• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pergerakan Partai Masyumi Di Indonesia 1945-1960

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pergerakan Partai Masyumi Di Indonesia 1945-1960"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

PERGERAKAN PARTAI MASYUMI DI

INDONESIA 1945-1960

Oleh :

NOOR ISHAK

NIM: 204033203130

JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

Pengesahan Panitia Ujian

Skripsi berjudul “PERGERAKAN PARTAI MASYUMI DI INDONESIA

1945-1960”, telah diujikan dalam sidang munaqosyah Fakultas Ushuluddin dan

Filsafat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 22

Januari 2009. Skripsi ini telah ditetapkan sebagai salah satu syarat memperoleh

gelar Sarjana Sosial (S. Sos) pada Program Studi Pemikiran Politik Islam.

Jakarta, 26 Juni 2008

Sidang Munaqosyah

Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota

Drs. Harun Rasyid, M.A Drs. Rifqi Muchtar, M.A

NIP. 150 232 921 NIP. 150 282 120

Anggota,

Penguji I, Penguji II,

Dra. Haniah Hanafi, M. Si Dra. Hermawati, M.A

NIP. 150 299 932 NIP. 150 227 408

Pembimbing,

(3)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul “PERGERAKAN PARTAI MASYUMI DI INDONESIA

1945-1960”, telah diujikan dalam sidang munaqosyah Fakultas Ushuluddin dan

Filsafat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 22

Januari 2009. Skripsi ini telah ditetapkan sebagai salah satu syarat memperoleh

gelar Sarjana Sosial (S. Sos) pada Program Studi Pemikiran Politik Islam.

Jakarta, 26 Juni 2008

Sidang Munaqosyah

Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota

Drs. Harun Rasyid, M.A Drs. Rifqi Muchtar, M.A

NIP. 150 232 921 NIP. 150 282 120

Anggota,

Penguji I, Penguji II,

Dra. Haniah Hanafi, M. Si Dra. Hermawati, M.A

NIP. 150 299 932 NIP. 150 227 408

Pembimbing,

(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata-1 di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 22 Januari 2009

(5)

KATA PENGANTAR

Limpahan nikmat, barakah dan kasih sayank yang sangat besar telah

menggetarkan hati dan menggerakkan lisan penulis untuk senantiasa mengukir

rasa syukur ke hadirat Illahi Rabbi –Allah SWT–, atas semua yang telah kita

lewati. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan nabi besar

Rasulullah Muhammad SAW, beserta keluarganya, sahabatnya serta para

pengikutnya, yang telah memberi banyak pelajaran hidup kepada kita.

Jika air mata ini harus tertumpah, jika raga ini harus tersungkur, dan jika

jiwa ini harus berhimpun, maka semua itu adalah ungkapan rasa syukur yang

paling dalam kepada Sang Pemilik Ilmu Pengetahuan atas terselesaikannya skripsi

yang penulis beri judul “ Pergerakan Parati Masyumi 1945-1960.” Sebagai

sebuah karya, rasanya skripsi ini akan tidak memiliki makna apa-apa, apabila di

dalamnya tidak merajut untaian terima kasih kepada seluruh pihak yang telah

membantu penyelesaian penulisan skripsi ini. Adapun ucapan terimakasih saya

haturkan sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Komarudin Hidayat, MA selaku Rektor UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Amin Nurdin, MA selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan

Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Drs. Harun Rasyid, M.A dan Drs. Rifqi Muchtar, M.A selaku Ketua

dan Sekretaris Program Non Reguler Fakultas Ushuluddin dan Filsafat

(6)

4. Bapak Drs. Agus Nugraha, M.Si selaku Dosen Pembimbing. Terima kasih

yang sebesar-besarnya atas semua dedikasi dan perhatian dalam

memberikan masukan dan arahan selama penulis menyelesaikan skripsi

ini.

5. Ibu Dra. Haniah Hanafi, M.Si selaku dosen penguji I, terima kasih atas

perhatian, masukan, dan kritikan serta arahan yang beliau berikan kepada

saya. penulis haturkan banyak-banyak terima kasih.

6. Ibu Dra. Hermawati, M.A, selaku dosen penguji II, saya hanya bisa

bersyukur dan berterima kasih kepada beliau, sehingga saya mampu

menyelesaikan dan menuangkan revisi tulisan ini.

7. Seluruh dosen dan staff pengajar pada Program Studi Pemikiran Politik

Islam ( PPI ) yang telah sangat banyak mentransformasikan ilmu dan

intelektualitas selama penulis duduk di bangku perkuliahan.

8. Seluruh jajaran, staff, dan petugas di Perpustakaan Utama UIN Jakarta,

Perpustakaan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Perpustakaan Pusat

Universitas Indonesia, Perpustakaan Miriam Budiardjo ( Fakultas FISIP

UI ), dan Perpustakaan LIPI ( Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia )

yang banyak memberikan kemudahan penulis dalam mengakses seluruh

literatur yang tersedia dan juga yang rela “menunggu” penulis hingga

larut.

9. Sebesar-besarnya kebanggaan ini penulis persembahkan kepada kedua

orangtua, Ayahanda Chalimi (alm) dan Ibunda tercinta Zama’inah,

Kakanda Ali Asrori beserta keluarga, Kakanda Zulianti beserta keluarga,

Adinda Syamsul Arief beserta keluarga, dan Adinda Siti May Syaroh.

(7)

semangat bagi penulis, Paman Hamzah beserta keluarga, Soelaiman,

Salamun, Rohimin, dan Soekarwie, beserta keluarga masing-masing.

Bibik, Ruhamah, Sri Aini dan Soekandar, Zainal Anwar, Beserta keluarga,

Nufus Nitami dan Iray Agusti. Seluruh keluarga besar yang berada di

Kudus. Mereka semua tak pernah lelah memotivasi penulis untuk menjadi

lebih baik, terima kasih atas bantuan moral dan financial selama penulis

menempuh study S1 di Ibu Kota. Dan mereka semua layak mendapat

balasan surga dari Allah SWT. Amien

10.Kepada Kakanda yang terhormat Ali Asrori dan seluruh keluarga besar

Istri Ali Asrori, terimakasih atas segala curahan perhatian dan

dorongannya baik moral maupun spiritual kepada penulis. Semoga Allah

senantiasa memberikan kesabaran dan kemanfaatan dalam setiap jejak

langkah yang akan ditempuhnya.

11.Kepada seluruh teman-teman kelas PPI Angkatan 2004 Non-Reguler,

Nufus Nitami (Psikologi), Ayu Sartika, Estria (Guru Bahasa Indonesia)

Ade Nissa ( Ekonomi ), Sofyan (V.Onk), Tsani ( Kak Asep ), Yusuf Fadli

( Ucup ), Muhsin, Hudori, Zulfikar, Indra, Tya/Maulidia ( Sosiologi

Agama ), Isti, Buhari, Tohid, Sa’di, Aziz, Fadil, Galo, Agus ( Awe ), Iin

Solihin, Asep Muharuddin, Lia ( SA ), Surono, Saiman, Iray Agusti (

medan ), dr. Ricardo, Mas Harris, dan lain-lain. Keyakinan dan

kesungguhan merekalah yang menjadi sumber inspirasi penulis.

12.Teman-teman yang tergabung dalam mengajar di SMA Yayasan

Pendidikan Dharma Karya, Ibu Suparmi, Spd selaku Kepala Sekolah

(8)

yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, semangat perjuangan dan

bantuan mereka selalu memberi inspirasi dan semangat bagi penulis.

13.Teman-teman yang tergabung dalam mengajar di SMP N 250 Jakarta,

Kepala Sekolah SMPN 250, Pak Tumardi, Pak Tri, Pak Paryono, Bu

Kristi, Bu Suyani, dan teman-teman yang tidak bisa penulis sebutkan satu

persatu, terima kasih atas motivasi dan dukungannya.

14.Teman-Teman yang tergabung dalam mengajar di Yayasan Kesejahteraan

BKUI Jakarta, Ibu Dra. Tutik selaku ketua Yayasan, Pak Andhi Alfian,

Pak Rahmatullah, Ibu Hetty Novianti, beserta teman-teman yang lain

tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas do’a restunya

sehingga saya bisa menyelesaikan skripsi dan wisuda sarjana.

15.Heningnya suasana malam, dan terangnya gemintang, rembulan,

lampu-lampu jalan, hembusan angin, dan balutan semesta malam yang selalu

setia menemani penulis selama menjalani perkuliahan di Program

Non-Reguler Fakultas Ushuluddin dan Filsafat.

Akhirnya kesempurnaan hanyalah milik Allah, dan kita sebagai manusia

sangat tidak layak untuk mengakui kesempurnaan itu. Begitu pula skripsi ini,

yang tak luput dari kesalahan dan kekurangan. Penulis berharap dari

ketidaksempurnaan itu, akan hadir kebaikan untuk semua.

