• Tidak ada hasil yang ditemukan

FACTORS THAT LEAD TO THE INTENSITY OF CHILDREN WORKING IN THE INFORMAL SECTOR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "FACTORS THAT LEAD TO THE INTENSITY OF CHILDREN WORKING IN THE INFORMAL SECTOR"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

FACTORS THAT LEAD TO THE INTENSITY OF CHILDREN WORKING IN THE INFORMAL SECTOR

(Studies in the Seller peddlers, shoeshine and newspaper seller in the District of Raja Basa Bandar Lampung)

By: Desi Lestari

The emergence of children who work in the informal sector as hawkers example, shining shoes and selling newspapers urbanisaisi related problems by their parents, poverty, and the high cost of living in the city, especially the cost of education. The majority of labor migrants are from rural and suburban communities who come to urban areas can not live a decent life, because they are less equipped with the skills and education to try his fortune in the cities, so that they become marginal in urban areas or to the poor in the city.

Formulation of the problem in this study is: "How do family economic factors, and factors dependents factor leading to increased intensity of child labor in the informal sector. The purpose of this study was to determine whether family economic factors, and factors dependents can lead to increased intensity of child labor in the informal sector?

Type of research is a descriptive type of research that portray the state of an object to be examined in the current condition, based on factors that exist. Data were collected by distributing questionnaires to the respondents. Furthermore, the data were analyzed using analysis of single tables and cross tables.

Based on the results of research and discussions tailored to the research focus of the obtained findings that suggest that the analysis of economic relations with the intensity level of the working families of children who work in the informal sector has a high level of labor intensity. High labor intensity is due to respondents consisted of families of low economic level. Analysis of the relationship the number of dependents with work intensity levels in children in the informal sector has a high level of work intensity, high labor intensity is because the respondent has a number of dependents in the family or the number of their relatives in a house composed of 5 to 7 children or brothers in one family

(2)

FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN INTENSITAS KERJA ANAK-ANAK DI SEKTOR INFORMAL

(Studi Pada Penjual Asongan, Penyemir Sepatu dan Penjual Koran di Kecamatan Raja Basa Bandar Lampung)

Oleh Desi Lestari

Munculnya anak-anak yang bekerja di sektor informal sebagai contoh pedagang asongan, penyemir sepatu, dan penjual koran yang berkaitan dengan permasalahan urbanisaisi yang dilakukan oleh orang tua mereka, kemiskinan, dan biaya hidup yang tinggi di kota khususnya biaya pendidikan yang mahal. Sebagian besar migran yang merupakan tenaga kerja dari pedesaan dan pinggiran kota yang datang ke perkotaan tidak dapat hidup dengan layak, karena mereka kurang dibekali dengan keterampilan dan pendidikan untuk mengadu nasib di perkotaan, sehingga mereka menjadi kaum marginal di perkotaan atau menjadi masyarakat miskin di kota.

(3)

Tipe penelitian ini adalah tipe deskriptif yaitu penelitian yang mengambarkan keadaan suatu objek yang akan diteliti pada kondisi saat ini, dengan didasarkan pada faktor-faktor yang ada. Data dikumpulkan dengan penyebaran kuesioner terhadap responden. Selanjutnya data dianalisis menggunakan analisa tabel tunggal dan tabel silang.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang disesuaikan dengan fokus penelitian maka diperoleh temuan yang menunjukkan bahwa analisis hubungan ekonomi keluarga dengan tingkat intensitas kerja anak-anak yang bekerja pada sektor informal yaitu memiliki tingkat intensitas kerja yang tinggi. Intensitas kerja yang tinggi tersebut karena responden terdiri dari keluarga yang tingkat ekonominya rendah. Analisis hubungan jumlah tanggungan keluarga dengan tingkat intensitas kerja pada anak-anak di sektor informal memiliki tingkat intensitas kerja yang tinggi, intensitas kerja yang tinggi tersebut karena responden memiliki jumlah tanggungan dalam keluarga atau jumlah saudara mereka dalam satu rumah terdiri dari 5 sampai 7 orang anak atau saudara dalam satu keluarga.

(4)

(Studi pada Penjual Asongan, Penyemir Sepatu dan Penjual

Koran di Kecamatan Rajabasa Bandar Lampung)

Oleh

DESI LESTARI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Sosiologi

pada Jurusan Sosiologi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)

FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN INTENSITAS KERJA ANAK-ANAK DI SEKTOR INFORMAL

(Studi Pada Penjual Asongan, Penyemir Sepatu dan Penjual Koran di Kecamatan Raja Basa Bandar Lampung)

(Skripsi)

Oleh: Desi Lestari

Sosiologi

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

(6)

Halaman

SURAT PERYATAAN..………. viii

MOTTO...………... ix A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian ... 8

1. Tujuan Penelitian……….... 8

2. Kegunaan Penelitian... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sektor Informal ... 10

B. Anak-Anak yang Bekerja ... 18

C. Intensitas Kerja... 22

D. Faktor-faktor yang Menyebabkan Intensitas Kerja AnK-anak yang Bekerja di Sektor Informal ... 24

E. Kerangka Pikir ... 33

III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian ... 35

B. Definisi Operasional Dan Indikator Variabel ... 35

(7)

D. Populasi dan Sampel ... 37

E. Teknik Pengumpulan Data... 38

F. Skala Data dan Penentuan Skor ... 39

G. Teknik Pengolahan Data ... 40

H. Teknik Analisa Data………. 41

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Luas Wilayah dan Batas Kelurahan ... 42

B. Demografi ... 44

C. Sosial Ekonomi ... 45

D. Pendidikan... 47

E. Sarana Pendidikan ... 48

F. Organisasi Pemerintahan... 49

G. Dinas Otonomidan Instansi Vertikal………... 50

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Identitas Responden ... 52

1. Jumlah Responden menurut Kelompok Umur…………..... 52

2. Jumlah Responden menurut Jenis Kelamin……….... 53

B. Faktor-Faktor Penyebab Tingkat Intensitas Kerja Anak-Anak yang Bekerja di Sektor Informal ... 54

1. Faktor Ekonomi Keluarga ... 54

2. Jumlah Tanggungan Keluarga………...... 59

3. Intensitas Kerja...….. 62

(8)

Tabel Halaman

Tabel 1. Penggunaan lahan di Kecamatan Rajabasa ... 43

Tabel 2. Jumlah Penduduk Kecamatan Rajabasa ... 45

Tabel 3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian... 46

Tabel 4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan... 47

Tabel 5. Jumlah Sarana Pendidikan di Kecamatan Rajabasa ... 48

Tabel 6. Distribusi para pekerja anak di sektor informal di Kecamatan Rajabasa Bandar Lampung menurut Kelompok Umur, Tahun 2012 ... 52

Tabel 7. Distribusi para pekerja anak di sektor informal di Kecamatan Rajabasa Bandar Lampung menurut jenis kelamin, Tahun 2012 ... 53

Tabel 8. Ayah dan Ibu bersama mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga ... 55

Tabel 9. Ayah mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga ... 56

Tabel 10. Ibu sebagai pencari nafkah untuk keluarga ... 57

Tabel 11. Pendapatan Ayah kurang mencukupi untuk kebutuhan keluarga ... 57

Tabel 12. Ayah selalu memberikan pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan keluarga... 58

(9)

Tabel 14. Intensitas kerja yang dilakukan anak-anak di sektor informal ... 63 Tabel 15. Hubungan Ekonomi Keluarga dengan Tingkat Intensitas

Kerja Anak-anak di sektor informal... 67 Tabel 16. Hubungan Jumlah Tanggungan Keluarga dengan Tingkat Intensitas

(10)

Bagan

Halaman Bagan 2.Kerangka Pikir ... 34

(11)

SANWACANA

Segala puji bagi Allah SWT atas rahmat dan hidayahnya. Tiada daya dan upaya serta kekuatan yang penulis miliki untuk menyelesaikan skripsi ini, selain berkat daya, upaya dan kekuatan yang dianugerahkan-Nya. Shalawat beriring salam senantiasa tercurah kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang syafa’atnya selalu kita nanti hingga hari akhir kelak.

Skripsi dengan judul “Faktor-faktor Yang Menyebabkan Intensitas Kerja Anak-anak di Sektor Informal (Studi Pada Penjual Asongan, Penyemir Sepatu, dan Penjual Koran di Kecamatan Rajabasa Bandar Lampung)” ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosiologi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

Penulis menyadari, bahwa apa yang tertulis dalam skripsi ini masih sangat jauh dari yang dicita-citakan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak sehingga menjadi lebih baik. Dalam penulisan skripsi ini, penulis sangat menyadari banyak sekali bantuan, dukungan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

(12)

3. Ibu Dra. Anita Damayanti, M.H. selaku Sekretaris Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

4. Ibu Dra. Paraswati Darilmilyan selaku dosen pembimbing penulis, terima kasih atas waktu, motivasi, bimbingan, saran dan kesabarannya dalam proses penulisan skripsi ini, sehingga saya dapat meraih gelar Sarjana Sosiologi (S.Sos) di Universitas Lampung.

5. Bapak Drs. Abdul Syani, M.Ip. selaku dosen pembahas terimakasih telah memberi banyak saran,perhatian dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.

