• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengelolaan Pulau Pulau Kecil untuk Pemanfaatan Ekowisata Berkelanjutan di Kecamatan Morotai Selatan dan Morotai di Kecamatan Morotai Selatan dan Morotai Selatan Barat, Kabupaten Pulau Morotai Provinsi Maluku Utar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengelolaan Pulau Pulau Kecil untuk Pemanfaatan Ekowisata Berkelanjutan di Kecamatan Morotai Selatan dan Morotai di Kecamatan Morotai Selatan dan Morotai Selatan Barat, Kabupaten Pulau Morotai Provinsi Maluku Utar"

Copied!
221
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENGELOLAAN PULAU-PULAU KECIL UNTUK

PEMANFAATAN EKOWISATA BERKELANJUTAN

DI KECAMATAN MOROTAI SELATAN DAN MOROTAI

SELATAN BARAT KABUPATEN PULAU MOROTAI

PROVINSI MALUKU UTARA

Oleh:

ABDURRACHMAN BAKSIR

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ii

PERNYATAAN MENGENAI

DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Pengelolaan pulau-pulau kecil untuk pemanfaatan ekowisata berkelanjutan di Kecamatan Morotai Selatan dan Morotai Selatan Barat, dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dalam karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir disertasi ini

Bogor, Januari 2010

(3)

iii

ABDURRACHMAN BAKSIR. Pengelolaan pulau-pulau kecil untuk pemanfaatan ekowisata berkelanjutan di Kecamatan Morotai Selatan dan Morotai Selatan Barat, Kabupaten Pulau Morotai Provinsi Maluku Utara. Dibimbing oleh FREDINAN YULIANDA sebagai ketua komisi pembimbing, DJAMAR T.F. LUMBANBATU dan M.F. RAHARDJO sebagai anggota komisi pembimbing.

Penelitian ini berlokasi di kawasan pulau-pulau kecil Kecamatan Morotai Selatan dan Morotai Selatan Barat bertujuan mengkaji daya dukung dan menyusun model konsep pengelolaan pulau-pulau kecil untuk pemanfaatan ekowisata agar dapat dilakukan secara berkelanjutan. Data dan informasi disusun secara partisipatif dengan menggunakan kuesioner dan survei lapangan. Metode analisis data terdiri dari analisis spasial dengan metode sistem informasi geografis dan analisis kesesuaian lahan, pendekatan pemodelan menggunakan software Stella 9.0.2.

Zonasi kawasan pulau-pulau kecil dengan kriteria ekologi, ekonomi, sosial dan kelembagaan, dapat dibagi atas tiga zona pengelolaan, yaitu zona inti dengan luas wilayah 1.618 ha, zona pemanfaatan dengan luas wilayah 12.412 ha, dan zona penyangga dengan luas wilayah 32.381 ha. Kesesuaian lahan untuk pemanfaatan ekowisata terdiri dari ekowisata pantai kategori wisata rekreasi, ekowisata bahari kategori wisata snorkling, wisata selam, dan wisata lamun. Wisata rekreasi panjang pantai 58.809 m dengan daya dukungnya 2.353 orang/hari, wisata snorkling luas kawasan yang dapat dimanfaatkan 226 ha dengan rata-rata persentase penutupan komunitas karang 42 % maka daya dukungnya 7.624 orang/hari, wisata selam luas kawasan yang dapat dimanfaatkan 1.248 ha dengan rata-rata persentase komunitas karang 40 % maka daya dukungnya 39.942 orang/hari, wisata lamun luas kawasannya 102 ha dengan rata-rata persentase tutupan lamun 58 % maka daya dukungnya 4.733 orang/hari. Penekanan model pengelolaan KP2K MS2B untuk ekowisata berkelanjutan pada pelestarian lingkungan ekologi kawasan pulau-pulau kecil dengan sasaran utamanya adalah gugus pulau-pulau kecil, terintegrasi dalam pola persentase laju pemanfaatan keanekaragaman hayati dan kealamian pulau yang diterapkan, jika lingkungan ekologi mengalami gangguan maka akan mempengaruhi keberlanjutan daya dukung dan dampaknya pada pendapatan wisata.

(4)

iv

ABDURRACHMAN BAKSIR. The Management of Small Island for Ecotourism Sustainable Used of South Morotai and South-West Morotai District, North Maluku Province. Under the supervision of FREDINAN YULIANDA, DJAMAR T.F. LUMBANBATU and M.F. RAHARDJO

This research was located in South Morotai and South-West Morotai District.The objectives of this researchis to study carrying capacity and to establish model concept management small islands for ecotourisms sustainable used. Data and information were collected in participative term by used a questioner and field survey. Analysis methods consist of spatial analysis used geographycal information system and suitable area analysis, for modelling used software Stella 9,02.

The small island areas zonation using ecology, economic, social and institution criterias could be divided into 3 management zones such as the center zone with of 1618 ha, used zone with widely of 12.412 ha, and buffer zone with widely of 32.381 ha. Whereas suitable area for ecotourism zone consist of coastal ecotourism for recreation tourism categories, marine ecotourism categories for snorcling tourism, marine ecotourism categories for diving tourism, marine ecotourism category for seagrass. Shore longs of recreation tourism 59.809 m with of carrying capacity is 2.353 person/day, snorcling tourism with widely area used 226 ha with percentage rate of coral cover community 42 % with of carrying capacity 7.624 person/day, diving tourism with widely area 1.248 ha with percentage rate of coral cover community 40% with of carrying capacity 39.942 person/day, seagrass tourism with widely area used 102 ha with percentage rate of seagrass cover 58 % with of carrying capacity 4.733 person/day. Management model KP2K MS2B for ecotourism sustainability base on environmental conservation of ecologycal small island with the primary point were archipelago small island, integration in percentage pattern of the diversity used rate and the naturalism of island, if the invironmental ecological was disturbed, it will influence the sustainability of carrying capacity and the ecotourisms demand will affected too.

(5)

v

Kawasan pulau-pulau kecil kecamatan Morotai Selatan dan Morotai Selatan Barat (KP2K MS2B) terdiri atas 23 pulau-pulau kecil yang tersebar dalam wilayah seluas 13.264 ha yang dikelilingi oleh laut dalam. Pulau-pulau kecil Morotai memiliki kekayaan, keanekaragaman sumberdaya alam berupa panorama pantai pasir putih, keindahan bawah laut (terumbu karang dan ikan hias), padang lamun, dan salah satu pulau kecil Zumzum pernah dijadikan sebagai markas pusat komando pasukan Amerika yang dipimpin oleh Jenderal Mac Arthur melawan Jepang dalam perang dunia II, yang menyimpan peralatan perang, antara lain: pistol, rangka pesawat, dan mobil perang. Kekayaan, keanekaragaman sumberdaya alam dan nilai historis dari KP2K MS2B yang unik tersebut dapat menimbulkan daya tarik untuk pariwisata. Salah satu konsep alternatif pengembangan wisata bahari saat ini adalah ekowisata (wisata alam) yang mengandalkan keaslian alam yang dapat memberikan manfaat ekonomi, ekologis dan sosial-budaya.

Potensi sumberdaya KP2K MS2B masih belum dimanfaatkan secara optimal bagi wisata bahari. Oleh karena itu hendaknya mempertimbangkan kesesuaian sumberdaya, penataan sistem zonasi, daya dukung dan pola pemanfaatan sumberdaya yang tepat, agar konsep pengelolaan tersebut dapat dikembangkan dalam suatu model pengelolaan pulau-pulau kecil yang sesuai dengan dinamika sumberdaya dan kebutuhan masyarakat.

Penelitian ini bertujuan mengkaji daya dukung kawasan pulau-pulau kecil untuk pemanfaatan ekowisata berkelanjutan dan menyusun model konsep pengelolaan kawasan pulau-pulau kecil kecamatan Morotai Selatan dan Morotai Selatan Barat untuk pemanfaatan ekowisata agar dapat dilakukan secara berkelanjutan. Dalam pelaksanaan penelitian, ruang lingkup penelitian adalah mendapat data dan informasi mengenai profil sumberdaya pulau-pulau kecil, keadaan perairan dan sosial ekonomi budaya yang dijadikan masukan data untuk membuat pemodelan pengelolaan kawasan pulau-pulau kecil untuk pengembangan ekowisata berkelanjutan.

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data profil sumberdaya pulau-pulau kecil, sosial ekonomi dan budaya melibatkan partisipasi masyarakat dilakukan dengan metode PRA (Participatory Rural Appraisal). Pendekatan partisipatif ini dilakukan dengan mengajak sebagian masyarakat/ stakeholder berbincang dalam diskusi kelompok terarah (focus group discussion). Analisis kesesuaian ekowisata menggunakan matriks kesesuaian sampai dengan pemetaan kelas lahan dilakukan dengan program pemetaan spasial dengan menggunakan ArcView 3.2, sedangkan model KP2K MS2B dianalisis dengan pendekatan pemodelan menggunakan software Stella 9.0.2 dibuat model dan mensimulasi faktor-faktor serta menduga kemungkinan di masa depan meliputi model lingkungan ekologi kawasan ekowisata dan model pendapatan kawasan ekowisata.

