OPTIMASI PEMANFAATAN LIMBAH PLASTIK BERJENIS
POLYPROPYLENE SEBAGAI SERAT PADA SIFAT MEKANIS
DAN POLA RETAK BETON
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat
dalam menempuh Colloqium Doctum/ Ujian Sarjana Teknik Sipil
Disusun oleh:
MUHADRI SYAHPUTRA
06 0404 107
BIDANG STUDI STRUKTUR
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur saya ucapkan kepada Allah
SWT yang telah memberi rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik. Tugas akhir ini berjudul “Optimasi
Pemanfaatan Limbah Plastik Berjenis Polypropylene Sebagai Serat Pada Sifat Mekanis dan Pola Retak Beton” yang disusun guna melengkapi persyaratan dalam menempuh ujian sarjana pada Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas
Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa selesainya tugas akhir ini tidak terlepas dari
bimbingan, dukungan dan bantuan dari semua pihak baik moril maupun materil.
Untuk itu, pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan ucapan
terima kasih yang tulus kepada :
1. Bapak Prof. DR. Ir. Bachrian Lubis M.Sc dan Ibu Emilia Kadreni, ST.MT
selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, pikiran dan tenaga
untuk memberikan arahan dan bimbingan dalam penyelesaian tugas akhir ini.
2. Bapak Prof. DR. Ing. Johanes Tarigan, selaku Ketua Departemen Teknik
Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Ir. Sahrizal, M.Sc selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Sumatera Utara.
4. Seluruh staf pengajar dan pegawai Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik
5. Tercinta buat Ayahanda Asril Chaniago (Alm) dan Ibunda Muchlida Munaf,
terima kasih atas segala cinta, pengorbanan, dan kasih sayang, serta do’a yang
tiada batas untuk penulis.
6. Seluruh kakak ku tersayang, Gusmilda Asril ST, Benny Syahputra SE,
Fachroly Asril, Novilda Asril S.Farm, Apt, Muchliyanty Asril, terimakasih
atas segala dukungan, nasehat serta doanya.
7. Istimewa buat Dini Maharani, ST, terimakasih atas dukungan, dan semangat
yang telah diberikan selama ini.
8. Teman satu perjuangan tugas akhir Khair Sitepu, Ghafar dan Riky Armadi.
9. Teman-teman Musteker : Aidil, Zainal, Fadli, Hadi, Dicky, Ulil, Sai, Fadhly,
Hery Munte, Husni, Haikal, Ichram, Nasrul, Asep.
10.Teman – teman stambuk 2006 yang telah banyak membantu dan terus
memberi motivasi dalam penyelesaian tugas akhir ini.
11.Rekan – rekan Lab Beton , Tami , Fahim, Yusuf, Ari, Harli, yang selalu
membantu dari awal pengerjaan hingga tahap akhir, memberi masukan2 yang
sangat berarti hingga tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan semaksimal
mungkin.
Saya menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini masih jauh dari sempurna
yang disebabkan oleh berbagai keterbatasan serta referensi yang saya miliki. Untuk
itu saya mengharapkan dan menerima saran maupun kritik demi perbaikan pada
masa yang akan datang.
Medan, September 2011
Muhadri Syahputra
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ABSTRAK
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR NOTASI
BAB 1 PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
I.2 Permasalahan
I.3 Batasan Masalah
I.4 Maksud dan Tujuan Penelitian
I.5 Tempat Penelitian
1.6 Sistematika Penelitian
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Umum
II.2 Bahan-Bahan Pembentuk Beton
II.2.1 Semen
II.2.1.1 Jenis-Jenis Semen
II.2.1.2 Semen Portland
II.2.1.2.2 Sifat-Sifat Semen Portland
II.2.1.2.3 Jenis-Jenis Semen Portland
II.2.1.2.4 Pengerasan dan Pengikatan Semen Portland
II.2.2 Agregat
II.2.2.1 Jenis-Jenis Agregat
II.2.2.2 Jenis Agregat Berdasarkan Bentuk
II.2.2.3 Jenis Agregat Berdasarkan Tekstur Permukaan
II.2.2.4 Jenis Agregat Berdasarkan Ukuran Butiran Nominal
II.2.2.5 Jenis Agregat Berdasarkan Berat
II.2.3 Air
II.2.4 Bahan Tambah
II.2.4.1 Umum
II.2.4.2 Alasan Penggunaan Bahan Tambahan
II.2.4.3 Perhatian Penting dalam Penggunaan Bahan Tambahan
II.2.4.4 Polypropylene
II.3 Beton Segar
II.3.1 Kemudahan Pengerjaan (Workability)
II.3.2 Pemisahan Kerikil (Segregation)
II.3.3 Pemisahan Air (Bleeding)
II.4 Beton Keras
II.5 Kuat Tekan Beton
II.6 Kekuatan Tarik Belah Beton
II.7 Kuat Lentur
II.8.1 Rangkak(Creep) dan Susut (Shrinkage)
II.8.2 Plastic Shrinkage Crack
II.8.3 Drying Shrinkage Beton
II.8.4 Lebar Retak
II.9 Penelitian Yang Terkait
BAB III METODE PENELITIAN
III.1 Umum
III.2 Penyediaan dan Pemeriksaan Bahan Penyusun Beton
III.2.1 Semen Portland
III.2.2 Agregat
III.2.2.1 Agregat Halus
III.2.2.2 Agregat Kasar
III.2.3 Air
III.2.4 Polypropylene
III.3 Perencanaan Campuran Beton (Mix Design)
III.4 Pembuatan Benda Uji Silinder, Balok dan Pelat
III.5 Pengujian Kuat Tekan
III.6 Pengujian Kuat Tarik Belah Beton ”Splitting Test”
III.7 Pengujian Kuat Lentur ”Flexure Test”
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Nilai Slump
IV.2 Kuat Tekan
IV.2.1 Pola Retak Pada Pengujian Kuat Tekan
IV.3 Kuat Tarik Silinder Beton
IV.4. Kuat Lentur
IV.5. Benda Uji Pelat
IV.5.1 Hasil Pengamatan Retak
IV.5.2 Pola Retak
IV.5.3 Jumlah Retak
IV.5.4 Panjang Retak
IV.5.5 Lebar Retak
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
V.2 Saran
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Benda uji silinder beton
Gambar 1.2 Benda uji balok beton
Gambar 1.3 Benda uji pelat beton
Gambar 2.1 Proses pengikatan dan pengerasan beton
Gambar 2.2 Kerucut Abrams
Gambar 2.3 Jenis-jenis slump adukan beton
Gambar 2.4 Pengaruh jenis agregat terhadap kuat tekan beton
Gambar 2.5 Hubungan antara faktor air semen dengan kekuatan beton
Gambar 2.6 Hubungan antara umur beton dan kuat tekan beton
Gambar 2.7 Perkembangan kekuatan tekan mortar untuk berbagai tipe Portland
Semen
Gambar 2.8 Pengaruh jumlah semen terhadap kuat tekan beton pada faktor air
semen sama
Gambar 4.1 Nilai slump terhadap kadar bahan tambah polypropylene
Gambar 4.2 Grafik perbandingan kuat tekan terhadap penambahan polypropylene
Gambar 4.3 Pola retak pada pengujian kuat tekan silinder beton dalam penelitian
Gambar 4.4 Pola retak yang terjadi
Gambar 4.5 Pengaruh persentase polypropylene terhadap kuat tarik beton
Gambar 4.6 Gambar perletakan pada pengujian kuat lentur balok
Gambar 4.7 Grafik nilai kuat lentur pada setiap penambahan polypropylene
Gambar 4.8 Penyebaran retak pada pelat beton variasi I (BN-0%) setelah umur
Gambar 4.9 Penyebaran retak pada pelat beton variasi II (BP-0.5%) setelah umur
Beton 60 hari
Gambar 4.10 Penyebaran retak pada pelat beton variasi III (BP-0.75%) setelah
umur beton 60 hari
Gambar 4.11 Penyebaran retak pada pelat beton variasi IV (BP-1%) setelah umur
Beton 60 hari
Gambar 4.12 Grafik jumlah retak terhadap waktu pengamatan
Gambar 4.13 Perubahan panjang retak terhadap waktu pengamatan
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Distribusi pengujian benda uji dengan variasi Polypropylene
Tabel 2.1 Komposisi senyawa kimia Portland Semen
Tabel 2.2 Batasan gradasi untuk agregat halus
Tabel 2.3 Susunan besar butiran agregat kasar (ASTM, 1991)
Tabel 2.4 Lebar retak maksimum yang diijinkan
Tabel 3.1 Karakteristik geometrik cacahan polypropylene
Tabel 3.2 Penjelasan mengenai polypropylene
Tabel 4.1 Nilai slump terhada persentase polypropylene
Tabel 4.2 Hasil pengujian kuat tekan beton
Tabel 4.3 Hasil pengamatan retak pada pelat beton
Tabel 4.4 Hasil pengamatan retak variasi I (BN) pada pelat beton
Tabel 4.5 Hasil pengamatan retak variasi II (BP-0,5%) pada pelat beton
Tabel 4.6 Hasil pengamatan retak variasi III (BP-0,75%) pada pelat beton
Tabel 4.7 Hasil pengamatan retak variasi VI (BP-1%) pada pelat beton
Tabel 4.8 Jumlah retak selama pengamatan
Tabel 4.9 Panjang retak maksimum
DAFTAR NOTASI
T : tegangan rekah beton (N/mm2)
L : panjang silinder (mm)
D : diameter (mm)
σlt : tegangan lentur beton (N/mm2)
M : momen maksimum pada saat benda uji runtuh
Z : modulus penampang arah melintang
P : gaya yang diberikan (N)
A : luas penampang (mm2)
: tegangan (N/mm2)
air
: berat isi air (0.997 gr/cm3)
FM : modulus kehalusan
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Beton merupakan fungsi dari bahan penyusunnya yang terdiri dari bahan
semen hidrolik (Portland Cement), agregat kasar, agregat halus, air dan bahan
tambah (admixture atau additive). Beton juga mempunyai beberapa kelebihan
dibandingkan bahan konstruksi yang lain, diantaranya mempunyai kuat tekan yang
besar, tahan terhadap api, mudah dibentuk, tidak diperlukan keahlian khusus dalam
pembuatan, dan bahan baku mudah untuk didapatkan, sehingga beton unggul dari
segi biaya. Karena itu, saat ini beton menjadi pilihan utama bagi masyarakat dalam
mendirikan suatu bangunan.