6. Ibu Dr. Erna Rochana, M.Si.selaku dosen pembimbing akademik.

7. Seluruh dosen di Jurusan Sosiologi dan FISIP Unila yang telah membekali penulis dengan ilmu dan pengetahuan selama menjalani masa perkuliahan semoga menjadi ilmu yang bermanfaat.

8. Seluruh staf administrasi dan karyawan di FISIP Unila yang membantu dan melayani urusan administrasi perkuliahan dan skripsi.

9. Seluruh staff di Kecamatan Rajabasa dan anak-anak Pedagang asongan, Penyemir sepatu dan penjual koran. dan semua yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini, yang telah meluangkan waktunya untuk membantu penulis dalam proses wawancara demi terkumpulnya data-data.

(13)

goresan tinta ini untuk menuliskan segala pengorbanan yang kalian berikan. Semoga Allah SWT memuliakan kalian berdua di dunia dan akhirat.

11. Untuk orang yang special (Randi) terima kasih atas dukungannya selama ini.

12. Terimakasih kepada Putri Dian Pertiwi, Novita Diniyanti, Eli Ermawati, Suzi Grace Hilda dan Aniek Rosmauli yang sudah menjadi moderator dan pembahas mahasiswa di seminar 1 dan 2. Semoga Allah membalas kebaikan kalian dengan yang lebih baik.

13. Keluarga besar : Bude, pakde, bibi dan paman terimkasaih atas dukungannya selama ini.

14. Sepupu-sepupuku : Kak Ruli, kak Mulyadi, kak Joni, mba’ Yunani, mba’ Selvia, Mba’ Yuli, dll. Terimakasih atas suportnya selama ini.

15. Sahabat-sahabat yang selama putih abu-abu Meli, Dian, Siska, veronica, mayang kangen masa-masa yang tak terlupakan dulu.

16. Sahabat-sahabatku tersayang enik, sugi terimakasih atas motivasi dan dukungannya, Luar biasa

17. Untuk teman-teman seperjuanganku, Ambar Mardiastuti,nur Fitriana Dewi,putri Dian Pertiwi dan eli ermawati ayo tetep semangat buat jadi orang sukses,terimakasih atas persahabatan yang indah ini.. pasti bakal kangen sama kalian !!

(14)

19. Terimakasih kepada Bapak,Ibu Lurah dan Bapak,ibu suryono serta masyarakat yang telah memberikan arahan, masukan dan kesabaran kepada penulis saat pelaksanaan KKN Tematik di desa Nambahdadi, Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah.

20. Untuk teman-temanku KKN Tematik di desa Nambahdadi kecamatan Terbanggi Besar.Aziz, Arwin, Azzara, Adeline, Dwi dll Terima kasih atas kerjasamanya, kangen pengen kumpul-kumpul lagi.

21. Dan tak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada kakak-kakak yang telah banyak membantu.

Penulis hanya bisa berdoa semoga Allah SWT membalas semua kebaikan dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, 25 Juli 2012 Penulis

(15)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama “Desi Lestari dilahirkan di Rajabasa Raya Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung pada tanggal 07 Januari 1989. Penulis merupakan anak Tunggal dari pasangan Bapak Sugeng dan Ibu Hartini.

Penulis menempuh jenjang pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 4 Rajabasa Jaya yang pada saat penulis lulus menjadi SD N 2 Rajabasa Jaya Bandar Lampung pada Tahun 1996 sampai dengan 2002. Selanjutnya Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMP N) 19 Bandar Lampung dari tahun 2002 sampai dengan 2005. Pada tahun yang sama penulis memasuki masa-masa putih abu-abu di Sekolah

Menengah Kejuruan (SMK) Gajah Mada Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2008.

(16)

(Studi Pada Penjual Asongan, Penyemir Sepatu dan Penjual Koran di Kecamatan Rajabasa Bandar Lampung)

Nama Mahasiswa : DESI LESTARI Nomor Pokok Mahasiswa :0856011007

Jurusan :Sosiologi

Fakultas :Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Dra. Paraswati Darilmilyan

l NIP. 19550930 198902 2 001

2. Ketua Jurusan Sosiologi

Drs. Susetyo, M.Si.

(17)

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

PERSEMBAHAN

Dengan segala kekurangan dan kerendahan diri, puji syukur sebesar-besarnya kepada

ALLAH SWT atas kuasa-Mu aku dapat melalui perjalanan hidup ini.

Aku persembahkan karya kecilku ini kepada:

Ayah & Ibu tercinta

Yang selalu melindungi, mengasihi dan membimbing langkahku..

Terima kasih untuk segala perjuangan, cinta, do a yang kalian berikan

Sahabat-sahabat ku

Yang selalu membantuku .

Para pendidik dan almamater tercinta

(18)

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Karya tulis saya, skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik (Magister/Sarjana/Ahli Madya). Baik di Universitas Lampung maupun di perguruan tinggi lain.

2. Karya tulis ini murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing dan Penguji.

3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya tulis ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di Universitas Lampung.

Bandar Lampung, Juli 2012 Yang Membuat Pernyataan,

(19)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Karya tulis saya, skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik (Magister/Sarjana/Ahli Madya). Baik di Universitas Lampung maupun di perguruan tinggi lain.

2. Karya tulis ini murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing dan Penguji.

3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya tulis ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di Universitas Lampung.

Bandar Lampung, Juli 2012 Yang Membuat Pernyataan,

(20)

A. Latar Belakang Masalah

Tingkat pertambahan penduduk dari tahun ke tahun semakin tinggi yang mengakibatkan peningkatan tenaga kerja atau semakin bertambah besarnya proporsi penduduk usia kerja. Namun, tingkat pertambahan tenaga kerja ini kurang diimbangi oleh pengadaan lapangan pekerjaan di sektor formal. Oleh karena itu ada kecenderungan bagi mereka yang tidak tertampung di sektor formal akan mencari pekerjaan di sektor informal.

(21)

2

dapat beradaptasi dalam kegiatan-kegiatan ekonomi formal di perkotaan, tidak punya pilihan lain selain bekerja di sektor informal (self employed). Mereka yang bekerja di sektor informal hanya berbekal modal fisik, dimana pengetahuan, keterampilan, serta kemampuan kerja yang rendah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rusli Ramli (1992: 19) yang menyatakan bahwa sektor informal menunjukan sejumlah kegiatan ekonomi yang berskala kecil, yang pada saat ini merupakan manifestasi dari situasi pertumbuhan kesempatan kerja di berbagai kota di dunia, khususnya di negara sedang berkembang. Oleh karena itu, sektor informal termasuk dalam kegiatan ekonomi yang berskala kecil, sehingga memungkinkan mereka yang memiliki kesempatan, pendidikan, keterampilan, dan modal material yang minim dapat ikut bergerak di sektor ini.

Nampaknya, sektor informal menunjukkan kemampuannya dalam menampung tenaga kerja, terbukti dengan bertambah besarnya daya tampung sektor informal di daerah perkotaan. Perkembangan sektor informal ini di daerah perkotaan sangat pesat, sesuai dengan peryataan Cosmas Batubara (1988: 7) yang memproyeksikan bahwa 63% dari tenaga kerja berada di sektor informal pada tahun 1992.

(22)

khususnya di pusat keramaian kota seperti pasar, terminal, dan perempatan jalan yang secara langsung ataupun tidak langsung dapat mendorong peningkatan dalam pemasaran. Hal ini diperkuat oleh Jan Bremen yang dikutip oleh Rusli Ramli (1992: 23) yang menyatakan bahwa sektor informal sebagai “Self Employment”, pekerjaan mandiri yang kurang terorganisir seperti pedagangan asongan, pedagang kaki lima, dan penjual jasa.

Bedasarkan uraian di atas, maka dapat dinyatakan, bahwa sektor informal merupakan pekerjaan yang kurang terorganisir, tidak memerlukan modal, keterampilan dan pendidikan yang tinggi, namun kegiatan mereka ini dapat mendorong peningkatan produksi juga dapat memenuhi kebutuhan hidup masyarakat golongan ekonomi berpenghasilan rendah, walaupun demikian ada juga anggota masyarakat golongan ekonomi menengah yang memanfaatkan sektor ini.

(23)

4

Sementara itu, biaya hidup di kota cukup tinggi, maka masyarakat miskin ini tidak mampu menyekolahkan anaknya ke sekolah, karena penghasilannya habis untuk kebutuhan fisik, seperti makan dan minum. Berdasarkan hal tersebut, anak-anak yang bekerja di sektor informal ini hanyalah sebagai alternative dari strategi untuk mempertahankan hidup, karena kondisi ekonomi keluarga yang lemah dimana penghasilan orang tua mereka tidak mencukupi kebutuhan hidup keluarga sehari-hari.

Berdasarkan observasi awal yang dilakukan penulis di Kecamatan Rajabasa Bandar Lampung, ditemukan banyaknya anak-anak yang bekerja di sektor informal seperti pedagang asongan dan penyemir sepatu yang rata-rata masih dalam usia anak-anak, yaitu berumur kurang dari 14 tahun.