Hasil penelitian menunjukkan KP2K MS2B dibagi dalam tiga zona yaitu zona inti , zona pemanfaatan terbatas dan zona penyangga, pulau yang memiliki nilai tertinggi akan memiliki tingkat pengelolaan yang tinggi pula (beragam). Pulau Rao Utara dan Pulau Mitita masuk dalam zona inti karena memiliki nilai >70 %, Pulau Dodola, Rao Selatan, Galogalo dan Ngelengele masuk dalam zona pemanfaatan terbatas memiliki nilai 60 % - ≤ 70%, dan pulau Zumzum dan sekitarnya dan Pulau Ruberube sekitarnya masuk

(6)

vi

Daya dukung KP2K MS2B untuk ekowisata sangat ditentukan oleh luas area yang dapat dimanfaatkan dan persentase penutupan komunitas karang, untuk wisata rekreasi panjang pantai 59.809 m dengan daya dukungnya 2.353 orang/hari, wisata snorkling luas kawasan yang dapat dimanfaatkan 226 Ha dengan rata-rata persentase penutupan komunitas karang 42 % maka daya dukungnya 7.624 orang/hari, wisata selam luas kawasan yang dapat dimanfaatkan 1.248 ha dengan rata-rata persentase komunitas karang selam 40 % maka daya dukungnya 39.942 orang/hari, wisata lamun luas kawasannya 102 ha dengan rata-rata persentase tutupan lamun 58 % maka daya dukungnya 4.733 orang/hari.

Hasil simulasi skenario yang dikembangkan menghasilkan nilai prediksi ke depan untuk pengelolaan ekowisata berkelanjutan penekanannya pada pelestarian lingkungan ekologi kawasan pulau-pulau kecil dengan sasaran utamanya adalah gugus pulau-pulau kecil, terintegrasi dalam pola persentase laju pelestarian keanekaragaman hayati pulau dan kealamian pulau yang diterapkan. Apabila lingkungan ekologi mengalami gangguan maka akan mempengaruhi keberlanjutan daya dukung dan dampaknya pada pendapatan wisata.

(7)

vii

@ Hak Cipta Milik IPB Tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulisan ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(8)

viii

PENGELOLAAN PULAU-PULAU KECIL UNTUK

PEMANFAATAN EKOWISATA BERKELANJUTAN

DI KECAMATAN MOROTAI SELATAN DAN MOROTAI

SELATAN BARAT, KABUPATEN PULAU MOROTAI

PROVINSI MALUKU UTARA

Oleh:

ABDURRACHMAN BAKSIR

Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

Pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

ix

Judul Disertasi : Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Untuk Pemanfaatan Ekowisata Berkelanjutan Di Kecamatan Morotai Selatan dan Morotai Selatan Barat, Kabupaten Pulau Morotai, Provinsi Maluku Utara

Nama : ABDURRACHMAN BAKSIR

NRP : C261040071

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Program : Doktor (S3)

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Fredinan Yulianda. M.Sc Ketua

Prof.Dr. Ir. Djamar. T.F. Lumbanbatu. M.Agr Dr. Ir. M.F. Rahardjo, DEA

Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Pesisir dan Lautan

(10)

x

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan Rahmat dan KaruniaNya sehingga karya ilmiah ini dapat kami selesaikan. Disertasi ini berjudul “Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Untuk Pemanfaatan Ekowisata Berkelanjutan di Kecamatan Morotai Selatan dan Morotai Selatan Barat, Kabupaten Pulau Morotai, Provinsi Maluku Utara”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada program studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Dalam disertasi ini dikaji potensi ekowisata sumberdaya pulau-pulau kecil yang merupakan aset daerah yang harus dilindungi, untuk keberlanjutan ekowisata pulau-pulau kecil dibuat pemodelan untuk menduga hal-hal yang terjadi pada masa yang akan datang, aplikasinya lebih ditekankan pada daya dukung kawasan dalam upaya menjaga kelestarian sumberdaya pulau-pulau kecil yang dampaknya secara tidak langsung pada pendapatan kawasan wisata, ini semua sebagai acuan bagi siapa saja yang terlibat dalam proses pengeloloan pulau-pulau kecil.

Kami menyadari bahwa dalam disertasi ini masih banyak kekurangan, diharapkan baik kepada diri sendiri maupun pembaca disertasi ini dengan kelemahan tersebut dapat menjadi inspirasi dan motivasi untuk terus berkarya dan mengembangkan ilmu pengetahuan dikemudian hari. Semoga disertasi ini dapat bermanfaat bagi kita semua

Bogor, Januari 2010

(11)

xi

Puji Syukur kepada Allah SWT yang Maha Pengasih dan Penyayang karena kemurahanNya semata maka penulisan disertasi dapat diselesaikan. Merupakan suatu kebahagian dan kebanggaan bagi penulis, karena dalam penulisan disertasi ini banyak mendapat dukungan dan kerjasama yang baik dari berbagai pihak, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1 Komisi pembimbing yang diketuai oleh Bapak Dr. Ir. Fredinan Yulianda M.Sc dan Prof. Dr. Ir. Djamar. T.F. Lumbanbatu. M.Agr, dan Dr. Ir. M.F. Rahardjo, DEA sebagai anggota komisi pembimbing, atas segala bimbingan, arahan dan dukungan sehingga disertasi ini dapat diselesaikan.

2. Rektor Universitas Khairun, yang telah memberikan rekomendasi untuk melanjutkan studi Doktor pada pogram studi pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan IPB 3 Pimpinan dan staf pengajar program studi Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB yang

telah memberikan bekal ilmu dan pemahaman berkaitan dengan sumberdaya pesisir dan lautan.

4 Pusat Kajian dan Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB yang telah membantu dalam melakukan penelitian di kawasan pulau-pulau kecil Morotai .

5 Mitra Bahari - COREMAP II Ditjen Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, BPPS Dikti RI, Yayasan Maluku, Yayasan Damandiri, Pemerintah Daerah Provinsi Maluku Utara dan Walikota Kota Ternate atas santunan dana dalam membantu penulis ke arah penyelesaian studi. 6 Penghargaan juga disampaikan kepada kedua orang tua dan mertua: Ayahanda A.W

Baksir, Ibunda Aminah Alammarie (Alm) dan Kuraisin Kuilien, yang telah membesarkan dan mendidik serta selalu berdoa memberikan dorongan semangat, Istri (Irla Ammarie) dan anak-anak tercinta (Alifah (Alm) dan Ghifar), kakakku (Muh Irvan, Achmad Zuchry dan Nailah), seluruh keluarga besar Baksir- Ammarie serta teman-teman seangkatan 9 pada program studi SPL IPB dan teman-teman yang lain atas dukungan doa, kasih sayang, perhatian, dan dedikasinya selama studi.

(12)

xii

Penulis dilahirkan di Ternate sebagai anak bungsu dari pasangan A.W Baksir dan (Alm) Aminah Ammarie. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNSRAT Manado, lulus pada tahun 1994. Pada tahun 1997, penulis diterima pada Program Studi Ilmu Perairan pada Program Pascasarjana IPB dan menamatkannya pada tahun 1999. kesempatan untuk melanjutkan ke program Doktor pada program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan di Sekolah Pascasarjana IPB diperoleh pada tahun 2004. Beasiswa Pendidikan Pascasarjana (BPPS) diperoleh dari Departemen Pendidikan Nasional RI.

(13)
(14)

xiv 5.2 Kesesuaian Lahan Ekowisata Pulau-Pulau Kecil Kecamatan Morotai

Selatan dan Morotai Selatan Barat... 5.2.1 Kesesuaian Lahan Untuk Ekowisata Pantai Kategori Wisata Rekreasi... 5.2.2. Kesesuaian Lahan Untuk Ekowisata Bahari Kategori Wisata Snorkling, Wisata Selam dan Wisata Lamun.... ... 5.3 Daya Dukung KP2K MS2B Ekowisata Pantai Kategori Wisata

(15)

xv

5.5.2 Pembangunan Model... 5.5.3 Simulasi Skenario Dasar Pengambilan Kebijakan...

5.6 Arahan Pengelolaan Kawasan Pulau-Pulau Kecil Untuk

Pemanfaatan Ekowisata Berkelanjutan...

6 KESIMPULAN DAN SARAN... 6.1 Kesimpulan... 6.2. Saran...

DAFTAR PUSTAKA...

LAMPIRAN...

88 91

(16)

xvi

(17)

xvii

Kelompok Spesies, Jumlah Spesies, Jumlah Individu dan Populasi Dominan Ikan Karang Yang Ditemukan Di Terumbu Karang Kecamatan Morotai Dan Morotai Selatan Barat... Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin Di Kecamatan Morotai Selatan ... Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin Di Kecamatan Morotai Selatan Barat... Jumlah KK Menurut Mata Pencaharian Di Kecamatan Morotai Selatan... Jumlah KK Menurut Mata Pencaharian Di Kecamatan Morotai Selatan Barat... Nilai Persentase Kriteria Pengelolaan KP2K MS2B... Zona Inti, Zona Pemanfaatan Terbatas dan Zona Penyangga Kawasan Lindung Pulau-Pulau Kecil Kecamatan Morotai Selatan dan Morotai Selatan Barat... Kesesuaian Lahan Ekowisata Pantai Kategori Wisata Rekreasi, Ekowisata Bahari Kategori Wisata Snorkling, Wisata Selam, Dan Wisata Lamun KP2K MS2B... Daya Dukung Ekowisata Pantai Kategori Wisata Rekreasi, Ekowisata Bahari Kategori Wisata Snorkling, Wisata Selam, Dan Wisata Lamun ... Simulasi Skenario Kawasan Lindung Pulau Kecil...

(18)

xviii

Kerangka Pemikiran Pengelolaan Kawasan Pulau-Pulau Kecil Untuk Pemanfaatan Ekowisata Berkelanjutan... Kerangka Berkelanjutan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut di Pulau-Pulau Kecil……….. Interaksi Yang Tidak Terpisahkan Antara Pulau-Pulau Kecil……….. Model Minimal Konsep Wisata Berkelanjutan……….. Tahapan Analisis Sistem... .