Namun beton juga dikenal sebagai material yang getas (tidak daktail) dan
lemah terhadap tarik dibandingkan dengan baja. Daktilitas beton yang rendah
dicerminkan oleh kurva load/tegangan-reganganya yang mempunyai penurunan
kekuatan tekan yang cepat pada daerah pasca puncak, sehingga menyebabkan
keruntuhan secara tiba-tiba. Penambahan bahan tambah berupa serat yang akan
dicampurkan ke dalam campuran beton diharapkan dapat membuat beton lebih
daktail serta meningkatkan kuat tarik pada beton.
Bahan-bahan limbah disekitar lingkungan dapat dimanfaatkan sebagai bahan
tambah dalam dalam campuran beton. Hal tersebut dapat memberikan alternatif
untuk memanfaatkan limbah limbah yang tidak termanfaatkan, seperti limbah plastik
polypropylene. Khusus mengenai limbah plastik, jika diperhatikan lebih lanjut
berarti bahan dasar gelas plastik ini adalah polypropylene. Dengan optimalisasi
pemanfaatan limbah plastik polypropylene ini diharapkan dapat mengurangi limbah
yang mencemari lingkungan serta memberikan nilai tambah tersendiri.
Dalam penelitian ini, limbah plastik polypropylene (PP) berfungsi sebagai
serat yang akan digunakan sebagai bahan tambah dalam campuran beton normal.
Serat tersebut dicampurkan ke dalam adukan beton dengan persentase penambahan
serat yang bervariasi. Dengan penambahan serat tersebut diharapkan dapat
memberikan perbaikan terhadap sifat mekanis dan pola retak beton..
Limbah plastik polypropylene (PP) ini tidak dapat langsung digunakan, tetapi
harus melalui suatu proses pengolahan, sehingga siap digunakan untuk campuran
beton. Proses penggunaan limbah polypropylene (PP) ini antara lain harus
dibersihkan dan diolah (dicacah) terlebih dahulu sehingga menjadi kepingan-
kepingan plastik polypropylene dengan ukuran lebar berkisar 3-5 mm dan panjang
18-20 mm. Diharapkan dengan dimensi tersebut dalam proses pencampuran dapat
bersifat homogen.
Kadar cacahan plastik polypropylene (PP) 0.0% ; 0.5% ; 0.75% ; 0.1%.
Beton tanpa penambahan cacahan polypropylene diklasifikasikan sebagai beton
dengan kadar cacahan 0.0% atau selanjutnya disebut Beton Nornal (BN). Hal ini
dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh cacahan plastik bekas terhadap beton.
Benda uji yang digunakan untuk percobaan kuat tekan dan kuat tarik dengan
menggunakan silinder dengan diameter 15 cm dan tinggi 30 cm, sedangkan untuk
percobaan uji lentur digunakan balok dengan ukuran 75x15x15 cm serta untuk uji
I.2 Permasalahan
1. Bagaimana pengaruh cacahan limbah plastik polypropylene (PP) sebagai
serat dalam campuran beton normal terhadap sifat mekanis dan pola retak
beton.
2. Bagaimana optimasi/ persentase terbaik dari polypropylene (PP) dalam
campuran beton normal.
I.3 Batasan Masalah
1. Mutu beton yang direncanakan adalah 17,5 MPa pada umur 28 hari.
2. Faktor air semen digunakan adalah 0,58
3. Pengujian menggunakan 3 macam benda uji, yaitu balok dengan ukuran
75x15x15 cm3 untuk pengujian flexture, silinder dengan diameter (d) 15 cm
dan tinggi (h) 30 cm untuk pengujian tekan dan tarik belah, serta pelat ukuran
100x100x8 cm3untuk pengamatan pola retak.
4. Jenis serat yang ditambahkan adalah polypropylene yang telah dicacah
dengan kisaran lebar berkisar 2-4 mm dan panjang 18-20 mm.
5. Komposisi serat yang digunakan adalah 0%, 0,5%, 0,75% , 1% (dari berat
semen).
6. Standar pengujian ASTM.
7. Semen yang digunakan adalah semen Portland tipe I dengan kemasan 50 kg.
8. Tidak melakukan pengujian terhadap uji fisis (densitas dan penyerapan air).
9. Selanjutnya untuk penamaan beton dengan variasi 0% atau tanpa
penambahan polypropylene disebut Beton Normal (BN) dan beton dengan
No Benda Uji
Variasi Beton Total Benda
BN-0% BP-0,5% BP-0,75% BP-1% Uji
1 Balok 2 2 2 2 8
2 Silinder 3 3 3 3 12
3 Pelat 1 1 1 1 4
Total 24
Tabel 1.1 Distribusi pengujian benda uji dengan variasi Polypropylene
Gambar 1.1Benda Uji Silinder Gambar 1.2 Benda Uji Balok
Gambar 1.3 Benda uji pelat beton
I.4 Maksud dan Tujuan Penelitian
Mengetahui optimasi penambahan limbah plastik berjenis polypropylene (PP)
sebagai serat beton pada sifat mekanis dan pola retak beton.
I.6 Tempat Penelitian
Laboratorium Teknologi Beton dan Bahan Rekayasa Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Sumatera Utara.
1.7 Sistematika Penulisan
BAB. I Pendahuluan
Bab ini mencakup latar belakang penelitian, tujuan penelitian, batasan
masalah, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB. II Tinjauan pustaka
Bab ini berisi tentang teori yang mendasari penelitian.
BAB. III Metodologi penelitian
Bab ini membahas tentang diagram alir penelitian, peralatan, bahan-bahan,
pembuatan sampel uji, dan pengujian sampel.
BAB. IV Hasil dan pembahasan
Bab ini membahas tentang hasil penelitian dan menganalisis data yang
BAB. V Kesimpulan dan saran
Menyimpulkan hasil-hasil yang didapat dari penelitian dan memberikan saran
untuk lebih lanjut.
BAB II
II.1. Umum
Beton merupakan bahan bangunan yang dihasilkan dari campuran
bahan-bahan dasar seperti, semen, agregat halus, agregat kasar, dan air. Beton mempunyai
kelebihan, antara lain :
1. Harganya relatif lebih murah.
2. Tidak memerlukan biaya perawatan.
3. Tahan lama karena tidak busuk atau berkarat.
4. Mudah dibentuk sesuai keinginan pembuatnya.
Walaupun beton tampak mudah dibuat akan tetapi bila tidak dikerjakan atau
direncanakan dengan teliti akan menghasilkan bahan bangunan yang kurang baik.
Beton pada umumnya banyak dipergunakan dalam bidang konstuksi pembangunan
rumah, gedung, jembatan, kontruksi jalan dan lain lain.
II.2 Bahan- Bahan Pembentuk Beton. II.2.1 Semen
Semen berasal dari kata “Cement” dalam bahasa asing/ Inggris yang berarti
pengikat/ perekat. Dengan kata lain semen merupakan material yang berfungsi untuk
merekatkan butir-butir agregat agar terjadi suatu masa yang kompak/padat. Selain itu
juga dapat mengisi rongga rongga diantara butiran agregat.
