• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Determinan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Dan Pengaruhnya Terhadap Reaksi Investor Pada Industri Manufaktur Bursa Efek Indonesia Periode 2004 - 2008

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Determinan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Dan Pengaruhnya Terhadap Reaksi Investor Pada Industri Manufaktur Bursa Efek Indonesia Periode 2004 - 2008"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS DETERMINAN FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMPENGARUHI PENGUNGKAPAN TANGGUNG

JAWAB SOSIAL DAN PENGARUHNYA

TERHADAP REAKSI INVESTOR PADA

INDUSTRI MANUFAKTUR

BURSA EFEK INDONESIA

PERIODE 2004 - 2008

TESIS

Oleh

FARIDA HANUM

037017039/Akt

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ANALISIS DETERMINAN FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMPENGARUHI PENGUNGKAPAN TANGGUNG

JAWAB SOSIAL DAN PENGARUHNYA

TERHADAP REAKSI INVESTOR PADA

INDUSTRI MANUFAKTUR

BURSA EFEK INDONESIA

PERIODE 2004 – 2008

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Magister Akuntansi pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

FARIDA HANUM

037017039/Akt

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : ANALISIS DETERMINAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUNGKAPAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN PENGARUHNYA TERHADAP REAKSI INVESTOR PADA INDUSTRI MANUFAKTUR BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2004 – 2008

Nama Mahasiswa : Farida Hanum Nomor Pokok : 037017039 Program Studi : Akuntansi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA CPA Ketua

) (

Anggota

Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M. Si., Ak)

Ketua Program Studi

(Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA CPA

Direktur,

) (Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSiE.)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 28 Oktober 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua Sidang : Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA

Anggota : 1. Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si, Ak

2. Drs. Erwin Abubakar, MBA, Ak

3. Drs. Rasdianto, M.A, Ak

(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis yang berjudul :

“ANALISIS DETERMINAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUNGKAPAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN PENGARUHNYA TERHADAP REAKSI INVESTOR PADA INDUSTRI MANUFAKTUR BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2004 – 2008”

Adalah benar hasil kerja saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun

sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan

secara benar dan jelas.

Medan, 28 Oktober 2011

(6)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan memberikan bukti empiris tentang pengaruh Corporate Social Responsibility terhadap reaksi investor baik secara parsial maupun secara simultan di perusahaan industri manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2004 – 2008, dimana Corporate Social Responsibility yang diproksikan oleh ukuran perusahaan, profitabilitas, leverage, ukuran dewan komisaris, dan umur perusahaan industri

Jenis penelitian ini adalah penelitian penjelasan, data yang digunakan adalah data sekunder, dengan populasi sebesar 151 perusahaan. Pengambilan sampel berdasarkan metode cluster propotional random sampling atau sampel kelompok diperoleh 33 perusahaan yang mewakili tiap-tiap bidang usaha di sektor manufaktur. Data penelitian diuji dengan Regresi Linier Berganda

Hasil membuktikan bahwa ukuran perusahaan, profitabilitas, leverage, ukuran dewan komisaris dan umur perusahaan merupakan faktor faktor yang dapat mempengaruhi CSR perusahaan industri manufaktur. Dan ukuran perusahaan, profitabilitas, leverage, ukuran dewan komisaris, usia perusahaan, dan CSR berpengaruh terhadap reaksi investor industri manufaktur di Bursa Efek Indonesia periode 2004 – 2008 baik secara parsial maupun secara simultan, dan besarnya profitabilitas merupakan variabel yang paling dominan pengaruhnya terhadap Reaksi Investor.

(7)

ABSTRACT

The purpose of this research is to test and to give empirical evidence about the influence of Corporate Social Responsibility on investors reaction partially and simultaneously in manufacturing companies that listed in Jakarta Indonesia Stock Exchange period 2004 – 2008 whereby, Corporate Social Responsibility is proxied by company size, profitability, leverage, Board of Directors size and company age.

This research is explanatory research, data used are secondary data, with 151 companies as population. Samples are taken based on cluster proportional random sampling or sample group are taken 33 companies that represented every business field in manufacturing sector. Research data are tested by multiple linear regressions.

The result of this research proved that companies size, profitability, leverage, board of directors size and companies age are factors that influence CSR in manufacturing industry companies. Companies size, profitability, leverage, board of directors size, companies age and CSR influence investors reaction in manufacturing firms that listed in Jakarta Indonesia Stock Exchange period 2004 – 2008 partially and simultaneously and profitability is a dominant variable that influence investors reaction.

(8)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah, akhirnya penulisan tesis ini dapat diselesaikan sebagai

salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Sains (MSi) dalam Bidang

Studi Akuntansi pada Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyusunan tesis ini, penulis banyak menerima bantuan dari berbagai

pihak, oleh karena itu tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A.(K),

selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSiE, selaku Direktur Sekolah

Pasca Sarjana, Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA. selaku Ketua

Program Studi Ilmu Akuntansi, Sekolah Pasca Sarjana, Universitas

Sumatera Utara, yang sekaligus sebagai dosen pembimbing penulis dalam

menyelesaikan penyusunan tesis ini.

4. Ibu Dra. Tapi Anda Sari Lubis, MSi, Ak., selaku Sekretaris Program Studi

Ilmu Akuntansi, Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Sumatera Utara dan

juga sebagai dosen pembimbing penulis dalam menyelesaikan penyusunan

(9)

5. Bapak Drs. Erwin Abubakar, MBA, Ak, Bapak Drs. Rasdianto, MA, Ak.

dan Drs. Idhar Yahya, MBA, Ak, selaku dosen pembanding yang telah

banyak mengarahkan, memberikan masukan dan kritik dalam

penyelesaian tesis ini.

6. Dosen-dosen Program Studi Ilmu Akuntansi Sekolah Pasca Sarjana

Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu dan tambahan

wawasan pengetahuan.

7. Para staf administrasi Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara

yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan tugas-tugas

administrasi sekolah.

8. Rekan-rekan mahasiswa pada Magister Akuntansi Sekolah Pasca Sarjana,

Universitas Sumatera Utara, terima kasih atas segala perhatian, dorongan

dan masukan-masukan nya.

9. Seluruh keluargaku, ayah dan ibu (H. M. Yusuf Idris dan Hj. Rohani),

yang telah memberikan dukungan doa, nasehat, semangat dan motivasi

yang membangun.

10.Kupersembahkan tesis ini untuk suamiku Ir. Bambang Suharsono,

anak-anakku Naufal dan Saniyya. Semoga Allah bersama orang-orang yang

(10)

Penulis berharap tesis ini dapat bermanfaat untuk memperluas wawasan

praktis dan keilmuan kita. Penulis juga menyadari bahwa tesis ini masih banyak

kekurangannya sehingga penulis menerima segala saran dan kritik yang membangun

guna proses pembelajaran.

Medan, 28 Oktober 2011

Penulis

(11)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

1. Nama : Farida Hanum

2. Tempat/Tanggal lahir : Aceh Timur/14 April 1973

3. Pekerjaan : Staf Pengajar FISIP USU Medan

4. Agama : Islam

5. Alamat : Jl. Hoky No. 6 – Medan

6. Pendidikan :

a. SD Negeri 060797 Medan : lulus tahun 1986

b. SMP Negeri 4 Medan : lulus tahun 1989

c. SMA Negeri 6 Medan : lulus tahun 1992

(12)

DAFTAR ISI

2.1.3 Manfaat Tanggung Jawab Sosial Perusahaan ... 18

2.1.4 Klasifikasi Tipe Tanggung Jawab Sosial ... 25

2.2. Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial ... 33

2.2.1 Definisi Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial ... 33

(13)

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS ... 54

4.5. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 62

4.6. Metode Analisis Data ... 67

5.1.3.1. Pengujian Multikolinearitas ... 75

5.1.3.2. Uji Autokorelasi ... 76

5.1.3.3. Uji Heteroskedastisitas ... 76

(14)

DAFTAR TABEL

No. Judul Hal

2.1 Review Penelitian Terdahulu ... 53

4.1 Daftar Nama Sampel Perusahaan Manufaktur ... 61

4.2 Definisi Operasional ... 67

5.1 Statistik deskriptif penelitian ... 72

5.2 Uji Normalitas ... 74

5.3 Uji Multikolinearitas ... 75

5.4 Uji Autokorelasi ... 76

5.5 Uji Heteroskedastisitas ... 77

5.6 Uji t Statistik ... 78

5.7 Uji F Statistik ... 79

(15)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Hal

3.1 Kerangka Konsep Penelitian ... 56

5.1. Uji Normalitas ... 74

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Hal

1. Data Sampel Penelitian ... 92

2. Data Penelitian ... 93

3. Checklist Pengungkapan CSR ... 98

(17)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan memberikan bukti empiris tentang pengaruh Corporate Social Responsibility terhadap reaksi investor baik secara parsial maupun secara simultan di perusahaan industri manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2004 – 2008, dimana Corporate Social Responsibility yang diproksikan oleh ukuran perusahaan, profitabilitas, leverage, ukuran dewan komisaris, dan umur perusahaan industri

Jenis penelitian ini adalah penelitian penjelasan, data yang digunakan adalah data sekunder, dengan populasi sebesar 151 perusahaan. Pengambilan sampel berdasarkan metode cluster propotional random sampling atau sampel kelompok diperoleh 33 perusahaan yang mewakili tiap-tiap bidang usaha di sektor manufaktur. Data penelitian diuji dengan Regresi Linier Berganda

Hasil membuktikan bahwa ukuran perusahaan, profitabilitas, leverage, ukuran dewan komisaris dan umur perusahaan merupakan faktor faktor yang dapat mempengaruhi CSR perusahaan industri manufaktur. Dan ukuran perusahaan, profitabilitas, leverage, ukuran dewan komisaris, usia perusahaan, dan CSR berpengaruh terhadap reaksi investor industri manufaktur di Bursa Efek Indonesia periode 2004 – 2008 baik secara parsial maupun secara simultan, dan besarnya profitabilitas merupakan variabel yang paling dominan pengaruhnya terhadap Reaksi Investor.