Jakarta, Mei 2009

(9)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Sistematika Penelitian ... 13

C. Tujuan Penelitian ... 13

D. Metodologi Penelitian ... 14

E. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 15

BAB II MASYUMI A....Aw al Berdirinya Masyumi... 16

B....Asa s Partai Masyumi ... 23

C...Sus unan Organisasi Masyumi ... 25

(10)

BAB III DINAMIKA PERGERAKAN MASYUMI DALAM

PERPOLITIKAN DI INDONESIA

A. Masyumi Sebagai Wahana Perjuangan politik Islam

(1945-1947) ... 38

B. Masyumi dan Kabinet Amir Syarifuddin (1947-1948)... 44

C. Masyumi dan Kabinet Hatta (1948-1949)... 52

BAB IV MASYUMI DAN DEMOKRASI PARLEMENTER

A....Ma syumi dan Kabinet Natsir (1950-1951)... 67

B....Ma syumi dan Kainet Soekiman (1951-1952 )... 76

C...Ma syumi dan Kabine Burhanuddin (1955-1956) ... 82

D....Ma syumi dan Kabinet Ali Sastroamidjoyo II (1956-1957) ... 84

BAB V PENUTUP

A. Saran ... 90

B. Kesimpulan... 93

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah

Wacana mengenai Pergerakan Masyumi 1945-4960 dalam diskursus

perpolitikan di Indonesia sejak dahulu memang tidak pernah habis untuk di

bahas. Perdebatanya dalam kaitan ini secara umum mengacu pada gagasan dan

sentiment yang membentuk kerangka konseptual tentang identitas nasional

yang sering hadir bersamaan dengan identits yang lain, seperti: agama, suku,

bahasa, teretorial dan kelas. Oleh karena itu, pergerakan Masyumi adalah

faham yang meyakini kebenaran dan pikiran, bahwa setiap bangsa seharusnya

bersatu dalam komunitas politik yang dikelola dalam kehidupan bernegara.

Benturan ideologi peran partai Masyumi belum berahir, tidak sedikit

orang menilai bahwa peran Partai Masyumi dari beberapa Kabinet tidak

bertahan lama, kaena mosi tidak percaya dari bebrapa anggota parlemen

menjatuhkan kabinet-kabinet tersebut. Peran partai Masyumi sebagai kabinet

tidak bisa hidup secara berdampingan secara harmonis. Walaupun sebagian

umat muslim lain menganggap tidak ada sebuah pertentangan diantara

keduanya. Pro-kontar tidak hanya berhenti disini saja, belum kita bahas lebih

dalam, pertikaian ternayta bukan saja berlanjut dalam aspek politik, ekonomi,

soasial, dan budaya, akan tetapi sampai keranah sejarah. Hitam-putihnya

(12)

Meskipun partai Masyumi mendapat kesempatan memimpin kabinet,

bukan berarti Masyumi memonopoli dalam menetukan anggota-anggota

kabinetnya. Contoh kabinet Natsir merangkul berbagi partai antara lain dari:

Masyumi, PIR, Demokrat, PSI, Parinda, Katholik, Parkindo, dan Partai

Syarekat Islam Indonesia. 1

Banyak literatur barat, mencatat sejarah kebangkitan nasionalsime

sering kali dikaitkan dengan kebangkitan para pemimpin sekuler, termasuk

Budi Utomo dan Partai Nasional Indonesia-nya Soekarno. Nasionalisme

diyakini sebagai sebuah barang Impor dari Barat, dan para pemimpin di didik

secara sekuler untuk memperkenalkan konsep tersebut di Negara Indonesia.

Disinilah letak sejarah berkemabangnya sebuah Negara, tidak heran apabila

banyak masyarakat yang menentang.

Istilah nasionalisme yang telah diserap ke dalam bahasa Idonesia

memiliki dua pengertian: paham (ajaran) untuk mencintai bangsa dan negara

sendiri dan kesadaran keanggotaan dalam suatu bangsa yang secara potensial

atau aktual bersama-sama untuk mencapai, mempertahankan, dan

mengabadikan identitas, kemakmuran, dan kekuatan bangsa tersebut.

Pemahaman nasionalisme dari penulis adalah sebuah upaya untuk

memperjuangkan dan mewujudkan sebuah negara-bangsa (nation state).

Orientasi kenegaraan nasional dari konsep nasionalisme merupakan gerakan

kemerdekaan dari dominasi kolonial, kemudian sebagai gerakan demokrasi.

Oleh karena itu nasionalisme memiliki dua dimensi yang saling berkaitan,

1

(13)

yaitu dimensi internal dan eksternal. Dimensi internal merujuk pada

kemampuan domestik untuk menciptakan suasana yang kondusif bagi

pembangunan nasional, terutama konsensus nasional untuk memperkecil

bahkan meniadakan konflik-konflik internal itu yang lebih penting. Kemudian

dimensi ekstrenal adalah mencerminkan kemampuan nasional suatu

negara-bangsa dalam menjalankan hubungan luar negerinya dengan berbagai aktor

negara-negara tetangga. Dengan demikian nasionalisme merupakan faktor

determinan dalam politik luar negeri suatu negara yang akan memepengaruhi

efektifitas perpolitikan luar negeri.2

Pemikiran dan pergerakan nasionalisme maupun Islam bisa dilihat dari

kebangkitan nasiomalisme dan Islam di Indonesia pada abad ke-20. sebagai

mana sejarah mencatat bangkitnya pergerakan di Indonesia awal abad kedua

puluh ditandai dengan perubahan kesadaran politik yang tumbuh dengan

subur, yang tepatnya pada tahun 1920-1930, terjadi pergolakan pemikiran

untuk mencari nilai dasar atau ideologi untuk memperjuangkan kemerdekaan

atau dalam bahasa Taufik Abdullah sebagai “dasawarsa ideologi” dalam

sejarah pergerakan di Indonesia.3

Nasionalisme berasal dari kata Nation yang dipadankan dengan

bangsa. Dalam bahasa Indonesia, bangsa mempunyai dua pengertian yaitu

pengertian antropologis-sosiologis, dan pengertian politis. Dalam pengertian

antropologis dan sosiologis bangsa adalah suatu masyarakat yang merupakan

(14)

suatu persekutuan hidup yang berdiri sendiri dan masing-masing angggota

merasa sebagai satu kesatuan Ras, Bahasa, Agama, Sejarah, dan Adat Istiadat.

Sedangkan yang dimaksud bangsa dalam politik adalah masyarakat dalam

suatu daerah yang sama dan tunduk kepada kedaulatan negaranya sebagai

suatu kekuasaan tertinggi, baik keluar maupun kedalam.

Gelombang nasionalisme pada abad ke-19 dan awal abad ke-20 yang

melanda negara-negara Islam, telah memberikan pengaruh yang signifikan

terhadap perpolitikan umat Islam. Dalam kaitan ini, secara umum istilah

nasionalisme mengacu kepada gagasan yang membentuk kerangka konseptual

tentang identitas nasional yang hadir bersama identitas lain seperti, Agama,

bahasa, suku, teritorial, dan kelas. Sehingga negara bangsa (nation state)

menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari umat Islam4. Oleh karena itu,

nasionalisme atau kebangsaan adalah faham dan meyakini kebenaran, bahwa

kebenaran setiap bangsa harus bersatu padu dalam komunitas politik yang

dikelola secara rasional dalam kehidupan bernegara.

Memasuki abad-21, serbuan globalisasi mengguncang sendi-sendi

identitas nasional. Proses globalisasi yang berlangsung cepat, cendrung

melenyapkan batas-batas negara dan nasionalisme. Bentuk perubahan sosial

yang menyertai Era globalisasi tersebut, mempengruhi cara pandang

masyarakat terhadap kehidupan dan semesta. Tatanan globalisasi ini semakin

menjauhkan manusia dari kepastian moral dan nilai luhur yang telah

dipegang-teguh sebelumnya.

4

(15)

Jadi benarkah nasionalisme telah telah tiada? Dalam karya klasik

Daniel Bell, The End of Ideology, nasionalisme adalah ideologi intelektual

lama abad ke-19, dan ketika ideologi marxisme telah lumpuh (exhausted)

dalam masyarakat Barat, terutama Eropa Barat dan Amerika, ideologi-ideologi

baru semacam ini, seperti industrialisasi, modernisasi, Pan-Arabisme, warna

kulit (etnisitas), dan nasionalisme justru menemukan momentum, kesadaran

dan pemberdayaan menurut keperluan yang dihadapi, khususnya di

negara-negara yang baru bangkit di Asia Afrika seusai perang dunia II. Jadi,

nasionalisme memang surut di negara-negara maju, namun yang jelas

nasionalisme tidak mati. 5

Pada dewasa ini di Indonesia, ada isu mengenai nasionalisme yang

semakin memudar, indikasi seperti ini bisa dilihat dari fenomena yang

berkembang pada tataran masyarakat (grass root) terutama pada generasi

muda sedikit sekali dari salah satu mereka yang mengerti makna nasionalisme,

terlebih mengaplikasikan nilai-nilai nasionalisme dalam kehidupan keseharian

dalam bingkai kebangsaan.