Peta Lokasi Penelitian... Peta Stasiun Pengamatan, Pengambilan Contoh Air Laut dan Ekonomi Budaya... Proses Analisis Data... Proses Penyusunan Zonasi di Kawasan Pulau-Pulau Kecil Kecamatan Morotai Selatan dan Morotai Selatan Barat... Diagram Sebab Akibat (Causal Loop) Pengelolaan KP2K MS2B untuk ekowisata Berkelanjutan... Grafik Pasang Surut Hasil Pengukuran Selama 24 jam (25-26 Juni) di Perairan Morotai... Peta Kawasan Lindung KP2K MS2B………. Peta Kesesuaian Ekowisata di Posiposi Rao, Saminyamao dan Pantai Wayabula………...……….. Peta Kesesuaian Lahan Ekowisata Ekowisata Gugus Ngelengele dan Gugus Loleba……….………..…….... Peta Kesesuaian Ekowisata Gugus Dodola dan Zumzum………..… Model Global Keterkaitan Antar Sub Model...

(19)

xix

(20)
(21)
(22)
(23)

xxiii Nilai Beberapa Parameter Kualitas Air Laut Untuk Wisata Bahari... Nilai Beberapa Parameter Kualitas Air Sumur………...………. Nilai Beberapa Parameter Kualitas Air Sungai... Sebaran Seagrass Di Perairan Selatan Pulau Morotai, Halmahera 2005... Penilaian Kriteria Pengelolaan Kawasan Lindung Pulau-Pulau Kecil Morotai.. Peta Kesesuaian Untuk Ekowisata Pantai Kategori Wisata Rekreasi di Posiposi Rao, Saminyamao dan Pantai Wayabula………..……. Peta Kesesuaian Untuk Ekowisata Pantai Kategori Wisata Rekreasi Gugus Ngelengele dan Gugus Loleba………. Peta Kesesuaian Untuk Ekowisata Pantai Kategori Wisata Rekreasi Gugus Dodola dan Gugus Zumzum………. Peta Kesesuaian Untuk Ekowisata Bahari Kategori Wisata Snorkling di Posiposi Rao, Saminyamao dan Wayabula.………. Peta Kesesuaian Untuk Ekowisata Bahari Kategori Wisata Snorkling Gugus Ngelengele dan Gugus Loleba…………....………. Peta Kesesuaian Untuk Ekowisata Bahari Kategori Wisata Snorkling di Gugus Dodola dan Gugus Zumzum…….………. Peta Kesesuaian Untuk Ekowisata Bahari Kategori Wisata Selam di Posiposi Rao, Saminyamao dan Wayabula.……….

Peta Kesesuaian Untuk Ekowisata Bahari Kategori Wisata Selam Gugus Ngelengele dan Gugus Loleba………….………. Peta Kesesuaian Untuk Ekowisata Bahari Kategori Wisata Selam Gugus Dodola dan Gugus Zumzum.……….

(24)

xxiv 18

19 20

21

Ngelengele Besar, Loleba Besar dan Pesisir Pantai Wabula dan Daruba……… Peta Kesesuaian Untuk Ekowisata Bahari Kategori Wisata Lamun di Dodola Besar, Dodola Kecil, Zumzum dan Pesisir Pantai Daruba.………. Contoh Formulasi Simulasi Skenario KP2K MS2B………. Foto-Foto Ikan Karang yang Ditemukan di Perairan Morotai Selatan dan Morotai Selatan Barat... Panorama Pulau Kecil KP2K MS2B...

188

189 190

(25)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebagai suatu negara kepulauan terbesar didunia, Indonesia memiliki jumlah pulau-pulau kecil lebih dari 17.000 buah pulau, keberadaan pulau-pulau kecil tersebut sangat penting dalam pembangunan berkelanjutan, bukan saja karena jumlahnya yang banyak melainkan juga karena memiliki kawasan pesisir dan laut yang mengandung sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang sangat kaya (Clark 1996; Dahuri 2003; Bengen dan Retraubun 2006). Kekayaan dan keanekaragaman sumberdaya alam serta jasa-jasa lingkungan tersebut merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru yang dapat menunjang pembangunan ekonomi dan sosial secara berkelanjutan di pulau-pulau kecil apabila pengelolaannya dilakukan secara bijaksana dengan memperhatikan kapasitas daya dukung lingkungan.

Salah satu kawasan pulau-pulau kecil di Indonesia adalah kawasan pulau-pulau kecil Kecamatan Morotai Selatan dan Morotai Selatan Barat (KP2K MS2B) yang merupakan salah satu kawasan pulau-pulau kecil yang baru dimekarkan dari Kabupaten Halmahera Utara berdasarkan Undang Undang RI No 53 Tahun 2008 tentang pembentukan Kabupaten Pulau Morotai, maka secara administratif berubah nama menjadi Kabupaten Pulau Morotai, Provinsi Maluku Utara. Kawasan pulau-pulau kecil ini terdiri dari 23 pulau kecil, diantaranya ada sembilan pulau dihuni secara permanen oleh penduduk, sedangkan yang lainnya tidak berpenduduk.

(26)

Secara umum kawasan pulau-pulau kecil ini dikelilingi ekosistem terumbu karang pantai (fringing reef) dan terumbu karang penghalang (barrief reef) yang cukup luas. Selain itu juga, memiliki tipologi terumbu karang curam yang sangat cocok untuk wisata pantai (penyelaman dan dive-spot).

Kawasan pulau-pulau kecil ini juga menyimpan nilai historis, seperti pulau kecil Zumzum yang memiliki pantai pasir putih pernah dijadikan sebagai markas pusat komando pasukan Amerika yang dipimpin oleh Jenderal Mac Arthur melawan Jepang dalam perang dunia II, pulau ini menyimpan peralatan perang antara lain: Pistol, rangka pesawat, mobil perang. Dibagian Selatan dari ibukota Kecamatan Morotai Selatan terdapat peningggalan bekas perang dunia II Bandara Pitu di Daruba yang dibangun sebagai pangkalan militer Amerika pada saat itu, hingga saat ini sebagian masih dijadikan sebagai pangkalan TNI Angkatan Udara dengan tujuh landasan pacu masing-masing panjangnya 3 km, selain itu masih banyak pulau-pulau kecil lainnya yang memiliki obyek historis.

Kekayaan, keanekaragaman sumberdaya alam dan nilai historis dari KP2K MS2B yang unik tersebut dapat menimbulkan daya tarik untuk pariwisata. Peruntukan kegiatan pariwisata secara riil di lapangan merupakan kegiatan yang menjadi prioritas pengembangan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil di Kecamatan Morotai Selatan dan Morotai Selatan Barat, dengan berpedoman pada sumberdaya berupa keindahan alam, pasir putih, panorama dasar laut yang indah, serta sosial budaya masyarakat dapat dijadikan sebagai obyek yang menarik untuk dikelola.

(27)

konflik serta mempertahankan keutuhan budaya bagi masyarakat setempat (Fandeli 2000).

Oleh karena itu dalam penyusunan arahan pengembangan KP2K MS2B perlu dikembangkan suatu rencana pengelolaan dengan pendekatan ekowisata yang bisa mengakomodasi kepentingan berbagai pihak, yang bermuara pada kesejahteraan rakyat, keberlanjutan sumberdaya serta ekosistem pulau-pulau kecil. Harapan ini akan lebih realistis dan dapat dipertanggung jawabkan jika arahan pengembangan dan pengelolaan kawasan untuk ekowisata tersebut dikaji secara ilmiah, dengan tetap mempertimbangkan kebutuhan dan realitas dinamika masyarakat.

1.2 Perumusan Masalah

Sebagai kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil yang memiliki keindahan, keragaman sumberdaya hayati, nilai budaya dan sejarah maka KP2K MS2B ini berpotensi dijadikan sebagai suatu kawasan pariwisata alami, karena menyediakan sumberdaya alam yang produktif seperti terumbu karang karang, padang lamun, hutan mangrove, perikanan dan kawasan konservasi. Kawasan pulau-pulau kecil ini akan memberikan jasa lingkungan yang besar yang dapat menggerakkan industri pariwisata.

Keberadaan pulau-pulau kecil tersebut sebagai kawasan wisata alam tentunya sangat rentan terhadap segala bentuk kegiatan pemanfaatan sumberdaya seperti penggunaan bom dan sianida untuk penangkapan ikan, sehingga di beberapa kawasan pulau-pulau kecil terjadi kerusakan terumbu karang yang merupakan aset wisata alam. Benda-benda peninggalan sejarah perang dunia II seperti kapal ponton, bunker kesemuanya tinggal rangkanya, hal ini akan membawa perubahan pada ekosistemnya. Perubahan-perubahan tersebut akan berpengaruh pada kualitas lingkungan, apabila suatu bentuk pengelolaan yang tidak mengindahkan kaidah-kaidah keberlanjutan sumberdaya alam, maka akan terjadi perubahan-perubahan kualitas lingkungan di kawasan pulau-pulau kecil untuk ekowisata.

(28)

lain, dengan memperhatikan jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik dapat ditampung di kawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan manusia.

