ANALISIS DETERMINAN FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI PENGUNGKAPAN TANGGUNG
JAWAB SOSIAL DAN PENGARUHNYA
TERHADAP REAKSI INVESTOR PADA
INDUSTRI MANUFAKTUR
BURSA EFEK INDONESIA
PERIODE 2004 - 2008
TESIS
Oleh
FARIDA HANUM
037017039/Akt
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ANALISIS DETERMINAN FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI PENGUNGKAPAN TANGGUNG
JAWAB SOSIAL DAN PENGARUHNYA
TERHADAP REAKSI INVESTOR PADA
INDUSTRI MANUFAKTUR
BURSA EFEK INDONESIA
PERIODE 2004 – 2008
T E S I S
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Magister Akuntansi pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara
Oleh
FARIDA HANUM
037017039/Akt
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : ANALISIS DETERMINAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUNGKAPAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN PENGARUHNYA TERHADAP REAKSI INVESTOR PADA INDUSTRI MANUFAKTUR BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2004 – 2008
Nama Mahasiswa : Farida Hanum Nomor Pokok : 037017039 Program Studi : Akuntansi
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA CPA Ketua
) (
Anggota
Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M. Si., Ak)
Ketua Program Studi
(Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA CPA
Direktur,
) (Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSiE.)
Telah diuji pada
Tanggal : 28 Oktober 2011
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua Sidang : Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA
Anggota : 1. Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si, Ak
2. Drs. Erwin Abubakar, MBA, Ak
3. Drs. Rasdianto, M.A, Ak
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis yang berjudul :
“ANALISIS DETERMINAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUNGKAPAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN PENGARUHNYA TERHADAP REAKSI INVESTOR PADA INDUSTRI MANUFAKTUR BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2004 – 2008”
Adalah benar hasil kerja saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun
sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan
secara benar dan jelas.
Medan, 28 Oktober 2011
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan memberikan bukti empiris tentang pengaruh Corporate Social Responsibility terhadap reaksi investor baik secara parsial maupun secara simultan di perusahaan industri manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2004 – 2008, dimana Corporate Social Responsibility yang diproksikan oleh ukuran perusahaan, profitabilitas, leverage, ukuran dewan komisaris, dan umur perusahaan industri
Jenis penelitian ini adalah penelitian penjelasan, data yang digunakan adalah data sekunder, dengan populasi sebesar 151 perusahaan. Pengambilan sampel berdasarkan metode cluster propotional random sampling atau sampel kelompok diperoleh 33 perusahaan yang mewakili tiap-tiap bidang usaha di sektor manufaktur. Data penelitian diuji dengan Regresi Linier Berganda
Hasil membuktikan bahwa ukuran perusahaan, profitabilitas, leverage, ukuran dewan komisaris dan umur perusahaan merupakan faktor faktor yang dapat mempengaruhi CSR perusahaan industri manufaktur. Dan ukuran perusahaan, profitabilitas, leverage, ukuran dewan komisaris, usia perusahaan, dan CSR berpengaruh terhadap reaksi investor industri manufaktur di Bursa Efek Indonesia periode 2004 – 2008 baik secara parsial maupun secara simultan, dan besarnya profitabilitas merupakan variabel yang paling dominan pengaruhnya terhadap Reaksi Investor.
ABSTRACT
The purpose of this research is to test and to give empirical evidence about the influence of Corporate Social Responsibility on investors reaction partially and simultaneously in manufacturing companies that listed in Jakarta Indonesia Stock Exchange period 2004 – 2008 whereby, Corporate Social Responsibility is proxied by company size, profitability, leverage, Board of Directors size and company age.
This research is explanatory research, data used are secondary data, with 151 companies as population. Samples are taken based on cluster proportional random sampling or sample group are taken 33 companies that represented every business field in manufacturing sector. Research data are tested by multiple linear regressions.
The result of this research proved that companies size, profitability, leverage, board of directors size and companies age are factors that influence CSR in manufacturing industry companies. Companies size, profitability, leverage, board of directors size, companies age and CSR influence investors reaction in manufacturing firms that listed in Jakarta Indonesia Stock Exchange period 2004 – 2008 partially and simultaneously and profitability is a dominant variable that influence investors reaction.
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah, akhirnya penulisan tesis ini dapat diselesaikan sebagai
salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Sains (MSi) dalam Bidang
Studi Akuntansi pada Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Sumatera Utara.
Dalam penyusunan tesis ini, penulis banyak menerima bantuan dari berbagai
pihak, oleh karena itu tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A.(K),
selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSiE, selaku Direktur Sekolah
Pasca Sarjana, Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA. selaku Ketua
Program Studi Ilmu Akuntansi, Sekolah Pasca Sarjana, Universitas
Sumatera Utara, yang sekaligus sebagai dosen pembimbing penulis dalam
menyelesaikan penyusunan tesis ini.
4. Ibu Dra. Tapi Anda Sari Lubis, MSi, Ak., selaku Sekretaris Program Studi
Ilmu Akuntansi, Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Sumatera Utara dan
juga sebagai dosen pembimbing penulis dalam menyelesaikan penyusunan
5. Bapak Drs. Erwin Abubakar, MBA, Ak, Bapak Drs. Rasdianto, MA, Ak.
dan Drs. Idhar Yahya, MBA, Ak, selaku dosen pembanding yang telah
banyak mengarahkan, memberikan masukan dan kritik dalam
penyelesaian tesis ini.
6. Dosen-dosen Program Studi Ilmu Akuntansi Sekolah Pasca Sarjana
Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu dan tambahan
wawasan pengetahuan.
7. Para staf administrasi Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara
yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan tugas-tugas
administrasi sekolah.
8. Rekan-rekan mahasiswa pada Magister Akuntansi Sekolah Pasca Sarjana,
Universitas Sumatera Utara, terima kasih atas segala perhatian, dorongan
dan masukan-masukan nya.
9. Seluruh keluargaku, ayah dan ibu (H. M. Yusuf Idris dan Hj. Rohani),
yang telah memberikan dukungan doa, nasehat, semangat dan motivasi
yang membangun.
10.Kupersembahkan tesis ini untuk suamiku Ir. Bambang Suharsono,
anak-anakku Naufal dan Saniyya. Semoga Allah bersama orang-orang yang
Penulis berharap tesis ini dapat bermanfaat untuk memperluas wawasan
praktis dan keilmuan kita. Penulis juga menyadari bahwa tesis ini masih banyak
kekurangannya sehingga penulis menerima segala saran dan kritik yang membangun
guna proses pembelajaran.
Medan, 28 Oktober 2011
Penulis
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
1. Nama : Farida Hanum
2. Tempat/Tanggal lahir : Aceh Timur/14 April 1973
3. Pekerjaan : Staf Pengajar FISIP USU Medan
4. Agama : Islam
5. Alamat : Jl. Hoky No. 6 – Medan
6. Pendidikan :
a. SD Negeri 060797 Medan : lulus tahun 1986
b. SMP Negeri 4 Medan : lulus tahun 1989
c. SMA Negeri 6 Medan : lulus tahun 1992
DAFTAR ISI
2.1.3 Manfaat Tanggung Jawab Sosial Perusahaan ... 18
2.1.4 Klasifikasi Tipe Tanggung Jawab Sosial ... 25
2.2. Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial ... 33
2.2.1 Definisi Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial ... 33
BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS ... 54
4.5. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 62
4.6. Metode Analisis Data ... 67
5.1.3.1. Pengujian Multikolinearitas ... 75
5.1.3.2. Uji Autokorelasi ... 76
5.1.3.3. Uji Heteroskedastisitas ... 76
DAFTAR TABEL
No. Judul Hal
2.1 Review Penelitian Terdahulu ... 53
4.1 Daftar Nama Sampel Perusahaan Manufaktur ... 61
4.2 Definisi Operasional ... 67
5.1 Statistik deskriptif penelitian ... 72
5.2 Uji Normalitas ... 74
5.3 Uji Multikolinearitas ... 75
5.4 Uji Autokorelasi ... 76
5.5 Uji Heteroskedastisitas ... 77
5.6 Uji t Statistik ... 78
5.7 Uji F Statistik ... 79
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Hal
3.1 Kerangka Konsep Penelitian ... 56
5.1. Uji Normalitas ... 74
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Hal
1. Data Sampel Penelitian ... 92
2. Data Penelitian ... 93
3. Checklist Pengungkapan CSR ... 98
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan memberikan bukti empiris tentang pengaruh Corporate Social Responsibility terhadap reaksi investor baik secara parsial maupun secara simultan di perusahaan industri manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2004 – 2008, dimana Corporate Social Responsibility yang diproksikan oleh ukuran perusahaan, profitabilitas, leverage, ukuran dewan komisaris, dan umur perusahaan industri
Jenis penelitian ini adalah penelitian penjelasan, data yang digunakan adalah data sekunder, dengan populasi sebesar 151 perusahaan. Pengambilan sampel berdasarkan metode cluster propotional random sampling atau sampel kelompok diperoleh 33 perusahaan yang mewakili tiap-tiap bidang usaha di sektor manufaktur. Data penelitian diuji dengan Regresi Linier Berganda
Hasil membuktikan bahwa ukuran perusahaan, profitabilitas, leverage, ukuran dewan komisaris dan umur perusahaan merupakan faktor faktor yang dapat mempengaruhi CSR perusahaan industri manufaktur. Dan ukuran perusahaan, profitabilitas, leverage, ukuran dewan komisaris, usia perusahaan, dan CSR berpengaruh terhadap reaksi investor industri manufaktur di Bursa Efek Indonesia periode 2004 – 2008 baik secara parsial maupun secara simultan, dan besarnya profitabilitas merupakan variabel yang paling dominan pengaruhnya terhadap Reaksi Investor.