Komposisi Indonesia sebagai bangsa yang sangat besar, baik dari segi

luas wilayah negara (teritorial), ragam Agama, multi kultural dan multi etnis,

yang meniscayakan terbangunnya nasionalisme secara kokoh. Kondisi yang

sangat rentan tersebut di perparah dengan adanya mekanisme globalisasi

dunia, yang membuat jarak geografis antara negara yang semakin tipis atau

mengecil. Jika hal tersebut tidak dihindari atau diwaspadai dan diambil

5

Azyumardi Azra,Renaisans Islam Asia Tenggara: Sejarah Wacana dan Kekuasaan,

(16)

tindakan preventif sedini mungkin, maka dapat berimbas hilangnya identitas

suatu masyarakat bahkan negara.

Salah satu hal penting yang dilakukan dalam pergerakan nasional

adalah munculnya pencarian yang dilakukan oleh sekian banyak warga yang

terdidik dari berbagai daerah yang berbeda, namun dalam lingkup wilayah

yang sama yaitu Indonesia, dari Sabang sampai Meraoke. Pencarian identitas

seperti ini ditopang oleh kecerdasan serta keberanian yang kuat. Hal seperti ini

ditandai oleh berdirinya Masyumi, Karena organisasi ini berkaitan dengan

tingkah laku dan kebudayaan, serta tujuannya adalah untuk memersatukan,

dan menegakkan kedulatan republik Indonesia yang berlandaskan agama

Islam serta memberikan pendidikan kepada warga negara dan anak-anak

bangsa.

Cara pandang terhadap sejarah sebuah pergerakan, baik bersifat sosial,

pendidikan, maupun politik, dengan melihat motif atau tujuan dan latar

belakang sosio-ideologis-politis, gerakan tersebut adalah sangat penting.

Dengan begitu, maka akan diketahui secara jelas bagaimana paradigma,

asumsi nilai, pemikiran dan ideologi untuk mencapai tujuan yang diinginkan,

dengan gerakan tersebut dibangun oleh tokoh pendiri atau pengambil inisiatif,

dalam konteks ini, kata kunci nasionalisme adalah supreme loyality terhadap

bangsa. Kesetiaan itu muncul karena adanya kesadaran akan identitas yang

berbeda dengan yang lain. Signifikansi nasionalisme dewasa ini pada dasarnya

(17)

kelompok yang berbeda. Nasionalisme dipandang sebagai kekuatan perekat

agar negara tidak bercerai berai.

Dapat kita lihat dalam organisasi yang berkaitan dengan tingkah laku

dan kebudayaan, warga yang terdidik dapat menggerakkan perpolitik dengan

tujuan untuk kemerdekaan, dan membebaskan dari penjajahan demi warga dan

negara Indonesia. Dengan adanyan nasionalisme masyarakat Indonesia pada

masa penjajahan yang perlu diperhatikan adalah politiknya, yang terpusat pada

tercapainya kemerdekaan, dan yang lebih komitmen adalah kepada ajaran

Islam.6

Sehingga ahirnya Masyumi dilahirkan, karena adanya pengumuman

pemerintah tanggal 3 Oktober 1945 yang menghendaki agar rakyat mendirikan

partai. Terjadilah perbedaan pendapat, ketika akan melahirkan Masyumi,

akhirnya pada tannggal 7 dan 8 November 1945 diadakan Muktamar Islam

Indonesia di Yokyakarta yang dihadiri oleh hampir semua tokoh berbagai

organisasi Islam dari masa sebelum perang sampai masa kependudukan

Jepang. Ahirnya muktamar memutuskan mendirikan Majlis Syuro pusat bagi

umat Islam Indonesia dan Masyumi dianggap sebagi satu-satunya partai

politik bagi umat Islam.

Politik dan agama sudah meluas di Dunia muslim lainnya, kemudian

Islam menjadi salah satu kekuatan dalam peta kekuatan politik. Sehingga

perkembangan politik pun pararel dengan kebangkitan reformisme Islam, yang

6

(18)

di lahirkan dalam perputaran keanggotaan agar Peran partai Masyumi dapat

dilihat sebagai wakil uamt, tanpa ada yang merasa tidak terwakili.

Salah satu faktor yang berkaitan dengan persoalan politik umat Islam,

adalah pandangan umum seperti pendapat Oliver Roy, (political Imagination)

imaginasi politik dalam pengertian cakrawala, baik oleh sebagian besar

komunitas Islam maupun non-Islam. Imaginasi politik tersebut berujung pada

tumbuhnya suatu keyakinan akan ketidakterpisahan antara, Wilayah Agama,

Hukum, dan Politik. Yang ditegaskan oleh Oliver Roy dan para pengamat

politik Islam lainnya adalah memiliki elemen-elemen yang tidak sepenuhnya

bisa direkonsiliasikan dengan pembangunan politik modern. Politik modern

yang dimaksud adalah sebuah struktur, sistem, tatanan, atau konstruksi politik

yang berjalan diatas logikanya sendiri. Tesis “berjalan diatas logikanya

sendiri” antara lain ditandai oleh dianutnya ideologi negara-bangsa (

nation-state) sebagai sebuah struktur, sistem, tatanan atau konstruksi politik yang

sekuler. Imajinasi politik diatas adalah kenyataan kehidupan politik yang

berjalan menurut logikanya sendiri sehingga menimbulkan gesekan yang tidak

mudah untuk disintesiskan.7

Indonesia merupakan panggung politik yang cukup baik untuk

menggambarkan tingkat sintesis antara Islam dan nasionalisme dalam politik

modern. Tiga priodisasi politik Indonesia dengan jelas mencerminkan

gesekan-gesekan yang masih belum terselesaikan secara baik, sehubungan

dengan politik umat Islam Vis a Vis kehidupan politik nasional Indonesia.

7

(19)

Upaya seperti ini hendaknya tidak dilihat sebagai “pemolitikan agama” yaitu

menjadikan isu-isu agama sebagai komoditas politik untuk memperoleh

kekuasaan dan semacamnya, akan tetapi lebih pada “pengamanan politik”

yaitu menjadikan agama sebagai pengawas para pelaku politik, agar tidak

terjebak dalam politik Machiavelinisme, yang menghalalkan segala cara untuk

mencapai tujuan. Hal inilah yang menjadi acuan penulis untuk membahas

tentang Pergerakan Masyumi di Indonesia 1945-1960. Masyumi merupakan

partai politik yang mempunyai Tiga lapangan perjuangan yaitu: Pertama,

memperluas pengetahuan dan percakapan umat Islam Indonesia dalam

perjuangan politik. Kedua, memperkokoh barisan umat Islam untuk berjuang

mempertahankan agama, dan kedaulatan negara. Dan yang Ketiga adalah

melaksanakan kehidupan masyarakat berdasarkan Iman dan Taqwa yang

berprikemanusiaan, persaudaraan dan persamaan hak menurut ajaran Islam.

Priode pertama mencakup pengalaman 1945-1947 yaitu gesekan

ideologis dan politis. Hal ini membawa akibat terpinggirnya peran politik

umat Islam. Yang bergilir sejak awal kemerdekaan bersifat Inimical

(bermusuhan dengan konstruksi ideologi nasional) oleh karena itu, keabsahan

nasionalisme menemukan alasan yang bersifat kualitatif dengan adanya

prinsip kewarganegaraan. Prinsip seperti ini memiliki daya reduksi yang

sangat besar dalam memenuhi hasrat setiap komunitas atas persamaan. Dalam

perkembangannya, prinsip kewarganegaraan mengalami proses pertumbuhan

(20)

Priode kedua 1947-1948 adalah transformasi pemikiran dan praktek

politik umat Islam terjadi dalam situasi kehidupan politik nasional besifat

tidak kompetitif. Karena itu tranformasi hanya terjadi sebagian pemikir dan

pelaku politik. Adapun ranah struktur, adalah ketidak adanya persetujuan

perundingan tentang renvill, yang sering kali dipahami sebagai bentuk

perpolitikan, atau strategi politik. Dalam pengertian ini, Partai Masyumi

merupakan bagian dari fenomena politik. Oleh karena itu politik selalu

berkaitan dengan kekuasaan, bahwa kekuasaan selalu berkaitan dengan

persoalan pengendalian negara, maka partai Masyumi selalu berkenaan

dengan bagaimana meperoleh dan menggunakan kekuasaan tersebut.

Priode ketiga 1950-1951 yaitu dimulainya demokrasi parlementer

berdasarkan UUDS 1950, massa yang kemudian sering di asosiasiakan dengan

priode kehidupan demokrasi ini membuat kehidupan sosial-budaya,

ekonomi-politik, hingga Agama, menjadi kompetitif (persaingan). Situasi seperti ini

seolah-olah apa saja dapat dilakukan. Semangat inilah yang kemudian

melahirkan reformalisasi politik Islam. Dengan itu, formalisasi pertama

mengambil bentuk menjadikan Islam sebagai simbol dan asas partai.

Islam dalam perkembangan ini tidak lagi bertahan sebagai identitas

kultural, namun bersamaan dengan munculnya rasa nasionalisme yang

membara, Islam menjadi ide politik yang terbuka untuk kemerdekaan bangsa.

