TANGGAP MORFOFISIOLOGI TANAMAN LIDAH
BUAYA PADA TANAH MINERAL MASAM
TERHADAP AMELIORAN GAMBUT
HASTIN ERNAWATI NUR CHUSNUL CHOTIMAH
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa Disertasi Tanggap Morfofisiologi Tanaman Lidah Buaya pada Tanah Mineral Masam terhadap Amelioran Gambut adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Agustus 2009
ABSTRACT
HASTIN ERNAWATI NUR CHUSNUL CHOTIMAH. Morphophysiological responses of Aloe vera grown in acid mineral soils by applying of tropical
peat as the ameliorant. Under direction of SUDIRMAN YAHYA, MUNIF
GHULAMAHDI and SUPIANDI SABIHAM.
This research consists of three major studies. Study I is the analysis of chemistry characteristics of acid mineral soil, peat, and peat water as well as their compositions and types of both phenolic acid and carboxylic derivatives of peat and peat water. Study II is aluminium-induced physiological responses of aloe vera in the presence of phenolic and carboxylic acid derivatives, and the last one, Study III focuses on the growth and yields of aloe vera plants grown in acid mineral soil with an addition of both peat and peat water containing phenolic and carboxylic acid derivatives. Study I was conducted with 2 repetitions. Study II was one factor experiment consisting of 18 levels and was repeated for three times. Furthermore, experiment 2 of study III used Randomized Complete Design of two factors. The first factor was of peat dosage including 0, 25, 50, 75 and 100% maximum sorption Al3+ peat water; while the second factor was 0, 25, 50, 75 and 100% maximum sorption Al3+ of peat water. The study revealed that acid mineral soil at Gajrug Banten has a low level of fertility. The total phenolic acid derivatives of peat was approximately 3.05 ppm and carboxylic total amounted to 10.01 ppm. With peat water, however, total of phenolic acid was 12.72 ppm and total of carboxylic was 24.56 ppm. In nutrient solution, it was found that the application of Al as well as phenolic and carboxylic acid derivatives did not affect Al solubility but influenced the pH. Towards plant physiology, the application of Al together with phenolic acid and carboxylic derivatives was able to force Al to remain in the roots. Al localization in the roots was found in epidermis tissue and root cortexes. In addition, aloe vera plants accumulated malic and oxalic as a response to the application of Al as well as phenolic acid and carboxylic derivatives. Protein formed in aloe vera roots as a result of the above application belonged to Heat Shock Protein (HSP) and its molecule weight was approximately 7.48 to 139.41 kDa. The application of peat, indeed, increased plant development, meanwhile, peat water increased the number and the width of frond but decreased Al of aloe vera plants. Moreover, the interaction between peat and peat water increased soil pH, organic C, K available and base saturation, and decreased Al exchangeable of acid mineral soil after treatment. From the above series of studies, it was concluded that peat can be used as an alternative ameliorant for aloe vera plants grown in acid mineral soil. The content of peat organic acids which had an influence on the physiological processes of aloe vera plants were carboxylic acid derivatives.
RINGKASAN
HASTIN ERNAWATI NUR CHUSNUL CHOTIMAH. Tanggap Morfofisiologi Tanaman Lidah Buaya pada Tanah Mineral Masam terhadap
Amelioran Gambut. Dibimbing oleh SUDIRMAN YAHYA, MUNIF
GHULAMAHDI DAN SUPIANDI SABIHAM.
Tanaman lidah buaya (Aloe vera) merupakan salah satu komoditas pertanian daerah tropis yang mempunyai peluang sangat besar untuk dikembangkan di Indonesia sebagai usaha agribisnis dengan prospek yang cukup menjanjikan. Budidaya lidah buaya memerlukan persyaratan media tumbuh dengan kandungan bahan organik yang tinggi. Lahan gambut merupakan areal yang menjadi pilihan dalam pengembangan tanaman ini. Di samping itu, mulai dilakukan pengembangan tanaman lidah buaya ke wilayah-wilayah lain dengan karakteristik lahan yang beragam, sehingga memerlukan kajian teknologi budidaya sesuai dengan karakter wilayah tersebut, termasuk lahan kering masam. Akan tetapi, pengembangan tanaman lidah buaya pada tanah tersebut menghadapi kendala berupa miskinnya kandungan bahan organik dan keracunan aluminium. Gambut disamping sebagai suatu hamparan tanah juga merupakan bahan organik. Pengembangan tersebut ada yang berhasil namun tidak sedikit yang mengalami kegagalan. Beberapa tempat yang kurang berhasil tersebut banyak yang ditinggalkan pemiliknya dan dibiarkan terlantar. Dengan pertimbangan tersebut, gambut dapat dipertimbangkan sebagai alternatif sumber bahan organik. Tentu saja hal tersebut dilakukan dengan kajian mendalam dan arif sehingga tidak berdampak negatif bagi lingkungan.
Penelitian tersusun dalam tiga penelitian utama. Penelitian I analisis sifat-sifat kimia tanah mineral masam, gambut dan air gambut serta komposisi dan jenis derivat asam fenolat dan karboksilat gambut dan air gambut. Penelitian II tanggap fisiologi tanaman lidah buaya dengan penambahan Al dan derivat asam fenolat dan karboksilat, serta penelitian III pertumbuhan dan hasil tanaman lidah buaya yang ditumbuhkan pada tanah mineral masam dengan penambahan gambut dan air gambut yang mengandung derivat asam fenolat dan karboksilat.
buaya apabila ditumbuhkan pada tanah mineral masam dengan pemberian gambut dan air gambut yang mengandung derivat asam fenolat dan karboksilat. Penelitian III terdiri dari 2 pecobaan. Percobaan 1 adalah penentuan dosis bahan gambut dan air gambut menggunakan pendekatan Langmuir. Percobaan 2 adalah percobaan pot untuk mempelajari pertumbuhan dan hasil tanaman lidah buaya pada tanah mineral masam dengan pemberian gambut dan air gambut. Percobaan 2 penelitian III ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dua faktor. Faktor pertama adalah dosis gambut meliputi 0; 25; 50; 75 dan 100% erapan maksimum Al3+ gambut, sementara itu faktor kedua adalah 0; 25; 50; 75 dan 100% erapan maksimum Al3+ air gambut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanah mineral masam Gajrug Banten mempunyai tingkat kesuburan rendah ditunjukkan dengan kemasaman tanah, tingginya Al-dd, KTK sedang dan KB rendah. Sementara itu N total dan C organik gambut tergolong tinggi, P tersedia rendah, KTK tinggi dan KB sedang. Kandungan lignin gambut lebih tinggi jika dibandingkan dengan selulosa, demikian juga dengan persentase humat lebih tinggi dibandingkan fulvat. Pada air gambut, lignin tidak terukur. Total derivat asam fenolat gambut sebesar 3.05 ppm dan total karboksilat sebesar 10.01 ppm. Sementara itu, total asam fenolat air gambut sebesar 12.72 ppm dan total karboksilat 24.56 ppm.
Pada larutan hara, hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian Al dan derivat asam fenolat dan karboksilat tidak berpengaruh terhadap kelarutan Al akan tetapi berpengaruh terhadap pH. Terhadap fisiologi tanaman, pemberian Al dan derivat asam fenolat dan karboksilat mampu menekan Al agar tetap berada di perakaran. Lokalisasi Al di perakaran berada pada jaringan epidermis dan korteks akar. Selain itu, tanaman lidah buaya juga mengakumulasi malat dan oksalat sebagai respon terhadap pemberian Al dan derivat asam fenolat dan karboksilat. Pita-pita protein yang terbentuk pada akar tanaman lidah buaya sebagai tanggap terhadap pemberian Al dan derivat asam fenolat dan karboksilat termasuk jenis Heat Shock Protein (HSP) dan berada pada kisaran bobot molekul 7.48-139.41 kDa.
Penentuan dosis bahan amelioran dengan menggunakan persamaan Langmuir menunjukkan bahwa erapan maksimum Al3+ gambut adalah sebesar 5000 µg/g, sementara itu erapan maksimum Al3+ air gambut sebesar 909 µg/g. Berdasarkan erapan maksimum tersebut, kebutuhan amelioran gambut sebesar 3; 2.25; 1.5; 0.75 dan 0 ton/ha, sedangkan kebutuhan air gambut sebesar 2.4; 1.8; 1.25; 0.6 dan 0 liter/kg tanah mineral (100; 75; 50; 25 dan 0% erapan maksimum Al3+) gambut dan air gambut. Dosis gambut dan air gambut tersebut digunakan pada percobaan pot untuk mempelajari pertumbuhan dan hasil tanaman lidah buaya pada tanah mineral masam dengan amelioran gambut.
tanah, C organik, kation K, KB dan menurunkan Al-dd tanah mineral masam setelah perlakuan.
Dari serangkaian hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa gambut dapat digunakan sebagai alternatif bahan amelioran tanaman lidah buaya yang ditumbuhkan pada tanah mineral masam. Kandungan asam organik gambut yang berpengaruh terhadap proses-proses fisiologi tanaman lidah buaya adalah derivat asam karboksilat.
