PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG DAUN SEMBUNG
(Blumea balsamifera) DALAM RANSUM TERHADAP
PERFORMA AYAM BROILER
SKRIPSI
HEKSA OKTIANI PUTRI SUMARSONO
PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
RINGKASAN
HEKSA OKTIANI PUTRI SUMARSONO. D24104029. Pengaruh Penggunaan Tepung Daun Sembung (Blumea balsamifera) dalam Ransum terhadap Performa Ayam Broiler. Skripsi. Program Studi Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Dr. Ir. Sumiati, MSc.
Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, MS.
Ayam broiler memiliki potensi yang besar dalam memberikan sumbangan terhadap pemenuhan kebutuhan konsumsi protein hewani. Kelemahan ayam broiler yaitu mudah mengalami stres akibat panas dan mudah terserang penyakit akibat virus, bakteri, kapang dan lain-lain. Kondisi tersebut menyebabkan terhambatnya pertumbuhan, kelainan metabolisme serta penurunan produksi dan kualitas ayam broiler. Peternak mengatasi permasalahan tersebut dengan memberikan obat-obatan sintetik seperti antibiotik. Akan tetapi penggunaan antibiotik dapat menimbulkan residu pada produk ayam broiler yang dikonsumsi manusia. Untuk mengatasi masalah ini, perlu dicari antibiotik alami seperti herbal medicine.
Salah satu herbal medicine yang cukup potensial untuk dimanfaatkan sebagai antibiotik alami adalah daun sembung (Blumea balsamifera). Daun sembung mengandung tanin dan saponin yang diduga sebagai senyawa antimikroba. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan tepung daun sembung dalam ransum terhadap performa ayam broiler.
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari sampai April 2007 di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Ternak Unggas (Kandang C), Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah 150 ekor DOC (Day Old Chick) ayam broiler strain Ross yang dipelihara selama lima minggu.
Ransum yang digunakan dibuat dari campuran jagung kuning, dedak padi, pollard, corn gluten meal (CGM), tepung ikan, meat bone meal (MBM), bungkil kedelai, minyak kelapa, premix, Dl-methionin, L-Lisin, CaCO3, dicalsium phosphat
(DCP) dan tepung daun sembung. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan 5 perlakuan dan 3 ulangan, setiap ulangan menggunakan 10 ekor ayam. Perlakuan pada penelitian ini adalah: R0 (ransum tanpa daun sembung dan tanpa vitachick), R1 (ransum R0 + vitachick yang mengandung antibiotik bacitracin Methylene Disalisilat/MD dalam air minum), R2 (ransum mengandung tepung daun sembung 2%), R3 (ransum mengandung tepung daun sembung 4%, R4 (ransum mengandung tepung daun sembung 6%). Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis ragam (ANOVA).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan tepung daun sembung (Blumea balsamifera) dalam ransum ayam broiler tidak berpengaruh terhadap performa ayam broiler. Penggunaan tepung daun sembung (Blumea balsamifera) pada taraf 2% efektif dibandingkan taraf 4 dan 6%, sehingga dapat dijadikan sebagai pengganti antibiotik bacitracin MD yang dicerminkan dengan tingkat kematian rendah.
ABSTRACT
The Effect of Blumea balsamifera Powder in the Diets on Broilers Performances
Sumarsono, H.O.P., Sumiati, and D. A. Astuti
This research was conducted to evaluate the effect of Blumea balsamifera powder in the diets on broilers performances . This experiment used 150 day old chicks (DOC) of Ross strain which were kept in litter system for five weeks. The experiment used Completely Randomized Design with five treatments and three replications and each consisted of 10 broilers. The parameters observed were feed consumption, body weight gain, final body weight, feed conversion and mortality. The diet treatments were : R0 (diet without Blumea balsamifera powder and vitachik), R1 (R0 + bacitracin MD in vitachick dissolved in drinking water), R2 (diet contained Blumea balsamifera powder 2%), R3 (diet contained Blumea balsamifera powder 4%), R4 (diet contained Blumea balsamifera powder 6%). The data obtained were analysed with analysis of variance (ANOVA). The results showed that Blumea balsamifera did not affect the feed consumption, body weight gain, final body weight and feed conversion. The results of this research indicated that 2% of Blumea balsamifera powder in the broilers replace bacitracin MD antibiotic. Blumea balsamifera powder at those levels improved the broilers performances and had low mortality.
PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG DAUN SEMBUNG
(Blumea balsamifera) DALAM RANSUM TERHADAP
PERFORMA AYAM BROILER
HEKSA OKTIANI PUTRI SUMARSONO
D24104029
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG DAUN SEMBUNG
(Blumea balsamifera) DALAM RANSUM TERHADAP
PERFORMA AYAM BROILER
Oleh
HEKSA OKTIANI PUTRI SUMARSONO
D24104029
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 5 Maret 2008
Pembimbing Utama Pembimbing Anggota
Dr. Ir. Sumiati, MSc. Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, MS. NIP. 131 624 182 NIP. 131 474 289
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 16 Oktober 1985 di Bandung Jawa Barat.
Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Bambang
Sumarsono (Alm) dan Ibu Yani Yuniarti.
Pendidikan Taman Kanak-kanak diselesaikan pada tahun 1992 di TK Islam
Al-Hidayah Lembang, pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1998 di SDN 2
Lembang, pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2001 di
SLTPN 12 Bandung dan pendidikan menengah atas diselesaikan pada tahun 2004 di
SMUN 14 Bandung.
Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Departemen Ilmu Nutrisi dan
Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2004.
Selama menjalani perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Kewirausahaan
Himpunan Mahasiswa Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak (Himasiter) tahun 2005,
anggota Lingkung Seni Sunda (Lises) Gentra Kaheman tahun 2005, anggota Divisi
Informasi dan Komunikasi Paguyuban Mahasiswa Bandung (Pamaung) tahun 2005,
ketua Divisi Keuangan dan Kewirausahaan Pamaung tahun 2006, pengurus
Departemen Pengelolaan Sumber Daya Manusia (PSDM) Lises Gentra Kaheman
(2006), anggota Biro Kreativitas Ilmiah Himasiter tahun 2007, ikut membantu dalam
proyek kerja sama bidang Sapi Perah antara Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan
Masyarakat IPB (LPPM IPB) dengan Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran
Hasil Pertanian (DitJen PPHP), Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Balai
Pengembangan Perbibitan Ternak Sapi Perah Cikole (BPPT-SP) Lembang-Bandung
dan kerap mengikuti beberapa kepanitiaan dalam acara yang diselenggarakan di
KATA PENGANTAR
Seiring dengan semakin meningkatnya kebutuhan manusia akan protein
hewani maka industri perunggasan khususnya ayam broiler juga akan meningkat.
Usaha di bidang peternakan ayam broiler akan semakin kompetitif meskipun harus
dihadapkan dengan kasus penyakit yang disebabkan oleh bakteri. Kejadian penyakit
tersebut diperkirakan banyak dipengaruhi oleh kondisi iklim, praktek manajemen
beternak dan nutrisi pakan. Pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit yang
diakibatkan bakteri diatasi peternak dengan memberikan obat-obatan seperti
antibiotik. Antibiotik ini juga digunakan sebagai growth promotor yang berfungsi
sebagai usaha untuk meningkatkan performa ayam broiler. Akan tetapi penggunaan
antibiotik dapat menimbulkan residu pada produk ayam broiler dan resistensi
terhadap mikroba.
Berkenaan dengan hal tersebut sangat perlu dilakukan suatu penelitian
mengenai alternatif pengganti antibiotik yang tidak menimbulkan residu pada produk
ayam broiler. Penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran umum mengenai
pentingnya pencarian alternatif pengganti antibiotik untuk ayam broiler. Skripsi ini
berisi penelitian tentang herbal medicine berupa daun yang di dalamnya terdapat zat
kimia yang berperan dalam meningkatkan kekebalan tubuh ternak. Herbal medicine
yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun sembung (Blumea balsamifera)
yang dicampurkan ke dalam ransum ayam broiler.
Demikian pengantar ini penulis sampaikan, mudah-mudahan skripsi ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.