ABSTRACT
The purpose of this research is to test and to give empirical evidence about the influence of Corporate Social Responsibility on investors reaction partially and simultaneously in manufacturing companies that listed in Jakarta Indonesia Stock Exchange period 2004 – 2008 whereby, Corporate Social Responsibility is proxied by company size, profitability, leverage, Board of Directors size and company age.
This research is explanatory research, data used are secondary data, with 151 companies as population. Samples are taken based on cluster proportional random sampling or sample group are taken 33 companies that represented every business field in manufacturing sector. Research data are tested by multiple linear regressions.
The result of this research proved that companies size, profitability, leverage, board of directors size and companies age are factors that influence CSR in manufacturing industry companies. Companies size, profitability, leverage, board of directors size, companies age and CSR influence investors reaction in manufacturing firms that listed in Jakarta Indonesia Stock Exchange period 2004 – 2008 partially and simultaneously and profitability is a dominant variable that influence investors reaction.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada dekade terakhir ini pertumbuhan kesadaran publik terhadap peran
perusahaan dimasyarakat meningkat, hal ini dapat dilihat pada banyaknya perusahaan
yang dianggap telah memberi kontribusi bagi kemajuan ekonomi dan teknologi tetapi
di lain sisi perusahaan tersebut mendapat kritik karena telah menciptakan masalah
sosial yang dapat mempengaruhi lingkungan hidup. Pada saat ini banyak industri
yang menggunakan bahan-bahan kimia yang menyebabkan punahnya
keanekaragaman hayati, kerusakan hutan tropis, pencemaran air, udara, serta
merusak lapisan ozon, yang semua masalah ini menimbulkan dampak negatif
terhadap lingkungan sekitar sehingga masyarakat bereaksi untuk menuntut
perusahaan memberikan rasa keadilan terhadap lingkungan sekitar; seperti kasus yang
terjadi di Indonesia PT. Indo Rayon Utama yang berlokasi di Toba Samosir, kegiatan
operasinya ditutup sementara akibat limbah bubur kertas yang menyebabkan
kerusakan lingkungan di sekitar Danau Toba (Halim, 1999) dan penduduk sekitar
perusahaan tersebut, dan begitu pula pada kasus Lumpur Lapindo di Porong Sidoarjo
Jawa Timur. Selain masalah yang berhubungan dengan lingkungan alam yang sering
mendapat perhatian dari masyarakat adalah masalah lingkungan kerja seperti
akbat kebijakan upah dan pemberian fasilitas kesejahteraan yang di terapkan
perusahaan tidak mencerminkan rasa keadilan (Utomo, 2000).
Masalah-masalah sosial inilah yang sedang dihadapi Indonesia dan
negara-negara lainnya terutama negara-negara yang sedang berkembang. Masalah pencemaran
lingkungan ini sangat erat kaitannya dengan perusahaan-perusahaan industri yang
sebagian besar menghasilkan limbah. Perusahaan dituntut dalam memanfaatkan dan
mengolah sumber daya yang ada sehingga sedapat mungkin meminimalkan beban
sosial seperti apabila terjadi kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh limbah
perusahaan, maka perusahaan berkewajiban bertanggung jawab dari dampak tersebut.
Masalah penting lainnya adalah seberapa jauh perusahaan dapat bertanggung jawab
terhadap masalah sosial ekonomi secara keseluruhan dan bagaimana perlakuan
keuangan yang tepat untuk menggambarkan transaksi antar perusahaan dengan
lingkungan sosialnya tersebut. Sehingga masalah masalah tersebut perlu di tangani
dan dipcahkan oleh semua pihak terutama oleh pihak perusahaan. Oleh sebab itu
dunia bisnis tidak dapat melepaskan diri dari tanggung jawab lingkungannya
(Satriawan dan Djasuli, 2001).
Tujuan sebuah organisasi atau perusahaan pada umumnya adalah mencari laba
(profit oriented), tetapi seiring dengan perkembangan zaman, tujuan tersebut
mengalami pergeseran. Adanya tuntutan dari masyarakat pengguna hasil produksi
perusahaan mengubah orientasi tujuannya, bukan lagi hanya mendapatkan laba tetapi
bagaimana masyarakat memberikan pengakuan terhadap eksistensi perusahaan.
penting oleh pimpinan organisasi di Amerika. Sasaran tersebut adalah ; (1) efisiensi
organisasi, (2) produktivitas tinggi, (3) memaksimalkan keuntungan, (4) pertumbuhan
organisasi, (5) kepemimpinan organisasi dalam sektornya, (6) stabilitas organisasi,
(7) kesejahteraan karyawan dan (8) kesejahteraan sosial di lingkungan organisasi.
Hal senada juga diungkapkan oleh Humble (1983) dalam Sarjono (2002)
yang menyebutkan bahwa bidang-bidang pokok dimana suatu organisasi harus
menentukan sasarannya yaitu : (1) perusahaan, (2) profitabilitas, (3) pembaharuan, (4)
kedudukan pasar, (5) produktifitas, (6) sumber-sumber keuangan dan fisik, (7)
prestasi dan pengembangan manajer, (8) prestasi dan sikap pekerja, dan (9) tanggung
jawab sosial. Lebih lanjut diungkapkan oleh Humble (1983) dalam Sarjono (2002),
tanggung jawab sosial dibagi menjadi dua yaitu :
1. Tanggung jawab eksternal dalam hal hubungan dengan masyarakat, hubungan
dengan konsumen, pencemaran, pengemasan, hubungan dengan investasi dan
hubungan dengan pemegang saham sedangkan ;
2. Tanggung jawab internal dalam hal kondisi kerja, struktur organisasi dan gaya
manajemen, komunikasi, hubungan perburuhan dan pendidikan serta
pelatihan.
Pertumbuhan kesadaran tanggung jawab sosial perusahaan mengakibatkan
adanya kritik terhadap penggunaan laba sebagai satu-satunya alat ukur kinerja
perusahaan serta tekanan dari berbagai pihak khususnya stakeholder terhadap sektor
swasta untuk menerima tanggung jawab terhadap dampak pengaruh aktivitas bisnis
pengaruh besar terhadap kehidupan perekonomian dan masyarakat luas, sehingga
suatu badan usaha tidak hanya bertanggung jawab kepada investor dan kreditor, tetapi
juga masyarakat luas.
Laporan keuangan tahunan merupakan media potensial bagi perusahaan
untuk mengakomodasikan kepada stakeholder informasi yang dihasilkan dari
berbagai transaksi yang dilakukan oleh perusahaan. Ruang lingkup informasi yang
diungkapkan dalam laporan keuangan perusahaan semakin diperluas, tidak hanya
memberikan informasi keuangan konvensional yang sempit dan terbatas pada
angka-angka akuntansi tetapi juga laporan keuangan harus dapat mengakomodasi
kepentingan para pengambil keputusan dengan cara menampilkan
pertanggungjawaban sosialnya, yang nanti mampu menampilkan performance
perusahaan secara lengkap. Informasi yang diungkapkan dalam laporan keuangan
tahunan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu pengungkapan wajib (mandatory
disclosure ) dan pengungkapan sukarela (voluntary disclosure ).