(18)

ABSTRACT

The purpose of this research is to test and to give empirical evidence about the influence of Corporate Social Responsibility on investors reaction partially and simultaneously in manufacturing companies that listed in Jakarta Indonesia Stock Exchange period 2004 – 2008 whereby, Corporate Social Responsibility is proxied by company size, profitability, leverage, Board of Directors size and company age.

This research is explanatory research, data used are secondary data, with 151 companies as population. Samples are taken based on cluster proportional random sampling or sample group are taken 33 companies that represented every business field in manufacturing sector. Research data are tested by multiple linear regressions.

The result of this research proved that companies size, profitability, leverage, board of directors size and companies age are factors that influence CSR in manufacturing industry companies. Companies size, profitability, leverage, board of directors size, companies age and CSR influence investors reaction in manufacturing firms that listed in Jakarta Indonesia Stock Exchange period 2004 – 2008 partially and simultaneously and profitability is a dominant variable that influence investors reaction.

(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada dekade terakhir ini pertumbuhan kesadaran publik terhadap peran

perusahaan dimasyarakat meningkat, hal ini dapat dilihat pada banyaknya perusahaan

yang dianggap telah memberi kontribusi bagi kemajuan ekonomi dan teknologi tetapi

di lain sisi perusahaan tersebut mendapat kritik karena telah menciptakan masalah

sosial yang dapat mempengaruhi lingkungan hidup. Pada saat ini banyak industri

yang menggunakan bahan-bahan kimia yang menyebabkan punahnya

keanekaragaman hayati, kerusakan hutan tropis, pencemaran air, udara, serta

merusak lapisan ozon, yang semua masalah ini menimbulkan dampak negatif

terhadap lingkungan sekitar sehingga masyarakat bereaksi untuk menuntut

perusahaan memberikan rasa keadilan terhadap lingkungan sekitar; seperti kasus yang

terjadi di Indonesia PT. Indo Rayon Utama yang berlokasi di Toba Samosir, kegiatan

operasinya ditutup sementara akibat limbah bubur kertas yang menyebabkan

kerusakan lingkungan di sekitar Danau Toba (Halim, 1999) dan penduduk sekitar

perusahaan tersebut, dan begitu pula pada kasus Lumpur Lapindo di Porong Sidoarjo

Jawa Timur. Selain masalah yang berhubungan dengan lingkungan alam yang sering

mendapat perhatian dari masyarakat adalah masalah lingkungan kerja seperti

(20)

akbat kebijakan upah dan pemberian fasilitas kesejahteraan yang di terapkan

perusahaan tidak mencerminkan rasa keadilan (Utomo, 2000).

Masalah-masalah sosial inilah yang sedang dihadapi Indonesia dan

negara-negara lainnya terutama negara-negara yang sedang berkembang. Masalah pencemaran

lingkungan ini sangat erat kaitannya dengan perusahaan-perusahaan industri yang

sebagian besar menghasilkan limbah. Perusahaan dituntut dalam memanfaatkan dan

mengolah sumber daya yang ada sehingga sedapat mungkin meminimalkan beban

sosial seperti apabila terjadi kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh limbah

perusahaan, maka perusahaan berkewajiban bertanggung jawab dari dampak tersebut.

Masalah penting lainnya adalah seberapa jauh perusahaan dapat bertanggung jawab

terhadap masalah sosial ekonomi secara keseluruhan dan bagaimana perlakuan

keuangan yang tepat untuk menggambarkan transaksi antar perusahaan dengan

lingkungan sosialnya tersebut. Sehingga masalah masalah tersebut perlu di tangani

dan dipcahkan oleh semua pihak terutama oleh pihak perusahaan. Oleh sebab itu

dunia bisnis tidak dapat melepaskan diri dari tanggung jawab lingkungannya

(Satriawan dan Djasuli, 2001).

Tujuan sebuah organisasi atau perusahaan pada umumnya adalah mencari laba

(profit oriented), tetapi seiring dengan perkembangan zaman, tujuan tersebut

mengalami pergeseran. Adanya tuntutan dari masyarakat pengguna hasil produksi

perusahaan mengubah orientasi tujuannya, bukan lagi hanya mendapatkan laba tetapi

bagaimana masyarakat memberikan pengakuan terhadap eksistensi perusahaan.

(21)

penting oleh pimpinan organisasi di Amerika. Sasaran tersebut adalah ; (1) efisiensi

organisasi, (2) produktivitas tinggi, (3) memaksimalkan keuntungan, (4) pertumbuhan

organisasi, (5) kepemimpinan organisasi dalam sektornya, (6) stabilitas organisasi,

(7) kesejahteraan karyawan dan (8) kesejahteraan sosial di lingkungan organisasi.

Hal senada juga diungkapkan oleh Humble (1983) dalam Sarjono (2002)

yang menyebutkan bahwa bidang-bidang pokok dimana suatu organisasi harus

menentukan sasarannya yaitu : (1) perusahaan, (2) profitabilitas, (3) pembaharuan, (4)

kedudukan pasar, (5) produktifitas, (6) sumber-sumber keuangan dan fisik, (7)

prestasi dan pengembangan manajer, (8) prestasi dan sikap pekerja, dan (9) tanggung

jawab sosial. Lebih lanjut diungkapkan oleh Humble (1983) dalam Sarjono (2002),

tanggung jawab sosial dibagi menjadi dua yaitu :

1. Tanggung jawab eksternal dalam hal hubungan dengan masyarakat, hubungan

dengan konsumen, pencemaran, pengemasan, hubungan dengan investasi dan

hubungan dengan pemegang saham sedangkan ;

2. Tanggung jawab internal dalam hal kondisi kerja, struktur organisasi dan gaya

manajemen, komunikasi, hubungan perburuhan dan pendidikan serta

pelatihan.

Pertumbuhan kesadaran tanggung jawab sosial perusahaan mengakibatkan

adanya kritik terhadap penggunaan laba sebagai satu-satunya alat ukur kinerja

perusahaan serta tekanan dari berbagai pihak khususnya stakeholder terhadap sektor

swasta untuk menerima tanggung jawab terhadap dampak pengaruh aktivitas bisnis

(22)

pengaruh besar terhadap kehidupan perekonomian dan masyarakat luas, sehingga

suatu badan usaha tidak hanya bertanggung jawab kepada investor dan kreditor, tetapi

juga masyarakat luas.

Laporan keuangan tahunan merupakan media potensial bagi perusahaan

untuk mengakomodasikan kepada stakeholder informasi yang dihasilkan dari

berbagai transaksi yang dilakukan oleh perusahaan. Ruang lingkup informasi yang

diungkapkan dalam laporan keuangan perusahaan semakin diperluas, tidak hanya

memberikan informasi keuangan konvensional yang sempit dan terbatas pada

angka-angka akuntansi tetapi juga laporan keuangan harus dapat mengakomodasi

kepentingan para pengambil keputusan dengan cara menampilkan

pertanggungjawaban sosialnya, yang nanti mampu menampilkan performance

perusahaan secara lengkap. Informasi yang diungkapkan dalam laporan keuangan

tahunan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu pengungkapan wajib (mandatory

disclosure ) dan pengungkapan sukarela (voluntary disclosure ).