Bogor, Maret 2008
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ... ii
ABSTRACT... iii
RIWAYAT HIDUP ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI... ... viii
DAFTAR TABEL... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN... xii
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Perumusan Masalah ... 2
Tujuan .... ... 3
Manfaat .. ... 3
TINJAUAN PUSTAKA ... 4
Sembung (Blumea balsamifera L. DC) ... 4
Sifat Fisik Sembung... 4
Sifat Kimia Sembung... 5
Tanin ... 5
Saponin ... 5
Khasiat Sembung ... 5
Antibiotik Bacitracin ... 6
Ayam Broiler ... 7
Pertumbuhan Ayam Broiler ... 8
Konsumsi Ransum ... 9
Konversi Ransum... 10
Mortalitas ... 11
METODE... 13
Lokasi dan Waktu ... 13
Materi ... 13
Ternak, Kandang dan Peralatan ... 13
Ransum dan Air Minum... 13
Antibiotik ... 14
Formulasi Ransum Ayam Broiler ... 14
Vaksinasi... 17
Daun Sembung... 17
Metode ... 17
Perlakuan... 17
Peubah yang Diamati... 18
Analisis Data... 18
Tahapan Penelitian... 18
Analisis Daun Sembung... 18
Pembuatan Tepung Daun Sembung... 19
Pemberian Tepung Daun Sembung ... 20
Prosedur Pemeliharaan Ayam... 20
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23
Ransum Penelitian ... 23
Pengaruh Perlakuan terhadap Performa Ayam Broiler... 23
Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum ... 25
Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot Badan Akhir ... 27
Pengaruh Perlakuan terhadap Pertambahan Bobot Badan... 30
Pengaruh Perlakuan terhadap Konversi Ransum... 31
Pengaruh Perlakuan terhadap Mortalitas ... 32
KESIMPULAN DAN SARAN ... 34
Kesimpulan ... 34
Saran ... 34
UCAPAN TERIMA KASIH ... 35
DAFTAR PUSTAKA ... 36
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Rata-rata Suhu Lingkungan yang Direkomendasikan untuk
Pertumbuhan Optimum pada Berbagai Umur Ayam Broiler ... 8
2. Bobot Badan, Pertambahan Bobot Badan, Konsumsi Pakan dan Konversi Pakan Ayam Broiler Strain Ross selama Lima Minggu... 10
3. Komposisi Kimia dalam Vitachick... 14
4. Komposisi dan Kandungan Zat Makanan Ayam Broiler Periode Starter (0-3 Minggu) Berdasarkan Perhitungan ... 15
5. Komposisi dan Kandungan Zat Makanan Ayam Broiler Periode Grower-Finisher (4-5 Minggu) Berdasarkan Perhitungan ... 16
6. Komposisi Kimia Tepung Daun Sembung ... 19
7. Rata-rata Suhu Kandang Penelitian Setiap Minggu Berdasarkan Pengukuran ... 21
8. Rataan Konsumsi Ransum, Bobot Badan, Pertambahan Bobot Badan dan Konversi Ransum Periode Starter (0-3 Minggu)... 23
9. Rataan Konsumsi Ransum, Bobot Badan, Pertambahan Bobot Badan dan Konversi Ransum Periode Grower-Finisher (4-5 Minggu)... 24
10. Rataan Konsumsi Ransum, Pertambahan Bobot Badan dan Konversi Ransum selama Lima Minggu Pemeliharaan (Kumulatif) ... 24
11. Tingkat Mortalitas selama Lima Minggu Pemeliharaan... 32
PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG DAUN SEMBUNG
(Blumea balsamifera) DALAM RANSUM TERHADAP
PERFORMA AYAM BROILER
SKRIPSI
HEKSA OKTIANI PUTRI SUMARSONO
PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
RINGKASAN
HEKSA OKTIANI PUTRI SUMARSONO. D24104029. Pengaruh Penggunaan Tepung Daun Sembung (Blumea balsamifera) dalam Ransum terhadap Performa Ayam Broiler. Skripsi. Program Studi Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Dr. Ir. Sumiati, MSc.
Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, MS.
Ayam broiler memiliki potensi yang besar dalam memberikan sumbangan terhadap pemenuhan kebutuhan konsumsi protein hewani. Kelemahan ayam broiler yaitu mudah mengalami stres akibat panas dan mudah terserang penyakit akibat virus, bakteri, kapang dan lain-lain. Kondisi tersebut menyebabkan terhambatnya pertumbuhan, kelainan metabolisme serta penurunan produksi dan kualitas ayam broiler. Peternak mengatasi permasalahan tersebut dengan memberikan obat-obatan sintetik seperti antibiotik. Akan tetapi penggunaan antibiotik dapat menimbulkan residu pada produk ayam broiler yang dikonsumsi manusia. Untuk mengatasi masalah ini, perlu dicari antibiotik alami seperti herbal medicine.
Salah satu herbal medicine yang cukup potensial untuk dimanfaatkan sebagai antibiotik alami adalah daun sembung (Blumea balsamifera). Daun sembung mengandung tanin dan saponin yang diduga sebagai senyawa antimikroba. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan tepung daun sembung dalam ransum terhadap performa ayam broiler.
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari sampai April 2007 di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Ternak Unggas (Kandang C), Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah 150 ekor DOC (Day Old Chick) ayam broiler strain Ross yang dipelihara selama lima minggu.
Ransum yang digunakan dibuat dari campuran jagung kuning, dedak padi, pollard, corn gluten meal (CGM), tepung ikan, meat bone meal (MBM), bungkil kedelai, minyak kelapa, premix, Dl-methionin, L-Lisin, CaCO3, dicalsium phosphat
(DCP) dan tepung daun sembung. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan 5 perlakuan dan 3 ulangan, setiap ulangan menggunakan 10 ekor ayam. Perlakuan pada penelitian ini adalah: R0 (ransum tanpa daun sembung dan tanpa vitachick), R1 (ransum R0 + vitachick yang mengandung antibiotik bacitracin Methylene Disalisilat/MD dalam air minum), R2 (ransum mengandung tepung daun sembung 2%), R3 (ransum mengandung tepung daun sembung 4%, R4 (ransum mengandung tepung daun sembung 6%). Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis ragam (ANOVA).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan tepung daun sembung (Blumea balsamifera) dalam ransum ayam broiler tidak berpengaruh terhadap performa ayam broiler. Penggunaan tepung daun sembung (Blumea balsamifera) pada taraf 2% efektif dibandingkan taraf 4 dan 6%, sehingga dapat dijadikan sebagai pengganti antibiotik bacitracin MD yang dicerminkan dengan tingkat kematian rendah.
ABSTRACT
The Effect of Blumea balsamifera Powder in the Diets on Broilers Performances
Sumarsono, H.O.P., Sumiati, and D. A. Astuti
This research was conducted to evaluate the effect of Blumea balsamifera powder in the diets on broilers performances . This experiment used 150 day old chicks (DOC) of Ross strain which were kept in litter system for five weeks. The experiment used Completely Randomized Design with five treatments and three replications and each consisted of 10 broilers. The parameters observed were feed consumption, body weight gain, final body weight, feed conversion and mortality. The diet treatments were : R0 (diet without Blumea balsamifera powder and vitachik), R1 (R0 + bacitracin MD in vitachick dissolved in drinking water), R2 (diet contained Blumea balsamifera powder 2%), R3 (diet contained Blumea balsamifera powder 4%), R4 (diet contained Blumea balsamifera powder 6%). The data obtained were analysed with analysis of variance (ANOVA). The results showed that Blumea balsamifera did not affect the feed consumption, body weight gain, final body weight and feed conversion. The results of this research indicated that 2% of Blumea balsamifera powder in the broilers replace bacitracin MD antibiotic. Blumea balsamifera powder at those levels improved the broilers performances and had low mortality.
PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG DAUN SEMBUNG
(Blumea balsamifera) DALAM RANSUM TERHADAP
PERFORMA AYAM BROILER
HEKSA OKTIANI PUTRI SUMARSONO
D24104029
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG DAUN SEMBUNG
(Blumea balsamifera) DALAM RANSUM TERHADAP
PERFORMA AYAM BROILER
Oleh
HEKSA OKTIANI PUTRI SUMARSONO
D24104029
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 5 Maret 2008
Pembimbing Utama Pembimbing Anggota
Dr. Ir. Sumiati, MSc. Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, MS. NIP. 131 624 182 NIP. 131 474 289
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 16 Oktober 1985 di Bandung Jawa Barat.
Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Bambang
Sumarsono (Alm) dan Ibu Yani Yuniarti.
Pendidikan Taman Kanak-kanak diselesaikan pada tahun 1992 di TK Islam
Al-Hidayah Lembang, pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1998 di SDN 2
Lembang, pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2001 di
SLTPN 12 Bandung dan pendidikan menengah atas diselesaikan pada tahun 2004 di
SMUN 14 Bandung.
Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Departemen Ilmu Nutrisi dan
Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2004.