Untuk menggambarkan komponen-komponen yang terkait dalam pengelolaan pulau-pulau kecil untuk ekowisata, diperlukan suatu model pengelolaan pulau-pulau kecil untuk pemanfaatan ekowisata yang merupakan cerminan dari keadaan sebenarnya di alam, memberikan penjelasan terhadap komponen-komponen yang saling berinterkasi, sehingga membentuk suatu konsep model yang akan digunakan.sesuai dengan dinamika sumberdaya dan kebutuhan masyarakat

Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan yang ada dapat dirumuskan sebagai berikut:

1) Diperlukan kajian daya dukung pulau-pulau kecil untuk pengembangan ekowisata berkelanjutan

2) Konsep model pengelolaan pulau-pulau kecil diperlukan sebagai dasar pertimbangan untuk pemanfaatan ekowisata berkelanjutan

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan :

1) Mengkaji daya dukung kawasan pulau-pulau kecil untuk pemanfaatan ekowisata berkelanjutan

2) Menyusun model konsep pengelolaan kawasan pulau-pulau kecil kecamatan Morotai Selatan dan Morotai Selatan Barat untuk pemanfaatan ekowisata agar dapat dilakukan secara berkelanjutan.

1.4 Manfaat Penelitian

(29)

1.5 Kerangka Pemikiran

Kawasan pulau-pulau kecil Kecamatan Morotai Selatan dan Morotai Selatan Barat berpotensi untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata. Secara geostrategis kawasan pulau kecil ini terletak dari arah selatan pintu masuk ke pasifik dan dapat dijangkau dari berbagai belahan dunia seperti Asia, Eropa, Amerika dan Australia, dengan akses yang dimiliki berupa peninggalan bandara pesawat terbang pada zaman perang dunia II.

Kawasan pulau-pulau kecil ini memiliki kekayaan dan keanekaragaman sumberdaya alam dan nilai historis. Panorama pantai pasir putih hampir terdapat di seluruh di pulau-pulau kecil ini, sedangkan karakteristik budaya masyarakatnya merupakan perpaduan budaya adat Tobelo–Galela, yang sampai saat ini masih berkembang di masyarakat pulau Morotai adalah gotong royong. Jenis tarian seperti tide-tide, cakalele, denge-denge, bobaso, salumbe, tokuwela, yangere dan togal, adapun jenis musik tradisional meliputi musik bambu tiup, gala, bambu hitadi, jangere, upacara adat hibua lamo, adat perkawinan dan sejarah tona malangi.

Potensi yang dimiliki pulau-pulau kecil seperti letaknya yang sangat strategis, keindahan bawah laut (terumbu karang dan ikan hias), keanekaragaman hayati terumbu karang, ikan karang, panorama pulau, pasir putih, nilai historis, dan keanekaragaman suku dan budaya merupakan aset untuk pengembangan ekowisata. Namun setelah dicermati untuk dapat melestarikan potensi yang dimiliki pulau-pulau kecil dilakukan dengan penetapan zonasi kawasan konservasi KP2K MS2B, zonasi ditetapkan dengan maksud untuk mempermudah pengendalian, pemanfaatan dan pemeliharaan keberlanjutan sumberdaya pulau-pulau kecil.

Zonasi kawasan konservasi sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia No 27 tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil terdiri dari zona inti, zona pemanfaatan terbatas dan zona lain, yang secara obyektif menggunakan penerapan kriteria. Kriteria yang digunakan dikelompokkan atas kelompok kriteria ekologi, ekonomi, sosial dan kelembagaan (Salm et al. 2000).

(30)

pesisir, ekowisata dan perikanan tradisional, sedangkan zona lainnya merupakan zona diluar zona inti dan zona pemanfaatan terbatas karena fungsi dan kondisinya ditetapkan sebagai zona tertentu antara lain: zona rehabilitasi dan sebagainya (Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia nomor 17 tahun 2008 tentang kawasan konservasi di wilayah pulau-pulau kecil).

Berdasarkan hal tersebut disesuaikan dengan implementasi pengelolaaan KP2K MS2B maka zonasi kawasan pulau-pulau kecil dibagi atas tiga zona yaitu: zona inti, zona pemanfaatan terbatas dan zona penyangga (perpaduan dari zona pemanfaatan terbatas dan zona lainnya). Khusus untuk zona penyangga sifatnya lebih terbuka tetapi tetap dikontrol dan beberapa pemanfaatan masih diijinkan, zona ini ditujukan untuk menjaga kawasan konservasi dari berbagai aktivitas pemanfaatan yang dapat mengganggu , dan melindungi kawasan konservasi dari pengaruh eksternal (Bengen dan Retraubun 2006).

Zona yang telah ditetapkan disesuaikan dengan peruntukannya, sehingga zona pemanfaatan terbatas dan zona penyangga dijadikan sebagai penilaian kesesuaian lahan ekowisata dalam menentukan kawasan wisata rekreasi, snorkling, selam dan lamun. Dalam menunjang keberlanjutan kawasan wisata tersebut harus diketahui daya dukung kawasan ekowisata, karena mengarah pada pertimbangan bahwa betapapun besarnya daya tarik wisata suatu lokasi, secara ekologis tetap akan memiliki keterbatasan daya dukung, sehingga jumlah para wisatawan yang datang dalam suatu ruang dan waktu patut diperhitungkan.

(31)

Gambar 1 Kerangka Pemikiran Pengelolaan Kawasan Pulau-Pulau Kecil Untuk

(32)

1.6 Kebaruan

(33)

2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil

Secara umum pengelolaan diartikan sebagai suatu kegiatan yang mencakup perencanaan dan pengawasan, pengorganisasian, pelaksanaan dan evaluasi. Secara spesifik sebagai suatu kegiatan yang dilakukan untuk menentukan pelaksanaan suatu kegiatan berdasarkan tujuannya.

Banyak ahli berbeda pendapat tentang definisi pulau kecil. Ada yang menyatakan pulau kecil adalah pulau dengan ukuran <10.000 km2 (Diaz Arenas dan Febrillet Huertas 1986; Beller et al.1990), dipertegas dalam keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 41 tahun 2000 tantang pedoman umum pengelolaan pulau-pulau kecil yang berkelanjutan dan berbasis masyarakat menyebutkan bahwa pulau kecil adalah pulau yang ukuran luasnya <10.000 km2 dengan jumlah penduduk <200.000 jiwa, sedangkan menurut perundangan terbaru pulau kecil adalah pulau yang luas areanya ≤2.000 km2 (Peraturan Presiden No. 78 tahun 2005 tentang pengelolaan pulau terluar ; UU RI No. 27 tahun 2007).

Pengertian pengelolaan pulau-pulau kecil adalah suatu proses perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian sumberdaya pulau-pulau kecil yang luas areanya ≤ 2.000 km2, secara fungsional saling berinteraksi dari sisi ekologis, ekonomi, sosial budaya, baik secara individual maupun secara sinergis dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Dalam kaitannya dengan pengelolaan banyak faktor yang harus diperhatikan seperti: Pulau kecil secara fisik memiliki sumberdaya daratan (terestrial) yang sangat terbatas, habitatnya seringkali terisolasi dari habitat lain, area tangkapan air terbatas dan mempunyai lingkungan yang khusus dengan proporsi spesies endemik yang tinggi bila dibandingkan dengan pulau kontinen, secara ekologi memiliki kondisi yang sangat rentan, sehingga interaksi antara lahan dan perairan laut melalui proses hidrologis dan arus laut sebagaimana pergerakan biotanya, mempunyai karakteristik yang spesifik (Salm et al. 2000).

(34)

lepas pantai (coastal offshore zone); wilayah pantai (beach zone); (3) wilayah dataran rendah pesisir (coastal lowland zone); (4) wilayah pesisir pedalaman (inland zone). Selanjutnya dalam hubungannya dengan keterpaduan, pendekatan berbasis keberlanjutan sistem wilayah pesisir di pulau-pulau kecil menjadi syarat mutlak pengelolaan lingkungan wilayah pesisir di pulau-pulau kecil harus mempertimbangkan faktor keterpaduan antar komponen yang secara riel tidak dapat dipisahkan satu sama lain, yang akan menjadi tercapainya keberlanjutan pembangunan, pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Ilustrasi pengelolaan wilayah pesisir interkorelasi antar sub-wilayah dalam wilayah pesisir dan laut pulau-pulau kecil disajikan pada Gambar 2

Social Welfare

The Offshore Zone The Beach Zone

IMPLEMENTATION MONITORING

Environmental MANAGEMENT Economic Integrity Efficiency

The Island Zone The Low-Land Zone

Gambar 2 Kerangka Berkelanjutan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut di Pulau- Pulau Kecil (Debance 1999 dalam Adrianto 2004)

Kaitan dengan pengelolaan pulau-pulau kecil di Indonesia, menurut peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 20 tahun 2008 tantang pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya menyebutkan bahwa pulau dengan luas areanya ≤ 2.000 km2 kegiatan yang sesuai mencakup konservasi sumberdaya alam, budidaya laut, pariwisata bahari, usaha penangkapan ikan berkelanjutan, pendidikan dan penelitian, dan sebagainya. Dari penjelasan di atas, Cambers (1992) dalam Adrianto (2004) menyatakan bahwa strategi pengelolaan pulau-pulau kecil harus dapat mengkaitkan seluruh kegiatan dan pemangku kepentingan yang ada di pulau-pulau kecil, dengan menggunakan sistem yang terkoorganisasi. Selanjutnya dijelaskan sistem terkoordinasi yang dapat

• Process

• Interaction

• Activies

(35)

diidentifikasi dalam pulau-pulau kecil, paling tidak terdapat lima proses yaitu proses alam, proses sosial, proses ekonomi, perubahan iklim dan proses pertemuan antara daratan dan laut yang masing-masing merupakan komponen dalam sistem pulau-pulau kecil yang tidak bisa dipisahkan satu sama antara lain sistem lingkungan daratan, sistem lingkungan laut dan sistem aktivitas manusia (Gambar 3)

