• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh kepribadian terhadap intensi berwirausaha mahasiswa jurusan desain grafis dan multimedia Universitas Mercu Buana Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh kepribadian terhadap intensi berwirausaha mahasiswa jurusan desain grafis dan multimedia Universitas Mercu Buana Jakarta"

Copied!
211
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi ini diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Psikologi

Oleh :

Shavinaz Sawqy

NIM : 106070002307

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432H/2010

(2)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi

Oleh :

SHAVINAZ SAWQY NIM : 106070002307

Di Bawah Bimbingan :

Pembimbing I Pembimbing II

Jahja Umar, Ph.D Desi Yustari Muchtar, M.Psi NIP. 130 885 522 NIP. 19821214 200801 2 006

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432H/2010

(3)

dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 08 Desember 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Fakultas Psikologi.

Jakarta, 08 Desember 2010

Sidang Munaqasyah

Dekan/Pembimbing I/ Pembantu Dekan/

Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota

Jahja Umar, Ph.D Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si NIP. 130 885 522 NIP.19561223 198303 2 001

Anggota :

Drs.Sofiandy Zakaria, M.Psi Miftahuddin, M.Si.

NIP. 19730317 200604 1 001

Desi Yustari Muchtar, M.Psi

NIP. 19821214 200801 2 006

(4)

NIM : 106070002307

dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul PENGARUH KEPRIBADIAN TERHADAP INTENSI BERWIRAUSAHA MAHASISWA JURUSAN DESAIN GRAFIS DAN MULTIMEDIA UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunan karya tersebut. adapun kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan karya ini telah saya cantumkan sumber pengutipannya dalam skripsi. saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan undang-undang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau ciplakan dari karya orang lain.

demikian pernyataan ini diperbuat untuk dipergunakan seperlunya.

Jakarta, 26 Oktober 2010 Yang Menyatakan

Shavinaz Sawqy NIM 106070002307

(5)

MOTTO :

Tuhan

tidak akan

mengubah nasib seseorang,

sebelum orang itu sendiri yang mengubahnya

Jika Kekhawatiran mengenai kemampuan membuat

kita membatasi apa yang akan kita kerjakan, maka

sebenarnya kita telah membatasi apa yang mungkin

kita capai

(M a rio Te guh)

PERSEMBAHAN :

Skripsi ini ku persembahkan untuk diriku dan masa depanku.

(6)

(C) Shavinaz Sawqy

(D) Pengaruh Kepribadian terhadap Intensi Berwirausaha Mahasiswa Jurusan Desain Grafis dan Multimedia Universitas Mercu Buana Jakarta

(E) xv + 163 halaman (termasuk lampiran)

(F) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kepribadian (kebutuhan akan prestasi/need for achievement, kebutuhan akan kemandirian/need for autonomy, dan faktor kepribadian big five) terhadap intensi berwirausaha mahasiswa. Intensi berwirausaha merupakan prediktor terbaik dalam menggambarkan kemunculan perilaku berwirausaha di masa depan. Dalam memunculkan intensi berwirausaha, mahasiswa banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu kepribadian, demografis dan lingkungan. Kepribadian merupakan faktor internal seseorang yang mempengaruhi munculnya intensi berwirausaha. Diduga kepribadian Big Five extraversion, Agreeableness, Conscientiousness, Emotional Stability, Openness to Experiences/ Intellect, kebutuhan akan prestasi dan kebutuhan akan kemandirian dapat mempengaruhi intensi berwirausaha mahasiswa, dikarenakan kepribadian-kepribadian tersebut merupakan latar belakang dari munculnya intensi berwirausaha pada seseorang.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan populasi dan sampel mahasiswa Jurusan Desain Grafis dan Multimedia Universitas Mercu Buana Jakarta, dimana populasinya berjumlah 525 mahasiswa dengan jumlah sampel yang diambil 200 mahasiswa yang ditentukan dengan menggunakan teknik accidental sampling. Disebut accidental karena menggunakan sampel berdasarkan siapa yang mungkin didapat. Artinya teknik ini memungkinkan peneliti memilih anggota sampel yang mudah ditemui.

Untuk instrumen pengumpulan data, digunakan skala intensi berwirausaha, kebutuhan akan prestasi/need for achievement, kebutuhan akan kemandirian/need for autonomy dan Skala IPIP Kepribadian big five. Adapun metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik regresi berganda dengan menggunakan program SPSS versi 17. Sedangkan untuk pengujian validitas konstruk menggunakan LISREL 8.7

Berdasarkan hasil perhitungan regresi berganda didapatkan R square sebesar 0,017 hal ini berarti 1,7% variabel intensi berwirausaha dapat dijelaskan oleh variasi dari ke 7 variabel yaitu kebutuhan akan prestasi/need for achievement, kebutuhan akan kemandirian/need for autonomy, extraversion, agreeableness,

(7)

independen variabel, tidak ada satupun yang memberikan pengaruh yang signifikan terhadap intensi berwirausaha, sehingga hipotesis minor (H2,H3,H4,H5,H6,H7,H8) yang menyatakan terdapat pengaruh yang signifikan dari masing-masing independen variabel terhadap intensi berwirausaha ditolak. Hal ini disebabkan keseluruhan dari 7 independen variabel tidak memiliki pengaruh secara signifikan.

Berdasarkan hasil penelitian, maka penulis memberikan saran yang dapat dijadikan bahan masukan dan informasi positif bagi mahasiswa dan instansi pendidikan yang terkait dalam penelitian ini. Walaupun hasil penelitian ini menunjukkan kepribadian tidak mempengaruhi intensi berwirausaha mahasiswa, namun intensi berwirausaha tetap perlu untuk dimunculkan, karena intensi berwirausaha merupakan awal dari munculnya perilaku berwirausaha. Hanya saja, faktor-faktor psikologis selain kepribadian perlu untuk ditingkatkan seperti sikap, persepsi, pengalaman kerja dan kemampuan kewirausahaan, karena faktor-faktor tersebut secara teoritis pun menentukan kemunculan dari intensi berwirausaha.

(G) Bahan Bacaan 51 (1975-2010) : 10 buku, 1 desertasi, 28 jurnal, 2 personal communication

(8)

dengan izin-Nya terlaksana segala macam kebajikan dan diraih segala macam kesuksesan. Dengan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad Saw, pemimpin dan tauladan kaum yang beriman, beserta keluarga, sahabat, dan seluruh umatnya yang setia.

Tentunya dalam proses terselesaikannya skripsi ini, penulis tidak luput dari arahan, bimbingan, dorongan, dan bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, izinkanlah penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Jahja Umar, Ph.D, Dekan Fakultas Psikologi, pembimbing I, atas bimbingan,

arahan, kesabaran, koreksi, saran dan kritik yang membangun dalam penyelesaian skripsi.

2. Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si, Pembantu Dekan I, atas pertemuan yang singkat namun sangat berarti dalam memberikan arahan dan dukungan pada penulis khususnya pada proses sidang skripsi.

3. Desi Yustari Muchtar, M.Psi, pembimbing II, atas bimbingan, arahan, pengertian, perhatian, waktu, kesediaan dan kesabarannya membaca dan mengoreksi skripsi dengan detail dan teliti untuk kesempurnaan skripsi penulis.

4. Neneng Tati Sumiati, M.Si.Psi, Dosen pembimbing akademik, atas dukungan yang tidak pernah berhenti untuk selalu membuat penulis bersemangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Sofiandy,M.Psi dan Miftahuddin M.Si, Penguji I dan II atas pengertian dan kesediaannya meluangkan waktu untuk memberikan arahan demi kesempurnaan skripsi.

6. Seluruh Dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah membimbing dan memberikan ilmu pengetahuannya dengan kesabaran dan keikhlasan.

7. Staf bagian Akademik, Umum, Keuangan dan perpustakaan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

8. Edy Muladi, Ir. Msi, Ketua program studi Desain Grafis dan Multimedia Universitas Mercu Buana jakarta, atas izin penelitian yang diberikan kepada penulis. Penulis merasa sangat beruntung karena mendapatkan kemudahan dalam proses penyelesaian skripsi ini.

9. Ayah dan Mama yang sangat penulis cintai, atas kesabaran, kasih sayang, pengertian, doa yang tidak pernah berhenti, serta dukungan baik materi, moral dan tenaga.

(9)

dengan indak.

12.Nyak Soraya Rizkina, Siti Rosmalia, Adiyo, Teman sesama pembimbing I, atas bantuannya dalam membimbing guna memberikan kesempurnaan skripsi penulis khususnya mengarahkan penulis dalam menganalisa data.

13.Rahmi Ulfah, teman seperjuangan skripsi, semoga kebersamaan kita disaat melalui masa-masa skripsi dapat menuai kenangan indah yang tidak terlupakan. 14.Presti Ameliawati dan Om Adyt, Sahabat setia, atas dukungan, hiburan, saran,

semangat, dan doa tiada henti kepada penulis, sehingga perjuangan skripsi terasa ringan untuk dijalani

15.Budi, Fajar, Sevi, Erna, etna, Tim sukses, atas waktu, ilmu, tenaga, dan kesediaannya dalam mendukung kelancarang proses penyelesaian skripsi.

16.Sahabat-sahabat Kelas D Fakultas Psikologi 2006 Reguler, atas kebersamaan yang indah melalui masa-masa kuliah bersama. Untukmu, Awe,wirdha,rahmah,suci atas doa dan kesediaanya berbagi pengalaman bekerja yang dapat menciptakan warna lain dikehidupan penulis. Ricka atas doa yang selalu menjadi obat dikala penulis merasa putus asa, Pipin, Rudhi, aji, dan pras yang dapat memberikan keceriaan di hari-hari perkuliahan selama empat tahun bersama.