Oleh karena itu hubungan Islam telah menjadi kesadaran politik yang sangat

kuat. Di Indonesia yang notabennya adalah penduduknya mayoritas Islam,

(21)

rakyat yang sejahtera, hal seperti ini masuk akal karena kaum muslim

dimana-mana menghadapi kemiskinan.8

Sampai sekarang pergerakan Masyumi 1945-1960 akan terus menjadi

wacana politik umat Islam di tengah-tengah modernisasi dan globaisasi yang

hampir meruntuhkan identitas-identitas negara dan budaya nasional. Atas

dasar inilah yang melatar belakangi penulis untuk mengambil tema,

“PERGERAKAN PARTAI MASYUMI 1945-1960” sebagai judul skripsi.

Dalam berbagai skripsi yang berjudul tentang Masyumi, baik dari

pembentukan, program kerjanya maupun yang lain sudah ada disebutkan,

maka penulis lebih mengarahkannya kepada Pergerakan. Sebagai salah satu

rujukan penulis adalah dari matarantai sejarah, “keputusan politik” yang

mengenai titik kebangkitan nasional yang masih dan pasti memunculkan

pendapat lain, suara-suara beda yang harus di dengar dan dipertimbangkan.

Karena kejujuran suatu sejarah akan sangat tergantung sejauhmana kita

bersedia menghiraukan dan membahas tentang kenyataan-kenyataan lain

yang lebih mungkin.

Selama beberapa tahun silam memang perbincangan masalah

pergerakan Masyumi dalam persepektif Islam merupakan hal yang sangat

umum kita dengar maupun kita baca, akibatnya banyak para aktifis Islam

yang membuat jarak terhadap permasalahan ini. Sehingga konstribusi penulis

memahami gerakan Islam dan Masyumi masih harus ditelusuri, apa yang

menyebabkan berbeda dengan dari gerakan-gerakan tersebut.

8

(22)

Dengan demikian, tidak kecil kemungkinan maknanya dalam sejarah

Indonesia, adanya Masyumi yang sebelumnya tidak dipahami seperti ini,

sekarang banyak kalangan Mahasiswa, maupun kalangan-kalangan umum,

yang mempunyai kepedulian yang sangat besar, dan rela berkorban dengan

harta, nyawa, ilmu, waktu, dan apa saja demi kemajuan bangsa. Tulisan ini

adalah salah satu bentuk yang mengingatkan, bukan berarti gangguan bagi

sifat kebangsaan dan gerakan-gerakan Masyumi.

Berangkat dari etos kebangkitan nasionalisme (kebangsaan) Indonesia,

maka penulis menyusun dengan sederhana dan keterbatasan, namun dengan

harapan semoga menjadi bahan penyumbang penyadaran bagi mahasisiwa

yang masih aktif di perkuliahan, demi menyongsong era kebangkitan nasional

yang baru. Tentu sangat sederhana, tulisan penulis ini hadir dihadapan

khalayak pembaca. Akan tetapi besar manfaatnya bila kita sama-sama

memberi respon positif atas sekripsi yang penulis uraikan, dengan judul

“Pergerakan Partai Masyumi di Indonesia 1945-1960” Insya Allah

memberikan manfaat besar untuk kemajuan bersama.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Mengingat kompleksitas masalah yang akan diteliti dan

keterbatasan yang dimiliki oleh penulis, maka masalah yang akan dibahas

hanya akan dibatasi kepada perdebatan mengenai Pergerakan Partai

(23)

Kemerdekaan Indonesia 1945. Pembatasan ini akan bermaksud untuk

mempermudah dalam penulisan skripsi bagi penulis, agar skripsi ini lebih

terfokus dan terarah.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah diatas maka

permasalahan ini dirumuskan sebagai berikut:

Bagaimana Pergeraka Partai Masyumi 1945-1960 yang mempunyai peran

dan aktifitas perpolitikan di Indonesia serta mengatur sebuah negara yang

berkulturkan Islam yang beberapa kali berganti-ganti kabinet?

C. Tujuan dan Manfaaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Pergerakan Partai Masyumi

di Indonesia 1945-1960

2. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan oleh penulis agar memberikan manfaat,

antara lain:

a. Secara teoritis maupun akademis, diharapkan oleh penulis agar dapat

(24)

b. Secara praktis agar dapat memberikan masukan kepada mahasiswa

yang lain agar bisa menilai dan merespon tentang kebaikan dan

kejelekan yang menyangkut Pergerakan Partai Masyumi pada masa itu.

D. Metodologi Penelitian

Tipe Penelitian ini adalah metode kualitatif, yaitu teknik

pengumpulan datanya dilakukan dengan mencari data mengenai persoalan

yang dibahas dengan menelusuri melalui literatur buku, surat kabar, dan

majalah, Analisa data menggunakan metode deskriptif, yaitu bersifat

eksploratif dengan menginterpretasikan data lalu mengambil sebuah metode

yang analitis.

Untuk pedoman penulisan skripsi, Penulis menggunakan buku Pedoman

Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang diterbitkan oleh

Universitas Islam Negeri Syarif Hidyatullah Jakarta tahun 2007.

E.Sistematika Penelitian

Dalam sistematika penulisan dan penelitian ini, penulis membagi

dalam Lima bab. Yang masing-masing bab terdiri dari sub bab secara

sistematis. Hal seperti ini penulis bermaksud untuk memberikan gambaran

yang jelas mengenai uraian diatas, sehingga dapat memudahkan para pembaca

dalam memahami penulisan ini:

Bab I Adalah pendahuluan yang berisikan tentang Latar Belakang

Masalah, Pembatasan Perumusan Masalah, Metode Penelitian dan

(25)

Bab II Pembahasan dalam bab ini adalah mengenai Awal berdirinya

Masyumi, Asas Partai Masyumi, dan Keanggotaan Masyumi

Bab III Pembahasan pada bab ini akan membahas tentang, Dinamika

Pergerakan Masyumi dalam Perpolitikan di Indonesia, Masyumi

Sebagai Wahana Perjuangan Politik Islam, Masyumi dan Kabinet

Syahrir (1945-1947), Masyumi dan Kabinet Amir Syarifuddin

(1947-1948), serta Masyumi dan Kabinet Hatta (1948-1949).

Bab VI Pembahasan pada bab ini, akan membahas tentang Masyumi dan

Demokrasi Parlementer, yang isinya Peran Masyumi dalam

Kabinet Nasir (1950-1951), Masyumi dan Kabinet Soekiman

(1951-1952), Masyumi dan Kabinet Boerhanuddin (1955-1956),

Serta Masyumi dan Kabinet Ali Sastroamidjoyo II (1956-1957).

BAB V Bab ini adalah penutup atau bagian terahir dari penulisan skripsi,

(26)

BAB II

MASYUMI

A. Awal Berdirinya Masyumi

Tumbuh dan berkembangnya partai-partai politik di Indonesia sejak

proklamasi kemerdekaan adalah setelah dikeluarkannya maklumat pemerintah

tanggal 4 November 1945. Maklumat tersebut berisikan bahwa pemerintah

menyukai timbulnya partai-partai politik yang teratur dan difahami oleh

masyarakat. Sejak keluarnya maklumat, maka berdirilah partai-partai politik,

pada umumnya partai politik yang didirikan adalah kelanjutan dari

organisasi-organisasi sosial dan partai politik yang sudah terbentuk pada masa kekuasaan

kolonial belanda dan kekuasaan pendudukan Jepang. Antara lain adalah partai

Masyumi, PNI, PKI, dan PSI.

Sejarah pembentukan Masyumi tidak terlepas dari motif sejarah sebuah

gerakan, yang bersifat sosial, pendidikan, dan politik. Partai Masyumi lahir 7

November 1945 yang berdasarkan keputusan kongres Muslimin Indonesia di

Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah, Yogyakarta. Muhammadiyah adalah

salah satu organ yang turut mensponsori berdirinya partai Masyumi. 9 dalam

pembentukan partai-partai politik, tampak jelas dalam pengorganisasian

partai-partai politik, yang terpengaruh oleh ikatan primordial, seperti Agama,

suku, dan kedaerahan. Dalam hal ini sangat kentara pada waktu pemilihan

umum 1955. Pada waktu paska kemerdekaan Indonesia merupkan perwujudan

9

(27)

dari aliran pemikiran yang ada dalam masyarakat politik Indonesia. Masyumi,

Muhammadiyah dan NU merupakan perwujudan aliran pemikiran Islam, PNI

merupakan perwujudan aliran nasionalisme Radikal, PKI merupakan

perwujudan aliran Komunis, dan PSI merupakan perwujudan aliran

sosialisme-Demokrat. 10

Tampilnya Masyumi sebagai partai Islam yang bercorak satu kesatuan

dalam kemerdekaan Indonesia bukan suatu kebetulan dalam sejarah (an

historical accident) yang tidak dilatarbelakangi kesadaran yang dalam dan

panjang. Kelahiran Masyumi dapat dikatakan sebagai suatu keharusan sejarah

(an historical necessity) bagi perjalanan politik umat Islam Indonesia.