II.2.1.1 Jenis-Jenis Semen
Semen yang digunakan dalam bangunan terdapat 2 jenis, yaitu :
Semen yang berubah menjadi produk yang solid setelah ditambah air,
menghasilkan material yang tidak terpisah dengan air, dengan kata lain,
semen hidrolis akan mengeras bila diberi air. Semen hidrolis yang paling
umum adalah semen Portland.
2. Semen non-hidrolis,
Semen yang tidak membutuhkan air untuk membuatnya menjadi solid.
Semen non-hidrolis yang paling umum adalah kapur dan gypsum. Gypsum
pernah digunakan di mesir sekitar 3000 SM untuk membangun pyramid.
II.2.1.2 Semen Portland
Semen portland adalah perekat hydraulis yang dihasilkan dari penggilingan
klinker yang kandungan utamanya calcium silicate dan satu atau dua buah bentuk
calcium sulfat sebagai bahan tambahan. Semen portland merupakan bahan ikat yang
penting dan banyak dipakai dalam pembangunan fisik.
II.2.1.2.1.Proses Pembuatan Semen Portland
Semen Portland dibuat dengan melalui beberapa langkah, sehingga sangat
halus dan memiliki sifat kohesif dan adhesif. Semen diperoleh dengan membakar
secara bersamaan, suatu campuran dari calcareous (yang mengandung kalsium
karbonat atau batu gamping) dan argillaceous (yang mengandung alumina) dengan
perbandingan tertentu.
Secara mudahnya, kandungan semen Portland ialah : kapur, silika dan
menjadi klinker. Setelah itu kemudian dikeluarkan, didinginkan dan dihaluskan
sampai halus seperti bubuk. Biasanya ditambahkan gips atau kalsium sulfat (CaS04)
kira-kira 2%-4% sebagai bahan pengontrol selama waktu pengikatan.
II.2.1.2.2 Sifat-Sifat Semen Portland
Sifat-sifat semen Portland dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sifat kimia dan
sifat fisika. Sifat kimia semen portland meliputi:
1. Susunan Kimia
Karena bahan dasarnya terdiri dari bahan-bahan yang terutama mengandung
kapur, silika, alumina dan oksida besi, maka bahan-bahan ini menjadi
unsur-unsur pokok semennya. Sebagai hasil perubahan susunan kimia yang terjadi
diperoleh susunan kimia yang komplek, namun pada semen biasa dapat dilihat
pada Tabel 2.1. Oksida-oksida tersebut berinteraksisatu sama lain untuk
membentuk serangkaian produk yang lebih komplek selama proses peleburan.
Oksida Persen
Kapur, CaO 60 – 65
Alumina, Al2O3 3 – 8
Besi, Fe2O3 0.5 – 6
Magnesia MgO 0.5 – 4
Sulfur, SO3 1 – 2
Soda / Potash, Na2O + K2O 0.5 – 1
Tabel 2.1. Komposisi Senyawa Kimia Portland Semen
Walaupun demikian pada dasarnya ada 4 unsur paling penting yang
menyusun semen portland, yaitu :
a. Trikalsium Silikat (3CaO.SiO2) yang disingkat menjadi C3S.
b. Dikalsium Silikat (2CaO.SiO2) yang disingkat menjadi C2S.
c. Trikalsium Aluminat (3CaO.Al2O3) yang disingkat menjadi C3A.
d. Tetrakalsium Aluminoferrit (4CaO.Al2O3.Fe2O3), disingkat menjadi C4AF.
Senyawa tersebut menjadi kristal-kristal yang paling mengikat/mengunci
ketika menjadi klinker. Komposisi C3S dan C2S adalah 70% - 80% dari berat semen
dan merupakan bagian yang paling dominan memberikan sifat semen. Semen dan air
saling bereaksi, persenyawaan ini dinamakan proses hidrasi, dan hasilnya dinamakan
hidrasi semen.
2. Kesegaran semen
Pengujian kehilangan berat akibat pembakaran ( loss of ignition) dilakukan
pada semen untuk menentukan kehilangan berat jika semen dibakar sampai sekitar
900-1000oC. kehilangan berat ini terjadi karena adanya kelembapan dan adanya
karbon dioksida dalam bentuk kapur bebas atau magnesium yang menguap.
3. Sisa yang tak terlarut
Sisa bahan yang tidak habis bereaksi adalah bagian yang tidak aktif dari
semen. Semakin sedikit sisa bahan ini semakin naik kualitas semen. Jumlah
maksimum sisa yang tak larut yang dipersyaratkan adalah 1.,5%.
Sifat fisik semen portland meliputi:
1. Kehalusan butir
Reaksi antara semen dan air dimulai dari permukaan butir-butir semen,
sehingga makin luas permukaan butir-butir semen (dari berat semen yang sama)
makin cepat proses hidrasinya. Hal ini berarti kehalusan butir semen mempengaruhi
proses hidrasi semen, semakin halus butiran semen maka proses hidrasi akan
semakin cepat, sehingga kekuatan awal tinggi dan kekuatan akhir akan berkurang.
Kehalusan semen yang tinggi dapat mengurangi terjadinya bleeding atau naiknya air
ke permukaan, tetapi menambah kecenderungan beton untuk menyusut lebih banyak
dan mempermudah terjadinya retak susut.
2. Waktu ikatan
Waktu yang diperlukan semen terhitung dari mulai bereaksi dengan air dan
menjadi pasta semen hingga pasta semen cukup kaku untuk menahan tekanan yang
disebut waktu ikatan. Waktu ikat semen dibagi dua yaitu waktu ikat awal (initial
time) dan waktu ikatan air (final setting time).
Waktu dari pencampuran semen dan air sampai saat kehilangan sifat
keplastisanya disebut waktu ikatan awal, dan waktu mencapai pastanya menjadi
ikatan awal tidak boleh kurang dari 60 menit, dan waktu ikatan akhir tidak boleh
lebih dari 480 menit (8 jam).
3. Panas hidrasi
Silikat dan aluminat pada semen bereaksi dengan air menjdai media perekat
yang memadat lalu membentuk massa yang keras. Reaksi membentuk media perekat
ini disebut hidrasi. Panas hidrasi didefinisikan sebagai kuantitas panas dalam
kalori/gram pada semen yang terhidrasi.
Hidrasi semen bersifat eksotermis dengan panas yang dikeluarkan kira-kira
120 kalori/gram. Dalam pelaksanaan, perkembangan panas ini dapat mengakibatkan
masalah yakni timbulnya retakan pada saat pendinginan. Oleh karena itu, perlu
dilakukan pendinginan melalui perawatan (curing) pada saat pelaksanaan.
4. Berat jenis
Berat jenis semen berkisar antara 3,15 mg/m3. Berat jenis digunakan dalam
hitungan perbandingan campuran saja.
II.2.1.2.3 Jenis-Jenis Semen Portland
Sesuai dengan tujuan pemakaianya, semen portland di Indonesia dibagi
menjadi 5 jenis, yaitu :
Jenis I : Semen Portland untuk penggunaan umum yang tidak memerlukan
persyaratan- persyaratan khusus seperti yang disyaratkan pada
jenis-jenis lain.
Jenis II : Semen Portland yang dalam penggunaanya memerlukan ketahanan
Jenis III : Semen Portland yang dalam penggunaanya menuntut persyaratan kekuatan
awal yang tinggi setelah pengikatan terjadi.
Jenis IV : Semen Portland yang dalam penggunaanya menuntut persyaratan panas
hidrasi yang rendah.
Jenis V : Semen Portland yang dalam penggunaanya menuntut persyaratan sangat
tahan terhadap sulfat.
II.2.1.2.4 Pengerasan dan Pengikatan Semen Portland
Apabila air ditambahkan ke dalam semen Portland, maka terjadi antara
komponen-komponen semen dengan air yang dinamakan hidrasi. Reaksi akan
menghasilkan senyawa-senyawa hidrat. Senyawa hidrat terdiri dari :
1. Calcium Silicate Hydrate + Ca(OH)2.
2. Calcium Aluminate Hydrate (3CaO.Al2O3.3H2O).
3. Calcium Sulfuric Aluminate Hydrate (3CaO.Al2O3.3CaSO4.3H2O).
Yang semuanya dalam bentuk “Cement Gel”.
PENAMBAHAN AIR
DORMANT
PERIODE
PASTA PLASTIS
DAN
INITIAL SETTING
TIME
1. Pada awal mula reaksi hydrasi tersebut akan menghasilkan pengendapan Ca(OH)2,
etteringite dan C-S-H akan membentuk coating pada partikel semen serta
mengakibatkan reaksi hydrasi akan tertahan, periode ini disebut Dormant Periode.
2. Dormant Periode ini terjadi pada 1 jam hingga 2 jam, dan selama itu pasta masih
dalam keadaan plastis dan workable. Periode ini berakhir dengan pecahnya
coating tersebut dan segera reaksi hydrasi terjadi kembali dan Initial Set segera tercapai.