©
Hak Cipta milik IPB, tahun 2009
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau
TANGGAP MORFOFISIOLOGI TANAMAN LIDAH
BUAYA PADA TANAH MINERAL MASAM
TERHADAP AMELIORAN GAMBUT
HASTIN ERNAWATI NUR CHUSNUL CHOTIMAH
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada
Program Studi Agronomi dan Hortikultura
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Disertasi : Tanggap Morfofisiologi Tanaman Lidah Buaya pada Tanah Mineral Masam terhadap Amelioran Gambut
N a m a : Hastin Ernawati Nur Chusnul Chotimah
N R P : A 361020121
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof.Dr.Ir.Sudirman Yahya, M.Sc Ketua
Dr.Ir.Munif Ghulamahdi, MS Prof.Dr.Ir.Supiandi Sabiham, M.Agr Anggota Anggota
Mengetahui
Ketua Program Studi
Agronomi dan Hortikultura Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Dr.Ir.Munif Ghulamahdi, MS Prof.Dr.Ir.Khairil A. Notodipuro, MS
Penguji pada Ujian Tertutup : 1. Dr. Ir. Nurul Khumaida, M.Si. 2. Dr. Ir. Anas D. Susila, M.Sc Penguji pada Ujian Terbuka : 1. Dr. Ir. Komarudin Idris, MS
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia Nya penulisan disertasi ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah tanaman lidah buaya, dengan judul Tanggap Morfofisiologi Tanaman Lidah Buaya pada Tanah Mineral Masam terhadap Amelioran Gambut.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada Prof. Dr. Ir. Sudirman Yahya, M.Sc selaku Ketua Komisi Pembimbing, Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS dan Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan sejak perencanaan penelitian hingga penulisan disertasi. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Dr. Ir. Nurul Khumaida, M.Si dan Dr. Ir. Anas D. Susila, M.Sc yang telah berkenan menjadi penguji luar komisi pada ujian tertutup, serta Dr. Ir. Komarudin Idris, MS dan Dr. Ir. Nurliani Bermawie pada ujian terbuka.
Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Tim Beasiswa Program Pascasarjana – DIKTI, Rektor Universitas Muhammadiyah Palangkaraya dan Rektor Universitas Palangkaraya atas ijin belajar dan bantuan biaya penelitian, Indonesia Toray Science Foundation melalui Science and Technology Research Grant yang telah memberikan penghargaan dan dana penelitian, Pemerintah Daerah Propinsi Kalimantan Tengah atas bantuan dana penelitian dan Kepala Balai Penelitian Tanah yang telah memberikan ijin penelitian.
Secara khusus penulis juga mengucapkan rasa terimakasih dan rasa hormat yang mendalam atas doa dan kasih sayang suami tercinta Windarto, SKM, MA, ayahanda H. Suparlan, SH serta ibunda Dra. Hj. Kawiasih, bapak dan ibu mertua, anakku Faradina Najelaa Firdaus serta adik-adik penulis yang telah memberikan dukungan dan doa tulus ikhlas sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dengan baik
Akhirnya penulis mengharapkan semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2009
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bantul Yogyakarta pada tanggal 16 April 1971 sebagai anak sulung dari pasangan Suparlan dan Kawiasih. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Agronomi, Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, lulus pada tahun 1995. Pada tahun 1996, penulis diterima di Program Studi Agronomi pada Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dan menamatkannya pada tahun 1999. Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor pada program studi yang sama di Institut Pertanian Bogor diperoleh pada tahun 2002. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari DIKTI Departemen Pendidikan Nasional.
Pada tahun 1999, penulis diterima sebagai dosen tetap yayasan pada Universitas Muhammadiyah Palangkaraya dan pada tahun 2004 penulis diterima sebagai staf pengajar pada Fakultas Pertanian Universitas Palangkaraya.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...
PENDAHULUAN... 1
Latar Belakang... 1
Tujuan... 4
Hipotesis... 5
TINJAUAN PUSTAKA... 7
Tanaman Lidah Buaya... 7
Tanah Masam dan Toksisitas Aluminium... 9
Gambut... 10
Asam Organik asal Gambut... 12
Pengaruh Asam-asam Organik terhadap Aluminium... 13
Pengaruh Derivat Asam Fenolat dan Karboksilat terhadap Tanaman... 15
Sintesis Protein... 17
Sekresi Asam Organik... 19
ANALISIS SIFAT KIMIA TANAH MINERAL MASAM, GAMBUT, AIR GAMBUT SERTA KANDUNGAN DERIVAT ASAM FENOLAT DAN KARBOKSILAT GAMBUT DAN AIR GAMBUT... 22
Abstrak... 22
Abstract... 22
Pendahuluan... 23
Bahan dan Metode... 24
Hasil dan Pembahasan... 26
Simpulan... 36
Daftar Pustaka... 36
PENGARUH DERIVAT ASAM FENOLAT DAN KARBOKSILAT TERHADAP ALUMINIUM DAPAT TUKAR DAN pH……….. 38
Abstrak... 38
Abstract... 38
Pendahuluan... 39
Bahan dan Metode... 40
Hasil dan Pembahasan... 42
Simpulan... 44
Daftar Pustaka... 44
TANGGAP FISIOLOGI TANAMAN LIDAH BUAYA TERHADAP Al DAN PEMBERIAN DERIVAT ASAM FENOLAT DAN KARBOKSILAT………... 46
Abstrak... 46
Abstract... 46
Pendahuluan... 47
Bahan dan Metode... 48
Hasil dan Pembahasan... 55
Simpulan... 72
PENENTUAN DOSIS BAHAN AMELIORAN GAMBUT DAN AIR GAMBUT...
75
Abstrak... 75
Abstract... 75
Pendahuluan... 75
Bahan dan Metode... 77
Hasil dan Pembahasan... 78
Simpulan... 83
Daftar Pustaka... 84
PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN LIDAH BUAYA PADA TANAH MINERAL MASAM DENGAN PENAMBAHAN GAMBUT DAN AIR GAMBUT SEBAGAI AMELIORAN... 85
Abstrak... 85
Abstract... 85
Pendahuluan... 86
Bahan dan Metode... 87
Hasil dan Pembahasan... 91
Simpulan... 112
Daftar Pustaka... 112
PEMBAHASAN UMUM... 114
SIMPULAN DAN SARAN... 118
DAFTAR PUSTAKA... 119
DAFTAR TABEL
Halaman 1 Sifat-sifat kimia tanah mineral masam, gambut dan air
gambut... 27 2 Hasil analisis kandungan derivat asam fenolat dan karboksilat gambut
dan air gambut... 33 3 Pengaruh derivat asam fenolat serta karboksilat terhadap Al-dd dan
pH larutan hara………... 43 4 Uji kontras ortogonal pengaruh derivat asam fenolat dan karboksilat
terhadap peubah pH larutan hara………. 43 5 Pengaruh Al dan derivat asam fenolat dan karboksilat terhadap
kandungan Al dan P di akar dan tajuk tanaman lidah buaya………... 57 6 Uji kontras orthogonal terhadap peubah Al akar, Al tajuk, P akar, P
tajuk, konsentrasi malat dan oksalat tanaman lidah buaya dengan pemberian Al dan derivat asam fenolat dan karboksilat………... 58 7 Pengaruh Al dan derivat asam fenolat dan karboksilat terhadap
konsentrasi oksalat, sitrat dan malat akar lidah buaya (mg/g bobot basah akar)... 63 8 Pengaruh Al dan derivat asam fenolat dan karboksilat terhadap bobot
basah tajuk (BBT), bobot kering tajuk (BKT), bobot basah akar (BBA) dan bobot kering akar (BKA)………. 66 9 Nilai koefisien korelasi peubah Al akar, Al tajuk, P akar, P tajuk,
bobot basah akar, bobot kering akar, oksalat, malat dan sitrat………... 68 10 Pengaruh perlakuan dosis gambut terhadap tinggi tanaman, jumlah
pelepah, panjang pelepah, lebar pelepah, bobot basah dan kering pelepah, bobot basah dan kering akar pada 8 BST... 93 11 Pengaruh perlakuan dosis air gambut terhadap jumlah pelepah, lebar
pelepah dan pH tanah pada 8 BST... 95 12 Pengaruh perlakuan dosis gambut terhadap P pelepah dan P akar lidah
buaya umur 8 BST... 103 13 Pengaruh perlakuan dosis air gambut terhadap Al pelepah lidah buaya
umur 8 BST... 103 14 Kandungan asam amino gel pelepah lidah buaya akibat pemberian
gambut dan air gambut……… 107 15 Pengaruh perlakuan dosis gambut terhadap peubah kesuburan tanah
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1 Diagram alir penelitian tanggap morfofisiologi tanaman lidah buaya
pada tanah mineral masam dengan pemberian amelioran gambut dan air
gambut yang mengandung derivat asam fenolat dan karboksilat... 6
2 Penambatan CO2 pada tanaman CAM... 8
3 Pola sekresi asam organik... 20
4 Peta lokasi pengambilan tanah di Gajrug Banten………. 25
5 Penampilan HPLC standar berbagai derivat asam fenolat dan karboksilat berdasarkan retensi waktu kemunculan puncaknya... 34
6 Penampilan HPLC contoh gambut berbagai derivat asam fenolat dan karboksilat berdasarkan retensi waktu kemunculan puncaknya………… 34
7 Penampilan HPLC contoh air gambut berbagai derivat asam fenolat dan karboksilat berdasarkan retensi waktu kemunculan puncaknya………… 35
8 Penampilan tanaman lidah buaya yang ditumbuhkan pada larutan hara... 50
9 Penampilan HPLC standar asam oksalat, sitrat dan malat berdasarkan waktu retensi kemunculan puncaknya... 53
10 Bagian-bagian akar tanaman lidah buaya yang ditanam pada media larutan hara... 54
11 Penampilan tanaman lidah buaya pada larutan hara adaptasi... 56
12 Pengaruh Al terhadap penampang melintang akar lidah buaya dengan pemberian kelompok asam fenolat... 61
13 Pengaruh Al terhadap penampang melintang akar lidah buaya dengan pemberian kelompok asam karboksilat... 61