Terkait satu sama lain

Gambar 3 Interaksi Yang Tidak Terpisahkan Antar Komponen Pulau-Pulau Kecil (Debance 1999 dalam Adrianto 2004)

Dalam mengelola kawasan pulau-pulau kecil ketiga sistem ini saling terkait, tetapi yang paling utama memahami fungsi masing-masing sistem ini, sebagai contoh kawasan pulau-pulau kecil luas lingkungan lautnya lebih luas dari lingkungan daratannya untuk itu diperlukan suatu pemahaman peran lingkungan laut, aspek-aspek apa saja yang ada di dalamnya. Aspek-aspek yang dimaksud seperti terumbu karang, padang lamun dan mangrove, ketiga ekosistem ini memberikan sumbangan yang besar bagi kegunaan wilayah di pesisir dan pulau-pulau kecil

Moberg dan Folke (1999) menyatakan peran terumbu karang, khususnya terumbu karang tepi dan penghalang, berperan penting sebagai pelindung pantai dari hempasan ombak dari laut, lain itu mempunyai utama sebagai habitat (tempat tinggal), tempat mencari makan, tempat asuhan dan pembesaran, tempat pemijahan bagi flora dan biota yang hidup bagi di terumbu karang dan sekitarnya. Selanjutnya dijelaskan bahwa biota-biota ini ada yang beruaya ke ekosistem yang lain seperti lamun dan mangrove, lamun merupakan produsen detritus dan zat hara, sebagai tempat berlindung, mencari makan,

Lingkungan daratan

(36)

tumbuh besar bagi biota yang lain, sedangkan mangrove peredam gelombang, pelindung pantai, dan penghasil sejumlah besar detritus terutama berasal dari daun dahan pohon mangrove yang rontok, juga sebagai daerah asuhan, mencari makan, baik yang hidup di pantai maupun di lepas pantai.

Keadaan ini menunjukkan bahwa pengelolaan pembangunan pada kawasan tersebut apabila tidak terencana dengan baik dapat mengakibatkan dampak eksternal yang cukup nyata. Dengan demikian setiap konservasi atau eksploitasi yang dilakukan akan berdampak terhadap fungsi ekosistem lingkungan pulau-pulau kecil, dengan perkataan lain sesungguhnya pembangunan selalu membawa resiko lingkungan maupun sosial bagi pulau-pulau kecil. Oleh karena itu kajian mendasar yang intensif menduduki posisi penting dalam pengelolaan dan pengembangan sumberdaya pulau-pulau kecil (Kusumastanto 2000).

2.2 Pengertian dan Pengembangan Ekowisata Bahari

Istilah ecotourism diterjemahkan menjadi ekowisata, yaitu jenis pariwisata yang berwawasan lingkungan. Maksudnya melalui aktivitas yang berkaitan dengan alam dan lingkungan sehingga membuat orang tergugah untuk mencintai alam (Ziffer 1989; Young 1992; Valentine 1993; Scace 1993). Semua ini sering disebut dengan istilah “kembali ke alam”.

Pengertian ekowisata dari waktu ke waktu mengalami perkembangan. Namun pada hakekatnya pengertian ekowisata adalah suatu bentuk wisata yang bertanggungjawab terhadap kelestarian area yang masih alami, memberi manfaat secara ekonomi dan mempertahankan keutuhan budaya bagi masyarakat setempat (Ceballos-Lascurain 1991; Carter dan Lowman 1994; Honey 1999; Bjork 2000; Wunder 2000)

(37)

lingkungan. Ekowisata juga meminimalkan dampak negatif terhadap mutu dan kualitas keanekaragaman hayati yang disebabkan kegiatan wisata yang bersifat massal.

Ekowisata sesungguhnya adalah suatu perpaduan dari berbagai minat yang tumbuh berdasarkan keprihatinan lingkungan, ekonomi dan sosial. Akar dari ekowisata terletak pada pariwisata alam dan ruang terbuka. Jadi dengan kata lain ekowisata menggabungkan suatu komitmen yang kuat terhadap alam dan suatu rasa tanggung jawab sosial.

Dalam hubungannya dengan ekowisata di pulau-pulau kecil, seperti telah dijelaskan di atas wilayah pulau-pulau kecil dikelilingi oleh wilayah laut yang lebih luas dari daratannya, pengembangan ekowisata lebih mengarah kepada wisata bahari. Dengan demikian wisata bahari merupakan wisata yang lebih banyak dikembangkan di wilayah pulau-pulau kecil.

Konsep dan definisi tentang wisata bahari dikemukan para ahli seperti Hall (2001) membagi wisata atas dua bagian yaitu : wisata pesisir dan wisata bahari, wisata pesisir berhubungan dengan kegiatan leisure dan aktivitas rekreasi yang dilakukan di wilayah pesisir dan perairan lepas pantai, meliputi rekreasi menonton ikan paus dari pinggiran pantai, berperahu, memancing, snorkling dan menyelam, sedangkan wisata bahari berhubungan dengan wisata pantai tetapi lebih mengarah pada perairan laut dalam seperti: memancing di laut dalam dan berlayar dengan kapal pesiar.

Orams (1999) menyatakan bahwa wisata bahari merupakan suatu kegiatan rekreasi, dari satu tempat ke tempat lain dimana laut sebagai media tempat mereka, sedangkan Hidayat (2000) menyatakan bahwa wisata bahari merupakan kegiatan wisata yang menyangkut dengan laut seperti santai di pantai menikmati alam sekitar, berenang, berperahu, berselancar, ski air, menyelam dan berwisata ke alam laut (menikmati terumbu karang dan biota laut), obyek purbakala, kapal karam dan pesawat tenggelam, serta berburu ikan-ikan.

(38)

dekade pertengahan dekade 1980-an sampai tahun 1990-an, jumlah wisatawan mancanegara yang mengunjungi obyek wisata bahari pada akhir pelita VII diperkirakan sebesar 1,64 juta jiwa dengan pendapatan devisa sebesar $US 2,16 milyar.

Keadaan tersebut akan memberikan pendapatan devisa bagi negara yang cukup besar terutama kontribusinya pada perkembangan wisata bahari di tanah air. Dalam kasus-kasus tertentu dengan semakin meningkatnya pendapatan, karena meningkatnya jumlah wisatawan, tidak lagi memperhatikan aspek lingkungan ekologi maka akan merusak sumberdaya hayati. Beberapa kasus yang dilaporkan beberapa peneliti berhubungan dengan dampak dari wisatawan yang berkunjung ke suatu tempat wisata seperti: Hall (2001) melaporkan sejumlah dampak wisata terhadap lingkungan dan ekologi yang terjadi di pulau-pulau Pasifik (Tabel 1)

Tabel 1 Dampak Pariwisata Terhadap Lingkungan dan Ekologi Pada Pulau-Pulau Pasifik • Kerusakan habitat dan kerusakan ekosistem akibat :

- pembangunan lapangan golf

- pengelolaan kawasan wisata yang buruk sehingga flora dan fauna hilang - peledakan bom (merusakan sumberdaya pesisir laut)

- pembangunan jalan, runway, pelabuhan, areal parkir dan - penggunaan kapur di hotel-hotel

• Terganggunya air tanah

- pemakaian air tanah yang berlebihan oleh resort wisata - runoff akibat pengerukan pasir di daerah pesisir

• Diperkenalkannya spesies eksotik untuk wisata sehingga meningkatkan perburuan flora dan fauna pada suatu ekosistem sehingga dapat merusak:

- ekosistem mangrove

- ekosistem terumbu karang dan - ekosistem pasir

Sumber : Hall (2001)

(39)

Zakai et al. (2001) menggambarkan dampak dari pariwisata selam di terumbu karang Eilat bagian Utara Laut Merah dengan frekuensi menyelam lebih besar dari 250.000 per tahun dengan panjang garis pantai hanya12 Km, menyebabkan terumbu karang banyak yang rusak. Hal yang sama terjadi di taman laut Gilitungan Philipina, rekreasi menyelam dengan frekuensi menyelam sebanyak 25.925 pada tahun 2003 memberikan kekhawatiran akan rusaknya terumbu karang (Frederick et al. 2005)

Studi kasus yang lain di pulau-pulau Karibia, pariwisata bahari mempengaruhi sosial budaya masyarakat seperti pemindahan penduduk lokal dari tempat tinggal mereka di pinggiran pantai, sebelum pengembangan pariwisata di St Thomas, lebih dari 50 pantai merupakan tempat mereka, namun pada tahun 1970 hanya tinggal dua untuk mereka selebihnya untuk wisatawan (Orams 1999).

Kasus-kasus tersebut di atas merupakan dampak negatif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan wisata, tetapi ada juga dampak positif yang dapat dirasakan masyarakat, seperti keadaan ini telah dilakukan di pulau Nusa Lembongan yang merupakan pulau kecil di sebelah selatan pulau Bali. Kegiatan ekowisata yang dilakukan ternyata menambah pendapatan masyarakat dan masyarakat dilibatkan dalam kegiatan tersebut menjaga keletarian sumberdaya hayati (Yuanike 2003). Pengembangan pariwisata bahari di Kelurahan Pulau Kelapa Kecamatan Pulau Seribu Utara memberikan kontribusi pendapatan keluarga yang ikut serta dalam kegiatan pariwisata bahari rata-rata sebesar 99,56% (Rp 902.000.-) per bulan dari total pendapatan Rp 906.000.- (Aziz 2003).