Adapun salah satu jenis informasi pengungkapan sukarela adalah
pengungkapan sosial yang dilakukan oleh perusahaan. Di Indonesia peraturan yang
mengatur tentang disclosure adalah keputusan BAPEPAM NO. Kep-38/PM/1996
(Hadi dan Sabeni, 2002). Pengungkapan sukarela muncul karena adanya kesadaran
masyarakat dan lingkungan sekitar, keberhasilan perusahaan tidak hanya tertuju pada
laba tetapi juga ditentukan oleh kepedulian perusahaan terhadap masyarakat sekitar
(Yuliani, 2003). Aspek pertanggungjawaban sosial merupakan hal yang wajar dan
Pengungkapan sosial dalam laporan keuangan perusahaan akan memberikan nilai
tersendiri bagi perusahaan yang go public. Perusahaan dapat pula menyajikan laporan
tambahan seperti laporan mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah
(Value Added Statement), khususnya bagi industri dimana faktor-faktor lingkungan
hidup memegang peran penting dan bagi industri yang menganggap pegawai sebagai
kelompok pengguna laporan yang memegang peranan penting. Tujuan laporan
keuangan adalah untuk melaporkan aktivitas-aktivitas perusahaan yang
mempengaruhi komunitas yang mana dapat ditentukan dan dijelaskan atau diukur dan
penting bagi perusahaan dalam lingkungan sosialnya (Belkoui, 2003). Dari
pernyataan diatas, menunjukkan manifestasi akan adanya kepedulian laporan
keuangan terhadap masalah sosial yang merupakan pertanggungjawaban sosial
perusahaan.
Konsep CSR pada umumnya menyatakan bahwa tanggungjawab perusahaan
tidak hanya terhadap pemiliknya atau pemegang saham saja tetapi juga terhadap
para stakeholder yang terkait dan/atau terkena dampak dari keberadaan perusahaan.
Perusahaan yang menjalankan aktivitas CSR akan memperhatikan dampak
operasional perusahaan terhadap kondisi sosial dan lingkungan dan berupaya
agar dampaknya positif. Sehingga dengan adanya konsep CSR diharapkan
kerusakan lingkungan yang terjadi di dunia, mulai dari penggundulan hutan, polusi
Berbagai dampak dari keberadaan perusahaan ditengah-tengah masyarakat
telah menyadarkan masyarakat di dunia bahwa sumber daya alam adalah terbatas dan
oleh karenanya pembangunan ekonomi harus dilaksanakan secara berkelanjutan,
dengan konsekuensi bahwa perusahaan dalam menjalankan usahanya perlu
menggunakan sumber daya dengan efisien dan memastikan bahwa sumber daya
tersebut tidak habis, sehingga tetap dapat dimanfaatkan oleh generasi di masa datang.
Dengan konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development), maka
kegiatan CSR menjadi lebih terarah, paling tidak perusahaan perlu berupaya
melaksanakan konsep tersebut.
Kesadaran stakeholder akan pentingnya pembangunan berkelanjutan yang
dilakukan oleh perusahaan mendorong perusahaan untuk mengungkapkan praktik-
praktik atau kegiatan CSR yang dilakukan. Semakin kuatnya tekanan stakeholder
dalam hal pengungkapan praktik-praktik CSR yang dilakukan oleh perusahaan
menyebabkan perlunya memasukkan unsur sosial dalam pertanggungjawaban
perusahaan ke dalam akuntansi. Hal ini mendorong lahirnya suatu konsep yang
disebut sebagai Social Accounting, Socio Economic Accounting ataupun Social
Responsibility Accounting (Indira dan Dini, 2005). Dengan lahirnya akuntansi sosial,
produk akuntansi juga dapat digunakan oleh manajemen sebagai sarana untuk
mempertanggungjawabkan kinerja sosial perusahaan dan memberikan informasi yang
berguna dalam pengambilan keputusan bagi stekeholders.
Dalam lingkup wilayah Indonesia, standar akuntansi keuangan Indonesia
yang terjadi di dalam praktik perusahaan hanya dengan sukarela mengungkapkannya.
Secara implisit Ikatan Akutansi Indonesia (IAI) dalam Pernyataan Standar Akutansi
Keuangan (PSAK) Nomor 1 (revisi 2004) paragraf 9 menyarankan untuk
mengungkapkan tanggung jawab akan masalah sosial sebagai berikut :
“Perusahaan dapat pula menyajikan laporan tambahan seperti laporan engenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value added statement), khususnya bagi industri dimana faktor-faktor lingkungan hidup memegang peran penting dan bagi industri yang menganggap pegawai sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang peranan penting.”
CSR di Indonesia diatur dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas. Pasal 74 ayat 1 Undang-undang tersebut menyebutkan
bahwa ”Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/ atau berkaitan
dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan
lingkungan”. Dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal, pasal 15 (b) menyatakan bahwa ”setiap penanam modal berkewajiban
melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan”.
Pentingnya pengungkapan CSR telah membuat banyak peneliti untuk
melakukan penelitian dan diskusi mengenai praktik dan motivasi perusahaan untuk
melakukan CSR. Beberapa penelitian yang terkait dengan pengungkapan tanggung
jawab sosial perusahaan telah banyak dilakukan, baik di dalam maupun di luar negeri.
Seperti penelitian yang dilakukan oleh Belkaoui dan Krapik (1989); Cowen, (1987);
Hackston dan Milne (1996); Sembiring (2005) dan Anggraeni (2006) yang meneliti
faktor-faktor yang menjadi variabel dalam penelitian tersebut adalah ukuran perusahaan,
profitabilitas, leverage dan ukuran dewan komisaris.
Pengaruh ukuran perusahaan terhadap pengungkapan CSR tercermin dalam
teori agensi yang menjelaskan bahwa perusahaan besar mempunyai biaya agensi yang
besar, oleh karena itu perusahaan besar akan lebih banyak mengungkapkan informasi
daripada perusahaan kecil. Akan tetapi, tidak semua penelitian mendukung hubungan
antara ukuran perusahaan dengan tanggung jawab sosial perusahaan. Penelitian yang
tidak berhasil menunjukkan hubungan kedua variabel ini seperti yang disebutkan
dalam Hackston dan Milne (1996) antara lain Roberts (1992), Sigh dan Ahuja (1983),
Davey (1982) dan Ng (1985). Sebaliknya penelitian yang berhasil menunjukkan
hubungan kedua variabel ini antara lain Belkaoui dan Karpik (1989), Adam et. al.,
(1995, 1998), Hackston dan Milne (1996), Kokubu et. al., (2001), Hasibuan (2001),
Sembiring (2005) dan Anggraeni (2006).
Faktor lain yang diduga mempengaruhi pengungkapan CSR adalah
profitabilitas. Hubungan profitabilitas terhadap pengungkapan CSR menurut
Bowman dan Haire (1976) dalam Heckston dan Milne (1996) bahwa kepekaan sosial
membutuhkan gaya managerial yang sama sebagaimana yang diperlukan untuk dapat
membuat perusahaan menguntungkan (profitable). Penelitian yang dilakukan oleh
Bowman dan Haire (1976) serta Preston (1978) dalam Hackston dan Milne (1996)
mendukung hubungan profitabilitas dengan pengungkapan CSR. Sedangkan
(1989) melaporkan bahwa profitabilitas tidak berpengaruh terhadap pengungkapan
CSR.
Leverage memberikan gambaran mengenai struktur modal yang dimiliki
perusahaan, sehingga dapat dilihat tingkat resiko tak tertagihnya suatu utang. Scott
(2000) menyampaikan pendapat yang mengatakan bahwa semakin tinggi leverage
kemungkinan besar perusahaan akan mengalami pelanggaran terhadap kontrak utang,
maka manajer akan berusaha untuk melaporkan laba sekarang lebih tinggi
dibandingkan laba dimasa depan. Perusahaan yang memiliki rasio leverage tinggi
akan lebih sedikit mengungkapkan CSR supaya dapat melaporkan laba sekarang yang
lebih tinggi.
Faktor lain yang mempengaruhi pengungkapan CSR adalah dewan komisaris.
Dengan wewenang yang dimiliki, dewan komisaris dapat memberikan pengaruh yang
cukup kuat untuk menekan manajemen untuk mengungkapkan CSR. Sehingga
perusahaan yang memiliki ukuran dewan komisaris yang lebih besar akan lebih
banyak mengungkapkan CSR. Hal ini sejalan dengan penelitian Hadi dan Arifin
(2002) dan Sembiring (2005) yang menunjukan hasil bahwa proporsi dewan
komisaris independen mempengaruhi tingkat pengungkapan sukarela.
Marwata (2003) mengemukakan bahwa umur perusahaan memiliki pengaruh
terhadap pengungkapan CSR yang bersifat sukarela, alasan yang mendasari adalah
bahwa perusahaan yang berumur lebih tua memiliki pengalaman yang lebih banyak
lebih banyak akan lebih mengetahui kebutuhan konstitusi akan informasi bagi
perusahaan.