Dalam tahun-tahun terakhir ini di kota Bandar Lampung khususnya di Kecamatan Rajabasa anak-anak yang bekerja di sektor informal menunjukkan adanya peningkatan yang disebabkan oleh banyaknya anak-anak yang putus sekolah ataupun setelah mereka tamat Sekolah Dasar tidak dapat melanjutkan ke jenjang berikutnya. Sehingga membentuk cara berfikir mereka dengan alasan daripada mereka menganggur lebih baik bekerja semampunya yaitu seperti di sektor informal, seperti menjadi pedagang asongan, peyemir sepatu, serta penjual koran.

(24)

anak terlantar, anak menggelandang, ataupun anak nakal, karena mereka secara nyata melaksanakan kegiatan sebagai penjual jasa dan produk fisik lainnya, seperti menjadi pedagang asongan dan tukang semir sepatu dan penjual koran. Pekerja anak di sektor informal tersebut dalam menjalankan kegiatannya sebagai upaya membantu ekonomi keluarga, sehingga dapat membantu memenuhi kebutuhan hidup (Rusli Ramli, 1992: 27).

Para pekerja informal yang dilakukan oleh kebanyakan anak-anak tersebut, salah satunya diawali oleh karena adanya keadaan orang tua mereka yang latar belakang orang tua mereka adalah memiliki pendidikan yang rendah atau bahkan tidak memiliki pendidikan formal. Hal ini sependapat dengan teori yang dikemukakan oleh Parusdi Suparlan (1993: 5) yang menyatakan, bahwa rendahnya pendidikan formal dan keterampilan yang dimiliki oleh para orang tua anak yang bekerja di sektor informal merupakan akibat dari adanya kebudayaan kemiskinan yang dimilikinya. Mereka memiliki sikap (pasrah) terhadap keadaan yang serba kekurangan. Mereka beranggapan bahwa semua ini adalah nasib yang harus dijalani dan keadaan miskin seolah-olah sudah dirasakan mendarah daging. Sikap seperti itulah yang selanjutnya mereka wariskan ke generasi selanjutnya melalui garis kemiskinan. Contohnya dengan menyuruh anaknya untuk bekerja di sektor informal.

(25)

6

Pencari nafkah utama dalam keluarga dilakukan oleh ke dua orang tua atau satu orang sebagai kepala rumah tangga yang berpenghasilan rendah atau tidak mencukupi kebutuhan hidup keluarga sehari-hari.

Sebagian besar pencari nafkah dalam keluarga responden bekerja sebagai pekerja di sektor informal, sehingga dalam kaitannya dengan keadaan ekonomi pencari nafkah dalam keluarga yang dilakukan oleh ke dua orang (ayah dan ibu) relative lebih baik penghasilannya dibandingkan dengan keluarga yang pencari nafkah dalam keluarga hanya dilakukan oleh satu orang saja, misalnya ayah atau ibu saja.

Keluarga yang pencari nafkahnya dilakukan oleh satu orang saja, yaitu ayah atau ibu saja dalam keluarga pekerja anak cenderung berpenghasilan rendah, sehingga tidak mencukupi hidup keluarga sehari-hari. Kondisi ini membuat anak untuk bekerja secara maksimal dalam arti bekerja dengan intensitas kerja yang tinggi untuk memenuhi kebutuhan pribadi maupun keluarganya.

(26)

fisik, seperti makan dan minum ataupun kebutuhan untuk mempertahankan hidup. Pada akhirnya, orang tua memaksa anaknya untuk bekerja.

Salah satu keretakan keluarga timbul karena tidak terpenuhinya kebutuhan di bidang ekonomi. Menurut Abraham Fanggidae (2004: 118), penghasilan yang rendah memicu rendahnya kadar keserhasilan keluarga karena kebutuhan pokok sehari-hari sulit terpenuhi, sehingga sadar atau tidak tiap anggota keluarga sibuk sendiri-sendiri mencari nafkah atau pelipur lara di luar rumah, hal ini membawa implikasi yang buruk pada setiap anggota keluarga.

Keadaan ekonomi keluarga yang kurang baik dapat juga memicu terhadap adanya ketidak harmonisan dalam keluarga, baik itu ayah atau sang ibu selalu ribut memperdebatkan masalah ekonomi ataupun lainnya. Dan hal itulah yang pada akhirnya akan berimbas pada anak untuk pergi dari rumah melakukan hal yang lainnya bersama teman mereka untuk berkerja pada sektor informal, seperti sebagai pedagang asongan, penyemir sepatu dan penjual koran, untuk memenuhi kebutuhannya pribadi maupun keluarga yang serba kekurangan, serta intensitas kerjanya semakin tinggi.

(27)

8

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat diketahui keterlibatan anak-anak yang berkerja di sektor informal banyak jumlahnya, maka perlu dirumuskan pemasalahannya adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah faktor ekonomi keluarga dapat meningkatkan intensitas kerja anak-anak yang bekerja di sektor informal?

2. Bagaimankah faktor tanggungan keluarga menyebabkan meningkatnya intensitas kerja anak-anak di sektor informal?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui apakah faktor ekonomi keluarga dapat meningkatkan intensitas kerja anak-anak yang bekerja di sektor informal?

2. Untuk mengetahui apakah faktor tanggungan keluarga dapat menyebabkan meningkatnya intensitas kerja anak-anak di sektor informal?

2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini adalah: 1. Kegunaan Teoritis

(28)

2. Kegunaan Praktis

(29)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Sektor Informal

1. Pengertian Sektor Informal

Istilah sektor informal pertama kali dilontarkan oleh Keith Hart (1971) dengan menggambarkan sektor informal sebagai bagian angkatan kerja kota yang berada diluar pasar tenaga terorganisasi (Mulyana, 2011).

(30)

Menurut Sethuraman yang dikutip Muchdarsyah Sinungan (1988: 22) mendefinisikan sektor informal secara umum adalah sektor informal terdiri dari unit usaha beskala kecil yang memproduksi, mendistribusi barang dan jasa dengan tujuan pokok menciptakan kesempatan kerja dan pendapatan bagi dirinya masing-masing serta dalam ushanya itu sangat dibatasi oleh faktor modal maupun keterampilan.

Menurut Bremen yang dikutip Rusli Ramli (1985: 74) menyatakan, bahwa sektor informal merupakan suatu pekerjaan yang umumnya padat karya, kurang memperoleh dukungan dan pengakuan dari pemerintah juga kurang terorganisir dengan baik.

Sedangkan menurut Hadionoto, (1988: 42) yang menyatakan bahwa pilihan sektor informal adalah suatu jawaban atas rendahnya pendidikan dan keterampilan yang dimiliki oleh anak-anak jalanan. Investasi yang diperlukan untuk sektor ini relatif rendah serta tidak memerlukan persyaratan kemampuan atau keterampilan khusus.

Berdasarkan beberapa definisi di atas maka dapat dikatakan bahwa sektor informal seperti pedagang asongan dan tukang semir sepatu merupakan pekerjaan yang tidak memerlukan pendidikan, keterampilan khusus dan modal material yang besar.

(31)

12

konsentrasi penduduk dikota-kota besar negara-negara Dunia Ketiga terjadi dengan kecepatan yang sangat tinggi. Tetapi, pertumbuhan kota-kota tersebut ternyata tidak diikuti dengan kecepatan yang sebanding oleh pertumbuhan industrialisasi. Fenomena ini oleh para ahli disebut sebagai “urbanisasi berlebih atau over urbanization”. Istilah ini menggambarkan bahwa tingkat urbanisasi yang terjadi terlalu tinggi melebihi tingkat industrialisasi yang dicapai oleh evolusi suatu masyarakat (Mulyana, 2011).

Arus migrasi desa-kota yang cukup besar tidak semuanya terserap disektor industri modern dikota, karena keterbatasan sektor industri modern dan tidak semua migran memiliki skillatau kemampuan untuk masuk kesektor industri modern tersebut. Hal ini mengakibatkan para migran yang tidak dapat masuk kesektor industri modern lebih memilih sektor informal yang relatif mudah untuk dimasuki.

Agar tetap dapat bertahan hidup (survive),para migran yang tinggal dikota melakukan aktifitas-aktifitas informal (baik yang sah dan tidak sah) sebagai sumber mata pencaharian mereka. Hal tersebut dilakukan dengan pertimbangan daripada menjadi pengangguran yang tidak memiliki penghasilan atau memiliki penghasilan tetapi rendah dan tidak tetap.

(32)

1. Sah; terdiri atas:

a. Kegiatan-kegiatan primer dan sekunder

Adapun kegiatan-kegiatan primer dan sekunder yaitu seperti pertanian, perkebunan yang berorientasi pasar, kontraktor bangunan, dan lain-lain.

b. Usaha tersier dengan modal yang relatif besar

Adapun usaha tersier tersebut dengan modal yang relatif besar yaitu seperti perumahan, transportasi, usaha-usaha untuk kepentingan umum, dan lain-lain.

c. Distribusi kecil-kecilan

Adapun distribusi kecil-kecilan tersebut yaitu seperti pedagang kaki lima, pedagang pasar, pedagang kelontong, pedagang asongan, dan lain-lain.

d. Transaksi pribadi

Yaitu seperti pinjam-meminjam, pengemis. e. Jasa yang lain

Seperti : pengamen, penyemir sepatu, tukang cukur, pembuang sampah, dan lain-lain.