Akhirnya penulis memohon kepada Rabb Pencipta Alam Semesta agar seluruh dukungan, bantuan, bimbingan dari semua pihak di balas oleh Allah Swt dengan sebaik-baiknya balasan. Amin.

Jakarta, 26 November 2010

Shavinaz Sawqy

(10)

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1-15 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan dan Pembatasan Masalah ... 12

1.3.1. Perumusan Masalah ... 12

1.3.2. Pembatasan Masalah ... 13

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 13

1.4.1. Tujuan Penelitian ... 13

1.4.2. Manfaat Penelitian ... 13

1.4.2.1. Manfaat Teoritis ... 13

1.4.2.2. Manfaat Praktis ... 14

1.5. Sistematika Penulisan ... 15

BAB 2 LANDASAN TEORI ... 16-92 2.1. Intensi Berwirausaha ... 16

2.1.1. Definisi Intensi ... 16

2.1.2. Komponen-komponen intensi ... 17

2.1.3. Teori-teori Intensi ... 18

2.1.4. Definisi Berwirausaha ... 23

2.1.5. Definisi Intensi Berwirausaha ... 24

2.1.6. Indikasi Intensi Berwirausaha ... 25

(11)

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 94-115

3.1. Populasi dan Sampel ... 94

3.2. Variabel Penelitian ... 96

3.2.1 Definisi Operasional Variabel ... 97

3.3. Instrumen Pengumpulkan Data ... 99

3.4. Prosedur Pengumpulan Data ... 107

3.5. Metode Analisa Data ... 109

3.5.1 Pengujian Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 109

3.5.2 Metode Analisa Data Pengujian Hipotesis Mayor ... 112

3.5.3 Metode Analisa Data Pengujian Hipotesis Minor ... 115

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 116-152 4.1. Analisis Deskriptif... 116

4.2. Validitas Konstruk dari masing-masing faktor ... 122

4.3. Uji Hipotesis ... 147

4.3.1 Pengujuan Hipotesis mayor dan Minor ... 148

4.3.2 Analisa Proporsi Varian Pada Masing-Masing Independent Variabel ... 152

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN ... 157-173 4.4. Kesimpulan ... 157

5.1. Diskusi ... 160

5.2. Saran... 172

5.1. Saran metodologis ... 172

5.2. Saran praktis ... 175

DAFTAR PUSTAKA ... 176-179 LAMPIRAN ... 180

(12)

Tabel 3.1 Tabel Skor untuk Pernyataan Setiap Skala pada Delapan variabel Tabel 4.1 Distribusi populasi penelitian berdasarkan jenis kelamin

Tabel 4.2 Distribusi Sampel Penelitian berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 4.3 Distribusi Populasi Penelitian Berdasarkan Program Kelas Tabel 4.4 Distribusi Sampel Penelitian Berdasarkan Program Kelas Tabel 4.5 Distribusi Sampel Penelitian berdasarkan rentang usia Tabel 4.6 Uji Beda Intensi Berwirausaha

Tabel 4.7 Muatan Faktor Item IPIP untuk Intensi Berwirausaha

Tabel 4.8 Matriks korelasi antar kesalahan pengukuran pada butir-butir item Intensi Berwirausaha

Tabel 4.9 Matriks korelasi antar kesalahan pengukuran pada butir-butir item kebutuhan akan prestasi (need for achievement)

Table 4.10 Muatan Faktor Item IPIP untuk kebutuhan akan prestasi (need for achievement)

Tabel 4.11 Matriks korelasi antar kesalahan pengukuran pada butir-butir item kebutuhan akan kemandirian (need for autonomy)

Table 4.12 Muatan Faktor Item IPIP untuk kebutuhan akan prestasi (need for autonomy)

Table 4.13 Muatan Faktor Item IPIP untuk Kepribadian Extraversion

Tabel 4.14 Matriks korelasi antar kesalahan pengukuran pada butir-butir item Extraversion

Table 4.15 Muatan Faktor Item IPIP untuk Kepribadian Agreeableness

Tabel 4.16 Matriks korelasi antar kesalahan pengukuran pada butir-butir item Agreeableness

(13)

Tabel 4.20 Matriks korelasi antar kesalahan pengukuran pada butir-butir item Emotional Stability

Table 4.21 Muatan Faktor Item IPIP untuk Kepribadian Intellect/ Openness to Experience

Tabel 4.22 Matriks korelasi antar kesalahan pengukuran pada butir-butir item Intellect/ Openness to Experience

Table 4.23 Koefisien Regresi Tabel 4.24 Model Summary Table 4.25 Tabel Anova

Tabel 4.26 Proporsi Varian Oleh masing-Masing Independen Variabel

(14)

Gambar 2.2 Elemen-elemen yang mempengaruhi intensi berwirausaha Gambar 2.3 Sebuah model konseptual dari proses pengambilan keputusan

kewirausahaan Nikolaus Franked & Christian Luthje (2008) Gambar 2.4 Shapero’s model of the entrepreneurial event (SEE) (Linan, 2008) Gambar 2.5 Model trait kepribadian yang mempengaruhi seseorang untuk

memunculkan intensi berwirausaha Nikolaus & Christian Luthje (2004)

Gambar 2.6 Background factor Theory Planned behavior(Ajzen, 2005) Gambar 2.7 Model Intensi Berwirausaha _arrack_o Linan (2005)

Gambar 2.8 Model dasar dari Intensi berwirausaha Davidson (Erkko Autio, 1997) Gambar 2.9 Model Intensi Berwirausaha menurut Jukka Vesalainen

Gambar 2.10 Model Intensi Berwirausaha dan determinan berwirausaha Boris Urban (2004)

Gambar 2.11 Model Intensi Berwirausaha Keith M.Hemieleski (2006) Gambar 2.12 Skema kombinasi toeri Intensi Berwirausaha

Gambar 2.13 Skema The Big Three Motive McClelland Gambar 2.14 Skema Kerangka Berpikir Penelitian

Gambar 4.1 Analisis faktor konfirmatorik untuk kepribadian Extraversion Gambar 4.2 Analisis faktor konfirmatorik untuk kepribadian Agreeableness Gambar 4.3 Analisis faktor konfirmatorik untuk kepribadian Conscientiousness Gambar 4.4 Analisis faktor konfirmatorik untuk kepribadian Emotional Stability Gambar 4.5 Analisis faktor konfirmatorik untuk kepribadian Intelect/ Openness to

Experience

(15)

xv

Multimedia Universitas Mercu Buana Jakarta Lampiran 2 Blue Print Alat Ukur Penelitian

(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Bekerja merupakan suatu aktivitas yang penting dalam kehidupan setiap individu. Jika dalam khazanah pendidikan Islam dikenal adanya jargon wajib belajar seumur hidup, maka sejajar dengan itu sebenarnya diperlukan pula jargon

’wajib bekerja’. Sebab, Islam memberikan ruang yang demikian luas dan menganggap penting semua kerja yang produktif. Hal ini dapat dilihat dari ayat

dalam Al-Qur’an:

“Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang Maha Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberikan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. At-Taubah: 105)

Al-Qur’an menyebutkan perintah kerja dengan frekuensi yang sedemikian

banyak. Islam menghapus semua perbedaan kelas antar umat manusia dan menganggap kerja sebagai parameter peringatan kualitas seseorang (konsekuensi dari takwa sebagai proses kerja) (Tim Multitama Communications, 2006).

Berdasarkan hal tersebut, sudah sepantasnya setiap individu berusaha untuk melakukan suatu usaha demi terlaksananya aktivitas bekerja yang berguna

bagi kehidupan. Dengan bekerja, seseorang dapat menentukan posisi dan statusnya dalam kehidupan.

Namun pada kenyataannya tingginya angka pengangguran merupakan

fenomena empiris yang terjadi di Indonesia. Pada tahun 2004 lebih dari 40 juta

(17)

orang Indonesia tidak memiliki pekerjaan (Wijaya,2008). Sementara

pengangguran terus melanda negara Indonesia, beberapa perusahaan semakin selektif menerima karyawan baru bersamaan dengan tingkat persaingan yang semakin tinggi. Akibat dari hal tersebut, banyak pengangguran yang bermunculan.

Jumlah pengangguran di Indonesia tahun 2008 mencapai 10.011.142 juta orang. Dari jumlah tersebut, 20% diantaranya adalah lulusan perguruan tinggi

(www.suarasurabaya.net). Selain itu menurut Tony Wijaya (2008), jumlah ini diprediksi akan semakin meningkat apabila tidak segera disediakan lapangan pekerjaan baru.