3. Selama periode beberapa jam, reaksi hydrasi dari 3CaO.SiO2 terjadi dan
menghasilkan C-S-H dengan volume lebih dari dua kali volume semen. C-S-H ini
akan mengisi rongga dan membentuk titik-titik kontak yang menghasilkan
kekakuan.
4. Pada tahap berikutnya terjadi konsentrasi dari C-S-H dan konsentrasi dari
titik-titik kontak yang akan menghalangi mobilitas partikel-partikel semen, yang
akhirnya pasta menjadi kaku dan Final Setting dicapai dan proses pengerasan mulai terjadi secara steady.
II.2.2 Agregat
Agregat merupakan butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan
pengisi dalam campuran mortar atau beton. Agregat ini kira-kira menempati
sebanyak 70% volume mortar atau beton. Walaupun namanya hanya sebagai bahan
pengisi, akan tetapi agregat sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat mortar atau
betonya, sehingga pemilihan agregat merupakan suatu bagian penting dalam
pembuatan mortar atau beton. Dalam praktek agregat umumnya digolongkan
menjadi 3 kelompok yaitu :
b. Kerikil, untuk butiran antara 5 mm dan 40 mm.
c. Pasir, unuk butiran antara 0,15 mm dan 5 mm.
II.2.2.1 Jenis-Jenis Agregat
Agregat dapat dibedakan atas dua jenis yaitu agregat alam dan agregat buatan
(pecahan). Agregat alam dan buatan ini pun dapat dibedakan berdasarkan beratnya,
asalnya, diameter butirnya (gradasi) dan tekstur permukaannya.
II.2.2.2 Jenis Agregat Berdasarkan Bentuk
Bentuk agregat dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya dipengaruhi
oleh proses geologi batuan yang terbentuk secara alamiah. Klasifikasi agregat
berdasarkan bentuknya adalah sebagai berikut:
1. Agregat bulat
Agregat ini terbentuk karena terjadinya pengikisan oleh air atau
keseluruhannya terbentuk karena pengeseran. Rongga udaranya minimum
33%, sehingga rasio luas permukaannya kecil. Beton yang dihasilkan dari
agregat ini kurang cocok untuk struktur yang menekankan pada kekuatan,
sebab ikatan antar agregat kurang kuat.
2. Agregat bulat sebagian atau tidak teratur
Agregat ini secara alamiah berbentuk tidak teratur. Sebagian terbentuk karena
pergeseran sehingga permukaan atau sudut – sudutnya berbentuk bulat.
membutuhkan lebih banyak pasta semen agar mudah dikerjakan. Beton yang
dihasilkan dari agregat ini belum cukup baik untuk beton mutu tinggi, karena
ikatan antara agregat belum cukup baik (masih kurang kuat).
3. Agregat bersudut
Agregat ini mempunyai sudut – sudut yang tampak jelas, yang terbentuk di
tempat – tempat perpotongan bidang – bidang dengan permukaan kasar.
Rongga udara pada agregat ini sekitar 38% - 40%, sehingga membutuhkan
lebih banyak lagi pasta semen agar mudah dikerjakan. Beton yang dihasilkan
dari agregat ini cocok untuk struktur yang menekankan pada kekuatan karena
ikatan antar agregatnya baik (kuat).
4. Agregat panjang
Agregat ini panjangnya jauh lebih besar dari pada lebarnya dan lebarnya jauh
lebih besar dari pada tebalnya. Agregat ini disebut panjang jika ukuran
terbesarnya lebih dari 9/5 dari ukuran rata – rata. Ukuran rata – rata ialah
ukuran ayakan yang meloloskan dan menahan butiran agregat. Sebagai
contoh, agregat dengan ukuran rata – rata 15 mm akan lolos ayakan 19 mm
dan tertahan oleh ayakan 10 mm. Agregat ini dinamakan panjang jika ukuran
terkecil butirannya lebih kecil dari 27 mm (9/5 x 15 mm). Agregat jenis ini
akan berpengaruh buruk pada mutu beton yang akan dibuat. Kekuatan tekan
beton yang dihasilkan agregat ini adalah buruk.
Agregat disebut pipih jika perbandingan tebal agregat terhadap ukuran –
ukuran lebar dan tebalnya lebih kecil. Agregat pipih sama dengan agregat
panjang, tidak baik untuk campuran beton mutu tinggi. Dinamakan pipih jika
ukuran terkecilnya kurang dari 3/5 ukuran rata – ratanya.
6. Agregat pipih dan panjang
Pada agregat ini mempunyai panjang yang jauh lebih besar daripada lebarnya.
Sedangkan lebarnya jauh lebih besar dari tebalnya.
II.2.2.3 Jenis Agregat Berdasarkan Tekstur Permukaan
Permukaan agregat yang kasar akan menghasilkan ikatan yang lebih baik jika
dibandingkan dengan permukaan agregat yang licin. Jenis agregat berdasarkan
tekstur permukaannya dapat dibedakan sebagai berikut:
1. Agregat Kasar
Agregat ini dapat terdiri dari batuan berbutir halus atau kasar yang
mengandung bahan – bahan berkristal yang tidak dapat terlihat dengan jelas
melalui pemeriksaan visual.
2. Agregat Berbutir (granular)
3. Agregat licin/halus (glassy)
Agregat jenis ini lebih sedikit membutuhkan air dibandingkan dengan agregat
dengan permukaan kasar. Agregat licin terbentuk akibat dari pengikisan oleh
air, atau akibat patahnya batuan (rocks) berbutir halus atau batuan yang
berlapis – lapis. Dari hasil penelitian, kekasaran agregat akan menambah
kekuatan gesekan antara pasta semen dengan permukaaan butir agregat
sehingga beton yang menggunakan agregat ini cenderung mutunya akan lebih
rendah.
4. Kristalin (cristalline)
Agregat jenis ini mengandung kristal – kristal. Tampak dengan jelas melalui
pemeriksaan visual.
5. Berbentuk sarang labah (honeycombs)
Agregat ini tampak dengan jelas pori – porinya dan rongga – rongganya.
Melalui pemeriksaan visual kita dapat melihat lubang – lubang pada
batuannya.
II.2.2.4 Jenis Agregat Berdasarkan Ukuran Butir Nominal
Ukuran agregat pada beton dapat memmpengaruhi kekuatan tekan beton
tersebut dan mempengaruhi kemudahan pekerjaan (workability). Menurut dari
ukuran butirannya agregat dibagi menjadi dua golongan yaitu:
1. Agregat Halus
mm atau lolos saringan no.4 dan tertahan pada saringan no.200. Agregat
halus (pasir) berasal dari hasil disintegrasi alami dari batuan alam atau pasir
buatan yang dihasilkan dari alat pemecah batu (stone crusher).
Agregat halus yang akan digunakan harus memenuhi spesifikasi yang telah
ditetapkan oleh ASTM. Jika seluruh spesifikasi yang ada telah terpenuhi maka
barulah dapat dikatakan agregat tersebut bermutu baik. Adapun spesifikasi tersebut
adalah :
a. Susunan Butiran ( Gradasi )
Agregat halus yang digunakan harus mempunyai gradasi yang baik, karena
akan mengisi ruang-ruang kosong yang tidak dapat diisi oleh material lain
sehingga menghasilkan beton yang padat disamping untuk mengurangi
penyusutan. Analisa saringan akan memperlihatkan jenis dari agregat halus
tersebut. Melalui analisa saringan maka akan diperoleh angka Fine Modulus.
Melalui Fine Modulus ini dapat digolongkan 3 jenis pasir yaitu :
Pasir Kasar : 2.9 < FM < 3.2
Pasir Sedang : 2.6 < FM < 2.9
Pasir Halus : 2.2 < FM < 2.6
Selain itu ada juga batasan gradasi untuk agregat halus, sesuai dengan ASTM
C 33 – 74 a. Batasan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 2.2 Batasan Gradasi untuk Agregat Halus
Ukuran Saringan ASTM Persentase berat yang lolos pada tiap
saringan
4.76 mm (No. 4) 95 – 100
2.36 mm ( No.8) 80 – 100
1.19 mm (No.16) 50 – 85
0.595 mm ( No.30 ) 25 – 60
0.300 mm (No.50) 10 – 30
0.150 mm (No.100) 2 – 10
b. Kadar Lumpur bagian yang lebih kecil dari 75 mikron (ayakan no.200), tidak
boleh melebihi 5 % ( ternadap berat kering ). Apabila kadar Lumpur
melampaui 5 % maka agragat harus dicuci.
c. Kadar Liat tidak boleh melebihi 1 % ( terhadap berat kering )
d. Agregat halus harus bebas dari pengotoran zat organic yang akan merugikan
beton, atau kadar organic jika diuji di laboratorium tidak menghasilkan warna
yang lebih tua dari standart percobaan Abrams – Harder dengan batas
standarnya pada acuan No 3.
e. Agregat halus yang digunakan untuk pembuatan beton dan akan mengalami
basah dan lembab terus menerus atau yang berhubungan dengan tanah basah,
tidak boleh mengandung bahan yang bersifat reaktif terhadap alkali dalam
semen, yang jumlahnya cukup dapat menimbulkan pemuaian yang berlebihan
di dalam mortar atau beton dengan semen kadar alkalinya tidak lebih dari
0,60% atau dengan penambahan yang bahannya dapat mencegah pemuaian.
f. Sifat kekal ( keawetan ) diuji dengan larutan garam sulfat :
Jika dipakai Natrium – Sulfat, bagian yang hancur maksimum 10 %.
