DI KPH CIANJUR, PERUM PERHUTANI UNIT III JAWA BARAT DAN BANTEN
SYIEFA ROCHMAWATI
DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
DI KPH CIANJUR, PERUM PERHUTANI UNIT III JAWA BARAT DAN BANTEN
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
SYIEFA ROCHMAWATI
DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Nama : Syiefa Rochmawati
NRP : E44061343
Menyetujui, Dosen Pembimbing
(Prof. Dr. Ir. Bambang Hero Saharjo, M. Agr) NIP. 19641110 199002 1 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Silvikultur,
(Prof. Dr. Ir. Bambang Hero Saharjo, M. Agr) NIP. 19641110 199002 1 001
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Pendugaan
Potensi Kandungan Karbon Pada Tegakan Rasamala (Altingia excelsa Noronhae)
di KPH Cianjur, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten adalah benar
hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah
digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juli 2010
Syiefa Rochmawati
Rasamala (Altingia excelsa Noronhae) di KPH Cianjur Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. Dibimbing oleh BAMBANG HERO SAHARJO.
Hutan mempunyai kemampuan menyerap CO2 dari udara dan menyimpan karbon dalam biomassa. Perubahan tata guna lahan dan perubahan penutupan lahan melalui konversi hutan dan semakin banyaknya industri-industri berat membuat lingkungan global menderita pencemaran udara yang berdampak besar pada perubahan iklim global.Melihat pentingnya peranan hutan dalam mengurangi emisi gas rumah kaca, maka perlu banyak penelitian yang dapat mendorong terus berkembangnya perhitungan karbon dalam biomassa.
Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Sukanagara Selatan, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Cianjur, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. Waktu Penelitian dimulai pada bulan April-Mei 2010. Alat yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya golok, pita ukur, timbangan, kertas koran, kantung plastik, tally sheet dan alat tulis, kamera, tambang, tali plastik, oven, dan program Minitab 14 . Bahan yang digunakan adalah areal tegakan Rasamala tahun tanam 1994 pada petak 9D dan areal tegakan Rasamala tahun tanam 1982 pada petak 9C di KPH Cianjur, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. Pada masing-masing areal dibuat masing-masing 5 petak dengan ukuran 20 m x 20 m untuk pengukuran tegakan, selain itu dibuat petak-petak kecil berukuran 2 m x 2 m sebanyak 4 buah yang diletakkan di setiap sudut untuk menganalisis dan pengambilan vegetasi tumbuhan bawah dan serasah. Hasil perolehan data tersebut diolah melalui pendekatan biomassa yang kemudian dikonversi menjadi simpanan karbon dalam ton/ha. Untuk mengetahui faktor yang berpengaruh terhadap simpanan karbon digunakan analisis dengan menggunakan ANOVA dan Uji lanjut Least Significant Difference (LSD).
Potensi simpanan karbon pada petak 9C tahun tanam 1982 adalah 83,940 ton/ha, sedangkan potensi simpanan karbon pada petak 9D tahun tanam 1994 adalah 66,302 ton/ha. Hal tersebut disebabkan perbedaan umur tegakan sehingga terdapat perbedaan kandungan biomassa pada tegakan, tumbuhan bawah, maupun serasah. Hasil uji analisis statistic menggunakan ANOVA yang diperoleh menunjukkan tingkat keterandalan yang nyata, yaitu dibuktikan dengan nilai R-Sq = 96.05%. Pada taraf nyata 5% terdapat perbedaan potensi karbon pada salah satu variabel pengamatan (tegakan, serasah, maupun tumbuhan bawah) yang terdapat pada tegakan Rasamala tahun tanam 1994 dan tegakan Rasamala tahun tanam 1982, dimana variabel tersebut adalah tumbuhan bawah.
Potensi simpanan karbon pada tegakan Rasamala petak 9C tahun tanam 1982 adalah 83,940 ton/ha, sedangkan potensi simpanan karbon pada tegakan Rasamala petak 9D tahun tanam 1994 adalah 66,302ton/ha.
(Altingia excelsa Noronhae) Stand in KPH Cianjur Perum Perhutani Unit III Jawa Barat. Under Supervision of BAMBANG HERO SAHARJO.
Forests have the ability to absorb CO2 from the air and store carbon in biomass. Changes in land use and land cover changes through the conversion of forests and the increasing number of heavy industries create a global environment suffering from air pollution have a major impact on global climate change. Seeing the importance of the role of forests in reducing greenhouse gas emissions, it needs a lot of research that could encourage the continued development of carbon in the biomass calculations.
This Research was conducted in Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BPKH) South Sukanagara, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Cianjur, Perum Perhutani Unit III West Java and Banten. Time study began in April-May 2010. The tools used in this study include machetes, tapes, scales, newsprint, plastic bags, tally sheets and stationery, cameras, rope, plastic rope, ovens, and the program Minitab 14. The materials used were planted acreage stands Rasamala year 1994 on the plot and the area stands 9D Rasamala years after planting in 1982 in plot 9C KPH Cianjur, Perum Perhutani Unit III West Java and Banten. In each area made five plots each with a size of 20 m x 20 m for the measurement stand, other than that created small plots measuring 2 mx 2 m as many as four units located at each corner to analysis and decision-bottom vegetation and plant litter . The result of the acquisition of the data was processed through the approach of biomass is then converted into carbon savings in tonnes / ha. To determine the factors that influence the use of carbon savings analysis using ANOVA and Least Significant Difference test information (LSD).
Potential carbon stock on plots planted 9C 1982 is 83,940 tons/ha, while the potential carbon stock in 1994 is plot-year cropping 66,302 tons/ha. It is due to differences in age stands so that there are differences in yields of biomass in the stands, lower plants, or litter. Results of statistical analysis using ANOVA test showed significant levels of reliability, which is evidenced by the value of R-Sq = 96.05%. In the real level 5%, there are differences in the potential of carbon in one of the observed variables (residual stand, litter, and plants below) contained in the stands Rasamala years after planting in 1994 and stands Rasamala years after planting in 1982, where the variables are under the plants.
Potential carbon stock on the stands of plots Rasamala 9C years after planting in 1982 was 83,940 tonnes/ha, while the potential carbon stock in plot 9D stands Rasamala years after planting in 1994 was 66,302 tonnes/ha.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
Pendugaan Potensi Kandungan Karbon Pada Tegakan Rasamala (Altingia excelsa Noronhae) di KPH Cianjur, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. Mengingat hutan di Indonesia memiliki potensi yang besar dalam
mengurangi Pemanasan Global, maka diharapkan hutan dapat dijaga
kelestariannya.
Penulis berharap, semoga hasil-hasil yang telah dituangkan dalam skripsi
ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan serta pengetahuan khususnya
dalam pengelolaan hutan secara lestari. Penulis juga menyadari adanya
kekurangan dalam penyususunan skripsi ini, karena itu saran dan kritik yang
membangun sangat diharapkan guna perbaikan dan perkembangan lebih lanjut.
Bogor, Juli 2010
Syiefa Rochmawati
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal
10 September 1988 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara
pasangan Budhy Kendarsyah Soemawinata dan Syaididah
Mansyuroh. Penulis menyelesaikan pendidikan pada tahun
2006 di SMA Negeri 4 Bogor dan pada tahun yang sama
masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi
Masuk IPB dengan memilih mayor Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan
pada tingkat dua dan selanjutnya menekuni bidang Kebakaran Hutan dan Lahan.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di organisasi kemahasiswaan
dan sejumlah kepanitiaan yakni sebagai koordinator Project Division himpunan
profesi Tree Grower Community (TGC) tahun 2007-2010, Panitia I Love My
Word Campaign Berikan Udara Bersih Untuk Bumi Kita, Panitia Go Green
Bekasi Planting Project, Panitia TGC goes to village, Panitia TGC in Action,
Panitia Belantara 2008, serta Ketua Panitia Planting for Future. Penulis juga
pernah melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di jalur
Kamojang-Sancang Garut, tahun 2008 serta melaksanakan Praktek Pembinaan
Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walad (HPGW) Kabupaten Sukabumi
dan Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Tanggeung - KPH Cianjur
tahun 2009. Penulis juga telah melaksanakan Praktek Kerja Profesi (PKP) di KPH
Cianjur Perum Perhutani Unit III Jawa Barat. Selama menjadi mahasiswa penulis
juga pernah menjadi asisten mata kuliah pengaruh hutan (2009-2010).
Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan
skripsi dengan judul Pendugaan Potensi Kandungan Karbon Pada Tegakan
Rasamala (Altingia excelsa NORONHAE) di KPH Cianjur, Perum Perhutani Unit
III Jawa Barat dan Banten dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Bambang Hero
Saharjo, M.Agr.
Bogor, Juli 2010
UCAPAN TERIMA KASIH
Pelaksanaan hingga penyusunan karya ilmiah ini tentunya tidak lepas dari
bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis
menyampaikan penghargaan dan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu kelancaran terselesaikannya penyusunan skripsi, terutama kepada :
1. Ayahanda, Ibunda, Kiki, Kenedhy yang selalu memberikan semangat,
dukungan, doa, dan limpahan kasih sayang kepada penulis serta
inspirasi. Semoga Allah SWT selalu memuliakan dan memberkahi
kalian semua dengan segala kebaikanNya di dunia dan akhirat.amien
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Bambang Hero Saharjo, M.Agr yang telah menjadi
dosen pembimbing skripsi serta dosen pembimbing akademik dan
sekaligus memberikan banyak masukan kepada penulis dalam
penyusunan skripsi.