Tabel 1.1 Jumlah Pengangguran Berdasarkan Tingkat Pendidikan No Tingkat Pendidikan 2004 2005 (Nop) 2006 (Agust) 2007 (Agust) 2008 (Agust)

1 Tidak sekolah 1.004.296 937.985 781.920 532.820 528.195

2 Sekolah Dasar 2.275.281 2.729.915 2.589.699 2.179.792 2.179.792

3 Sekolah Menengah

Pertama

2.690.912 3.151.231 2.730.045 2.264.198 2.166.619

4 Sekolah Menengah

Atas

3.695.504 5.106.915 4.156.708 4.070.553 3.369.959

5 Diploma/Akademi 237.251 308.522 278.074 397.191 519.867

6 Universitas 348.107 395.538 395.554 566.588 626.202

Total 10.251.351 12.630.106 10.932.000 10.011.142 10.011.142

Sumber: BPS 2008 (dalam Tony Wijaya, 2008)

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2008 di atas, jumlah pengangguran di tingkat universitas dari tahun 2004 hingga 2008 semakin meningkat. Di tahun 2008 pengangguran di universitas menunjukan angka

626.202 orang. Sehingga dapat disimpulkan bahwa saat ini pengangguran tidak hanya berstatus lulusan sekolah dasar (SD) sampai dengan sekolah menengah atas (SMA) saja, melainkan salah satunya berasal dari kelompok ”educated people”

atau kaum terdidik yang biasa disebut dengan sarjana atau lulusan dari perguruan tinggi. Bahkan yang lebih memprihatinkan adalah tidak ada jaminan seorang

(18)

sarjana mudah memperoleh pekerjaan (Teddy Oswari, 2005). Menurut Sukamdani

S. Gitosardjono, untuk mengatasi keterbatasan lapangan pekerjaan, diharapkan lulusan dari perguruan tinggi juga mampu membuka usaha sendiri (dalam H. Moko P. Astamoen, 2005)

Sedangkan hasil informasi dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010 menunjukkan bahwa terdapatnya penurunan angka pengangguran

(www.bps.go.id). Fakta tersebut menunjukkan kenyataan yang jauh lebih baik dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Namun, tetap saja fenomena pengangguran selalu tidak dapat dihapuskan Sehingga, Teddy Oswari (2005)

menegaskan bahwa solusi untuk mengatasi pengangguran khususnya dikalangan educated people adalah dengan memunculkan intensi berwirausaha pada diri

mahasiswa. Dengan mengetahui intensi seseorang untuk berwirausaha, maka secara umum dapat diprediksi kemungkinan orang tersebut untuk memulai suatu usaha atau berwirausaha di masa depan (Krueger, Reilly & Casrud, 2000).

Menurut Bird, Katz dan Gartner (Jean Pierre Boissin, 2009) intensi merupakan kunci dari sebuah perilaku berwirausaha. Selanjutnya, berwirausaha adalah

perilaku yang terencana, oleh karena itu sangat tepat bila dijelaskan melalui intensinya.

Krueger, Reilly dan Casrud (Jean Pierre Boissin, 2009) mencoba model

teori Ajzen yaitu variabel sikap, norma subjektif dan persepsi terhadap perilaku yang dikontrol pada sembilan puluh tujuh alumni sekolah bisnis di United States dan hasilnya adalah signifikan terhadap prediksi intensi. Sedangkan Kennedy et al

(Jean Pierre Boissin, 2009) menunjukkan bahwa pada sampelnya yang berjumlah

(19)

seribu tujuh puluh lima orang mahasiswa Austria, hampir 53% sikap terhadap

perilaku, norma subjektif, dan kontrol perilaku menggambarkan variasi intensi (niat) dalam menciptakan suatu bisnis baru, dengan sikap yang cenderung ditunjukkan hampir sama dengan faktor-faktor intensi berwirausaha.

Munculnya intensi berwirausaha pada diri seseorang dipengaruhi oleh

beberapa hal, seperti karakteristik demografis, karankteristik lingkungan dan juga

karakteristik kepribadian dari orang tersebut (Indarti dan Rostiani, 2008). Dalam

hal ini, salah satu karakteristik kepribadian yang memberikan pengaruh cukup

penting terhadap intensi berwirausaha adalah kebutuhan akan prestasi (need for

achievement) (David Pistrui, 2003; Nikolaus Franke dan Christian Luthje, 2004;

Keith M Hmieleski dan Andrew C Corbett, 2006; Jukka Vesalainen dan Timo

Pihkala, 2003; Kelly G. Shaver dan Linda R Scott, 1991; Errko Autio et.al, 1997),

kebutuhan akan kemandirian (need for autonomy) (Keith M Hmieleski dan Andrew

C Corbett, 2006; David Pistrui, 2003; Errko Autio et.al, 1997), faktor kepribadian

big five extraversion, agreeableness, conscientiousness, emotional stability,

openness to experience/intellect (Ciavella et al. 2004; Jeff Brice,JR. 2003; Hao

Zhao dan Scott E Seibert. 2006) , self-efficecy (Espen J Isaksen, 2006; Anurandha

Basu dan Meghna Virick, 2008; Linan et.al, 2004), dan locus of control (Shaver

dan Linda R Scott, 1991; Nikolaus Franke dan Christian Luthje, 2004).

Selanjutnya dijelaskan bahwa kebutuhan akan prestasi (need for

achivement) dan kebutuhan akan kemandirian (need for autonomy) merupakan

bagian dari suatu kepribadian yang menjadi latar belakang kemunculan suatu

perilaku. Beberapa pendekatan kepribadian modern menggunakan konsep motif

(20)

(kebutuhan) dalam memahami kepribadian, namun para tokoh membahasnya

secara lebih sederhana Sebagai contoh, mahasiswa mungkin menganalisis tujuan-tujuan tertentu atau “tugas dalam hidup” seperti berhasil dalam sekolah (Cantor dkk dalam Friedman dan Schustack, 2008). Banyak mahasiswa yang menjadikan

hal itu sebagai motivasi utama dalam hidup mahasiswa.

Kebutuhan dianggap sebagai dorongan (motif) seseorang untuk

memunculkan tingkah laku. Dorongan tersebut dapat berubah-ubah karena adanya interaksi antara individu dengan lingkungan sosial. Murray memandang perlunya memperhatikan dan menganalisis berbagai interaksi antara individu dengan situasi

yang ditemuinya di sepanjang hidupnya. Murray menggunakan konsep motivasi tidak sadar dari Freud, Jung, Adler, di samping konsep tuntutan lingkungan dari

Lewin serta konsep trait yang canggih dari Allport (Friedman dan Schustack, 2008). Kemudian Friedman dan Schustack (2008) mengartikan motif Sebagai dorongan psikobiologis internal yang membantu munculnya pola perilaku

tertentu. Konsep motif menunjukkan pemikiran adanya dorongan dalam diri manusia yang mendorong munculnya perilaku untuk memenuhi kebutuhan.

Kemudian Murray menggunakan istilah kebutuhan (need) yang merujuk pada kesiapan untuk merespon dengan cara tertentu dalam kondisi tertentu. Berdasarkan hal tersebut maka kebutuhan akan prestasi dan kebutuhan akan

kemandirian menurut beberapa peneliti dianggap sebagai latar belakang kerpibadian yang mempengaruhi kemunculan intensi berwirausaha seseorang.

Selanjutnya faktor yang memunculkan intensi berwirausaha pada diri

seseorang selain karakteristik kepribadian adalah karakteristik demografi seperti

(21)

umur, jenis kelamin, latar belakang pendidikan dan pengalaman bekerja seseorang

juga diperhitungkan sebagai penentu bagi intensi kewirausahaan (Nurul Indarti dan

Rokhima Rostiani, 2008). Sebagai contoh, penelitian dari India yang dilakukan

loleh Sinha menemukan bahwa latar belakang pendidikan seseorang menentukan

tingkat intensi seseorang dan kesuksesan suatu bisnis yang dijalankan. Selanjutnya,

Kristiansen menyebut bahwa faktor lingkungan seperti hubungan sosial serta faktor

budaya dapat mempengaruhi intensi kewirausahaan (Nurul Indarti dan Rokhima

Rostiani, 2008).

Namun fenomena yang terjadi adalah intensi berwirausaha dikalangan mahasiswa masih tergolong rendah. Rendahnya intensi berwirausaha disebabkan oleh persepsi atau keyakinan yang berasal dari nilai negatif (budaya) terhadap

kegiatan wirausaha. Kristiansen (Riyanti dan Rosini, 2008) menyebut bahwa faktor lingkungan seperti hubungan sosial, infrastruktur fisik dan institusional

serta faktor budaya dapat mempengaruhi intensi kewirausahaan.

Menurut Riyanti (2008) faktor budaya dapat terlihat jelas pada nilai dan belief yang dianut oleh anggota dari kelompok budaya tersebut. Sebagai contoh

belief mengenai locus of control, ada beberapa budaya yang menekankan pada internal locus of control sedangkan ada juga yang tidak. Orang-orang yang hidup

dengan budaya internal locus of control mempunyai kemungkinan lebih besar untuk terdorong menjadi wirausahawan karena mereka percaya bahwa mereka dapat mempunyai kesempatan untuk sukes apabila mereka berusaha dengan keras.

Contoh berikutnya mengenai image atau status apabila menjadi seorang wirausahawan. Pada beberapa budaya menjadi wirausahawan dapat dipandang

(22)

sebagai suatu pekerjaan yang positif sedangkan pada budaya yang lain wirausaha

dapat dipandang sebagai sesuatu yang negatif (Riyanti, 2008).

Persepsi mahasiswa yang sudah terbentuk sejak lama akibat nilai-nilai yang ditanamkan oleh keluarga adalah menganggap berwirausaha sebagai suatu

solusi dalam mengatasi masalah pengangguran tetapi solusi tersebut tidak memberikan keamanan dan kepastian kerja.

Menurut Riyanti (2010), indikasi mengapa kewirausahaan belum berkembang di Indonesia karena hanya sedikit orang yang berminat menekuni dunia wirausaha. Sedikitnya jumlah wirausaha di Indonesia mungkin karena

mayoritas masyarakatnya masih berada dalam struktur dan cara pikir agraris. Nilai agraris lebih menekankan pada tekun bekerja, yaitu terus-menerus mengerjakan

hal yang sama namun tidak menekankan pola pikir kreatif. Selanjutnya Riyanti (2010) menekankan bahwa masyarakat Indonesia masih cenderung mencari pekerjaan yang menciptakan rasa aman. Oleh karena itu, masyarakat indonesia

cenderung lebih sering menjadi pegawai. Kemudian dimensi budaya di Indonesia yaitu collectivism-individualism cenderung menganggap bahwa masyarakat

Indonesia memiliki sikap kompromistis. Karakteristik ini menghambat kewirausahaan dalam hal kemunculan-kemunculan gagasan-gagasan baru. Perilaku masayarakat Indonesia dengan budaya collectivism-individualism

merupakan perilaku yang muncul karena ditentukan oleh leader yang mengarahkan anggotanya ke arah suatu perilaku. Sehingga kemandirian dalam

menentukan karir untuk berwirausaha menjadi rendah dikarenakan budaya

(23)

collectivism-individualism merupakan kebiasaan yang telah menjadi tradisi di

lingkungan masyarakan Indonesia.

