• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Good Corporate Governance, Profitabilitas, Dan Ukuran Perusahaan Terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Good Corporate Governance, Profitabilitas, Dan Ukuran Perusahaan Terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoritis

2.1.1 Teori Agensi

Dalam rangka memahami konsep Good Corporate Governance (GCG), maka

digunakanlah dasar perspektif hubungan keagenan. Hubungan keagenan merupakan

hubungan antara dua pihak dimana salah satu pihak menjadi agent dan pihak yang

lain bertindak sebagai principal (Hendriksen dan Van Breda, 2000). Hubungan agensi

muncul ketika satu orang atau lebih (principal) memperkerjakan orang lain (agent)

untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan

keputusan kepada agent tersebut.

Eisenhard (2001) dikutip dalam Isnanta (2008) menggunakan tiga asumsi sifat

dasar manusia guna menjelaskan tentang teori agensi yaitu: (1) manusia pada

umumnya mementingkan diri sendiri (self interest), (2) manusia memiliki daya pikir

terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality) , dan (3) manusia

selalu menghindari resiko (risk averse). Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia

tersebut, manajer sebagai manusia kemungkinan besar akan bertindak berdasarkan

sifat opportunistic, yaitu mengutamakan kepentingan pribadinya.

Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan adanya konflik kepentingan dalam

(2)

kemungkinan agen bertindak tidak sesuai dengan kepentingan principal, sehingga

memicu biaya keagenan (agency cost). Teori agensi mampu menjelaskan potensi

konflik kepentingan diantara berbagai pihak yang berkepentingan dalam perusahaan

tersebut. Konflik kepentingan ini terjadi dikarenakan perbedaan tujuan dari

masing-masing-masing pihak berdasarkan posisi dan kepentingannya terhadap perusahaan.

Sebagai agen, manajer bertanggung jawab secara moral untuk mengoptimalkan

keuntungan para pemilik (principal), namun demikian manajer juga menginginkan

untuk selalu memperoleh kompensasi sesuai dengan kontrak. Dengan demikian

terdapat dua kepentingan yang berbeda di dalam perusahaan dimana masing-masing

pihak berusaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran yang

dikehendaki (Ali, 2002 dalam Isnanta, 2008)

Selain itu teori Agensi juga menjelaskan mengenai masalah asimetri informasi

(information asymmetric). Manajer sebagai pengelola perusahaan lebih banyak

mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan dimasa yang akan datang

dibandingkan pemilik (pemegang saham). Oleh karena itu sebagai pengelola, manajer

berkewajiban memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik. Akan

tetapi informasi yang disampaikan terkadang diterima tidak sesuai dengan kondisi

perusahaan yang sebenarnya. Kondisi ini dikenal sebagai informasi yang tidak

simetris (Hendriksen dan Van Breda, 2000).

Asimetri informasi antara manajemen (agent) dengan pemilik (principal)

dapat memberikan kesempatan kepada manajer untuk melakukan tindakan oportunis

(3)

perusahaan sehingga dapat merugikan pemilik (pemegang saham). Manajer akan

berusaha melakukan hal tersebut untuk memaksimalkan kepentingan pribadinya

tanpa persetujuan pemilik atau pemegang saham.

Dengan adanya masalah agensi yang disebabkan karena konflik kepentingan

dan asimetri informasi ini, maka perusahaan harus menanggung biaya keagenan

(agency cost). Konsep GCG berkaitan dengan bagaimana para pemilik (pemegang

saham) yakin bahwa manajer akan memberikan keuntungan bagi mereka, yakin

bahwa manajer tidak akan melakukan kecurangan-kecurangan yang akan merugikan

para pemegang saham. Dengan kata lain dengan penerapan Good Corporate

Govenance diharapkan dapat berfungsi untuk menekankan atau menurunkan biaya

keagenan (agency cost).