3. Ir. Hezlisyah Siregar, MF. MBA dan Asep Dedi Mulyadi, S.Hut selaku
Bapak Administratur dan Wakil Administratur KPH Cianjur, beserta
seluruh jajaran yang telah membantu kelancaran pelaksanaan
penelitian.
4. Keluarga besar khususnya Om Boyke, Teh Ita, Abang Dixie dan
seluruh ua atas segala doa, kebaikan, serta semangat. Semoga Allah
SWT membalas dengan segala kebaikanNya.
5. Bapak Dudi, Bapak Wahyudin, Bapak Uday, Bapak Adoy, dan Bapak
Didi Asper beserta seluruh staff dan mandor.
6. Bapak Wardana, Ibu Ati, Ibu Atikah, dan seluruh staff Komisi
Pendidikan Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut
Pertanian Bogor.
7. Doddy Juli Irawan, Adit dan Patil yang telah memberikan ilmu dan
bantuannya dalam mengolah data penelitian.
8. Sahabat terbaikku Syifa Fauzia, Caresza Irfanti, Widia Asti, Saputri
Sapta, Fitri Pratiwi, Euis Trianingsih, dan Novianti Kristina atas segala
9. Evan Apriyanda untuk semangat dan doa dalam penyusunan skripsi
ini.
10.Teman-teman Departemen Silvikultur 43 serta adik-adikku Umar,
Uan, Nunu, Awank, Edo, Qory atas bantuan serta doanya.
11.Serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah
membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.
Bogor, Juli 2010
DAFTAR ISI
2. 2. 2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Biomassa ... 5
2. 2. 3. Pengukuran dan Pendugaan Biomassa ... 5
2. 3. Karbon ... 7
4. 5. Analisis Data ... 15
4. 6. Hipotesis Penelitian ... 17
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5. 1. Hasil ... 18
5. 1. 1. Potensi Volume Tegakan ... 18
5. 1. 2. Hasil Analisis Vegetasi Tingkat Tumbuhan Bawah ... 20
5. 1. 3. Potensi Biomassa Tegakan ... 22
5. 1. 4. Potensi Biomassa Tumbuhan Bawah ... 23
5. 1. 5. Potensi Biomassa Serasah ... 23
5. 1. 6. Potensi Biomassa Total di Atas Permukaan ... 24
5. 1. 7. Potensi Simpanan Karbon Tegakan ... 24
5. 1. 8. Potensi Simpanan Karbon Tumbuhan Bawah ... 25
5. 1. 9. Potensi Simpanan Karbon Serasah ... 26
5. 1. 10. Potensi Simpanan Karbon di Atas Permukaan ... 27
5. 1. 11. Hasil Analisis Data Simpanan Karbon ... 27
5. 2. Pembahasan ... 29
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6. 1. Kesimpulan ... 35
6. 2. Saran ... 35
DAFTAR PUSTAKA ... 36
DAFTAR TABEL
No Teks Halaman
1. Potensi volume tegakan Rasamala (Altingia excelsa) di areal petak
9D tahun tanam 1994 dan petak 9C tahun tanam 1982 di KPH
Cianjur... 19
2. Hasil analisis vegetasi tingkat tumbuhan bawah pada petak 9D
tahun tanam 1994... 20
3. Hasil analisis vegetasi tingkat tumbuhan bawah pada petak 9C
tahun tanam 1982... 21
4. Kandungan biomassa di atas permukaan hutan (tegakan, tumbuhan
bawah, dan serasah)... 22
5.
6.
Potensi simpanan karbon di atas permukaan hutan (tegakan,
tumbuhan bawah, dan serasah)...
Tabel sidik ragam simpanan karbon...
25
DAFTAR GAMBAR
Desain petak penelitian untuk vegetasi atau tegakan rasamala...
Kondisi tegakan Jati petak 9D tahun tanam 1994 (A) dan tegakan
Rasamala petak 9C tahun tanam 1982 (B)...
Potensi volume tegakan Rasamala tahun tanam 1994 dan tegakan
Rasamala tahun tanam 1982...
Potensi biomassa tegakan Rasamala petak tahun tanam 1994 dan
petak tahun tanam 1982...
Potensi biomassa tumbuhan bawah petak tahun tanam 1994 dan
petak tahun tanam 1982...
Potensi biomassa serasah petak tahun tanam 1994 dan petak tahun
tanam 1982...
Potensi biomassa total di atas permukaan petak tahun tanam 1994
dan petak tahun tanam 1982...
Potensi simpanan karbon tegakan pada petak tahun tanam 1994
dan tegakan pada petak tahun tanam 1982...
Potensi simpanan karbon tumbuhan bawah pada petak tahun
tanam 1994 dan petak tahun tanam 1982...
Potensi simpanan karbon serasah pada petak tahun tanam 1994
dan pada petak tahun tanam 1982...
Potensi simpanan total karbon pada petak tahun tanam 1994 dan
pada petak tahun tanam 1982...
DAFTAR LAMPIRAN
No Teks Halaman
1. Rekapitulasi data petak tahun tanam 1994...………... 39
2. Rekapitulasi data petak tahun tanam 1982…...……….. 43
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Jumlah Biomassa dan Pendugaan Karbon pada Tumbuhan Bawah
dan Serasah (Petak tahun tanam 1994)……...………
Jumlah Biomassa dan Pendugaan Karbon pada Tumbuhan Bawah
dan Serasah (Petak tahun tanam 1982)………...
Data analisis vegetasi tumbuhan bawah petak tahun tanam 1994....
Data analisis vegetasi tumbuhan bawah petak tahun tanam 1982....
Tabulasi data untuk uji ANOVA………...
Tabel sidik ragam hasil ANOVA………..
Hasil analisa LSD………..
47
49
51
54
58
59
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hutan mempunyai kemampuan menyerap CO2 dari udara dan menyimpan
karbon dalam biomassa. Perubahan tata guna lahan dan perubahan penutupan
lahan melalui konversi hutan dan semakin banyaknya industri-industri berat
membuat lingkungan global menderita efek gas rumah kaca yang berdampak
besar pada perubahan iklim global. Perubahan iklim sudah menjadi fakta dan
ancaman bagi keberlangsungan peradaban manusia di muka bumi. Di Indonesia,
banjir bandang yang terjadi akibat curah hujan tinggi yang merupakan dampak
perubahan iklim terjadi di Mandailing Natal sehingga menelan korban 38 orang
tewas, 25 hilang, dan 4300 orang mengungsi (Supriatna, 2009).
Setiap manusia terkena dampak perubahan iklim, terutama masyarakat
miskin yang bergantung langsung pada alam untuk pemenuhan kehidupan mereka
sehari-hari. Untuk menghadapi ancaman ini, semua negara di dunia harus berkerja
sama melakukan mitigasi perubahan iklim dengan cara mengurangi emisi gas
rumah kaca secara signifikan. Salah satunya adalah dengan cara menghentikan
perusakan hutan tropis yang masih tersisa dan berupaya memperbaiki wilayah
yang sudah terkena dampak. Karena itu selama manusia masih menggantungkan
perekonomian dari hutan maka hutan pun semakin banyak yang hilang. Apalagi
sebagian besar negara-negara pemilik hutan tropis itu adalah negara-negara
miskin atau berkembang yang banyak menebang pohon dan hutan alam.
Conference Of Parties (COP) 15 di Kopenhagen berakhir tanpa
menghasilkan suatu keputusan setingkat protokol yang mengatur semua negara
anggotanya. Selain mengurangi emisi gas penghasil efek greenhouse gas (GHG)
melalui penggantian sumber energi fosil ke sumber energi ramah lingkungan,
masalah semakin hilangnya hutan dan berkurangnya mutu hutan juga menjadi
perhatian dalam COP 15. Karena untuk mengurangi global warming, hutan sangat
diperlukan untuk menyerap gas CO2 penyebab global warming (Supriatna, 2009).
Penelitian dan upaya terus dilakukan untuk menindaklanjuti Mekanisme
Pembangunan Bersih serta komitmen Indonesia mengenai penurunan emisi gas
Reducing Emission from Deforestation and Degradation (REDD). Melihat
pentingnya peranan hutan dalam mengurangi emisi gas rumah kaca, maka perlu
banyak penelitian yang dapat mendorong terus berkembangnya perhitungan
kemajuan hutan dalam menyerap karbon dalam biomassa. Salah satu aspek
penelitian yang penting adalah mengetahui potensi kandungan karbon per satuan
luas yang tersimpan dalam tegakan permukaan Rasamala (Altingia excelsa) di
KPH Cianjur, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten.
1.2. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah menduga potensi kandungan karbon yang
tersimpan pada tegakan Rasamala (Altingia excelsa Noronhae) di KPH Cianjur,
Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten.
1.3. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah memberikan gambaran
dan menambah informasi data mengenai simpanan karbon pada hutan tanaman
Rasamala (Altingia excelsa Noronhae) agar tercapainya pengelolaan hutan yang
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hutan
Hutan adalah sebuah kawasan yang ditumbuhi dengan lebat oleh
pepohonan dan tumbuhan lainnya. Kawasan-kawasan semacam ini terdapat di
wilayah-wilayah yang luas di dunia dan berfungsi sebagai penampung karbon
dioksida (carbon dioxide sink), habitat hewan, pelestari tanah, dan merupakan
salah satu aspek biosfer Bumi yang paling penting (Suhendang, 2002).