Jika dipakai Magnesium – Sulfat, bagiam yang hancur maksimum 15 %.
Agregat harus mempunyai gradasi yang baik, artinya harus tediri dari butiran
yang beragam besarnya, sehingga dapat mengisi rongga-rongga akibat ukuran
yang besar, sehingga akan mengurangi penggunaan semen atau penggunaan
semen yang minimal.
Agregat kasar yang digunakan pada campuran beton harus memenuhi
persyaratan-persyaratan sebagai berikut :
a. Susunan butiran (gradasi)
Agregat kasar harus mempunyai susunan butiran dalam batas-batas seperti
yang terlihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Susunan Besar Butiran Agregat Kasar (ASTM, 1991) Ukuran Lubang Ayakan
(mm)
Persentase Lolos Kumulatif
(%)
38,10 95 – 100
19,10 35 – 70
9,52 10 – 30
4,75 0 – 5
b. Agregat kasar yang digunakan untuk pembuatan beton dan akan mengalami
basah dan lembab terus menerus atau yang akan berhubungan dengan tanah
basah, tidak boleh mengandung bahan yang reaktif terhadap alkali dalam
semen, yang jumlahnya cukup dapat menimbulkan pemuaian yang
tidak lebih dari 0,06% atau dengan penambahan bahan yang dapat mencegah
terjadinya pemuaian.
c. Agregat kasar harus terdiri dari butiran-butiran yang keras dan tidak berpori
atau tidak akan pecah atau hancur oleh pengaruk cuaca seperti terik matahari
atau hujan.
d. Kadar lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 75 mikron (ayakan no.200),
tidak boleh melebihi 1% (terhadap berat kering). Apabila kadar lumpur
melebihi 1% maka agregat harus dicuci.
e. Kekerasan butiran agregat diperiksa dengan bejana Rudellof dengan beban
penguji 20 ton dimana harus dipenuhi syarat berikut:
Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 9,5 - 19,1 mm lebih dari 24%
berat.
Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 19,1 - 30 mm lebih dari 22%
berat.
f. Kekerasan butiran agregat kasar jika diperiksa dengan mesin Los Angeles
dimana tingkat kehilangan berat lebih kecil dari 50%.
II.2.2.5 Jenis Agregat Berdasarkan Berat
Agregat berdasarkan berat dapat dibedakan menjadi 3 golongan, yaitu :
Agregat normal dapat dihasilkan dari pemecahan batuan quarry ataupun
langsung diambil dari alam. Agregat ini biasanya memiliki berat jenis
rata-rata 2,5 sampai 2,7. Beton yang dibuat dengan agregat normal adalah beton
yang memiliki berat isi 2200-2500 kg/m3. Beton yang dihasilkan dengan
menggunakan agregat ini memiliki kuat tekan sekitar 15-40 Mpa.
2. Agregat ringan
Agregat ringan dipergunakan untuk menghasilkan beton yang ringan dalam
sebuah konstruksi yang memperhatikan berat dirinya. Berat isi agregat ringan
ini berkisar antara 350-880 kg/m3 untuk agregat kasar, dan 750-1200 kg/m3
untuk agregat halusnya.
3. Agregat berat
Agregat berat memiliki berat jenis lebuh besar dari 2800 kg/m3. Agregat ini
biasanya dipergunakan untuk menghasilkan beton untuk proteksi terhadap
radiasi nuklir.
II.2.3 Air
Air merupakan bahan dasar pembuat beton yang penting namun harganya
paling murah. Air diperlukan pada pembuatan beton untuk bereaksi dengan semen,
serta membasahi agregat dan memberikan kemudahan dalam pekerjaan beton. Air
yang dapat diminum umunya dapat digunakan sebagai campuran beton. Air yang
mengandung senyawa-senyawa berbahaya, yang tercemar garam, minyak, gula atau
bahan kimia lainya, bila dipakai dalam campuran beton akan menurunkan kualitas
Air yang digunakan sebagai campuran harus bersih, tidak boleh mengandung
minyak, asam, alkali, zat organis atau bahan lainnya yang dapat merusak beton.
Dalam pemakaian air untuk beton sebaiknya air memenuhi syarat sebagai berikut :
a. Tidak mengandung lumpur (benda melayang lainnya) lebih dari 2 gram/liter.
b. Tidak mengandung garam-garamm yang dapat merusak beton (asam, zat organik,
dan sebagainya) lebih dari 15 gram/liter.
c. Tidak mengandungf klorida (Cl) lebih dari 0,5 gram/liter.
d. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter.
Untuk air perawatan, dapat dipakai juga air yang dipakai untuk pengadukan,
tetapi harus yang tidak menimbulkan noda atau endapan yang merusak warna
permukaan beton. Besi dan zat organis dalam air umumnya sebagai penyebab utama
pengotoran atau perubahan warna, terutama jika perawatan cukup lama.
II.2.4 Bahan Tambah II.2.4.1 Umum
Bahan tambah (admixture) adalah bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam
campuran beton pada saat atau selama percampuran berlangsung. Fungsi dari bahan
ini adalah untuk mengubah sifat-sifat dari beton agar menjadi lebih cocok untuk
pekerjaan tertentu, atau untuk menghemat biaya.
Admixture atau bahan tambah yang didefenisikan dalam Standard Definitions
of terminology Relating to Concrete and Concrete Aggregates (ASTM
C.125-1995:61) dan dalam Cement and Concrete Terminology (ACI SP-19) adalah sebagai
material selain air, agregat dan semen hidrolik yang dicampurkan dalam beton atau
tambah digunakan untuk memodifikasi sifat dan karakteristik dari beton misalnya
untuk dapat dengan mudah dikerjakan, mempercepat pengerasan, menambah kuat
tekan, penghematan, atau untuk tujuan lain seperti penghematan energi.
Bahan tambah biasanya diberikan dalam jumlah yang relatif sedikit, dan
harus dengan pengawasan yang ketat agar tidak berlebihan yang justru akan dapat
memperburuk sifat beton.
Di Indonesia bahan tambah telah banyak dipergunakan. Manfaat dari
penggunaan bahan tambah ini perlu dibuktikan dengan menggunakan bahan agregat
dan jenis semen yang sama dengan bahan yang akan dipakai di lapangan. Dalam hal
ini bahan yang dipakai sebagai bahan tambah harus memenuhi ketentuan yang
diberikan oleh SNI. Untuk bahan tambah yang merupakan bahan tambah kimia harus
memenuhi syarat yang diberikan dalam ASTM C.494, “Standard Spesification for
Chemical Admixture for Concrete”.
Untuk memudahkan pengenalan dan pemilihan admixture, perlu diketahui
terlebih dahulu kategori dan penggolongannya, yaitu :
1. Air entraining Agent (ASTM C 260), yaitu bahan tambah yang
ditujukanuntuk membentuk gelembung-gelembung udara berdiameter 1 mm
atau lebih kecil didalam beton atau mortar selama pencampuran, dengan
maksud mempermudah pengerjaan beton pada saat pengecoran dan
menambah ketahanan awal pada beton.
2. Chemical admixture (ASTM C 494), yaitu bahan tambah cairan kimia yang
ditambahkan untuk mengendalikan waktu pengerasan (memperlambat atau
mempercepat), mereduksi kebutuhan air, menambah kemudahan pengerjaan
3. Mineral admixture (bahan tambah mineral), merupakan bahan tambah yang
dimaksudkan untuk memperbaiki kinerja beton. Pada saat ini, bahan tambah
mineral ini lebih banyak digunakan untuk memperbaiki kinerja tekan beton,
sehingga bahan ini cendrung bersifat penyemenan.
Keuntunganannya antara lain : memperbaiki kinerja workability,
mempertinggi kuat tekan dan keawetan beton, mengurangi porositas dan daya
serap air dalam beton. Beberapa bahan tambah mineral ini adalah pozzolan,
fly ash, slang, dan silica fume.
4. Miscellanous admixture (bahan tambah lain), yaitu bahan tambah yang tidak
termasuk dalam ketiga kategori diatas seperti bahan tambah jenis polimer
(polypropylene, fiber mash, serat bambu, serat kelapa dan lainnya), bahan
pencegah pengaratan dan bahan tambahan untuk perekat (bonding agent).