1.2. Perumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah: Apakah karakteristik Pengungkapan CSR (ukuran perusahaan, profitabilitas,
leverage, ukuran dewan komisaris, dan usia) perusahaan industri manufaktur di Bursa
Efek Indonesia periode 2004 – 2008 berpengaruh secara simultan dan parsial
terhadap reaksi investor?
1.3. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah, tujuan penelitian ini adalah:
Untuk mengetahui pengaruh karakteristik Pengungkapan CSR (ukuran perusahaan,
profitabilitas, leverage, ukuran dewan komisaris, dan usia) perusahaan industri
manufaktur di Bursa Efek Indonesia periode 2004 – 2008 secara simultan dan secara
parsial terhadap reaksi investor
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah: untuk memperkuat
penelitian sebelumnya berkenaan faktor apakah yang mempengaruhi pengungkapan
CSR perusahaan dan bagaimana pengaruh secara parsial dan simultan pengungkapan
1.5. Originalitas Penelitian
Penelitian ini merupakan replikasi penelitian Hasibuan (2001) berjudul
Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Pengungkapan Sosial (Social
Disclosures) Dalam Laporan Tahunan Emitmen Di Bursa Efek Jakarta Dan Bursa
Efek Surabaya.
Replikasi penelitian ini dilakukan peneliti akibat peneliti melihat adanya gap
yang terdapat pada penelitian Hasibuan (2001) dimana pengungkapan CSR adalah
salah satu cara bagi perusahaan untuk meningkatkan image perusahaan di mata
publik dan investor, jadi sangatlah bagus agar tujuan pengungkapan CSR lebih
mendekati sasarannya dengan membuat reaksi investor sebagai variabel terikat pada
penelitian ini.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Hasibuan (2001) adalah:
1. Tahun penelitian, Hasibuan menggunakan data tahun 2000, penelitian ini
menggunakan data tahun 2004 – 2008.
2. Penelitian Hasibuan hanya melihat faktor faktor yang mempengaruhi CSR,
sedangkan penelitian ini memilih faktor yang mempengaruhi CSR dan melihat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Definisi Tanggung Jawab Sosial
Undang-undang no 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas yang telah
disahkan oleh Presiden RI pada tanggal 16 Agustus 2007. Beberapa perubahan dan
pembaharuan telah dilakukan dan salah satunya adalah ketentuan baru menyangkut
pasal 74 yaitu tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (Corporate Social
Responsibility). Pasal 74 tersebut terdiri dari 4 ayat sebagai berikut :
1. Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya dibidang dan atau berkaitan
dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan
lingkungan.
2. Tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana dimaksud ayat (1)
merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan
sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan
memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
3. Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud ayat
(1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan diatur
Konsep Corporate Social Responsibility (CSR) yang diakomodasikan dalam
Undang-undang Perseroan Terbatas (UPT) adalah merupakan langkah maju bagi
Indonesia, karena hal ini merupakan wujud keberpihakan pemerintah pada
masyarakat luas. Menurut The World Bussines Council for Sustainable Development
(WBCSD). CSR adalah keterpanggilan dunia bisnis untuk bertindak dan
berkontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan, bersamaan dengan
meningkatkan kualitas hidup para karyawan beserta keluarganya, sekaligus juga
peningkatan kualitas komunitas setempat dan masyarakat luas. Estes (2001),
mendefinisikan akuntansi sosial sebagai pengukuran dan pelaporan internal, atau
eksternal dari informasi tentang pengaruh suatu entitas (perusahaan) dan aktivitas
aktivitasnya terhadap masyarakat.
Sedangkan Harahap (2003) Menggunakan istilah Socio-Economics
Accounting, yaitu merupakan bidang ilmu akuntansi yang berfungsi dan mencoba
mengidentifikasi, mengukur, menilai, melaporkan aspek-aspek social benefit dan
social cost yang ditimbulkan oleh lembaga. Pengukuran ini pada akhirnya akan
diupayakan sebagai informasi yang dijadikan dasar dalam proses pengambilan
keputusan untuk meningkatkan peran lembaga, baik perusahaan atau yang lain demi
meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan lingkungan secara keseluruhan.
Tidak ada cetak biru tentang Corporate Social Responsibility, namun ada
beberapa hal umum yang biasanya terkait dengan tanggung jawab dari perusahaan
1. Board of Director mempunyai komitmen dan mendorong kegiatan Corporate
Social Responsibility.
2. UU setempat dan peraturan pepajakan juga mendukung Corporate Social
Responsibility. Serta pendapat dari stakeholders harus dipertimbangkan dalam
lingkungan internal maupun eksternal.
3. Kegiatan ekonomi sosial dan kinerja lingkungan serta akibatnya diawasi dan
dilaporkan ke publik. Terdapat standar yang tinggi untuk pelatihan pekerja
yang ditujukan dalam meningkatkan kewaspadaan tanggung jawab
perusahaan.
Ada beberapa teori yang sering digunakan peneliti menurut Gray, et., al
(1996) dalam Yuliani (2003) untuk menjelaskan kecenderungan pengungkapan sosial
yaitu : 1. Teori Agensi, 2. Teori Stakeholders, 3. Teori Legitimasi dan 4. Teori
Ekonomi Politik.
1. Agency Theory (Teori Agensi)
Teori ini menganalogikan manajemen sebagai agen dari suatu principal dan
pada umumnya prinsipal diartikan sebagai pemegang saham atau traditional users
lain. Namun pengertian principal tersebut meluas menjadi seluruh interest group
perusahaan yang bersangkutan. Teori ini menjelaskan agen (manajemen) bekerja
untuk stakeholder, dan salah satu pekerjaan mereka adalah memberikan informasi
2. Stakeholders Theory (Teori Stakeholders)
Stakeholder merupakan pihak-pihak yang berkepentingan pada perusahaan
yang dapat mempengaruhi atau dapat dipengaruhi oleh aktivitas perusahaan.
Organisasi memiliki banyak stakeholder seperti karyawan, masyarakat, negara,
supplier, pasar modal, pesaing, badan industri, pemerintah asing dan lain-lain. Hal
pertama mengenai teori stakeholder adalah bahwa ia adalah sistem yang secara
eksplisit berbasis pada pandangan tentang suatu organisasi dan lingkungannya yang
mengakui sifat saling mempengaruhi antara keduanya yang kompleks dan dinamis.
Teori stakeholder berhubungan langsung dengan model akuntabilitas.
Stakeholder dan organisasi saling mempengaruhi, hal ini dapat dilihat dari hubungan
sosial keduanya yang berbentuk responsibilitas dan akuntabilitas. Oleh karena itu
organisasi memiliki akuntabilitas terhadap stakeholdernya. Sifat dari akuntabilitas itu
ditentukan oleh hubungan antara stakeholder dan organisasi. Robert (1992)
menyatakan bahwa pengungkapan sosial perusahaan merupakan sarana yang penting
bagi perusahaan untuk menegosiasikan hubungan dengan stakeholdernya.
3. Legitimasi Theory (Teori Legitimasi)
Teori Legitimasi menyatakan bahwa suatu organisasi hanya bisa bertahan jika
masyarakat merasa bahwa organisasi beroperasi berdasarkan sistem nilai yang
sepadan dengan sistem nilai yang dimiliki oleh masyarakat. Teori legitimasi dalam
bentuk umum memberikan pandangan yang penting terhadap praktek pengungkapan
perusahaan hanya menekankan pada poin positif dari organisasi dibandingkan dengan
elemen yang negatif, hal ini merupakan bagian dari legitimasi organisasi.
Berdasarkan Lindblom (1994) dalam Deegan (2003:253) legitimacy adalah :
”... a condition or status which exits when an entity’s value system is congruent with
the value system of the larger social system of which the entity is a part. When a
disparity, actual or potential, exits between the two value systems, there is threat to
the entity’s legitimacy”.
Berarti adanya sosial contract dalam teori legitimasi antara perusahaan dan
masyarakat sekitar perusahaan. Teori legitimasi harus menekankan bahwa perusahaan
harus memunculkan informasi ke permukaan dengan mempertimbangkan hak-hak
publik secara meluas tidak hanya bagi investor saja.
4. Political Economy Theory (Teori Ekonomi Politik)
Ada dua pandangan teori ekonomi politik yaitu pandangan klasik (biasanya
sebagian besar berhubungan dengan Karl Max) dan pandangan Bourgeois (biasanya
sebagian besar berhubungan dengan John Stuart Mill dan ahli ekonomi pada masa
berikutnya) perbedaan penting antara keduanya terletak pada tingkat analisis
pemecahan yaitu konflik struktural dalam masyarakat. Ekonomi politik klasik
meletakan konflik struktural, ketidakadilan dan peran negara pada analisis pokok.