Menurut asal hutan atau cara hutan terbentuk, hutan dibagi menjadi 4 yaitu
hutan alam, hutan tanaman atau hutan buatan, dan hutan terubusan. Hutan
tanaman merupakan hutan yang telah dibangun dengan cara penanaman atau
dengan menyebarkan biji pada lahan yang gundul, atau padang rumput, atau lahan
bekas tebang habis pada hutan primer yang kemudian dimodifikasi dan
dimanipulasi menjadi hutan (Bruenig, 1996 dalam Suhendang, 2002). Di
Indonesia pada sekarang ini hutan tanaman beranekaragam jenisnya, seperti hutan
tanaman Akasia, hutan tanaman Sengon, hutan tanaman Rasamala, serta beberapa
hutan tanaman lainnya.
2.1.1. Tinjauan Umum Rasamala (Altingia excelsa)
Tanaman Rasamala merupakan tanaman khas hutan basah campuran di
perbukitan dan pegunungan. Rasamala (Altingia excelsa NORONHAE) termasuk
pohon hutan yang dapat tumbuh sangat tinggi, mencapai 40 hingga 60 meter ini
bernilai ekonomi karena kayunya yang kuat dan menghasilkan damar yang berbau
harum dan menjadi bahan campuran pengharum ruangan.
Rasamala termasuk famili Altingiaceae. Di Indonesia Rasamala dikenal
dengan nama yang beranekaragam, diantaranya Mala (Jawa), Tulasan (Sumatera),
Madung (Minang kabau), Lamin, Bodi rimbo, Cemara itam, dan Tulason.
Sedangkan di negara lain dikenal dengan nama Juluti (India), Nantayok (Burma),
dan Rasamala (Inggris, Amerika Serikat, Perancis, Spanyol, Italia, Swedia,
Belanda, dan Jerman). Daerah penyebaran rasamala terdapat di Jawa barat,
Sumatera Utara, Sumatera barat, dan Bengkulu (Martawijaya et al. 1981).
Rasamala tumbuh pada tanah sarang, tanah berpasir atau berbatu, dan
bukit dan pegunungan. Jenis ini tumbuh baik di daerah dengan iklim basah dan
kemarau yang sedang dengan tipe curah hujan A-B pada ketinggian 500 - 1500 m
dpl (Martawijaya et al. 1981).
Kayu Rasamala termasuk kelas awet II-(III) dan kelas kuat II dengan berat
jenis 0,81 (0,61-0,90). Kegunaan dari kayu Rasamala adalah untuk tiang dan
balok rumah dan jembatan, juga banyak dipakai untuk tiang listrik dan telepon
(setelah diawetkan) (Martawijaya et al. 1981).
2.2. Biomassa
2.2.1. Pengertian Biomassa
Brown (1997) mendefinisikan biomassa sebagai jumlah total dari bahan
organik hidup diatas tanah pada pohon termasuk daun, ranting, cabang, dan
batang utama yang dinyatakan dalam berat kering oven per unit area. Menurut
Chapman (1976) biomassa adalah berat bahan organik suatu organisme per satuan
unit area pada suatu saat, berat bahan organik umumnya dinyatakan dengan satuan
berat kering (dry wet) atau kadang-kadang dalam berat kering bebas abu (ash free
dry weight). Biomassa karbon terbagi dua yaitu, biomassa tumbuhan di atas
permukaan tanah (above ground biomass) yang terdiri dari pohon-pohon serta
tumbuhan bawah atau serasah dan biomassa di bawah permukaan tanah (below
ground biomass). Lebih jauh dikatakan biomassa di atas permukaan tanah adalah berat bahan unsur organik per unit luas pada waktu tertentu yang dihubungkan ke
suatu fungsi sistem produksi, umur tegakan hutan dan distribusi organik
(Kusmana, 1993).
Pendugaan biomassa hutan dibutuhkan untuk mengetahui perubahan
cadangan karbon untuk tujuan lain. Karbon tiap tahun biasanya dipindahkan dari
atmosfer ke dalam ekosistem muda, seperti hutan tanaman atau hutan baru setelah
penebangan, kebakaran atau gangguan lainnya (Hairiah et al. 2000). Selain itu
menurut (Hairiah et al. 2000) potensi penyerapan karbon ekosistem dunia
tergantung pada tipe dan kondisi ekosistemnya yaitu komposisi jenis, struktur, dan
sebaran umur (khusus untuk hutan). Pendugaan potensi simpanan karbon dalam
hutan dapat memberikan dugaan sumber karbon pada vegetasi hutan, oleh karena
50% dari biomassa adalah karbon (Brown dan Gaton 1996 dalam Irawan 2009).
Penyerapan cadangan karbon dapat ditingkatkan dengan cara
meningkatkan pertumbuhan biomassa hutan secara alami, menambah cadangan
kayu pada hutan yang ada dengan penanaman pohon atau mengurangi pemanenan
kayu, dan mengembangkan hutan dengan jenis pohon yang cepat tumbuh. Karbon
yang diserap oleh tanaman disimpan dalam bentuk biomasa kayu, sehingga cara
yang paling mudah untuk meningkatkan cadangan karbon adalah dengan
menanam dan memelihara pohon (Rahayu et al. 2004).
2.2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Biomassa
Suhu dan curah hujan merupakan faktor yang mempengaruhi laju
peningkatan karbon biomassa pohon (Kusmana, 1993). Selain curah hujan dan
suhu yang mempengaruhi besarnya biomassa yang dihasilkan adalah umur dan
kerapatan tegakan, komposisi dan struktur tegakan, serta kualitas tempat tumbuh
(Satoo dan Madgwick, 1982).
Semakin tinggi suhu akan menyebabkan kelembaban udara relatif
semakin berkurang. Kelembaban udara relatif bisa mempengaruhi laju
fotosintesis. Hal ini disebabkan kelembaban udara relatif yang tinggi akan
memiliki tekanan udara uap air parsial yang lebih tinggi dibanding dengan
tekanan udara pasial CO2 sehingga memudahkan uap air berdifusi melalui
stomata. Akibat selanjutnya laju fotosintesis akan menurun (Siringo dan Ginting
1997 dalam Irawan 2009).
2.2.3. Pengukuran dan Pendugaan Biomassa
Menurut Brown (1997) ada dua pendekatan untuk menduga biomassa
dari pohon, yang pertama berdasarkan pendugaan volume kulit sampai batang
bebas cabang yang kemudian dirubah menjadi jumlah biomassa (ton/ha)
sedangkan yang kedua secara langsung dengan menggunakan persamaan regresi
biomassa.
Tetapi yang menjadi kelemahan persamaan regresi penduga biomassa
terbaru yang berlaku di daerah tropik yang dibuat Brown tidak menyertakan
Pendekatan pertama oleh Brown (1997) menggunakan persamaan di
bawah ini.
Biomassa di atas tanah (ton/ha) = VOB x WD x BEF
Dimana : VOB = Volume batang bebas cabang dengan kulit (m3/ha)
WB = Kerapatan kayu
BEF = Faktor ekspansi (Perbandingan total biomassa
pohon kering oven di atas tanah dengan biomassa
kering oven volume inventarisasi hutan).
Dalam penelitian ini pendugaan biomassanya pada dasarnya juga
menggunakan pendekatan volume seperti yang diusulkan Brown (1997), namun
dengan beberapa penyesuaian diantaranya pendugaan volume dengan
menggunakan Tarif Volume Lokal (TVL) Rasamala KPH Cianjur yang telah
mencantumkan keliling (cm) dan volumenya (m3).
Pendekatan kedua yaitu dengan menggunakan persamaan regresi biomassa
yang didasarkan atas diameter batang pohon. Dasar dari persamaan regresi ini
adalah hanya mendekati biomassa rata-rata per pohon menurut sebaran diameter,
menggabungkan sejumlah pohon pada setiap kelas diameter, dan menjumlahkan
total seluruh pohon untuk seluruh kelas diameter.
Pengukuran biomassa vegetasi dapat memberikan informasi tentang nutrisi
dan persediaan karbon dalam vegetasi secara keseluruhan, atau jumlah
bagian-bagian tertentu seperti kayu yang sudah diekstraksi. Pengumpulan data biomassa
dapat dikelompokkan dengan cara dekstruktif dan non destruktif tergantung jenis
parameter vegetasi yang diukur (Hairiah et al. 2001).
Brown (1997) telah membuat model penduga biomassa di hutan tropika
dengan model pangkat Y = a Db atau dengan model polynominal Y = a + bD +
cD2 berdasarkan zona wilayah hujan kering, lembab dan basah. Model yang
disulkan Brown untuk zona lembab adalah:
Y = 1,242 D2 – 12,8 D + 42,69 nilai R2 = 84% (untuk model polynomial)
Y = 0,118 D2,53 nilai R2 = 97% (untuk model pangkat)
Dimana: Y = Biomassa pohon (kg)
D = Diameter rata-rata pada setiap kelas diameter (cm)
a, b, c = Konstanta
Chapman (1976) dalam Irawan (2009) mengelompokkan metode
pendugaan biomassa diatas tanah kedalam dua kelompok besar yaitu:
1. Metode destruktif (pemanenan)
a. Metode pemanenan individu tanaman
Metode ini digunakan pada tingkat kerapatan individu tumbuhan cukup
rendah dan komunitas tumbuhan dengan jenis sedikit.
b. Metode pemanenan kuadrat
Metode ini mengharuskan memanen semua individu pohon dalam suatu
unit contoh dan menimbangnya.
c. Metode pemanenan individu pohon yang mempunyai luas bidang dasar
rata-rata.