2.1.2 Definisi Tanggung Jawab Sosial

Definisi mengenai Corporate Social Responsibility sekarang ini sangatlah

beragam. Seperti definisi CSR yang dikemukan oleh Maignan dan Farrel (2004)

dalam Nurkhin (2009) yang mendefenisikan CSR sebagai “ A business acts in

socially responsible manner when its decision and actions for balance diverse when

its decision and actinons for and balance diverse stakeholder interest” Defenisi ini

menekankan perlunya memberikan perhatian secara seimbang terhadap kepentingan

berbagai stakeholder yang beragam dalam setiap keputusan dan tindakan yang

diambil oleh para pelaku bisnis melalui perilaku yang secara sosial bertanggung

jawab. Sejalan dengan definisi di atas, Kotler dan Lee (2005) memberikan definisi

(4)

community well-being through discretionary business practice and contributions of

corporate resources”. Menurut definisi tersebut, elemen kunci dari CSR adalah kata

discretionary. Terdapat pengaruh terhadap kinerja perusaaan dari partisipasi terhadap

tanggung jawab sosial, diantaranya adalah meningkatkan penjualan dan market share,

menguatkan posisi merk, menurunkan biaya operasional, dan lain sebagainya.

Tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility) adalah

suatu konsep bahwa suatu organisasi khususnya (namun bukan hanya) perusahaan

adalah memiliki suatu tanggung jawab terhadap konsumen, karyawan, pemegang

saham, komunitas, dan lingkungan dalam aspek operasional perusahaan. CSR

berhubungan erat dengan dengan “pembangunan berkelanjutan”, dimana ada

argumentasi bahwa suatu perusahaan dalam melaksanakan aktivitasnya tidak semata

berdasarkan faktor keuangan, misalnya keuntungan atau dividen melainkan juga

harus berdasarkan konsekuensi sosial dan lingkungan untuk saat ini maupun untuk

jangka panjang.

Definisi di atas memberikan pemahaman bahwa CSR pada dasarnya adalah

komitmen perusahaan terhadap tiga (3) elemen yaitu ekonomi, sosial, dan

lingkungan. Perusahaan semakin menyadari bahwa kelangsungan hidup perusahaan

juga tergantung dari hubungan perusahaan dengan masyarakat dan lingkungannya

tempat perusahaan beroperasi.

2.1.3 Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial

Pengungkapan tanggung jawab sosial atau sering disebut sebagai Corporate

(5)

atas tindakan-tindakan ekonomi perusahaan pada kelompok-kelompok tertentu dalam

masyarakat dan pada masyarakat secara keseluruhan (Gray et.al., 1987 dalam

Nurkhin 2009). Kontribusi negatif perusahaan terhadap lingkungan sekitarnya telah

menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat, oleh karena itu dengan

mengungkapkan informasi-informasi mengenai operasional perusahaan sehubungan

dengan lingkungan sebagai tanggung jawab perusahaan diharapkan dapat

mengembalikan kepercayaan masyarakat. Jadi agar bentuk tanggung jawab sosial

yang telah dilakukan oleh perusahaan dapat diketahui oleh berbagai pihak yang

berkepentingan, maka hal itu diungkapkan dalam laporan tahunan perusahaan.

Darwin (2004) mengatakan bahwa Corporate Sustainability Reporting terbagi

menjadi 3 kategori yaitu kinerja ekonomi, kinerja lingkungan dan kinerja sosial.

Selanjutnya tiga kinerja utama ini akan dibagi dalam beberapa subkategori.

Pembagian Corporate Sustainability Reporting menurut Darwin dapat dilihat pada

(6)

Tabel 2.1

Kategori dalam Corporate Sustainability Reporting menurut Darwin

No Kategori Bagian Aspek

1. Kinerja Ekonomi Pengaruh ekonomi secara langsung

Pelanggan, pemasok, karyawan, penyedia modal dan sektor public.

2. Kinerja Lingkungan

Hal-hal yang terkait dengan lingkungan

Bahan baku, energi, air,

Keanekaragaman hayati (biodiversity), emisi, sungai, dan

sampah, pemasok, produk dan jasa, pelaksanaan, dan angkutan.

3. Kinerja Sosial Praktik Kerja Keamanan dan keselamatan tenaga kerja, pendidikan dan training, kesempatan kerja.

Hak manusia Strategi manajemen, non

diskriminasi, kebebasan berserikat, dan berkumpul, tenaga kerja dibawah umur, kedisiplinan, keamanan, dll.