Dalam pembahasan seperti ini, penulis akan meluruskan kembali tentang

Islam, Nasionalisme, dan Masyumi. Utamanya dalam rangka untuk

mengantisipasi impact (dampak) yang sangat buruk untuk pertikaian ideologi

kebangsaan yang terus berkembang di Indonesia, Indonesia adalah sebuah

negara yang sebagian besar penduduknya adalah beragama Islam, mempunyai

berbagai pembahasan hubungan antara Islam dan nasionalisme dalam konteks

Indonesia kembali akan menyita banyak perhatian bagi akademisi dan banyak

kalangan lain. Dalam persoalan aspek sosial, politik dan kemanusiaan, Islam

mengakui aspek plural sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip ajaran

Islam. Berkaitan dengan persoalan nasionalisme, Masyumi berpandangan

untuk menegaskan bahwa nasionalisme tidak bertentangan dengan Islam baik

dari segi ajaran maupun sejarahnya.

10

(28)

Inisiatif pembentukan Masyumi adalah inisiatif para tokoh partai politik

dan gerakan sosial keagamaan Islam sejak zaman pergerakan, seperti Agus

Salim, Prof. Abdul Kahar Muzakkir, Abdul Wahid Hasim, Muhammad Nasir,

Muhammad Roem, Prawoto Mangkusasmito, Dr. SoekimanWirosandjojo,

Kibagus Hadikusumo, Mohammad Mawardi, dan Dr. Abu Hanifah.

Keputusan pembentukan Masyumi oleh sejumlah tokoh Islam tersebut tidak

hanya sekedar keputusan, akan tetapi sebuah keputusan dari seluruh umat

Islam melalui wakil-wakilnya. Penilaian seperti ini cukup beralasan apabila

Masyumi dilihat dari susunan kepengurusannya, yang merupakan sebuah

cerminan wakil-wakil sejumlah partai politik dan gerakan sosial keagamaan

Islam tersebut. 11

Secara eksplisit sistematika politik yang disusun Masyumi, adalah

sebagai politik yang tidak terlepas dari fungsi-fungsi lain, seperti artikulasi

kepentingan, seleksi kepentingan, dan komunikasi politik. Secara implisit

upaya pendidikan politik Masyumi adalah usaha untuk mencapai tujuan, yang

dengan cara menginsafkan dan memperluas pengetahuan kecakapan umat

Islam Indonesia dalam perjuangan politik. Perjuang politik Masyumi yang

sangat kuat adalah perjuangan ideologi untuk menghadapi komunis yang

diperjuangkan oleh PKI berdasarkan “teori-teori Marx, Engles Lenin, Stalin

dan Mao Tse Tung. Keyakinan Masyumi sebagai propaganda ideologi yang

bisa menyesatkan adalah PKI, yang disebar luaskan melalui media cetak sepeti

buku-buku tentang Marxise.

11

(29)

Untuk mengantisipasi propaganda tersebut Partai Masyumi

mengeluarkan sebuah kebijakan bagi para anggotanya, kebijakan itu adalah

buku-buku yang bertemakan “sosialisme-religius” atau lebih dikenal dengan

buku-buku bacaan keluaga Masyumi.12

Pilihan Islam sebagai ideologi partai Masyumi adalah sejalan dengan

latar belakang pembentukan Masyumi. Karena cita-cita Islam sebagai ideologi

Masyumi sudah tampak jelas, dalam rumusan tujuan yang pertama kali

diputuskan dalam kongres umat Islam di Yogyakarta, pada tanggal 7-8

November 1945, pada pasal II ayat I, yang berbunyi kedaulatan Rebuklik

Indonesia dan Agama Islam, adalah melaksanakan cita-cita Islam dalam

urusan ketatanegaraan. Dengan demikian, menegakkan Islam tidak dapat

dipisahkan dari Masyarakat, Negara, dan kemerdekaan.

Apabila dihubungkan dengan situasi tahun 1945, maka pembentukan

Masyumi adalah dalam rangka menyalurkan aspirasi politik umat sebagai

cerminan dari potensi yang sangat besar dan konkret. Pada masa itu, masa

konkrit adalah masa yang tanpa pimpinan politik yang berasaskan Islam.

Dapat dipahami pula bahwa munculnya masyumi pada tahun 1945 dipandang

sebagi jawaban positif umat, terhadap manifiesto politik yang mendorong

partai-partai, dan direspon oleh pihak-pihak lain. Sehingga umat Islam-pun

merespon kesempatan tersebut dengan mendirikan partai yang berasaskan

Islam, yang diberi nama Masyumi (Majlis Syuro Muslimin Indonesia). Yang

dianggap sebagai satu-satunya partai politik yang berasaskan Islam di

Indonesia pada waktu itu.

12

(30)

Pada awalnya pendukung Masyumi terdiri dari empat organisasi yaitu

Muhammadiyah, Nahdhatul Ulama (NU), Perserikatan Umat Islam, dan

Persatuan Umat Islam. Dalam perkembengan Masyumi hampir semua

organisasi Islam bergabung menjadi anggota. Ketua umum partai Masyumi

yang pertama adalah DR. Soekiman, dia adalah pemimpin muslim yang

terkenal dari Syarikat Islam, dan dia dibantu oleh pemikir-pemikir intelektual

muslim muda, seperti Syarifuddin Prawiranegara, Muhmmad Roem, Mr.

Kasman Singodimedja, Yusuf Wibisana, Abu Hanifah dan Mohammad Nasir.

Dalam perkembangan berikutnya terdapat tiga kelompok dalam partai

Masyumi yaitu, konserfatif, moderat, dan sosialis religius. Kelompok

Konserfatif adalah terdiri dari pemimpin agama Islam, kelompok Moderat

yang terdiri dari Mohammad Nasir, Syarifuddin dan Muhammada Roem,

sedangkan kelompok Sosialis Religius, lebih berfikir secara kebaratan, seperti

DR. Soekiman, Yusuf Wibisono, dan Abu Hanifah. Pada awal pembentukan

partai Masyumi secara formal pernah mengalami kejayaan, yang berhasil

mempersatukan umat Islam. Akan tetapi lima belas tahun kemudian nasib

partai Masyumi sangat memprihatinkan. Karna Masyumi belum berhasil

melakukan konsolidasi politik yang berkaitan dengan pengkaderan. Sehingga

konsep dan pemikiran partai Masyumi belum menjadi semangat para tokoh

yang terkait, hal seperti ini disebabkan adanya perbedaan yang mendasar

tentang pola fakir para tokoh yang telah terkotak-kotak sebagaiman kita telah

(31)

Dilihat dari pertumbuhan partai Masyumi yang secara sepontan dan para

tokoh idealisnya yang berfariasi dapat diprediksi bahwa partai Masyumi akan

menghadapi banyak kendala dalam mewujudkan misinya. Hal seperti ini dapat

dibuktikan ketika Masyumi dihadapkan kepada pembahasan struktur yang

tidak kunjung pernah selesai sebagaimana diungkapkan oleh M. Fahry.

“Masyumi mengalami berbagi macam persoalan internal”, diantara persoalan

internal tersebut, semenjak berdirinya sampai menjelang dibubarkan (1960),

ini adalah persoalan struktural organisasi partai yang tidak pernah

tertuntaskan. Dari konggres ke konggres persoalan tersebut selalu

diperbincangkan, termasuk juga masalah keanggotaannya. Dari penuturan M.

Fahri tersebut dapat digambarkan bahwa partai Masyumi adalah partai Islam

yang belum berhasil membawa umat Islam dari hambatan yang dialaminya,

baik dari dalam maupun dari luar. Keberadaan para tokoh yang irasionalnya

masih belum cukup handal untuk menangkal pengaruh-pengaruh yang datang.

Mekanisme Syura yang ada belum dapat memberikan solusi dari

permasalahan yang diajukan, semua bertumpu pada integritas partai yang pada

dasarnya melambangkan eksistensi Ukhuwah Islamiyah yang belum mantap.13

Konsep dan pemikiran (Visi dan Misi) partai Masyumi, adalah

menegakkan kedaulatan Negara Republik Indonesia dan Agama Islam, dan

yang kedua, melaksanakan cita-cita Islam dalam urusan kenegaraan,

sedangkan dalam anggaran dasar anggaran rumah tangga partai Masyumi yang

tertuang dalam pasal III diungkapkan untuk:

13

(32)

1. Menginsafkan serta memperluas pengetahuan serta kecakapan umat islam

indonesia dalam perjuangan politik

2. Menyusun dan memperkokoh barisan umat islam untuk berjuang dan

mempertahankan agama dan kedaulatan negara

3. Melaksanakan kehidupan rakyat berdasarkan iman dan taqwa, pri

kemanusiaan persaudaraan, dan persamaan hak menurut agama islam

4. Bekerja sama dengan golongan lain dalam lapangan perjuangan

menegakkan kedaulatan negara.

Dilihat dari anggaran dasar dan anggaran rumah tangga sebagaimana

tercantum diatas partai Masyumi adalah sangat toleran artinya, Masyumi ingin

mewujudkan Negara Republik Indonesia yang berdaulat, (toyyibatun

warobbun ghofur), dengan demikian Masyumi tidak meniggalkan kelompok

minoritas selain Islam di Negara Republik Indonesia. Mereka diajak

bersama-sama berjuang untuk kepentinagn Negara dengan tidak mencampuri urusan

peribadatan mereka sedikitpun, bahkan mereka diajak kerja sama untuk

menegakkan kedaulatan negara.