Metode ini biasanya diterapkan pada tegakan yang memiliki ukuran
seragam.
2. Metode non destruktif (tidak langsung)
a. Metode hubungan allometrik
Persamaan allometrik dibuat dengan mencari korelasi yang paling baik
antara dimensi pohon dengan biomassanya. Pembuatan persamaan tersebut
dengan cara menebang pohon yang mewakili sebaran kelas diameter dan
ditimbang.
b. Crop meter
Penduga biomassa metode ini dengan cara menggunakan seperangkat
peralatan elektroda listrik yang kedua kutubnya diletakkan di atas permukaan
tanah pada jarak tertentu.
2.3. Karbon
Nilai karbon pohon diperoleh dengan cara mengalikan masing-masing
perhitungan biomassa dengan faktor konversi 0,5. Faktor 0,5 maksudnya bahwa
biomassa pohon mengandung 50 % dari karbon (Brown, 1997). Berbagai ekolog
pada saat ini tertarik untuk menghitung jumlah karbon yang tersimpan dalam
hutan sejak kandungan karbon di atmosfer meningkat dengan pesat. Hutan tropika
merupakan tempat cadangan karbon yang cukup penting. Selain itu karbon juga
tersimpan dalam material yang sudah mati sebagai serasah, batang pohon yang
jatuh ke permukaan tanah, serta sebagai material yang sukar lapuk di dalam tanah
(Whitmore, 1985) dalam (Irawan, 2009).
Menurut Suhendang (2002) Diperkirakan sekitar 830 Milyar ton karbon
tersimpan dalam hutan di seluruh dunia. Jumlah ini sama dengan kandungan
karbon dalam atmosfir yang terikat dalam CO2. Secara kasar, sekitar 40 % atau
330 Milyar ton karbon tersimpan dalam bagian pohon dan bagian tumbuhan hutan
lainnya di atas permukaan tanah, sedangkan sisanya yaitu sekitar 60 % atau 500
Milyar ton tersimpan dalam tanah hutan dan akar-akar tumbuhan di dalam hutan
(Gardner dan Engelman, 1999) dalam (Suhendang, 2002).
Pendekatan yang lebih objektif dalam menghitung kandungan karbon
misalnya dengan menghitung langsung kandungan karbon pada setiap pohon pada
setiap tipe hutan secara terpisah tanpa konversi dari biomassa, tetapi
menggunakan persamaan alometrik. Variabel yang digunakan pada persamaan
alometrik yaitu diameter, panjang batang, dan umur tanaman pohon karena
berdasarkan nilai korelasi terdapat hubungan yang erat antara ketiga variabel
III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
3. 1. Letak Geografis dan Batas Wilayah
Wilayah KPH Cianjur secara geografis 6o36’ s.d 7o26’ LS dan 106o30’ s.d
107o25’ BT menurut buku Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan Kelas
Perusahaan Jati KPH Cianjur dan Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan Kelas
Perusahaan Pinus KPH Cianjur. KPH Cianjur memiliki luas hutan 70.110,27 Ha.
KPH Cianjur secara administratif berada pada wilayah Pemerintahan Kabupaten
Cianjur seluas 69.178,20 Ha (98,7 %) yang tersebar di 27 (dua puluh tujuh)
Kecamatan meliputi 143 desa dan sebagian masuk kedalam wilayah administratif
Pemerintahan Kabupaten Purwakarta seluas 160,90 Ha (0,3 %) serta sebagian
masuk kedalam wilayah administratif Pemerintahan Kabupaten Sukabumi seluas
771,17 Ha (1,1 %) yang berada di 2 (dua) kecamatan.
Batas administratif KPH Cianjur sebagai berikut :
1. Bagian Utara berbatasan dengan KPH Purwakarta dan KPH Bogor
2. Bagian Timur berbatasan dengan KPH Bandung Utara, KPH Garut dan KPH
Bandung Selatan
3. Bagian Selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia
4. Bagian Barat berbatasan dengan KPH Sukabumi dan KPH Bogor
Wilayah hutan KPH Cianjur dikelompokkan ke dalam Bagian Kesatuan
Pemangkuan Hutan (BKPH) dan enam hutan bagian, yaitu : Bagian Hutan
Agrabinta dengan luas 15.337,67 Ha, Bagian Hutan Cisokan dengan luas 8.149,29
Ha, Bagian Hutan Cugenang seluas 8.779,15 Ha, Bagian Hutan Citiis seluas
13.272,70 Ha, Bagian Hutan Caringin seluas 5.941,07 Ha, dan Bagian Hutan
Cisadea dengan luas 18.630,39 Ha.
3. 2. Kondisi Topografi
Topografi pada kawasan hutan wilayah KPH Cianjur berdasarkan buku
Risalah Hutan (PDE-2) KPH Cianjur, KPH Cianjur mulai dari dataran rendah
sampai pegunungan dengan ketinggian berkisar 5 s.d 2829 m dpl. Berdasarkan
keadaan topografi tersebut, kawasan hutan KPH Cianjur bagian barat yang
mempunyai ketinggian rata-rata 1000 m dpl, besar pengaruhnya terhadap
hidrologi wilayah sekitarnya atau kelompok hutan yang mempunyai kelerengan di
atas 50 %. Lapangan yang mempunyai konfigurasi lapangan landai sampai
dengan bergelombang masuk ke dalam Kelas Perusahaan Jati yaitu dengan
ketinggian antara 5 s.d 576 m dpl. Hutan Rasamala di BKPH Sukanagara Selatan
berada pada ketinggian lebih dari 700 m dpl sehingga sesuai dengan tempat
tumbuhnya rasamala.
3. 3. Jenis Tanah
Pada Hutan KPH Cianjur, BKPH Sukanagara Selatan terdiri dari 3 jenis
tanah, yaitu jenis tanah kompleks grumusol regosol dan mediteran, latosol coklat
kekuningan dan latosol merah dan kemerahan. Bahan induk endapan liat,
abu/pasir dan tufvolkan intermedier, tufvolkan intermedier.
3. 4. Iklim
Wilayah Perum Perhutani KPH Cianjur dan sekitarnya beriklim tropis
yang ditandai dengan terdapatnya pergantian yang jelas antara musim hujan dan
musim kemarau, dengan temperatur rata-rata 21-26oC.
Berdasarkan pengumpulan data banyaknya curah hujan di wilayah KPH
Cianjur, maka keadaan curah hujan di wilayah kerja KPH Cianjur memiliki curah
hujan rata-rata curah hujan per bulan mencapai 110,5 mm/bln. Dengan kondisi
tersebut, maka wilayah KPH Cianjur memiliki kriteria bulan basah, dimana
perbandingan bulan basah dan bulan kering maka tipe iklim wilayah KPH Cianjur
termasuk tipe iklim C.
3. 5. Sosial Ekonomi
Keadaan sosial ekonomi masyarakat di wilayah Hutan BKPH Sukanagara
Selatan dapat diketahui dari luas wilayah, jumlah penduduk, pola penggunaan
lahan, mata pencaharian penduduk, kepemilikan lahan dan lain sebagainya.Mata
pencaharian penduduk dalam wilayah Hutan BKPH Sukanagara Selatan sebagian
besar adalah petani dan buruh perkebunan, Hal ini ditunjang oleh keadaan lahan
pertanian yang subur dan perkebunan teh di sebagian wilayah Sukanagara Selatan.
Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) di Sukanagara Selatan
dengan pembentukan Lembaga Masyarakat Desa hutan (LMDH) Wana Bakti.
LMDH Wana Bakti melakukan usaha produktif yang menghasilkan hand trast
product dari limbah tebangan. Hand trast product dapat berupa alat musik seperti gitar. LMDH Wana Bakti juga melakukan kerjasama pengelolaan Wisata Cisalada
IV. METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di petak 9D dan petak 9C Bagian Kesatuan
Pemangkuan Hutan (BKPH) Sukanagara Selatan, Kesatuan Pemangkuan Hutan
(KPH) Cianjur, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. Waktu
Penelitian dimulai pada bulan April sampai Mei 2010.
4.2. Alat dan Bahan
4.2.1. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah golok/parang, pita ukur,
timbangan, kertas koran, kantung plastik, tally sheet, alat tulis, kamera, kompas,
tambang, tali plastik, oven, dan program Minitab 14.
4.2.2. Bahan
Bahan yang digunakan adalah areal tegakan Rasamala (Altingia excelsa)
tahun tanam 1994 pada petak 9D dan areal tegakan Rasamala (Altingia excelsa)
tahun tanam 1982 pada petak 9C di Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Cianjur,
Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten.
4.3. Metode Pengambilan Data
Jenis-jenis data yang digunakan untuk kegiatan penelitian ini dibagi 2,
yaitu :
1. Data primer
Data primer adalah data secara langsung dari lapangan yang meliputi
diameter tegakan Rasamala 1,3 m dari atas tanah, berat basah dan berat kering
sample serasah dan tumbuhan bawah pada setiap petak penelitian.