Sosial Komunitas, korupsi, kompetisi dan penetapan harga.

Tanggung jawab terhadap produk

Kesehatan dan keamanan pelanggan, iklan yang peduli.

Sumber: Darwin (2004)

Tujuan pengungkapan menurut Securities Exchange Commision (SEC)

dikategorikan menjadi dua yaitu propective disclosure, yang dimaksudkan sebagai

perlindungan terhadap investor dan informative disclosure, yang bertujuan

memberikan informasi yang layak kepada pengguna laporan. (Wolk, Francis, dan

Tearay dalam Utomo, 2000 dan Andre 2009). Berbeda dengan SEC, Belkaoui

mengemukakan ada enam tujuan pengungkapan, yaitu:

1. Untuk menjelaskan item-item yang diakui dan untuk menyediakan ukuran

(7)

2. Untuk menjelaskan item-item yang belum diakui dan untuk menyediakan

ukuran yang bermanfaat bagi item-item tersebut,

3. Untuk menyediakan informasi yang membantu investor kreditor dalam

menentukan resiko dan item-item yang potensial untuk diakui dan yang belum

diakui,

4. Untuk menyediakan informasi yang penting yang dapat digunakan oleh

pengguna laporan keuangan untuk membandingkan antar perusahaan dan

antar tahun,

5. Untuk menyediakan informasi mengenai aliran kas masuk dan kas keluar

dimasa mendatang,

6. Untuk membantu investor dalam menetapkan return dan investasinya.

2.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial

Dalam Penelitian ini faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan

tanggung jawab sosial diproksikan dalam Good Corporate Governance, Profitabilitas

dan Ukuran Perusahaan.

2.1.4.1 Good Corporate Governance

Good corporate governance merupakan suatu aturan mengenai pengolahan

perusahaan yang perlu diterapkan pada setiap perusahaan terutama perusahaan public

(BUMN). Menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI, 2001)

pengertian corporate governance adalah Seperangkat paraturan yang mengatur

(8)

serta pemegang intern dan ekstern lainnya sehubungan dengan hak-hak dan

kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengarahkan dan

mengendalikan perusahaan. Tujuan corporate governance adalah menciptakan

pertambahan nilai bagi semua pihak pemegang kepentingan.

Menurut The Organisation for economic Co-Operation and Development

(OECD) dalam Tangkilisan (2003): Good corporate governance adalah sistem yang

dipergunakan untuk mengarahkan dan mengendalikan kegiatan bisnis perusahaan.

Good corporate governance mengatur pembagian tugas, hak, dan kewajiban mereka

yang berkepentingan terhadap perusahaan, termasuk pemegang saham, dewan

komisaris, direksi dan stackeholders lainnya.

Dari berbagai defenisi diatas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud

dengan good corporate governance adalah suatu kerangka hubungan, struktur, pola,

sistem yang berdasarkan pada prinsip-prinsip dasar dan undang-undang yang berlaku

dengan mempertemukan, menjelaskan, mengarahkan dan mengendalikan hubungan

antara shareholders, manajemen, kreditur, pemerintah dan stakeholders lainnya pada

hak dan kewajiban masing-masing pihak tersebut, yang tujuan akhirnya adalah untuk

meningkatkan nilai-nilai jangka panjang yang diinginkan oleh pemegang saham.

Penelitian ini menggunakan kepemilikan institusional, dewan komisaris independen,

kepemilikan manajerial, dan komite audit sebagai proksi mekanisme (good corporate

governance).

Kepemilikan intsitusional besarnya jumlah kepemilikan saham perusahaan

(9)

pensiun, dan asset manajemen. Tingkat kepemilikan institusional yang tinggi akan

menimbulkan usaha pengawasan yang lebih besar oleh pihak investor institusional

sehingga dapat menghalangi perilaku oportunistik manajer. Melalui kepemilikan

institusional, efektivitas pengolahaan oleh manajemen dapat diketahui, semakin

tinggi kepemilikan oleh institusi maka akan semakin kecil peluang manajemen

memanipulasi angka-angka dalam bentuk manajemen laba melalui proses monitoring

secara efektif.