Selama menjalani perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Kewirausahaan
Himpunan Mahasiswa Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak (Himasiter) tahun 2005,
anggota Lingkung Seni Sunda (Lises) Gentra Kaheman tahun 2005, anggota Divisi
Informasi dan Komunikasi Paguyuban Mahasiswa Bandung (Pamaung) tahun 2005,
ketua Divisi Keuangan dan Kewirausahaan Pamaung tahun 2006, pengurus
Departemen Pengelolaan Sumber Daya Manusia (PSDM) Lises Gentra Kaheman
(2006), anggota Biro Kreativitas Ilmiah Himasiter tahun 2007, ikut membantu dalam
proyek kerja sama bidang Sapi Perah antara Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan
Masyarakat IPB (LPPM IPB) dengan Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran
Hasil Pertanian (DitJen PPHP), Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Balai
Pengembangan Perbibitan Ternak Sapi Perah Cikole (BPPT-SP) Lembang-Bandung
dan kerap mengikuti beberapa kepanitiaan dalam acara yang diselenggarakan di
KATA PENGANTAR
Seiring dengan semakin meningkatnya kebutuhan manusia akan protein
hewani maka industri perunggasan khususnya ayam broiler juga akan meningkat.
Usaha di bidang peternakan ayam broiler akan semakin kompetitif meskipun harus
dihadapkan dengan kasus penyakit yang disebabkan oleh bakteri. Kejadian penyakit
tersebut diperkirakan banyak dipengaruhi oleh kondisi iklim, praktek manajemen
beternak dan nutrisi pakan. Pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit yang
diakibatkan bakteri diatasi peternak dengan memberikan obat-obatan seperti
antibiotik. Antibiotik ini juga digunakan sebagai growth promotor yang berfungsi
sebagai usaha untuk meningkatkan performa ayam broiler. Akan tetapi penggunaan
antibiotik dapat menimbulkan residu pada produk ayam broiler dan resistensi
terhadap mikroba.
Berkenaan dengan hal tersebut sangat perlu dilakukan suatu penelitian
mengenai alternatif pengganti antibiotik yang tidak menimbulkan residu pada produk
ayam broiler. Penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran umum mengenai
pentingnya pencarian alternatif pengganti antibiotik untuk ayam broiler. Skripsi ini
berisi penelitian tentang herbal medicine berupa daun yang di dalamnya terdapat zat
kimia yang berperan dalam meningkatkan kekebalan tubuh ternak. Herbal medicine
yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun sembung (Blumea balsamifera)
yang dicampurkan ke dalam ransum ayam broiler.
Demikian pengantar ini penulis sampaikan, mudah-mudahan skripsi ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.
Bogor, Maret 2008
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ... ii
ABSTRACT... iii
RIWAYAT HIDUP ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI... ... viii
DAFTAR TABEL... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN... xii
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Perumusan Masalah ... 2
Tujuan .... ... 3
Manfaat .. ... 3
TINJAUAN PUSTAKA ... 4
Sembung (Blumea balsamifera L. DC) ... 4
Sifat Fisik Sembung... 4
Sifat Kimia Sembung... 5
Tanin ... 5
Saponin ... 5
Khasiat Sembung ... 5
Antibiotik Bacitracin ... 6
Ayam Broiler ... 7
Pertumbuhan Ayam Broiler ... 8
Konsumsi Ransum ... 9
Konversi Ransum... 10
Mortalitas ... 11
METODE... 13
Lokasi dan Waktu ... 13
Materi ... 13
Ternak, Kandang dan Peralatan ... 13
Ransum dan Air Minum... 13
Antibiotik ... 14
Formulasi Ransum Ayam Broiler ... 14
Vaksinasi... 17
Daun Sembung... 17
Metode ... 17
Perlakuan... 17
Peubah yang Diamati... 18
Analisis Data... 18
Tahapan Penelitian... 18
Analisis Daun Sembung... 18
Pembuatan Tepung Daun Sembung... 19
Pemberian Tepung Daun Sembung ... 20
Prosedur Pemeliharaan Ayam... 20
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23
Ransum Penelitian ... 23
Pengaruh Perlakuan terhadap Performa Ayam Broiler... 23
Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum ... 25
Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot Badan Akhir ... 27
Pengaruh Perlakuan terhadap Pertambahan Bobot Badan... 30
Pengaruh Perlakuan terhadap Konversi Ransum... 31
Pengaruh Perlakuan terhadap Mortalitas ... 32
KESIMPULAN DAN SARAN ... 34
Kesimpulan ... 34
Saran ... 34
UCAPAN TERIMA KASIH ... 35
DAFTAR PUSTAKA ... 36
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Rata-rata Suhu Lingkungan yang Direkomendasikan untuk
Pertumbuhan Optimum pada Berbagai Umur Ayam Broiler ... 8
2. Bobot Badan, Pertambahan Bobot Badan, Konsumsi Pakan dan Konversi Pakan Ayam Broiler Strain Ross selama Lima Minggu... 10
3. Komposisi Kimia dalam Vitachick... 14
4. Komposisi dan Kandungan Zat Makanan Ayam Broiler Periode Starter (0-3 Minggu) Berdasarkan Perhitungan ... 15
5. Komposisi dan Kandungan Zat Makanan Ayam Broiler Periode Grower-Finisher (4-5 Minggu) Berdasarkan Perhitungan ... 16
6. Komposisi Kimia Tepung Daun Sembung ... 19
7. Rata-rata Suhu Kandang Penelitian Setiap Minggu Berdasarkan Pengukuran ... 21
8. Rataan Konsumsi Ransum, Bobot Badan, Pertambahan Bobot Badan dan Konversi Ransum Periode Starter (0-3 Minggu)... 23
9. Rataan Konsumsi Ransum, Bobot Badan, Pertambahan Bobot Badan dan Konversi Ransum Periode Grower-Finisher (4-5 Minggu)... 24
10. Rataan Konsumsi Ransum, Pertambahan Bobot Badan dan Konversi Ransum selama Lima Minggu Pemeliharaan (Kumulatif) ... 24
11. Tingkat Mortalitas selama Lima Minggu Pemeliharaan... 32
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Tanaman Sembung (Blumea balsamifera) ... 4
2. Struktur Bacitracin... 7
3. Kurva Pertumbuhan Ayam Broiler ... 9
4. Proses Pembuatan Tepung Daun Sembung ... 19
5. Kandang Penelitian ... 20
6. Grafik Konsumsi Ransum Ayam Broiler selama Lima Minggu Pemeliharaan... 26
7. Rataan Bobot Badan Ayam Akhir Periode Starter ... 28
8. Rataan Bobot Badan Ayam Broiler selama Lima Minggu Pemeliharaan... 29
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Rataan Konsumsi Ransum Ayam Broiler Periode Starter... 41
2. Analisis Ragam Konsumsi Ransum Ayam Broiler Periode
Starter... 41
3. Rataan Konsumsi Ransum Ayam Broiler Periode Grower-
Finisher... 41
4. Analisis Ragam Konsumsi Ransum Ayam Broiler Periode Grower- Finisher... 42
5. Rataan Konsumsi Ransum Ayam Broiler selama Lima Minggu Pemeliharaan... 42
6. Analisis Ragam Konsumsi Ransum Ayam Broiler selama Lima Minggu Pemeliharaan ... 42
7. Rataan Bobot Badan Ayam Broiler Periode Starter... 42
8. Analisis Ragam Bobot Badan Ayam Broiler Periode Starter... 43
9. Rataan Bobot Badan Akhir Ayam Broiler selama Lima Minggu Pemeliharaan ... 43
10. Analisis Ragam Bobot Badan Akhir Ayam Broiler selama Lima
Minggu Pemeliharaan ... 43
11. Rataan Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler Periode
Starter... 43
12. Analisis Ragam Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler Periode
Starter... 44
13. Rataan Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler Periode Grower-
Finisher... 44
14. Analisis Ragam Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler Periode
Grower-Finisher... 44
15. Rataan Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler selama Lima
Minggu Pemeliharaan ... 44
16. Analisis Ragam Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler selama Lima Minggu Pemeliharaan... 45
17. Rataan Konversi Ransum Ayam Broiler Periode Starter... 45
18. Analisis Ragam Konversi Ransum Ayam Broiler Periode
Starter... 45
19. Rataan Konversi Ransum Ayam Broiler Periode Grower-
20. Analisis Ragam Konversi Ransum Ayam Broiler Periode Grower
Finisher... 46
21. Rataan Konversi Ransum Ayam Broiler selama Lima Minggu
Pemeliharaan... 46
22. Analisis Ragam Konversi Ransum Ayam Broiler selama Lima
Minggu Pemeliharaan ... 46
23. Konsumsi Saponin Periode Starter, Grower-Finisher dan selama
Lima Minggu Pemeliharaan (Kumulatif) ... 46
24. Konsumsi Tanin Periode Starter, Grower-Finisher dan selama
Lima Minggu Pemeliharaan (Kumulatif) ... 47
25. Komposisi Premix setiap 1 kg (PT. Mensana Aneka Satwa) ... 47
26. Rataan Konsumsi Air Minum, Vita Chick dan Bacitracin MD pada Perlakuan Kontrol Positif (R1) selama Empat Minggu
Pemeliharaan per Ekor... 48
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Permintaan terhadap protein hewani terus meningkat yang disebabkan oleh
pertambahan jumlah penduduk yang pesat, peningkatan pendapatan masyarakat dan
perkembangan pengetahuan masyarakat tentang gizi. Tingkat konsumsi protein
hewani masyarakat Indonesia pada tahun 2007 sekitar 4,93 g/kapita/hari (Syamsu,
2007). Penduduk Indonesia sampai saat ini mencapai 230 juta jiwa, hampir 56%
memilih produk unggas guna memenuhi asupan gizi tubuh (Trobos, 2007). Standar
minimal konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia sebesar 6 g/kapita/hari
(Suharyanto, 2008). Menurut Wibowo (2007), untuk mencapai target nasional
konsumsi protein hewani sebesar 6 g/kapita/hari diperlukan peningkatan populasi
ternak dari ayam broiler sebesar 9,9%. Ayam broiler memiliki potensi yang besar
dalam memberikan sumbangan terhadap pemenuhan kebutuhan protein
hewani. Tingkat konsumsi ayam broiler di Indonesia semakin meningkat
yaitu 2,2 g/kapita/hari (2004); 2,3 g/kapita/hari (2005); 2,4 g/kapita/hari (2006)
dan 2,6 g/kapita/hari (2007), sedangkan produksi DOC tahun 2007 pada kondisi
equilibrium mencapai 19 juta ekor/minggu (GPPU dalam Trobos, 2007). Kondisi
terhadap permintaan ayam broiler untuk dikonsumsi masyarakat tersebut harus
dipenuhi oleh para peternak.