Pemimpin-pemimpin partai Masyumi menafsirkan konsep Syura dalam

Al-qur’an dengan demokrasi parlementer sebagaimana yang telah berkembang

di Barat, meski tidak selalu pararel dengan partai Masyumi, sikap Masyumi

seperti ini memberikan kesan bahwa Masyumi benar-benar partai Islam yang

konsisten dengan visi dan misinya benar-benar Islami. Dari uraian tentang

visi misi secara umum tampaknya Masyumi cukup idealis dan moderat dalam

(33)

berarti keempat macam tujuan usaha yang diungkapkan pada anggaran dasar

yang begitu ideal tidak terimplementasikan dengan baik. Pada kegiatan partai

selama Lima Belas tahun nampak ada kelemahan dalam pelaksanaan

program-programnya. Mungkin penyebabnya adalah lemahnya sistem menejerial

keorganisasian anggota yang banyak tidak ditangani dengan sugguh-sungguh.

B. Asas Partai Masyumi

Partai Masyumi adalah partai yang berasaskan Islam, yang tujuannya

adalah agar terlaksananya ajaran dan hukum Islam dalam kehidupan

bermasyarakat dan negara di republik Indonesia, untuk menuju keridhaan

Ilahi. Pemilihan Islam sebagai asas Partai Masyumi adalah sejalan dengan

pembentukannya, cita-cita Islam sebagai ideologi Masyumi sudah nampak

dari rumusan yang pertama kali diputuskan oleh Konggres Umat Islam di

Jogjakart, tanggal 7-8 November 1945, yaitu pasal II, yang berbunyi (1)

menegakkan kedaulatan Republik Indonesia dan Agam Islam (2)

melaksanakan cita-cita Islam dalam urusan ketatanegaraan. 14

Asas tersebut mengemukakan agar semua hukum dan peraturan negara

sesuai dengan hukum dan peraturan Islam. Hal ini tidak akan merugikan bagi

yang berlainan agama karena ini tidak merugikan dan tidak ada prinsip Islam

yang berlawanan dengan ajaran-ajaran agama-agama lain. Menurut Masyumi

asas Islam, merupakan cita-cita yang bisa tumbuh dalam ketertiban dan

keamanan, kekacauan akan memboroskan tenaga, harta dan jiwa,. Kekacauan

14

(34)

akan meruntuhkan segala usaha dan ihtiar. Oleh karena itu partai menolak

setiap usaha dari pihak manapun yang mengakibatkan kekacauan dan

kelumpuhan negara serta alat-alatnya. 15

Tafsir asas yang menimbulkan pendirian partai Masyumi secara dasar

terumuskan pada tahun 1952 pada konggres ke-6 bulan Agustus. Ini

merupakan tonggak sejarah dalam pertumbuhan Masyumi sehingga pertikaian

dapat dikembalikan pada partainya. Tafsir asas ini bermula dengan uraian

entang keadaan International. Perkembangan terjadi dengan dua kekuatan dan

analogi yang dibuat dengan membandingkan cerita-cerita dalam al-Quran.

Yaitu Kapitalis dan Matrealisme yang menghasilkan falsafah perebutan hidup.

(struggle for life) dan kejayaan sikuat yang mengalahakan si lemah, sehingga

mengakibatkan permusuhan antara majikan dan bueruh. Dengan demikian

damai tidak akan muncul karena masyarakat terpecah dalam golongan yang

bermusuhan tanpa berniat untuk mengutamakan kepentingan bersama.

Komunisme tidak jauh dengan pernyataan ini, dalam komunisme

kesewenangan diperbaharui, hak-hak rakyat ditindas, dan dunia juga ingin

direbut. 16

15

Deliar Noer, Partai Islam di Pentas Nasional, 1945-1965, (Jakarta, P.T. Temprint, 1987), h. 138

16

(35)

C. Susunan Organisasi Masyumi

Cara pandang terhadap sejarah sebuah gerakan, baik bersifat sosial,

pendidikan, maupun politik, maka harus melihat motif atau tujuan kondisi

sosio-ideologis-politis gerakan tersebut adalah sangat dianjurkan. Maka akan

mengetahui secara jelas bagaimana paradigma asumsi nilai, pemikiran, dan

ideologi untuk mencapai tujuan gerakan yang akan dijalankan.

Sejarah pembentukan Masyumi tidak terlepas dari motif dan

faktor-faktor yang melatarinya, suasana revolusi dan persaingan berbagi kelompok

ideologi di Indonesia pasca kemerdekaan, serta peran tokoh-tokoh yang

mengambil inisiatif ikut mewarnai pembentukan Masyumi. “Partai Politik

Islam Indonesia Masyumi” didirikan dan di ikrarkan sebagai satu-satunya

partai politik Islam pada 7 November 1945, yang berdasarkan keputusan

konggres umat Islam di Jogjakarta. Inisiatif pembentukan ini berasal dari

tokoh partai politik dan gerakan sosial keagamaan Islam sejak zaman

pergerakan, seperti: Agus Salim, Prof. Abdul Kahar Muzakkir, Abdul Wahid

Hasyim, Mohammad Nastir, Mohammad Roem, Prawoto Mangkusasmito, Dr.

Soekiman Wirjosandjojo, Ki Bagus Hadikusumo, Mohammad Mawardi, dan

Dr. Abu Hanifah.

Keputusan membentuk Masyumi oleh sejumlah tokoh Islam itu tidak

sekedar sebagai keputusan tokoh-tokoh tesebut, tetapi keputusan dari seluruh

umat Islam melalui utusan wakil-wakil mereka. Penilaian ini cukup beralasan

apabila Masyumi dilihat dari susunan kepengurusannya, yang mencerminkan

wakil-wakil sejumlah partai politik dan gerakan sosial keagmaan Islam

(36)

1. Majlis Syura (Dewan Partai)

a. Hadratus Syeikh K.H. Hasyim Asj’ari (NU), Ketua Umum

b. Ki Bagus Hadikusuma (Muhammadiyah), Ketua Muda I

c. K.H. Wahid Hasjim (NU), Ketua Muda II

d. Mr. Kasman Singodimedjo (Muhammadiyah), Ketua Muda III

Anggota:

a. R.H.M. Adnan (Persatuan Penghulu dan Pegawainya, PPDP)

b. H. Agoes Salim (Penjadar)

c. K.H. Abdul Wahab (NU)

d. K.H. Sanusi (PUI)

e. K.H. Abdul Halim (PUI)

f. Syeh Djamil Djambek (Majlis Tinggi, MIT)

2. Pengurus Besar

a. Dr. Sukiman Wirjosandjojo (Partai Islam Indonesia, PII), Ketua

Umum

b. Mr. Muhammad Roem Wakil Ketua I

c. Mr. Syamsudin Wakil Ketua II

d. Abikusno Tjokrosujoso (PSII), Ketua Muda I

e. Wali Alfatah (PII) Ketua Muda II

f. Harsono Tjokroaminoto (PSII), Sekretaris I

g. Prawoto Magkusasmito (Muhammadiyah), Sekretaris II

(37)

3. Pimpinan Bagian Penerangan

a. Wiwoho Purbohadidjojo, (Menteri Penerangan)

b. K.H. Wahid Hasyim, (Menteri Agama)

4. Utusan Luar Negeri

a. Mr, Syamsudin, (Duta Besar Indonesia di Mesir)

b. H. Dahlan Abdullah, (Duta Besar Indonesaia di Irak)

c. Mohammad Roem, (Komisaris Tinggi Indonesia di Negeri Belanda)

5. Bagian Barisan Sabilillah dan Hizbullah:

a. K.H. Masykur (NU)

b. W. Wondoamiseno (PSII)

c. Hasyim (Muhammadiyah)

d. Sulio Hadikusumo (Jong Islamiten Bond, JIB)

6. Bagian Keuangan:

a. Mr. R.A. Kasmat (PII)

b. R. Prawiro Juwono (Muhammadiyah)

c. H. Hamid BKN (Muhammadiyah)

d. Harsono Tjokroaminoto (PSII)

7. Anggota-anggota:

a. K.H. Dahlan (NU)

b. Ki Bagus Hadikusumo

c. H.M. Farid Ma’ruf (Muhammadiyah)

d. Junus Anis (Muhammadiyah)

(38)

f. Dr. Abu Hanifah

g. Mohammad Natsir (Persis)

h. S.M. Kartosuwiryo (PSII Baru)

i. Anwar Cokro Aminoto (PSII)

j. Dr. Syamsuddin (Muhammadiyah)

k. Mr. Muhammad Roem (Penjadar)

l. Mr. Syafruddin Prawiranegara

Keterwakilan tokoh-tokoh berbagai organisasi Islam dalam Masyumi

menceminkan sifat pluralisme sebagai “partai tunggal Islam” yang

menghimpun semua potensi kekuatan politik Islam. Motif itu, menurut Yusril

Ihza Mahendra didorong oleh pandangan-pandangan dasa modernisme yang

positif dan optimis dalam memandang pluralisme. Perbedaan pandangan

sebagai ramat Tuhan, karena perbedaan itu tidak bersifat fundamental, akan

tetapi hanya berhubungan dengan masalah furu’iyah (perkara-perkara kecil).