Dewan komisaris independen adalah jumlah anggota dewan komisaris.

Dewan komisaris independen memegang peranan penting dalam implementasi good

corporate governance. Secara umum dewan komisaris ditugaskan dan diberi

tanggung jawab atas pengawasan kualitas informasi yang terkandung dalam laporan

keuangan. Dewan komisaris independen dalam mekanisme good corporate

governance berperan penting tidak hanya melihat kepetingan pemilik tetapi juga

kepentingan perusahaan secara umum. Dewan komisaris independen merupakan

posisi terbaik untuk melaksanakan fungsi monitoring agar tercipta perusahaan yang

good corporate governance.

Kepemilikan manajerial merupakan isu penting, sejak dipublikasikan oleh

Jensen Meckling (1976) yang menyatakan bahwa semakin besar proporsi

kepemilikan manajerial dalam suatu perusahaan maka manajemen akan berupaya

lebih giat untuk memenuhi kepentingan pemegang saham yang juga adalah dirinya

sendiri. Dengan adanya kepemilikan manajerial akan mensejajarkan kepentingan

(10)

langsung manfaat dari keputusan yang diambil dengan benar dan merasakan kerugian

apabila keputusan yang diambil salah. Terutama, dengan keikutsertaan manajer

memiliki perusahaan, hal ini menyebabkan manajer melakukan tindakan yang akan

memaksimumkan nilai perusahaan dalam jangka panjang

Komite audit dalam menjalankan tugasnya, dewan komisaris dapat

membentuk komite-komite yang dapat membantu pelaksanaan tugasnya. Salah satu

tugasnya adalah komite audit yang memiliki tugas terpisah dalam membantu dewan

komisaris untuk memenuhi tanggung jawabnya dalam memberikan pengawasan

sencara menyeluruh (FCGI, 2002). Dalam pedoman GCG Indonesia (KNKG, 2006)

dijelaskan bahwa, Komite Audit membantu Dewan Komisaris untuk memastikan

bahwa: (i) laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi

yang berlaku umum, (ii) struktur pengendalian internal perusahaan dilaksanakan

dengan baik, (iii) pelaksanaan audit internal maupun eksternal dilaksanakan sesuai

dengan standar audit yang berlaku, dan (iv) tindak lanjut temuan hasil audit

dilaksanakan oleh manajemen.

2.1.4.2 Profitabilitas Perusahaan

Profitabilitas merupakan faktor yang membuat manajemen menjadi bebas dan

fleksibel untuk mengungkapkan pertanggungjawaban sosial kepada pemegang saham,

sehingga semakin tinggi tingkat profitabilitas perusahaan maka semakin besar

pengungkapan tanggung jawab sosial. Belkaoui (2004) mengatakan bahwa dengan

kepeduliannya terhadap masyarakat sosial menghendaki manajemen untuk membuat

(11)

Menurut Sembiring (2005) penelitian ilmiah terhadap hubungan profitabilitas

dan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan memperhatikan hasil yang

sangat beragam. Akan tetapi Donovan dan Gibson (2000) menyatakan bahwa

berdasarkan teori legitimasi, salah satu argumen dalam hubungan antara profitabilitas

dan tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial adalah bahwa ketika perusahaan

memiliki tingkat laba yang tinggi, perusahaan (manajemen) menganggap tidak perlu

melaporkan hal-hal yang dapat mengganggu informasi tentang sukses keuangan

perusahaan. Sebaliknya, pada tingkat profitabilitas rendah, mereka berharap para

pengguna laporan akan membaca ”good news” kinerja perusahaan, misalnya dalam

lingkup sosial, dan dengan demikian investor akan tetap berinvestasi di perusahaan

tersebut. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa profitabilitas mempunyai

hubungan yang negatif terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial.