Indonesia beriklim tropis yang memiliki temperatur dan kelembaban tinggi.
Apabila dilihat dari wilayah kelembaban ekuator, Indonesia memiliki kelembaban
dengan minimum rata-rata 60% (BPPMD Jawa Barat, 2007). Kondisi ini merupakan
tempat yang cocok untuk perkembangbiakan mikroorganisme patogen berupa virus,
bakteri dan mikroorganisme lainnya yang mampu menurunkan daya tahan tubuh
ayam, sehingga mengakibatkan penurunan produksi dan meningkatkan mortalitas.
Sementara itu, kebutuhan daging ayam di Indonesia semakin meningkat sehingga
harus mempertahankan bahkan meningkatkan populasi ayam broiler dengan
meningkatkan manajemen pemeliharaan dan pengawasan kesehatan ternak.
Ayam broiler memiliki banyak kelebihan yaitu pertumbuhannya cepat dan
efisien dalam mengubah makanan menjadi daging. Namun, ayam broiler juga
memiliki kelemahan yaitu mudah mengalami stres akibat panas dan mudah terserang
permasalahan tersebut dengan cara memberikan obat-obatan sintetik seperti
antibiotik. Penggunaan antibiotik yang tidak mematuhi aturan pemakaian dapat
menimbulkan resistensi mikroba dan residu pada produk ternak, sehingga
mengganggu kesehatan manusia. Resistensi mikroba dapat ditransfer dari ternak ke
tubuh manusia, melalui kontak langsung manusia dengan ternak maupun secara tidak
langsung melalui konsumsi produk hewani. Penggunaan herbal medicine merupakan
salah satu solusi sebagai pengganti antibiotik agar tetap menghasilkan produktivitas
ayam broiler yang optimal.
Tanaman sembung merupakan salah satu jenis tanaman obat yang belum
dimanfaatkan secara optimal. Bagian tanaman sembung yang dimanfaatkan sebagai
obat berupa daun, baik dalam bentuk kering maupun segar. Daun sembung
memiliki khasiat sebagai antiradang, memperlancar peredaran darah, mematikan
pertumbuhan bakteri (bakterisidal) dan menghangatkan badan. Hal ini dikarenakan
daun sembung mengandung zat aktif diantaranya tanin dan saponin.
Saat ini sudah banyak penelitian tentang obat tradisional yang berasal dari
tanaman (herbal medicine) sebagai pengganti antibiotik sintesis seperti kunyit,
temulawak, temu putih, bawang putih dan lengkuas. Akan tetapi penelitian herbal
medicine berupa dedaunan masih sangat sedikit dan yang sudah diteliti saat ini
adalah daun beluntas dan daun salam. Pemberian daun beluntas pada taraf 2%
menghasilkan penampilan produksi ayam broiler paling baik (Solikhah, 2006). Daun
salam pada taraf 3% dapat meningkatkan konsumsi ransum dan pertambahan bobot
badan, menekan tingkat mortalitas serta menghambat koloni bakteri E. Coli
(Luvianti, 2006). Berdasarkan kenyataan tersebut, maka perlu dilakukan suatu
penelitian penggunaan daun sembung dalam ransum sebagai pengganti antibiotik
sintetik untuk meningkatkan performa ayam broiler.
Perumusan Masalah
Pengamatan di lapangan terhadap pemeliharaan ayam broiler dihadapkan
pada kejadian penyakit yang sangat erat hubungannya dengan berbagai faktor
manajemen diantaranya kondisi iklim dan kualitas pakan yang bervariasi.
Permasalahan penyakit tersebut diatasi peternak dengan memberikan
obat-obatan sintetik seperti antibiotik. Namun, penggunaan obat-obatan sintetik ini
meninggalkan residu pada produk akhir (daging) sehingga hal ini perlu dicari suatu
alternatif berupa antibiotik alami.
Akhir-akhir ini, tanaman herbal sering digunakan untuk menunjang
produktivitas ternak unggas. Tanaman herbal memiliki kemampuan yang cukup baik
untuk meningkatkan kekebalan tubuh ternak dan tidak menimbulkan residu bagi
tubuh ternak maupun manusia jika dikonsumsi cukup banyak.
Daun sembung (Blumea balsamifera) merupakan salah satu jenis tanaman
herbal yang bisa digunakan sebagai antibiotik alami dalam ransum broiler karena
mengandung senyawa saponin dan tanin yang diduga sebagai growth promotor bagi
ayam broiler.
Tujuan
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian tepung daun
sembung dengan level berbeda terhadap performa ayam broiler yang meliputi
konsumsi ransum, bobot badan akhir, pertambahan bobot badan, konversi ransum
dan mortalitas.
Manfaat
Manfaat dari penelitian ini yaitu daun sembung diharapkan dapat
menggantikan antibiotik sintetik sebagai growth promotor untuk meningkatkan
TINJAUAN PUSTAKA
Sembung (Blumea balsamifera L. DC)
Menurut Sulaksana dan Darmono (2005) daun sembung diklasifikasikan
sebagai Kingdom Plantae, Subkingdom Tracheobionta, Superdivisi Spermatophyta
Divisi Magnoliophyta, Kelas Magnoliopsida, Subkelas Asteridae, Ordo Asterales,
Famili Asteraceae, Genus Blumea dan Spesies Blumea balsamifera. Tanaman
sembung (Blumea balsamifera) dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Tanaman Sembung (Blumea balsamifera) (Foto Penelitian, 2007)
Sifat Fisik Sembung
Sembung (Blumea balsamifera) merupakan tumbuhan asal Nepal
(Dalimartha, 2005). Sembung termasuk tanaman perdu yang tumbuh tegak,
tingginya dapat mencapai 4 meter, batangnya berkayu lunak dan berambut halus.
Daunnya tunggal, bentuk daun bulat telur sampai lonjong, bagian pangkal dan ujung
lancip, pinggir daun bergerigi, permukaan daun bagian atas berambut agak kasar dan
kaku serta bagian bawah berbulu halus seperti beludru (Mulyani dan Gunawan,
2002). Daunnya mengeluarkan aroma seperti kamper apabila diremas. Tanaman ini
tumbuh di daerah berketinggian hingga 2200 m di atas permukaan laut.
Perbanyakannya dapat dilakukan dengan biji atau pemisahan tunas yang keluar dari
akar (Mursito, 2002). Tumbuhan ini dapat tumbuh baik di tempat terbuka maupun di
tempat yang agak terlindungi, sering tumbuh di tepi-tepi sungai, tanah ladang,
pekarangan, baik di lahan berpasir maupun tanah yang agak basah (Mulyani dan
kali setahun. Produksi daun sembung segar di Vietnam adalah 50 ton/ha. Sembung
di Indonesia belum dibudidayakan, namun penggunaan bahan baku untuk obat di
Indonesia pada tahun 1998 mencapai 23.812,55 kg (Susiarti, 2000).