II.2.4.2 Alasan Penggunaan Bahan Tambahan
Penggunaan bahan tambahan harus didasarkan pada alasan-alasan yang tepat
misalnya untuk memperbaiki sifat-sifat tertentu pada beton. Pencapaian kekuatan
awal yang tinggi, kemudahan pekerjaan, menghemat harga beton, memperpanjang
waktu pengerasan dan pengikatan, mencegah retak dan lain sebagainya. Para
pemakai harus menyadari hasil yang diperoleh tidak akan sesuai dengan yang
diharapkan pada kondisi pembuatan beton dan bahan yang kurang baik.
Keuntungan penggunaan bahan tambah pada sifat beton, antara lain :
a. Pada beton segar (fresh concrete) Memperkecil faktor air semen
Mengurangi penggunaan semen.
Memudahkan dalam pengecoran.
Memudahkan finishing.
b. Pada beton keras (hardened concrete) Meningkatkan mutu beton
Kedap terhadap air (low permeability).
Meningkatkan ketahanan beton (durability).
Berat jenis beton meningkat.
II.2.4.3 Perhatian Penting dalam Penggunaan Bahan Tambahan
Penggunaan bahan tambah di lapangan sering menimbulkan masalah-masalah
tidak terduga yang tidak mengguntungkan, karena kurangnya pengetahuan tentang
interaksi antara bahan tambahan dengan beton. Untuk mengurangi dan mencegah hal
yang tidak terduga dalam penggunaan bahan tambah tersebut, maka penggunaan
bahan tambah dalam sebuah campuran beton harus dikonfirmasikan dengan standar
yang berlaku dan yang terpenting adalah memperhatikan dan mengikuti petunjuk
dalam manualnya jika menggunakan bahan “paten” yang diperdagangkan.
a. Mempergunakan bahan tambahan sesuai dengan spesifikasi ASTM
(American Society for Testing and Materials) dan ACI (American Concrete
International).
Parameter yang ditinjau adalah :
Pengaruh samping (side effect) yang diakibatkan oleh bahan tambahan.
Banyak bahan tambahan mengubah lebih dari satu sifat beton, sehingga
kadang-kadang merugikan.
Sifat-sifat fisik bahan tambahan.
Konsentrasi dari komposisi bahan yang aktif, yaitu ada tidaknya
komposisi bahan yang merusak seperti klorida, sulfat, sulfide, phosfat,
juga nitrat dan amoniak dalam bahan tambahan.
Bahaya yang terjadi terhadap pemakai bahan tambahan.
Kondisi penyimpanan dan batas umur kelayakan bahan tambahan.
Persiapan dan prosedur pencampuran bahan tambahan pada beton segar.
Jumlah dosis bahan tambahan yang dianjurkan tergantung dari kondisi
struktural dan akibatnya bila dosis berlebihan.
Efek bahan tambah sangat nyata untuk mengubah karakteristik beton
misalnya FAS, tipe dan gradasi agregat, tipe dan lama pengadukan.
b. Mengikuti petunjuk yang berhubungan dengan dosis pada brosur dan
melakukan pengujian untuk mengontrol pengaruh yang didapat.
Biasanya percampuran bahan tambahan dilakukan pada saat percampuran
beton. Karena kompleksnya sifat bahan tambahan beton terhadap beton, maka
interaksi pengaruh bahan tambahan pada beton, khususnya interaksi pengaruh bahan
tambahan pada semen sulit diprediksi. Sehingga diperlukan percobaan pendahuluan
untuk menentukan pengaruhnya terhadap beton secara keseluruhan.
Polipropylene pertama kali dipolimerisasikan oleh Dr. Karl Rehn di Hoechst
AG, Jerman, pada 1951, yang tidak menyadari pentingnya penemuan itu. Ditemukan
kembali pada 11 Maret 1954 oleh Giulio Natta, polipropylene pada awalnya diyakini
lebih murah daripada polyethylene.
Polipropylene (PP) adalah sebuah polimer termo-plastik yang dibuat oleh
industri kimia dan digunakan dalam berbagai aplikasi, diantaranya pengemasan,
tekstil (contohnya tali, pakaian dalam termal, dan karpet), alat tulis, berbagai tipe
wadah terpakaikan ulang serta bagian plastik, perlengkapan labolatorium, pengeras
suara, komponen otomotif, dan uang kertas polimer. Polypropylene biasanya
didaur-ulang, dan simbol daur ulangnya adalah nomor "5": .
Pengolahan lelehnya polypropylene bisa dicapai melalui ekstrusi dan
pencetakan. Metode ekstrusi (peleleran) yang umum menyertakan produksi serat
pintal ikat (spun bond) dan tiup (hembus) leleh untuk membentuk gulungan yang
panjang buat nantinya diubah menjadi beragam produk yang berguna seperti masker
muka, penyaring, popok dan lap.
Teknik pembentukan yang paling umum adalah pencetakan suntik, yang
digunakan untuk berbagai bagian seperti cangkir, alat pemotong, botol kecil, topi,
wadah, perabotan, dan suku cadang otomotif seperti baterai. Teknik pencetakan tiup
dan injection-stretch blow molding juga digunakan, yang melibatkan ekstrusi dan
pencetakan.
Sebagai misal, berbagai aditif antistatik bisa ditambahkan untuk memperkuat
resistensi permukaan PP terhadap debu dan pasir. Kebanyakan teknik penyelesaikan
fisik, seperti pemesinan, bisa pula digunakan pada PP. Perawatan permukaan bisa
diterapkan ke berbagai bagian PP untuk meningkatkan adhesi (rekatan) cat dan tinta
cetak.
Karakteristik polypropylene sebagai berikut :
a. Nama lain : Polipropilena; Polipropena; Polipropena 25 [USAN];
Polimer propena; homopolimer 1-Propena
b. Berat jenis : 0.96 gr/cm3
c. Densitas : 0.855 g/cm3, tak berbentuk
0.946 g/cm3, kristalin
d. Titik leleh : ~160 °C (320 °F)
Karena polypropylene kebal dari lelah, kebanyakan living hinge (engsel
fleksibel tipis yang terbuat dari plastik yang menghubungkan dua bagian dari plastik
yang kaku), seperti yang ada di botol dengan tutup flip top, dibuat dari bahan
ini.Lembar polypropylene yang sangat tipis dipakai sebagai dielektrik dalam pulsa
berdaya tinggi tertentu serta kondensator frekuensi radio yang kehilangan
frekuensinya rendah.
Kebanyakan barang dari plastik untuk keperluan medis atau labolatorium bisa
dibuat dari polypropylene karena mampu menahan panas di dalam autoklaf. Sifat
tahan panas ini menyebabkannya digunakan sebagai bahan untuk membuat ketel
meleleh di dalam mesin cuci piring dan selama proses pengisian panas industri
berlangsung. Untuk alasan inilah, sebagian besar tong plastik untuk produk susu
perahan terbuat dari polypropylene yang ditutupi dengan foil aluminium (keduanya
merupakan bahan tahan-panas). Sesusai produk didinginkan, tabung sering diberi
tutup yang terbuat dari bahan yang kurang tahan panas, seperti polietylene
berdensitas rendah (LDPE) atau polistirena. Wadah seperti ini merupakan contoh
yang bagus mengenai perbedaan modulus, karena tampak jelas beda kekenyalan
LDPE (lebih lunak, lebih mudah dilenturkan) dengan PP yang tebalnya sama. Jadi
wadah penyimpan makanan dari polypropiylene sering memiliki tutup yang terbuat
dari LDPE yang lebih fleksible agar bisa tertutup rapat-rapat. polypropylene juga
bisa dibuat menjadi botol sekali pakai untuk menyimpan produk konsumen
berbentuk cairan atau tepung, meski HDPE dan polypropylene yang umum dipakai
untuk membuat botol semacam itu. Ember plastik, baterai mobil, kontainer penyejuk,
piring, dan kendi sering terbuat dari polypropylene atau HDPE, keduanya memiliki
penampilan, rasa, serta sifat yang hampir sama pada suhu ambien.
Polypropylene merupakan sebuah polimer utama dalam barang-barang tak
tertenun. Sekitar 50% digunakan dalam popok atau berbagai produk sanitasi yang
dipakai untuk menyerap air (hidrofil), bukan yang secara alami menolak air
(hidrofobik). Penggunaan tak tertenun lainnya yang menarik adalah saringan udara,
gas, dan cair dimana serat bisa dibentuk menjadi lembaran atau jaring yang bisa
dilipat untuk membentuk kartrij atau lapisan yang menyaring dalam batas-batas 0,5
sampai 30 mikron. Aplikasi ini bisa ditemukan di dalam rumah sebagai saringan air
minyak yang ideal dengan perintang apung yang biasanya diletakkan di dekat
tumpahan minyak di sungai.