Sedangkan ekonomi politik Bourgeois cenderung menganggap hal-hal tersebut
merupakan suatu yang tersedia (given) dan oleh karena itu, hal-hal tersebut tidak
memperhatikan interaksi antar kelompok dalam suatu dunia pluralistik misalnya,
negosiasi antara perusahaan dan kelompok penekan masalah lingkungan, atau dengan
pihak yang berwenang.
Ekonomi politik Bourgeois bisa digunakan dengan baik untuk menjelaskan
tentang praktek pengungkapan sosial. Sedangkan ekonomi politik klasik hanya
sedikit menjelaskan praktek pengungkapan sosial perusahaan, mempertahankan
bahwa pengungkapan sosial perusahaan dihasilkan secara sukarela. Teori ekonomi
politik klasik memiliki pengetahuan tentang aturan pengungkapan wajib, dalam hal
ini biasanya negara telah memilih untuk menentukan beberapa pembatasan terhadap
organisasi. Ekonom politik klasik akan menginterpretasikan hal ini sebagai bukti
bahwa negara bertindak ”seakan-akan” atas kepentingan kelompok yang tidak
diuntungkan misalnya, orang yang tidak mampu, ras minoritas untuk menjaga
legitimasi sistem kapitalis secara keseluruhan.
2.1.2 Pembentukan Tanggung Jawab Sosial
Tanggung jawab sosial merupakan suatu konsep yang lebih luas berkenaan
dengan dampak dari aktivitas-aktivitas bisnis secara keseluruhan terhadap
masyarakat. Dari pengertian tersebut terdapat tiga pendekatan dalam pembentukan
tanggung jawab :
1. Pendekatan Moral. Kebijakan atau tindakan yang didasarkan pada prinsip
kesantunan dengan pengertian bahwa apa yang dilakukan tidak melanggar
2. Pendekatan Kepentingan Bersama Bahwa kebijakan-kebijakan moral harus
didasarkan pada standar kebersamaan, kewajaran dan kebebasan yang
bertanggung jawab.
3. Pendekatan Manfaat. Konsep tanggung jawab sosial yang didasarkan pada
nilai-nilai bahwa apa yang dilakukan oleh perusahaan menghasilkan manfaat
besar bagi pihak-pihak berkepentingan secara adil.
Bradshaw dalam Harahap (2003) mengemukakan tiga pembentukan tanggung
jawab sosial perusahaan, yaitu :
1. Corporate Philanthrophy. Disini tanggung jawab perusahaan itu berada
sebatas kedermawanan atau kerelaan belum sampai pada tanggung jawabnya.
Bentuk tanggung jawab ini bisa merupakan kegiatan amal, sumbangan, atau
kegiatan lain yang mungkin saja tidak langsung berhubungan dengan kegiatan
perusahaan.
2. Corporate Responsibility. Disini kegiatan pertanggungjawaban itu sudah
merupakan bagian dari tanggung jawab perusahaan dikarenakan ketentuan
undang-undang atau bagian dari kemauan atau ketersediaan perusahaan.
3. Corporate Policy. Disini tanggung jawab sosial perusahaan itu merupakan
bagian dari kebijakan perusahaan.
2.1.3. Manfaat Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Menurut Tanaya (2005) dalam Nurmansyah (2007) terdapat sedikitnya tujuh
1. Daya Saing Berkelanjutan (Sustainable Competitiveness). Pengaruh Corporate
Social Responsibility terhadap daya saing perusahaan dapat dilihat dari lima
elemen :
a. Memperkuat Reputasi dan Merek. Globalisasi mengakibatkan lingkungan
bisnis menjadi semakin sensitif terhadap kinerja perusahaan dalam hal sosial,
etika, dan lingkungan. Kesehatan pelanggan menjadi hal penting dalam
ekonomi global. Dalam abad informasi, reputasi dan kesetiaan terhadap merek
adalah hal sentral dalam berbisnis dan merupakan asset yang penting.
Reputasi perusahaan di depan stakeholders dapat menjadi hal yang lebih
bernilai daripada merek, karena reputasi lebih sulit untuk dibangun serta
memakan waktu. Oleh karena itu reputasi perusahaan lebih tahan lama dan
pesaing tidak dapat dengan mudah meniru hal tersebut.
b. Operasional yang Lebih Efisien. Efisiensi dicapai melalui efisiensi
penggunaan energi dan sumber daya alam, mengurangi limbah, dan menjual
material daur ulang. Manfaat lainnya adalah sumber daya manusia yang lebih
baik akibat pengurangan ketidakhadiran. Dilain pihak, karyawan yang setia
dapat menghemat dana perusahaan melalui peningkatan produktivitas dan
pengurangan biaya-biaya perekrutan dan pelatihan.
c. Meningkatkan Kinerja Keuangan. Masyarakat bisnis dan investor telah sejak
lama memperdebatkan apakah ada korelasi positif antara praktek bisnis yang
untuk memberi jawaban terhadap dilema ini, berbagai survei dan penelitian
akademis telah membuktikan korelasi positif.
d. Meningkatkan Penjualan dan Kesetiaan Konsumen Sejumlah survei dan
penelitian telah menyimpulkan adanya pasar yang membesar dan tumbuh bagi
produk dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan yang menjalankan tanggung
jawab sosial.
e. Meningkatkan Kemampuan untuk Menarik dan Mempertahankan Pekerja
Berkualitas Dalam kondisi dimana mobilitas pekerja meningkat, maka
menarik dan mempertahankan pekerja yang berkomitmen dan terlatih adalah
hal yang vital dalam keberhasilan bisnis.
2. Menciptakan Peluang Bisnis Komunikasi dua arah dengan stakeholder yang
terbuka dan produktif tidak hanya meningkatkan reputasi perusahaan tetapi juga
membuka peluang-peluang usaha baru. Komunikasi yang produktif dengan
stakeholder akan memudahkan pengembangan lebih lanjut dari kekuatan inovatif
dan kreatif.
3. Menarik dan Mempertahankan Investor dan Mitra Bisnis yang Berkualitas.
Banyak Negara yang berusaha untuk menarik investasi asing dengan menawarkan
buruh murah. Meskipun terjadi penghematan biaya (melalui buruh anak, kaum
miskin dan buruh harian) namun penghematan tersebut dapat menjadi sangat
beresiko dan merusak reputasi karena justru dapat menyebabkan biaya yang
tinggi. Melakukan bisnis dengan rekan yang tidak bertanggung jawab sosial
ini perusahaan kelas dunia telah mulai membantu pemasok mereka untuk
mengadaptasi praktek Corporate Social Responsibility dan mengurangi resiko
terhadap perusahaan.
4. Kerjasama dengan Komunitas Lokal Dalam kondisi pasar yang menjadi semakin
dinamis, keberhasilan perusahaan tergantung pada kemampuannya dalam
menanggapi kebutuhan atau budaya komunitas dimana perusahaan tersebut
beroperasi. Kerjasama dengan komunitas lokal akan membantu perusahaan dalam
menyesuaikan produk dan jasa dengan pasar lokal serta mempermudah
pengunaan pemberdayaan tenaga ahli setempat, jalur distribusi, dan fasilitas
produksi.
5. Menghindari Krisis Akibat Mala Praktek CSR. Mengacuhkan CSR dapat
berakibat pada produk, perusahaan itu sendiri maupun seluruh industri yang
bersangkutan. Sebuah temuan penelitian dari Bussiness and Society (1999) dalam
Nurmansyah (2007) menunjukkan bahwa tindakan yang secara sosial tidak
bertanggung jawab dapat menimbulkan efek negatif pada profitabilitas
perusahaan.
6. Dukungan Pemerintah. Banyak pemerintahan yang menyediakan insentif
keuangan terhadap inisiatif keuangan CSR yang baik, termasuk didalamnya
adalah inovasi yang ramah lingkungan. Perusahaan yang menunjukkan bahwa
mereka terlihat dalam praktek-praktek yang memenuhi bahkan melebihi tuntutan
regulasi, mengalami inspeksi yang lebih sedikit dan pengawasan yang lebih bebas
7. Membangun Modal Politik. Modal politik adalah hubungan baik dengan
pemerintah dan tokoh politik, mempengaruhi peraturan, menata ulang institusi
publik dimana perusahaan bergantung dengan meningkatkan citra publik
perusahaan.