2. Tidak sah; terdiri atas :

a. Jasa kegiatan dan perdagangan gelap

(33)

14

b. Transaksi

Yaitu seperti pencurian kecil (pencopetan), pencurian besar (perampokan bersenjata), pemalsuan uang, perjudian, dan lain-lain.

Adapun ciri-ciri sektor informal menurut Urip Soewarno dan Hidayat (1979: 38), adalah sebagai berikut:

1. Aktivitas pada sektor ini tidak terorganisir secara baik karena timbulnya tidak melalui institusi yang ada pada perekonomian modern. 2. Karena kebijakan pemerintah tidak sampai pada sektor ini, maka sektor informal tidak memiliki hubungan langsung dengan pemerintah. 3. Pada umumnya setiap unit usaha tidak memiliki izin usaha dari

pemerintah.

4. Pola kegiatan tidak teratur dengan baik dalam arti tempat dan jam kerja.

5. Unit usaha pada sektor ini mudah untuk masuk dan keluar dari sektor ke sektor lain.

6. Karena modal dan peralatan serta perputaran usaha relative kecil, maka skala operasi unit usaha ini kecil pula.

7. Teknologi yang digunakan termasuk kedalam teknologi yang sederhana.

(34)

9. Unit usaha ini termasuk ke dalam one man enter prise atau kalau memiliki buruh, maka buruh berasal dari lingkungan keluarga atau disebut jugafamily enterprise.

10. Sumber dana untuk modal tetap atau modal kerja kebanyakan berasal dari tabungan sendiri dan dari sumber keuangan tidak resmi.

11. Hasil produksi dan jasa dari sektor ini terutama dikonsumir oleh golongan masyarakat miskin dan kadang-kadang oleh golongan menengah.

Kajian tentang sektor informal tersebut, ditambahkan lagi oleh Hidayat (1986) yang menyatakan bahwa dalam “Definisi dan Evaluasi Sektor Informal”, sektor informal diartikan menjadi tiga hal :

1. Sektor yang tidak menerima bantuan atau proteksi ekonomi dari pemerintah seperti perlindungan, tarif terhadap barang dan jasa yang dihasilkan, pemberian kredit dengan bunga yang relatif rendah, pembimbingan teknis, ketatalaksanaan, perlindungan dan perawatan tenaga kerja, penyediaan teknologi maju asal import dan hak paten. 2. Sektor yang mungkin mempergunakan bantuan ekonomi pemerintah

meskipun bantuan itu telah tersedia. Jadi kriteria “accessability” atau penggunaan bantuan yang disediakan langsung telah dipakai sebagai ukuran bukan telah tersedianya fasilitas.

(35)

16

Istilah sektor informal pertama kali dikenal oleh Keith Hart pada tahun 1971 dari University of Manchester, Inggris. Sejak saat itu berkembang berbagai definisi dan pengertian serta batasan mengenai sektor informal. Para ahli merasa belum puas atas batasan-batasan yang ada, oleh karena itu lahirlah beberapa batasan antara lain :

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Hidayat (1986) dengan mengutip pandangan Breman (yang termuat dalam Chris Manning dan Tajuddin Nur Efendi, 1987), membedakan sektor informal menjadi tiga kelompok:

1. Kelompok pekerja berusaha sendiri dengan modal kecil dan memiliki keterampilan

2. Kelompok buruh pada usaha kecil dan usaha sendiri tanpa modal atau modal kecil.

3. Kelompok pekerja miskin yang kegiatannya cenderung melanggar hukum dan mirip dengan gelandangan, pemungut puntung rokok.

Friedman dan Sullivan (Hidayah, 1986) membedakan sektor informal dalam dua kelompok yaitu :

1. Kelompok pengusaha kecil

2. Pekerja usaha sendiri atau buruh tidak tetap

(36)

1. Buruh tidak tetap

2. Pekerja sub-kontrak atau borongan yang dikerjakan di rumah tangga atau dalam usaha kecil

3. Pekerja yang tergantung pada bahan/alat/tempat yang disewa atau diperoleh melalui kredit.

4. Pekerja usaha tidak terikat kepada usaha lain dalam pembelian, permodalan dan penjualan hasilnya.

Dari beberapa pengertian mengenai sektor informal tersebut memberikan peluang bagi semua individu untuk memaksimalkan sumber daya dan tenaga dengan biaya yang minimal.

Bambang Tricahyono dalam buku yang ditulis oleh Martono H.S. dan Saidihardjo (1983: 62) menyatakan bahwa pekerjaan di sektor informal memiliki karakteristik atau ciri-ciri sebagai berikut:

1. Tenaga kerja sektor informal mudah keluar masuk pasar. 2. Tidak memiliki keterampilan yang memadai.

3. Biasanya tidak atau sedikit memiliki pendidikan formal atau sekolah. 4. Biasanya tenaga kerja merangkap produsen dibantu tenaga kerja

keluarga.

(37)

18

digunakan sedikit atau kecil. Sebagai contoh buruh kasar, pedagang asongan, dan penyemir sepatu. Mereka banyak menggunakan tenaga untuk pekerjaannya tersebut dan modal untuk usahanya pun kecil.

Menurut Urip Soewarno dalam bukunya Mulyanto Sumardi dan Hans Dieter Evers (1979: 39), penggolongan jenis-jenis pekerjaan sektor informal ini adalah:

1. Angkutan: penarik becak, delman,dan grobak.

2. Perdagangan: pedagang kaki lima, pedagang asongan, makanan, minuman,pakaian, barang bekas, alat tulis, dan keperluan rumah tangga.

3. Industri pengolahan: membuat makanan dan minuman, industri kayu, dan bahan bangunan.

4. Bangunan: tukang teraso, kayu, besi, dan batu.

5. Jasa-jasa: tukang jahit, semir sepatu, reparasi arloji, dan radio.

Dengan demikian, anak-anak yang bekerja sebagai pedagang asongan dan penyemir sepatu termasuk pekerja di sektor informalyang hanya memerlukan modal, pengetahuan, dan pendidikan yang minim, dan hanya mengandalkan tenaga kasar.

B. Anak-Anak yang Bekerja 1. Pengertian anak

(38)

merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 tahun) usia bermain/oddler (1-2,5 tahun), pra sekolah (2,5-5), usia sekolah (5-11 tahun) hingga remaja (11-18 tahun). Rentang ini berada antara anak satu dengan yang lain mengingat latar belakang anak berbeda. Pada anak terdapat rentang perubahan pertumbuhan dan perkembangan yaitu rentang cepat dan lambat.

(39)

20

menunjukkan keceriaan. Hal tersebut sudah mulai menunjukkan terbentuknya perilaku sosial yang seiring dengan perkembangan usia. Perubahan perilaku sosial juga dapat berubah sesuai dengan lingkungan yang ada, seperti bagaimana anak sudah mau bermain dengan kelompoknya yaitu anak-anak (Azis, 2005).

2. Anak-Anak yang Bekerja

Secara umum pengertian pekerja anak adalah anak-anak yang melakukan pekerjaan secara rutin untuk orang tuanya atau untuk orang lain yang membutuhkan sejumlah besar waktu, dengan menerima imbalan atau tidak. Pekerja anak bekerja demi meningkatkan penghasilan keluarga dan rumah tangga secara langsung maupun secara tidak langsung. Hubungan pekerja anak yang ditetapkan ada berbagai macam bentuk sebagai buruh anak-anak menerima atau upah untuk pekerjaannya.

Untuk pekerja anak yang magang mereka ada yang dibayar dan ada yang tidak dibayar, sedangkan sebagai tenaga keluarga anak-anak tidak dibayar. Selama ini ada suatu pengertian atau konsep yang sering tidak dibedakan akan tetapi susungguhnya sangat berbeda jauh, yaitu pekerja anak dan anak yang bekerja (Maria dkk, 1999).

Menurut Suhartin (1986: 78) yang menyatakan, bahwa:

(40)

a. Umur 0—1 tahun yaitu masa bayi b. Umur 1—3 tahun yaitu masa balita c. Umur 3—6 tahun yaitu masa pra-sekolah d. Umur 6—12 tahun yaitu masa sekolah

Iswanti dan Sayekti (1988: 1) memberikan pendapatnya tentang anak-anak adalah golongan penduduk yang berusia antara 0—14 tahun, yang merupakan hasil keturunan dari orang tua atau melalui adopsi di dalam keluarga yang secara potensial perlu dibina secara terarah.

Berdasarkan uraian di atas, dapat diartikan bahwa anak-anak adalah golongan penduduk yang berumur 0—14 tahun, baik yang sudah sekolah maupun yang belum atau tidak sekolah. Dalam penelitian ini, anak-anak yang bekerja di sektor informal seperti menjadi pedagang asongan, penyemir sepatu dan penjual koran mereka kebanyakan berumur 9—14 tahun.

(41)

22

1. Memproduksi barang dan jasa bagi diri sendiri dan juga bagi orang lain.

2. Mengikat individu pada interaksi manusiawi dengan individu lain karena seseorang harus bekerjasama dengan orang lain secara baik.