Tidaklah mengherankan apabila pada akhirnya para tokoh tersebut mengambil

keputusan dalam pembentukan partai Masyumi guna menyatukan

golongan-golongan Islam kedalam satu partai politik yang kuat.

Perakara-perkara besar yang dipandang perlu dan mendesak dilakukan

menurut para tokoh pembentuk Masyumi adalah menyikapi suasana “revolusi

Indonesia” dan persaingan berbagai ideologi politik dalam masyarakat

Indonesia. Suasana revolusi sejak proklamasi kemerdekaan Indonesia pada

tanggal 17 Agustus 1945 oleh Soekarno dan Mohammad Hatta. Suasana

(39)

kelihatan sangat patriotik dan nasionalistik. Inilah yang perlu di garis bawahi,

sebagai kemantapan judul sekripsi yang penulis uraikan. Tujuan Masyumi

pada kongres Umat Islam itu adalah “menegakkan kedaulatan Republik

Indonesia dan Agama Islam”, dengan senantiasa melaksanakan cita-cita Islam

dalam urusan kenegaraan. Pencapaian tujuan itu kemudian merumuskan

program kerja sebagaimana terbaca pada paparan berikut:

D. Keanggotaan Partai Masyumi

Keanggotaan partai Masyumi dibagi menjadi dua macam:

1. Perorangan: untuk menjadi anggota perorangan harus berumur 18 tahun

atau sudah berkeluarga, tidak boleh merangkap anggota partai lain, dan

setiap anggota mempunyai hak suara.

2. Organisasi (anggota Istimewa): anggota ini berdasarkan

organisasi-organisasi, mempunyai hak nasehat atau saran. 17

Adanya dua macam keanggotaan ini dengan alasan untuk

memperbanyak anggota dan agar Masyumi dapat dilihat sebagai wakil umat,

tanpa tidak ada yang merasa terwaili. Pada mulanya yang menjadi anggota

istimewa Partai Masyumi adalah Muhammadiyah, Nahdhatul Ulama,

Perserikatan Umat Islam dan Persatuan Umat Islam, ahirnya bersatu menjadi

Persatuan Umat Islam Indonesia yang bersifat tradisional dalam bidang

agama, tetapi modern dalam bidang keduniaan, sehingga memudahkan mereka

untuk bekerja sama dengan kalangan modernis.

17

(40)

Selain keempat organisasi tersebut, keanggotaan Masyumi mulai

bertambah dengan masuknya Persisi (Bandung) pada tahun 1948 dan

Al-Irsyad Jakarta pada tahun 1950. dari Sumatra Utara ikut pula bergabung, yaitu

Al-Jamiatul Wasliyah dan Al-Ittihadiyah dari Aceh, serta PUSA ikut

bergabung pada tahun 1949-1953. orgaisasi-organisasi Islam didaerah

pendudukan juga ikut bergabung dengan menjadi cabang Masyumi di daerah.

Pada awalnya Masyumi kelihatan solid dan terkenal dengan integritas

pribadi yang dimiliki oleh para pengurus Masyumi, namun ketika terjadi

konflik antara Masyumi dengan Soekarno masalah Pemberontakan Pemerintah

Revolusioner RI, maka para anggota istimewa Masyumi melepaskan ikatan

dengan Masyumi.

Selain anggota perorangan dan istimewa sebagai pendudung partai ini,

Masyumi mencoba menggalang dukungan melalui “anak organisasi” 17 yang

didirikan, seperti Muslimat, Persatuan Dagang Islam Indonesia, Persatuan

Tani Indonesia, yang didirikan masa revolusi. Persatuan Nelayan Islam

Indonesia, Persatuan Buruh Islam Indonesia didirikan pada tahun 1950-an. 18

Partai Masyumi yang didirikan pada tahun 1945 dan terpaksa bubar pada

tahun 1960 dapat dikatakan pula partai Islam terbesar di dunia. Partai

Masyumi juga mengemukakan dialog yang produktif antara Islam dan

demokrasi, sejarah partai ini dapat dilihat dari kegiatan maupun

program-programnya mengenai identitas Islam dihadapan pluralisme politik. Selama

massa begejolak yang dialami Indonesia, partai Masyumi menyusun dan

18

(41)

mempertahankan suatu demokrasi Islam yang merupakan subtitusi dari

pertarungan politik dan parlementer tentang tuntutan agar Negara Islam

didirikan di Indonesia. 19

Pemilu 1955, adalah pemilihan umum yang pertama kali dilaksanakan

semenjak Indonesia merdeka, pada awalnya pemilu direncanakan pada tahun

1946, enam bulan setelah kemerdekaan. Nemun situasi yang tidak

memungkinkan karena adanya perang kemerdekaan akibat agresi Belanda I

dan II, jadi pelaksanaan pemilu tertunda. Pada saat memasuki demokrasi

parlementer, setiap kabinet dalam programnya mencantumkan pelaksanaan

pemilu. Namun hal ini tidak terjadi karena perebutan kekuasaan yang

mengakibatkan kabinet jatuh-bangun, sehingga menimbulkan dampak tidak

terlaksananya program pelaksanaan pemilu.

Kabinet Hatta (Desember 1949-Agustus 1951) pada mulanya berencana

untuk menyelenggarakan pemilu sebagai program kerjanya, sehingga suatu

dewan konstituante hasil pemilihan akan menentukan apakah Negara RI,

mengambil bentuk suatu Negara Federal atau Negara Kesatuan. Namun

dorongan kuat dari rakyat Indonesia untuk Negara kesatuan melalui Mosi

Integrasi Nastir, ahirnya membatalkan pemilu.

Kabinet Nastir (September 1950-Maret 1951) adalah menerusakan

kebijakan, sebelumnya serta mengajukan suatu RUU pemilihan atas dasar

pemilihan tidak langsung. Namun kabinet Nastir keburu jatuh sebelum RUU

diajukan keparlemen. Kabinet Soekiman (April 1951-Februari 1952) adalah

19

(42)

meneruskan kebijakan kabinet sebelumnya, yaitu mengajukan RUU, namun

ditolak juga oleh parlemen, karena parlemen menghendaki adanya pemilihan

umum secara langsung.

Menurut Herbert Feith, adanya penundaan-penundaan, pemilu di

Indonesia adalah, pertama, banyaknya anggota parlemen yang mendapatkan

kursi namun keadaannya belum normal. Karna itu mereka sadar bahwa apabila

pemilu dilaksanakan akan di copot dari jabatannya. Kedua adanya

kehawatiran pemilu akan menggeser Negara yang ber-ideologi islam.

Pemilu bisa terlaksana pada kabinet Burhanuddin Harahap (salah satu

ketua dari Masyumi), pada tanggal 29 September 1955, pemilu dilaksanakan

guna untuk memilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk di DPR dan

konstituante. Dalam pemilu ini tidak kurang dari 28 partai politik peserta

pemilu, dengan menganut sistem proporsional. Yang secara garis besar dilihat

dari segi ideologi, dapat digolongkan dalam tiga kategori yaitu, Islam,

Nasionalis, dan Komunis atau Sosialisme. 20 Namun ketiga aliran dasar itu

muncul kedalam berbagai kelompok dan organisasi politik, dan mereka

mengikuti pemilihan umum dengan penuh semangat dalam suasana bebas dan

demokratis.

Hasil pemilu ternyata tidak memuaskan pihak manapun, terutama

Masyumi dan PNI, yang sebelumnya mempunyai harapan besar akan menang

(Masyumi) yang hanya memperoleh kursi 75, dalam parlemen dari jumlah

total 257 kursi yang diperebutkan. Sedangkan NU mendapatkan kursi 45, dan

20

(43)

PKI, 39. dan partai-partai lain kurang dari 10 kursi. Hasil perolehan yang

hampir sama dengan kekuatan nasionalis, maka akan sukar bagi golongan

Islam untuk memperjuangkan dasar negara Islam dalam konstituante.

Fenomena perolehan suara partai-partai Islam yang tidak keluar sebagai

pemenang pemilu tersebut dapat dilihat bahwa semua umat Islam yang

mayoritas, untuk memilih partai-partai Islam. Bahkan sebagian diantara

mereka memilih partai-partai sekuler dan partai atheis, (PKI). Hal ini memang

umat Islam Indonesia tidak homogen dalam pemahaman terhadap Islam.

Karena Islam di Indonesia terdiri atas Islam Santri dan Islam Abangan.

Pemilihan umum bagi Masyumi telah menjadi perhatian khusus sejak

Muktamar ke-III di Kediri tahun 1947, dan termasuk sebagai urgensi program

Masyumi adalah revolusi untuk memperahankan kemerdekaan dari penjajahan

oleh Belanda, sejak penyerahan kedaulatan Masyumi dikasih kesemepatan

untuk memimpin pemerintahan, dan pemilu menjadi hal penting dalam

tiap-tiap Kabinet sampai dengan ditetapkannya UU No. 7 tahun 1953 tentang

pemilihan anggota konstituante dan anggota DPR. UU ini berhasil diterapkan

oleh kabinet Wilopo, dan Muhammad Roem (Masyumi) menjabat sebagai

Menteri dalam Negeri yang bersama-sama dengan Menteri Kehakiman

bertanggung jawab atas terselenggaranya Pemilu. 21

Masyumi sebagai partai politik terbesar, tentunya mempunyai

karakteristik yang tersendiri sebagai ciri khas partai Islam pada waktu itu. Ciri

khasnya antara lain merupakan sebuah organisasi politik yang mampu

merumuskan citra Islam dan cita-cita kebangsaan secara modern bagi umat

21

(44)

Islam keseluruhan di Indonesia. Dalam wadah partai Masyumi berhasil

menghimpun suatu kekuatan politik umat Islam Indonesia sehingga menjadi

bersatu, mungkin bisa dinilai yang bersifat formal, namun pada waktu itu

memang kekuatan politik Masyumi sangat maha dahsat, sehingga umat Islam

berada dalam satu pimpinan.