2.1.4.3 Ukuran Perusahaan

Pengungkapan tanggung jawab sosial dipengaruhi oleh ukuran perusahaan

telah ditemukan dalam penelitian. Mee, Roberts dan Gray (1995) dalam Fitriani

perusahaan besar mempunyai kemampuan untuk merekrut karyawan ahli, serta

adanya tuntutan dari pemegang saham dan analisis, sehingga perusahaan besar

memiliki intensif untuk melakukan pengungkapan yang lebih luas dari perusahaan

kecil. Selain itu, perusahaan besar merupakan emiten yang banyak disoroti,

pengungkapan yang lebih besar merupakan pengurangan biaya politis sebagai wujud

(12)

Menurut Cowen et.al. (1987) dalam Sembiring (2005), secara teoritis

perusahaan besar tidak akan lepas dari tekanan, dan perusahaan yang lebih besar

dengan aktifitas operasi dan pengaruh yang lebih besar terhadap masyarakat mungkin

akan memiliki pemegang saham yang memperhatikan program -program sosial yang

dibuat perusahaan sehingga pengungkan tanggung jawab sosial perusahaan akan

semakin luas. Dari sisi tenaga kerja, dengan semakin banyaknya jumlah tenaga kerja

dalam suatu perusahaan, maka tekanan pada pihak manajemen untuk memperhatikan

kepentingan tenaga kerja yang merupakan bagian dari tanggung jawab sosial

perusahaan, akan semakin banyak dilakukan oleh perusahaan.

2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Sitepu (2009) melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang

Mempengaruhi Pengungkapan Informasi Sosial Dalam Laporan Tahunan pada

Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEJ melakukan penelitian CSR

menggunakan Variabel Independen: Ukuran dewan komisaris, tingkat leverage,

ukuran perusahaan, profitabilitas, Variabel Dependen: Jumlah informasi sosial yang

diungkapkan. variabel ukuran dewan komisaris, dan profitabilitas, memiliki pengaruh

signifikan terhadap jumlah informasi sosial yang diungkapkan oleh perusahaan,

sedangkan tingkat leverage dan ukuran perusahaan, tidak memiliki pengaruh

signifikan terhadap jumlah informasi yang diungkapkan.

Sembiring (2005) melakukan penelitian Karakteristik Perusahaan dan

Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Pada Perusahaan yang tercatat Di BEJ.

(13)

profitabilitas, profil, ukuran dewan komisaris, Variabel Dependen: CSR. Secara

parsial tiga variable, yaitu size, profil, dan ukuran dewan komisaris ditemukan

berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial.

Nurkhin (2009) melakukan penelitian mengenai Corporate Governance dan

Profitabilitas; Pengaruhnya Terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial

Perusahaan (Studi Empiris Pada Perusahaan Yang Tercatat Di Bursa Efek Indonesia)

menjelaskan pengaruh dari corporate governance (dengan mekanisme kepemilikan

intitusional dan komposisi dewan komisaris independen) dan profitabilitas terhadap

pengungkapan tanggung jawab sosial dengan ukuran perusahaan sebagai variabel

kontrol. Komposisi dewan komisaris dan profitabilitas berpengaruh signifikan

terhadap pengungkapan tanggung jawab social sedangkan kepemilikan institusional,

ukuran perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan tanggung

(14)

Tabel 2.2

Tinjauan Penelitian Terdahulu

No Judul

1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Pengungkapan Informasi Sosial dalam Laporan Tahunan pada Perusahaan

Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek

Indonesia

Sitepu (2009)

Variabel Independen: Ukuran Dewan Komisaris, Tingkat Leverage, Ukuran Perusahaan, Profitabilitas.

Variabel Dependen:

Jumlah informasi sosial yang diungkapkan.

Variabel ukuran dewan komisaris dan profitabilitas

memiliki pengaruh signifikan terhadap jumlah

informasi sosial yang diungkapkan oleh perusahaan, sedangkan tingkat leverage dan ukuran perusahaan tidak memiliki

pengaruh signifikan terhadap jumlah informasi

yang diungkapkan. 2. Karakteristik Perusahaan

dan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial: Studi Empiris pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta

Sembiring (2005)

Variabel Independen:

Size, Profitabilitas, Profile,

Ukuran Dewan Komisaris.

Variabel Dependen: CSR.