Polypropylene juga umum digunakan sebagai polypropylene berorientasi
dwisumbu atau Biaxially Oriented Polypropylene (BOPP). Lembaran BOPP ini
digunakan untuk membuat berbagai macam bahan seperti clear bag (tas yang
transparan). Saat polypropylene berorientasi dwisumbu, ia menjadi sejernih kristal
dan berfungsi sebagai bahan pengemasan untuk berbagai produk artistik serta eceran.
Polypropylene yang berwarna-warni banyak dipakai dalam pembuatan permadani
dan tatakan untuk digunakan di rumah.
Militer AS pernah menggunakan polypropylene untuk membuat lapisan dasar
cuaca dingin seperti kaos lengan panjang atau celana dalam yang panjang. (Saat ini,
poliester menggantikan polypropylene dalam berbagai aplikasi di militer AS. Kaos
dari polypropylene tidak mudah terbakar, tapi bisa meleleh yang berakibat pada
bekas terbakar pada bagian baju yang terkena apapun jenis ledakan atau api.
Polypropylene digunakan pula sebagai pengganti polivinil klorida (PVC)
sebagai insulasi untuk kabel listrik LSZH (Low Smoke Zero Halogen) dalam
lingkungan ventilasi-rendah, terutama sekali terowongan. Ini karena PP
mengeluarkan sedikit asap serta halogen yang tak bertoksik, yang akan menghasilkan
asam dalam kondisi suhu tinggi.
Polypropylene juga dipakai dalam membran atap sebagai lapisan paling atas
kebal airnya sistem kayu lapis tunggal yang bertentangan dengan sistem bit
pembuat benang jahit untuk operasi yang diberi nama Prolene, yang dibuat oleh
Ethicon Inc.
Polypropylene sangat umum digunakan untuk pencetakan plastik dimana ia
disuntikkan ke dalam cetakan dalam keadaan meleleh, membentuk berbagai bentuk
yang kompleks pada volume yang tinggi dan biaya yang relatif rendah. Hasilnya bisa
berupa tutup botol, botol, dan lain-lain.
Polypropylene yang diproduksi dalam bentuk lembaran telah digunakan
secara meluas untuk produksi stationary folder, pengemasan, dan kotak
penyimpanan. Warna yang beragam, durabilitas, serta sifat resistensi PP terhadap
debu membuatnya ideal sebagai sampul pelindung untuk kertas serta berbagai bahan
yang lain. Karakteristik tadi juga membuat PP digunakan dalam stiker kubus Rubik.
Polypropylene telah digunakan dalam operasi memperbaiki hernia untuk
melindungi tubuh dari hernia baru di lokasi yang sama. Tambalan kecil dari PP yang
diletakkan di lokasi hernia, di bawah kulit, tidak menyebabkan rasa saki dan jarang
ditolak oleh tubuh.
II.3. Beton Segar (Fresh Concrete)
Beton segar yang baik ialah beton segar yang dapat diaduk, diangkut,
dituang, dipadatkan, tidak ada kecendrungan untuk terjadi segregasi (pemisahan
kerikil dari adukan) maupun bleeding (pemisahan air dan semen dari adukan). Hal ini
Tiga hal penting yang perlu diketahui dari sifat-sifat beton segar, yaitu :
kemudahan pengerjaan (workabilitas), pemisahan kerikil (segregation), pemisahan
air (bleeding).
II.3.1 Kemudahan Pengerjaan (Workability)
Sifat ini merupakan ukuran dari tingkat kemudahan atau kesulitan adukan
untuk diaduk, diangkut, dituang, dan dipadatkan.
Unsur-unsur yang mempengaruhi workabilitas yaitu :
1. Jumlah air pencampur.
Semakin banyak air yang dipakai makin mudah beton segar itu dikerjakan.
2. Kandungan semen.
Penambahan semen ke dalam campuran juga memudahkan cara
pengerjaan adukan betonnya, karena pasti diikuti dengan penambahan air
campuran untuk memperoleh nilai f.a.s (faktor air semen) tetap.
3. Gradasi campuran pasir dan kerikil.
Bila campuran pasir dan kerikil mengikuti gradasi yang telah disarankan
oleh peraturan maka adukan beton akan mudah dikerjakan. Gradasi adalah
distribusi ukuran dari agregat berdasarkan hasil persentase berat yang lolos
pada setiap ukuran saringan dari analisa saringan.
4. Bentuk butiran agregat kasar
Agregat berbentuk bulat-bulat lebih mudah untuk dikerjakan.
Bila cara pemadatan dilakukan dengan alat getar maka diperlukan tingkat
kelecakan yang berbeda, sehingga diperlukan jumlah air yang lebih sedikit
daripada jika dipadatkan dengan tangan.
Konsistensi/kelecakan adukan beton dapat diperiksa dengan pengujian slump
yang didasarkan pada ASTM C 143-74. Percoban ini menggunakan corong baja yang
berbentuk konus berlubang pada kedua ujungnya, yang disebut kerucut Abrams.
Bagian bawah berdiameter 20 cm, bagian atas berdiameter 10 cm, dan tinggi 30 cm
(disebut sebagai kerucut Abrams), seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.2.
Gambar 2.2 Kerucut Abrams
Ada tiga jenis slump yaitu slump sejati (slump sesungguhnya), slump geser
dan slump runtuh, seperti yang ditunjukkan Gambar 2.2. Slump sesungguhnya,
merupakan penurunan umum dan seragam tanpa adukan beton yang pecah,
pengambilan nilai slump ini dengan mengukur penurunan minimum dari puncak
kerucut. Slump geser, terjadi bila separuh puncak kerucut adukan beton tergeser dan
tergelincir kebawah pada bidang miring, pengambilan nilai slump geser ada dua cara
yaitu dengan mengukur penurunan minimum dan penurunan rata-rata dari puncak
akibat adukan beton yang terlalu cair, pengambilan nilai slump ini dengan mengukur
penurunan minimum dari puncak kerucut.
(a) (b) (c)
Gambar 2.3 Jenis-jenis slump adukan beton (a) slump sebenarnya, (b) slump geser, (c) slump runtuh.
II.3.2 Pemisahan Kerikil (Segregation)
Kecenderungan agregat kasar untuk lepas dari campuran beton dinamakan
segregasi. Hal ini akan menyebabkan sarang kerikil, yang pada akhirnya akan
menyebabkan keropos pada beton. Segregasi ini disebabkan oleh beberapa hal,
antara lain :
1. Campuran kurus atau kurang semen.
2. Besar ukuran agregat maksimum lebih dari 40 mm.
3. Terlalu banyak air.
4. Permukaan butir agregat kasar, semakin kasar permukaan butir agregat
II.3.3 Pemisahan Air (Bleeding)
Kecenderungan air untuk naik kepermukaan beton yang baru
dipadatkan dinamakan bleeding. Air yang naik ini membawa semen dan butir-butir
pasir halus, yang pada saat beton mengeras akan membentuk selaput (laitence).
Bleeding dapat dikurangi dengan cara :
1. Memberi lebih banyak semen.
2. Menggunakan pasir lebih banyak.
3. Menggunakan air sedikit mungkin.
4. Memasukkan udara.
II.4 Beton Keras (Hardened Concrete)
Nilai kekuatan tekan beton relatif tinggi dibandingkan dengan kuat tariknya.
Beton merupakan bahan yang bersifat getas. Nilai kuat tariknya hanya berkisar 9% -
15% dari kuat tekannya. Agar beton mampu menahan gaya tarik maka beton
diperkuat oleh batang tulangan baja sebagai bahan yang dapat bekerja sama.
Kerjasama antara bahan beton dan baja tulangan hanya dapat terwujud dengan
didasarkan pada keadaan – keadaan:
1. Lekatan sempurna antara batang tulangan baja dengan beton keras yang
membungkusnya sehingga tidak terjadi penggelinciran di antara
keduanya.
2. Beton yang mengelilingi batang tulangan baja bersifat kedap sehingga
3. Angka muai kedua bahan hampir sama, dimana untuk setiap kenaikan
suhu satu derajat Celcius angka muai beton 0,000010 sampai 0,000013
sedangakan baja 0,000012, sehingga tegangan yang timbul karena
perbedaan nilai dapat diabaikan.
II.5 Kuat Tekan Beton (f’c)
Kekuatan tekan adalah kemampuan beton untuk menerima gaya tekan
persatuan luas. Kuat tekan beton mengidentifikasikan mutu dari sebuah struktur.
Semakin tinggi tingkat kekuatan struktur yang dikehendaki, semakin tinggi pula
mutu beton ynag dihasilkan.