Sifat Kimia Sembung
Sembung memiliki kandungan zat aktif yaitu minyak atsiri 0,5% (sineol,
borneol, landerol, dan kamper), flavanol, tanin, damar dan ksantoksilin (Mursito,
2002). Menurut Ragasa (2005), daun sembung memiliki kandungan zat aktif yaitu
minyak atsiri 0,5% (sineol, borneol, landerol, limonene, eudesmol,
beta-camphene, myrcene dan kamper), flavonoid, tanin, damar, saponin dan ksantoksilin.
Tanin. Tanin secara umum merupakan senyawa polifenol yang alami, bersifat dapat
berikatan dengan protein atau polimer lainnya seperti selulosa, hemiselulosa dan
pektin untuk membentuk suatu senyawa komplek yang stabil (Tangendjaja et al.,
1992). Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan bakteri
patogen (Robinson, 1995). Cannas (2001) melaporkan bahwa tanin memiliki
kemampuan untuk membentuk komplek dengan beberapa molekul meliputi
karbohidrat, protein, mineral dan enzim pencernaan. Menurut Fahey dan Jung
(1989), tanin memiliki kemampuan untuk membentuk komplek dengan protein dan
enzim pencernaan sehingga mengganggu proses pencernaan pakan yang berakibat
pada terhambatnya pertumbuhan ternak.
Saponin. Robinson (1995) mengemukakan bahwa saponin merupakan senyawa
yang menimbulkan busa jika dikocok dalam air. Saponin termasuk salah satu
senyawa sterolin atau glikosida sterol berdasarkan ketidaklarutannya dalam air dan
tidak beracun terhadap hewan. Menurut Widowati (2007), saponin adalah senyawa
surfaktan serta bersifat imunostimulator dan antikarsinogenik. Menurut Tarmudji
(2004), saponin dapat meningkatkan penyerapan gizi dalam usus karena dalam
konsentrasi rendah dapat meningkatkan permeabilitas sel-sel mukosa usus. Senyawa
saponin dalam dosis yang cukup tinggi dapat menekan dan menurunkan sistem
kekebalan (Cheeke, 2001), sehingga terjadi perlambatan pertumbuhan.
Khasiat Sembung
Sembung dikenal memiliki banyak kegunaan terutama sebagai tumbuhan
sembung memiliki khasiat sebagai antiradang, memperlancar peredaran darah,
mematikan pertumbuhan bakteri (bakterisidal) dan menghangatkan badan (Mursito,
2002). Efek farmakologi yang telah diketahui adalah bersifat sebagai analgenik
(mengurangi rasa sakit) (Mulyani dan Gunawan, 2002).
Zainuddin (2006) mengatakan bahwa senyawa aktif yang terkandung di
dalam tanaman obat seperti saponin dan tanin bersifat antiviral, antibakteri serta
immunomodulator sehingga dapat meningkatkan nafsu makan ternak, ternak menjadi
lebih sehat, pertumbuhan optimal dan tidak menimbulkan bau ammonia yang
menyengat dalam kandang.
AntibiotikBacitracin
Antibiotik adalah senyawa kimia yang dihasilkan oleh sel tumbuhan maupun
oleh mikroorganisme yang mempunyai sifat bakteriostatik atau bakteriosidal.
Penggunaan antibiotik sebagai pemacu tumbuh melalui pakan dapat meningkatkan
efisiensi produksi ternak. Hal ini terjadi karena antibiotik mampu menghambat
sintesis dinding sel bakteri, meningkatkan sintesa nutrien, menghambat kerusakan
nutrien oleh mikroba, meningkatkan kemampuan mengabsorbsi zat makanan,
meningkatkan efisiensi pakan serta mencegah penyakit pada saluran pencernaan
(Leeson dan Summer, 2001).
Bacitracin merupakan antibiotik polipeptida yang diproduksi dari bakteri
gram positif (Johnson et al., 1945). Menurut Subronto dan Tjahajati (2001),
bacitracin pertama kali diisolasi dari Bacillus subtilis dan tersusun dari polipeptida
kompleks. Bacitracin bersifat bakterisidal terhadap bakteri gram positif dan tidak
aktif terhadap bakteri gram negatif. Bakteri gram negatif terdiri dari Escherichia coli
penyebab colibacillosis, Salmonella pullorum penyebab pullorum (berak kapur),
Salmonella gallinarum penyebab fowl typoid (typhus), Pasteurella gallinarum
penyebab kolera dan Haemophilus paragallinarum penyebab coryza, sedangkan
bakteri gram positif terdiri dari Mycobacterium tuberculosis penyebab avian
tubercolosis, Staphylococcus aureus penyebab staphylococcosis dan Streptococcus
faecalis penyebab streptococcosis (Retno et al., 1998). Struktur Bacitracin dapat
Gambar 2. Struktur Bacitracin (Johnson et al., 1945)
Wahyuwardani dan Soeripto (1997) mengatakan bahwa bacitracin dalam
penelitian tidak mampu menghambat pertumbuhan Mycoplasma gallisepticum
(penyebab CRD/Chronic Respiratory Disease) yang bukan merupakan bakteri gram
positif. Bacitracin sangat efektif sebagai obat diare, memacu pertumbuhan ternak
dan meningkatkan efisiensi pakan (Subronto dan Tjahajati, 2001). Menurut Lee et al.
(2001), level residu maximum antibiotik bacitracin dalam tubuh ayam sebesar
0,5 mg/kg. Penggunaan antibiotik selain dapat memacu pertumbuhan, juga
mengakibatkan resisten terhadap bakteri yang bersifat patogen terhadap antibiotik
tersebut (Barton dan Hart, 2001). Yuningsih et al. (2005) mengatakan bahwa
penggunaan antibiotik dalam industri peternakan berdampak negatif yaitu
keberadaan residu antibiotik dalam produk hewani, reaksi alergi, resistensi terhadap
bakteri dan kemungkinan dapat menyebabkan keracunan.
Ayam Broiler
Menurut Amrullah (2004), ayam broiler termasuk ke dalam ordo Galliformes,
famili Phasianidae, genus Gallis, dan spesies Gallus domesticus yang dihasilkan dari
bangsa ayam tipe berat Cornish. Ayam broiler merupakan ayam tipe berat pedaging
yang lebih muda dan berukuran lebih kecil, dapat tumbuh sangat cepat sehingga
dapat dipanen pada umur 4 minggu yang ditujukan untuk menghasilkan daging dan
menguntungkan secara ekonomis jika dibesarkan. Bangsa ayam ini dipilih yang
berbulu putih dan seleksi diteruskan hingga dihasilkan ayam broiler seperti sekarang
Amrullah (2004) mengatakan bahwa performa ayam broiler akan berbeda
menurut tempat ayam broiler itu dipelihara. Perbedaan ini muncul karena perbedaan
ketinggian atau suhu lingkungan sekitar kandang. North dan Bell (1990) melaporkan
bahwa ayam broiler mulai panting pada kondisi lingkungan 29oC atau ketika suhu
tubuh ayam mencapai 42oC. Suhu lingkungan yang nyaman sesuai kebutuhan ternak
[image:31.595.93.516.415.531.2]untuk menghasilkan produksi optimum sesuai umur ayam broiler disajikan pada
Tabel 1.
Suhu lingkungan yang tinggi dapat menyebabkan kesehatan ternak terganggu
karena mengganggu proses homeotasis (Scott et al., 1982). Selain faktor suhu, status
penyakit suatu wilayah juga mempengaruhi performa terutama angka mortalitas.
Daerah yang suhunya tinggi lebih cocok jika menggunakan ransum dengan
kandungan energi yang lebih rendah. Wilayah yang endemik dengan penyakit
tertentu akan mendapat perhatian dalam program vaksinasi, jenis vaksin, dan obat
yang digunakan.