Secara parsial tiga variabel, yaitu size, profile, dan ukuran dewan komisaris ditemukan berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab social perusahaan. 3. Corporate Governance

dan Profitabilitas, Pengaruhnya Terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan pada Perusahaan yang Tercatat di Bursa Efek Indonesia

Nurkhin (2009)

Variabel Independen:

Kepemilikan Institusional, Komposisi Dewan Komisaris, Profitabilitas, Ukuran Perusahaan, dan Tipe Industri

Variabel Dependen:

Pengungkapan tanggung jawab sosial

Komposisi dewan komisaris dan profitabilitas

berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial kepemilikan institusional, ukuran perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial.

Sumber: diolah peneliti (2013)

Penelitian terdahulu yang berhubungan dengan pengungkapan tanggung

jawab sosial. Perbedaan skripsi penulis dengan penelitian terdahulu dapat dilihat dari

(15)

variabel independen, penulis menambah dua faktor lagi yaitu kepemilikan

institusional dan kepemilikan manajerial, sedangkan variabel dependennya jumlah

informasi sosial yang diungkapkan. Sedangkan Sembiring (2005) perbedaan variabel

independen terdapat pada size dan profil dan penulis menambah kepemilikan

institusional, kepemilikan manajerial, komite audit, dan ukuran perusahaan. Pada

variabel dependennya tentang tanggung jawab sosial. Perbedaan pada penelitian

Nurkhin (2009), pada variabel independen perbedaan terdapat pada tipe industry yang

dipakai penelitian sebelumnya, sedangkan penulis menambah kepemilikan manajerial

dan komite audit. Variabel dependen sama pengungkapan tanggung jawab sosial.

2.3 Kerangka Konseptual

Menurut Erlina (2008) ”kerangka teoritis adalah suatu model yang

menerangkan bagaimana hubungan suatu teori dengan faktor-faktor penting yang

telah diketahui dalam suatu masalah tertentu”. Kerangka konseptual akan

menghubungkan variabel independen dengan variabel dependen. Begitu juga apabila

(16)

H1

H2

H3

H4

H5

H6

H7

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Dalam penelitian ini yang merupakan variabel independen adalah kepemilikan

institusional, dewan komisaris independen, kepemilikan manajerial, komite audit,

profitabilitas, ukuran perusahaan, dan variabel dependen adalah pengungkapan

tanggung jawab sosial.

Kepemilikan institusional umumnya dapat bertindak sebagai pihak yang

memonitor perusahaan. Menurut Coller dan Gregory dalam Sembiring (2005) ada

hubungan positif antara dewan komisaris independen dengan jumlah pengungkapan

tanggung jawab sosial. Tekanan terhadap manajemen untuk mengungkapkan

tanggung jawab sosial akan bertambah besar dengan semakin banyaknya anggota Kepemilikan Institusional (X1)

Dewan Komisaris Independen (X2)

Kepemilikan Manajerial (X3)

Komite Audit (X4)

Profitabilitas (X5)

Ukuran Perusahaan (X6)

Pengungkapan Tanggung Jawab

(17)

dewan komisaris, akan semakin muda untuk mengendalikan CEO dan monitoring

yang dilakukan akan semakin efektif.

Dalam mekanisme pelaksanaan GCG, kepemilikan manajerial digunakan

sebagai suatu upaya untuk mengurangi konflik agensi atau konflik kepentingan antara

manajer dan pemilik. Dengan kepemilikan manjerial, maka manajemen akan secara

aktif ikut serta dalam pengambilan keputusan. Semakin besar kepemilikan manajerial

didalam perusahaan maka semakin produktif tindakan manajer dalam

memaksimalkan nilai perusahaan, dengan kata lain biaya kontrak dan pengawasan.

Keberadaan komite audit dapat mempengaruhi pengungkapan yang dilakukan

perusahaan secara signifikan (Ho dan Wong, 2001 dalam Akhtaruddin et.al., 2009).

Komite audit merupakan komite yang bertugas membantu dewan komisaris dalam

melakukan mekanisme pengawasan terhadap manajemen. Menurut Forker (1992)

dalam Said et.al., (2009), komite audit dapat dianggap sebagai alat yang efektif untuk

melakukan mekanisme pengawasan, sehingga dapat mengurangi biaya agensi dan

meningkatkan kualitas pengungkapan informasi perusahaan.

