakto r yang berhubungan dengan pekerjaan dan di luar p kerjaan. Faktor-faktor

yan g berhubungan dengan pekerjaan adalah faktor yang b naan dengan

pekerjaan karyawan , stres peran yang berhubungan denga ketidak jelasan peran,

konflik peran, dan beb an peran, kesempatan partisipasi tan ggung jawab, dan

fakto r o rganisasi.

Faktor-faktor diluar pekerjaan seperti perubahan stru ktur kehidupan,

duku ngan sosial, internal dan eksternal, kepribadian tipe A atau

tipe B, harga diri, fleksibelitas/kaku, kemampuan Tosi,(dalam Sutarto, 2010).

Gagasan awal men genai gaya kepemimp inan transfo rmasio n dan transaksional

ini d ikembangkan oleh James MacFregor Burns yang men erapkannya dalam

konteks politik. Burns (1978) mendefinisikan kepemimpi an transaksional sebagai

ben tuk hu bungan yang mempertukarkan jabatan atau tugas tersebut. Jadi,

locus of control

2.3 Gaya Kepemimpinan Transaksional

(44)

kepemimpinan transaksional menekankan proses hub ungan ertukaran yang

bernilai ekonomis untuk memen uhi kebutuhan b iologis dan psikologis sesuai

den gan ko ntrak yang telah mereka setujui bersama. Gagasan ini selanjutnya

disempurnakan serta diperkenalkan ke d alam ko ntes orga isasional oleh Bernard

Bass.

Bass (1990) mengemukakan kepemimpin an transaksional yang

didefinisikan sebagai kepemimpinan yang melibatkan sua proses pertukaran

yan g menyebabkan bawahan mendapat im balan serta memb an bawah annya

men gidentifikasikan apa yang haru s dilakukan untuk mem uhi hasil yang

diharapkan seperti kualitas pengeluaran yang lebih b ai penjualan atau pelayanan

yan g lebih dari karyawan, serta mengurangi biaya pro duksi. Membantu

bawahannya dalam mengidentifikasi yang h arus dilakukan pemimpin membawa

bawahannya kepada kesadaran tentang konsep diri serta arga diri dari

bawahannya tersebut. Pendekatan transaksional menggunakan konsep mencapai

tujuan sebagai kerangka kerja.

Gaya kepemimpinan transaksional juga dijelaskan oleh Thomas (2003)

sebagai suatu gaya kep emimpinan yang mendap atkan m otivasi para bawah annya

den gan menyerukan ketertarikan mereka sen diri. Perilaku kepemimpinan terfokus

pad a hasil d ari tugas dan hubun gan dari pekerja yang baik dalam pertukaran untuk

pen ghargaan yang diinginkan. Kepemimpinan transaksional mendorong pemimpin

untuk men yesuaikan gaya dan perilaku mereka untuk memahami harapan

(45)

Kepemimp inan transaksional menurut Bycio,dkk (1995) adalah gaya

kepemimpinan yan g memfokuskan perhatiannya pada transaksi interpersonal

antara pemimpin dengan karyawan yang melibatkan hubungan pertu karan.

Pertukaran tersebut didasarkan pada kesepakatan mengen klasifikasi sasaran,

standar kerja, p enugasan kerja, dan pengh argaan

Hub ungan antara pemimp in transaksional dangan bawah an terjadi jika:

1. Mengetahui ap a yang diinginkan bawahan dan berusaha menjelaskan

bah wa mereka akan memperoleh apa yang diiginkan apabil kinerja

mereka memenu hi harapan.

2. Memberikan / menu kar usaha-usaha yang dilakukan bawahan dengan

imbalan atau janji mem peroleh imbalan.

3. Responsif terhadap kepentin gan pribadi bawahan sela n kepentingan

pribadi itu sepadan dengan nilai p ekerjaan yang telah ilakukan oleh

bawahan.

Bass (1990) dan Yukl (1998) mengemu kakan bahwa hubungan pemimpin

transaksional dengan karyawan tercermin dari tiga hal akni:

1. Pemimpin mengetahui apa yang diingin kan karyawan dan menjelasakan

apa yang akan mereka dapatkan apabila kerjanya sesu ai dengan

harapan.

2. Pemimpin menukar usaha-usaha y ang dilakukan oleh karyawan d engan

imbalan.