Dalam hal ini, anak-anak yang bekerja dipengaruhi oleh suatu kondisi yang mengharuskan mereka untuk bekerja. Dengan kata lain, mereka ini bekerja karena faktor pencari nafkah keluarga yang berpenghasilan rendah, jumlah tanggungan keluarga yang besar, dan disorganisasi keluarga.

Menurut Irwanto, dkk. (2003 : 1) menyatakan, bahwa:

Pekerja anak bukanlah suatu fenomena baru di Indonesia. Banyak keluarga yang memerlukan bantuan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi marjinal. Sebagian besar orang tua sebenarnya berterima kasih jika anak-anak mereka dapat bekerja didalam tempat yang terlindung dan tidak berpindah-pindah, belajar disiplin dan keterampilan berproduksi, jauh dari resiko jalanan. Tetapi kenyataannya anak-anak mereka ini kebanyakan bekerja dengan resiko tinggi, putus sekolah, jam kerja yang panjang dan pekerjaan mereka tidak menjamin kehidupan sosial ekonomi yang lebih baik.

C. Intensitas Kerja

(42)

dapat bekerja di dalam tempat yang terlindung dan tidak berpindah-pindah, belajar displin dan keterampilan berproduksi, jauh dari resiko jalanan. Tetapi bila kita bayangkan bahwa anak-anak tersebut tidak memperoleh perlindungan yang memadai (fisik maupun hukum) mempunyai resiko tinggi putus sekolah, jam kerja yang panjang dan pekerjaan mereka tidak menjamin kehidupan sosial-ekonomi yang lebih baik. Jam kerja anak di tiga kota besar relative panjang yaitu di Medan sekitar 5 jam, di Surabaya 7 jam, dan di Jakarta 10 jam setiap harinya.

Permasalahan sosial anak merupakan fenomena yang telah menjadi isu, dan gerakan global yang bersifat kemanusiaan (humanity). Kondisi ini tercermin dari perhatian bangsa-bangsa di dunia untuk memberikan perlindungan dari perilaku diskriminasi dan eksploitasi. Menurut perkiraan ILO (International Labour Organization), sekitar 250 juta anak berusia antara 5 sampai 14 tahun ambil bagian dalam aktivitas ekonomi di negara-negara berkembang. Anak yang bekerja purna waktu sebanyak 120 juta. Selebihnya adalah anak yang bekerja tetapi juga bersekolah atau melakukan kegiatan non ekonomis. Asia merupakan wilayah yang memiliki jumlah pekerja anak tertinggi di dunia, yaitu 61 %, sedangkan sisanya 32 % di Afrika dan 7 % di Amerika Latin (Yanuar, 2006).

(43)

24

bekerja sedang, bila mereka bekerja 5-7 jam setiap harinya, dan intensitas bekerja rendah, bila merka bekerja di bawah 5 jam setiap harinya.

D. Faktor-faktor yang Menyebabkan Intensitas Kerja Anak-anak yang Bekerja di Sektor Informal

Faktor pendorong utama yang diakui oleh semua pihak adalah kebutuhan ekonomi dan kemiskinan, Namun demikian menurut Irwanto, dkk. (1995 : 14) terdapat faktor pendorong lain yang akan dijadikan faktor dalam penelitian ini faktor tersebut adalah:

1. Ekonomi Keluarga

Keluarga merupakan interaksi pertama dan utama bagi seseorang dalam mengenal hal-hal baru sehingga keberadaan keluarga sangat penting dalam perkembangan perilaku seseorang. Slameto (2010:61) menyatakan bahwa keluarga adalah lembaga pendidikan pertama dan utama. Keluarga yang sehat, besar artinya untuk pendidikan dalam ukuran kecil, tetapi bersifat menentukan untuk pendidikan dalam ukuran besar yaitu pendidikan bangsa, Negara, dan dunia.

(44)

Jadi yang dimaksud dengan keluarga dalam penelitian ini yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Namun apabila anak mempunyai wali penanggung biaya maka yang dimaksud adalah wali tersebut. Hal serupa juga berlaku oleh siapa anak tersebut dibimbing atau bertempat tinggal.

Abdulsyani (2001: 57), menyatakan bahwa:

“Kondisi ekonomi adalah kedudukan atau posisi seseorang dalam

kelompok manusia yang ditentukan oleh jenis aktivitas ekonomi, pendapatan, tingkat pendidikan, jenis rumah tinggal, dan jabatan dalam organisasi”.

Kondisi ekonomi juga dikenal sebagai status ekonomi. Kartono (2006) menyatakan bahwa:

“Status ekonomi adalah kedudukan seseorang atau keluarga di masyarakat berdasarkan pendapatan per bulan. Status ekonomi dapat dilihat dari pendapatan yang disesuaikan dengan harga barang pokok”.

Selanjutnya Menurut Geimar dan Lasorte dalam Friedman (Suparyanto, 2010: 71) membagi keluarga terdiri dari empat tingkat ekonomi:

1. Adekuat

Adekuat menyatakan uang yang dibelanjakan atas dasar suatu permohonan bahwa pembiayaan adalah tanggung jawab kedua orang tua. Keluarga menganggarkan dan mengatur biaya secara realistis. 2. Marginal

(45)

26

3. Miskin

Keluarga tidak bisa hidup dengan caranya sendiri, pengaturan keuangan yang buruk akan menyebabkan didahulukannya kemewahan. Di atas kebutuhan pokok, manajemen keuangan yang sangat buruk dapat atau tidak membahayakan kesejahteraan anak, tetapi pengeluaran dan kebutuhan melebihi penghasilan.

4. Sangat miskin

Manajemen keuangan yang sangat jelek, termasuk pengeluaran saja dan berhutang terlalu banyak, serta kurang tersedianya kebutuhan dasar.

Menurut Irwanto, dkk. (1995: 14) pencari nafkah keluarga dalam keluarga dilakukan oleh dua atau satu orang sebagai kepala rumah tangga yang berpenghasilan rendah atau tidak terpenuhi kebutuhan hidup keluarga sehari-hari sehingga anak terdorong untuk membantu dengan bekerja di sektor informal. Pencari nafkah dalam keluarga dapat dibedakan menjadi tiga yaitu, keluarga dengan dua orang (suami-istri) kepala rumah tangga pencari nafkah, keluarga dengan pria kepala rumah tangga pencari nafkah, dan keluarga dengan wanita kepala rumah tangga pencari nafkah.

(46)

2) Pencari nafkah yang dilakukan oleh satu orang saja, misalnya ayah atau ibu saja. Pencari nafkah keluarga dilakukan satu orang saja (ayah) sehingga berpenghasilan cukup baik, karena pria tidak mempunyai dua peran seperti wanita. Sehingga intensitas kerja anak cukup ringan atau sedang.

3) Jika pencari nafkah keluarga dilakukan oleh satu orang (ibu) Pengaruh wanita atau ibu sebagai kepala rumah tangga pada keluarga responden terhadap kesejahteraan keluarga relative rendah, hal ini disebabkan ibu sebagai pencari nafkah bekerja di sektor informal juga seperti pembantu rumah tangga, pencuci pakaian, dan berdagang kecil-kecilan. Hal ini sesuai dengan pendapat Irwanto, dkk. (1995: 16) yang menyatakan, bahwa pencari nafkah yang dilakukan oleh wanita dianggap kurang produktif dan cenderung berpenghasilan rendah karena mereka berperan ganda yaitu mencari nafkah dan mengurus rumah tangga, sehingga tidak mencukupi kebutuhan hidup keluarga sehari-hari. Kondisi ini mendorong anak untuk bekerja secara maksimal dalam arti bekerja dengan intensitas kerja yang tinggi.

(47)

28

keluarga yang merupakan jumlah seluruh pendapatan dan kekayaan keluarga yang dipakai untuk membedakan ekonomi keluarga dalam tiga kelompok yaitu pendapatan tinggi, pendapatan sedang, dan pendapatan rendah.

Dalam hal golongan berpenghasilan rendah, Rusmin Tumanggor yang diedit oleh Mulyanto Sumardi dan Hans Dieter Evers (1980: 11) menyatakan bahwa golongan berpenghasilan rendah adalah kelompok (sejumlah orang) yang memperoleh pendapatan atau penerimaan sebagai imbalan terhadap pekerjaan yang mereka kerjakan, dimana jumlah penerimaan tersebut jauh lebih sedikit apabila dibandingkan dengan kebutuhan pokoknya. Dengan demikian golongan berpenghasilan rendah mengandung dua makna pokok:

1. Sejumlah manusia yang berpendapatan kurang dari kebutuhan pokok. 2. pendapatan manusia dari berbagai lapangan pekerjaan yang akan dapat

didistribusikan ke dalam kategori rendah. Golongan berpenghasilan rendah mempunyai beberapa ciri antara lain:

a. Pekerjaan yang menjadi mata pencahrian mereka, umumnya merupakan pekerjaan yang menggunakan tenaga kasar.

b. Nilai pendapatan mereka cukup rendah apabila diukur dengan jumlah jam kerja yang mereka gunakan.