Menurut Rogovsky (2000) dalam Wibisono (2007) menunjukkan bahwa
manfaat dari tanggung jawab perusahaan adalah sebagai berikut :
1. Manfaat bagi individu karyawan
a. Mendapatkan pembelajaran mengenai metode alternatif dalam berbisnis.
b. Menghadapi tantangan pengembangan dan berprestasi dalam lingkungan baru.
c. Mengembangkan keterampilan yang ada dan keterampilan yang terbaru.
d. Memperbaiki pengetahuan perusahaan atas komunitas lokal dan memberikan
kontribusi bagi komunitas lokal.
e. Mendapatkan persepsi baru dalam berbisnis.
2. Manfaat bagi penerima program
a. Mendapatkan keahlian dan keterampilan profesional yang tidak dimiliki
organisasi atau tidak memiliki dana untuk pengadaannya.
b. Mendapatkan keterampilan manajemen yang membawa pendekatan yang
segar dan kreatif dalam memecahkan masalah.
c. Memperoleh pengalaman dari organisasi besar sehingga melahirkan
3. Manfaat bagi perusahaan
a. Memperkaya kemampuan karyawan yang telah menyelesaikan tugas bersama
komunitas.
b. Peluang untuk menanamkan bantuan praktis pada komunitas.
c. Meningkatkan pengetahuan tentang komunitas lokal.
d. Meningkatkan citra dan profil perusahaan karena para karyawan menjadi duta
besar bagi perusahaan.
Menurut Goni (2008), terdapat enam program pilihan bagi perusahaan untuk
melakukan inisiatif dan aktivitas yang berkaitan dengan berbagai masalah sosial
sekaligus sebagai wujud komitmen dari tanggung jawab sosial perusahaan. Keenam
inisiatif sosial yang bisa dieksekusi oleh perusahaan adalah :
1. Cause promotions dalam bentuk memberikan kontrbusi dana atau
penggalangan dana untuk meningkatkan kesadaran akan masalah-masalah
sosial tertentu.
2. Cause-realted marketing dalam bentuk kontribusi perusahaan dengan
menyisihkan sepersekian persen dari pendapatan sebagai donasi bagi masalah
sosial tertentu, untuk periode waktu tertentu atau produk tertentu.
3. Corporate social marketing adalah perusahaan membantu pengembangan
maupun implementasi dari kampanye dengan fokus untuk merubah perilaku
4. Corporate philantrophy adalah inisiatif perusahaan dengan memberikan
kontribusi langsung kepada suatu aktivitas amal atau lebih sering dalam
bentuk donasi ataupun sumbangan tunai.
5. Community volunteering dalam aktivitas ini perusahaan memberikan bantuan
dan mendorong karyawan, serta mitra bisnisnya untuk secara sukarela terlibat
dan membantu masyarakat setempat.
6. Social responsible bussines practices adalah sebuah inisiatif dimana
perusahaan mengadopsi dan melakukan praktik bisnis tertentu serta investasi
yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas komunitas dan melindungi
lingkungan.
Secara garis besar manfaat CSR adalah :
1. Mempertahankan dan mendongkrak reputasi serta citra merek perusahaan
2. Mendapatkan lisensi untuk beroperasi secara sosial
3. Mereduksi resiko bisnis perusahaan
4. Melebarkan akses sumber daya bagi operasional perusahaan
5. Membuka peluang pasar yang lebih besar
6. Mereduksi biaya, misalnya terkait dengan pembuangan limbah
7. Memperbaiki hubungan dengan Stakeholders
8. Memperbailki hubungan dengan Regulator
9. Meningkatkan semangat dan produktivitas karyawan
Uraian tersebut menunjukkan bahwa manfaat CSR yang dibangun berdasarkan
visi tanggung jawab sosial perusahaan itu memang bisa dipetik oleh kedua-belah
pihak. Hal ini sejalan dengan prinsip kemasyarakatan bersama yang dikembangkan
melalui berbagai program kegiatan Corporate Social Responsibility.
2.1.4 Klasifikasi Tipe Tanggung Jawab Sosial
Pengklasifikasian dalam tanggung jawab sosial adalah membantu
memformulasikan Risk Empiris, dalam menganalisis literatur yang telah ada dan
mengembangkan model-model pengajaran, Dauman dan Hargreaves seperti yang
disajikan Januarti dan Apriyanti (2006) membagi areal tanggung jawab perusahaan
dalam tiga level, yaitu :
1. Basic Responsibility. Tanggung jawab yang muncul karena keberadaan
perusahaan seperti memenuhi standar kerja, mematuhi hukum, kewajiban dalam
membayar pajak serta memuaskan para pemegang saham.
2. Organizational Responsibility. Tanggung jawab ini menunjukkan perusahaan
untuk memenuhi perubahan kebutuhan stakeholders seperti : konsumen,
karyawan, pemegang saham dan masyarakat sekitar.
3. Social Responsibility . Tanggung jawab yang menjelaskan tahapan ketika
interaksi antara bisnis dan kekuatan lain dalam masyarakat dapat tumbuh dan
Carrol (1994) dalam Poerwanto (2007) telah mengembangkan satu model
Carrol. Model Carrol menunjukkan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan dapat
dibagi ke dalam empat klasifikasi, yaitu :
1. Tanggung Jawab Ekonomi (Economic Responsibility). Institusi adalah diatas
semuanya, karena bisnis adalah unit ekonomi dasar masyarakat. Pandangan
ini mengatakan bahwa perusahaan harus dioperasikan dengan dasar laba,
dengan misi tunggalnya yaitu meningkatnya keuntungan selama berada dalam
batas-batas peraturan pemerintah. Sehingga keuntungan ekonomi harus
didasarkan pada tanggung jawab sosial perusahaan yang berasaskan etika
sebagai titik sentral perusahaan.
2. Tanggung Jawab Legal (Legal Responsibility). Merupakan kegiatan bisnis
yang diharapkan untuk memenuhi tujuan ekonomi para pelaku yang
berlandaskan legalitas maupun nilai-nilai yang berkembang dimasyarakat
secara bertanggung jawab.
3. Tanggung Jawab Etika (Ethical Responsibility). Adalah kebijakan dan
keputusan perusahaan yang didasarkan kepada keadilan bebas dan tidak
memihak serta menghormati hak-hak individu, dan dapat memberikan
perlakuan yang berbeda terkait dengan tujuan perusahaan.
4. Tanggung Jawab Sukarela (Voluntary Responsibility). Merupakan kebijakan
perusahaan dalam tindakan sosial yang murni sukarela dan didasarkan pada
a. Model Klasik. Pada abad 19 pendapat ini berkembang bahwa model ini
bertitik tolak pada konsep persaingan sempurna, dimana perilaku ekonomi
terpisah dan berbeda dengan bentuk dan jenis perilaku yang lain. Tujuan
perusahaan hanya untuk mencari keuntungan yang dilakukan oleh
perusahaan semata-mata untuk memenuhi permintaan pasar, dan yang
akan diberikan kepada para pemilik modal.
b. Model Manajemen. Pendapat ini muncul sekitar tahun 1930, setelah
muncul tantangan baru dari perusahaan yang mempunyai sifat-sifat
berbeda dengan keadaan sebelumnya yang diwarnai oleh pemikiran model
klasik. Manajer sebagai orang yang dipercayakan oleh pemilik modal
dalam menjalankan perusahaan bukan saja untuk pemilik modal, tetapi
juga bagi mereka yang terlibat secara langsung dengan siklus hidup
perusahaan, seperti pelanggan, karyawan, pemasok dan pihak lain yang
berkaitan dengan perusahaan yang tidak semata-mata didasarkan atas
adanya hubungan kontrak perjanjian (Frank X, Suttin dkk. 1956 dalam
Harahap, 2007)
c. Model Lingkungan Sosial Pada model ini perusahaan ditekan untuk
menyakini bahwa kekuasaan ekonomi dan politik yang dimiliki
perusahaan mempunyai hubungan dengan kepentingan dari lingkungan
sosial dan tidak hanya dari pasar yang sesuai dengan model klasik. Dalam
hal ini perusahaan dapat berpartisipasi aktif dalam menyelesaikan masalah
sistem pendidikan yang jauh dari standar, perumahan kumuh, transportasi
yang tidak tertib, keamanan, dan sebagainya. Untuk itu dalam memilih
proyek yang akan dibangun, selain memperhatikan persentase laba yang
akan didapat serta juga dapat memperhatikan keuntungan maupun
kerugian yang akan diderita oleh masyarakat.