(40)

2.3 Daya Dukung Ekowisata

Daya dukung ekowisata tergolong spesifik dan lebih berhubungan dengan daya dukung lingkungan (biofisik dan sosial) terhadap kegiatan pariwisata dan pengembangannya (McNeely 1994). Daya dukung ekowisata juga diartikan sebagai tingkat atau jumlah maksimum pengunjung yang dapat ditampung oleh sarana prasarana (infrastruktur) obyek wisata alam. Jika daya tampung sarana dan prasarana tersebut dilampaui, maka akan terjadi kemerosotan sumberdaya, kepuasaan pengunjung tidak terpenuhi, dan akan memberikan dampak merugikan terhadap masyarakat, ekonomi dan budaya (Ceballos-Lascurain 1991; Simon et al. 2004). Selanjutnya ditambahkan bahwa kapasitas sosial dan psikologi dari lingkungan ekowisata dapat mendukung aktivitas dan pengembangan ekowisata.

Beberapa komponen dasar yang mempengaruhi daya dukung ekowisata antara lain :

• Komponen Biofisik

Komponen biofisik yang mempengaruhi daya dukung terutama berkaitan erat dengan sumberdaya alam.

• Komponen Sosial Budaya

Perubahan sosial budaya pada masyarakat dapat sebagai dampak kegiatan ekowisata pada suatu tingkat tertentu. .

• Komponen Psikologi

Komponen psikologi dari daya dukung ekowisata lebih ditekankan pada jumlah maksimum pengunjung yang dapat ditampung oleh suatu area pada suatu waktu (Ceballos-Lascurain 1991)

• Komponen Manajerial

Daya dukung obyek wisata alam ditinjau dari komponen manajerial merupakan jumlah pengunjung maksimum yang masih dapat dikelola pada suatu area ekowisata (obyek wisata alam).

(41)

saat mengunjungi daerah tujuan wisata, musim dan regulasi yang ditetapkan berbeda-beda akan mempengaruhi analisis yang dilakukan.

Wearing dan Neil (1999) menyatakan bahwa dalam kaitannya dengan kegiatan wisata, diskusi tentang daya dukung lingkungan mempunyai tiga elemen yang harus diperhatikan, yakni sebagai berikut:

• Elemen ekologis, hal yang terkait dengan lingkungan alamiah destinasi wisata

• Sosiokultural, hal ini pada intinya terkait dengan dampak wisata terhadap populasi masyarakat setempat dan budayanya.

• Fasilitas yang berkaitan dengan kebutuhan wisatawan

Daya dukung bersifat tidak tetap atau dinamis, yaitu dapat berkurang oleh perilaku manusia maupun kerusakan alam serta juga dapat ditingkatkan melalui suatu perlakuan pengelolaan lingkungan secara benar dan terencana (Clark 1996). Daya dukung memberikan suatu pedoman bagi penyelenggaraan kegiatan pariwisata yang khususnya berkenaan dengan pentingnya pemeliharaan kualitas pembangunan yang berwawasan lingkungan.

Dengan demikian merencanakan kawasan wisata dengan mengindahkan daya dukung menjadi faktor yang penting untuk diperhatikan. Wearing dan Neil (1999) menyatakan bahwa dalam kaitannya dengan pembangunan sektor wisata, isu daya dukung lingkungan harus dimasukkan dalam isu-isu tataguna lahan. Salah satunya dengan penerapan sistem zonasi yang merupakan strategi yang dapat diterapkan untuk memenuhi daya dukung.

2.4 Konsep Ekowisata Berkelanjutan

(42)

Yudaswara (2004) menganalisa kebijakan pengembangan wisata bahari dalam pengelolaan pulau-pulau kecil secara berkelanjutan (studi kasus Pulau Menjangan Kabupaten Buleleng- Bali), ternyata kawasan pariwisata berkelanjutan terpilih menjadi skenario yang optimal bagi pengelolaan kawasan Pulau Menjangan. Di gugus pulau Kelurahan Pulau Kelapa Kecamatan Kepulauan Pulau Seribu masyarakat memiliki kegiatan ekonomi yang sangat terkait dengan sumberdaya alam yakni perikanan dan pariwisata, masyarakat yang terlibat kegiatan pariwisata memiliki pendapatan yang lebih baik (Ruyani 2003).

Tosun (2001) menyatakan bahwa pembangunan berkelanjutan merupakan suatu konsep untuk menjembatani pembangunan kawasan tanpa harus mengorbankan keanekaragaman hayati. Konsep pembangunan berkelanjutan banyak didasari oleh adanya fakta bahwa penggunaan keanekaragaman hayati pada faktanya cenderung mengarah kepada perilaku eksploitasi (Dymond 1997). Konsep ini menyarankan adanya penggunaan sumber daya alam yang berkelanjutan antar generasi.

Secara teoritis konsep wisata berkelanjutan dinyatakan oleh Casagrandi dan Rinaldi (2002) bahwa keberlanjutan wisata pulau-pulau kecil mengikuti ”model minimalis” tergantung dari tiga aspek tiga komponen utama yaitu : kondisi lingkungan (E= Environmental ); Investasi (C=Capital); dan Wisata (T= Tourism). Ketiga komponen ini saling terkait (Gambar 4). Selanjutnya dijelaskan, wisatawan akan berkunjung apabila lingkungannya baik, tetapi dengan bertambahnya wisatawan melebih daya dukung akan memperburuk lingkungan, dan akan berakibat pada kapital, sebaliknya wisatawan yang banyak akan menambah kapital, dan kapital ini bisa dikembalikan untuk perbaikan lingkungan

Gambar 4 Model Minimal Konsep Wisata Berkelanjutan (Casagrandi dan Rinaldi 2002)

Turism Sub Sistem T = Tourist Vector

C = Capital Vector

E = Environment Vector

Abstract Model of Tourism

(43)

Ada hal menarik berhubungan dengan wisata berkelanjutan yaitu destinasi berkelanjutan. Sampai saat ini, tidak ada sebuah definisi yang baku tentang apa yang disebut sebagai destinasi wisata berkelanjutan, karena destinasi wisata bersifat unik (Lee 2001; Ryhannen 2001). Demikian juga kriteria untuk merujuk kepada destinasi berkelanjutan sangat beragam, tergantung kepada skema-skema atau cara yang dipakai untuk mendefinisikan destinasi berkelanjutan. Namun, Mc Minn (1997) mengusulkan bahwa daya dukung lingkungan merupakan salah satu alat yang dapat dipakai untuk mengukur, sejauh mana sebuah destinasi bisa berkelanjutan.

Fennel dan Eagles (1990) menyarankan adanya enam prinsip penting yang harus dipenuhi oleh pengunjung dalam penyelenggaraan ekowisata berkaitan dengan keberlangsungan destinasi, yakni sebagai berikut : 1) Semaksimal mungkin berusaha meniadakan dampak negatif dari kehadiran mereka terhadap lingkungan destinasi wisata dan penduduk lokal. 2) Melakukan perjalanan wisata ini dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman terhadap alam dan keunikan lokal. 3) Ikut membantu memaksimal partisipasi awal dan jangka panjang dari masyarakat lokal,

dalam proses pembuatan keputusan yang menyangkut penyelenggaraan ekowisata. 4) Selayaknya, pengunjung memberikan kontribusi terhadap usaha-usaha konservasi

daerah yang dilindungi. 5) Memberikan keuntungan ekonomi dibandingkan sekadar mengalihkan masyarakat setempat dari pekerjaan tradisional mereka. 6) Membuka peluang bagi mahasiswa masyarakat lokal dan pekerja wisata, untuk memanfaatkan keindahan sumberdaya alam.

(44)

2.5 Pemodelan

Banyak ahli mendefenisikan model: Jorgensen (1988); Hall and Day (1997); (Suryani 2006); (Hartrisari 2007) menyatakan bahwa model merupakan gambaran (abstraksi) penyederhanaan dari suatu sistem ataupun keadaan yang sebenarnya. Sistem adalah sekelompok komponen yang beroperasi secara bersama-sama untuk mencapai tujuan tertentu dan terorganisasi dalam rangka mencapai suatu tujuan atau gugus tertentu (Forrester 1968; Jeffer 1978; Grant et al. 1997; Aminullah dan Muhammadi 2001; Eriyatno 2003; Hartrisari 2007).

Karena sistem sangat kompleks, tidak mungkin membuat model yang dapat menggambarkan seluruh proses yang terjadi dalam sistem, untuk itu model disusun dan digunakan untuk memudahkan dalam pengkajian sistem karena sulit dan hampir tidak mungkin untuk bekerja pada keadaan yang sebenarnya. Oleh sebab itu, model hanya memperhitungkan beberapa faktor dalam sistem dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Pembuat model ingin tahu lebih banyak mengenai struktur dan perilaku alam, baik pada saat ini maupun di masa datang dengan pemodelan. Hannon dan Ruth (1994); Suryani (2006); Hartrisari (2007) menyatakan bahwa pemodelan adalah berfikir dengan mengikuti sekuen logis, secara berstruktur, proses yang kreatif, tidak linier, menampilkan kembali, pembentukan model dari sistem tersebut dengan menggunakan bahasa formal tertentu, dan hasil proses tersebut adalah model. Pemodelan yang efektif merupakan keterkaitan antara dunia nyata sehingga tujuan model sebagai penyederhanaan sistem akan tercapai. Model disusun untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

(45)

Gambar 5. Tahapan Analisis Sistem (Eriyatno 2003)

Selanjutnya dijelaskan tahapan-tahapan dalam pendekatan sistem sebagai berikut

• Analisis kebutuhan

Analisis kebutuhan merupakan tahap awal dari pengkajian suatu sistem. Pada tahap ini diidentifikasi kebutuhan-kebutuhan dari masing-masing pelaku sistem, setiap pelaku sistem memiliki kebutuhan yang berbeda-beda yang dapat mempengaruhi kerja sistem,

• Formulasi kebutuhan merupakan hal yang penting harus dikenali apakah kontradiktif atau sejalan, kebtuhan yang sinergis bagi semua pelaku sistem tidak akan menimbulkan permasalahan untuk pencapaian tujuan sistem karena semua pelaku menginginkan kebutuhan tersebut.