Adapun salah satu jenis informasi pengungkapan sukarela adalah

pengungkapan sosial yang dilakukan oleh perusahaan. Di Indonesia peraturan yang

mengatur tentang disclosure adalah keputusan BAPEPAM NO. Kep-38/PM/1996

(Hadi dan Sabeni, 2002). Pengungkapan sukarela muncul karena adanya kesadaran

masyarakat dan lingkungan sekitar, keberhasilan perusahaan tidak hanya tertuju pada

laba tetapi juga ditentukan oleh kepedulian perusahaan terhadap masyarakat sekitar

(Yuliani, 2003). Aspek pertanggungjawaban sosial merupakan hal yang wajar dan

(23)

Pengungkapan sosial dalam laporan keuangan perusahaan akan memberikan nilai

tersendiri bagi perusahaan yang go public. Perusahaan dapat pula menyajikan laporan

tambahan seperti laporan mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah

(Value Added Statement), khususnya bagi industri dimana faktor-faktor lingkungan

hidup memegang peran penting dan bagi industri yang menganggap pegawai sebagai

kelompok pengguna laporan yang memegang peranan penting. Tujuan laporan

keuangan adalah untuk melaporkan aktivitas-aktivitas perusahaan yang

mempengaruhi komunitas yang mana dapat ditentukan dan dijelaskan atau diukur dan

penting bagi perusahaan dalam lingkungan sosialnya (Belkoui, 2003). Dari

pernyataan diatas, menunjukkan manifestasi akan adanya kepedulian laporan

keuangan terhadap masalah sosial yang merupakan pertanggungjawaban sosial

perusahaan.

Konsep CSR pada umumnya menyatakan bahwa tanggungjawab perusahaan

tidak hanya terhadap pemiliknya atau pemegang saham saja tetapi juga terhadap

para stakeholder yang terkait dan/atau terkena dampak dari keberadaan perusahaan.

Perusahaan yang menjalankan aktivitas CSR akan memperhatikan dampak

operasional perusahaan terhadap kondisi sosial dan lingkungan dan berupaya

agar dampaknya positif. Sehingga dengan adanya konsep CSR diharapkan

kerusakan lingkungan yang terjadi di dunia, mulai dari penggundulan hutan, polusi

(24)

Berbagai dampak dari keberadaan perusahaan ditengah-tengah masyarakat

telah menyadarkan masyarakat di dunia bahwa sumber daya alam adalah terbatas dan

oleh karenanya pembangunan ekonomi harus dilaksanakan secara berkelanjutan,

dengan konsekuensi bahwa perusahaan dalam menjalankan usahanya perlu

menggunakan sumber daya dengan efisien dan memastikan bahwa sumber daya

tersebut tidak habis, sehingga tetap dapat dimanfaatkan oleh generasi di masa datang.

Dengan konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development), maka

kegiatan CSR menjadi lebih terarah, paling tidak perusahaan perlu berupaya

melaksanakan konsep tersebut.

Kesadaran stakeholder akan pentingnya pembangunan berkelanjutan yang

dilakukan oleh perusahaan mendorong perusahaan untuk mengungkapkan praktik-

praktik atau kegiatan CSR yang dilakukan. Semakin kuatnya tekanan stakeholder

dalam hal pengungkapan praktik-praktik CSR yang dilakukan oleh perusahaan

menyebabkan perlunya memasukkan unsur sosial dalam pertanggungjawaban

perusahaan ke dalam akuntansi. Hal ini mendorong lahirnya suatu konsep yang

disebut sebagai Social Accounting, Socio Economic Accounting ataupun Social

Responsibility Accounting (Indira dan Dini, 2005). Dengan lahirnya akuntansi sosial,

produk akuntansi juga dapat digunakan oleh manajemen sebagai sarana untuk

mempertanggungjawabkan kinerja sosial perusahaan dan memberikan informasi yang

berguna dalam pengambilan keputusan bagi stekeholders.

Dalam lingkup wilayah Indonesia, standar akuntansi keuangan Indonesia

(25)

yang terjadi di dalam praktik perusahaan hanya dengan sukarela mengungkapkannya.

Secara implisit Ikatan Akutansi Indonesia (IAI) dalam Pernyataan Standar Akutansi

Keuangan (PSAK) Nomor 1 (revisi 2004) paragraf 9 menyarankan untuk

mengungkapkan tanggung jawab akan masalah sosial sebagai berikut :

“Perusahaan dapat pula menyajikan laporan tambahan seperti laporan engenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value added statement), khususnya bagi industri dimana faktor-faktor lingkungan hidup memegang peran penting dan bagi industri yang menganggap pegawai sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang peranan penting.”

CSR di Indonesia diatur dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007

tentang Perseroan Terbatas. Pasal 74 ayat 1 Undang-undang tersebut menyebutkan

bahwa ”Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/ atau berkaitan

dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan

lingkungan”. Dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman

Modal, pasal 15 (b) menyatakan bahwa ”setiap penanam modal berkewajiban

melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan”.

Pentingnya pengungkapan CSR telah membuat banyak peneliti untuk

melakukan penelitian dan diskusi mengenai praktik dan motivasi perusahaan untuk

melakukan CSR. Beberapa penelitian yang terkait dengan pengungkapan tanggung

jawab sosial perusahaan telah banyak dilakukan, baik di dalam maupun di luar negeri.

Seperti penelitian yang dilakukan oleh Belkaoui dan Krapik (1989); Cowen, (1987);

Hackston dan Milne (1996); Sembiring (2005) dan Anggraeni (2006) yang meneliti

(26)

faktor-faktor yang menjadi variabel dalam penelitian tersebut adalah ukuran perusahaan,

profitabilitas, leverage dan ukuran dewan komisaris.

Pengaruh ukuran perusahaan terhadap pengungkapan CSR tercermin dalam

teori agensi yang menjelaskan bahwa perusahaan besar mempunyai biaya agensi yang

besar, oleh karena itu perusahaan besar akan lebih banyak mengungkapkan informasi

daripada perusahaan kecil. Akan tetapi, tidak semua penelitian mendukung hubungan

antara ukuran perusahaan dengan tanggung jawab sosial perusahaan. Penelitian yang

tidak berhasil menunjukkan hubungan kedua variabel ini seperti yang disebutkan

dalam Hackston dan Milne (1996) antara lain Roberts (1992), Sigh dan Ahuja (1983),

Davey (1982) dan Ng (1985). Sebaliknya penelitian yang berhasil menunjukkan

hubungan kedua variabel ini antara lain Belkaoui dan Karpik (1989), Adam et. al.,

(1995, 1998), Hackston dan Milne (1996), Kokubu et. al., (2001), Hasibuan (2001),

Sembiring (2005) dan Anggraeni (2006).

Faktor lain yang diduga mempengaruhi pengungkapan CSR adalah

profitabilitas. Hubungan profitabilitas terhadap pengungkapan CSR menurut

Bowman dan Haire (1976) dalam Heckston dan Milne (1996) bahwa kepekaan sosial

membutuhkan gaya managerial yang sama sebagaimana yang diperlukan untuk dapat

membuat perusahaan menguntungkan (profitable). Penelitian yang dilakukan oleh

Bowman dan Haire (1976) serta Preston (1978) dalam Hackston dan Milne (1996)

mendukung hubungan profitabilitas dengan pengungkapan CSR. Sedangkan

(27)

(1989) melaporkan bahwa profitabilitas tidak berpengaruh terhadap pengungkapan

CSR.

Leverage memberikan gambaran mengenai struktur modal yang dimiliki

perusahaan, sehingga dapat dilihat tingkat resiko tak tertagihnya suatu utang. Scott

(2000) menyampaikan pendapat yang mengatakan bahwa semakin tinggi leverage

kemungkinan besar perusahaan akan mengalami pelanggaran terhadap kontrak utang,

maka manajer akan berusaha untuk melaporkan laba sekarang lebih tinggi

dibandingkan laba dimasa depan. Perusahaan yang memiliki rasio leverage tinggi

akan lebih sedikit mengungkapkan CSR supaya dapat melaporkan laba sekarang yang

lebih tinggi.

Faktor lain yang mempengaruhi pengungkapan CSR adalah dewan komisaris.

Dengan wewenang yang dimiliki, dewan komisaris dapat memberikan pengaruh yang

cukup kuat untuk menekan manajemen untuk mengungkapkan CSR. Sehingga

perusahaan yang memiliki ukuran dewan komisaris yang lebih besar akan lebih

banyak mengungkapkan CSR. Hal ini sejalan dengan penelitian Hadi dan Arifin

(2002) dan Sembiring (2005) yang menunjukan hasil bahwa proporsi dewan

komisaris independen mempengaruhi tingkat pengungkapan sukarela.

Marwata (2003) mengemukakan bahwa umur perusahaan memiliki pengaruh

terhadap pengungkapan CSR yang bersifat sukarela, alasan yang mendasari adalah

bahwa perusahaan yang berumur lebih tua memiliki pengalaman yang lebih banyak

(28)

lebih banyak akan lebih mengetahui kebutuhan konstitusi akan informasi bagi

perusahaan.

1.2. Perumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah: Apakah karakteristik Pengungkapan CSR (ukuran perusahaan, profitabilitas,

leverage, ukuran dewan komisaris, dan usia) perusahaan industri manufaktur di Bursa

Efek Indonesia periode 2004 – 2008 berpengaruh secara simultan dan parsial

terhadap reaksi investor?