2. Data sekunder
Data sekunder adalah data penunjang penelitian berupa kondisi umum
lokasi penelitian, tahun tanam, jarak tanam, penjarangan, dan data lain yang
4.4. Metode Penelitian
Pengambilan data primer dilakukan dengan mengukur diameter tegakan
Rasamala 1,3 m dari atas tanah yang kemudian digunakan pendekatan secara
volumetrik untuk menduga potensi biomassa dan simpanan karbon. Pendugaan
biomassa serta simpanan karbon pada tumbuhan bawah dan serasah dilakukan
dengan mengambil seluruh bagian tumbuhan bawah dan serasah (Hairiah dan
Rahayu, 2007). Langkah-langkah yang akan dilakukan dalam penelitian ini antara
lain:
1. Penentuan dan Pembuatan Petak Penelitian
Petak yang digunakan untuk penelitian adalah petak pada areal tegakan
Rasamala. Pada areal tegakan Rasamala masing-masing dibuat 5 petak dengan
ukuran 20 m x 20 m. Di dalam petak-petak tersebut dibuat petak-petak kecil
berukuran 2 m x 2 m sebanyak 4 buah yang diletakkan di setiap sudut untuk
pengukuran serasah dan pengukuran Indeks Nilai Penting (INP) pada tumbuhan
bawah yang digunakan untuk menetapkan dominasi suatu jenis terhadap jenis
lainnya. Indeks Nilai Penting merupakan penjumlahan dari Kerapatan Relatif
(KR), Dominasi Relatif (DR), dan Frekuensi Relatif (FR) (Soerinegara dan
Irawan, 1988).
K = Jumlah individu suatu jenis
Luas Plot Pengamatan
F = Jumlah plot ditemukan suatu jenis
Jumlah seluruh plot
FR = F suatu jenis x 100%
F seluruh jenis
20m
20 m
2 m
2 m
Gambar 2. Desain petak penelitian untuk vegetasi atau tegakan Rasamala
2. Pendugaan Biomassa Tegakan
Pendugaan biomassa tegakan dilakukan dengan menggunakan metode
pendekatan volume seperti yang diusulkan Brown (1997) namun dengan ada
beberapa modifikasi mengenai pendugaan dan pengukuran biomassa. Perhitungan
volume pohon rata-rata dengan melalui tahapan berikut :
1. Mengukur diameter tegakan Rasamala 1,3 m dari atas tanah yang
kemudian digunakan pendekatan secara volumetrik dengan Tarif
Volume Lokal Rasamala (TVL) KPH Cianjur.
2. Untuk mencari biomassa tegakan per hektar dicari dari volume
rata-rata per hektar dan kerapatan kayunya.
Yn = volume rata-rata per ha x Berat Jenis (BJ)
Yn adalah biomassa per hektar
3. Pengambilan Contoh Tumbuhan Bawah dan Serasah
Pada setiap petak penelitian berukuran 2 m x 2 m dilakukan pengambilan
contoh serasah dan tumbuhan bawah yang meliputi semak belukar yang
berdiameter batang kurang dari 5 cm, tumbuhan menjalar, rumput-rumputan atau
gulma. Estimasi biomassa tumbuhan bawah dilakukan dengan mengambil bagian
tanaman (Hairiah dan Rahayu, 2007). Kemudian untuk serasah ditimbang
masing-masing 2 kali ulangan dengan berat masing-masing-masing-masing sekitar 20 gram untuk
mengetahui berat basah. Pada tumbuhan bawah pun ditimbang sekitar 20 gram
4. Pengovenan
Pengovenan dilakukan pada suhu 105 º C selama 48 jam.
4. 5. Analisis Data
1. Pengukuran biomassa tumbuhan bawah dan serasah
Data primer tumbuhan bawah yang diperoleh dihitung berat basahnya dan
contoh yang diambil dikeringtanurkan untuk mengetahui berat keringnya.
Menurut Haygreen dan Bowyer (1989), kadar air dihitung dengan menggunakan
rumus :
2. Menghitung berat kering
Berat kering serasah diketahui setelah pengovenan. Selain itu juga,
menurut Haygreen dan Bowyer (1982), apabila berat basah diketahui dan
kandungan air telah diperoleh dari contoh uji kecil maka berat kering dari
masing-masing sampel dapat dihitung dengan rumus :
Berat kering yang dihasilkan setelah pengovenan dinyatakan dalam satuan
gram yang kemudian dikonversi ke kilogram per hektar untuk mengetahui
biomassa tumbuhan bawah dan serasah yang terdapat pada masing-masing areal.
3. Potensi Karbon
Karbon dapat diduga melalui biomassa yaitu dengan mengkonversi
setengah dari jumlah biomassa, karena hampir 50% dari biomassa pada vegetasi
hutan tersusun atas unsur karbon (Brown, 1997) yaitu dengan menggunakan
C = Yn x 0,5
C = Karbon (ton/ha)
Yn = Biomassa tegakan (ton/ha)
0,5 = Faktor konversi dari standar internasional untuk pendugaan karbon
4. Analisis Data secara Statistik
Hasil pendugaan simpanan karbon yang telah diperoleh pada akhirnya
akan diuji secara statistik dengan rancangan percobaan yang sesuai. Rancangan
percobaan yang dipakai adalah rancangan tersarang (nested design) atau
hierarchical design, yaitu rancangan yang memiliki faktor yang tersarang pada faktor lainnya (Montgomery, 1999).
Model linier:
i=1,2
yijk = µ + τi + βj(i) + ε(ij)k j=1,2,3
k=1,2,3,4,5 Keterangan:
yijk = Respon banyaknya kandungan karbon dalam hutan ke-i, vegetasi ke-j,
dan petak (ulangan) ke-k.
µ = Rataan umum
τi = Pengaruh faktor hutan jenis ke-i terhadap respon
βj(i) =Pengaruh vegetasi ke-j yang tersarang pada hutan ke-i
ε(ij)k = Pengaruh galat acak respon pada hutan ke-i, vegetasi ke-j yang tersarang
pada hutan ke-i dan petak (ulangan) ke-k.
Faktor hutan yang ditetapkan adalah hutan tahun tanam 1994 dan tahun
tanam 1982, sedangkan vegetasinya ditetapkan pula tegakan pohon, serasah, dan
tanaman bawah. Berdasarkan hasil uji ANOVA (Analysis of Variance), apabila
hipotesis pengaruh faktor hutan yang dalam hal ini hipotesis nol ditolak, maka
langkah selanjutnya adalah dengan uji lanjut. Uji lanjut yang digunakan adalah
Least Significant Difference (Beda Nyata Terkecil), yaitu untuk membandingkan adanya perbedaan dari pengaruh simpanan karbon pada tegakan, serasah, dan
4.6. Hipotesis Penelitian
Terdapat perbedaan potensi karbon pada salah satu variabel pengamatan
(tegakan, serasah, maupun tumbuhan bawah) yang terdapat pada areal hutan tahun
tanam 1994 dan tahun tanam 1982 sehingga dapat memberikan gambaran
mengenai kandungan karbon terkait adanya perbedaan umur tegakn. Hipotesis
yang diuji antara lain:
1. Pengaruh Faktor Hutan
H0: τ1 = τ2 = 0 (hutan tidak berpengaruh)
H1: min ada satu τi ≠ 0 , i=1,2
2. Pengaruh Faktor Vegetasi yang tersarang pada Hutan
H0: βj(i) = 0, i,j (vegetasi pada hutan tertentu tidak berpengaruh)
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5. 1. Hasil
Dua lokasi yang digunakan dalam menduga potensi karbon di tegakan
Rasamala (Altingia excelsa) yaitu pada areal tahun tanam 1994 di petak 9D dan
areal tahun tanam 1982 di petak 9C di wilayah Bagian Kesatuan Pemangkuan
Hutan (BKPH Sukanegara Selatan), Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Cianjur,
Perum Perhutani Unit III Jawa Barat. Kedua lokasi jenis Rasamala tersebut
ditanam dengan jarak tanam 3 m x 2 m dengan masing-masing 2 kali penjarangan.
Pengambilan contoh untuk masing-masing lokasi adalah seluas 0,2 hektar dengan
lima kali pengulangan.
Gambar 3. Kondisi tegakan Rasamala petak 9D tahun tanam 1994 (A) dan tegakan Rasamala petak 9C tahun tanam 1982 (B)
5. 1. 1. Potensi Volume Tegakan
Hasil pengukuran di lapangan berupa keliling pohon (cm) yang kemudian
dikonversikan menggunakan Tarif Volume Lokal (TVL) Rasamala KPH Cianjur,
Perum Perhutani Unit III Jawa Barat yang memberikan informasi mengenai
potensi volume tegakan Rasamala. Hasil perhitungan potensi volume tegakan
tersebut dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Potensi volume tegakan Rasamala (Altingia excelsa) di areal petak 9D areal tahun tanam 1994 dan petak 9C tahun tanam 1982 di KPH Cianjur
Tahun
Potensi volume yang dimiliki tegakan Rasamala (Altingia excelsa) pada
petak areal tegakan tahun tanam 1994 berbeda dengan potensi volume Rasamala
pada petak areal tegakan tahun tanam 1982. Potensi volume Rasamala per hektar
pada petak areal tegakan tahun tanam 1994 adalah 151,265 m3/ha, sedangkan pada
petak areal tegakan tahun tanam 1982 adalah 198,080 m3/ha. Apabila dilihat
dalam Tabel 1, jumlah pohon pada tegakan tahun tanam 1994 adalah 430
pohon/ha sedangkan pada tegakan tahun tanam 1982 adalah 445 pohon/ha.
Perbedaan tersebut terjadi karena adanya tanaman yang mati pada tahun tanam
1994 karena terserang penyakit serta akibat pencurian.