Selain itu, berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Anabela Dinis et.al (2010), didapatkan bahwa tujuh puluh lima sampel mahasiswa fakultas

bisnis dan ekonomi pada Universitas Beira Interior di Portugal memiliki intensi berwirausaha yang rendah. Rendahnya intensi berwurausaha mahasiswa

disebabkan oleh kebutuhan akan prestasi (need for achievement) yang juga rendah. Sedangkan penelitian lain yang dilakukan oleh Errko Autio (1997) menggambarkan bahwa intensi berwirausaha mahasiswa cukup tinggi dikarenakan

pengaruh dari tingginya kebutuhan akan prestasi (need for achievement), kebutuhan akan kemandirian (need for autonomy), jaringan network serta fasilitas

di lingkungan universitas. Errko Autio menggunakan sampel dengan jumlah sebanyak seribu sembilan ratus lima puluh enam orang mahasiswa yang berasal dari kombinasi antara mahasiswa Universitas Teknologi Helsinki di Finland,

Universitas Linkoping di Swedia, Universitas Colorado di USA, dan Institute Teknologi Asia di Thailand.

Sedangkan penelitian lain yang dilakukan oleh Jeff Brice J.R. (2003) memaparkan bahwa intensi berwirausaha dipengaruhi oleh faktor kepribadian Big Five extraversion, agreeableness, conscientiousness, emotional Stability, dan

opennes to experience.

Selanjutnya, menurut Barbara J. frazier dan Linda S. Niehm (2010), sejak

dekade terakhir, beberapa dari universitas telah mengadakan kurikulum kewirausahaan tidak hanya pada jurusan bisnis tetapi juga pada jurusan non

(24)

bisnis. Hal tersebut dianggap penting untuk dilakukan karena diharapkan seluruh

mahasiswa khususnya pada jurusan non-bisnis juga dapat memiliki intensi berwirausaha yang sama dengan mahasiswa jurusan bisnis. Sehingga diharapkan seluruh mahasiswa dapat bekerja secara mandiri.

Berdasarkan literatur tersebut, beberapa Universitas di Indonesia khususnya di Jakarta, terbukti banyak yang telah mengadakan program

kelas-kelas kewirausahaan, pelatihan, seminar serta lomba tentang kewirausahaan (entrepreneurship). Namun berdasarkan hasil survey, Universitas Mercu Buana Jakarta termasuk kategori universitas yang telah menyediakan

kurikulum-kurikulum kewirausahaan pada seluruh fakultas dan jurusan non bisnis.

Kelas kewirausahaan yang diadakan di Universitas Mercu Buana Jakarta

Barat merupakan bentuk dari sikap proaktif pihak universitas dalam rangka memunculkan intensi berwirausaha serta meningkatkan jiwa berwirausaha pada diri mahasiswa mereka. Berdasarkan studi lapangan yang dilakukan, peneliti

menyimpulkan bahwa Universitas Mercu Buana merupakan salah satu Universitas yang baik dalam usahanya mewujudkan jiwa kewirausahan pada

mahasiswa-mahasiswanya. Berikut merupakan kutipan visi dari Universitas Mercu Buana yaitu:

”sebagai perguruan tinggi untuk menghasilkan tenaga profesional dan berjiwa wirausaha yang mampu menguasai teknologi informasi dan mampu berbahasa inggris dan beretika” (www.mercubuana.ac.id).

Universitas Mercu Buana yang terletak di Meruya Jakarta Barat terdiri dari

tujuh fakultas yang kesemuanya telah dilengkapi dengan program kelas kewirausahaan. Ke tujuh Fakultas tersebut adalah Fakultas Teknik, Ilmu

(25)

Ekonomi, Ilmu Komunikasi, Teknik Sipil dan Perencanaan, Fakultas Menejemen

Agribisnis, Fakultas Psikologi, dan Fakultas Ilmu Komputer (www.mercubuana.ac.id)

Fenomena yang peneliti temukan di universitas mercu buana jakarta

khususnya pada mahasiswa Fakultas Desain Grafis dan Multimedia adalah beberapa diantara mereka ada yang bersemangat untuk berwirausaha dan ada yang

tidak bersemangat untuk berwirausaha. Fenomena tersebut tidak sesuai dengan yang diharapkan. Apalagi jurusan yang mereka ambil lebih cocok untuk berwirausaha ketimbang bekerja kepada orang lain (menjadi karyawan). Selain itu

fasilitas serta lingkungan Universitas Mercu Buana Jakarta sudah cukup mendukung bagi mahasiswa agar memiliki kesadaran berwirausaha dan memilih

wirausaha menjadi pilihan karir mereka. Berdasarkan hasil observasi, peneliti menemukan beberapa fasilitas pendukung kegiatan wirausaha mahasiswa jurusan desain grafis Universitas Mercu Buana Jakarta diantaranya; mata kuliah yang

mendukung keahlian desain grafis dan multimedia mahasiswa, kelas kewirausahaan, studio green sebagai tempat praktek potografi, ruang sablon,

ruang 3D, program-program pameran karya dan kewirausahaan setiap bulan, serta seminar-seminar kewirausahaan yang sengaja di buat untuk meningkatkan kesadaran berwirausaha mahasiswa universitas mercu buana Jakarta.

Kemudian untuk melengkapi informasi mengenai sampel penelitian, peneliti melakukan wawancara dengan beberapa mahasiswa Jurusan Desain

Grafis dan Multimedia Universitas Mercu Buana Jakarta pada tanggal 22 September 2009. Adapun beberapa hasil wawancaranya sebagai berikut :

(26)

1. Menurut Anita, ia bersemangat untuk berwirausaha butik karena selain yakin

akan kemampuannya, ia juga ingin selalu berusaha menunjukan karya yang terbaik. Ia mengaku sering mendapatkan nilai baik sehingga memacunya untuk terus berkarya. Selain itu, ia bercita-cita ingin berwirausaha butik

setelah lulus.

2. Menurut Kusnadi, berwirausaha memberikan keuntungan bagi banyak pihak.

Selain tidak menjadi pengangguran, dengan menjadi wirausahawan, banyak terbuka lahan pekerjaan baru sehingga setiap orang memiliki banyak kesempatan untuk bekerja. Menurut Kusnadi, berwirausaha dianggap sebagai

lahan untuk mengapresiasikan karya dan melatih diri menjadi individu yang mandiri, dapat terus mengasah kemampuan mendisain, pantang menyerah dan

selalu terbuka terhadap saran-saran yang diberikan orang lain. Apabila telah memiliki semua sifat-sifat tersebut, tentu setiap mahasiswa yang ingin menjadi wirasuahawan akan mampu bersaing di pasar fashion.

3. Sedangkan menurut Andi, ia ingin bekerja distasiun televisi dan menjadi editor film dengan memanfaatkan ilmu yang dimilikinya. Ia merasa kurang

percaya diri dan menganggap berwirausaha kurang meyakinkan untuk mendapatkan penghasilan.

Dari hasil survey yang dilakukan terhadap empat puluh lima mahasiswa

desain grafis menunjukkan bahwa, 45% diantaranya memiliki dorongan yaitu kebutuhan yang membuat mereka berniat untuk berwirausaha meskipun diantara

mereka tetap memiliki keinginan untuk bekerja menjadi web desain di perusahaan. Sedangkan 55% mahasiswa tidak memiliki dorongan (kebutuhan) dan

(27)

keinginan untuk berwirausaha dan memilih menjadi karyawan di perusahaan.

Kebutuhan-kebutuhan tersebut menurut Errko Autio dkk (1997) dapat dianggap sebagai faktor penentu ada atau tidaknya keinginan berwirausaha. Dorongan tersebut berupa kebutuhan akan prestasi dan kebutuhan akan kemandirian.

Sedangkan Kolvreid dan Casrud (2000) menganggap faktor sikap, norma subjektif, dan persepsi perilaku yang dikontrol (perceived behavior control) serta

trait kepribadian yang dimiliki mahasiswa memberikan pengaruh sehingga seseorang memiliki keinginan untuk memulai suatu usaha (Nikolaus Franke dan Christian Luthje, 2004).

Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti tertarik untuk mengangkat judul “Pengaruh Kepribadian terhadap Intensi Berwirausaha Mahasiswa Jurusan Desain

Grafis dan Multimedia Universitas Mercu Buana Jakarta” sebagai judul penelitian. Namun pada penelitian ini, peneliti memfokuskan penelitian hanya pada sampel mahasiswa saja karena yang peneliti teliti hanya sampai pada taraf

niat berwirausaha bukan pada perilaku wirausahanya.

1.2 Rumusan dan Batasan Masalah 1.2.1. Rumusan Masalah

Intensi berwirausaha merupakan hal yang penting. Intensi berwirausaha

pada mahasiswa dapat muncul karena sikap, norma subyektif, PBC, faktor

kepribadian baik trait Kepribadian Big Five maupun motivasi seperti kebutuhan

akan prestasi dan kebutuhan akan kemandirian dan faktor demografi serta

lingkungan. Namun karena ketidaktersediaan waktu, dan tenaga, maka peneliti

(28)

hanya merumuskan beberapa masalah dalam penelitian. Adapun rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah ada pengaruh kebutuhan akan prestasi (need for achievement) terhadap intensi berwirausaha Jurusan Desain Grafis & Multimedia

Universitas Mercu Buana Jakarta Barat?