(48)

d. Karena kemampuan keuangan yang sangat kurang, maka untuk rekreasi, pengobatan, biaya perumahan, penambahan jumlah pakaian, semuanya itu hampir tidak terjamah sama sekali.

e. Tempat tinggal mereka kurang memenuhi syarat kesehatan dan umumnya menempati posisi tanah yang tidak legal.

Setiap masyarakat memiliki pengelompokan status terutama berdasarkan kesamaan dalam pendapatan, pendidikan dan pekerjaan. Dari kesamaan-kesamaan inilah muncul sikap sosial yang mencirikan kelas tertentu terhadap perbedaan tingkat ekonominya. Para peneliti telah mendokumentasikan nilai-nilai yang berbeda yang berkaitan dengan rentang wilayah yang luas jadi dengan mengetahui pendapatan keluarga maka dapat membantu peneliti untuk mengetahui terhadap terjadinya tingkat intensitas kerja baik yang tinggi ataupun yang rendah yang dilakukan oleh para pekerja anak-anak di sektor informal.

Ekonomi keluarga merupakan keadaan ekonomi seseorang yang dimana terdiri dari pendapatan yang dapat dibelanjakan, tabungan dan hartanya, kemampuan untuk meminjam dan sikap terhadap mengeluarkan lawan menabung. Pekerjaan seseorang juga sangat menentukan dari pola konsumsi yang mereka lakukan.

(49)

30

natura yang diperoleh baik sebagai gaji atau upah usaha rumah tangga atau sumber lain. Kondisi seseorang dapat diukur dengan menggunakan konsep pendapatan yang menunjukkan jumlah seluruh uang yang diterima oleh seseorang atau rumah tangga selama jangka waktu tertentu (Samuelson dan Nordhaus, 2002).

Ekonomi adalah menyangkut penghasilan yang diperoleh keluarga, menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional Badan Pusat Statistik Jakarta Indonesia tahun 2006 untuk daerah disesuaikan dengan standar Upah Minimum Regional (UMR) termasuk ketetapan UMR di Lampung yaitu sebagai berikut:

a. Rendah, bila penghasilan keluarga rata-rata perbulan < UMR yaitu Rp. 925.000.

b. Tinggi, bila penghasilan keluarga rata-rata perbulan > UMR yaitu Rp. 925.000.

(Badan Pusat Statistik Propinsi Lampung, 2011 : 24)

(50)

Menurut Saedah, (2010: 10) menyatakan bahwa pendapatan adalah besarnya pendapatan atau penghasilan yang diterima oleh suami, istri dan anak (bila ada) baik yang berasal dari pendapatan pokok atau pendapatan sampingan, biasanya diukur dalam jumlah rupiah yang diterima setiap bulan. Dapat disimpulkan bahwa pendapatan seseorang atau keluarga memberikan pengaruh terhadap terjadinya anak-anak untuk turun kelapangan yaitu bekerja pada sektor informal.

2. Jumlah Tanggungan Keluarga

Menurut Surono, (2008: 43) yang menyatakan bahwa tanggungan keluarga adalah jumlah tanggungan yang terdiri dari banyaknya jumlah anak yang tinggal dalam satu rumah dan menjadi tanggungan kepala keluarga, tetapi jumlah anak tidak selalu berarti sama dengan jumlah tanggungan, hal ini disebabkan karena anak sewaktu-waktu dapat memisahkan diri misalnya membentuk keluarga baru.

Di dalam keluarga terdapat beberapa fungsi yang satu sama lain saling melengkapi serta berkaitan dan dalam pelaksanaannya tidak dapat dipisahkan. Masing-masing fungsi keluarga tersebut sama pentingnya bagi keutuhan dan kelancaran kehidupan keluarga. Orang tua sebagai pemegang peran utama dalam sebuah keluarga diharapkan dapat melaksanakan fungsi-fungsi keluarga sebagaimana mestinya.

(51)

32

rezeki dan sanak saudara yang belum bisa berusaha sendiri sehingga harus tinggal bersama keluarga yang sudah cukup mantap. Semakin banyak jumlah tanggungan maka semakin besar pengeluaran yang harus dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan hidup dalam keluarga sehari-hari.

Sedangkan menurut Abraham Fanggidae (1993: 124) menyatakan, bahwa jumlah tanggungan keluarga adalah besarnya anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak yaitu yang tinggal dalam satu rumah.

Selanjutnya dikatakan bahwa jumlah tanggungan keluarga yang dikategorikan kecil terdiri dari 1-2 orang anak yang tidak termasuk ayah dan ibu sehingga dapat dikatakan bahwa mempunyai tanggungan keluarga yang ringan, tetapi orang tuanya berpenghasilan rendah sehingga anak terdorong untuk bekerja dengan intensitas yang ringan atau rendah untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari.

Jumlah anggota keluarga yang diartikan terdiri dari 3-4 orang anak tidak termasuk ayah dan ibu mempunyai tanggungan keluarga yang cukup ringan karena jumlah keluarga tidak terlalu banyak. Dan orang tuanya berpenghasilan rendah sehingga intensitas kerja anakpun tergolong sedang atau cukup ringan.

(52)

oleh penghasilan keluarga yang rendah, sehingga mendorong anak-anak untuk bekerja secara maksimal atau intensitas kerja anak semakin tinggi.

Pendapat diatas sesuai dengan kenyataan yang terjadi di lapangan yaitu berdasarkan hasil observasi bahwa sebagian besar pekerja anak di sektor informal sebagai pedagang asongan, penyemir sepatu dan penjual koran mempunyai saudara kandung lima orang atau lebih, sementara itu penghasilan keluarga memiliki pengahsilan yang rendah. Hasil ini dapat dilihat bahwa kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan keluarganya terbatas hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari saja, sehingga keluarga tidak mampu untuk menyekolahkan anaknya ke sekolah, dengan demikian anak terpaksa melakukan pekerjaan pada sektor informal dengan pembagian tingkat intensitas yang berbeda-beda yaitu intensitas kerja yang rendah, sedang dan bahkan intensitas kerja yang tinggi.

E. Kerangka Pikir

(53)

34

Jumlah tanggungan keluarga, jika jumlah keluarganya 1-2 orang anak tidak termasuk ayah dan ibu yang menyebabkan intensitas kerja anak ringan atau rendah karena tanggungan keluarga sedikit, jika jumlah keluarga 5-6 orang anak maka intensitas kerja anak sedang, karena jumlah tanggungan keluarga tidak terlalu banyak, dan jika jumlah tanggungan keluarga 7 orang anak atau lebih maka intensita kerja anak semakin tinggi karena tanggungan keluarganya semakin besar.

Skema 1. Kerangka Pikir Faktor-faktor yang menyebabkan

intensitas kerja anak-anak di sektor informal:

1. Ekonomi keluarga

- Pencari nafkah dalam keluarga yang dilakukan oleh dua orang (suami-istri)

- 2 Pencari nafkah yang dilakukan oleh satu orang saja

- Jika pencari nafkah keluarga dilakukan oleh satu orang (ibu)

2. Jumlah tanggungan keluarga - 5-7 orang atau lebih (tinggi) - 3-4 orang (sedang)

- 1-2 orang (rendah)

(54)

A. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe Deskriptif yaitu penelitian yang mengambarkan keadaan suatu objek yang akan diteliti pada kondisi saat ini, dengan didasarkan pada faktor-faktor yang ada. Faktual, tajam, dan akurat mengenai fakta yang akan diteliti. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif.

B. Definisi Operasional Dan Indikator Variabel

Definisi operasional menurut Masri Singarimbun dan Sofyan Effendi (2001 : 23) adalah petunjuk tentang bagaimana suatu variabel diukur. Dengan membaca definisi operasional dalam suatu penelitian, akan diketahui baik buruknya variabel tersebut. Berdasarkan pengertian definisi operasional tersebut dan judul yang dibuat, maka akan diukur indikator-indikator dari variabel faktor-faktor yang menyebabkan tingkat intensitas kerja anak-anak yang bekerja di sektor informal.

1. Ekonomi Keluarga

(55)

36

1) Keluarga dengan dua orang sebagai pencari nafkah dalam keluarga, yaitu ayah dan ibu.

2) Keluarga dengan ayah sebagai pencari nafkah dalam keluarga. 3) Keluarga dengan ibu sebagai pencari nafkah dalam keluarga. 2. Jumlah Tanggungan Keluarga

Jumlah tanggungan keluarga adalah besarnya anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak yang tinggal dalam satu rumah dan hidup dalam satu keluarga. Adapun indikatornya adalah Jumlah tanggungan keluarga yang terdiri dari:

1) 1–2 orang 2) 3–4 orang 3) 5 orang atau lebih

3. Intensitas Kerja Anak-Anak

Intensitas kerja anak-anak diartikan intensitas jam kerja anak-anak yang bekerja setiap harinya. Adapun indikator yang digunakan adalah :

1) Tinggi, dikatakan tinggi apabila mereka bekerja di atas 7 jam setiap harinya.

2) Sedang, dikatakan sedang apabila mereka bekerja antara 5-7 jam setiap harinya.