1.3. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah, tujuan penelitian ini adalah:

Untuk mengetahui pengaruh karakteristik Pengungkapan CSR (ukuran perusahaan,

profitabilitas, leverage, ukuran dewan komisaris, dan usia) perusahaan industri

manufaktur di Bursa Efek Indonesia periode 2004 – 2008 secara simultan dan secara

parsial terhadap reaksi investor

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah: untuk memperkuat

penelitian sebelumnya berkenaan faktor apakah yang mempengaruhi pengungkapan

CSR perusahaan dan bagaimana pengaruh secara parsial dan simultan pengungkapan

(29)

1.5. Originalitas Penelitian

Penelitian ini merupakan replikasi penelitian Hasibuan (2001) berjudul

Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Pengungkapan Sosial (Social

Disclosures) Dalam Laporan Tahunan Emitmen Di Bursa Efek Jakarta Dan Bursa

Efek Surabaya.

Replikasi penelitian ini dilakukan peneliti akibat peneliti melihat adanya gap

yang terdapat pada penelitian Hasibuan (2001) dimana pengungkapan CSR adalah

salah satu cara bagi perusahaan untuk meningkatkan image perusahaan di mata

publik dan investor, jadi sangatlah bagus agar tujuan pengungkapan CSR lebih

mendekati sasarannya dengan membuat reaksi investor sebagai variabel terikat pada

penelitian ini.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Hasibuan (2001) adalah:

1. Tahun penelitian, Hasibuan menggunakan data tahun 2000, penelitian ini

menggunakan data tahun 2004 – 2008.

2. Penelitian Hasibuan hanya melihat faktor faktor yang mempengaruhi CSR,

sedangkan penelitian ini memilih faktor yang mempengaruhi CSR dan melihat

(30)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Definisi Tanggung Jawab Sosial

Undang-undang no 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas yang telah

disahkan oleh Presiden RI pada tanggal 16 Agustus 2007. Beberapa perubahan dan

pembaharuan telah dilakukan dan salah satunya adalah ketentuan baru menyangkut

pasal 74 yaitu tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (Corporate Social

Responsibility). Pasal 74 tersebut terdiri dari 4 ayat sebagai berikut :

1. Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya dibidang dan atau berkaitan

dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan

lingkungan.

2. Tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana dimaksud ayat (1)

merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan

sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan

memperhatikan kepatutan dan kewajaran.

3. Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud ayat

(1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

4. Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan diatur

(31)

Konsep Corporate Social Responsibility (CSR) yang diakomodasikan dalam

Undang-undang Perseroan Terbatas (UPT) adalah merupakan langkah maju bagi

Indonesia, karena hal ini merupakan wujud keberpihakan pemerintah pada

masyarakat luas. Menurut The World Bussines Council for Sustainable Development

(WBCSD). CSR adalah keterpanggilan dunia bisnis untuk bertindak dan

berkontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan, bersamaan dengan

meningkatkan kualitas hidup para karyawan beserta keluarganya, sekaligus juga

peningkatan kualitas komunitas setempat dan masyarakat luas. Estes (2001),

mendefinisikan akuntansi sosial sebagai pengukuran dan pelaporan internal, atau

eksternal dari informasi tentang pengaruh suatu entitas (perusahaan) dan aktivitas

aktivitasnya terhadap masyarakat.

Sedangkan Harahap (2003) Menggunakan istilah Socio-Economics

Accounting, yaitu merupakan bidang ilmu akuntansi yang berfungsi dan mencoba

mengidentifikasi, mengukur, menilai, melaporkan aspek-aspek social benefit dan

social cost yang ditimbulkan oleh lembaga. Pengukuran ini pada akhirnya akan

diupayakan sebagai informasi yang dijadikan dasar dalam proses pengambilan

keputusan untuk meningkatkan peran lembaga, baik perusahaan atau yang lain demi

meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan lingkungan secara keseluruhan.

Tidak ada cetak biru tentang Corporate Social Responsibility, namun ada

beberapa hal umum yang biasanya terkait dengan tanggung jawab dari perusahaan

(32)

1. Board of Director mempunyai komitmen dan mendorong kegiatan Corporate

Social Responsibility.

2. UU setempat dan peraturan pepajakan juga mendukung Corporate Social

Responsibility. Serta pendapat dari stakeholders harus dipertimbangkan dalam

lingkungan internal maupun eksternal.

3. Kegiatan ekonomi sosial dan kinerja lingkungan serta akibatnya diawasi dan

dilaporkan ke publik. Terdapat standar yang tinggi untuk pelatihan pekerja

yang ditujukan dalam meningkatkan kewaspadaan tanggung jawab

perusahaan.

Ada beberapa teori yang sering digunakan peneliti menurut Gray, et., al

(1996) dalam Yuliani (2003) untuk menjelaskan kecenderungan pengungkapan sosial

yaitu : 1. Teori Agensi, 2. Teori Stakeholders, 3. Teori Legitimasi dan 4. Teori

Ekonomi Politik.

1. Agency Theory (Teori Agensi)

Teori ini menganalogikan manajemen sebagai agen dari suatu principal dan

pada umumnya prinsipal diartikan sebagai pemegang saham atau traditional users

lain. Namun pengertian principal tersebut meluas menjadi seluruh interest group

perusahaan yang bersangkutan. Teori ini menjelaskan agen (manajemen) bekerja

untuk stakeholder, dan salah satu pekerjaan mereka adalah memberikan informasi

(33)

2. Stakeholders Theory (Teori Stakeholders)

Stakeholder merupakan pihak-pihak yang berkepentingan pada perusahaan

yang dapat mempengaruhi atau dapat dipengaruhi oleh aktivitas perusahaan.

Organisasi memiliki banyak stakeholder seperti karyawan, masyarakat, negara,

supplier, pasar modal, pesaing, badan industri, pemerintah asing dan lain-lain. Hal

pertama mengenai teori stakeholder adalah bahwa ia adalah sistem yang secara

eksplisit berbasis pada pandangan tentang suatu organisasi dan lingkungannya yang

mengakui sifat saling mempengaruhi antara keduanya yang kompleks dan dinamis.

Teori stakeholder berhubungan langsung dengan model akuntabilitas.

Stakeholder dan organisasi saling mempengaruhi, hal ini dapat dilihat dari hubungan

sosial keduanya yang berbentuk responsibilitas dan akuntabilitas. Oleh karena itu

organisasi memiliki akuntabilitas terhadap stakeholdernya. Sifat dari akuntabilitas itu

ditentukan oleh hubungan antara stakeholder dan organisasi. Robert (1992)

menyatakan bahwa pengungkapan sosial perusahaan merupakan sarana yang penting

bagi perusahaan untuk menegosiasikan hubungan dengan stakeholdernya.

3. Legitimasi Theory (Teori Legitimasi)

Teori Legitimasi menyatakan bahwa suatu organisasi hanya bisa bertahan jika

masyarakat merasa bahwa organisasi beroperasi berdasarkan sistem nilai yang

sepadan dengan sistem nilai yang dimiliki oleh masyarakat. Teori legitimasi dalam

bentuk umum memberikan pandangan yang penting terhadap praktek pengungkapan

(34)

perusahaan hanya menekankan pada poin positif dari organisasi dibandingkan dengan

elemen yang negatif, hal ini merupakan bagian dari legitimasi organisasi.

Berdasarkan Lindblom (1994) dalam Deegan (2003:253) legitimacy adalah :

”... a condition or status which exits when an entity’s value system is congruent with

the value system of the larger social system of which the entity is a part. When a

disparity, actual or potential, exits between the two value systems, there is threat to

the entity’s legitimacy”.

Berarti adanya sosial contract dalam teori legitimasi antara perusahaan dan

masyarakat sekitar perusahaan. Teori legitimasi harus menekankan bahwa perusahaan

harus memunculkan informasi ke permukaan dengan mempertimbangkan hak-hak

publik secara meluas tidak hanya bagi investor saja.

4. Political Economy Theory (Teori Ekonomi Politik)

Ada dua pandangan teori ekonomi politik yaitu pandangan klasik (biasanya

sebagian besar berhubungan dengan Karl Max) dan pandangan Bourgeois (biasanya

sebagian besar berhubungan dengan John Stuart Mill dan ahli ekonomi pada masa

berikutnya) perbedaan penting antara keduanya terletak pada tingkat analisis

pemecahan yaitu konflik struktural dalam masyarakat. Ekonomi politik klasik

meletakan konflik struktural, ketidakadilan dan peran negara pada analisis pokok.

Sedangkan ekonomi politik Bourgeois cenderung menganggap hal-hal tersebut

merupakan suatu yang tersedia (given) dan oleh karena itu, hal-hal tersebut tidak

(35)

memperhatikan interaksi antar kelompok dalam suatu dunia pluralistik misalnya,

negosiasi antara perusahaan dan kelompok penekan masalah lingkungan, atau dengan

pihak yang berwenang.