Pada tegakan dengan tahun tanam 1982 memiliki nilai volume per hektar
yang lebih besar yaitu 198,080 m3/ha karena memilili diameter rata-rata lebih
besar yaitu 23,878 cm sehingga nilai volumenya besar serta volume per pohon
0,461 m3, sedangkan tahun tanam 1994 memiliki nilai volume per hektar yang
lebih kecil yaitu 151,265 m3/ha karena memilili diameter rata-rata lebih kecil
yaitu 20,497 cm sehingga nilai volumenya besar serta volume per pohon 0,340
m3.
Gambar 4. Potensi volume tegakan Rasamala petak tahun tanam 1994 dan tegakan Rasamala petak tahun tanam 1982
5. 1. 2. Hasil Analisis Vegetasi Tingkat Tumbuhan Bawah
Pada petak 9D tahun tanam 1994, ditemukan 23 jenis tumbuhan bawah.
Pada petak ini, jenis Rumput (Ischaemum muticumm) merupakan tumbuhan
bawah paling banyak ditemukan dengan jumlah tertinggi. Hal tersebut
ditunjukkan dengan nilai K sebanyak 157750 ind/ha (53,54% dari total) sehingga
menghasilkan INP sebesar 48,09%. Namun frekuensi jenis yang relatif terletak di
setiap subpetak terdapat pada jenis Rane (Selanginella unsinata) dan Harendong
(Melastoma malabathricum) yaitu 0,90 (Tabel 2).
Tabel 2. Hasil analisis vegetasi tingkat tumbuhan bawah pada petak 9D tahun tanam 1994
inulifolius 1875 0,64 0,10 1,92 2,56
4 Rane
Selanginella
unsinata 72875 24,73 0,90 17,31 42,04
5 Harendong
Melastoma
malabathricum 31625 10,73 0,90 17,31 28,04
6 Balimbingan Oxalis barrelieri 500 0,17 0,15 2,88 3,05
7 Bayam duri
Amaranthus
hybridus 625 0,21 0,20 3,85 4,06
8 Marasi Curculigo villosa 1375 0,47 0,30 5,77 6,24
9 Pakis
Nephrolepis
exaltata 8750 2,97 0,40 7,69 10,66
10 Lantohan
Peperomia
pellucida 10125 3,44 0,50 9,62 13,05
11 Kremah
milliformis 2250 0,76 0,10 1,92 2,69
21 Klayu
Berbeda dengan kondisi tumbuhan bawah pada petak 9D tahun tanam
1994, pada petak 9C tahun tanam 1982 ditemukan 29 jenis tumbuhan bawah.
Hasil analisis vegetasi tingkat tumbuhan bawah menunjukkan jenis yang paling
dominan adalah Rane (Selanginella unsinata) dengan nilai K sebanyak 55375
ind/ha (35,36% dari total) dan frekuensi jenis yang relatif terletak di setiap
subpetak sehingga menghasilkan nilai INP sebesar 50,86 % (Tabel 3).
Tabel 3. Hasil analisis vegetasi tingkat tumbuhan bawah pada petak 9C tahun tanam 1982
malabathricum 17625 11,25 0,85 13,18 24,43
2 Rumput
blechnoides 11000 7,02 1,00 15,50 22,53
5 Bayam duri
unsinata 55375 35,36 1,00 15,50 50,86
18 Sonokeling
5. 1. 3. Potensi Biomassa Tegakan
Biomassa yang diukur dalam penelitian ini adalah biomassa yang terdapat
di atas permukaan tanah yaitu tegakan, tumbuhan bawah, dan serasah. Kandungan
biomassa di atas permukaan tersebut dapat dilihat dalam Tabel 4 berikut.
Tabel 4. Kandungan biomassa di atas permukaan hutan (pohon, tumbuhan bawah, dan serasah)
Jenis Tegakan Potensi Biomassa (ton/ha)
Pohon Tumbuhan Bawah Serasah Total Tegakan Tahun Tanam 1994 122,525 4,546 2,767 129,838 Tegakan Tahun Tanam 1982 160,445 2,692 2,373 165,510
Pada petak tahun tanam 1982 potensi tegakan Rasamala memiliki
biomassa yang lebih besar dibandingkan potensi biomassa tegakan Rasamala pada
petak tahun tanam 1994. Adapun potensi biomassa pohon pada petak tahun tanam
1982 adalah 160,445 ton/ha, sedangkan pada petak tahun tanam 1994 potensi
Gambar 5. Potensi biomassa pohon Rasamala petak tahun tanam 1994 dan petak tahun tanam 1982
5. 1. 4. Potensi Biomassa Tumbuhan Bawah
Potensi biomassa tumbuhan bawah menunjukkan hasil yang berkebalikan
dengan potensi biomassa pada tegakan. Pada petak tahun tanam 1982 mempunyai
nilai total biomassa tumbuhan bawah lebih kecil dibandingkan nilai total biomassa
petak tahun tanam 1994. Potensi biomassa tumbuhan bawah petak tahun tanam
1994 adalah 4,546 ton/ha, sedangkan potensi biomassa tumbuhan bawah petak
tahun tanam 1982 adalah 2,692 ton/ha.
Gambar 6. Potensi biomassa tumbuhan bawah petak tahun tanam 1994 dan petak tahun tanam 1982
5. 1. 5. Potensi Biomassa Serasah
Potensi biomassa serasah pada petak tahun tanam 1994 menunjukkan hasil
biomassa yang lebih besar dibandingkan potensi biomassa serasah pada petak
tahun tanam 1982. Pada potensi biomassa serasah petak tahun tanam 1994 nilai
potensi biomassa serasahnya adalah 2,767 ton/ha, sedangkan potensi biomassa
serasah pada petak tahun tanam 1982 adalah 2,373ton/ha.
Gambar 7. Potensi biomassa serasah petak tahun tanam 1994 dan petak tahun tanam 1982
5. 1. 6. Potensi Biomassa Total di Atas Permukaan
Hasil penjumlahan biomassa yang terdapat di atas permukaan terdiri dari
pohon, tumbuhan bawah, dan serasah menunjukkan bahwa potensi biomassa total
pada petak tahun tanam 1994 lebih besar dibandingkan dengan potensi biomassa
total pada petak tahun tanam 1982. Potensi biomassa total petak tahun tanam 1982
adalah 165,510 ton/ha, sedangkan pada petak tahun tanam 1994 mempunyai total
potensi biomassanya sebesar 129,838 ton/ha.
Gambar 8. Potensi biomassa total diatas permukaan tahun tanam 1994 dan petak tahun tanam 1982
5. 1. 7. Potensi Simpanan Karbon Pohon
Potensi simpanan karbon yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
potensi simpanan karbon di atas permukaan yaitu pada pohon, tumbuhan bawah,
dan serasah. Hasil penghitungan di lapangan menggunakan studi tentang biomassa
yaitu dengan cara mengalikan masing-masing perhitungan biomassa dengan
faktor konversi 0,5, dimana faktor 0,5 maksudnya bahwa biomassa pohon
mengandung 50 % dari karbon dengan mengkonversi setengah dari jumlah
biomassa (Brown, 1997). Potensi simpanan karbon baik dari pohon, tumbuhan
bawah maupun serasah dapat dilihat dalam Tabel 5 berikut.
Tabel 5. Potensi simpanan karbon diatas permukaan hutan (pohon, tumbuhan bawah, dan serasah)
Jenis Tegakan Potensi Karbon (ton/ha)
Tegakan Tumbuhan Bawah Serasah Total Tegakan Tahun tanam 1994 61,262 2,273 2,767 66,302 Tegakan Tahun tanam 1982 80,222 1,346 2,372 83,940
Pada jenis tegakan tahun tanam 1994, potensi simpanan karbon pada
pohon adalah 61,262 ton/ha. Berbeda dengan jenis tegakan tahun tanam 1982
yang mempunyai nilai potensi simpanan karbon pohonnya lebih besar yaitu
80,222 ton/ha. Hal tersebut disebabkan oleh jumlah volume tegakan pada petak
tahun tanam 1982 lebih besar daripada volume tegakan pada petak tahun tanam
1994.
Gambar 9. Potensi simpanan karbon pohon pada petak tahun tanam 1994 dan pada petak tahun tanam 1982
5. 1. 8. Potensi Simpanan Karbon Tumbuhan Bawah
Berdasarkan hasil perhitungan terhadap biomassa tumbuhan bawah, maka
potensi biomassa pada petak tahun tanam 1994 lebih tinggi daripada petak tahun
tanam 1982. Hal tersebut memberikan pengaruh terhadap potensi simpanan
karbon pada tumbuhan bawah, yaitu potensi simpanan karbon tumbuhan bawah
pada petak tahun tanam 1994 lebih tinggi daripada petak tahun tanam 1982. Hasil
perhitungan simpanan karbon tumbuhan bawah pada petak tahun tanam 1994
adalah 11,365 ton/ha, sedangkan potensi simpanan karbon tumbuhan bawah pada
petak tahun tanam 1982 adalah 6,729 ton/ha.
Gambar 10. Potensi simpanan karbon tumbuhan bawah pada petak tahun tanam 1994 dan petak tahun tanam 1982
5. 1. 9. Potensi Simpanan Karbon Serasah
Selain terdapat pada tegakan dan tumbuhan bawah, potensi simpanan
karbon di atas permukaan tanah juga terdapat pada serasah. Hasil perhitungan
potensi karbon serasah pada petak tahun tanam 1994 adalah 1,384 ton/ha dan
potensi karbon serasah pada petak tahun tanam 1982 adalah sebesar 1,186 ton/ha.