14 Pengaruh Al terhadap penampang melintang akar lidah buaya dengan pemberian kelompok asam lengkap-fenolat (minus one)... 62
15 Pengaruh Al terhadap penampang melintang akar lidah buaya dengan pemberian kelompok asam lengkap-karboksilat (minus one)... 62
16 Kuantifikasi protein akar lidah buaya dengan pemberian Al dan derivat asam fenolat dan karboksilat... 69
17 Profil protein akar lidah buaya akibat pemberian Al dan derivat asam fenolat dan karboksilat... 70
18 Kurva erapan kation Al3+ pada gambut berdasarkan analisis satu tapak erapan... 79
19 Kurva erapan kation Al3+ pada air gambut berdasarkan analisis satu tapak erapan... 80
20 Model erapan bahan terlarut dalam suatu sistem larutan……….. 81
21 Penampilan tanaman lidah buaya pada tanah mineral masam dengan pemberian amelioran gambut dan air gambut umur 1-4 BST... 91
23 Pengaruh dosis gambut terhadap tinggi tanaman lidah buaya pada 8 BST... 95 24 Pengaruh dosis gambut terhadap panjang pelepah lidah buaya pada 8
BST... 95 25 Pengaruh dosis gambut (a) dan dosis air gambut (b) terhadap jumlah
pelepah lidah buaya pada 8 BST... 96 26 Pengaruh dosis gambut (a) dan dosis air gambut (b) terhadap lebar
pelepah lidah buaya umur 8 BST... 97 27 Pengaruh dosis gambut terhadap bobot basah akar lidah buaya umur 8
BST... 98 28 Pengaruh dosis gambut terhadap bobot kering akar lidah buaya umur 8
BST... 98 29 Pengaruh dosis gambut terhadap bobot basah tajuk lidah buaya pada
umur 8 BST... 99 30 Pengaruh dosis gambut terhadap bobot kering tajuk lidah buaya pada
umur 8 BST... 99 31 Pengaruh dosis gambut terhadap pH tanah pada taraf dosis air gambut
0.6 liter/kg tanah mineral (A1) (8 BST)……… 100 32 Penampilan tanaman lidah buaya akibat perlakuan dosis gambut (G)
pada beberapa taraf dosis air gambut (A)... 101 33 Penampilan tanaman lidah buaya akibat perlakuan dosis air gambut (A)
pada berbagai taraf dosis gambut (G)... 102 34 Pengaruh dosis gambut terhadap P pelepah lidah buaya pada umur 8
BST... 104 35 Pengaruh dosis gambut terhadap P akar lidah buaya pada umur 8 BST... 104 36 Pengaruh dosis air gambut terhadap Al pelepah lidah buaya umur 8
BST... 105 37 Kandungan asam amino pelepah lidah buaya umur 8 BST... 106 38 Pengaruh dosis gambut terhadap C-organik tanah setelah perlakuan
pada taraf dosis air gambut 0.6 liter (A1), 1.25 liter (A2) dan 1.8 (A3) liter//kg tanah mineral ………... 110 39 Pengaruh dosis gambut terhadap kation K tanah setelah perlakuan pada
taraf dosis air gambut 0 liter/kg tanah mineral (A0)………... 110 40 Pengaruh dosis gambut terhadap kejenuhan basa (KB) tanah setelah
perlakuan pada taraf dosis air gambut 0 liter/kg tanah mineral………... 111 41 Pengaruh dosis gambut terhadap aluminium dapat tukar (Al-dd) tanah
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1 Metode analisis sifat-sifat kimia tanah mineral masam, gambut dan
air gambut... 129 2 Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah... 130 3 Prosedur analisis derivat asam fenolat dan karboksilat asal gambut
dan air gambut... 131 4 Sidik ragam pengaruh derivat asam fenolat dan karboksilat terhadap
rata-rata Al-dd dan pH larutan hara. ……… 132 5 Rata-rata jumlah akar cabang, panjang akar dan jumlah akar rambut
sebelum perlakuan... 132 6 Sidik ragam peubah Al akar, Al tajuk, P akar, P tajuk, bobot basah
tajuk, bobot kering tajuk, bobot basah akar, bobot kering akar, oksalat, malat dan sitrat tanaman lidah buaya dengan pemberian Al dan derivat asam fenolat dan karboksilat……….. 133 7 Data pengukuran keseimbangan Al3+ gambut dan air gambut... 134 8 Sidik ragam (P hitung) pengaruh gambut dan air gambut serta
interaksi keduanya terhadap peubah pertumbuhan, hasil dan kesuburan tanah setelah perlakuan tanaman lidah buaya... 135 9 Nilai koefisien korelasi peubah tinggi tanaman, jumlah pelepah,
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman lidah buaya (
Aloe vera
L) merupakan salah satu komoditas
pertanian daerah tropik yang mempunyai peluang sangat besar untuk dikembangkan
di Indonesia dalam usaha agribisnis dengan prospek yang cukup menjanjikan. Sampai
tahun 2004, jumlah tanaman lidah buaya yang ditanam di sentra produksi Pontianak
Kalimantan Barat sudah mencapai 655 250
tanaman pada areal seluas lebih kurang
84.3 ha dan akan terus dikembangkan sampai mencapai 2 800 ha (Dinas Urusan
Pangan Kota Pontianak, 2004).
Lidah buaya merupakan tanaman sejenis kaktus yang berasal dari Afrika,
kemudian menyebar ke Indonesia yaitu daerah Kalimantan Barat. Daging lidah buaya
menghasilkan gel/lendir berwarna kekuningan. Gel tersebut dimanfaatkan sebagai
bahan baku untuk industri farmasi, kosmetika dan minuman. Komponen terbesar dari
gel tersebut adalah air yaitu sebesar 98.35%. Gel lidah buaya mengandung aloin,
emodin, resin, gum dan minyak atsiri, sedangkan padatanya terdiri dari karbohidrat
(Sembiring dan Suhirman, 2001).
Pengembangan tanaman lidah buaya di Pontianak dilakukan secara khusus
pada areal lahan gambut. Pelepah lidah buaya yang dipanen mencapai 1.5 – 2
kg/pelepah, panjang pelepah lebih dari 40 cm, lebar 10 cm, tebal pelepah 2 – 3 cm
dan berwarna hijau (Dinas Urusan Pangan Kota Pontianak, 2002). Budidaya lidah
buaya pada daerah ini mampu menghasilkan 8 000 kg/ha/bulan. Realisasi ekspor
lidah buaya Pontianak sampai 2004 mencapai 47 ton dengan negara tujuan Malaysia,
Hongkong, dan Singapura serta sebagian dipasarkan di dalam negeri (Dinas Urusan
Pangan Kota Pontianak, 2004).
Sehubungan dengan tingginya nilai ekonomis tanaman lidah buaya, berbagai
penelitian terhadap tanaman ini terus dilakukan, baik aspek teknik budidaya maupun
pascapanennya. Di samping itu, mulai dilakukan pengembangan tanaman lidah buaya
2
memerlukan kajian teknologi budidaya sesuai dengan karakter wilayah tersebut.
Menurut Santosa (2003) perluasan tanaman lidah buaya di luar Kalimantan seperti di
Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat mengalami masalah produktivitas.
Hal tersebut diduga karena perbedaan jenis tanah dengan Kalimantan Barat yang
bergambut. Masalah produktivitas tersebut dapat diatasi dengan pemberian bahan
organik.
Hasil penelitian Kurnianingsih (2004) menunjukkan bahwa pemberian abu
janjang kelapa sawit dapat meningkatkan pertumbuhan dan bobot basah pelepah
tanaman lidah buaya. Peningkatan terjadi pada tinggi tanaman (30.1 %), panjang
pelepah (19.7 %), lebar pelepah (12.2 %), tebal pelepah (41.4 %) jumlah pelepah
(21.5 %), jumlah anakan (44.1 %) dan bobot basah pelepah (91 %). Selain itu hasil
penelitian Tatipata (2004) menunjukkan bahwa terjadi peningkatan tinggi tanaman
dan panjang pelepah dengan pemberian abu bakaran yang berasal dari kayu,
paku-pakuan dan gulma. Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pemberian abu
mampu meningkatkan pertumbuhan, perbaikan pH dan hasil tanaman lidah buaya.
Hasil penelitian Santosa (2003) juga menunjukkan bahwa pemberian pupuk kandang
nyata meningkatkan tinggi tanaman dan jumlah daun tanaman lidah buaya pada tanah
Latosol.
Lahan kering dibedakan menjadi lahan kering masam dan lahan kering tidak
masam. Lahan kering masam secara umum dicirikan dengan pH < 5.0 dan kejenuhan
basa < 50%. Salah satu jenis tanah yang termasuk lahan kering masam adalah Ultisols
(Hidayat dan Mulyani, 2002). Di Indonesia terdapat 10 ordo tanah, yaitu Histosols,
Entisols, Inseptisols, Vertisols, Andisols, Mollisols, Ultisols, Alfisols, Oxisols dan
Spodosols. Ultisol adalah tanah tua (Ultimus, terakhir) yang mengalami pencucian
oleh air hujan dan umumnya didominasi oleh liat tipe 1 : 1 yang banyak mengandung
hidroksida aluminium dan besi. Potensi kesuburan alami Ultisols sangat rendah
hingga rendah. Reaksi tanah sangat masam sampai masam (pH 4.1 – 4.8). Kandungan
bahan organik umumnya rendah sampai sedang. Kandungan P potensial sangat
3
maupun bawah. Jumlah basa-basa dapat tukar tergolong sangat rendah di seluruh
lapisan, terkecuali di lapisan atas umumnya rendah. Kandungan K dapat tukar hanya
berkisar dari 0.00 sampai 0.1 cmol/kg tanah. KTK tanah di semua lapisan termasuk
rendah dan KB sangat rendah (20% atau kurang), terkecuali pada lapisan atas
termasuk rendah sampai sedang (21 – 51%) (Subagyo
et al
. 2004) dan kejenuhan
aluminium yang tinggi (Munir, 1996).
Terhadap pertumbuhan tanaman, tanah masam menjadi faktor penghambat
pertumbuhan karena terjadi peningkatan konsentrasi H
+, Al, Mn sehingga
menyebabkan keracunan H
+, Al dan Mn, penurunan kelarutan P dan Mo,
penghambatan pertumbuhan akar dan penyerapan air sehingga menyebabkan
kekurangan unsur hara, cekaman kekeringan dan peningkatan pencucian unsur hara
(Marschner, 1986). Pengembangan tanaman lidah buaya pada tanah tersebut
menghadapi kendala berupa miskinnya kandungan bahan organik dan keracunan
aluminium.