Masyumi bekerja sama dengan partai-partai Islam lain untuk

memperjuangkan Islam sebagai ideologi negara republik Indoneisa dalam

konstituante. Ini merupakan konsekwensi dan cita-cita Masyumi untuk

memperjuangkan berlakunya ajaran Islam secara menyeluruh dalam

kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Namun ada hal lain yang perlu

dipahami, bahwa memperjuangkan cita-cita Negara berdasarkan Islam melalui

musyawarah dalam konstituante hasil pemilu betapapun tidak bertentangan

dengan undang-undang yang sudah di bentuk pemerintah sebelumnya dan

sudah berlaku.

Secara umum dapat dikatakan bahwa prilaku politik Masyumi selama

priode kritis pada waktu itu memang tidak ada cacat sedikitpun, karena

Masyumi keperpihakannya terhadap martabat Negara Republik Indonesia

begitu jelas, penuh konsisten dan penuh dengan perhitungan. Dengan rumusan

serta tujuan yang hendak diperjuangkan oleh Masyumi adalah menciptakan

Indonesia yang bercoraka Islam, namun memberikan kebebasan penuh kepada

golongan-golongan lain untuk berbuat dan memperjuangkan aspirasi politik

sesuai dengan ideologinya masing-masing. 22

22

(45)

Masyumi melibatkan diri sebagai peranan penting dalam kancah politik

demokrasi parlementer pada tahun 1950 dan 1957 adalah menginginkan

sebuah Negara Islam, dan ingin membentuk pemerintahan yang berpandangan

pragmatis, serta ingin berkoalisi dengan partai-partai sekuler dan Kristen. Pada

awal demokrasi parlementer, Masyumi mengalami ketimpangan dalam

pembagian kekuasaan pemerintahan yang terkesan kurang adil, sehingga

Masyumi tidak terlalu banyak andil dalam Kabinet. Akan tetapi Masyumi

lebih menekankan perlunya persatuan serta pertahanan kemerdekaan dari pada

mempersoalkan kepentingan partainya sendiri, oleh karena itu Masyumi tidak

setuju dengan adanya perubahan sistem kabinet presidensil ke kabinet

parlementer.23

Masyumi dan pemerintahan pada Massa 1955-1960 adalah priode

pemilihan umum yang ditandai dengan munculnya empat partai besar, yaitu

Masyumi PNI, NU dan PKI. Pada bulan Maret 1956-1957 terbentuk kabinet

Sastroamidjojo II dan aktifnya Soekarno sebagai Presiden Konstitusional

menurut undang-undang dasar sementra 1950 kedalam persoalan politik

praktis. Pada posisi cabinet ini Masyumi mewakili kedudukan sebagai Perdana

Menteri dalam kepemerintahan.

Dalam priode 1956-1957 Presiden Soekarno mengumumkan konsepnya

yang terkenal dngan nama Demokrasi Terpimpin, dengan pernyataan in

Masyumi menghadapi perubahan-perubahan. Sementara wakil-wakilnya di

konstituante dengan gigih memperjuangkan terciptanya sebuah konstituante

23

(46)

yang mencerminkan aspirasi-aspirasi Islam, yang berhubungan dengan

ideologi Negara. Dalam priode ini juga terjadinya peristiwa PRRI yang

melibatkan sejumlah tokoh penting Masyumi yang dan dikeluarkannya dekrit

Presiden serta terbentuknya Kabinet Djuanda.

Sedangkan pada tahun 1959 dan 1960 merupakan tahun yang

menimbulkan ketegangan bagi kalangan Masyumi baik didalam pemerintahan

maupun didalam partainya, karena pada tanggal 31 Desember 1959, Presiden

Soekarno mengeluarkan penetapan Presiden (Penpres) No. 7 / 1959 yang

mengatur kehidupan partai politik dan pembubaran partai. Penetapan tersebut

memberikan hak kepada Presiden untuk menindak partai-partai yang anggaran

dasarnya bertentangan dengan dasar Negara, atau pula pemimipinya terlibat

dalam pemberontakan atau menolak untuk menindak anggota-anggotanya

yang terlibat dalam pemberontakan.

Setelah penetapan tersebut, tepatnya pada tahun 1960 dikeluarkanlah

Keputusan Presiden (Kepres) No. 200 / 1960 yang secara resmi

memerintahkan pembubaran partai Masyumi. Tepatnya pada jam 05.20 pada

tanggal 17 Agustus 1960, dimana pemimpin pusat Masyumi menerima surat

dari direktur Kabinet Presiden yang mengemukakan bahwa dalam waktu tiga

puluh hari sesudah tanggal keputusan, pemimpin partai Masyumi harus

menyatakan partainya bubar. Dan pembubarannya harus diberitahukan oleh

Presiden, kalaupun tidak partai Masyumi akan di umumkan sebagi partai

(47)

Apa yang saya tulis sebagai skripsi ini adalah salah satu karya cemerlang

dari karir politik Masyumi, karya politik itu adalah prestasi partai dalam

membela bangsa dan Negara. Karena pembelaan itu memang dituntut pada

setiap patriot Indonesia. Prestasi politik yang cemerlang perlu kita menengok

lebih dekat “dapur Masyumi” yang di huni berbagai kecendrungn keagamaan

dan politik yang sulit dipersatukan. Fenomena subkelompok dalam Masyumi

tersebut berdasarkan kategori yang dibuat oleh Wahid Hasyim, yaitu saling

(48)

BAB III

DINAMIKA PERGERAKAN MASYUMI

DALAM PERPOLITIKAN DI INDONESIA

E. Masyumi Sebagai Wahana Perjuangan Politik Islam

Pendeknya usia piagam Jakarta dalam sejarah konstitusionalisme

Indonesia tidak mengendorkan semangat perjuangan politik umat Islam di

alam kemerdekaan. Bila selama ini kesatuan gerak politik di kalang organisasi

dan partai-partai Islam yang dirasakan tidak memadai sebagai wahana

perjuangan, maka dipandang sudah sangat mendesak agar umat merapatkan

barisan dalam satu partai politik. Partai politik itu ialah Masyumi, tapi bukan

Masyumi buatan Jepang, “seperti yang dibentuk pada 1943, atas kebaikan”

penguasa Jepang di Indonesia. Masyumi yang berdiri pada tanggal 7-8

November 1945 sepenuhnya merupakan hasil karya pemimpin-pemimpin

umat Islam dalam sebuah konggres yang bertempat di gedung Madrasah

Muallimin Muhammadiyah Jogjakarta.

Dilihat dari data sosiologis umat, pendukung utama partai Masyumi

adalah Muhammadiyah dan NU. Jadi jelas secara ideologis, Masyumi adalah

kelanjutan dari MIAMI, tapi kali ini menghususkan perjuangan dibidang

p[olitik dalam rangka menegakkan ajaran Islam dalam wadah Indonesia

merdeka. Selain Muhammadiyah dan NU, hampir semua organisasi Islam di

Gambar

Tabel Kabinet Syahrir 1945-1946
Tabel Kabinet Hatta 1948-1949

Referensi

Dokumen terkait

Semua lembaga negara tersebut memiliki tugas dan fungsi yang berbeda beda tetapi memiliki tujuan yang sama,yakni mencapai tujuan nasional,yaitu melindungi segenap banggsa

Hal seperti itu dapat terjadi karena kebiasaan guru dalam menyajikan pembelajaran terlalu mengacu pada target pencapain kurikulum sehingga mengabaikan hal yang nampaknya sepele

Mengatasi siswa yang mengalami kecemasan dalam pemilihan karier kelas XI Multimedia SMK Taman Siswa Kudus Tahun Ajaran 2013/ 2014 dengan mendiskripsikan

Bidan Desa belum memiliki pengetahuan dan kemampuan yang cukup dalam melakukan deteksi dini kasus GAKI melalui pengenalan tanda klinis dan pengambilan sampel darah bloodspot

Berdasarkan hasil validasi dan uji coba lapangan, mobile pocket book Fisika pada materi Fluida Statik dapat disimpulkan bahwa : Media yang dibuat memenuhi kriteria sangat baik

Maka disarankan kepada pihak penyelenggara sport event benar-benar berupaya memberikan kualitas event yang baik sehingga memberikan kepuasan kepada wisatawan yang

09 Agustus 2016 14:08 © 2006-2016 Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah ( LKPP ) Pertanyaan Peserta. Dokumen Bab

[r]