Dapat disimpulkan bahwa potensi simpanan karbon serasah pada petak tahun
tanam 1994 lebih besar daripada petak tahun tanam 1982.
Gambar 11. Potensi simpanan karbon serasah pada petak tahun tanam 1994 dan petak tahun tanam 1982
5. 1. 10. Potensi Simpanan Karbon di Atas Permukaan
Hasil keseluruhan perhitungan potensi simpanan karbon berupa simpanan
karbon pada pohon, tumbuhan bawah, dan serasah merupakan pendugaan
terhadap potensi simpanan karbon di atas permukaan. Berdasarkan perhitungan
terhadap simpanan karbon sebelumnya, pada petak tahun tanam 1982 potensi
simpanan karbon total lebih besar daripada petak tahun tanam 1994. Potensi
simpanan karbon pada petak 9C tahun tanam 1982 adalah 83,940 ton/ha.
Sedangkan potensi simpanan karbon pada petak 9D tahun tanam 1994 adalah
66,302 ton/ha. Hal tersebut disebabkan oleh nilai dari potensi simpanan karbon
pada tegakan menunjukkan nilai yang lebih besar pada petak tahun tanam 1982
dengan petak tahun tanam 1994.
Gambar 12. Potensi simpanan total karbon pada petak tahun tanam 1994 dan petak tahun tanam 1982
5. 1. 11. Hasil Analisis Data Simpanan Karbon
Hasil dari pengolahan data simpanan karbon baik pada hutan Rasamala
tahun tanam 1994 maupun hutan Rasamala tahun tanam 1982 dengan
masing-masing pengaruh vegetasi (tegakan, tumbuhan bawah, dan serasah) menunjukkan
hasil ANOVA pada Tabel 6 berikut.
Tabel 6. Tabel sidik ragam simpanan karbon
ANOVA: ln karbon versus hutan; vegetasi
Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P
Hasil analisis data yang diperoleh menunjukkan tingkat keterandalan yang
nyata, yaitu dibuktikan dengan nilai R-Sq = 96,05 %. Sedangkan untuk menguji
hipotesis pertama yaitu pada faktor hutan, dapat dilihat pada p-value sumber
keragaman hutan. Nilai p-value = 0,314 dimana nilai tersebut >0,05 sehingga pada
taraf nyata 5% terima H0 yaitu H0: τ1 = τ2 = 0 (hutan tidak berpengaruh). Dapat
disimpulkan bahwa pada hipotesis pertama pada taraf nyata 5% belum cukup
bukti untuk mengatakan bahwa hutan rasamala tahun tanam 1994 maupun hutan
tahun tanam 1982 berpengaruh terhadap potensi simpanan karbon.
Faktor yang secara nyata berpengaruh terhadap potensi simpanan karbon
pada taraf nyata α=5% adalah vegetasi (tegakan, tumbuhan bawah, dan serasah),
terbukti dengan p-value = 0,000 < 0,05. Sehingga pada taraf nyata 5% tolak Ho
yaitu H0: βj(i) = 0, i,j (vegetasi pada hutan tertentu berpengaruh). Dapat
disimpulkan bahwa pada hipotesis kedua dengan taraf nyata 5% ada atau terdapat
vegetasi (tegakan, tumbuhan bawah, dan serasah) yang berpengaruh terhadap
potensi simpanan karbon. Hal tersebut dapat digunakan uji lanjut untuk
mengetahui perbandingan nilai tengah perlakuan. Uji lanjut dari penolakan
hipotesis nol vegetasi yang tersarang pada hutan dilakukan dengan Least
Significant Difference (Beda Nyata Terkecil).
Uji perbandingan LSD adalah membandingkan sepasang perlakuan demi
perlakuan dengan mengurangkan rataan dari perlakuan tersebut (Montgomery,
1999). Bila selisihnya melebihi nilai BNT, maka dikatakan dua perlakuan tersebut
berbeda pada taraf nyata 5%. Berdasarkan hasil output minitab 14 (Lampiran),
Apabila upper-lower selisih masing-masing pasangan perlakuan mencakup nol,
maka pasangan perlakuan tersebut tidak berbeda nyata. Hasil yang diperoleh
dengan 2 dan 3 dengan 4, yaitu potensi karbon tegakan pada hutan Rasamala
tahun tanam 1994 tidak berbeda nyata dengan potensi karbon tegakan pada hutan
Rasamala tahun tanam 1982. Begitupula pada serasah, potensi simpanan karbon
serasah pada hutan Rasamala tahun tanam 1994 dan hutan Rasamala tahun tanam
1982 tidak memiliki perbedaan dalam hal potensi simpanan karbon. Namun
perbedaan potensi simpanan karbon terdapat pada tumbuhan bawah, hasil analisis
data menunjukkan hutan Rasamala tahun tanam 1994 dan Rasamala tahun tanam
1982 ternyata potensi simpanan karbonnya berbeda. Tumbuhan bawah yang
tumbuh di permukaan hutan Rasamala tahun tanam 1994 memiliki potensi
simpanan karbon yang lebih besar.
5. 2. Pembahasan
Potensi hutan tanaman yang berada di Kesatuan Pemangkuan Hutan
(KPH) Cianjur, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten salah satunya
adalah jenis Rasamala (Altingia excelsa). Pengelolaan hutan Rasamala tersebut
didukung dengan adanya kondisi topografi, tanah, serta iklim yang sesuai
sehingga hasil hutan yang diperoleh dapat optimal. Jenis Rasamala di KPH
Cianjur dominan terletak di sekitar daerah dataran tinggi Bagian Kesatuan
Pemangkuan Hutan (BKPH) Sukanagara Selatan.
Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui terdapat perbedaan antara
kondisi tegakan Rasamala tahun tanam 1994 dengan tegakan Rasamala tahun
tanam 1982. Perbandingan yang dianalisis meliputi potensi volume tegakan,
keanekaragaman jenis pada tingkat tumbuhan bawah, potensi simpanan biomassa
dan potensi simpanan karbon di atas permukaan (pohon, tumbuhan bawah
maupun serasah).
Potensi volume tegakan Rasamala per hektar pada petak tahun tanam 1982
lebih besar dibandingkan dengan potensi volume Rasamala per hektar pada petak
tahun tanam 1994. Potensi volume Rasamala pada petak areal tegakan tahun
tanam 1994 adalah 151,265 m3/ha, sedangkan pada petak areal tegakan tahun
tanam 1982 adalah 198,080 m3/ha. Hal ini dapat disebabkan oleh pertumbuhan
Rasamala yang ditanam 1982. Pertumbuhan alami ini menyebabkan pertambahan
diameter Rasamala meningkat sehingga potensi volumenya juga lebih besar.
Hasil penelitian menunjukkan pada petak 9D tahun tanam 1994,
ditemukan 23 jenis tumbuhan bawah sedangkan pada petak 9C tahun tanam 1982
ditemukan 29 jenis tumbuhan bawah. Pada petak 9D tahun tanam 1994, jenis
Rumput (Ischaemum muticumm) merupakan tumbuhan bawah paling banyak
ditemukan dengan jumlah tertinggi. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai K
sebanyak 157750 ind/ha (53,54% dari total) sehingga menghasilkan INP sebesar
48,09%. Namun frekuensi jenis yang relatif terletak di setiap subpetak terdapat
pada jenis Rane (Selanginella unsinata) dan Harendong (Melastoma
malabathricum) yaitu 0,90 (Tabel 2). Dengan demikian jenis Rane dan Harendong
adalah jenis yang dominan terdapat pada setiap subpetak. Hasil analisis vegetasi
tingkat tumbuhan bawah pada petak 9C tahun tanam 1982 menunjukkan jenis
yang paling dominan adalah Rane (Selanginella unsinata) dengan nilai K
sebanyak 55375 ind/ha (35,36% dari total) dan frekuensi jenis yang relatif terletak
di setiap subpetak sehingga menghasilkan nilai INP sebesar 50,86 % (Tabel 3).
Biomassa sebagai jumlah total dari bahan organik hidup di atas tanah pada
pohon termasuk daun, ranting, cabang, dan batang utama yang dinyatakan dalam
berat kering oven per unit area (Brown, 1997). Biomassa dapat dibedakan ke
dalam dua kategori, yaitu biomassa tumbuhan di atas permukaan tanah (above
ground biomass) dan biomassa di bawah permukaan tanah (below ground biomass). Penelitian yang dilakukan pada petak 9D (tahun tanam 1994) dan petak 9C (tahun tanam 1982) di tegakan Rasamala ini mengukur potensi biomassa di
atas permukaan tanah (above ground biomass) baik pohon, tumbuhan bawah serta
serasah. Proses pendugaan biomassa pada tegakan dilakukan dengan pengukuran
keliling (cm) pohon untuk mendapatkan diameter (m) pohon yang kemudian
dikonversi menjadi volume (m3) melalui Tarif Volume Lokal (TVL) Rasamala
KPH Cianjur. Sedangkan pendugaan biomassa tumbuhan bawah dan serasah
dilakukan dengan penghitungan berat kering.