Gambut di samping sebagai suatu hamparan tanah juga merupakan bahan
organik. Hingga kini potensi lahan gambut telah dimanfaatkan untuk pertanian
terutama di kawasan transmigrasi. Pengembangan tersebut ada yang berhasil namun
tidak sedikit yang mengalami kegagalan. Beberapa tempat yang kurang berhasil
tersebut banyak yang ditinggalkan pemiliknya dan dibiarkan terlantar. Dengan
pertimbangan tersebut, gambut dapat dipertimbangkan sebagai alternatif sumber
bahan organik. Tentu saja hal tersebut dilakukan dengan kajian mendalam dan arif
sehingga tidak berdampak negatif bagi lingkungan.
Gambut sebagian besar disusun oleh bahan organik, sebagian bahan organik
telah mengalami dekomposisi sehingga tidak dikenal asalnya. Bagian yang telah
mengalami pelapukan disebut humus tanah, sedangkan bagian yang lainnya
merupakan bahan organik yang belum dilapuk sempurna dan merupakan sumber
utama humus. Humus terdiri dari dua bagian yaitu senyawa humat dan non humat
4
Dekomposisi bahan organik dalam keadaan tergenang akan menghasilkan
banyak asam organik yang mengandung derivat asam-asam fenolat dan asam
karboksilat. Derivat asam fenolat dan karboksilat mempunyai gugus fungsional yang
mengandung oksigen, merupakan tapak reaktif dalam mengikat logam, termasuk Al
dan Fe. Dengan demikian aktivitas ion Al dan Fe yang bersifat racun bagi tanaman
menjadi berkurang (Gerke, 1993). Dekomposisi bahan organik berupa asam-asam
organik akan menonaktifkan ion-ion pengikat fosfat yaitu Al dan Fe melalui
pembentukan senyawa komplek logam-organik (Suriadikarta
et al
. 2002).
Penelitian budidaya tanaman lidah buaya sudah banyak dilakukan (Supriyadi,
2001; Fatimah, 2002; Pratiwi, 2003; Aminah, 2003; Masitah, 2003; Gintings, 2003;
Santosa, 2003; Hadipradono, 2005; Wentasari, 2005; Wasonowati, 2005; Sasli,
2008). Demikian juga kajian tentang asam-asam organik asal gambut sudah banyak
dilakukan (Salampak, 1993;1999; Prasetyo, 1996; Saragih, 1996; Wahjudin, 2003)
akan tetapi penelitian tentang lidah buaya pada tanah mineral masam dan penggunaan
amelioran gambut belum banyak dilakukan.
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah (1) memperoleh informasi tentang status hara
tanah mineral masam serta mengidentifikasi kandungan derivat asam fenolat dan
karboksilat gambut dan air gambut (2) menerangkan pengaruh Al dan derivat asam
fenolat dan karboksilat terhadap kelarutan aluminium dan pH (3) mempelajari
tanggap fisiologi tanaman lidah buaya yang terinduksi Al terhadap penambahan
derivat asam fenolat dan karboksilat dan (4) mempelajari pertumbuhan dan hasil
tanaman lidah buaya pada tanah mineral masam dengan pemberian gambut dan air
gambut yang mengandung derivat asam fenolat dan karboksilat sebagai amelioran.
Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah (1) derivat asam fenolat dan karboksilat
5
buaya terhadap Al dan derivat asam fenolat serta karboksilat berkaitan dengan
protein akar dan akumulasi asam organik akar dan (3) pemberian gambut dan air
gambut yang mengandung derivat asam fenolat dan karboksilat meningkatkan
6
`
Keterangan :
: Percobaan Laboratorium : Percobaan Polybag : Percobaan Larutan Hara
Gambut dan Air Gambut
Tanah Mineral Masam
Ultisols
Penelitian III
Percobaan 1. Penentuan dosis bahan amelioran gambut dan air gambut menggunakan persamaan Langmuir
Penelitian I. Analisis sifat-sifat kimia tanah mineral masam, gambut dan air gambut, komposisi gambut dan air gambut serta kandungan derivat asam fenolat dan karboksilat gambut dan air gambut
Penelitian III
Percobaan 2. Pertumbuhan dan hasil tanaman lidah buaya pada tanah mineral masam dengan pemberian amelioran gambut dan air gambut yang mengandung derivat asam fenolat dan karboksilat
Dosis gambut dan air gambut
Aluminium dapat tukar (Al-dd) tanah mineral masam
Jenis dan konsentrasi derivat asam fenolat dan karboksilat gambut dan
air gambut
Penelitian II
Percobaan 1. Pengaruh Al dan
derivat asam fenolat dan karboksilat terhadap kelarutan aluminium dan pH
Penelitian II
Percobaan 2. Tanggap fisiologi tanaman lidah buaya terhadap aluminium dengan pemberian derivat asam fenolat dan karboksilat.
Gambar 1. Diagram alir penelitian.
Tanggap morfologi tanaman lidah buaya pada tanah mineral masam dengan amelioran gambut
Tanggap fisiologi tanaman lidah buaya dengan pemberian Al dan derivat asam fenolat dan karboksilat
7
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Lidah Buaya
Tanaman lidah buaya termasuk dalam keluarga Liliaceae, berasal dari kepulauan Canary sebelah barat Afrika dan diperkirakan masuk Indonesia pada abad ke 17. Tanaman lidah buaya termasuk ke dalam Divisi : Spermathopyta, Sub Divisi : Angiospermae, Klas : Monocotyledoneae, Ordo: Liliales, Famili : Liliaceae, Genus : Aloe, Spesies : Aloe vera. Tanaman lidah buaya tidak mempunyai cabang batang, sedangkan batang pohon akan terlihat setelah pelepah daun lidah buaya gugur atau dipanen berkali-kali, karena daun pelepah menempel pada batang utama. Perakaran dangkal (sampai kedalaman ± 25 cm) dan berserabut, sehingga cocok ditanam pada lahan gembur seperti jenis organosol atau gambut. Daun tanaman berupa pelepah tidak mempunyai tangkai daun dengan panjang mencapai kisaran 40-60 cm dan lebar pelepah bagian bawah antara 8 – 13 cm dan tebal antara 2 – 3 cm (Dinas Urusan Pangan Kota Pontianak, 2002).
Lendir/gel yang terdapat di dalam daun lidah buaya mengandung sekitar 20 jenis asam amino, yang berkhasiat sebagai obat cacing, obat luka, peluruh dahak/obat batuk, peluruh haid, pencahar serta perawatan rambut. Sebagai kosmetika, bahan dasar yang dikandung dalam lendir/gel lidah buaya adalah Zn, K, Fe, vitamin A, asam folat dan kholin (Anonim, 2001).
8
pada tanaman C3 dan C4 kehilangan air mencapai 250 – 300 dan 400 – 500 gram (Taiz dan Zeiger, 1991).
Tanaman CAM mempunyai ukuran vakuola yang lebih besar yaitu mencapai 90% atau lebih dari volume sel total. PEP karboksilase dan Rubisco terdapat pada kloroplas. PEP karboksilase aktif pada malam hari dan tidak aktif pada periode pencahayaan yang lebih lama, sedangkan Rubisco aktif hanya pada kondisi siang hari (Lea dan Leegood, 1999).
Gambar 2. Penambatan CO2 pada tanaman CAM (Salisbury dan Ross, 1992)
C
COO22 ++ HH22OO HH++ ++ HHCCOO33-
-P
Paattii
G
Glliikkoolliissiiss
P
PEEPP OkOkssalalooaassetetaatt MMaalalatt AAssaamm mmalalaatt
2
2HH++
2
2HH++
N
NAADD++ NANADDH H ++ HH++ NANADD++ kkee vvaakkuuololaa
A
Assaamm mmaallaatt mmalalaatt ookkssaallooaasseettaatt CCOO22 ++ PPEEPP
2
2HH++
N
NAADDPP++
N
NAADPDP ++ HH++
A
ATTPP AADDP P
P
Piirruuvvatat ++ CCOO22
P
Piirruuvvatat ++ CCOO22
N
NAADDPP++ NANADPDP ++ HH++
N
NAADD++
N
NAADDHH ++ HH++
k
ke e ddauaurr
C
Caalvlvinin
P
Pii
Keterangan :
NAD : Nicotinamide-adenine dinucleotida
NADP : Nicotinamide-adenine dinucleotida phosphate PEP : Phosphoenolpyruvate
9
Tanaman CAM seperti halnya pada tanaman C4, mula-mula menggunakan PEP karboksilase dan NADPH malat dehidrogenase untuk membentuk asam malat, kemudian mendekarboksilasi asam tersebut untuk melepaskan CO2 dengan salah satu dari tiga mekanisme yang ada yaitu CO2 yang dilepaskan terkonsentrasi di dalam sel dan ditambat kembali oleh Rubisco menjadi 3-PGA pada daur Calvin yang kemudian mengarah pada pembentukan sukrosa, pati dan produk fotosintesis lain. Mekanisme yang lain, piruvat yang dibentuk oleh dekarboksilasi diubah menjadi PEP oleh piruvat fosfat dikinase seperti pada C4. Sebagian PEP direspirasikan, sebagian diubah menjadi gula dan pati melalui glikolisis terbalik, serta sebagian lagi diubah menjadi asam amino, protein, asam nukleat, lipid dan senyawa aromatik. Pada tanaman C4, proses pembentukan malat terjadi pada siang hari di sel mesofil dan sel seludang berkas sedangkan pada tanaman CAM, kedua proses terjadi pada sel yang sama, satu proses terjadi pada siang hari dan proses yang lain pada malam hari (Salisbury dan Ross, 1992). Penambatan CO2 dan pembentukan asam malat pada tanaman CAM digambarkan pada Gambar 1.