2. Apakah ada pengaruh yang kebutuhan akan mandiri (need for autonomy)

terhadap intensi berwirausaha Jurusan Desain Grafis & Multimedia Universitas Mercu Buana Jakarta Barat?

3. Apakah ada pengaruh faktor kepribadian Big Five extraversion,

agreeableness, conscientiousness, emotional stability, dan openness to

experience terhadap intensi berwirausaha Jurusan Desain Grafis &

Multimedia Universitas Mercu Buana Jakarta Barat?

1.2.2 Pembatasan Masalah

Supaya permasalahan tidak meluas, maka pembatasan ini akan difokuskan dalam ruang lingkup sebagai berikut :

1. Intensi berwirausaha yang akan diteliti adalah seberapa besar niat mahasiswa untuk mencoba dan merencanakan berwirausaha dimasa yang akan datang.

2. Kepribadian yang menjadi fokus pada penelitian ini adalah trait kepribadian big five extraversion, agreeableness, conscientiousness, emotional stability, dan openness to experience..Kemudian motivasi yang

terdiri dari kebutuhan akan prestasi dan kebutuhan akan kemandirian.

(29)

3. Sampel penelitian adalah kalangan mahasiswa.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan penelitian

Adapun tujuan yang ingin diperoleh dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui

pengaruh kepribadian terhadap intensi berwirausaha mahasiswa.

1.3.2. Manfaat Penelitian 1.3.2.1 Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi literatur

bagi khazanah kajian psikologi, yaitu psikologi industri dan organisasi.dan

khususnya psikologi individual tentang kemampuan entrepreneurship

1.3.2.2 Manfaat Praktis

Adapun manfaat secara praktisnya adalah memberikan informasi tentang

kepribadian dan intensi berwirausaha mahasiswa.

1.4 Sistematika Penulisan

BAB I : Merupakan pendahuluan yang berisi; latar belakang masalah,

identifikasi masalah, batasan masalah dan rumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan

BAB II: Merupakan kajian pustaka yang memuat tentang hal- hal mengenai

teori- teori mengenai intensi perilaku; intensi, Intensi berwirausaha;

(30)

 

faktor-faktor yang mempengaruhi intensi berwirausaha, kerangka

berpikir dan hipotesis

BAB III: Merupakan metodologi penelitian yang mencakup populasi dan

sampel, variabel penelitian, instrumen data, prosedur penelitian dan

analisa data.

Bab IV: Merupakan presentasi dan analisis data yang berisi tentang analisa

(31)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1. Intensi Berwirausaha

2.1.1. Definisi Intensi

Berikut definisi intensi menurut Fishbein dan Ajzen (1975) :

“we have defined intention as a person’s location on a subjective probability dimention involving a relation between himself and some action. A behavioral intention, therefore, refers to a person’s subjective probability that the will perform some behavior.”

Intensi didefinisikan sebagai dimensi probabilitas subjektif individu dalam kaitan antara diri dan perilaku. Intensi merupakan perkiraan seseorang mengenai

seberapa besar kemungkinannya untuk melakukan suatu tindakan tertentu. Artinya, mengukur intensi adalah mengukur kemungkinan seseorang dalam melakukan perilaku tertentu. Sehingga dapat disimpulkan bahwa intensi merupakan komponen

dalam diri individu yang mengacu pada keinginan untuk melakukan tingkah laku tertentu.

2.1.2. Komponen Intensi

Fishbein & Ajzen (1975) mengemukakan bahwa terdapat empat elemen penting

dalam pembentukan intensi:

1. Tingkah laku.

Pada tingkat yang paling spesifik, seseorang akan menampilkan perilaku

(32)

terhadap niat (intensi) menurut Fishbein dan Ajzen sama dengan mengukur perilaku

itu sendiri. Karena menurut mereka, hubungan antara niat dan perilaku adalah yang paling dekat. Setiap perilaku yang bebas, yang ditentukan oleh kemauan sendiri selalu didahului oleh niat. Dan sebaliknya, perilaku itu jika berulang dalam context yang

sama pada waktu yang berbeda-beda akan menunjukkan sikap terhadap target. Kemudian intensi dapat diarahkan pada objek tertentu, sekumpulan objek atau objek

apapun.

2. Situasi dimana tingkah laku ditampilkan

Sama halnya dengan situasi, seseorang mungkin saja berintensi untuk

menampilkan suatu perilaku pada situasi atau lokasi tertentu, kumpulan lokasi atau lokasi apapun.

3. Waktu saat tingkah laku ditampilkan

Intensi juga bisa muncul pada waktu tertentu, periode waktu khusus atau periode waktu tanpa batas (waktu di masa akan datang). Masing-masing elemen

tersebut memiliki variasi pada tingkat kespesifikan dimensinya. Sehinggauntuk dapat meramalkan perilaku secara akurat, maka intensi berwirausaha dapat diuraikan

(33)

2.1.3. Teori-Teori Intensi

2.1.3.1 Determinan Intensi

Berdasarkan Theory of Planned Behavior, intensi ditentukan oleh tiga determinan, yaitu satu bersifat personal yaitu sikap, yang kedua merefleksikan

pengaruh sosial yang biasa disebut norma subjektif dan ketiga berhubungan dengan isu kontrol yang disebut perceived behavioral control (Ajzen, 2005). Berikut adalah

bagan yang menggambarkan tentang hubungan variable-variabel dalam Theory Planned Behavior (Ajzen, 2005).

Gambar2.1

Skema hubungan variable dalam theory of planned behavior

Berdasarkan gambar 2.1, ada dua karakteristik utama dari theory of planned behavior. Pertama, teori ini berasumsi bahwa perceived behavioral control

mempunyai implikasi motivasional terhadap intensi. Individu yang percaya bahwa ia tidak mempunyai sumber atau kesempatan untuk menampilkan tingkah laku, maka

kemungkinan ia tidak akan membentuk intensi berperilaku yang kuat meskipun mereka mempunyai sikap yang positif terhadap perilaku dan eprcaya bahwa significant others mendukung mereka untuk menampilkan perilaku. Karakteristik

kedua adalah adanya kemungkinan hubungan yang langsung antara perceived Attitude Toward

the Behavior

Subjective Norm

Perceived Behavioral

Control

(34)

behavioral control dengan perilaku. Dalam beberapa hal, menampilkan tingkah laku

tidak hanya tergantung pada motivasi untuk melakukan, tetapi juga tergantung pada adanya kontrol yang cukup terhadap perilaku. Dari kedua karakteristik tersebut dapat disimpulkan bahwa perceived behavioral control dapat mempengaruhi perilaku

secara tidak langsung, yaitu melalui intensi dan juga dapat digunakan untuk memprediksi perilaku secara langsung, melalui ada tidaknya kontrol individu

terhadap perilaku (Ajzen, 2005).

Meskipun begitu, intensi berperilaku dapat berubah dari waktu ke waktu, semakin panjang interval waktu semakin besar pula kemungkinan bahwa suatu

kejadian atau peristiwa tertentu akan menghasilkan perubahan pada intensi (Ajzen, 1991).

2.1.3.2 Pengukuran Intensi

Berdasarkan Theory of Planned Behavior tersebuut, intensi berperilaku ditentukan oleh sikap, norma subyektif dan perceived behavioral control yang

dimiliki individu terhadap suatu perilaku (Fishbein dan Ajzen, 1975). Dari sini intensi berperilaku tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :

B~I = (AB) W1 + (SN) W2 + (PBC) W3

B = behavior I = Intention

AB = Sikap (attitude) terhadap perilaku SN = subjective norm

(35)

Fishbein dan Ajzen (1975) mengatakan bahwa seberapa kuat intensi seseorang

menampilkan suatu perilaku ditunjukkan dengan penilaian subjektif seseorang (subjectivity probability) apakah ia akan melakukan atau tidak melakukan perilaku tersebut. Beberapa ahli juga berpendapat bahwa cara yang paling sederhana untuk

memprediksi apakah seseorang akan melakukan sesuatu adalah dengan menanyakan apakah mereka berniat atau mempunyai intensi untuk melakukannya. Oleh karena itu,

intensi diukur dengan meminta seseorang untuk menempatkan dirinya dalam sebuah kontinum dimensi yang bersifat subjektif yang meliputi hubungan antara individu dengan perilaku (Ajzen, 1975). Berdasarkan hal tersebut, maka intensi dalam

penelitian ini akan diukur dengan cara yang sama yaitu dengan memberikan pertanyaan apakah subjek ingin atau tidak ingin berwirausaha. Alat ukur intensi yang

digunakan dalam penelitian ini terdiri dari enam item yang menanyakan apakah subyek berintensi atau tidak berintensi untuk berwirausaha.

2.1.3.3 Theory of Planned Behavior

Pada awalnya, penelitian-penelitian sebelumnya mengukur intensi berperilaku dengan mengukur sikap seseorang terhadap suatu perilaku. Namun, dalam

kenyataannya tidak selalu suatu sikap tertentu dapat meramalkan munculnya tingkah laku yang sesuai dengan sikap tersebut. Adanya ketidaksesuaian dan ketidakkonsistenan antara sikap dan tingkah laku ini mendorong Fishbein dan Ajzen

(36)

dan intensi berperilaku ini dipengaruhi oleh dua faktor, yang satu bersifat personal

yaitu sikap dan yang lain merefleksikan pengaruh sosial yang biasa disebut norma subjektif (Ajzen, 1991).