Tabel 1. Rata-rata Suhu Lingkungan yang Direkomendasikan untuk Pertumbuhan Optimum pada Berbagai Umur Ayam Broiler
Umur (Minggu) Suhu Rekomendasi (0C)
1 30
2 30
3 27,2
≥ 4 23,9
Sumber : North dan Bell (1990)
Pertumbuhan Ayam Broiler
Pertumbuhan merupakan perbanyakan dan perbesaran sel. Pertumbuhan
tersebut meliputi peningkatan lemak tubuh total di jaringan lemak, peningkatan
skeleton, berat otot, ukuran bulu, kulit dan organ dalam (Rose, 1997). Menurut
Wiradisastra (1986), kecepatan pertumbuhan sangat dipengaruhi oleh mutu makanan,
suhu lingkungan, sistem perkandangan dan pengendalian penyakit. Rasyaf (2003)
mengatakan bahwa faktor pendukung pertumbuhan ayam adalah kualitas dan
kuantitas makanan, suhu serta manajemen pemeliharaannya. Kurva pertumbuhan
0 100 200 300 400 500 600 700
1 2 3 4 5 6 7 8 9
[image:32.595.140.479.91.251.2]Umur (Minggu) P er ta m b a h a n B o b o t B a d a n ( g )
Gambar 3. Kurva Pertumbuhan Ayam Broiler (Ross Breeders, 2007)
Menurut Scott et al. (1982), pertumbuhan ayam pedaging sangat cepat dan
pertumbuhan dimulai sejak menetas sampai umur 8 minggu, kemudian kecepatan
pertumbuhan akan menurun. Ayam yang mengkonsumsi ransum lebih banyak belum
tentu pertumbuhannya akan lebih baik karena pertumbuhan dipengaruhi pula oleh
komposisi nutrien yang terkandung dalam ransum (Card dan Nesheim, 1972).
Menurut Amrullah (2004), broiler tumbuh sebanyak 50-70 g/hari pada
minggu-minggu terakhir, sehingga pertumbuhan yang cepat tersebut harus diimbangi dengan
ketersediaan pakan yang cukup.
Konsumsi Ransum
Tingkat konsumsi (Voluntary Feed Intake) adalah jumlah makanan yang
terkonsumsi oleh hewan bila bahan makanan tersebut diberikan ad libitum. Faktor
yang mempengaruhi tingkat konsumsi yaitu hewannya sendiri, makanan yang
diberikan dan lingkungan tempat hewan tersebut dipelihara (Parrakasi, 1999).
Laju pertumbuhan yang cepat diimbangi dengan konsumsi makanan yang
banyak. National Research Council (1994) menyatakan bahwa konsumsi ransum
setiap ekor ternak berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh bobot tubuh ayam, jenis
kelamin, aktivitas sehari-hari, suhu lingkungan, kualitas dan kuantitas ransum.
Ternak apabila memperoleh zat-zat makanan yang dibutuhkan, maka dapat mencapai
penampilan produksi tertinggi. Bobot badan, pertambahan bobot badan, konsumsi
Tabel 2. Bobot Badan, Pertambahan Bobot Badan, Konsumsi Pakan dan Konversi Pakan Ayam Broiler Strain Ross selama Lima Minggu
Umur (Minggu)
Bobot Badan (g/ekor)
Pertambahan Bobot Badan
(g/ekor)
Konsumsi Pakan Kumulatif
(g/ekor)
Konversi Pakan
1 173 132 151 0,87
2 429 256 485 1,13
3 823 394 1065 1,30
4 1334 511 1921 1,44
5 1919 585 3039 1,59
Sumber : Ross Breeders (2007)
Suhu sangat mempengaruhi tingkat konsumsi ransum. Konsumsi ransum
akan mengalami penurunan pada temperatur lingkungan tinggi, sebagai contoh
konsumsi ransum ayam broiler umur 5 minggu pada suhu 34oC adalah sebanyak
130 g/ekor, sedangkan pada suhu 24°C terjadi peningkatan konsumsi, yaitu sebanyak
170 g/ekor. Hal tersebut dikarenakan pada suhu 34oC ayam dalam kondisi stress
sehingga mengurangi konsumsi ransumnya untuk menurunkan suhu tubuh (Leeson
dan Summers, 2000).
Konversi Ransum
Konversi ransum mencerminkan keberhasilan dalam memilih atau menyusun
ransum yang berkualitas. Angka konversi ransum dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu
kualitas ransum, teknik pemberian pakan, dan angka mortalitas (Amrullah, 2004).
Gillespie (1990) mengatakan bahwa konversi pakan dipengaruhi oleh genetik, jenis
pakan yang digunakan, temperatur, pakan tambahan, banyaknya pakan yang
terbuang dan pengoperasian manajemen secara umum. North dan Bell (1990)
mengatakan bahwa konversi ransum merupakan suatu ukuran yang dapat digunakan
untuk menilai efisiensi penggunaan ransum serta kualitas ransum. Konversi tersebut
merupakan perbandingan antara jumlah ransum yang dikonsumsi dengan
pertambahan bobot badan dalam jangka waktu tertentu.
Nilai konversi ransum dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya
adalah suhu lingkungan, laju perjalanan ransum melalui alat pencernaan, bentuk fisik
ransum dan konsumsi ransum (Anggorodi, 1980). Menurut National Research
[image:33.595.92.516.117.266.2]lingkungan, bentuk fisik ransum, komposisi ransum, dan zat-zat nutrisi yang terdapat
dalam ransum. National Research Council (1994) menyatakan bahwa konversi
ransum merupakan hubungan antara jumlah ransum yang dibutuhkan untuk
menghasilkan satu satuan berat badan atau produksi telur. Menurut Rasyaf (2003),
apabila memperhatikan sudut konversi, sebaiknya dipilih angka konversi yang
terendah. Akan tetapi, angka itu berbeda dari masa awal ke masa akhir karena di
masa akhir pertumbuhan ayam menjadi lambat atau mulai menurun setelah usia
empat minggu, sedangkan ransumnya bertambah terus.
Angka konversi pakan ayam broiler umur lima minggu yang normal menurut
Pond et al. (1995) berkisar antara 1,5-1,6. Perbaikan genetik selama kurun waktu 20
tahun telah berhasil memperbaiki efisiensi ransum yaitu pada tahun 1984 untuk
menghasilkan bobot badan 1345 g/ekor/hari memerlukan waktu lima minggu dengan
konversi ransum sebesar 1,76, sedangkan tahun 2004 untuk pemeliharaan pada umur
yang sama akan mendapatkan bobot badan 1882 g/ekor dengan konversi ransum 1,59
(World Poultry, 2004).
Mortalitas
Mortalitas atau angka kematian yaitu angka yang menunjukkan jumlah ayam
yang mati selama pemeliharaan. Mortalitas merupakan faktor penting yang harus
diperhatikan dalam usaha pengembangan peternakan ayam. Angka mortalitas
tersebut merupakan perbandingan antara jumlah seluruh ayam yang mati dengan
jumlah total ayam yang dipelihara. Tingkat keberhasilan suatu usaha peternakan
ditentukan juga oleh tingkat mortalitas.
Data mengenai kematian sangat penting dalam penilaian kondisi ayam yang
dipelihara. Selain faktor ransum percobaan, faktor manajemen budidaya sangat
berperan penting untuk mengurangi tingkat mortalitas ternak seperti sirkulasi udara,
penambahan sekam untuk lapisan litter, frekuensi pemberian ransum dan air minum
(Rasyaf, 2003). Menurut North dan Bell (1990), tingkat mortalitas dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor diantaranya bobot badan, bangsa, tipe ayam, iklim, kebersihan
dan suhu lingkungan, sanitasi peralatan dan kandang serta penyakit.
Usaha pencegahan dan usaha pemberantasan penyakit yang dilakukan secara
teratur merupakan suatu cara untuk mengurangi tingkat kematian. Lacy dan Vest
diperhatikan dalam usaha pengembangan peternakan. Tingkat mortalitas pada ayam
masih dapat dikatakan normal pada tingkat kematian sebesar 4% (Lacy dan Vest,
2004). Menurut North dan Bell (1990), pemeliharaan ayam broiler secara komersial
dinyatakan berhasil jika angka kematian secara keseluruhan kurang dari 5%.
Penggunaan antibiotik seperti zinc bacitracin dapat menurunkan tingkat kematian
ayam broiler sebesar 2,5% (Mujiasih, 2001). Menurut Dewi (2007), penambahan
herbal medicine berupa tepung daun pepaya dan tepung kunyit dapat menurunkan
tingkat kematian ayam broiler sebesar 5%. Luvianti (2006) melaporkan bahwa
penambahan herbal berupa tepung daun salam menurunkan tingkat kematian sebesar
METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-April 2007 di Laboratorium
Lapang Nutrisi Unggas (Kandang C), Laboratorium Nutrisi Unggas, Laboratorium
Ilmu dan Teknologi Pakan, Laboratorium Industri Makanan Ternak (IMT),
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor.
Materi
Ternak, Kandang, dan Peralatan
Penelitian ini menggunakan 150 ekor ayam broiler strain Ross umur satu hari
(DOC/Day Old Chick) dari Cibadak Farm yang dipelihara selama lima minggu.
Kandang yang digunakan berupa kandang dengan sistem litter beralaskan sekam
padi yang telah difumigasi. Kandang terdiri dari 15 petak dengan ukuran 1m x 1m
untuk 10 ekor ayam setiap kandang. Setiap petak kandang dilengkapi dengan satu
tempat pakan dan satu tempat air minum serta lampu pijar 60 watt sebagai pemanas
buatan.