Ekonomi politik Bourgeois bisa digunakan dengan baik untuk menjelaskan

tentang praktek pengungkapan sosial. Sedangkan ekonomi politik klasik hanya

sedikit menjelaskan praktek pengungkapan sosial perusahaan, mempertahankan

bahwa pengungkapan sosial perusahaan dihasilkan secara sukarela. Teori ekonomi

politik klasik memiliki pengetahuan tentang aturan pengungkapan wajib, dalam hal

ini biasanya negara telah memilih untuk menentukan beberapa pembatasan terhadap

organisasi. Ekonom politik klasik akan menginterpretasikan hal ini sebagai bukti

bahwa negara bertindak ”seakan-akan” atas kepentingan kelompok yang tidak

diuntungkan misalnya, orang yang tidak mampu, ras minoritas untuk menjaga

legitimasi sistem kapitalis secara keseluruhan.

2.1.2 Pembentukan Tanggung Jawab Sosial

Tanggung jawab sosial merupakan suatu konsep yang lebih luas berkenaan

dengan dampak dari aktivitas-aktivitas bisnis secara keseluruhan terhadap

masyarakat. Dari pengertian tersebut terdapat tiga pendekatan dalam pembentukan

tanggung jawab :

1. Pendekatan Moral. Kebijakan atau tindakan yang didasarkan pada prinsip

kesantunan dengan pengertian bahwa apa yang dilakukan tidak melanggar

(36)

2. Pendekatan Kepentingan Bersama Bahwa kebijakan-kebijakan moral harus

didasarkan pada standar kebersamaan, kewajaran dan kebebasan yang

bertanggung jawab.

3. Pendekatan Manfaat. Konsep tanggung jawab sosial yang didasarkan pada

nilai-nilai bahwa apa yang dilakukan oleh perusahaan menghasilkan manfaat

besar bagi pihak-pihak berkepentingan secara adil.

Bradshaw dalam Harahap (2003) mengemukakan tiga pembentukan tanggung

jawab sosial perusahaan, yaitu :

1. Corporate Philanthrophy. Disini tanggung jawab perusahaan itu berada

sebatas kedermawanan atau kerelaan belum sampai pada tanggung jawabnya.

Bentuk tanggung jawab ini bisa merupakan kegiatan amal, sumbangan, atau

kegiatan lain yang mungkin saja tidak langsung berhubungan dengan kegiatan

perusahaan.

2. Corporate Responsibility. Disini kegiatan pertanggungjawaban itu sudah

merupakan bagian dari tanggung jawab perusahaan dikarenakan ketentuan

undang-undang atau bagian dari kemauan atau ketersediaan perusahaan.

3. Corporate Policy. Disini tanggung jawab sosial perusahaan itu merupakan

bagian dari kebijakan perusahaan.

2.1.3. Manfaat Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Menurut Tanaya (2005) dalam Nurmansyah (2007) terdapat sedikitnya tujuh

(37)

1. Daya Saing Berkelanjutan (Sustainable Competitiveness). Pengaruh Corporate

Social Responsibility terhadap daya saing perusahaan dapat dilihat dari lima

elemen :

a. Memperkuat Reputasi dan Merek. Globalisasi mengakibatkan lingkungan

bisnis menjadi semakin sensitif terhadap kinerja perusahaan dalam hal sosial,

etika, dan lingkungan. Kesehatan pelanggan menjadi hal penting dalam

ekonomi global. Dalam abad informasi, reputasi dan kesetiaan terhadap merek

adalah hal sentral dalam berbisnis dan merupakan asset yang penting.

Reputasi perusahaan di depan stakeholders dapat menjadi hal yang lebih

bernilai daripada merek, karena reputasi lebih sulit untuk dibangun serta

memakan waktu. Oleh karena itu reputasi perusahaan lebih tahan lama dan

pesaing tidak dapat dengan mudah meniru hal tersebut.

b. Operasional yang Lebih Efisien. Efisiensi dicapai melalui efisiensi

penggunaan energi dan sumber daya alam, mengurangi limbah, dan menjual

material daur ulang. Manfaat lainnya adalah sumber daya manusia yang lebih

baik akibat pengurangan ketidakhadiran. Dilain pihak, karyawan yang setia

dapat menghemat dana perusahaan melalui peningkatan produktivitas dan

pengurangan biaya-biaya perekrutan dan pelatihan.

c. Meningkatkan Kinerja Keuangan. Masyarakat bisnis dan investor telah sejak

lama memperdebatkan apakah ada korelasi positif antara praktek bisnis yang

(38)

untuk memberi jawaban terhadap dilema ini, berbagai survei dan penelitian

akademis telah membuktikan korelasi positif.

d. Meningkatkan Penjualan dan Kesetiaan Konsumen Sejumlah survei dan

penelitian telah menyimpulkan adanya pasar yang membesar dan tumbuh bagi

produk dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan yang menjalankan tanggung

jawab sosial.

e. Meningkatkan Kemampuan untuk Menarik dan Mempertahankan Pekerja

Berkualitas Dalam kondisi dimana mobilitas pekerja meningkat, maka

menarik dan mempertahankan pekerja yang berkomitmen dan terlatih adalah

hal yang vital dalam keberhasilan bisnis.

2. Menciptakan Peluang Bisnis Komunikasi dua arah dengan stakeholder yang

terbuka dan produktif tidak hanya meningkatkan reputasi perusahaan tetapi juga

membuka peluang-peluang usaha baru. Komunikasi yang produktif dengan

stakeholder akan memudahkan pengembangan lebih lanjut dari kekuatan inovatif

dan kreatif.

3. Menarik dan Mempertahankan Investor dan Mitra Bisnis yang Berkualitas.

Banyak Negara yang berusaha untuk menarik investasi asing dengan menawarkan

buruh murah. Meskipun terjadi penghematan biaya (melalui buruh anak, kaum

miskin dan buruh harian) namun penghematan tersebut dapat menjadi sangat

beresiko dan merusak reputasi karena justru dapat menyebabkan biaya yang

tinggi. Melakukan bisnis dengan rekan yang tidak bertanggung jawab sosial

(39)

ini perusahaan kelas dunia telah mulai membantu pemasok mereka untuk

mengadaptasi praktek Corporate Social Responsibility dan mengurangi resiko

terhadap perusahaan.

4. Kerjasama dengan Komunitas Lokal Dalam kondisi pasar yang menjadi semakin

dinamis, keberhasilan perusahaan tergantung pada kemampuannya dalam

menanggapi kebutuhan atau budaya komunitas dimana perusahaan tersebut

beroperasi. Kerjasama dengan komunitas lokal akan membantu perusahaan dalam

menyesuaikan produk dan jasa dengan pasar lokal serta mempermudah

pengunaan pemberdayaan tenaga ahli setempat, jalur distribusi, dan fasilitas

produksi.

5. Menghindari Krisis Akibat Mala Praktek CSR. Mengacuhkan CSR dapat

berakibat pada produk, perusahaan itu sendiri maupun seluruh industri yang

bersangkutan. Sebuah temuan penelitian dari Bussiness and Society (1999) dalam

Nurmansyah (2007) menunjukkan bahwa tindakan yang secara sosial tidak

bertanggung jawab dapat menimbulkan efek negatif pada profitabilitas

perusahaan.

6. Dukungan Pemerintah. Banyak pemerintahan yang menyediakan insentif

keuangan terhadap inisiatif keuangan CSR yang baik, termasuk didalamnya

adalah inovasi yang ramah lingkungan. Perusahaan yang menunjukkan bahwa

mereka terlihat dalam praktek-praktek yang memenuhi bahkan melebihi tuntutan

regulasi, mengalami inspeksi yang lebih sedikit dan pengawasan yang lebih bebas

(40)

7. Membangun Modal Politik. Modal politik adalah hubungan baik dengan

pemerintah dan tokoh politik, mempengaruhi peraturan, menata ulang institusi

publik dimana perusahaan bergantung dengan meningkatkan citra publik

perusahaan.

Menurut Rogovsky (2000) dalam Wibisono (2007) menunjukkan bahwa

manfaat dari tanggung jawab perusahaan adalah sebagai berikut :

1. Manfaat bagi individu karyawan

a. Mendapatkan pembelajaran mengenai metode alternatif dalam berbisnis.

b. Menghadapi tantangan pengembangan dan berprestasi dalam lingkungan baru.

c. Mengembangkan keterampilan yang ada dan keterampilan yang terbaru.

d. Memperbaiki pengetahuan perusahaan atas komunitas lokal dan memberikan

kontribusi bagi komunitas lokal.

e. Mendapatkan persepsi baru dalam berbisnis.