(56)

C. Lokasi Penelitian

Dalam usaha mencari data yang diperlukan dalam penelitian ini, maka dipilihlah Kecamatan Rajabasa, Bandar Lampung sebagai lokasi penelitian dengan pertimbangan lokasi tersebut letaknya mudah dijangkau oleh penulis juga dapat menghemat waktu, tenaga, dan biaya dalam pengumpulan dan pencarian data.

D. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi pada penelitian ini, yaitu para pekerja anak di sektor informal sebagai pedagang asongan, penyemir sepatu dan penjual koran. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh penulis di Kecamatan Rajabasa Bandar Lampung, data atau jumlah dari para pekerja anak di sektor informal diketahui jumlah populasinya sebanyak 160 orang.

2. Sampel

(57)

38

Berdasarkan ukuran di atas maka penulis menetapkan besarnya sampel dalam penelitian ini yaitu sebanyak 25% dari 160 orang. Dengan demikian maka

besarnya sampel penelitian adalah 160 40 100 pengumpulan data dilakukan dengan cara:

1. Kuesioner

Kuesioner adalah suatu daftar pertanyaan untuk memperoleh data berupa jawaban-jawaban dari responden. Kuesioner (daftar pertanyaan) dalam penelitian ini digunakan sebagai pedoman wawancara. Kuesioner ini digunakan untuk mengetahui antara lain : usia responden, pendidikan responden, tingkat intensitas kerja responden dan lain-lain.

2. Wawancara

Yaitu teknik yang digunakan untuk memperoleh data dari responden dengan cara wawancara atau bertanya langsung pada responden dengan berpedoman pada pertanyaan yang tercantum pada kuesioner.

3. Observasi

(58)

“Pengamatan dapat digunakan untuk berbagai maksud penelitian. Ia dapat digunakan dalam kajian eksploratif untuk memperoleh pengetahuan yang kemudian diuji menggunakan teknik lain. Mungkin untuk memperoleh data tambahan yang dapat digunakan untuk memberi penafsiran terhadap temuan-temuan yang diperoleh melalui teknik lain”.

Observasi merupakan suatu pengamatan secara sistematis dari objek penelitian tentang penomena-penomena yang akan diteliti. Pada penelitian ini observasi dilakukan untuk memperoleh data tentang tingkat intensitas kerja, pencari nafkah keluarga, jumlah tanggungan keluarga. Penulis menggunakan teknik observasi non partisipan, yaitu penulis tidak terlibat langsung dengan aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh objek penelitian (responden).

F. Skala Data dan Penentuan Skor

Skala data yang digunakan dalam penelitian ini skala ordinal. Menurut Masri Singarimbun dan Sofyan Effendi (2002: 102), skala ordinal adalah skala yang digunakan peneliti untuk mengurutkan responden dalam tingkatan mulai dari paling rendah sampai paling tinggi.

Kegiatan yang penulis lakukan adalah melakukan perhitungan terhadap jawaban responden dalam kuesioner penelitian dan selanjutnya memberikan skor dengan menggunakan 3 jenjang, yaitu sebagai berikut:

(59)

40

G. Teknik Pengolahan Data

Setelah memperoleh data dari lapangan, maka data-data diolah melalui tahap-tahap sebagai berikut :

1. Tahap Editing

Yaitu dalam tahap ini data yang telah diperoleh dari lapangan, dikoreksi dan diperbaiki sehingga sempurna.

Dalam tahapan ini yang perlu diperhatikan adalah : - Lengkap tidaknya pengisian alat ukur data - Keterbatasan tulisan

- Kejelasan makna jawaban

- Keajengan dan kesesuaian jawaban. - Relevansi jawaban

- Keseragaman kesatuan data 2. Tahap Koding

Yaitu dalam tahap ini mengklasifikasikan data-data (jawaban-jawaban)dari responden menurut macam dan jenisnya, kemudian memberikan kode dan memindahkan ke dalam buku kode.

3. Tahap Tabulating

(60)

H. Teknik Analisa Data 1. Koefisien korelasi

Metode ini digunakan untuk mengetahui besarnya hubungan antara faktor-faktor yang menyebabkan intensitas kerja anak-anak di sektor informal. Metode yang digunakan adalah perhitungan koefisien korelasi Pearson Product Momentdengan rumus sebagai berikut :



r = Koefisien korelasi antara varibel X dan Y n = Banyaknya jumlah responden

X = Total skor dari kompensasi Y = Total skor kinerja

Untuk mengetahui tingkat keeratan hubungan maka nilai r dikonsultasikan dengan interpretasi nilai r sebagai berikut :

R Interpretasi 2. Analisis tabel tunggal/tabel silang

(61)

III. METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe Deskriptif yaitu penelitian yang mengambarkan keadaan suatu objek yang akan diteliti pada kondisi saat ini, dengan didasarkan pada faktor-faktor yang ada. Faktual, tajam, dan akurat mengenai fakta yang akan diteliti. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif.

B. Definisi Operasional Dan Indikator Variabel

Definisi operasional menurut Masri Singarimbun dan Sofyan Effendi (2001 : 23) adalah petunjuk tentang bagaimana suatu variabel diukur. Dengan membaca definisi operasional dalam suatu penelitian, akan diketahui baik buruknya variabel tersebut. Berdasarkan pengertian definisi operasional tersebut dan judul yang dibuat, maka akan diukur indikator-indikator dari variabel faktor-faktor yang menyebabkan tingkat intensitas kerja anak-anak yang bekerja di sektor informal.

1. Ekonomi Keluarga

(62)

1) Keluarga dengan dua orang sebagai pencari nafkah dalam keluarga, yaitu ayah dan ibu.

2) Keluarga dengan ayah sebagai pencari nafkah dalam keluarga. 3) Keluarga dengan ibu sebagai pencari nafkah dalam keluarga. 2. Jumlah Tanggungan Keluarga

Jumlah tanggungan keluarga adalah besarnya anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak yang tinggal dalam satu rumah dan hidup dalam satu keluarga. Adapun indikatornya adalah Jumlah tanggungan keluarga yang terdiri dari:

1) 1–2 orang 2) 3–4 orang 3) 5 orang atau lebih

3. Intensitas Kerja Anak-Anak

Intensitas kerja anak-anak diartikan intensitas jam kerja anak-anak yang bekerja setiap harinya. Adapun indikator yang digunakan adalah :

1) Tinggi, dikatakan tinggi apabila mereka bekerja di atas 7 jam setiap harinya.

2) Sedang, dikatakan sedang apabila mereka bekerja antara 5-7 jam setiap harinya.

(63)

37

C. Lokasi Penelitian

Dalam usaha mencari data yang diperlukan dalam penelitian ini, maka dipilihlah Kecamatan Rajabasa, Bandar Lampung sebagai lokasi penelitian dengan pertimbangan lokasi tersebut letaknya mudah dijangkau oleh penulis juga dapat menghemat waktu, tenaga, dan biaya dalam pengumpulan dan pencarian data.

D. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi pada penelitian ini, yaitu para pekerja anak di sektor informal sebagai pedagang asongan, penyemir sepatu dan penjual koran. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh penulis di Kecamatan Rajabasa Bandar Lampung, data atau jumlah dari para pekerja anak di sektor informal diketahui jumlah populasinya sebanyak 160 orang.

2. Sampel

(64)

Berdasarkan ukuran di atas maka penulis menetapkan besarnya sampel dalam penelitian ini yaitu sebanyak 25% dari 160 orang. Dengan demikian maka

besarnya sampel penelitian adalah 160 40 100

25

X orang.

E. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang benar dan sesuai dengan penelitian ini, maka pengumpulan data dilakukan dengan cara:

1. Kuesioner

Kuesioner adalah suatu daftar pertanyaan untuk memperoleh data berupa jawaban-jawaban dari responden. Kuesioner (daftar pertanyaan) dalam penelitian ini digunakan sebagai pedoman wawancara. Kuesioner ini digunakan untuk mengetahui antara lain : usia responden, pendidikan responden, tingkat intensitas kerja responden dan lain-lain.

2. Wawancara

Yaitu teknik yang digunakan untuk memperoleh data dari responden dengan cara wawancara atau bertanya langsung pada responden dengan berpedoman pada pertanyaan yang tercantum pada kuesioner.

3. Observasi

(65)

39

“Pengamatan dapat digunakan untuk berbagai maksud penelitian. Ia dapat digunakan dalam kajian eksploratif untuk memperoleh pengetahuan yang kemudian diuji menggunakan teknik lain. Mungkin untuk memperoleh data tambahan yang dapat digunakan untuk memberi penafsiran terhadap temuan-temuan yang diperoleh melalui teknik lain”.

Observasi merupakan suatu pengamatan secara sistematis dari objek penelitian tentang penomena-penomena yang akan diteliti. Pada penelitian ini observasi dilakukan untuk memperoleh data tentang tingkat intensitas kerja, pencari nafkah keluarga, jumlah tanggungan keluarga. Penulis menggunakan teknik observasi non partisipan, yaitu penulis tidak terlibat langsung dengan aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh objek penelitian (responden).

F. Skala Data dan Penentuan Skor

Skala data yang digunakan dalam penelitian ini skala ordinal. Menurut Masri Singarimbun dan Sofyan Effendi (2002: 102), skala ordinal adalah skala yang digunakan peneliti untuk mengurutkan responden dalam tingkatan mulai dari paling rendah sampai paling tinggi.