Peralatan yang digunakan diantaranya timbangan untuk menimbang tepung
daun sembung, bahan baku pakan, konsumsi ransum tiap minggu, bobot badan ayam
tiap minggu, plastik ransum, seng sebagai lingkar pembatas dan termometer untuk
mengukur suhu kandang.
Ransum dan Air Minum
Ransum penelitian disusun berdasarkan nisbah energi dan protein (energy
protein ratio) yang direkomendasikan National Research Council (1994). Ransum
dibagi menjadi dua periode yaitu periode starter (0-3 minggu) dengan kandungan
energi metabolis (ME) sebesar 3000 kkal/kg dan kandungan protein 21,56% (EM/P =
139,13) serta periode grower-finisher (4-5 minggu) dengan kandungan energi
metabolis (ME) sebesar 3000 kkal/kg dan kandungan protein 18,75% (EM/P = 160).
Bahan baku ransum yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari
pabrik pakan Indofeed-Bogor. Bahan-bahan tersebut adalah jagung kuning, dedak
padi, bungkil kedelai, tepung ikan, meat bone meal (MBM), Corn Gluten Meal
tepung daun sembung dan premiks. Pembuatan ransum dilakukan setelah analisis
daun sembung. Tepung daun sembung dicampurkan dengan bahan pakan sumber
protein kemudian dicampurkan dengan sumber mineral dan vitamin, terakhir
dicampurkan ke dalam bahan pakan sumber energi. Ransum diberikan dalam bentuk
crumble yang dibuat di Laboratorium Industri Makanan Ternak (IMT). Air minum
yang diberikan merupakan air tanah. Ransum dan air minum diberikan ad libitum.
Antibiotik
Antibiotik yang digunakan pada penelitian ini berupa bacitracin MD yang
terdapat pada vitachick (35 g bacitracin MD dalam 250 g vitachick). Vitachik
diberikan selama 4 minggu melalui air minum. Pada minggu ke-1 sampai ke-3,
vitachick diberikan sebanyak 3 g yang dilarutkan ke dalam 4200 ml untuk 30 ekor
(dosis bacitracin MD 100 mg/l) dan pada minggu ke-4 sebanyak 3 g ke dalam
7200 ml untuk 30 ekor (dosis bacitracin MD 58,3 mg/l). Komposisi kimia dalam
[image:37.595.93.523.417.652.2]vitachick disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi Kimia dalam Vitachick
Komponen Jumlah (tiap 250 g)
Bacitracin MD 35 g
Vitamin A 5.000.000 IU
Vitamin D3 500.000 IU
Vitamin E 2.500 IU
Vitamin K3 1 g
Vitamin B1 2 g
Vitamin B2 4 g
Vitamin B6 1 g
Vitamin B12 1 mg
Vitamin C 20 g Nicotinic acid 15 g
Calcium-D-pantothenate 5 g
Sumber : Label Vitachick PT. Medion (2007)
Formulasi Ransum Ayam Broiler
Penyusunan ransum penelitian dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi Ternak
Unggas, Fakultas Peternakan IPB. Formulasi ransum dan kandungan nutrisi ayam
Tabel 4. Komposisi dan Kandungan Zat Makanan Ayam Broiler Periode Starter (0-3 minggu) Berdasarkan Perhitungan
Bahan Makanan R0 R1 R2 R3 R4
...(%)...
Jagung kuning 54,93 54,93 54,12 53,27 52,48
Dedak padi 3,34 3,34 3 2 2
Pollard 5 5 4,93 5 4,01
CGM 8 8 8 7,94 7,12
Daun Sembung 0 0 2 4 6
Bungkil kedelai 15 15 14 14,37 15
Tepung ikan 2 2 2 2 2
MBM 6,64 6,64 6,99 6,32 6,35
Minyak kelapa 4 4 4 4 4
CaCO3 0,18 0,18 0,03 0,16 0,09
Dl-Methionin 0,21 0,21 0,21 0,21 0,22
L-lisin 0,20 0,20 0,22 0,23 0,23
Premiks* 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5
Bacitracin MD (mg/l)**
100
Jumlah 100 100 100 100 100
Kandungan Zat Makanan :
EM (kkal/kg) 3000 3000 3000 3000 3000
Bahan kering (%) 89,30 89,30 89,31 89,26 89,25
Protein kasar (%) 21,56 21,56 21,56 21,56 21,56
Serat kasar (%) 2,61 2,61 2,70 2,70. 2,80
Lemak kasar (%) 6,64 6,64 6,99 6,21 6,24
Ca (%) 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00
P tersedia (%) 0,47 0,47 0,45 0,45 0,45
Lisin (%) 1,1 1,1 1,1 1,1 1,1
Methionin (%) 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5
Sistin+Methionin (%) 1,01 1,01 1,01 1,00 0,98
Keterangan: * Komposisi premiks disajikan pada Lampiran 25
Tabel 5. Komposisi dan Kandungan Zat Makanan Ayam Broiler Periode Grower-Finisher (4-5 minggu) Berdasarkan Perhitungan
Bahan Makanan R0 R1 R2 R3 R4
...(%)...
Jagung kuning 59,59 59,59 59,30 59 58,30
Dedak padi 4 4 4,96 3 3
Pollard 4 4 2 2,28 1,59
Daun Sembung 0 0 2 4 6
Bungkil kedelai 13,70 13,70 13 14,60 14,55
Tepung ikan 10,50 10,50 11,23 9,39 8,80
MBM 2 2 1,8 2 2
Minyak kelapa 5,5 5.5 5 5 5
CaCO3 0,13 0,13 0,13 0,13 0,13
Dl-Methionin 0,08 0,08 0,08 0,10 0,11
L-lisin 0 0 0 0 0,02
Premiks* 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5
Bacitracin MD (mg/l)**
58,3
Jumlah 100 100 100 100 100
Keterangan: * Komposisi premiks disajikan pada Lampiran 25
** Bacitracin MD dalam vitachick (35 g/250 g)diberikan melalui air minum
Kandungan Zat Makanan :
EM (kkal/kg) 3003,18 3003,18 3000,55 3003,60 3001,60
Bahan Kering (%) 89,37 89,37 89,30 89,31 89,30
Protein Kasar (%) 18,81 18,81 18,88 18,90 18,76
Serat Kasar (%) 2,53 2,53 2,68 2,56 2,68
Lemak Kasar (%) 8,54 8,54 8,18 7,96 7,94
Ca (%) 0,92 0,92 0,95 0,91 0,90
P tersedia (%) 0,49 0,49 0,50 0,46 0,44
Lisin (%) 1,06 1,06 1,06 1,02 1,00
Methionin (%) 0,38 0,38 0,38 0,38 0,38
Vaksinasi
Vaksinasi yang dilakukan adalah vaksin ND (Newcastle Diseases) 1 melalui tetes
mata pada umur tiga hari, vaksin ND 2 pada umur 21 hari melalui air minum untuk
mencegah penyakit tetelo, dan vaksin gumboro pada umur 10 hari melalui air minum
untuk mencegah penyakit gumboro.
Daun Sembung
Daun sembung yang digunakan dalam penelitian ini berupa tepung. Daun
sembung segar diperoleh dari Desa Cimanintin Kecamatan Jatinunggal-Sumedang.
Metode
Perlakuan
Penelitian ini menggunakan 5 perlakuan dengan masing-masing perlakuan 3
kali ulangan. Perlakuan tersebut adalah :
R0 : Ransum kontrol (tanpa daun sembung dan tanpa vitachick)
R1 : Ransum R0 + vitachick yang mengandung antibiotik bacitracin
Methylene Disalisilat (MD) dalam air minum
R2 : Ransum mengandung tepung daun sembung 2%
R3 : Ransum mengandung tepung daun sembung 4%
R4 : Ransum mengandung tepung daun sembung 6%
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan
Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 3 ulangan yang masing-masing terdiri
dari 10 ekor. Model matematika dari rancangan tersebut adalah sebagai berikut (Steel
dan Torrie, 1993) :
Yij = µ + τi + Єij
Keterangan :
Yij = Nilai pengamatan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
µ = Rataan umum
τi = Efek perlakuan ke-i
Peubah yang Diamati
1. Konsumsi Ransum (g/ekor)
Konsumsi ransum dihitung dari selisih ransum yang diberikan dengan sisa
ransum yang ada setiap minggu selama pemeliharaan. Konsumsi ransum periode
starter (0-3 minggu) dihitung dengan menjumlahkan konsumsi selama 3 minggu.