Kekuatan tekan beton diwakili oleh tegangan tekan maksimum fc’ dengan
satuan N/mm² atau MPa dan juga memakai satuan kg/cm². Kekuatan tekan beton
merupakan sifat yang paling penting dari beton keras. Umumnya kuat tekan beton
berkisar antara nilai 10-65 MPa. Untuk struktur beton bertulang pada umumnya
menggunakan beton dengan kuat tekan pada umur 28 hari berkisar 17-35 MPa, untuk
beton prategang digunakan beton dengan kuat tekan lebih tinggi, berkisar
antara 30-45 MPa.
Beberapa faktor seperti ukuran dan bentuk agregat , jumlah pemakaian semen
jumlah pemakaian air, proporsi campuran beton, perawatan beton (curing), usia
beton, ukuran dan bentuk sampel, dapat mempengaruhi kekuatan tekan beton.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan tekan beton yaitu :
1. Ukuran dan Bentuk Agregat
dan kasar pada batu pecah berpengaruh pada lekatan dan besar tegangan saat
retak-retak beton mulai terbentuk. Oleh karena itu kekasaran permukaan ini berpengaruh
terhadap bentuk kurva tegangan-regangan tekan dan terhadap kekuatan betonnya
yang terlihat pada Gambar 2.4. Akan tetapi bila adukan beton nilai slump nya sama
besar, pengaruh tersebut tidak tampak karena agregat yang permukaannya halus
memerlukan air lebih sedikit, berarti fas nya rendah yang menghasilkan kuat tekan
beton lebih tinggi.
Gambar 2.4 Pengaruh jenis agregat terhadap kuat tekan beton.
2. Faktor Air Semen
Secara umum, semakin rendah nilai faktor air semen semakin tinggi kuat
tekan betonnya, namun kenyataannya pada suatu nilai faktor air semen tertentu
semakin rendah nilai faktor air semen kuat tekan betonnya semakin rendah pula, hal
ini karena jika faktor air semen terlalu rendah adukan beton sulit dipadatkan.
Umumnya nilai faktor air semen minimum untuk beton normal sekitar 0,4
dan nilai maksimumnya 0,65. Tujuan pengurangan faktor air semen ini adalah untuk
mengurangi hingga seminimal mungkin porositas beton yang dibuat sehingga akan
Dengan demikian ada suatu nilai faktor air semen tertentu (optimum) yang
menghasilkan kuat tekan beton maksimum. Hubungan antara faktor air semen
dengan kekuatan beton pada umur 28 hari dengan uji silinder yang dapat dilihat pada
Gambar 2.4.
Kepadatan adukan beton sangat mempengaruhi kuat tekan betonnya setelah
mengeras. Untuk mengatasi kesulitan pemadatan adukan beton dapat dilakukan
dengan cara pemadatan dengan alat getar (vibrator) atau dengan memberi bahan
kimia tambahan (chemical admixture) yang besifat mengencerkan adukan beton
sehingga lebih mudah dipadatkan.
Umur / Waktu (Hari)
Gambar 2.5 Hubungan antara faktor air semen dengan kekuatan beton selama masa perkembangannya.
3. Umur Beton
Kekuatan tekan beton akan bertambah dengan naiknya umur beton. Biasanya
nilai kuat tekan ditentukan pada waktu beton mencapai umur 28 hari. Kekuatan
beton akan naik secara cepat (linear) sampai umur 28 hari, tetapi setelah itu
tekan mencapai 65% dan pada umur 14 hari mencapai 88% - 90% dari kuat tekan
umur 28 hari.
Gambar 2.6 Hubungan antara umur beton dan kuat tekan beton
4. Jenis Semen
Jenis Portland semen yang digunakan ada 5 jenis yaitu : I, II, III, IV, V.
Jenis-jenis semen tersebut mempunyai laju kenaikan kekuatan yang berbeda sebagaimana
tampak pada Gambar 2.7.
5. Jumlah Semen
Jika faktor air semen sama (slump berubah), beton dengan jumlah kandungan
semen tertentu mempunyai kuat tekan tertinggi sebagaimana tampak pada Gambar
2.6. Pada jumlah semen yang terlalu sedikit berarti jumlah air juga sedikit sehingga
adukan beton sulit dipadatkan yang mengakibatkan kuat tekan beton rendah.
Namun jika jumlah semen berlebihan berarti jumlah air juga berlebihan
sehingga beton mengandung banyak pori yang mengakibatkan kuat tekan beton
rendah. Jika nilai slump sama (fas berubah), beton dengan kandungan semen lebih
banyak mempunyai kuat tekan lebih tinggi.
Gambar 2.8 Pengaruh jumlah semen terhadap kuat tekan beton pada faktor air semen sama
6. Rongga Udara (Voids)
Peningkatan faktor air semen dapat menyebabkan rongga udara meningkat,
sehingga dapat mempengaruhi penurunan durabilitas, sifat kedap air pada beton, dan
untuk mendukung proses hidrasi pada semen, penambahan air pada campuran beton
dapat menyebabkan terjadinya rongga pada beton, sehingga kualitas beton yang
dihasilkan menurun.
7. Perawatan Beton (Curing)
Kekuatan tekan beton bertambah seiring dengan umur beton dan perawatan
beton. Tujuan perawatan beton adalah memelihara beton dalam kondisi tertentu
pascapembukaan bekisting (demoulding of form work) agar optimasi kekuatan beton
dapat dicapai mendekati kekuatan yang telah direncanakan. Perawatan ini berupa
pencegahan atau mengurangi kehilangan/penguapan air dari dalam beton yang
ternyata masih diperlukan untuk kelanjutan proses hidrasi. Bila terjadi
kekurangan/kehilangan air maka proses hidrasi akan terganggu/terhenti dan dapat
mengakibatkan terjadinya penurunan perkembangan kekuatan beton, terutama
penurunan kuat tekan.
II.6 Kekuatan Tarik Belah Beton (fct)
Konstruksi beton yang dipasang mendatar sering menerima beban tegak lurus
sumbu bahannya dan sering mengalami rekahan (splitting). Hal ini terjadi karena
daya dukung beton terhadap gaya lentur tergantung pada jarak dari garis berat beton,
makin jauh dari garis berat makin kecil daya dukungnya.
Kekuatan tarik belah relatif rendah, untuk beton normal berkisar antara
9%-15% dari kuat tekan. Penggujian kuat tarik beton dilakukan melalui pengujian split
cilinder. Nilai pendekatan yang diperoleh dari hasil pengujian berulang kali
0,57 √fc’. Pengujian tersebut menggunakan benda uji silinder beton berdiameter 150
mm dan panjang 300 mm, diletakkan pada arah memanjang di atas alat penguji
kemudian beban tekan diberikan merata arah tegak dari atas pada seluruh panjang
silinder. Apabila kuat tarik terlampaui, benda uji terbelah menjadi dua bagian dari
ujung ke ujung. Tegangan tarik yang timbul sewaktu benda uji terbelah disebut
sebagai spilt cilinder strength. Besarnya tegangan tarik belah beton (tegangan rekah
beton) dapat dihitung dengan rumus :
L
Kekuatan lentur merupakan kuat tarik beton tak langsung dalam keadaan
lentur akibat momen (flexure/modulus of rupture). Dari pengujian kuat lentur dapat
diketahui pola retak dan lendutan yang terjadi pada balok yang memikul beban
lentur. Kuat lentur beton juga dapat menunjukkan tingkat daktilitas beton. Kuat
lentur beton dihitung berdasarkan rumus σlt = � �
dimana M merupakan momen maksimum pada saat benda uji runtuh dan Z
merupakan modulus penampang arah melintang. Menurut pasal 11.5 SNI-03-2847
II.8 Klasifikasi Retak
Klasifikasi retak bervariasi yaitu:
a) Umum yang terdiri dari retak akibat rangkak (creep) dan retak akibat
susut (shrinkage)
b) Lebar retak yang terdiri dari retak mikro, retak makro dan retak mayor
c) Bentuk dan pola retak yang terdiri dari retak tunggal, retak ganda, retak
bercabang.
Retak yang diperbolehkan harus sesuai dengan faktor keamanan, perawatan
(perlakuan) dan kekuatan bahan pada beton itu sendiri meskipun retak tidak dapat
ditentukan bentuk dan pola yang terjadi, hal ini dikarenakan retak berhubungan
dengan permukaan yang bebas (tidak diberikan beban).
II.8.1 Rangkak (Creep) dan Susut (Shrinkage)
Pada umumnya penyebab retak adalah rangkak (creep) dan susut (shrinkage)
yang tergantung pada waktu. Rangkak (creep) adalah salah satu sifat beton dimana
beton mengalami deformasi yang menerus menururt waktu dibawah pembebanan
yang diijinkan. Deformasi yang tidak elastis ini bertambah dengan tingkat perubahan
yang berkurang selama pembebanan dan jumlah totalnya dapat mencapai besar
beberapa kali dari deformasi elastis dalam waktu jangka pendek.
Definisi shrinkage secara umum adalah perubahan volume yang tidak
berhubungan dengan pembebanan dan lebih dipengaruhi oleh suhu, kelembaban,