(46)

kepentingan tersebut sebanding dengan nilai pekerjaan ang telah

dilakukan karyawan.

Model gaya kepemimpinan tran saksion al, dalam model kep mimpinan

transaksional, hubungan antara pemimpin dan bawahan da at digam barkan

sebagai berikut (Bass, 1985):

Pemimpin mengenali ap a yang dicapai bawahan dari pekerjaan dan

men coba untuk melihat bahwa bawahann ya dap at mencapai a yang

diinginkan bila kinerja bawahan nya tersebut menjam innya

Pemimpin mem berikan imbalan dan janji un tuk usaha yang dilakukan oleh

bawahan

Pemimpin akan responsif terhadap m inat-minat pribadi b hanny a b ila

mereka menyelesaikan pekerjaannya.

Dua faktor diidentifikasikan oleh Bass sebagai ciri pe laku kepemimpinan

transaksional yang berbeda dalam tingkat aktivitas yan dilakukan oleh pemimpin

dan sifat interaksinya dengan bawah an, yaitu imbalan k tingen d an manajemen

pen gecualian.

Imbalan kontingen dipandang sebagai pertukaran aktif dan pasif antara

pem impin dan bawahan dimana bawahan diberi imbalan bil berhasil mencapai

sasaran yang telah disetuju i. Imbalan dap at berup a pen an dari p emimpin akan

pekerjaan yang telah dilaksanakan, bonus atau peningkatan dalam pemberian jasa.

(47)

mem fokuskan pada kesalahan-kesalahan, menunda kep utusa atau mengh indari

campur tangan sampai terjadi suatu kesalahan. Transaks ini disebut dengan

man ajemen pen gecualian.

Berdasarkan pendapat para ahli dapat ditarik kesimpulan bawa

kepemimpinan transaksio nal adalah kepemimpinan yang melibatkan atau

men ekankan pada imbalan untuk memotivasi bawahan, arti ya gaya

kepemimpinan transaksio nal ini memiliki karakteristik erilaku memotivasi

bawahan dengan cara mem beri penghargaan yan g sesuai ( ) dan

man ajemen seperluny a ( ).

Aspek-aspek pembentuk gaya kepemimpinan tran saksion al menun juk

pad a hal-hal y ang dilakukan pemimpin dalam penerapannya. Menurut Burns

(dalam Robbins, 2003), suatu gaya kepemimpinan memiliki faktor-faktor yang

men unjukkan gaya seorang pemimpin dalam memotivasi bawahannya. Upaya

mem otivasi bawahan agar menjad i efektif dilakukan deng mempengaruhi

bawahan agar bertindak sesuai dengan waktu d an saling eratif untuk

men capai tujuan.

Gaya kepemimpin an transaksional menurut Bass et.al (dalam Mu nandar,

2001) diben tuk oleh ciri-ciri yang berupa imbalan kon tingen ( ),

man ajemen eksepsi aktif ( ), dan manajemen

eksepsi pasif ( ). Ciri-ciri tersebut dapat

contingen reward

mana gement by exception

co n

Gambar

Gambar 2.1 Dimensi Kinerja
Tabel 3.1Skor pernyataan
Tabel 3.4Blue print Kinerja
Tabel 3.5Klasifikasi Koefisien Reliabilitas
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurangkurangnya meliputi hal-hal: Pemahaman wawasan atau landasan

Hubungan antara limit satu sisi dan dua sisi juga berlaku untuk turunan, yakni sebuah fungsi memiliki turunan pada suatu titik jika dan hanya jika fungsi

[r]

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan vitamin E dan bakteri asam laktat berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kecernaan lemak kasar pada ayam kedu

Proses pengembangan instrumen penelitian terdiri dari dua bagian yaitu uji validitas dan uji reliabilitas yang digunakan untuk menguji tiap item pernyataan yang terdapat

Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan tentang manajemen laktasi terhadap keterampilan ibu bekerja dalam praktik menyusui bayi usia 0-6

Pemerintah Kota Bandung yang telah memberi fasilitas dan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti program pendidikan Pasca Sarjana di Program Studi Pembangunan Institut

Konsep sumber daya data telah diperluas oleh para manajer dan pakar sistem informasi. Mereka menyadari bahwa data membentuk sumber daya organisasi yang berharga. Data dapat