Akan tetapi, penelitian-penelitian selanjutnya menemukan bahwa intensi

untuk berperilaku tidak dengan sendirinya akan langsung menjadi tingkah laku. Hal tersebut disebabkan karena selain sikap dan norma subyektif, intensi masih

tergantung oleh faktor lain yaitu kendala-kendala yang dipersepsikan oleh individu dapat menghambat perilakunya serta adanya keyakinan apakah kita mempunyai sumber atau kemampuan yang diperlukan untuk menampilkan intensi tingkah laku.

Dari sinilah kemudian disimpulkan bahwa Theory of Reasoned Action ini hanya akurat untuk mengukur intensi pada perilaku-perilaku yang sepenuhnya dibawah

kontrol individu. Oleh karena itu, ditambahkan satu faktor yaitu faktor perceived behavior control, sehingga model teori ini kemudian dikenal sebagai Theory of Planned Behavior (Ajzen, 1991).

Menurut Theory of Planned Behavior ini, seseorang dapat bertindak berdasarkan intensinya hanya jika ia mempunyai kontrol penuh terhadap perilaku.

Teori ini yidak hanya menekankan pada rasionalitas dari tingkah laku manusia, tetapi juga pada belief bahwa target tingkah laku berada di bawah kontrol kesadaran individu. Suatu tingkah laku tidak hanya tergantung pada intensi seseorang, tetapi

juga pada faktor lain yang tidak di bawah kontrol individu, seperti ketersediaan sumber dan kesempatan untuk menampilkan tingkah laku tersebut (Ajzen, 2005).

(37)

peranan dari kemauan (volution) yang kemudian disebut sebagai perceived

behavioral control.

Berdasarkan theory of planned behavior, intensi merupakan fungsi dari tiga determinan, yang satu bersifat personal, kedua merefleksikan pengaruh sosial dan

ketiga berhubungan dengan isu kontrol (Ajzen, 2005). Berikut akan dibahas lebih rinci mengenai variable-variabel utama dari Theory of Planned Behavior selain dari

intensi, yaitu; sikap, norma subyektif, dan perceived behavioral control.

2.1.3.4 Background Factors

Sebagaimana dijelaskan dalam theory of planned behavior,determinan utama dari intensi dan perilaku dapat dijelaskan dengan belief behavioral, belief normative,

dan belief control. Variable-variabel lain yang mungkin berhubungan atau mempengaruhi belief iindividu antara lain usia, gender etnis, status sosial ekonomi, pendidikan, kebangsaan, agama, kepribadian, mood, emosi, sikap, dan nilai yang

(38)

Gambar 2.1

Tabel background Factors dalam Theory of Planned Behavior (Ajzen, 2005)

Background Factors

1. Personal - General attitudes

- Personality Traits

- Values

- Emotions

- Intelligence 2. Social - Age, Gender

- Race, ethnicity

- Education - Income - Religion 3. Information - Experience - Knowledge Behavioral Beliefs Attitude toward the Behavior Normative Believe Subjective Norms Perceived Behavioral Control

Intention Behavior

Control Beliefs

Selanjutnya, berdasarkan teori intensi yang dikemukakan oleh Fizbein dan Ajzen diatas, dibawah ini akan dipaparkan mengenai definisi serta beberapa teori

intensi berwirausaha yang salah satunya merupakan aplikasi dari teori intensi Fisbein dan Ajzen yang akan diuraikan lebih rinci dibawah ini:

2.1.4. Definisi Berwirausaha (Entrepreneurship)

[image:38.612.79.552.163.493.2]
(39)

Dalam definisi ini berwirausaha dipandang sebagai kemampuan memburu

kesempatan tanpa menghiraukan keterbatasan sumber daya yang dimiliki. Pengertian konsep tersebut meliputi kemampuan dan keberanian untuk mengambil resiko dan keahlian yang dimiliki untuk memimpin orang lain kearah wawasan yang telah

ditentukan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa berwirausaha merupakan tindakan kreatif manusia membangun sesuatu yang bernilai dari tiada satu apapun.

Sedangkan definisi Entrepreneur menurut Sim (2006) :

“An entrepreneur is a person who spots opportunities and starts his or her own business, using personal creativity, skill, knowledge, resources and effort. The entrepreneur may operate on his or her own at the start-up of a company but may employ other people when the business grows”

Wirausahawan merupakan seorang dengan sekumpulan kesempatan untuk memulai bisnis melalui kemampuan kreativitas, keterampilan, sumber daya dan usaha yang dimilikinya. Wirausahawan mungkin akan mengelola perusahaan yang

dibangunnya dengan cara memperkerjakan orang lain. Sehingga dapat disimpulkan bahwa seorang wirausahawan dapat memberikan kontribusi yang baik bagi negara untuk memperbanyak kesempatan bekerja bagi masyarakat.

Definisi lain dari entrepreneur menurut Meredith et al.(dalam Sim, 2006) :

“See entrepreneurs as people who have the ability to see and evaluate business opportunities; to gather the necessary resources to take advantage of them; and to initiate appropriate action to ensure success”.

(40)

daya lainnya untuk diambil manfaatnya dan melalui pendekatan tindakan guna

mencapai kesuksesan.

Seorang wirausahawan (entrepreneur) yang sukses menurut Hornaday dan Aboud (dalam Sim, 2006) adalah seorang yang memulai usaha dari titik nol, yang

memilih membangun suatu pekerjaan dengan kemampuan sendiri sehingga usahanya mampu berdiri kurang lebih untuk lima tahun.

2.1.5. Definisi Intensi Berwirausaha

Menurut Bird, Katz dan Gartner (Jean-Pierre Boissin et al.,2009)intensi telah sebelumnya dianggap sebagai kunci dari proses kewirausahaan. Menurut Ajzen

(Jean-Pierre Boissin et al., 2009) intensi diasumsikan sebagai faktor motivasional yang mempengaruhi kemunculan suatu perilaku Sehingga karakteristik dari intensi merupakan seluruh kapasitas tindakan individu.

Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa intensi berwirausaha adalah indikasi dari seberapa kuatnya seseorang memiliki niat dalam mencoba dan merencanakan perilaku berwirausaha.

2.1.6. Indikasi dari Intensi Berwirausaha

Jean-Pierre Boissin et al (2009) memaparkan bahwa indikasi dari intensi berwirausaha adalah :

1) Seberapa keras seseorang mencoba berwirausaha

(41)

Kedua indikasi tersebut berasal dari teori intensi Fishbein dan Ajzen

(Jean-Pierre Boissin et al, 2009) yang tidak terlepas dari peran situsi baik lokasi, waktu tertentu atau waktu tak terbatas (di masa yang akan datang) dan perilaku (sikap).

2.2. Teori-teori Model Intensi Berwirausaha

2.2.1 Teori Model Intensi Berwirausaha

Dari berbagai literature psikologi, ditemukan bahwa intensi telah terbukti menjadi prediktor terbaik dari perilaku yang terencana, khususnya jika perilaku

tersebut tergolong jarang, sulit diobservasi, atau melibatkan jangka waktu yang tidak terprediksi (Krueger, Reilly & Casrud, 2000). Lebih lanjut, Krueger, Reilly dan Casrud (2000) menyatakan bahwa kewirausahaan adalah jenis perilaku terencana

yang sangat tepat bila dijelaskan menggunakan teori intensi. Selain itu, merencanakan dan memulai suatu usaha baru merupakan suatu perilaku yang sullit diobservasi dan

hasil yang diperoleh akan terlihat dalam jangka waktu yang tidak terprediksi. Oleh sebab itu, kewirausahaan sangat tepat untuk dijelaskan dengan menggunakan teori intensi. Pada pembahasan berikutnya, akan dibahas lebih jelas mengenai model

intensi berwirausaha berdasarkan beberapa teori dari berbagai tokoh.

2.2.2. Model Intensi berwirausaha menurut Krueger, Reilly dan Casrud (2000)

Keputusan untuk berwirausaha merupakan suatu keputusan yang diambil oleh

(42)

dapat diambil oleh individu. Dalam hal ini, intensi berwirausaha dapat menjadi

langkah awal dalam pembentukan suatu usaha yang baru (Lee dan Wong dalam Linan dan Chen, 2006). Sebagai tambahan, adanya intensi terhadap suatu perilaku merupakan satu-satunya prediktor terbaik terhadap munculnya perilaku tersebut

(Krueger, Reilly dan Casrud, 2000).

2.2.3. Model Intensi berwirausaha menurut Linan dan Chen (2006) dan Linan

(2008)

Dengan mengetahui intensi seseorang untuk berwirausaha, maka secara umum dapat dilakukan prediksi bahwa kemungkinan orang tersebut akan memulai suatu

usaha atau berwirausaha di masa depan. Hal ini juga didukung oleh pernyataan dari kolvereid, Fayolle, dan Gailly (Linan dan Chen, 2006) yang menyatakan dengan adanya intensi untuk memulai dapat menjadi elemen yang menentukan bagi

seseorang dalam menampilkan perilaku berwirausaha.

Lebih lanjut berbagai hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya telah menunjukkan bahwa teori perilaku terencana (planned behavior) dari Ajzen (1991)

dapat digunakan untuk menjelaskan intensi berwirausaha dengan sangat baik.. Teori perilaku terencana merupakan suatu teori yang dapat diaplikasikan untuk menjelaskan

semua perilaku yang dilakukan secara sengaja dan hal tersebut menghasilkan hasil yang cukup baik pada bidang yang cukup luas, termasuk di dalamnya masalah pemilihan karir (Linan dan Chen, 2006). Dalam hal ini, keputusan untuk

(43)

dan sadar, oleh karena itu dapat dijelaskan dengan baik oleh teori perilaku terencana.