2. Manfaat bagi penerima program

a. Mendapatkan keahlian dan keterampilan profesional yang tidak dimiliki

organisasi atau tidak memiliki dana untuk pengadaannya.

b. Mendapatkan keterampilan manajemen yang membawa pendekatan yang

segar dan kreatif dalam memecahkan masalah.

c. Memperoleh pengalaman dari organisasi besar sehingga melahirkan

(41)

3. Manfaat bagi perusahaan

a. Memperkaya kemampuan karyawan yang telah menyelesaikan tugas bersama

komunitas.

b. Peluang untuk menanamkan bantuan praktis pada komunitas.

c. Meningkatkan pengetahuan tentang komunitas lokal.

d. Meningkatkan citra dan profil perusahaan karena para karyawan menjadi duta

besar bagi perusahaan.

Menurut Goni (2008), terdapat enam program pilihan bagi perusahaan untuk

melakukan inisiatif dan aktivitas yang berkaitan dengan berbagai masalah sosial

sekaligus sebagai wujud komitmen dari tanggung jawab sosial perusahaan. Keenam

inisiatif sosial yang bisa dieksekusi oleh perusahaan adalah :

1. Cause promotions dalam bentuk memberikan kontrbusi dana atau

penggalangan dana untuk meningkatkan kesadaran akan masalah-masalah

sosial tertentu.

2. Cause-realted marketing dalam bentuk kontribusi perusahaan dengan

menyisihkan sepersekian persen dari pendapatan sebagai donasi bagi masalah

sosial tertentu, untuk periode waktu tertentu atau produk tertentu.

3. Corporate social marketing adalah perusahaan membantu pengembangan

maupun implementasi dari kampanye dengan fokus untuk merubah perilaku

(42)

4. Corporate philantrophy adalah inisiatif perusahaan dengan memberikan

kontribusi langsung kepada suatu aktivitas amal atau lebih sering dalam

bentuk donasi ataupun sumbangan tunai.

5. Community volunteering dalam aktivitas ini perusahaan memberikan bantuan

dan mendorong karyawan, serta mitra bisnisnya untuk secara sukarela terlibat

dan membantu masyarakat setempat.

6. Social responsible bussines practices adalah sebuah inisiatif dimana

perusahaan mengadopsi dan melakukan praktik bisnis tertentu serta investasi

yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas komunitas dan melindungi

lingkungan.

Secara garis besar manfaat CSR adalah :

1. Mempertahankan dan mendongkrak reputasi serta citra merek perusahaan

2. Mendapatkan lisensi untuk beroperasi secara sosial

3. Mereduksi resiko bisnis perusahaan

4. Melebarkan akses sumber daya bagi operasional perusahaan

5. Membuka peluang pasar yang lebih besar

6. Mereduksi biaya, misalnya terkait dengan pembuangan limbah

7. Memperbaiki hubungan dengan Stakeholders

8. Memperbailki hubungan dengan Regulator

9. Meningkatkan semangat dan produktivitas karyawan

(43)

Uraian tersebut menunjukkan bahwa manfaat CSR yang dibangun berdasarkan

visi tanggung jawab sosial perusahaan itu memang bisa dipetik oleh kedua-belah

pihak. Hal ini sejalan dengan prinsip kemasyarakatan bersama yang dikembangkan

melalui berbagai program kegiatan Corporate Social Responsibility.

2.1.4 Klasifikasi Tipe Tanggung Jawab Sosial

Pengklasifikasian dalam tanggung jawab sosial adalah membantu

memformulasikan Risk Empiris, dalam menganalisis literatur yang telah ada dan

mengembangkan model-model pengajaran, Dauman dan Hargreaves seperti yang

disajikan Januarti dan Apriyanti (2006) membagi areal tanggung jawab perusahaan

dalam tiga level, yaitu :

1. Basic Responsibility. Tanggung jawab yang muncul karena keberadaan

perusahaan seperti memenuhi standar kerja, mematuhi hukum, kewajiban dalam

membayar pajak serta memuaskan para pemegang saham.

2. Organizational Responsibility. Tanggung jawab ini menunjukkan perusahaan

untuk memenuhi perubahan kebutuhan stakeholders seperti : konsumen,

karyawan, pemegang saham dan masyarakat sekitar.

3. Social Responsibility . Tanggung jawab yang menjelaskan tahapan ketika

interaksi antara bisnis dan kekuatan lain dalam masyarakat dapat tumbuh dan

(44)

Carrol (1994) dalam Poerwanto (2007) telah mengembangkan satu model

Carrol. Model Carrol menunjukkan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan dapat

dibagi ke dalam empat klasifikasi, yaitu :

1. Tanggung Jawab Ekonomi (Economic Responsibility). Institusi adalah diatas

semuanya, karena bisnis adalah unit ekonomi dasar masyarakat. Pandangan

ini mengatakan bahwa perusahaan harus dioperasikan dengan dasar laba,

dengan misi tunggalnya yaitu meningkatnya keuntungan selama berada dalam

batas-batas peraturan pemerintah. Sehingga keuntungan ekonomi harus

didasarkan pada tanggung jawab sosial perusahaan yang berasaskan etika

sebagai titik sentral perusahaan.

2. Tanggung Jawab Legal (Legal Responsibility). Merupakan kegiatan bisnis

yang diharapkan untuk memenuhi tujuan ekonomi para pelaku yang

berlandaskan legalitas maupun nilai-nilai yang berkembang dimasyarakat

secara bertanggung jawab.

3. Tanggung Jawab Etika (Ethical Responsibility). Adalah kebijakan dan

keputusan perusahaan yang didasarkan kepada keadilan bebas dan tidak

memihak serta menghormati hak-hak individu, dan dapat memberikan

perlakuan yang berbeda terkait dengan tujuan perusahaan.

4. Tanggung Jawab Sukarela (Voluntary Responsibility). Merupakan kebijakan

perusahaan dalam tindakan sosial yang murni sukarela dan didasarkan pada

(45)

a. Model Klasik. Pada abad 19 pendapat ini berkembang bahwa model ini

bertitik tolak pada konsep persaingan sempurna, dimana perilaku ekonomi

terpisah dan berbeda dengan bentuk dan jenis perilaku yang lain. Tujuan

perusahaan hanya untuk mencari keuntungan yang dilakukan oleh

perusahaan semata-mata untuk memenuhi permintaan pasar, dan yang

akan diberikan kepada para pemilik modal.

b. Model Manajemen. Pendapat ini muncul sekitar tahun 1930, setelah

muncul tantangan baru dari perusahaan yang mempunyai sifat-sifat

berbeda dengan keadaan sebelumnya yang diwarnai oleh pemikiran model

klasik. Manajer sebagai orang yang dipercayakan oleh pemilik modal

dalam menjalankan perusahaan bukan saja untuk pemilik modal, tetapi

juga bagi mereka yang terlibat secara langsung dengan siklus hidup

perusahaan, seperti pelanggan, karyawan, pemasok dan pihak lain yang

berkaitan dengan perusahaan yang tidak semata-mata didasarkan atas

adanya hubungan kontrak perjanjian (Frank X, Suttin dkk. 1956 dalam

Harahap, 2007)

c. Model Lingkungan Sosial Pada model ini perusahaan ditekan untuk

menyakini bahwa kekuasaan ekonomi dan politik yang dimiliki

perusahaan mempunyai hubungan dengan kepentingan dari lingkungan

sosial dan tidak hanya dari pasar yang sesuai dengan model klasik. Dalam

hal ini perusahaan dapat berpartisipasi aktif dalam menyelesaikan masalah

(46)

sistem pendidikan yang jauh dari standar, perumahan kumuh, transportasi

yang tidak tertib, keamanan, dan sebagainya. Untuk itu dalam memilih

proyek yang akan dibangun, selain memperhatikan persentase laba yang

akan didapat serta juga dapat memperhatikan keuntungan maupun

kerugian yang akan diderita oleh masyarakat.

Belkaoui dalam Harahap (2007), menyajikan pengelompokan sikap

perusahaan terhadap etika dan tanggung jawab sosial perusahaan, yaitu sebagai

berikut :

1. Tanggung jawab perusahaan hanya terbatas pada usaha untuk mencari laba secara

maksimal. Jika perusahaan dapat mengumpulkan laba yang sebesar-besarnya

tanpa memperhatikan efek sosial, berarti perusahaan sudah memenuhi panggilan

tugasnya sebagai badan usaha, sejalan dengan model klasik.

2. Disamping tujuan mencari keuntungan, perusahaan juga harus memperhatikan

pihak-pihak tertentu dengan siapa perusahaan bekerjasama. Contohnya dengan

perbaikan kesejahteraan karyawan, manajemen, dan menjalin hubungan baik

dengan kelompok masyarakat tertentu.

3. Perusahaan melepaskan diri dari tujuan hanya untuk mencari laba dengan

memperluas tanggung jawab manajemen. Ide tanggung jawab sosial ini

dimaksudkan perusahaan tidak hanya memenuhi kewajiban utamanya.