Tanah Masam dan Toksisitas Aluminium
Tanah masam dicirikan oleh rendahnya pH dan meningkatnya kelarutan beberapa unsur mineral tertentu. Kemasaman tanah merupakan salah satu faktor penghambat bagi pertumbuhan tanaman. Kemasaman dan toksisitas Al merupakan dua hal yang saling berhubungan. Pada tanah bereaksi masam, banyak Al yang larut. Makin tinggi tingkat kemasaman tanah, semakin banyak jumlah Al yang berada dalam larutan tanah. Aluminium yang terjerap pada permukaan liat berada dalam kesetimbangan dengan ion Al dalam larutan tanah, tetapi Al yang berada dalam larutan tanah cenderung dihidrolisis menjadi Al hidroksida.
10
rendah. Dalam proses polimerisasi, hidrolisis bertindak sebagai jembatan untuk mendorong pembentukan polimer. Dalam medium masam, Al terutama terdapat dalam bentuk Al3+ monomer atau Al(OH)2+. Spesies kation ini mempunyai kekuatan menghidrolisis yang kuat. Sebaliknya dalam medium alkali, Al berada dalam bentuk Al(OH)4-. Kekuatan menghidrolisis Al3+ banyak dihilangkan oleh muatan negatif yang berlebihan.
Keracunan Al menjadi faktor utama yang membatasi produktivitas tanaman pada tanah masam karena kation Al3+ pada konsentrasi mikromolar bisa berpengaruh terhadap pengambilan hara dan air (Kochian, 1995). Mekanisme keracunan Al diawali dengan sejumlah besar Al diserap di ujung akar. Al terikat pada inti ujung sel akar, dan segera berikatan dengan P pada DNA sehingga menyebabkan penurunan aktivitas DNA. Penurunan aktivitas DNA menyebabkan penghambatan pembelahan sel. Selain itu, pada kondisi tercekam Al protoplasma menjadi berukuran lebih kecil, abnormal, berkerut dan menebal. Pada daun, gejala yang tampak seperti kekurangan P yaitu kerdil, kecil, warna daun menjadi hijau tua, lambat matang, batang dan urat daun berwarna merah lembayung dan diikuti dengan mengering dan matinya ujung daun (Rout et al. 2001).
Gambut
Gambut digolongkan ke dalam tanah organik (Histosol). Tanah organik oleh Soil Survey Staff (1998) diartikan sebagai bahan tanaman atau organisme mati lainnya yang telah mengalami proses dekomposisi dan mempunyai ukuran < 2 mm, serta memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1) Jenuh air kurang dari 30 hari per tahun (kumulatif) dan mengandung 20 % atau lebih C-organik (tidak termasuk akar hidup), atau
2) Jenuh air selama 30 hari atau lebih per tahun (kumulatif), dan mengandung C-organik sebesar :
a) 18 % atau lebih (setara dengan 30 % bahan organik atau lebih) bila fraksi tanah mineral mengandung liat 60 % atau lebih, atau
11
c) lebih dari [ 12 + ( % liat x 0,1) ] % bila fraksi tanah mineral mengandung kurang dari 60 % liat.
Pembentukan gambut dimulai sejak periode Holosin pada waktu terjadinya tranggresi dan regresi air laut akibat mencairnya es di kutub. Kenaikan air laut pada periode tersebut menyebabkan daratan di sekitar pantai menjadi tergenang membentuk rawa-rawa. Akibatnya vegetasi yang ada menjadi terbenam oleh air dan mengalami dekomposisi secara lambat dalam keadaan anaerob, sehingga terjadi akumulasi bahan organik. Proses akumulasi bahan organik ini berlangsung terus menerus selama terjadinya kenaikan permukaan air laut secara perlahan-lahan, sehingga terjadi penimbunan bahan organik yang tebal yang membentuk gambut (Driessen dan Soepraptohardjo, 1976). Periode Holosin didukung oleh adanya perubahan tinggi permukaan air laut pada masa lalu (eustatic sea level fluctuation), terutama di pulau-pulau sekitar Dataran Sunda dan Dataran Sahul yang dimulai sekitar 11000 tahun BP (before period) atau dicatat sebelum tahun 1950 (Sabiham, 1988).
Dari hasil penelitian Johan (2003) diketahui bahwa kandungan N-total tertinggi gambut pedalaman Kalampangan Berengbengkel terdapat pada lapisan 10 – 30 cm, dimana aktifitas perakaran dan mikroorganisme cukup intensif di daerah tersebut. Kadarnya semakin menurun dengan bertambahnya ketebalan dan makin rendahnya tingkat pengelolaan. Menurut Andriesse (1988), dengan meningkatnya umur dan pembukaan gambut, kandungan N akan meningkat dan berkorelasi dengan tingkat dekomposisi. Tingginya permukaan air tanah berpengaruh terhadap jumlah N yang dilepaskan, karena pengaruhnya terhadap zone perakaran, aerasi dan suhu. Makin tinggi permukaan air tanah, jumlah N yang tersedia bagi tanaman makin rendah. Lebih lanjut Andriesse (1988) mengemukakan bahwa gambut tropik umumnya mengandung P-total dalam jumlah rendah hingga sangat rendah dan sebagian dijumpai dalam fraksi P-organik. Ketersediaan P pada gambut dapat lebih baik daripada tanah mineral. Hal ini disebabkan karena terjadi fiksasi P oleh Al dan Fe pada tanah mineral.
12
cukup kuat oleh bahan organik sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Lebih dari 99% Cu gambut terdapat dalam bentuk komplek dengan bahan organik. Hal ini merupakan faktor penting untuk dapat menerangkan terjadinya kekahatan Cu dalam gambut (Driessen dan Soepraptohardjo, 1976).
Di antara sifat penting gambut di daerah tropis adalah bahan penyusun berasal dari kayu-kayuan, dalam keadaan tergenang, sifat menyusut dan subsidence (penurunan permukaan gambut) karena drainase, kering tidak balik, pH yang sangat rendah dan status kesuburan tanah yang rendah. Pengembangan usaha pertanian sangat dibatasi oleh beberapa hal di atas (Andriesse, 1988).
Asam Organik Asal Gambut
Bahan organik tanah sering dipisahkan menjadi bahan terhumifikasi dan tidak terhumifikasi. Bahan tidak terhumifikasi meliputi karbohidrat, asam amino, protein, lipid, asam nukleat dan lignin. Fraksi terhumifikasi dikenal sebagai humus atau senyawa humat dan dianggap sebagai hasil akhir dekomposisi bahan tanaman di dalam tanah. Bahan ini bersifat amorf, berukuran koloidal dengan polidispersi, berwarna kuning sampai coklat hitam dan memiliki bobot molekul tinggi (Tan, 1991).
Tanah gambut sebagian besar disusun oleh bahan organik, sebagian bahan organik telah mengalami dekomposisi sehingga tidak dikenal asalnya. Bagian yang telah mengalami pelapukan disebut humus tanah, sedangkan bagian yang lainnya merupakan bahan organik yang belum dilapuk sempurna dan merupakan sumber utama humus. Humus terdiri dari dua bagian yaitu senyawa humat dan non humat (Stevenson, 1982).
13
Hasil penelitian Salampak (1993) menunjukkan bahwa tanah gambut pedalaman Berengbengkel didominasi oleh asam ferulat, asam kumarat dan asam hidroksibenzoat, sedangkan Prasetyo (1996) dengan menggunakan HPLC berhasil mendeteksi asam p-hidroksibenzoat, asam vanilat, asam p-kumarat, asam ferulat, asam asetat, asam propionat, asam butirat dan asam suksinat pada tanah gambut Air Sugihan Sumatra Selatan.
Pengaruh Asam-asam Organik terhadap Aluminium
Hasil dekomposisi bahan organik melalui sintesis mikroba menghasilkan sejumlah komponen biokimia seperti asam alifatik, asam fenolik dan komplek polimer fenol. Asam fenolat merupakan asam organik pengkhelat alami. Asam fenolat seperti asam p-hidroksibenzoat, vanilat dan siringat adalah asam fenol bebas dari bagian tanaman, produk dekomposisi residu tanaman dan bahan humat tanah sewaktu diubah oleh mikroorganisme.
14
Dalam mengurangi daya racun Al, asam-asam organik dibagi menjadi tiga bagian : (1) asam-asam organik yang mempunyai pengaruh kuat dalam mengurangi daya racun Al seperti asam sitrat, oksalat dan tartrat (2) asam-asam organik yang mempunyai kemampuan sedang dalam mengurangi keracunan Al seperti malat, malonat, salisilat dan (3) asam-asam organik yang mempunyai kemampuan lemah dalam mengurangi keracunan Al seperti asetat, format dan laktat. Dari struktur konfigurasi asam-asam ini, dalam hubungannya dengan detoksifikasi Al berhubungan dengan rantai karbon dari group OH dan COOH. Asam-asam yang paling efektif dalam detoksifikasi Al adalah yang memiliki dua pasang OH atau COOH pada dua karbon yang berdekatan atau dua pasang COOH yang berhubungan, pada asam-asam yang berkemampuan sedang mempunyai satu pasang basa OH atau COOH, sedangkan pada asam-asam yang mempunyai kemampuan asam lemah tidak mempunyai struktur konfigurasi tersebut (Hue et al. 1986).
Selain itu penambahan bahan organik pada tanah masam dapat menyebabkan ligan organik bereaksi dengan ion logam untuk membentuk senyawa kompleks. Dengan demikian ion logam yang bersifat meracuni tanaman serta merugikan ketersediaan hara pada tanah masam, seperti Al, Fe dan Mn dapat diperkecil dengan bahan organik. Derivat asam fenolat dan karboksilat mempunyai gugus fungsional yang mengandung oksigen, merupakan tapak reaktif dalam mengikat logam, termasuk Al dan Fe. Dengan demikian aktivitas ion Al dan Fe yang bersifat racun bagi tanaman menjadi berkurang (Gerke, 1993).
15
fulvat. Asam-asam ini dapat membentuk bernacam-macam reaksi termasuk ikatan kompleks dan kelat.