• Identifikasi sistem

Pada tahap ini harus dikenali hubungan antara pernyataan hubungan dengan pernyataan masalah, salah satunya diagram lingkar sebab akibat (causal loop diagram) atau diagram input-output (black box diagram)

Sedangkan Grant et al., (1997) menyatakan bahwa ada empat tahap dalam sistem analisis yaitu:

• Perumusan Model Konseptual

(46)

tersebut digambarkan dengan menggunakan simbol-simbol yang diindikasikan menyerupai keadaan sebenarnya di lapangan

• Spesifikasi Model Kuantitatif

Tujuan tahap ini adalah untuk mengembangkan model kuantitatif dan sistem yang diinginkan. Pembentukan model kuantitatif ini dilakukan dengan memberikan nilai kuantitatif terhadap masing-masing nilai variabel dan menterjemahkan setiap hubungan antar variabel dan komponen penyusun model sistem tersebut ke dalam persamaan matematik sehingga dapat diopreasikan melalui program simulasi

• Evaluasi Model

Tujuan tahap ini, mengevaluasi model dilakukan untuk mengetahui manfaat model terhadap tujuan pemodelan yang diharapkan, dalam beberapa hal, tahap ini disebut juga sebagai validasi model dimana seringkali dilakukan dengan membandingkan prediksi model dengan kondisi nyata, pada tahap ini juga lebih ditekankan pada analisis terhadap perilaku komponen dan hasilnya terhadap tujuan pemodelan

• Penggunaan Model

Tahap ini merupakan akhir tahapan analisis sistem dimana kita menjawab pertanyaan yang diidentifikasi pada saat mendisain analisis sistem. Hal ini mencakup analisis, interpretasi, dan prosedur komunikasi hasil simulasi.

Sesudah membuat model, maka langkah selanjutnya untuk menentukan keputusan yang diambil berhubungan dengan model yang dibuat adalah dengan simulasi. Eriyatno (2003) dan Suryani (2006): menyatakan bahwa simulasi adalah suatu aktitivitas dimana pengkaji dapat menarik kesimpulan-kesimpulan tentang perilaku dari suatu sistem, melalui penelaahan perilaku model yang selaras, dimana hubungan sebab akibatnya sama dengan atau seperti yang ada pada sistem yang sebenarnya.

2.6 Penelitian Pemodelan Pulau Kecil

(47)

yang ada, sebagai contoh: Brander and Taylor (1998) mengadakan penelitian di Pulau Easter dengan menggambarkan keadaan sumberdaya terbarukan dan dinamika sumberdaya manusia, dilanjutkan oleh Matsumoto (2001) dengan melihat populasi penduduk dan degradasi sumberdaya yang cepat.

Di Indonesia penelitian yang berhubungan dengan pemodelan pulau kecil sudah mulai dilakukan, seperti : Maanema (2003) membangun model pariwisata dan model budidaya laut untuk pemanfaatan pulau-pulau kecil studi kasus Gugus Pulau Pari Kepulauan Seribu, Susilo (2003) membangun model ekonomi-ekologis studi kasus kelurahan Pulau Panggang dan Pari Kepulauan Seribu, Ola (2004) membangun model ekologi, budaya dan ekonomi di Kepulauan Wakatobi dan Parwinia (2007) pemodelan ko eksestensi pariwisata dan perikanan di Selat Lembe Sulawesi Utara.

Berikut ini adalah gambaran umum penelitian pulau kecil yang berhubungan dengan pemodelan (Tabel 2)

Tabel 2 Penelitian Pemodelan Pulau Kecil

Peneliti Judul penelitian Gambaran umum penelitian

• Brander JA

Economi Dynamic Model for Small Island

Model Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil (Studi Kasus di Gugus Pulau Pari Kepulauan Seribu)

Suatu model ekuilibrium umum sumber daya terbarukan dan dinamika populasi manusia. Mengatasi masalah tersebut dengan membangun model formal yang menghubungkan dinamika populasi dan dinamika sumber daya terbarukan.

Secara teoritis kebanyakan pulau-pulau di Pasifik mengikuti pola evolusi yang sama seperti dinamika pertumbuhan populasi penduduk yang cepat dan degradasi sumberdaya. Kasus Pulau Easter sekitar abad 4 dan pertengahan abad ke-18 yang mengindikasikan bahwa model ekonomi menghubungkan dinamika sumberdaya dan dinamika populasi penduduk sehingga dapat dikatakan evolusi sejarah masa lalu di pulau-pulau kecil merupakan pertumbuhan keberlanjutan ekonomi dunia.

(48)

• Susilo SB. kecil studi kasus kelurahan Pulau Panggang dan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta pariwisata dan perikanan: Analisis konvergensi-divergensi (KODI) di selat Lembeh Sulawesi Utara

Menilai keberlanjutan pulau-pulau kecil di Kelurahan Pulau Panggang dan di Kelurahan Pulau Pari, melalui penyusunan indeks dan status keberlanjutan pembangunan pulau-pulau kecil dan analisis keseimbangan ekonomi ekologis serta mendeterminasi tingkat kemajuan maupun ketertintinggalan atribut-atribut aspek pembangunan di daerah studi serta membuat evaluasi dinamika variabel ekonomi dan ekologi untuk memudahkan perencanaan pembangunan selanjutnya agar sesuai dengan kriteria pembangunan yang berkelanjutan, pada tahapan pembuatan model ekonomi-ekologis dilihat hubungan antara atribut ekonomi (tenaga kerja) dan atribut ekologis (biomas, x)

Menjabarkan model pengelolaan pulau-pulau kecil dalam rangka pengembangan wilayah dengan melihat sumberdaya alam lautan dan daratan pulau-pulau kecil di kepulauan Waktobi dikaji dalam 3 aspek yaitu aspek ekologi, budaya dan ekonomi. Aspek ekologi ; pemanfaatan ekosistem mangrove untuk pemukiman penduduk oleh masyarakat dampaknya terhadap penurunan biomassa kepiting pada lingkungan mangrove, penurunan ikan Belanak pada lingkungan lamun, dan ikan Kerapu pada lingkungan terumbu karang. Aspek Budaya ; pemanfaatan ekosistem terumbu karang untuk fondasi rumah dampaknya terhadap degradasi terumbu karang dan penurunan biomassa ikan Kerapu. Aspek ekonomi; kontribusi sektor-sektor dalam pengelolaan wilayah kepulauan Wakatobi. Melakukan analisis komparatif nilai ekonomi antara wisata, konservasi dan kegiatan perikanan, menganalisis skenario perubahan nilai ekonomi pada suatu kawasan konservasi jika harus ko-eksis dengan kegiatan perikanan, juga menganalisis pola konvergensi/ divergensi antara wisata dan perikanan di daerah konservasi.

(49)

3

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kawasan pulau-pulau kecil Kecamatan Morotai Selatan dan Morotai Selatan Barat (KP2K MS2B) Kabupaten Pulau Morotai, Provinsi Maluku Utara yang terdiri dari 23 pulau. Penelitian berlangsung pada bulan Mei 2006 sampai Mei 2007. KP2K MS2B terletak antara 1056’LU - 2025’LU dan 128010’ BT - 128025’ (Gambar 6).

(50)

3.2 Metode Pengumpulan Data Penelitian

Pengumpulan data untuk KP2K MS2B dilakukan melalui pengumpulan data primer dan data sekunder. Data primer (biofisik dan sosial ekonomi budaya) diperoleh secara langsung di lapangan dengan menerapkan metode transek, pencatatan langsung, dan wawancara melalui kuesioner kepada responden, untuk profil sumberdaya pulau-pulau kecil, sosial ekonomi dan budaya melibatkan partisipasi masyarakat dilakukan dengan metode PRA (Participatory Rural Appraisal) yaitu pendekatan partisipatif dilakukan dengan mengajak sebagian masyarakat/stakeholder berbincang dalam diskusi kelompok terarah (focus group discussion).

Data sekunder diperoleh melalui menerapkan metode penelurusan informasi yang terdokumentasi di berbagai lembaga, pemerintah dan masyarakat. Jenis data metode pengumpulan dan sumber pengambilan data baik data primer dan sekunder disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Jenis, Tehnik, dan Sumber Pengambilan Data Penelitian

Jenis Data Tehnik Pengambilan Data Sumber Data

Data Primer

• Profil sumberdaya pulau-pulau kecil: - Terumbu karang

• Profil pantai dan perairan

• Keadaan Perairan

(mata pencaharian, tingkat pendapatan dan pengeluaran, sarana dan prasarana. - Budaya

(asal mula penduduk sistem mata pencaharian, sistem nilai-nilai yang berkembang di masyarakat, agama, kerajinan tradisional, dan kesenian

Data Sekunder

(Kependudukan, batas wilayah, monografi desa, data yang terkait hasil-hasil penelitian wilayah tersebut, padang lamun, ikan karang, terumbu karang)

Pengamatan/pengukuran langsung

Line intercept transeck

Analisa citra + Sistem informasi geografis (SIG)

Botol sampel

Botol sampel

(51)

Pengambilan data terumbu karang dan pengambilan contoh kualitas air laut dilakukan pada stasiun yang ditetapkan (Gambar 7). Penentuan stasiun penelitian dilakukan secara purposive sampling mewakili seluruh lokasi penelitian.