Kegiatan yang penulis lakukan adalah melakukan perhitungan terhadap jawaban responden dalam kuesioner penelitian dan selanjutnya memberikan skor dengan menggunakan 3 jenjang, yaitu sebagai berikut:

(66)

G. Teknik Pengolahan Data

Setelah memperoleh data dari lapangan, maka data-data diolah melalui tahap-tahap sebagai berikut :

1. Tahap Editing

Yaitu dalam tahap ini data yang telah diperoleh dari lapangan, dikoreksi dan diperbaiki sehingga sempurna.

Dalam tahapan ini yang perlu diperhatikan adalah : - Lengkap tidaknya pengisian alat ukur data - Keterbatasan tulisan

- Kejelasan makna jawaban

- Keajengan dan kesesuaian jawaban. - Relevansi jawaban

- Keseragaman kesatuan data 2. Tahap Koding

Yaitu dalam tahap ini mengklasifikasikan data-data (jawaban-jawaban)dari responden menurut macam dan jenisnya, kemudian memberikan kode dan memindahkan ke dalam buku kode.

3. Tahap Tabulating

(67)

41

H. Teknik Analisa Data 1. Koefisien korelasi

Metode ini digunakan untuk mengetahui besarnya hubungan antara faktor-faktor yang menyebabkan intensitas kerja anak-anak di sektor informal. Metode yang digunakan adalah perhitungan koefisien korelasi Pearson Product Momentdengan rumus sebagai berikut :



r = Koefisien korelasi antara varibel X dan Y n = Banyaknya jumlah responden

X = Total skor dari kompensasi Y = Total skor kinerja

Untuk mengetahui tingkat keeratan hubungan maka nilai r dikonsultasikan dengan interpretasi nilai r sebagai berikut :

R Interpretasi 2. Analisis tabel tunggal/tabel silang

(68)

A. Luas Wilayah dan Batas Kelurahan

Wilayah Kecamatan Rajabasa semula adalah merupakan pemekaran dari Kecamatan Induk, yaitu Kecamatan Kedaton, berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 4 tahun 2001 tertanggal 03 Oktober 2001 tentang Penggabungan, Penghapusan dan Pemekaran Wilayah Kecamatan dan Kelurahan di Kota Bandar Lampung menjadi berjumlah 13 Kecamatan dan 98 Kelurahan.

Adapun batasan untuk luas Wilayah Kecamatan Raja Basa yaitu sekitar 1.302 Ha, yang terdiri atas 4 kelurahan, yaitu :

1. Kelurahan Gedung Meneng 227 Ha 2. Kelurahan Rajabasa 359 Ha 3. Kelurahan Rajabasa Raya 358 Ha 4. Kelurahan Rajabasa Jaya 358 Ha

(69)

43

seluruhnya 1.302 Hektar. Adapun batas Kecamatan Rajabasa adalah sebagai berikut:

1. Sebelah Utara : Kecamatan Natar, Lampung Selatan

2. Sebelah Selatan : Kecamatan Tanjung Karang Barat dan Kemiling 3. Sebelah Barat : Kecamatan Natar, Lampung Selatan

4. Sebelah Timur : Kecamatan Kedaton dan Tanjung Seneng

Secara geografis Kecamatan Rajabasa merupakan daerah daratan yang sebagian besar merupakan lahan pertanian tadah hujan. Kecamatan Rajabasa dengan luas daerah 1.302 Ha sebagian besar digunakan untuk lahan perumahan / permukiman dan areal pertanian, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 1. Penggunaan lahan di Kecamatan Rajabasa

No. Penggunaan Lahan Luas (Ha) %

1

(70)

Berdasarkan tabel di atas, Kecamatan Rajabasa mempunyai jumlah luas lahan yang diurutkan berdasarkan penggunaannya, yaitu untuk perumahan atau pemukiman yaitu terpakai luas lahan sebesar 522,5 Ha atau 40,13% dari luas wilayah yang ada, penggunaan lahan untuk areal pertanian yaitu sebesar 482Ha atau sebesar 37,02% dari luas wilayah yang ada, penggunaan lahan untuk areal perkebunan yaitu sebesar 222 Ha atau sebesar 17,05% dari luas wilayah yang ada, penggunaan lahan untuk areal jalur hijau yaitu sebesar 10Ha atau sebesar 0,77% dari luas wilayah yang ada, penggunaan lahan untuk areal kepentingan sosial yaitu sebesar 3 Ha atau sebesar 0,23% dari luas wilayah yang ada, penggunaan lahan untuk areal tanah pemda yaitu sebesar 5 Ha atau sebesar 0,38% dari luas wilayah yang ada, penggunaan lahan untuk areal jalan yaitu sebesar 35 Ha atau sebesar 2,69% dari luas wilayah yang ada, dan penggunaan lahan untuk areal yang lainnya yaitu sebesar 22,5 Ha atau sebesar 1,73% dari luas wilayah yang ada.

B. Demografi

(71)

45

Tabel 2. Jumlah Penduduk Kecamatan Rajabasa

No. Kelurahan Jumlah Jiwa

Sumber : Jumlah Penduduk Kecamatan Rajabasa Tahun 2011

Berdasarkan tabel di atas, maka dapat diketahui bahwa untuk jumlah penduduk yang ada di Kecamatan Rajabasa yaitu yang terbagi pada empat kelurahan yang ada yaitu Kelurahan Gedung Meneng, Kelurahan Rajabasa, Kelurahan Raja raya, dan Kelurahan Raja Jaya. Adapun untuk jumlah pendudukyang ada pada masing-masing Kelurahan tersebut yaitu untuk Kelurahan Gedung Meneng terdiri dari jumlah jiwa sebanyak 13.291 jiwa, untuk Kelurahan Rajabasa yaitu terdiri dari jumlah jiwa sebanyak 16.023 jiwa, untuk Kelurahan Raja Raya yaitu terdiri dari jumlah jiwa sebanyak 6.129 jiwa, dan untuk Kelurahan Raja Jaya yaitu terdiri dari jumlah jiwa sebanyak 5.331 jiwa. Maka bedasarkan jumlah penduduk yang terbagi dari 4 Kelurahan yang ada pada Kecamatan Rajabasa tersebut, jumlah total penduduk yang menempati Kecamatan Rajabasa yaitu terdiri dari sebanyak 40.774 jiwa.

C. Sosial Ekonomi

(72)

Tabel 3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

Sumber: Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian, Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung Tahun 2011

(73)

47

penduduk yang telah pensiun yaitu yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 1.295 orang dan perempuan 608 orang, dan untuk penduduk dengan pekerjaan yang diluar dari daftar tersebut yaitu yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 8.072 orang dan perempuan sebanyak 3.005 orang. Dalam tabel diatas, maka terlihat jelas bahwa jumlah penduduk pada masing-masing bagian pekerjaan paling banyak didominasi oleh penduduk yang berjenis kelamin laki-laki, dan menunjukkan bahwa tingkat perekonomian penduduk di Kecamatan Rajabasa cukup tinggi.

D. Pendidikan

Hampir sebagian penduduk di Kecamatan Rajabasa sebagian besar memiliki tingkat pendidikan SMA, SLTP, dan SD yang secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No. Pendidikan Jumlah Jiwa

Sumber: Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan, Tahun 2011

Gambar

Tabel 1. Penggunaan lahan di Kecamatan Rajabasa
Tabel 2. Jumlah Penduduk Kecamatan Rajabasa
Tabel 3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
Tabel 4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh lama bekerja, tanggungan keluarga, usia, curahan jam kerja, dan pendidikan terhadap pendapatan tenaga

Jenis pekerjaan utama, tingkat pendidikan, dan tingkat pengetahuan paling signifikan dalam meningkatkan kesadaran pekerja sektor informal terhadap program JKN, terutama pada aspek

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nelly Marissa (2012) menunjukkan jumlah anggota keluarga penderita TB paru dalam satu rumah sebagian besar lebih

Dari 6 variabel penelitian yang terdiri dari variabel pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, sikap, ketepatan pelayanan, dan dukungan keluarga hanya variabel pekerjaan yang

Faktor ekonomi (luas lahan, jumlah tanggungan, ketersediaan tenaga kerja dalam keluarga dan pendapatan diluar usahatani kopi) lebih berpengaruh besar dengan nilai

Keluarga Anak Banyak Keluarga Anak Tunggal Faktor-faktor Komunikasi Antarpribadi dalam pembentukan perilaku jujur, setia kawan dan bekerja keras pada diri anak adalah : Empati

BITA BUTA CABS CADEC CBZ CCJPZ ECF ESAP GYBY IES ILO IYB MYECC MISSEP NAIS ZANUPF SEDCO SYB UANC UITA UNMD UPCSA UPCSACA WVI YWCA ZANLA ACRONYM LIST Bulawayo Informal Traders'

Desa Masbagik Timur merupakan daerah pedesaan yang mayoritasnya pembuat gerabah yang pemasarannya sampai mancanegara.Namun kebanyakan kaum laki-laki bekerja di sektor informal sebagai