Berdasarkan teori tersebut, nantinya akan ditemui hubungan antara intensi berwirausaha dengan performa yang akan ditampilkannya. Intensi dalam hal ini menjadi elemen fundamental dalam menjelaskan perilaku. Adanya intensi

berwirausaha merupakan indikasi dari seberapa besar usaha yang akan dikeluarkan individu untuk menampilkan perilaku berwirausaha (Linan, 2008).

Dengan mengadaptasi teori planned behavior dari Ajzen (1991), Linan (2008) menjelaskan bahwa intensi berwirausaha mencakup tiga faktor motivasional yang akan mempengaruhi munculnya perilaku, yaitu sikap terhadap kewirausahaan,

kendali tingkah laku yang dipersepsikan, dan juga norma subjektif yang dipersepsikan. Penjelasan mengenai ketiga faktor motivasional tersebut adalah

sebagai berikut :

1. Sikap terhadap kewirausahaan (attitude towards star-up/personal attitude)

Sikap terhadap kewirausahaan merujuk pada derajat penilaian sejauh mana

individu memiliki penilaian positif atau negatif untuk menjadi seorang wirausaha. Dalam hal ini tidak hanya mncakup aspek afektif saja, tetapi juga

mencakup aspek penilaian evaluatif beerwirausaha.

2. Kendali tingkah laku yang dipersepsikan (perceived behavioral control)

Hal ini menunjukkan persepsi yang dimiliki individu terhadap kompetensinya

dalam mengendalikan tingkah laku tertentu, yang dalam hal ini adalag perilaku berwirausaha. Faktor ini sering disebut dengan self-efficacy, yang merupakan

(44)

(Linan, Urbano dan Guerrero, 2008). Hal ini dapat dipengarhi oleh berbagai

proses yang berbeda, seperti penguasaan materi, adanya role model, adanya perusasi sosial, dan juga penilaian (Bandura dalam linan, 2008).

3. Norma-norma Subjektif (subjective norms)

Norma sosial yang dimaksud adalah persepsi individu mengenai tekanan sosial yang diberikan oleh keluarga, teman atau orang-orang terdekat terhadap

keputusannya dalam menampilkan perilaku berwirausaha. Dalam hal ini persepsi akan penilaian sosial tersebut menjadi acuan bagi individu untuk menyetujui atau tidak menyetujui keputusannya dalam menjadi seorang

wirausaha (Ajzen dalam Linan, 2008). Dalah hal ini, apabila individu yakin bhawa orang-orang terdekatnya mengharapkannya untuk menampilkan perilaku

berwirausaha, individu tersebut cenderung untuk menampilkan perilaku berwirausaha. Jika yang terjadi adalah sebaliknya, maka individu akan cenderung menghindari untuk menampilkan perilaku berwirausaha.

Berdasarkan model intensi berwirausaha di atas, dapat dikatakan bahwa

individu memutuskan untuk mendirikan suatu usaha yang baru dengan berdasarkan pada tiga elemen, yaitu sikapnya terhadap kewirausahaan, norma sosial yang

dipersepsikan terkait pilihannya untuk menjadi wirausahawan dan kemampuan dalam berwirausaha yang dipersepsikan dimiliki olehnya.

Selain faktor motivasional tersebut, Linan (2008) juga menambahkan faktor

(45)

tersebut adalah faktor lingkungan sosial dan individu. Faktor lingkungan

(environment value) sendiri merupakan dinamika sosial dari kewirausahaan, yaitu tingkat penghargaan sebuah komunitas teerhadap perilaku kewirausahaan (Bygrave dan Minniti dalam Linan, 2008). Faktor lingkungan ini memberi pengaruh yang

cukup kuat terhadap intensi berwirausaha dari individu, dimana penilaian positif dan negatif dari komunitas tempat individu berada dapat ikut menentukan intensi

berwirausaha dari Individu (Linan, 2008). Faktor lingkungan tersebut mencakup faktor nilai sosial (social value) dan faktor nilai lingkungan terdekat individu (closer valuation). Seseorang menerima pengaruh dari lingkungan terdekat di sekitarnya,

yaitu keluarga dan teman-teman, yang dapat mempengaruhi secara langsung kepada persepsi seseorang terhadap pemilihan karir (Linan, 2008).

Kennedy (Linan, 2008) menyatakan bahwa penilaian lingkungan tersebut berpengaruh terhadap daya tarik pribadi (personal attraction) dan juga norma subjektif (subjective norms) individu terhadap perilaku berwirausaha.

Dalam jurnalnya, Linan (2008) juga menambahkan faktor kemampuan wirausaha (entrepreneurial skill) ke dalam teori planned behavior untuk membahas

intensi berwirausaha. Kemampuan berwirausaha tersebut mengindikasikan seberapa besar keyakinan diri individu bahwa dirinya memiliki level kemampuan-kemampuan tertentu yang cukup tinggi, yang dibutuhkan berkaitan dengan kewirausahaan (Linan,

2008). Dengan memiliki kemampuan tersebut, dapat membuat individu merasa lebih mampu untuk memulai suatu usaha (Denoble et al, dalam Linan, 2008). Oleh sebab

(46)

penjabaran intensi berwirausaha oleh Linan (2008) tersebut berdasarkan teori planned

behavior, secara umum dapat digambarkan dalam skema berikut :

Skema 2.4.2

Model Intensi Berwirausaha dari Linan (2008)

Closer Valuation

Entrepreneurial Skill

Social valuation Behavioral Control Perceived Subjective norms

Entrepreneurial Intention Personal attitude

Francisco Linan berusaha untuk mengintegrasikan diantara variabel-variabel teori ‘entrepreneurial event’ Shapero dan ‘planned behavior’ Ajzen (dalam Linan,

2008). Menurut Fancisco Linan (2008), Semakin banyak ilmu pengetahuan kewirausahaan dimiliki seseorang, maka semakin baik pula tingkat kesadarannya

tentang pentingnya memiliki pilihan karir yang professional dan akan membuat individu tersebut memiliki niat untuk menjadi wirausahawan berkredibilitas.

2.2.4 Model Konseptual dari Proses Intensi Berwirausaha Nikolaus Franke dan

Christian Luthje (2004)

Menurut Nikolaus Franke dan Christian Luthje (2004), hampir dari setiap pendekatan mengenai penelitian tentang intensi berwirausaha menjelaskan dua faktor

(47)

berwirausaha. Internal faktor pada model menggambarkan pilihan karir seseorang

yang didominasi oleh pendekatan trait kepribadian. Selain itu, pendekatan dari sudut pandang kepribadian sudah sejak lama menjadi landasan penelitian intensi kewirausahaan (Nikolaus Franke & Christian Luthje, 2004). Berikut model dari

[image:47.612.94.530.234.576.2]

proses pengambilan keputusan untuk berwirausaha yang didahului dengan munculnya intensi berwirausaha :

Gambar 2.3

Sebuah model konseptual dari proses pengambilan keputusan kewirausahaan Nikolaus Franke dan Christian Luthje (2004)

Other factors

Faktor internal / kepribadian

• kebutuhan untuk mandiri

Locus of control

• Siap mengambil  risiko 

Entrepreneurial Intention Sikap terhadap kerja

mandiri Entrepreneurial

Activity Faktor eksternal /

lingkungan • pasar • Pembiayaan • Masyarakat • Universitas - Inspirasi - Pelatihan - Jaringan

Dalam beberapa tahun terakhir, kewirausahaan menjadi topik utama

(48)

(keinginan diri menjadi karyawan) lebih sering dimiliki oleh mahasiswa yang telah

lebih dulu melalui masa pendidikan formal yang berorientasi agar mendapatkan salary yang besar sebagai karyawan di perusahaan. Meskipun begitu, para alumni

dari berbagai universitas secara signifikan memberikan pengaruh terhadap

perekonomian negara terbukti dengan terciptanya lapangan pekerjaan (Dietrich, Richert dan Schiller dalam Nikolaus Franke dan Christian Luthje, 2004).

Menurut Vesper, McMullan, Hills, Morris dan Fiet (Nikolaus Franke dan Christian Luthje,2004) awal dari adanya pendidikan kewirausahaan di instansi pendidikan ditandai dengan berdirinya kursus kewirausahaan di sekolah bisnis

Harvard pada tahun 1930, yang kemudian bertambah atensi dari berbagai pihak hingga tahun 1970. Kemudian dari tahun 1990, sebanyak 400 universitas di Amerika

mulai dipersiapkan untuk aktif dalam pendidikan kewirausahaan dan jumlah universitas yang ikut serta didalamnya semakin bertambah hingga mencapai 700 universitas. Pada akhirnya menurut Kohfner, Menges dan Schmidt (Nikolaus Franke

dan Christian Luthje,2004), masing-masing universitas telah memiliki konsep pendidikan dan program pelatihan kewirausahaan.

Nikolaus Franke dan Christian Luthje (2004) dalam penelitian yang dilakukannya menemukan bahwa intensi untuk menciptakan suatu usaha mahasiswa Jerman dan Austria secara signifikan rendah apabila dibandingkan dengan mahasiswa

Institute Teknologi Massacusette. Variabel internal meliputi kepribadian dan sikap terhadap memperkerjakan diri (self-employment) dianggap memiliki peran dalam

(49)

sikap terhadap memperkerjakan diri (self-employment) dan trait kepribadian diantara

kedua mahasiswa tersebut tidak terlepas dari perbedaan persepsi mahasiswa terhadap lingkungan.