Perusahaan juga harus mempunyai perhatian terhadap kebijakan politik dalam

(47)

harus berperilaku sebagaimana seorang warga Negara yang baik dengan

memperhatikan etika sosialnya.

4. Tanggung jawab sosial perusahaan mencakupi hal yang bersifat ekonomi dan non

ekonomi. Dalam kategori ini dikenal tiga pusat lingkaran (Jacobi,2002) yaitu :

a. Lingkaran Dalam : mencakup tanggung jawab dasar dalam pelaksanaan fungsi

dengan efisien, seperti fungsi produksi, pekerjaan dan pertumbuhan ekonomi.

b. Lingkaran Tengah : mencakup tanggung jawab untuk melaksanakan fungsi

ekonomisnya dengan penuh kesadaran akan perubahan nilai dan prioritas yang

berlaku dalam masyarakat, seperti konservasi lingkungan, perbaikan kualitas

hidup, hubungan dengan karyawan dan lingkungan perusahaan.

c. Lingkaran Luar : mencakup tanggung jawab yang baru muncul dan masih

berkembang, dimana perusahaan harus secara luas terlibat aktif dalam

memperbaiki lingkungan sosial.

5. Tanggung jawab sosial diperluas melewati batas tanggung jawab dan mencakupi

keterlibatan total terhadap tugas-tugas sosial. Preakash Sethi, merumuskan bentuk

ini dalam tiga dimensi :

a. Social Obligation : merupakan tanggung jawab perusahaan terhadap

permintaan pasar sesuai dengan ketentuan umum.

b. Social Responsibility : menggerakkan perusahaan dan segala tindakannya

sesuai dengan nilai dan harapan masyarakat yang berlaku.

c. Social Responsiveness : merupakan respon perusahaan untuk menjawab isu

(48)

Berikut ini adalah beberapa contoh keterlibatan sosial yang biasa diungkapkan

(Harahap 2007) :

a. Lingkungan Hidup

- Pengelolaan sampah dan air limbah

- Perbaikan pengerusakan alam, konvervasi alam

- Pengurangan suara bising

- Pengawasan terhadap efek polusi

- Penggunaan tanah

- Kerjasama dengan pemerintah dan universitas

b. Energi

- Penghematan energi

- Konservasi energi yang dilakukan

c. Sumber Daya Manusia dan Pendidikan

- Pendanaan sekolah

- Riset dan pengembangan

(49)

- Keamanan dan kesehatan karyawan

- Pengangkatan karir karyawan

d. Praktek Bisnis yang Jujur

- Selalu mengontrol kualitas produk

- Memperbaiki hak karyawan

- Jujur dalam periklanan

- Jaminan garansi

e. Masyarakat Lingkungan

- Perbaikan sarana pengangkutan

- Bantuan dana

- Memanfaatkan tenaga ahli perusahaan dalam mengatasi masalah sosial

lingkungannya

- Tidak campur tangan dalam mengatasi masalah sosial lingkungannya

- Rumah ibadah

(50)

- Membantu lembaga seni dan budaya

- Merekrut tenaga yang berbakat dalam seni dan olahraga

- Penggunaan seni dan budaya dalam periklanan

g. Hubungan dengan Pemegang Saham

- Pengungkapan keterelibatan perusahaan dalam kegiatan sosial

- Peningkatan pengungkapan informasi dalam laporan keuangan

h. Hubungan dengan Pemerintah

- Membantu proyek dan kebijakan pemerintah

- Meningkatkan produktivitas sistem informal

- Pengembangan inovasi manajemen

- Menaati peraturan pemerintah

- Membatasi kegiatan lobbying

Selain contoh keterlibatan sosial diatas masih banyak contoh-contoh lain yang

(51)

maupun potensi yang dimiliki oleh perusahaan, tetapi hal yang perlu ditekankan

adalah bahwa kegiatan ini menyangkut keterlibatan perusahaan dalam kegiatan sosial.

Sedangkan contoh lain dari lingkup keterlibatan sosial yang diungkapkan oleh

Wibisono (2007) yaitu :

a. Bidang Sosial

- Kesejahteraan sosial

- Pendidikan atau pelatihan

- Kesehatan

- Keagamaan dan kebudayaan

b. Bidang Ekonomi

- Pembukaan lapangan pekerjaan

- Agribisnis

- Pembinaan usaha kecil menengah

- Sarana dan prasarana ekonomi

c. Bidang lingkungan

- Pengendalian polusi

(52)

- Penggunaan energi secara efisien

- Pengelolaan air

- Pelestarian alam

2.2 Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial

2.2.1 Definisi Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial

Tanggung jawab sosial perusahaan yang sering disebut juga sebagai social

disclosure (pengungkapan sosial). Pengungkapan (Disclosure) yaitu sebagai

penyediaan sejumlah informasi yang dibutuhkan untuk pengoperasian secara optimal

pasar modal efisien (Hendriksen, 1998 dalam Hasibuan, 2001). Pengungkapan

tanggung jawab sosial perusahaan yang sering disebut Corporate Social

Responsibility (Hackston dan Milne, 1998) merupakan proses pengkomunikasian

dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan ekonomi organisasi secara khusus

terhadap kelompok yang berkepentingan dan terhadap masyarakat secara

keseluruhan.

Hal tersebut memperluas tanggung jawab organisasi (khususnya perusahaan),

diluar peran tradisionalnya untuk menyediakan laporan keuangan kepada pemilik

modal, khususnya pemegang saham dan lingkungan sekitar. Sementara itu, Perwanto

(2007) mengatakan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan adalah pengakuan

(53)

menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Menurut Chairi dan Hozali

(2005), pengungkapan (disclosure) dalam laporan keuangan mengandung arti bahwa

laporan keuangan harus memberikan informasi dan penjelasan yang cukup mengenai

kejadian-kejadian ekonomi yang berpengaruh terhadap hasil operasi unit usaha

tersebut.

Banyak teori yang menjelaskan mengapa perusahaan cenderung untuk

mengungkapkan informasi yang berkaitan dengan aktivitasnya dan dampak yang

ditimbulkan oleh perusahaan tersebut. Gray et. al ., (1996) dalam Putra (2009)

menyebutkan terdapat tiga studi, yaitu :

1. Decision usefulness studies. Sebagian dari studi yang dilakukan oleh para peneliti

yang mengemukakan teori ini menemukan bukti informasi sosial dibutuhkan oleh

para pemakai laporan keuangan. Para analisis, banker dan pihak lain yang

dilibatkan terhadap informasi akuntansi. Informasi akuntansi tersebut tidak

terbatas pada informasi akntansi tradisional yang telah dikenal selama ini, namum

aktivitas sosial perusahaan pada posisi moderately important.

2. Economic theory studies. Studi ini menggunakan agency theory yang

menganalogikan manajemen sebagai agen dari suatu principal. Agency

relationship (hubungan keagenan) muncul apabila satu atau lebih individu yang

bekerja dengan individu lainnya atau organisasi lainnya. Lazimnya principal

diartikan sebagai pemegang saham atau tradisional users lain. Principal akan

menyediakan fasilitas dan mendelegasikan kebijakan pembuatan keputusan

(54)

interest group perusahaan yang bersangkutan. Sebagai agen, manajemen akan

berupaya mengoperasikan perusahaan sesuai dengan keinginan publik.

3. Social and political theory studies. Studi ini menggunakan teori stakeholders,

teori legitimasi organisasi dan teori ekonomi politik. Teori ini menjelaskan

hubungan antara organisasi dengan masyarakat, termasuk pengungkapan sosial

dan lingkungan. Perusahaan membuat pengungkapan informasi aktivitas sosial

dan lingkungan bukan hanya untuk kepentingan ekonominya tetapi karena mereka

ditekan supaya menjelaskan tanggungjawab sosial dan lingkungannya baik oleh

karyawan, pelanggan, pemasok, masyarakat umum maupun oleh kelompok

aktivitas sosial (LSM). Pengungkapan seperti itu dipandang sebagai media

manajemen untuk bernegosiasi atau memanipulasi stakeholders, karena tanpa

dukungannnya perusahaan tidak akan mampu bertahan. Pengungkapan ini juga

dipandang sebagai usaha mencari legitimasi organisasi dari pengaruh opini publik

dan dalam proses kebijakan publik.

Kelengkapan pengungkapan laporan keuangan tergantung kepada standar

yang diberlakukan di negara maju dengan regulasi yang lebih ketat, relatif tinggi, jika

dibandingkan dengan perusahaan di negara berkembang (Hendriksen dan Breda,

1993 dalam Putra, 2009). Kualitas pengungkapan mempunyai bentuk seperti keluasan

pengungkapan. Menurut Imhoff (1992) dalam Putra (2009), kualitas tampak sebagai

atribut yang penting dari suatu informasi akuntansi.