(52)

Stasiun penyelaman seperti pada Gambar 7 terdiri dari 15 stasiun pengamatan, 7 stasiun merupakan stasiun penyelaman secara langsung (data primer) dan tidak langsung 8 stasiun (data sekunder) (Tabel 4).

Tabel 4 Stasiun Penyelaman

Stasiun Penyelaman Posisi Geografis Keterangan

• Secara langsung (Primer)

Saminyamao 2017'24" LU dan 1220 9'36" BT No 3

Wayabula 2016'48" LU dan 1280 13'12" BT No 4

Burung 2013'12" LU dan 1280 12'36" BT No 5

Loleba Kecil 2018'36" LU dan 1280 13'12" BT No 10

Dodola Besar 2004'48" LU dan 1280 11'24" BT No 12

Mitita 1058'12" LU dan 1280 13'48" BT No 16

• Tidak langsung (Sekunder)

Selat Rao 2017'54" LU dan 1280 11'11" BT No 2

Tanjung Tiley 2013'12" LU dan 1280 14'24" BT No 7

Ngelengele Besar 2012'32" LU dan 1280 11'10" BT No 6 Ngelengele Kecil 2010'48" LU dan 128012'36" BT No 8

Loleba Besar 208'36" LU dan 1280 13'28" BT No 9

Galogalo Besar 207'48" LU dan 1280 11'60" BT No 11

Dodola Kecil 2016'48" LU dan 1280 13'12" BT No 13

Kolorai 203'35" LU dan 128012'45" BT No 14

Stasiun pengambilan contoh kualitas air laut terdiri dari 5 stasiun seperti pada Tabel 5

Tabel 5 Stasiun Pengambilan Contoh Air Laut

Stasiun Pengambilan Contoh Air Laut Posisi Geografis Keterangan

Posiposi Rao 2018'36" LU dan 1280 10'48" BT No 1

Burung 2013'12" LU dan 1280 12'36" BT) No 5

Loleba Kecil 2018'36" LU dan 1280 13'12" BT No 10

Dodola Besar 2004'48" LU dan 1280 11'24" BT No 12

Pelabuhan 2002'60" LU dan 1280 17'24" BT No 15

Stasiun pengambilan contoh air sumur, air sungai, dan data sosial, ekonomi budaya, terletak di daerah sekitar Daruba (ibukota kecamatan Morotai Selatan) dan Wayabula (ibukota kecamatan Morotai Selatan Barat)

(53)

1 x100%

Untuk mengetahui kualitas air laut, pengukuran dilakukan secara langsung dan tidak langsung di lapangan. Contoh air laut diambil menggunakan wadah botol plastik dan botol gelas pada stasiun yang telah ditentukan kemudian sampel air laut diawetkan dengan cara dimasukkan kedalam kotak pendingin untuk selanjutnya dianalisis di laboratorium, begitu pula dengan kualitas air sumur, dan air sungai. Parameter kualitas air laut, air sumur dan air sungai tertera pada Tabel 6, Tabel 7, dan Tabel 8.

Tabel 6 Parameter dan Metode Kualitas Air Laut Untuk Wisata Bahari

Parameter Metode/Alat

Fisika:

Warna Kolorimetrik

Bau --

Kecerahan *) Secchi disc

Padatan Tersuspensi Gravimetrik

Suhu *) Termometer

Sianida (CN) Spektrofotometer

Sulfida (H2S) spektofotometer

Minyak dan Lemak Gravimetrik

Fenol Amino Antiferin

Surfaktan (MBAS) Metelin Blue

Logam Berat:

Raksa (Hg) Spektrofotometer

(54)

Tabel 7 Parameter, Metode Kualitas Air Sumur

Padatan terlarut (TDS) Gravimetrik

Bau --

Chlorida (Cl) Titrimetrik-Perak Nitrat

Nilai Permanganat (TOM) Titrimetrik- KMNO4

Nitrat (NO3-N) Brusin Sulfat-Spektrofotometer

Nitrit (NO2-N) Colorimetric-Spektrofotometer

Sulfat (SO4) Spektrofotometer

Besi (Fe) Spektorofotometer

Barium (Ba) AAS

Arsen (As) Spektrofotometer

Cyanida (CN) Spektrofotometer

Chrom hexavalen (Cr6+) AAS

3.3 Responden dan Focus Group Discussion (FGD)

(55)

Tabel 8 Parameter, Metode Kualitas Air Sungai

Parameter Metode

Fisika

Temperatur *) Termometer

Residu Terlarut ( TDS ) Gravimetrik

Residu Tersuspensi ( TSS ) Gravimetrik

Kimia

pH *) pH meter

BOD5 Winkler

COD Closed Reflux-Spektrofotometer

Oksigen Terlarut ( DO ) *) DO meter

Total Fosfat Spektrofotometer

Nitrat ( NO3-N ) Brusin Sulfat- Spektrofotometer

Amonia ( NH3-N ) Phenate- Spektrofotometer

Nitrit ( NO2-N ) Colorimetric- Spektrofotometer

Arsen ( As ) Spektrofotometer

Kobalt ( Co ) AAS

Khlorida ( Cl ) Titrimetrik-Perak Nitrat

Sianida ( CN ) Spektrofotometer

Fluorida ( F ) SPADNS

Sulfat ( SO4 ) Spektrofotometer

Khlorin bebas ( Cl2 ) Spektrofotometer

Sulfida Iodometri

Kimia Organik

Minyak dan Lemak Gravimetrik

Detergen sebagai MBAS Metilin Blue

Senyawa Fenol Amino Antifirin

*) = Pengukuran in situ

(56)

Tabel 9 Komponen Perwakilan Masyarakat Tiap Kecamatan

Komponen Morotai Selatan

(orang)

Morotai Selatan Barat (orang)

Tokoh Masyarakat 2 2

Tokoh Pemuda 2 2

Ormas/LSM 2 2

Kepala Desa 5 5

Kepala Dusun 5 5

Tokoh Agama 3 3

Nelayan 10 10

Petani 10 10

Pedagang/Ketua Kelompok 2 2

Pihak Industri 2 2

Bank dan Perkreditan 2 2

Jasa Wisata 2 2

Tokoh Wanita/PKK 3 3

Jumlah 45 45

Pendekatan partisipatif ini dilakukan dengan mengajak sebagian masyarakat/pemangku kepentingan berbincang dalam diskusi kelompok terarah. Selengkapnya metode FGD yang dimodifikasi dari IIRR (1998); Brown et al. (2001) prosesnya sebagai berikut:

1. Penjaringan Masalah

Dalam proses ini bertujuan untuk mengetahui, menggali, dan mengumpulkan informasi tentang persoalan-persoalan yang berkembang di masyarakat, mengajak masyarakat untuk mengenali secara seksama masalah-masalah yang mereka hadapi. 2. Identifikasi dan Klarifikasi

Proses ini merupakan lanjutan dari tahap penjaringan, setelah masyarakat menulis permasalahan pada potongan kertas dikumpulkan oleh fasilitator. Permasalahan yang telah dituliskan masyarakat pada potongan kertas tersebut kemudian diidentifikasi secara umum dan ditempelkan pada papan tulis sesuai dengan klasifikasi masalah. Klasifikasi dilakukan sesuai dengan jenis dan kategori permasalahan yang diungkapkan masyarakat. Kemudian dari kategori/klasifikasi masalah diurutkan atau dikelompokkan terhadap masalah yang sejenis. Ini dimaksudkan untuk mempermudah fasilitator dan masyarakat dalam menganalisis masalah dan mencari solusi penyelesaian masalah

3. Analisis Masalah

Gambar

Gambar 1  Kerangka Pemikiran Pengelolaan Kawasan Pulau-Pulau Kecil Untuk                   Pemanfaatan Ekowisata Berkelanjutan
Gambar 5. Tahapan Analisis Sistem (Eriyatno 2003)
Gambar 6  Peta Lokasi Penelitian
Tabel 3 Jenis, Tehnik, dan Sumber Pengambilan Data Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

MUTMAINNAH. Kajian Model Kesesuaian Pemanfaatan Sumberdaya Pulau- pulau Kecil berbasis Kerentanan da n Daya Dukung di Kecamatan Liukang Tupabbiring, Kabupaten Pangkajene Kepulauan,

Dalam konteks pengelolaan kawasan konservasi perairan, pesisir dan pulau-pulau kecil termasuk pengelolaan jenis ikan yang merupakan peraturan organik dari Undang-undang Perikanan

Mencermati berbagai aktifitas wisata yang ada di Pulau Matakus yang kecil ini serta mengingat kegiatan ekowisata pesisir dan bahari biasanya mempunyai kekhususan sifat

MUTMAINNAH. Kajian Model Kesesuaian Pemanfaatan Sumberdaya Pulau- pulau Kecil berbasis Kerentanan da n Daya Dukung di Kecamatan Liukang Tupabbiring, Kabupaten Pangkajene Kepulauan,

Kedua, pengelolaan kawasan konservasi dengan sistem zonasi, dimana pengelolaan kawasan konservasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dibagi menjadi 3 (tiga)

Untuk itu substansi dari Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RPWP-3K) Kabupaten Bengkalis, mengatur tentang pengelolaan ruang pada kawasan/ zona yang

Kehadiran buku ini diharapkan mampu memberikan sajian informasi kekayaan sumberdaya hayati dan ulasan yang memadai atas upaya pengelolaan efektif kawasan konservasi perairan,

Kata kunci: pesisir, kelautan, pulau-pulau kecil Pendahuluan Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sesungguhnya merupakan wilayah yang memiliki potensi yang sangat tinggi untuk