. Hampir dari beberapa pendekatan dijelaskan melalui faktor internal dan

external (lingkungan). Berikut penjelasannya :

1. Faktor internal

Pembahasan mengenai faktor internal dapat dijelaskan melalui determinan bahwa pemilihan karir seseorang didominasi oleh kendali dari stabilnya kepribadian dan sikap orang tersebut. Pendekatan kepribadian yang menjelaskan peran

kewirausahan telah lama menjadi kajian dari penelitian kewirausahaan, tradisi tersebut berasal dari penelitian yang dilakukan oleh McClelland pada tahun 1950.

Sejak saat itu, sejumlah trait kepribadian seperti berani mengambil resiko (Hisrich dan Peters dalam Nikolaus Franke dan Christian Luthje, 2004), kebutuhan akan prestasi (Johnson dalam Nikolaus Franke dan Christian Luthje, 2004), dan locus of

control (Bonnett dan Fuhrmann dalam Nikolaus Franke dan Christian Luthje, 2004)

mulai diperhitungkan sebagai faktor yang mempengaruhi seseorang untuk terispirasi

memulai suatu usaha atau berwirausaha. Namun, menurut Brockhaus, robinson, Huefner dan Hunt (Nikolaus Franke dan Christian Luthje ,2004) adanya interaksi antara karakteristik kepribadian dengan lingkungan dimana seseorang bertindak

Sehingga perbedaan anatar teori kepribadian dengan hasil penelitain dapat saja terjadi. Sebagai contohnya karakteristik kepribadian berani mengambil resiko secara

(50)

2. Faktor External

Sebagai penjelasan pada skema, bahwa faktor external sering digunakan sebagai cara dalam menjelaskan alasan yang menghubungkan kepribadian dan sikap dengan aspirasi karir yang muncul tidak dengan sendirinya. Fokusnya adalah pada

aspek sosial, ekonomi, dan variabel context yaitu pendidikan yang berkemungkinan mempengaruhi seseorang untuk menjadi wirausahawan. Menurut Bechard dan

Toulouse (Nikolaus Franke dan Christian Luthje ,2004) faktor external yang dapat mempengaruhi mahasiswa dalam mengambil keputusan untuk menjadi wirausahawan adalah universitas dan aktifitas didaktik.

Menurut Nikolaus Franke & Christian Luthje (2004), trait kepribadian yang dapat memberikan pengaruh terhadap munculnya intensi berwirausaha pada

mahasiswa adalah need for achievement (kebutuhan berprestasi) dan locus of control (Bonnet dan Fuhrmann dalam Nikolaus Franke & Christian Luthje, 2004).

2.2.5 Shapero’s Model Of The Entrepreneurial Event (SEE)

Model ‘Entrepreneurial Event’ milik Shapero merupakan implikasi dari

model intensi yang dispesifikasikan pada ruang lingkup wirausaha (entrepreneurship). Dalam SEE, intensi untuk memulai suatu bisnis (wirausaha) akan

(51)
[image:51.612.114.521.155.494.2]

Gambar 2.4

Shapero’s model of the entrepreneurial event (SEE) (Krueger, Reilly dan Casrud,2000)

Perceptions of desirability

Perceptions of feasibility

Intensi berwirausaha

Prospensity to act

Dalam teorinya mengenai intensi, Shapero & Sokol mengadaptasi teori Planned behavior dari Fishbein & Ajzen (1975) dan mengaplikasikan secara khusus

dalam dunia wirausaha. Menurut Shapero & Sokol intensi dipengaruhi oleh tiga dimensi (Krueger, Reilly dan Casrud,2000).:

1. Perceived desirability

Perceived desirability adalah bias personal seseorang yang memandang

penciptaan usaha baru sebagai sesuatu yang menarik dan diinginkan. Bias ini tumbuh dari pandangan atas konsekuensi personal pengalaman kewirausahaan

(misalnya baik atau buruk), dan tingkat dukungan dari lingkungan (keluarga, teman, kerabat, sejawat, dsb.) Variabel ini merefleksikan afeksi individu

terhadap kewirausahaan.

2. Perceived feasibility

Elemen ini menunjukkan derajat kepercayaan dimana seseorang memandang

(52)

(manusia, sosial, finansial) untuk membangun usaha baru (Krueger, Reilly dan

Casrud,2000)..

3. Propensity to act

Propensity to act menunjukkan dorongan dalam diri seseorang untuk bertingkah

laku dan intensitasnya sangat bervariasi bagi tiap individu. Determinan ini tidak hanya mempunyai pengaruh langsung terhadap intensi tetapi juga mempunyai

pengaruh tidak langsung. Ketika propensity to act individu rendah, intensi untuk berwirausaha mempunyai kemungkinan yang kecil untuk berkembang, dan perceived desirability menjadi prediktor satu-satunya intensi. Tetapi, jika

propensity to act individu tinggi, kuantitas pengalaman berwirausaha

sebelumnya sebagai tambahan pada perceived feasibility dan desirability secara

langsung mempengaruhi intensi (Krueger, Reilly dan Casrud,2000)

Ketiga dimensi di atas disebutkan oleh Shapero sebagai anteseden langsung terhadap intensi individu untuk menciptakan suatu usaha. Shapero kemudian berpendapat bahwa sikap seseorang terhadap wirausaha dapat secara tidak langung

dipengaruhi oleh ‘prior exposure’ atau pengalaman sebelumnya orang tersebut dalam hal kewirausahaan. Pengalaman ini bisa didapat dari pengalaman kerja sebelumnya

atau melalui keberadaan role model(Krueger, Reilly dan Casrud,2000)..

Krueger, Reilly dan Casrud (2000) kemudian menguji hipotesa ini dan melihat posisinya pada model intensi Entrepreneurial Event Shapero. Dalam usahanya untuk

(53)

experience’ (pengalaman kewirausahaan sebelumnya) adalah anteseden dari persepsi,

baik itu persepsi terhadap keinginan (perceived desirability) maupun persepsi terhadap

kemungkinan (perceived feasibility). Lebih lanjut pengalaman kewirausahaan

sebelumnya ini dapat dilihat dari dua sisi yaitu kuantitas dan kualitas. Kuantitas berkaitan

dengan pegalaman sebelumnya dalam suatu bisnis keluarga, keterlibatan anggota

keluarga dalam bisnis, atau partisipasi dalam pemulaian usaha baru. Kuantitas ini

kemudian disebut sebagai breadth of experience. Sedangkan segi kualitas adalah persepsi

seseorang terhadap pengalaman tersebut, apakah baik atau buruk. Segi kualitas ini

akhirnya disebut juga sebagai positiveness of experience. Pengalaman kewirausahaan

sebelumnya ini mempunyai pengaruh langsung terhadap perceived feasibility dan

perceived desirability sehingga dapat berpengaruh secara tidak langsung terhadap intensi.

2.2.6. Background Factor Intensi berwirausaha

Menurut Bird (Riccardo, 2010) trait kepribadian dianggap sebagai latar belakang dari intensi berwirausaha. Berdasarkan teori Ajzen’s mengenai TPB, disebutkan bahwa background factor yang mempengaruhi intensi diantaranya terdiri dari trait

(54)

Gambar 2.6

background Factor dalam Theory of Planned Behavior (Ajzen, 2005)

Background Factors Personal

- General attitudes

- Personality Traits

- Values

- Emotions

- Intelligence

Social

- Age, Gender

- Race, ethnicity

- Education - Income - Religion Information - Experience - Knowledge

- Media Exposure

Behavioral Beliefs Attitude toward the Behavior Normative Believe Subjective Norms Perceived Behavioral Control

Intention Behavior

Control Beliefs

2.2.7 Model Intensi Berwirausaha Davidsson (Erkko autio et.al, 1997)

Davidsson menjelaskan dasar dari analisis model intensi berwirasuaha dalam

context sebuah pilihan karir bahwa menurutnya pendekatan untuk sebuah penelitian

mengenai intensi berwirausaha yang tepat adalah pada mahasiswa di universitas

(Erkko autio et.al, 1997).

Sikap umu

Gambar

Tabel background Factors dalam Theory of Planned Behavior (Ajzen, 2005)
Gambar 2.3 Sebuah model konseptual dari proses pengambilan keputusan kewirausahaan Nikolaus Franke
Gambar 2.4
Gambar 2.8 Model Dasar Intensi berwirausaha Davidson (Erkko Autio, 1997)
+7

Referensi

Dokumen terkait

(1) Koordinator SPBE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b dilaksanakan oleh Chief Information Officer (CIO) Sekretariat Jenderal DPR RI yaitu pejabat

Hasil pengamatan selama proses kegiatan pembelajaran di kelas V SDN 4 lancirang kelompok sebagai kelas eksperimen, siswa terlihat aktif dan lebih terfokus. Penerapan

Apa yang terjadi di lapangan selama ini ternyata sama seperti apa yang telah tercantum pada Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 5 Tahun 1978 menegenai tempat usaha para

Pemilihan sistem kontroler FLC dan PID didasarkan oleh FLC merupakan sistem kontroler berbasis artificial intelligence yang memiliki keluwesan dalam pengaturan

Seblang Sebagai Salah Satu Unsur Wisata Budaya Using Di Kecamatan Glagah Kabupaten Banyuwangi Tahun 1996-2011; 060210302304; 2012: 86 halaman; Program Studi Pendidikan

menyatakan seorang dosen dapat mengajar lebih dari satu matakuliah pada setiap semesternya, begitu juga pada setiap semester matakuliah yang sama dapat diajarkan oleh

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: (1) unsur-unsur intrinsik novel Ombak Sandyakalaning karya Tamsir A.S; (2) nilai pendidikan yang terdapat dalam novel

Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa perpustakaan adalah tempat untuk menyimpan koleksi buku dan terbitan lainya yang ditata secara susunan tertentu