Berdasarkan kemampuannya dalam membentuk kompleks atau kelat dan fungsinya bagi tanaman, kation-kation dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu : (1) kation-kation yang esensial bagi tanaman tetapi tidak mampu membentuk ikatan koordinasi dengan ligan organik ( K+, Na+, Ca2+, Mg2+) (2) kation-kation yang esensial bagi tanaman dan mapu membentuk ikatan koordinasi dengan ligan organik, yaitu Cu2+, Zn2+, Mn2+, Fe2+, Fe3+, Co2+ dan (3) kation-kation yang belum diketahui fungsinya secara jelas bagi tanaman, tetapi dapat terakumulasi dan membentuk kompleks dengan senyawa organik, yaitu : Al3+, Ni2+, Pb2+, Cd2+, Hg2+ (Stevenson, 1982).
Pengaruh Derivat Asam Fenolat dan Karboksilat terhadap Tanaman
Dekomposisi bahan-bahan organik yang lebih banyak mengandung lignin menghasilkan senyawa-senyawa fenolat seperti p-kumarat dan p-hidroksibenzoat yang akan menghambat pemanjangan akar tanaman yang peka seperti gandum pada konsentrasi 1 dan 10 mg/liter, dan pada tanaman toleran seperti tebu pada konsentrasi 100 mg/liter. Asam-asam fenolat tersebut berpengaruh terhadap metabolisme IAA, baik menghambat atau menstimulasi aktivitas IAA oksidase. (Marschner, 1986)
16
Pengujian beberapa asam fenolat terhadap tanaman selada menunjukkan bahwa fenilasetat, 4-fenilbutirat, salisilat, benzoat dan o-hidroksifenilasetat menghambat pertumbuhan pada konsentrasi 25-50 ppm (Inderjit, 1996). Baziramakenga et al. (1997) juga melaporkan bahwa asam fenolat menghambat pertumbuhan tanaman dengan mengubah proses-proses metabolisme dan aktivitas beberapa enzim. Asam fenolat diserap akar tanaman, ditranslokasikan ke tanaman dan secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi fotosintesis, aktivitas fitohormon dan sintesis protein pada alga, ragi, sel tanaman dan potongan akar tanaman serta metabolisme DNA dan RNA pada kebanyakan tanaman.
Konsentrasi 0,25 mM asam hidroksibenzoat pada tanah gambut mempunyai pengaruh merusak pada padi dan gandum, sedangkan pada tanaman kedelai, tomat dan jagung pengaruh merusak terlihat pada konsentrasi yang lebih rendah yaitu 0,05 mM (Sabiham et al. 1997). Konsentrasi yang lebih tinggi akan menghambat penyerapan K, P, Cu dan Zn pada tanaman padi.
Penelitian pengaruh asam-asam fenolat terhadap sintesis asam nukleat dan protein akar tanaman kedelai dilakukan menggunakan radioisotop 32P dan 35S.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi 250 µM asam benzoat, p-hidroksibenzoat, vanilat, sinamat, p-kumarat dan ferulat menurunkan sintesis
asam nukleat pada DNA dan RNA, sedangkan sintesis protein menurun oleh asam-asam fenolat tersebut kecuali p-hidroksibenzoat dan p-kumarat. Pada 125 µM sintesis protein menurun oleh semua asam fenolat kecuali asam p-kumarat dan vanilat (Baziramakenga et al. 1997).
17
Danks et al (1975) melaporkan bahwa asam kumarat tidak berpengaruh terhadap perkecambahan tembakau, bunga matahari dan pigweed akan tetapi menurunkan nisbah tajuk-akar dan mengurangi laju pertukaran CO2 pada perkecambahan yang diikuti dengan penurunan laju fotosintesis dan pertumbuhan.
Sintesis Protein
Aluminium menghambat pertumbuhan akar tanaman. Hal tersebut dikarenakan Al berikatan dengan protein di dinding sel akar, Al menurunkan konduktivitas hidraulik dinding sel, menggantikan beberapa ion yang penting pada membran sel, berikatan dengan protein membran sehingga transpor hara terhambat. Aluminium juga mengintervensi metabolisme sel dengan cara mengganggu lintasan sekunder tanaman. Aluminium juga dapat masuk membran plasma sel akar dan berinteraksi dengan komponen sel seperti DNA, enzim, calmodulin, tubulin, ATP dan GTP (Emanuel dan Peter, 1995). Mekanisme toleransi internal meliputi pengomplekan Al oleh protein, kompartementasi Al di vakuola, pengkelatan Al oleh ligan di sitosol dan induksi sintesis protein tertentu (Pellet et al. 1996).
Sintesis protein dilakukan di ribosom dengan menggunakan rRNA sebagai katalisator pembentukan ikatan peptida. Terdapat 3 tahap sintesis protein, yaitu (1) tahap inisiasi (2) tahap pemanjangan dan (3) tahap terminasi (Taiz dan Zeiger, 1991).
18
mitokondria hanya menunjukkan penurunan 46%, sebaliknya ketersediaan N sebagai Rubisco turun hingga 78%. Hal ini mendukung penelitian tentang alokasi protein N untuk mempertahankan metabolisme tanaman di bawah kondisi cekaman (Dietz dan Harris, 1997).
Sintesis protein yang diinduksi oleh Al umumnya terjadi pada ujung akar. Ujung akar merupakan target toksisitas Al, yang akan berpengaruh terhadap proses pembelahan sel atau mitosis yang sangat aktif dan perlu untuk dilindungi. Sintesis protein baru akan terjadi bila ujung akar gandum ditempatkan pada kondisi Al (Basu et al. 1994;Marzuki, 1997).
Beberapa peneliti melaporkan bahwa akumulasi protein intraseluler (simplastik) pada sitoplasma meningkat pada tanaman gandum, selain itu juga terjadi perubahan pola polipeptida pada fraksi membran mikrosomal. Hasil penelitian Jan et al. (2001) juga menunjukkan bahwa pada varietas padi IR 45, Al menurunkan kandungan protein di sitoplasma dan meningkatkan ikatan kovalen pada dinding sel. Meningkatnya aktivitas peroksidase pada IR 45 menyebabkan kerusakan akar. Sementara pada varietas toleran (BG 35) kandungan protein sel dan aktivitas enzim tetap tidak berubah.
Pada tanaman gandum, perlakuan Al 100 µM menginduksi protein 51 kD pada membran mikrosomal ujung akar kultivar PT 741 (toleran Al), sementara pada kultivar Neepawa (peka Al) tidak terjadi sintesis protein baru (Basu et al., 1994). Pada kultivar Waalt (toleran Al) dan Warigal (peka Al) terjadi sintesis 5 protein baru. Protein tersebut diinduksi secara spesifik oleh Al (Picton et al. 1991).
19
Di lain pihak, keberadaan asam-asam fenolat juga bisa mempunyai pengaruh alelopati. Hasil penelitian Baziramakenga et al. (1997) menunjukkan bahwa beberapa asam fenolat dapat menurunkan penyerapan fosfat dan metionin serta akumulasi keduanya ke dalam asam nukleat dan protein pada akar kedelai. Penyerapan P direduksi oleh benzoat, sinamat, vanilat dan ferulat, akan tetapi meningkat dengan pemberian p-hidroksibenzoat dan p-kumarat. Sementara penyerapan metionin dihambat oleh benzoat, sinamat, ferulat dan vanilat dan meningkat oleh p-hidroksibenzoat dan p-kumarat.
Sekresi Asam-asam Organik
Cekaman aluminium meningkatkan konsentrasi asam-asam organik, gula dan asam amino pada akar tanaman gandum (Sorghum bicolor L. Moench) (Cambraia et al. 1983). Asam organik merupakan mekanisme toleransi terhadap aluminium. Beberapa tanaman mampu mendetoksifikasi aluminium di rizosfir dengan mengeluarkan asam organik yang mampu mengkelat aluminium. Pada tanaman gandum dan jagung, transpor asam organik keluar dari sel akar diperantarai oleh saluran anion yang terinduksi aluminium di plasma membran, sedangkan pada tanaman lain, termasuk pada spesies yang mengakumulasi alumunium di daun, detoksifikasi aluminium dilakukan secara internal dengan cara membentuk komplek dengan asam organik (Ma et al. 2001).
20
jagung toleran menyekresi sitrat dan malat, tetapi jumlah sitrat lebih banyak daripada malat. Lain halnya dengan tanaman peka, Al hanya menyekresikan sejumlah kecil sitrat (Pellet et al. 1996).
Agar asam organik dapat mendetoksifikasi Al di dalam rhizosfir, maka asam organik tersebut harus ditranspor dari sitosol ke apoplas. Pada pH sitoplasma yang mendekati netral, asam organik umumnya terdisosiasi dari protonnya dan muncul sebagai anion asam organik. Asam organik ini merupakan anion yang mungkin ditranspor ke luar sel akar (Li et al. 2000). Kapasitas detoksifikasi asam organik tergantung pada konstanta stabilitas komplek Al-asam organik. Konsentrasi asam sitrat yang sebanding dengan konsentrasi Al dapat mendetoksifikasi Al, tetapi asam oksalat memerlukan tiga kali lebih banyak dan asam malat 6-8 kali lebih banyak daripada Al (Ma et al. 1998).