Hasil pendugaan biomassa tegakan pada petak tahun tanam 1982 diperoleh
hasil potensi tegakan Rasamala memiliki biomassa yang lebih besar dibandingkan
potensi biomassa pohon pada petak tahun tanam 1982 adalah 160,445 ton/ha,
sedangkan pada petak tahun tanam 1994 potensi biomassa pohonnya adalah
122,525 ton/ha. Hal ini disebabkan karena pada petak areal tahun tanam 1982
memiliki nilai volume pohon lebih besar sesuai dengan umur tegakannya
dibandingkan dengan petak areal tahun tanam 1994. Biomassa tegakan
dipengaruhi oleh faktor iklim seperti curah hujan dan, selain itu juga dipengaruhi
oleh umur tegakan, sejarah perkembangan vegetasi, komposisi dan struktur
tegakan (Kusmana, 1993).
Berbeda dengan potensi biomassa pada pohon, untuk potensi biomassa
tumbuhan bawah menunjukkan hasil yang berkebalikan. Potensi biomassa
tumbuhan bawah pada petak tahun tanam 1982 memiliki nilai yang lebih kecil
dibandingkan potensi biomassa petak tahun tanam 1994. Potensi biomassa
tumbuhan bawah petak tahun tanam 1982 adalah 2,692 ton/ha sedangkan potensi
biomassa tumbuhan bawah petak tahun tanam adalah 4,546 ton/ha. Hal tersebut
disebabkan oleh adanya perbedaan berat kering dari tumbuhan bawah pada
masing-masing petak.
Potensi biomassa serasah pada petak tahun tanam 1994 menunjukkan hasil
biomassa yang lebih besar dibandingkan potensi biomassa serasah pada petak
tahun tanam 1982. Pada potensi biomassa serasah petak tahun tanam 1994 nilai
potensi biomassa serasahnya adalah 2,767 ton/ha, sedangkan potensi biomassa
serasah pada petak tahun tanam 1982 adalah 2,373ton/ha. Hal ini disebabkan oleh
berat basah serasah yang lebih besar pada petak tahun tanam 1994 (Lampiran).
Hasil penjumlahan biomassa yang terdapat di atas permukaan terdiri dari tegakan,
tumbuhan bawah, dan serasah menunjukkan bahwa potensi biomassa total pada
petak tahun tanam 1994 lebih besar dibandingkan dengan potensi biomassa total
pada petak tahun tanam 1982. Potensi biomassa total petak tahun tanam 1982
adalah 165,510 ton/ha, sedangkan pada petak tahun tanam 1994 mempunyai total
potensi biomassanya sebesar 129,838 ton/ha. Potensi biomassa total dipengaruhi
oleh potensi biomassa pada masing-masing tegakan baik pohon, tumbuhan bawah,
ataupun serasah. Meskipun biomassa pada pohon petak tahun tanam 1994 lebih
rendah dibandingkan pada petak tahun tanam 1982, namun faktor lainnya seperti
daripada petak tahun tanam 1982. Potensi biomassa total tersebut pada akhirnya
akan mempengaruhi simpanan karbon pada masing-masing tegakan.
Pendugaan potensi simpanan karbon dalam suatu tegakan dapat dilihat
dari besarnya potensi biomassa yang ada. Biomassa hutan dapat memberikan
dugaan sumber karbon pada vegetasi hutan, oleh karena 50% dari biomassa
adalah karbon (Brown dan Gaton 1996 dalam Irawan 2009). Jadi, potensi
simpanan karbon yang dimiliki pada tegakan Rasamala adalah setengah dari
potensi biomassanya yang berarti juga bahwa peningkatan jumlah biomassa akan
meningkatkan jumlah potensi simpanan karbon.
Proposi terbesar penyimpanan karbon di daratan umumnya terdapat pada
komponen pepohonan atau tegakan (Hairiah dan Rahayu, 2007). Hasil pengolahan
data biomassa tegakan menunjukkan bahwa potensi simpanan karbon tegakan
Rasamala pada petak tahun tanam 1982 lebih besar dibandingkan dengan potensi
simpanan karbon tegakan Rasamala pada petak tahun tanam 1994. Pada jenis
tegakan tahun tanam 1994, potensi simpanan karbon pohonya adalah 61,262
ton/ha. Tegakan Rasamala tahun tanam 1982 potensi simpanan karbon pohonnya
adalah 80,222 ton/ha. Hal tersebut dipengaruhi oleh jumlah volume pohon pada
petak tahun tanam 1982 lebih besar daripada volume pohon pada petak tahun
tanam 1994. Potensi volume tegakan tersebut mempengaruhi potensi biomassa
dan simpanan karbon pada masing-masing petak.
Berbeda dengan simpanan karbon pada pohon, berdasarkan hasil
perhitungan terhadap biomassa tumbuhan bawah dan serasah, maka potensi
simpanan karbon pada petak tahun tanam 1994 lebih besar daripada petak tahun
tanam 1982. Hasil perhitungan simpanan karbon tumbuhan bawah pada petak
tahun tanam 1994 adalah 2,273 ton/ha, sedangkan potensi simpanan karbon
tumbuhan bawah pada petak tahun tanam 1982 adalah 1,346 ton/ha. Hal tersebut
memberikan pengaruh terhadap potensi simpanan karbon pada tumbuhan bawah,
yaitu potensi simpanan karbon tumbuhan bawah pada petak tahun tanam 1982
lebih rendah daripada petak tahun tanam 1994. Hal ini dapat dipengaruhi oleh
umur tumbuhan bawah pada petak tahun tanam 1994 yang lebih muda.
Hairiah dan Rahayu (2007) menyatakan bahwa pengukuran karbon yang
langsung menggambarkan CO2 yang tidak dilepaskan ke udara lewat pembakaran.
Hasil perhitungan potensi karbon serasah pada petak tahun tanam 1994 adalah
1,384 ton/ha dan potensi karbon serasah pada petak tahun tanam 1982 adalah
sebesar 1,186 ton/ha. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada petak tahun tanam
1994 secara tidak langsung tidak melepaskan CO2 ke udara lewat pembakaran dan
hal ini berarti pula bahwa jumlah karbon tersimpan pada tegakan di petak
tersebut.
Hasil keseluruhan perhitungan potensi simpanan karbon berupa simpanan
karbon pada pohon, tumbuhan bawah, dan serasah merupakan pendugaan
terhadap potensi simpanan karbon di atas permukaan. Berdasarkan perhitungan
terhadap simpanan karbon sebelumnya, pada petak 9C tahun tanam 1982 potensi
simpanan karbon total lebih besar daripada petak 9D tahun tanam 1994. Potensi
simpanan karbon pada petak tahun tanam 1982 adalah 83,940ton/ha. Sedangkan
potensi simpanan karbon pada petak tahun tanam 1994 adalah 66,302ton/ha.Hal
tersebut disebabkan perbedaan umur tegakan sehingga terdapat perbedaan
kandungan biomassa pada pohon, tumbuhan bawah, maupun serasah.
Setelah diperoleh hasil potensi simpanan karbon baik pada petak tahun
tanam 1994 maupun pada petak tahun tanam 1982, maka untuk menguji
keaktualan data maka dilakukan analisis menggunakan statistika dengan
menggunakan pengujian hipotesis yang telah dibuat. Hasil analisis data yang
diperoleh menunjukkan tingkat keterandalan yang nyata, yaitu dibuktikan dengan
nilai R-Sq = 95.60 %. Sedangkan untuk menguji hipotesis pertama yaitu pada
faktor hutan, dapat dilihat pada p-value sumber keragaman hutan. Nilai p-value =
0,314 dimana nilai tersebut >0,05 sehingga pada taraf nyata 5% terima H0 yaitu
H0: τ1 = τ2 = 0 (hutan tidak berpengaruh). Dapat disimpulkan bahwa pada
hipotesis pertama pada taraf nyata 5% belum cukup bukti untuk mengatakan
bahwa hutan rasamala tahun tanam 1994 maupun hutan tahun tanam 1982
berpengaruh terhadap potensi simpanan karbon.
Berbeda dengan hasil hipotesis yang kedua, yaitu pada faktor vegetasi
yang terdapat di dalam hutan tahun tanam 1994 dan hutan tahun tanam 1982 yang
atau terdapat vegetasi (tegakan, tumbuhan bawah, dan serasah) yang berpengaruh
terhadap potensi simpanan karbon.
Uji lanjut dari penolakan hipotesis nol vegetasi yang tersarang pada hutan
dilakukan dengan Least Significant Difference (Beda Nyata Terkecil) yang
membandingkan sepasang perlakuan demi perlakuan dengan mengurangkan
rataan dari perlakuan tersebut (Montgomery, 1999). Hasil uji Least Significant
Difference menunjukkan pada taraf nyata 5% faktor vegetasi yang berpengaruh terhadap potensi simpanan karbon adalah pada tingkat tumbuhan bawah.
Pengujian ini membuktikan dan menjawab hipotesis sebelumnya yaitu ada atau
terdapat vegetasi (tegakan, tumbuhan bawah, dan serasah) yang berpengaruh
terhadap potensi simpanan karbon.
Hasil analisis data menggunakan statistik menunjukkan hasil yang berbeda
dengan kondisi yang ada di lapangan. Tetapi, dengan pengujian statistika tersebut
mampu membuktikan hipotesis yang dibuat yaitu terdapat perbedaan potensi
karbon pada salah satu variabel pengamatan (tegakan, serasah, maupun tumbuhan
bawah) yang terdapat pada areal hutan Rasamala tahun tanam 1994 dengan hutan
Rasamala tahun tanam 1982, sehingga dapat memberikan gambaran mengenai
kandungan karbon terkait dengan adanya perbedaan umur tegakan. Dapat
disimpulkan dalam penelitian ini variabel pengamatan yang memberikan