Meskipun kualitas akuntansi masih memiliki makna ganda, banyak penelitian

(55)

pengungkapan dapat diukur dengan menilai manfaat potensial dari isi suatu laporan

tahunan. Dengan kata lain Imhoff menyatakan bahwa tingginya kualitas informasi

akuntansi sangat berkaitan dengan tingkat kelengkapan pengungkapan.

2.2.2 Tujuan Pengungkapan

Menurut Riahi dan Belkaoui (2002) terdapat enam tujuan pengungkapan yaitu :

1. Untuk menjelaskan item-item yang diakui dan untuk menyediakan ukuran yang

relevan bagi item-item tersebut, selain ukuran dalam laporan keuangan.

2. Untuk menjelaskan item-item yang belum diakui dan ukuran yang bermanfaat

bagi item-item tersebut.

3. Untuk menyediakan informasi bagi investor dan kreditur dalam menentukan

resiko dan item-item yang potensial untuk diakui dan tidak diakui.

4. Untuk menyediakan informasi penting yang dapat digunakan oleh pengguna

laporan keuangan dalam membandingkan antar perusahaan dan antar tahun.

5. Untuk menyediakan informasi mengenai aliran kas masuk dan keluar dimasa

yang akan datang.

6. Untuk membantu investor dalam menetapkan return dan investasinya.

2.2.3 Luas Pengungkapan

Menurut Hendriksen (1997) dalam Hasibuan 2001 ada tiga konsep luas

(56)

1. Adequate disclosure (pengungkapan cukup). Konsep pengungkapan minimum

yang disyaratkan oleh peraturan yang berlaku, dimana angka-angka yang

disajikan dapat diinterpretasikan dengan benar oleh investor. Konsep ini yang

sering digunakan para pelaku keuangan.

2. Fair disclosure (pengungkapan wajar). Pengungkapan wajar secara tidak

langsung merupakan tujuan etis agar memberikan perlakuan yang sama kepada

semua pemakai laporan dengan menyediakan informasi yang layak bagi pembaca

potensial.

3. Full disclosure (pengungkapan penuh). Pengungkapan ini memiliki kesan

penyajian informasi secara melimpah, sehingga beberapa pihak menganggapnya

tidak baik (Ainun dan Fuad:2001). Pengungkapan penuh menyangkut

kelengkapan penyajian informasi yang diungkapkan secara relevan tetapi

sebagian pihak menganggap bahwa pengungkapan ini menyajikan informasi yang

berlebihan sehingga kurang layak digunakan. Terlalu banyak informasi yang akan

membahayakan, karena penyajian secara rinci dan tidak penting justru akan

membiaskan informasi yang ada sehingga sulit untuk ditafsirkan (Hendriksen

1999 dalam Hasibuan 2001). Dampak negatif lainnya adalah kompetisi yang

dinamis dalam produk. Healy dan Pelepu (1993) dalam Putra (2009)

mengemukakan tersebarnya informasi penting strategi bisnis dan rencana

(57)

2.2.4 Jenis Pengungkapan

Menurut Darrough (1998) dalam Ainun dan Fuad (2003) mengemukakan ada

dua jenis pengungkapan dalam hubungannya dengan persyaratan standar, yaitu :

1. Mandated disclosure (Pengungkapan wajib). Merupakan pengungkapan

minimum yang disyaratkan oleh standar akuntansi yang berlaku. Pengungkapan

wajib akan memaksa perusahaan apabila perusahaan tidak mau mengungkapkan

informasinya secara sukarela. Menurut Chahiri dan Ghozali (2005), ada beberapa

alasan mengapa perusahaan menolak meningkatkan peningkatan laporan

keuangan kecuali terdapat tekanan dari pemerintah dan pihak terkait, antara lain :

a. Pengungkapan akan memberikan manfaat bagi pesaing dan merugikan

pemegang saham.

b. Serikat kerja akan mendapat manfaat dari adanya pengungkapan sebagai dasar

tawar menawar upah karyawan.

c. Banyak diyakini bahwa investor tidak dapat memahami kebijakan laporan

keuangan dan prosedur pengungkapan penuh hanya akan menyesatkan.

d. Informasi keuangan dapat diperoleh dari sumber lain dengan biaya yang lebih

rendah dibandingkan apabila harus disediakan oleh perusahaan secara

langsung.

e. Kurangnya pengetahuan yang cukup. Akibat dari kegagalan pasar inilah yang

menjadi pembenaran adanya intervensi pemerintah untuk memaksa

(58)

2. Merupakan pengungkapan butir-butir yang dilakukan sukarela oleh perusahaan

tanpa diharuskan oleh peraturan yang berlaku. Menurut Wild et. Al (2005)

mengemukakan bahwa pengungkapan sukarela manajer merupakan informasi

yang semakin penting. Katalisator penting bagi pengungkapan sukarela adalah

Safe Harbor Rules. Aturan ini memberikan proteksi hukum atas kesalahan

manajer yang tidak sengaja dalam memberikan pengungkapan sukarela.

Menurut Wild et. al terdapat beberapa informasi yang mendasari

pengungkapan sukarela :

1. Tuntutan hukum. Manajer perusahaan diwajibkan mengungkapkan berita penting

terutama yang sifatnya merugikan untuk mengurangi tuntutan investor.

2. Adanya penyesuaian prediksi. Manajer memiliki insentif untuk melaporkan

informasi saat mereka percaya bahwa prediksi pasar sangat berbeda dengan

prediksi mereka.

3. Memberikan sinyal (tanda). Manajer akan dianggap akan mengungkapkan berita

baik untuk meningkatkan harga saham perusahaan mereka.

4. Keinginan untuk mengubah prediksi pasar atas kinerja perusahaan sehingga

mereka dapat secara teratur mengalahkan atau melebihi prediksi pasar.

Alasan-alasan perusahaan dalam mengungkapkan kinerja sosial secara

sukarela menurut Henderson dan Person (2000), yaitu :

1. Internal Decision Making. Manajemen membutuhkan informasi untuk

menentukan efektifitas dari informasi sosial tertentu dalam mencapai tujuan sosial

(59)

dibandingkan dengan manfaatnya bagi perusahaan. Meskipun hal ini sulit untuk

diidentifikasi dan diukur namun analisis secara sederhana lebih baik daripada

tidak sama sekali.

2. Product Differentiation. Manajemen sebagai pihak internal perusahaan

mempunyai pengetahuan dan informasi dasar yang lebih komprehensif dibanding

dengan pihak eksternal perusahaan. Laporan keuangan merupakan rangkuman

dari banyaknya transaksi sehingga dapat menyembunyikan informasi penting yang

dapat mempengaruhi keputusan pemegang saham dan pihak lainnya. Manajer dari

perusahaan yang bertanggung jawab secara sosial memiliki intensif untuk

membedakan diri dari pesaing yang tidak bertanggung jawab secara sosial kepada

masyarakat.

3. Enlightened Self Interest. Perusahaan melakukan pengungkapan untuk menjaga

keselarasan sosial dengan para stakeholders yang terdiri dari pemegang saham,

kreditur, karyawan, pemasok, pelanggan, pemerintah serta masyarakat, karena

mereka semua dapat mempengaruhi pendapatan penjualan dan harga saham.

2.3 Pelaporan Tanggung Jawab

Menurut Fredman (Henny dan Murtanto, 2002) terdapat tiga pendekatan

pelaporan kinerja sosial, diantaranya adalah :

1. Social Auditing. Pemeriksaan sosial mengukur dan melaporkan dampak ekonomi,

sosial dan lingkungan dari program-program yang berorientasi sosial dari

Gambar

Tabel 2.1.  Review Penelitian Terdahulu
Gambar 3.1. Kerangka Konseptual
Tabel 4.1  Daftar Nama Sampel Perusahaan Manufaktur
Tabel : 4.2 Definisi Variabel
+6

Referensi

Dokumen terkait

Untuk memperoleh bukti empiris tentang pengaruh corporate social responsibility disclosure dan institutional ownership secara simultan terhadap Frim Value

Penelitian ini bertujuan menguji pengaruh earnings management terhadap pengungkapan Corporate Social Responsibility serta mekanisme corporate governance dalam

Secara parsial tiga variabel, yaitu size, profile, dan ukuran dewan komisaris ditemukan berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab social perusahaan.

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh faktor-faktor corporate governance terhadap tingkat pengungkapan corporate social responsibility (CSR) yang terintegrasi

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti secara empiris adanya pengaruh ukuran perusahaan, utang perusahaan, kinerja keuangan, jumlah dewan komisaris,

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan pengungkapan corporate social responsibility ( CSR ) dan informasi laba terhadap nilai perusahaan dan

Penelitian ini bertujuan menguji secara empiris untuk menganalisis pengaruh corporate social responsibility , leverage, likuiditas, ukuran perusahaan dan

Skripsi yang berjudul “Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) Terhadap Profitabilitas Dan Reaksi Pasar: Studi Empiris Pada Emiten Manufaktur Di