Gambar 3. Pola sekresi asam organik ( Li et al. 2000)
21
22
ANALISIS SIFAT KIMIA TANAH MINERAL MASAM,
GAMBUT, AIR GAMBUT SERTA KANDUNGAN DERIVAT
ASAM FENOLAT DAN KARBOKSILAT GAMBUT DAN AIR
GAMBUT
Abstrak
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui sifat-sifat kimia tanah mineral masam, gambut dan air gambut, komposisi gambut dan air gambut dan kandungan derivat asam fenolat dan karboksilat gambut dan air gambut Berengbengkel Kalimantan Tengah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pH tanah mineral, gambut dan air gambut tergolong masam (4.6; 3.6 dan 3.72), P tersedia rendah, sedangkan kapasitas tukar kation masing-masing berkisar 22.90 me/100g dan 59.80 me/100g untuk tanah mineral dan gambut. Kandungan karbon gambut dan termasuk tinggi (46.80 % dan 53 mg C/liter), demikian juga dengan N total (3.13% dan 1.75 mg N/liter). Urutan unsur mikro gambut adalah Fe>Mn>Zn>Cu. Komposisi gambut lebih didominasi oleh lignin dan asam humat. Kandungan derivat asam fenolat total mencapai 3.05 ppm, sedangkan pada air gambut berkisar 12.72 ppm. Sementara itu, total asam karboksilat gambut 10 ppm dan untuk air gambut 24.56 ppm.
Kata kunci : sifat kimia, tanah mineral masam, gambut, air gambut, derivat asam fenolat dan karboksilat
Abstract
The objective of the research was to investigate the chemical properties of acid mineral soils, peat soils and dark peat water; the composition of peat and dark peat water of Berengbengkel, Central Kalimantan and their derivatives of phenolic and carboxylic of organic acids. The results showed that pH of acid mineral soils, peat and dark water peat was catagorized as low (4.6; 3.6 and 3.72) respectively, low phosphorus availability whereas cation exchange capacity value of those two kinds of soil were about 22.90 me/100g and 59.80 me/100g. Peat and dark peat water showed high organic carbon (46.15 % and 53 mg C/liter), and total nitrogen contents (3.13 % and 1.75 mg N/liter). Organic materials are commonly deficient in micronutrients. This is caused by the formation of organo-metalic compounds. The micronutrient orders had been found to be Fe>Mn>Zn>Cu. Peat soils had high lignin and low cellulose whereas lignin was not found in the dark peat water. The decomposition of organic matter under anaerobic condition produces various compounds, including phenolic and carboxylic acids. Total carboxylic acids in peat were 10 ppm and total phenolic acids were 3.05 ppm, whereas in the dark peat water there were 24.56 ppm of the total of carboxylic acids and 12.72 ppm of total phenolic acids.
23
Pendahuluan
Tanah masam menjadi faktor penghambat pertumbuhan tanaman karena (1) tingginya konsentrasi H+ sehingga dapat terjadi keracunan H+ (2) tingginya konsentrasi Al sehingga dapat terjadi keracunan Al (3) rendahnya konsentrasi kation pada unsur makro sehingga menimbulkan defisiensi Mg, Ca dan K (4) penurunan kelarutan P dan Mo (5) menyebabkan penghambatan pertumbuhan akar dan penyerapan air sehingga menyebabkan kekurangan unsur hara, cekaman kekeringan dan peningkatan pencucian unsur hara (Marschner, 1986).
Kesuburan gambut tergantung pada berbagai faktor yang mempengaruhi kualitas gambut yaitu 1) ketebalan lapisan gambut 2) komposisi tanaman penyusun gambut 3) tanah mineral yang terdapat di bawah lapisan gambut 4) kualitas air yang mempengaruhi pembentukannya dan 5) tingkat dekomposisi gambut (Widjaja Adhi, 1988).
Berdasarkan lokasi pembentukannya, tanah gambut dibedakan menjadi : (1) gambut pantai atau pasang surut, yaitu gambut yang dominan dipengaruhi oleh pasang surut air laut; (2) gambut pedalaman, yaitu gambut yang hanya dipengaruhi oleh air tawar/air hujan; (3) gambut peralihan (transisi), yaitu gambut yang terdapat di antara gambut pantai dan gambut pedalaman (Sabiham, 1988).
24
kering, sedangkan kandungan komponen lainnya, seperti selulosa, hemiselulosa, dan protein umumnya tidak melebihi 11%.
Penelitian ini bertujuan mempelajari status hara pada tanah mineral, gambut dan air gambut serta kandungan derivat asam fenolat dan karboksilat gambut dan air gambut. Analisis derivat asam fenolat dan karboksilat meliputi asam ferulat, p-kumarat, p-hidroksibenzoat, vanilat, siringat, sinapat, asetat, butirat, propionat, dan suksinat. Jenis-jenis tersebut ditetapkan berdasarkan bahwa asam-asam tersebut merupakan asam-asam yang dominan pada gambut.
Hasil analisis (Al-dd tanah mineral) serta kandungan derivat asam fenolat dan karboksilat gambut dan air gambut digunakan untuk menentukan konsentrasi aluminium dan konsentrasi derivat asam fenolat dan karboksilat pada penelitian pengaruh derivat asam fenolat dan karboksilat terhadap aluminium dan tanggap fisiologi tanaman lidah buaya terhadap Al dan derivat asam fenolat dan karboksilat.
Bahan dan Metode
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan dari bulan Januari–Juli 2006. Analisis sifat-sifat kimia tanah mineral masam, gambut dan air gambut dilakukan di Balai Penelitian Tanah Laladon. Analisis kandungan lignin dan selulase di Balai Penelitian Obat dan Aromatik Cimanggu, sedangkan analisis kandungan humat, fulvat dan derivat asam fenolat karboksilat di Balai Besar Pascapanen Cimanggu.
Pelaksanaan Penelitian
25
[image:43.792.111.716.117.450.2]
26
ditukar (Al-dd), basa-basa dapat ditukar, kandungan Fe, Mn, Cu, dan Zn total. Beberapa sifat kimia gambut yang dianalisis adalah pH H20 (1:2.5), C-organik, N total, P-tersedia, kapasitas tukar kation, kejenuhan basa, Al-dd, basa-basa dapat tukar, kandungan unsur mikro dan komposisi gambut yang meliputi persentase asam fulvat dan humat serta lignin dan selulosa. Selain itu, untuk air gambut yang dianalisis meliputi pH H2O, C-organik, N-total, P-total, Al-total. Basa-basa tersedia yang dianalisis meliputi K, Ca, Mg. Unsur mikro yang dianalisis terdiri dari Fe, Cu, Zn.
Analisis terhadap sifat-sifat kimia tanah mineral masam, gambut dan air gambut dilakukan menurut metode seperti pada Lampiran 1. Penetapan derivat asam fenolat dan karboksilat menggunakan High Performance Liquid Chromatography (HPLC) (metode Tsutsuki dan Ponamperuma, 1987) dimodifikasi (Lampiran 3). Penelitian ini dilakukan dengan dua ulangan, dan data yang ditampilkan merupakan rata-rata dari dua ulangan tersebut.
Hasil dan Pembahasan
Sifat kimia tanah mineral masam
pH, Al-dd, KTK dan KB. Hasil analisis sifat kimia tanah mineral masam, gambut dan air gambut disajikan pada Tabel 1, sedangkan kriteria penilaian sifat-sifat kimia tanah disajikan pada Lampiran 2.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanah mineral masam Gajrug yang digunakan dalam penelitian mempunyai nilai pH tergolong masam (4.6). Aluminium dapat ditukar tinggi (20.60 me/100g), kapasitas tukar kation tergolong sedang (22.90 me/100g) dan kejenuhan basa sangat rendah (13.67 %).
27
[image:45.612.138.510.302.702.2]kejenuhan basa tanah. Tanah dengan pH rendah umumnya mempunyai kejenuhan basa rendah, yang berarti komplek jerapan lebih banyak diisi oleh kation-kation asam yaitu Al3+ dan H+ dibandingkan kation-kation basa seperti Ca2+, Mg2+, K+ dan Na+. Kapasitas tukar kation menunjukkan kemampuan tanah menyerap dan menyediakan unsur hara bagi pertumbuhan tanaman. Tanah dengan KTK tinggi mampu menyerap dan menyediakan unsur hara lebih baik daripada tanah dengan KTK rendah, karena unsur-unsur hara yang berada pada komplek jerapan koloid tidak mudah hilang tercuci oleh air (Hardjowigeno, 1995).
Tabel 1. Sifat-sifat kimia tanah mineral masam, gambut dan air gambut
No. Sifat-sifat kimia
Tanah
mineral Gambut Air gambut
1. pH H20 (1 : 2.5) 4.6 3.6 3.72
2. C-organik 1.26 (%) 46.15 (%) 53 (mg C/liter) 3. N- total 0.15 (%) 3.13 (%) 1.75 (mg N/liter)
4. P-total 0.49 (ppm)
5. Al-total 0.61 (ppm)
6. C/N 8.4 14.74 30.3
7. P-tersedia 2.0 (ppm) 6.8 (ppm) 8. Al-dd 20.60 (me/100g) 6.82 (me/100g) 9. KTK 22.90 (me/100g) 59.80 (me/100g) 10. KB 13.67 (%) 38.67 (%)
Basa-basa
11. K-total 1.11 (ppm)
12. K-dd 0.10 (me/100g) 0.51 (me/100g)
13. Ca-total 0.25 (ppm)
14. Ca-dd 0.38 (me/100g) 6.40 (me/100g)
15. Mg-total 2.26 (ppm)
16. Mg-dd 2.02 (me/100g) 11.10 (me/100g) 17. Na-dd 0.56 (me/100g) 3.83 (me/100g)
Unsur Mikro
18. Fe-total 2779.33 (mg/100g) 3883.67 (mg/100g) 0.65 (ppm) 19. Mn-total 31.33 (mg/100g) 47.67 (mg/100g)
20. Cu-total 1 (mg/100g) 15.67 (mg/100g) 0.05 (ppm) 21. Zn-total 4.33 (mg/100g) 21.67 (mg/100g) 0.13 (ppm)
Komposisi Gambut
22. Asam fulvat 0.022 (%) 0.038 (%) 23. Asam Humat 0.083 (%) 0.104 (%)
24. Lignin 70.62 (%) tt
28
Kadar C-organik, N-total dan P-tersedia. Kandungan C-organik tanah mineral tergolong rendah (1.26 %), nitrogen total rendah ( 0.15 %) dan P tersedia juga sangat rendah (2 ppm). C-organik rendah menunjukkan bahwa tanah tersebut miskin bahan organik. Miskinnya bahan organik berpengaruh terhadap kandungan nitrogen karena salah satu sumber N adalah bahan organik tanah. Nisbah C/N<15 menunjukkan bahwa proses mineralisasi melampaui immobilisasi. Keberadaan P yang sangat rendah disebabkan oleh kemasaman tanah. Pada tanah masam ini banyak ditemukan ion-ion Al. Tabel 1 menunjukkan bahwa Al-dd sangat tinggi hingga mencapai 20.60 me/100g. Tingginya aluminium dalam tanah selain merupakan racun bagi tanaman juga dapat memfiksasi unsur P sehingga tidak tersedia bagi tanaman (Foth, 1988).