Konsumsi ransum grower-finisher (4-5 minggu) dihitung dengan menjumlahkan
konsumsi ayam broiler selama 2 minggu. Konsumsi ransum kumulatif (0-5 minggu)
diperoleh dengan menjumlahkan konsumsi ransum pada periode starter dan periode
grower-finisher.
2. Bobot Badan Akhir (g/ekor)
Bobot badan akhir diperoleh dengan cara menimbang bobot badan pada hari
terakhir penelitian (umur 5 minggu).
3. Pertambahan Bobot Badan (g/ekor)
Pertambahan bobot badan dihitung dengan cara mengurangi bobot badan
akhir pada tiap minggu dengan bobot badan awal tiap minggu. Pertambahan bobot
badan total dapat dihitung dengan cara menjumlahkan pertambahan bobot badan tiap
minggu selama pemeliharaan.
4. Konversi Ransum
Konversi ransum diperoleh dengan cara membagi konsumsi ransum total
dengan pertambahan bobot badan total selama lima minggu pemeliharaan.
5. Mortalitas
Mortalitas dihitung berdasarkan pada jumlah ayam yang mati selama
penelitian dibagi dengan jumlah ayam awal dikalikan 100% pada setiap perlakuan.
Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan sidik ragam (ANOVA) menurut
Steel dan Torrie (1993).
Tahapan Penelitian
Analisis Daun Sembung
Analisis yang dilakukan terhadap daun sembung adalah analisis proksimat,
analisis Energi Bruto, analisis Ca dan P serta analisis saponin dan tanin. Komposisi
Tabel 6. Komposisi Kimia Tepung Daun Sembung*
Komponen Jumlah (%)
Bahan Kering 88,86
Abu 8,04
Protein Kasar 19,76
Serat Kasar 10,26
Lemak Kasar 3,73
Beta-N 47,07
Ca 1,22
P Total 0,34
Energi Bruto (kkal/kg) 3952
Energi Metabolis (kkal/kg)** 1543,98
Tanin*** 4,96
Saponin*** 7,08
Keterangan : * : Hasil analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan IPB (2007)
**: Hasil konversi Energi Metabolis berdasarkan National Research Council (1994) ; ( 40,1 x BK ) - ( 40,1 x Abu ) - ( 165,39 x SK )
***: Hasil analisis Laboratorium Pakan Balitnak Ciawi (2007)
Pembuatan Tepung Daun Sembung
Daun sembung dilayukan di dalam ruangan selama 48 jam kemudian dioven
pada suhu 60°C selama 24 jam. Daun sembung kering digiling sampai menjadi
tepung daun sembung. Selanjutnya, tepung daun sembung dicampurkan dengan
bahan makanan lain menjadi ransum komplit (Gambar 4).
Daun Sembung ( 1000 gram)
Dilayukan (selama 48 jam)
Dikeringkan dalam oven suhu 600C (selama 24 jam)
Digiling
Tepung Daun Sembung ( 161 gram)
Pemberian Tepung Daun Sembung
Pemberian tepung daun sembung pada penelitian ini dengan cara
mencampurkan tepung daun sembung dengan bahan makanan menjadi ransum
komplit dalam bentuk crumble. Kadar tepung daun sembung yang dicampurkan
sesuai dengan perlakuan masing-masing yaitu 2% (R2), 4% (R3) dan 6% (R4).
Prosedur Pemeliharaan Ayam
Prosedur pemeliharaan ayam broiler selama lima minggu penelitian adalah
sebagai berikut :
1. Persiapan Kandang
Kandang dibersihkan dengan sapu dan disiram dengan air detergen sampai
bersih kemudian disiram kembali dengan desinfektan. Dosis desinfektan adalah
sebanyak 1 sendok takar (10 ml) dalam 5 liter air. Kandang diberi kapur dengan
dosis 150 g/m2 dan diberi lingkar pembatas berdiameter 85 cm yang dipasang di
tengah ruangan. Kandang ditaburi sekam dengan ketebalan 5-7 cm dan disemprot
menggunakan desinfektan ke seluruh bagian ruangan. Lampu 60 watt dipasang untuk
10 ekor dan peralatan pakan (tempat pakan dan air minum) kemudian pemasangan
[image:43.595.142.496.467.617.2]tirai di sekeliling kandang. Kandang penelitian dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Kandang Penelitian
2. Persiapan DOC
Persiapan DOC diawali dengan pemasangan koran di dalam lingkar
pembatas. Lampu dinyalakan ± 2 jam sebelum DOC dimasukan dalam kandang. Air
kemudian ditimbang secara kelompok.. Pakan diberikan dengan cara ditaburkan di
atas koran atau tempat pakan indukan. Pakan diberikan sebanyak 6 kali per hari dan
penggantian air minum setiap pagi dan sore.
3. Cara Pemeliharaan Minggu Pertama
DOC ditimbang untuk mengetahui bobot awalnya. Pakan diberikan 6 kali
sehari dan air minum diberikan dua kali sehari sesuai kebutuhan. Ke dalam air minum
ditambahkan vitachick yang mengandung antibiotik bacitracin setiap pagi dan sore
untuk perlakuan kontrol positif (R1). Lampu dinyalakan selama 24 jam sampai ayam
berumur satu minggu. Suhu kandang dicatat setiap hari pada pagi, siang dan sore hari
(Tabel 7). Tirai dibuka setiap pagi dan ditutup setiap sore. Vaksin ND I melalui tetes
mata pada hari ketiga. Vaksin ND I dilakukan dengan melarutkan satu tablet kedalam
larutan dapar 500 dosis.
Tabel 7. Rata-rata Suhu Kandang Penelitian Setiap Minggu Berdasarkan Pengukuran
Minggu Suhu Minimum (oC) Suhu Maksimum (oC)
1 24,8 32,7
2 25.0 30,4
3 25,3 30,8
4 25,6 32,8
5 24,3 31,9
Rata-rata 25,0 31,7
4. Cara Pemeliharaan Minggu Kedua
Koran dan lingkar pembatas diangkat. Lampu dimatikan pada siang hari dan
dinyalakan bila hujan. Tempat pakan dan air minum diganti dengan yang digantung.
Tirai setiap pagi dibuka dan ditutup setiap sore hari. Ayam ditimbang untuk
mengetahui pertambahan bobot badan setiap minggunya. Sisa pakan ditimbang untuk
mengetahui konsumsi pakan setiap minggunya. Vaksin gumboro diberikan pada hari
ke-10 melalui air minum, sebelumnya ayam dipuasakan terlebih dahulu dari air
minum minimal dua jam sebelum vaksin, sedangkan pakan tetap diberikan. Vaksin
gumboro dilarutkan ke dalam air sesuai dosis. Dosis untuk 500 ekor dilarutkan pada
[image:44.595.91.521.385.496.2]Jadi untuk satu kandang (10 ekor) adalah 0,1 liter (100 ml). Setelah kurang lebih dua
jam vaksin diganti dengan air minum.
5. Cara Pemeliharaan Minggu Ketiga
Lampu hanya dinyalakan pada malam hari. Tirai setiap pagi dibuka dan
ditutup setiap sore hari. Ayam ditimbang untuk mengetahui pertambahan bobot badan
setiap minggunya. Sisa pakan ditimbang untuk mengetahui konsumsi pakan setiap
minggunya. Vaksin ND II diberikan pada hari ke-21 melalui air minum. Sebelum
vaksin ayam dipuasakan terlebih dahulu dari air minum selama dua jam, sedangkan
pakan tetap diberikan. Vaksin ND II dilarutkan ke dalam air sesuai dosis. Dosis untuk
500 ekor dilarutkan pada air sebanyak 5 liter, sedangkan untuk 150 ekor dilarutkan
pada air sebanyak 1,5 liter. Jadi untuk satu kandang (10 ekor) adalah 0,1 liter (100
ml). Setelah kurang lebih dua jam vaksin diganti dengan air minum.
6. Cara Pemeliharaan Minggu Keempat dan Kelima
Lampu hanya dinyalakan pada malam hari. Tirai setiap pagi dibuka dan
ditutup setiap sore hari. Ayam ditimbang untuk mengetahui pertambahan bobot badan
setiap minggunya dan bobot badan akhir. Sisa pakan ditimbang untuk mengetahui
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ransum Penelitian
Rasyaf (2003) mengemukakan bahwa faktor pendukung pertumbuhan ayam
adalah kualitas ransum, suhu lingkungan dan manajemen pemeliharaannya.
Kandungan zat makanan periode starter dan grower-finisher berdasarkan
perhitungan sudah mencukupi kebutuhan zat makanan ayam broiler, kecuali
kandungan sistin+methionin pada periode grower-finisher tidak mencukupi
kebutuhan zat makanan ayam broiler. Kandungan zat makanan da