Belkaoui dalam Harahap (2007), menyajikan pengelompokan sikap
perusahaan terhadap etika dan tanggung jawab sosial perusahaan, yaitu sebagai
berikut :
1. Tanggung jawab perusahaan hanya terbatas pada usaha untuk mencari laba secara
maksimal. Jika perusahaan dapat mengumpulkan laba yang sebesar-besarnya
tanpa memperhatikan efek sosial, berarti perusahaan sudah memenuhi panggilan
tugasnya sebagai badan usaha, sejalan dengan model klasik.
2. Disamping tujuan mencari keuntungan, perusahaan juga harus memperhatikan
pihak-pihak tertentu dengan siapa perusahaan bekerjasama. Contohnya dengan
perbaikan kesejahteraan karyawan, manajemen, dan menjalin hubungan baik
dengan kelompok masyarakat tertentu.
3. Perusahaan melepaskan diri dari tujuan hanya untuk mencari laba dengan
memperluas tanggung jawab manajemen. Ide tanggung jawab sosial ini
dimaksudkan perusahaan tidak hanya memenuhi kewajiban utamanya.
Perusahaan juga harus mempunyai perhatian terhadap kebijakan politik dalam
harus berperilaku sebagaimana seorang warga Negara yang baik dengan
memperhatikan etika sosialnya.
4. Tanggung jawab sosial perusahaan mencakupi hal yang bersifat ekonomi dan non
ekonomi. Dalam kategori ini dikenal tiga pusat lingkaran (Jacobi,2002) yaitu :
a. Lingkaran Dalam : mencakup tanggung jawab dasar dalam pelaksanaan fungsi
dengan efisien, seperti fungsi produksi, pekerjaan dan pertumbuhan ekonomi.
b. Lingkaran Tengah : mencakup tanggung jawab untuk melaksanakan fungsi
ekonomisnya dengan penuh kesadaran akan perubahan nilai dan prioritas yang
berlaku dalam masyarakat, seperti konservasi lingkungan, perbaikan kualitas
hidup, hubungan dengan karyawan dan lingkungan perusahaan.
c. Lingkaran Luar : mencakup tanggung jawab yang baru muncul dan masih
berkembang, dimana perusahaan harus secara luas terlibat aktif dalam
memperbaiki lingkungan sosial.
5. Tanggung jawab sosial diperluas melewati batas tanggung jawab dan mencakupi
keterlibatan total terhadap tugas-tugas sosial. Preakash Sethi, merumuskan bentuk
ini dalam tiga dimensi :
a. Social Obligation : merupakan tanggung jawab perusahaan terhadap
permintaan pasar sesuai dengan ketentuan umum.
b. Social Responsibility : menggerakkan perusahaan dan segala tindakannya
sesuai dengan nilai dan harapan masyarakat yang berlaku.
c. Social Responsiveness : merupakan respon perusahaan untuk menjawab isu
Berikut ini adalah beberapa contoh keterlibatan sosial yang biasa diungkapkan
(Harahap 2007) :
a. Lingkungan Hidup
- Pengelolaan sampah dan air limbah
- Perbaikan pengerusakan alam, konvervasi alam
- Pengurangan suara bising
- Pengawasan terhadap efek polusi
- Penggunaan tanah
- Kerjasama dengan pemerintah dan universitas
b. Energi
- Penghematan energi
- Konservasi energi yang dilakukan
c. Sumber Daya Manusia dan Pendidikan
- Pendanaan sekolah
- Riset dan pengembangan
- Keamanan dan kesehatan karyawan
- Pengangkatan karir karyawan
d. Praktek Bisnis yang Jujur
- Selalu mengontrol kualitas produk
- Memperbaiki hak karyawan
- Jujur dalam periklanan
- Jaminan garansi
e. Masyarakat Lingkungan
- Perbaikan sarana pengangkutan
- Bantuan dana
- Memanfaatkan tenaga ahli perusahaan dalam mengatasi masalah sosial
lingkungannya
- Tidak campur tangan dalam mengatasi masalah sosial lingkungannya
- Rumah ibadah
- Membantu lembaga seni dan budaya
- Merekrut tenaga yang berbakat dalam seni dan olahraga
- Penggunaan seni dan budaya dalam periklanan
g. Hubungan dengan Pemegang Saham
- Pengungkapan keterelibatan perusahaan dalam kegiatan sosial
- Peningkatan pengungkapan informasi dalam laporan keuangan
h. Hubungan dengan Pemerintah
- Membantu proyek dan kebijakan pemerintah
- Meningkatkan produktivitas sistem informal
- Pengembangan inovasi manajemen
- Menaati peraturan pemerintah
- Membatasi kegiatan lobbying
Selain contoh keterlibatan sosial diatas masih banyak contoh-contoh lain yang
maupun potensi yang dimiliki oleh perusahaan, tetapi hal yang perlu ditekankan
adalah bahwa kegiatan ini menyangkut keterlibatan perusahaan dalam kegiatan sosial.
Sedangkan contoh lain dari lingkup keterlibatan sosial yang diungkapkan oleh
Wibisono (2007) yaitu :
a. Bidang Sosial
- Kesejahteraan sosial
- Pendidikan atau pelatihan
- Kesehatan
- Keagamaan dan kebudayaan
b. Bidang Ekonomi
- Pembukaan lapangan pekerjaan
- Agribisnis
- Pembinaan usaha kecil menengah
- Sarana dan prasarana ekonomi
c. Bidang lingkungan
- Pengendalian polusi
- Penggunaan energi secara efisien
- Pengelolaan air
- Pelestarian alam
2.2 Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial
2.2.1 Definisi Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial
Tanggung jawab sosial perusahaan yang sering disebut juga sebagai social
disclosure (pengungkapan sosial). Pengungkapan (Disclosure) yaitu sebagai
penyediaan sejumlah informasi yang dibutuhkan untuk pengoperasian secara optimal
pasar modal efisien (Hendriksen, 1998 dalam Hasibuan, 2001). Pengungkapan
tanggung jawab sosial perusahaan yang sering disebut Corporate Social
Responsibility (Hackston dan Milne, 1998) merupakan proses pengkomunikasian
dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan ekonomi organisasi secara khusus
terhadap kelompok yang berkepentingan dan terhadap masyarakat secara
keseluruhan.
Hal tersebut memperluas tanggung jawab organisasi (khususnya perusahaan),
diluar peran tradisionalnya untuk menyediakan laporan keuangan kepada pemilik
modal, khususnya pemegang saham dan lingkungan sekitar. Sementara itu, Perwanto
(2007) mengatakan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan adalah pengakuan
menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Menurut Chairi dan Hozali
(2005), pengungkapan (disclosure) dalam laporan keuangan mengandung arti bahwa
laporan keuangan harus memberikan informasi dan penjelasan yang cukup mengenai
kejadian-kejadian ekonomi yang berpengaruh terhadap hasil operasi unit usaha
tersebut.
Banyak teori yang menjelaskan mengapa perusahaan cenderung untuk
mengungkapkan informasi yang berkaitan dengan aktivitasnya dan dampak yang
ditimbulkan oleh perusahaan tersebut. Gray et. al ., (1996) dalam Putra (2009)
menyebutkan terdapat tiga studi, yaitu :
1. Decision usefulness studies. Sebagian dari studi yang dilakukan oleh para peneliti
yang mengemukakan teori ini menemukan bukti informasi sosial dibutuhkan oleh
para pemakai laporan keuangan. Para analisis, banker dan pihak lain yang
dilibatkan terhadap informasi akuntansi. Informasi akuntansi tersebut tidak
terbatas pada informasi akntansi tradisional yang telah dikenal selama ini, namum
aktivitas sosial perusahaan pada posisi moderately important.
2. Economic theory studies. Studi ini menggunakan agency theory yang
menganalogikan manajemen sebagai agen dari suatu principal. Agency
relationship (hubungan keagenan) muncul apabila satu atau lebih individu yang
bekerja dengan individu lainnya atau organisasi lainnya. Lazimnya principal
diartikan sebagai pemegang saham atau tradisional users lain. Principal akan
menyediakan fasilitas dan mendelegasikan kebijakan pembuatan keputusan
interest group perusahaan yang bersangkutan. Sebagai agen, manajemen akan
berupaya mengoperasikan perusahaan sesuai dengan keinginan publik.