Kandungan unsur mikro. Unsur mikro mudah larut pada tanah dengan reaksi masam, sehingga terkadang dijumpai keberadaan unsur mikro yang terlalu banyak. Unsur mikro adalah unsur hara yang diperlukan tanaman dalam jumlah yang sangat kecil, sehingga menjadi racun bila terdapat dalam jumlah yang terlalu besar. Unsur mikro dari jenis ini adalah Fe, Mn, Zn, Cu dan Co (Hardjowigeno, 1995).
Dari hasil analisis menunjukkan bahwa kandungan Fe 2779.33 mg/100g, Mn total 31.33 mg/100g, Cu total 1.00 mg/100g dan Zn 4.33 mg/100g. Menurut Mengel dan Kirkby (1987) kandungan Fe dan Mn akan bersifak toksik apabila berada pada kisaran 300 – 1000 µg Fe /g dan 250 – 5300 Mn (ppm). Selain itu keberadaan Cu dan Zn tanah umumnya berkisar 5 – 50 ppm Cu dan 10 – 300 ppm Zn.
Sifat-sifat kimia, komposisi gambut dan air gambut
N-total C-organik, P-tersedia, komposisi gambut dan air gambut.
29
humat menunjukkan persentase yang lebih tinggi (0.083%) dibandingkan dengan asam fulvat (0.022%).
Tingginya C-organik gambut (46.15%) menunjukkan bahwa kandungan bahan mineral gambut tersebut sangat rendah. Hasil penelitian Salampak (1999) juga menunjukkan bahwa kandungan C-organik gambut Berengbengkel Kalimantan Tengah mencapai 57% dengan tingkat kematangan antara fibrik dan hemik. Tingginya C-organik juga diikuti dengan tingginya N-total gambut (3.13%). Nitrogen total adalah gambaran nitrogen dalam bentuk organik dan anorganik. Tingginya N-total gambut dikarenakan vegetasi penyusun gambut yang didominasi oleh kayu-kayuan. Tingginya N-total tidak diikuti dengan tingginya ketersediaan N bagi tanaman, yang dicerminkan oleh nisbah C/N yang tergolong sedang (14.74).
Kandungan P-tersedia gambut bervariasi menurut lokasi dan tingkat kematangan gambut. Gambut dengan tingkat kematangan fibrik mempunyai P-tersedia rendah, sedangkan pada tingkat kematangan hemik tergolong sedang, sementara gambut saprik mempunyai P-tersedia relatif tinggi. Pada penelitian ini P-tersedia tergolong sangat rendah (6.8 ppm). Hasil penelitian Salampak (1999) juga menyebutkan bahwa P-tersedia gambut Berengbengkel tergolong rendah (5.3 – 7 ppm).
Pada air gambut, C-organik sebesar 53 mg C/liter, N-total 1.75 mg N/liter dan P-total mencapai 0.49 ppm. Komposisi air gambut menunjukkan bahwa persentase asam humat juga lebih tinggi dibandingkan asam fulvat (0.104%), akan tetapi pada air gambut kandungan lignin tidak terukur.
Sumber utama karbon di perairan adalah aktivitas fotosintesis. Selain itu, fiksasi karbon oleh bakteri juga merupakan sumber karbon organik di perairan. Karbon organik total (Total Organic Carbon) (TOC) terdiri atas bahan organik terlarut atau (Dissolved Organic Carbon) (DOC) dan partikulat (Particulate Organic Carbon) (POC). Pada perairan rawa-rawa (swamp) nilai TOC dapat lebih dari 10 – 100 mg/liter (Effendi, 2003).
30
N-NH3 yang bersifat larut, dan nitrogen organik yang berupa partikulat yang tidak larut dalam air (Mackereth et al. 1989). Kadar amonia tinggi merupakan indikasi dari tingginya bahan organik yang ada dalam larutan tersebut atau pada perairan yang mengalami kondisi tanpa oksigen. Nitrat bersifat mudah larut dalam air dan bersifat stabil. Perairan oligotrofik memiliki kadar nitrat antara 0 – 1 mg/liter, perairan mesotrofik 1 – 5 mg/liter dan eutrofik 5 – 50 mg/liter (Effendi, 2003).
Pada Tabel 1 juga terlihat bahwa kandungan lignin gambut Berengbengkel tergolong tinggi (70.62 %). Kandungan lignin yang tinggi menunjukan bahwa bahan asal vegetasi gambut didominasi oleh vegetasi kayu-kayuan (Driesen, 1978). Kandungan selulosa relatif rendah dibandingkan lignin (7.65 %). Rendahnya kandungan selulosa menunjukkan bahwa bahan asal vegetasi gambut didominasi oleh kayu-kayuan bukan oleh rumput-rumputan. Driesen (1978) menyebutkan bahwa umumnya kandungan selulosa gambut tropika berkisar 0.2 – 10 %. Tingginya kandungan lignin juga berpengaruh terhadap tingginya kandungan asam humat daripada asam fulvat. Hipotesis Kononova (1961) dalam Tan, (1991) menyatakan bahwa paling tidak ada tiga tahap dasar yang terlibat dalam pembentukan asam humat : pembentukan satuan-satuan struktur dan dekomposisi jaringan tanaman, kondensasi dari satuan-satuan-satuan-satuan tersebut dan polimerisasi dari produk-produk kondensasi. Hasilnya adalah suatu sistem multikomponen yang disebut asam humat atau asam fulvat. Keduanya menunjukkan pola struktur yang mirip, tetapi dapat berbeda dalam komposisi struktur dan kimia.
Tidak terukurnya lignin pada air gambut berkaitan dengan rendahnya nilai POC dibandingkan DOC. Perbandingan nilai POC dan DOC adalah 1:10. Nilai POC pada air tanah sangat kecil atau bahkan tidak ada sama sekali. Nilai POC pada air laut berkisar antara 0.01 – 0.1 mg/liter sedangkan pada perairan danau berkisar antara 0.1 – 1.0 mg/liter (Effendi, 2003).
31
gambut menunjukkan nilai 0.61 ppm. Kapasitas tukar kation sangat tinggi (59.80 me/100 g), walaupun kejenuhan basa tergolong sedang (38.67%).
Nilai Al-dd gambut sedikit lebih tinggi dibandingkan hasil yang diperoleh Salampak (1999) yaitu sebesar 1.36 me/100g untuk gambut fibrik, 1.27 me/100 g untuk hemik dan 1.36 untuk tingkat dekomposisi saprik. Di perairan, aluminium termasuk dalam kelompok ion renik (trace). Nilai Al-total air gambut (0.61 ppm) mendekati rentangan nilai konsentrasi efektif aluminium untuk berbagai tumbuhan air. Konsentrasi efektif (EC50) aluminium terhadap mikro algae diatom Cyclotella meneghiniana adalah 0.81 mg/liter, Selenastrum capricornutum berkisar 0.46–0.99 mg/liter, tumbuhan air Myriophyllum spicatum dan Lemma minor berkisar antara 2.5 mg/liter - > 45.7 mg/liter, dan terhadap Moluska Anodonta grandis adalah 2.2 mg/liter (Moore, 1991).
Nilai KTK gambut menunjukkan nilai sangat tinggi (59.80 me/100g), sedangkan kejenuhan basa tergolong sedang (38.67 %). Tingginya kapasitas tukar kation pada gambut tidak mencerminkan kejenuhan basa yang tinggi, karena sebagian besar komplek jerapan didominasi oleh ion H.
Kandungan Mg-dd gambut tergolong tinggi (11.10 me/100g), Ca-dd sedang (6.40 me/100g), Na-dd sangat tinggi (3.83 me/100g) dan K-dd termasuk kriteria sedang (0.51 me/100g). Pada air gambut, nilai Mg-total adalah 2.26 ppm, Ca-total 0.25 ppm dan K-total 1.11 ppm.
Kandungan unsur mikro. Kandungan unsur-unsur mikro gambut dan air gambut total yang diekstrak dengan HNO3-HClO4 pekat disajikan pada Tabel 1. Pada gambut, ketersediaan unsur-unsur mikro seperti Fe, Mn, Cu dan Zn sangat rendah karena sebagian besar membentuk komplek dengan koloid organik. Koloid organik yang bermuatan negatif akan mengikat kation-kation sehingga terkoordinasi membentuk ikatan dalam bentuk komplek ataupun kelat, sehingga menyebabkan tidak tersedia bagi tanaman.
32
tanah memiliki konstanta kestabilan yang berbeda-beda. Pada pH 3.5 konstanta kestabilan Cu>Fe>Ni>Pb>Co>Zn>Mn>Mg, dan urutannya berubah dengan berubahnya pH. Kation-kation tersebut juga dapat bersaing atas ikatan dengan bahan pengkelat. Kation yang dapat membentuk kelat yang paling stabil pada suatu kondisi tertentu akan diikat. Kation bervalensi tiga sangat kuat dijerap oleh bahan organik daripada kation bervalensi satu dan dua (Tan, 1991).
Pada air gambut Fe total 0.65 ppm, Zn total 0.13 ppm dan Cu total 0.05 ppm. Di perairan, kadar besi (Fe2+) yang tinggi berkorelasi dengan kadar bahan organik yang tinggi atau kadar besi yang tinggi terdapat pada air