Profitabilitas memberikan keyakinan kepada perusahaan untuk melakukan

pengungkapan sukarela tersebut. Tingkat profitabilitas yang semakin tinggi akan

semakin memotivasi perusahaan untuk mengungkapkan CSR untuk mendapatkan

legitimasi dan nilai positif dari stakeholders. Bahwa profitabilitas merupakan faktor

yang membuat manajemen menjadi bebas dan fleksibel untuk mengungkapkan

pertanggungjawaban sosial kepada pemegang saham. Perusahaan dengan tingkat

(18)

melaksanakan dan mengungkapkan CSR. Perusahaan dengan tingkat profitabilitas

rendah akan sangat mempertimbangkan pelaksanaan dan pengungkapan CSR, karena

khawatir akan mengganggu operasional perusahaan.

Ukuran perusahaan merupakan variabel yang banyak digunakan untuk

menjelaskan pengungkapan pertanggungjawaban sosial dalam laporan tahunan.

Secara teoritis perusahaan besar tidak akan lepas dari tekanan. Perusahaan yang lebih

besar mempunyai aktivitas operasi yang lebih banyak dan memberikan pengaruh

yang lebih besar terhadap masyarakat, serta mungkin akan memiliki pemegang saham

yang lebih yang akan selalu memperhatikan program sosial yang dibuat perusahaan

sehingga pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan akan semakin luas.

2.4 Hipotesis Penelitian

Menurut Erlina (2008) Hipotesis adalah preposisi yang dirumuskan dengan

maksud untuk diuji secara empiris. Preposisi merupakan ungkapan atau pernyataan

yang dapat dipercaya, disangkal atau diuji kebenarannya mengenai konsep yang

menjelaskan atau memprediksi norma-norma. Berdasarkan uraian teoritis dan

kerangka konseptual diatas, maka hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian

ini sebagai berikut:

H1: Kepemilikan institusional berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab

sosial.

H2: Dewan komisaris independen berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung

(19)

H3: Kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab

sosial.

H4: Komite audit berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial.

H5: Profitabilitas berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial.

H6: Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial.

H7: Kepemilikan institusional, dewan komisaris independen, kepemilikan manajerial,

komite audit, profitabilitas, ukuran perusahaan berpengaruh secara simultan

Gambar

Tabel 2.1 Kategori dalam Corporate Sustainability Reporting menurut Darwin
Tabel 2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

mengunggah ke SIM-BELMAWA softcopy laporan akhir (Lampiran 6) yang telah disahkan oleh pimpinan Perguruan Tinggi bidang kemahasiswaan maksimal 10 (sepuluh) halaman dengan jarak

: Awan Hariono, M.Or : a. Ria Lumintuarso, M.Si. Kelengkapan unsur isi buku b. Ruang lingkup dan kedalaman. pembahasan

Kastil Kencana telah melakukan pelanggaran dan perusakan lingkungan hidup di sekitar DAS Deli dengan merencanakan pelurusan sungai.Lalu kami melakukan investigasi, setelah

Setelah dilakukan analisis teknik pada komponen-komponen yang dianggap kritis atau komponen- komponen yang memegang peranan penting dalam sistem pemadam kebakaran didapatkan beberapa

Gaya interferensi dan alih kode dengan merujuk pada karmaphala , yang didahului dengan ironi: ”untung sekali nasibnya” memiliki efek estetik terkait dengan Bali, Hindu,

"Islamic Work Ethic: The Role of Intrinsic Motivation, Job Satisfaction, Organizational Commitment. and Job Performance", Procedia - Social and Behavioral

Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa penerapan prinsip Tata Kelola Perusahaan yang Baik pada Holding BUMN baik induk perusahaan maupun anak perusahaan BUMN yang status

Solusi dicari dengan menonton film yang berisi perjuangan tokoh dalam masalah yang sama ketika salah satu anggota keluarga menolak terapi, sehingga akan membantu