3. Social and political theory studies. Studi ini menggunakan teori stakeholders,
teori legitimasi organisasi dan teori ekonomi politik. Teori ini menjelaskan
hubungan antara organisasi dengan masyarakat, termasuk pengungkapan sosial
dan lingkungan. Perusahaan membuat pengungkapan informasi aktivitas sosial
dan lingkungan bukan hanya untuk kepentingan ekonominya tetapi karena mereka
ditekan supaya menjelaskan tanggungjawab sosial dan lingkungannya baik oleh
karyawan, pelanggan, pemasok, masyarakat umum maupun oleh kelompok
aktivitas sosial (LSM). Pengungkapan seperti itu dipandang sebagai media
manajemen untuk bernegosiasi atau memanipulasi stakeholders, karena tanpa
dukungannnya perusahaan tidak akan mampu bertahan. Pengungkapan ini juga
dipandang sebagai usaha mencari legitimasi organisasi dari pengaruh opini publik
dan dalam proses kebijakan publik.
Kelengkapan pengungkapan laporan keuangan tergantung kepada standar
yang diberlakukan di negara maju dengan regulasi yang lebih ketat, relatif tinggi, jika
dibandingkan dengan perusahaan di negara berkembang (Hendriksen dan Breda,
1993 dalam Putra, 2009). Kualitas pengungkapan mempunyai bentuk seperti keluasan
pengungkapan. Menurut Imhoff (1992) dalam Putra (2009), kualitas tampak sebagai
atribut yang penting dari suatu informasi akuntansi.
Meskipun kualitas akuntansi masih memiliki makna ganda, banyak penelitian
pengungkapan dapat diukur dengan menilai manfaat potensial dari isi suatu laporan
tahunan. Dengan kata lain Imhoff menyatakan bahwa tingginya kualitas informasi
akuntansi sangat berkaitan dengan tingkat kelengkapan pengungkapan.
2.2.2 Tujuan Pengungkapan
Menurut Riahi dan Belkaoui (2002) terdapat enam tujuan pengungkapan yaitu :
1. Untuk menjelaskan item-item yang diakui dan untuk menyediakan ukuran yang
relevan bagi item-item tersebut, selain ukuran dalam laporan keuangan.
2. Untuk menjelaskan item-item yang belum diakui dan ukuran yang bermanfaat
bagi item-item tersebut.
3. Untuk menyediakan informasi bagi investor dan kreditur dalam menentukan
resiko dan item-item yang potensial untuk diakui dan tidak diakui.
4. Untuk menyediakan informasi penting yang dapat digunakan oleh pengguna
laporan keuangan dalam membandingkan antar perusahaan dan antar tahun.
5. Untuk menyediakan informasi mengenai aliran kas masuk dan keluar dimasa
yang akan datang.
6. Untuk membantu investor dalam menetapkan return dan investasinya.
2.2.3 Luas Pengungkapan
Menurut Hendriksen (1997) dalam Hasibuan 2001 ada tiga konsep luas
1. Adequate disclosure (pengungkapan cukup). Konsep pengungkapan minimum
yang disyaratkan oleh peraturan yang berlaku, dimana angka-angka yang
disajikan dapat diinterpretasikan dengan benar oleh investor. Konsep ini yang
sering digunakan para pelaku keuangan.
2. Fair disclosure (pengungkapan wajar). Pengungkapan wajar secara tidak
langsung merupakan tujuan etis agar memberikan perlakuan yang sama kepada
semua pemakai laporan dengan menyediakan informasi yang layak bagi pembaca
potensial.
3. Full disclosure (pengungkapan penuh). Pengungkapan ini memiliki kesan
penyajian informasi secara melimpah, sehingga beberapa pihak menganggapnya
tidak baik (Ainun dan Fuad:2001). Pengungkapan penuh menyangkut
kelengkapan penyajian informasi yang diungkapkan secara relevan tetapi
sebagian pihak menganggap bahwa pengungkapan ini menyajikan informasi yang
berlebihan sehingga kurang layak digunakan. Terlalu banyak informasi yang akan
membahayakan, karena penyajian secara rinci dan tidak penting justru akan
membiaskan informasi yang ada sehingga sulit untuk ditafsirkan (Hendriksen
1999 dalam Hasibuan 2001). Dampak negatif lainnya adalah kompetisi yang
dinamis dalam produk. Healy dan Pelepu (1993) dalam Putra (2009)
mengemukakan tersebarnya informasi penting strategi bisnis dan rencana
2.2.4 Jenis Pengungkapan
Menurut Darrough (1998) dalam Ainun dan Fuad (2003) mengemukakan ada
dua jenis pengungkapan dalam hubungannya dengan persyaratan standar, yaitu :
1. Mandated disclosure (Pengungkapan wajib). Merupakan pengungkapan
minimum yang disyaratkan oleh standar akuntansi yang berlaku. Pengungkapan
wajib akan memaksa perusahaan apabila perusahaan tidak mau mengungkapkan
informasinya secara sukarela. Menurut Chahiri dan Ghozali (2005), ada beberapa
alasan mengapa perusahaan menolak meningkatkan peningkatan laporan
keuangan kecuali terdapat tekanan dari pemerintah dan pihak terkait, antara lain :
a. Pengungkapan akan memberikan manfaat bagi pesaing dan merugikan
pemegang saham.
b. Serikat kerja akan mendapat manfaat dari adanya pengungkapan sebagai dasar
tawar menawar upah karyawan.
c. Banyak diyakini bahwa investor tidak dapat memahami kebijakan laporan
keuangan dan prosedur pengungkapan penuh hanya akan menyesatkan.
d. Informasi keuangan dapat diperoleh dari sumber lain dengan biaya yang lebih
rendah dibandingkan apabila harus disediakan oleh perusahaan secara
langsung.
e. Kurangnya pengetahuan yang cukup. Akibat dari kegagalan pasar inilah yang
menjadi pembenaran adanya intervensi pemerintah untuk memaksa
2. Merupakan pengungkapan butir-butir yang dilakukan sukarela oleh perusahaan
tanpa diharuskan oleh peraturan yang berlaku. Menurut Wild et. Al (2005)
mengemukakan bahwa pengungkapan sukarela manajer merupakan informasi
yang semakin penting. Katalisator penting bagi pengungkapan sukarela adalah
Safe Harbor Rules. Aturan ini memberikan proteksi hukum atas kesalahan
manajer yang tidak sengaja dalam memberikan pengungkapan sukarela.
Menurut Wild et. al terdapat beberapa informasi yang mendasari
pengungkapan sukarela :
1. Tuntutan hukum. Manajer perusahaan diwajibkan mengungkapkan berita penting
terutama yang sifatnya merugikan untuk mengurangi tuntutan investor.
2. Adanya penyesuaian prediksi. Manajer memiliki insentif untuk melaporkan
informasi saat mereka percaya bahwa prediksi pasar sangat berbeda dengan
prediksi mereka.
3. Memberikan sinyal (tanda). Manajer akan dianggap akan mengungkapkan berita
baik untuk meningkatkan harga saham perusahaan mereka.
4. Keinginan untuk mengubah prediksi pasar atas kinerja perusahaan sehingga
mereka dapat secara teratur mengalahkan atau melebihi prediksi pasar.
Alasan-alasan perusahaan dalam mengungkapkan kinerja sosial secara
sukarela menurut Henderson dan Person (2000), yaitu :
1. Internal Decision Making. Manajemen membutuhkan informasi untuk
menentukan efektifitas dari informasi sosial tertentu dalam mencapai tujuan sosial
dibandingkan dengan manfaatnya bagi perusahaan. Meskipun hal ini sulit untuk
diidentifikasi dan diukur namun analisis secara sederhana lebih baik daripada
tidak sama sekali.
2. Product Differentiation. Manajemen sebagai pihak internal perusahaan
mempunyai pengetahuan dan informasi dasar yang lebih komprehensif dibanding
dengan pihak eksternal perusahaan. Laporan keuangan merupakan rangkuman
dari banyaknya transaksi sehingga dapat menyembunyikan informasi penting yang
dapat mempengaruhi keputusan pemegang saham dan pihak lainnya. Manajer dari
perusahaan yang bertanggung jawab secara sosial memiliki intensif untuk
membedakan diri dari pesaing yang tidak bertanggung jawab secara sosial kepada
masyarakat.
3. Enlightened Self Interest. Perusahaan melakukan pengungkapan untuk menjaga
keselarasan sosial dengan para stakeholders yang terdiri dari pemegang saham,
kreditur, karyawan, pemasok, pelanggan, pemerintah serta masyarakat, karena
mereka semua dapat mempengaruhi pendapatan penjualan dan harga saham.
2.3 Pelaporan Tanggung Jawab
Menurut Fredman (Henny dan Murtanto, 2002) terdapat tiga pendekatan
pelaporan kinerja sosial, diantaranya adalah :
1. Social Auditing. Pemeriksaan sosial mengukur dan melaporkan dampak ekonomi,
sosial dan lingkungan dari program-program yang berorientasi sosial dari