KEBAKARAN PERMUKAAN DI KPH MALANG,
PERUM PERHUTANI UNIT II JAWA TIMUR
DODDY JULI IRAWAN
E44052357
DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
KEBAKARAN PERMUKAAN DI KPH MALANG,
PERUM PERHUTANI UNIT II JAWA TIMUR
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Doddy Juli Irawan
E44052357
DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Nama : Doddy Juli Irawan
NRP : E44052357
Menyetujui, Dosen Pembimbing
(Prof. Dr. Ir. Bambang Hero Saharjo, M. Agr.) NIP. 19641110 199002 1 001
Mengetahui,
Dekan Fakultas Kehutanan IPB,
(Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr) NIP. 19611126 198601 1 001
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Pendugaan
Kandungan Karbon Pada Tegakan Jati (Tectona grandis) Tidak Terbakar dan
Pasca Kebakaran Permukaan di KPH Malang, Perum Perhutani Unit II Jawa
Timur adalah benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing
dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau
lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, 23 Juni 2009
Doddy Juli Irawan
Penulis memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala
rahmat dan kasih sayangNya sehingga skripsi yang berjudul Pendugaan
Kandungan Karbon Pada Tegakan Jati (Tectona grandis) Tidak Terbakar dan Pasca Kebakaran Permukaan di KPH Malang, Perum Perhutani Unit II
Jawa Timur dapat diselesaikan. Mengingat hutan di Indonesia memiliki potensi
yang besar dalam mengurangi Gas Rumah Kaca (GRK), maka diharapkan
kejadian kebakaran hutan dan lahan yang disengaja maupun tidak disengaja dapat
berkurang atau tidak terjadi sama sekali.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu
kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan dan
pengembangan lebih lanjut. Penulis berharap karya kecil ini tidak mengurangi
hakikat kebenaran ilmiahnya dan bermanfaat bagi semua pihak yang
membutuhkannya.
Bogor, 23 Juni 2009
Penulis dilahirkan di Surabaya pada tanggal 5 Juli 1987 sebagai anak
kedua dari dua bersaudara pasangan dr. Irwin Wijaya dan Sri Rahayu, S.Pd. Pada
tahun 2005 penulis lulus dari SMAN I Sooko Mojokerto dan pada tahun yang
sama masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dengan memilih
mayor Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan sebagai pilihan pertama pada
tingkat dua dan selanjutnya menekuni bidang Kebakaran Hutan dan Lahan.
Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di sejumlah organisasi
kemahasiswaan yakni sebagai Deputy Local Director dan Control Council Local
Committee IAAS (International Association of Students in Agricultural and
related Sciences), anggota IFSA (International Forestry Student Association),
ketua divisi BEM E (Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kehutanan IPB),
anggota DPM TPB (Dewan Perwakilan Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama),
anggota IDC (IPB Debating Community), anggota UVB (UNICEF Volunteer
Board) Jakarta, ketua divisi Himpro TGC (Himpunan Profesi Tree Grower
Community Departemen Silvikultur), anggota Omda Himasurya Plus serta
anggota SEAYEN (South East Asia Youth Environment Networking). Selain itu,
Penulis memiliki pengalaman internasional dengan mengikuti seminar maupun
symposium di beberapa negara yaitu Jerman, Swiss, Cina, Malaysia, dan Korea.
Penulis juga melakukan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH)
jalur Cilacap-Baturaden, melakukan kegiatan magang di Perum Perhutani Unit II
Jawa Timur KPH Mojokerto serta melaksankan Praktek Kerja Profesi (PKP) di
Perum Perhutani Unit II Jawa Timur KPH Malang.
Untuk memperoleh gelar sarjana Kehutanan IPB, Penulis menyelesaikan
skripsi dengan judul Pendugaan Kandungan Karbon Pada Tegakan Jati (Tectona
grandis) Tidak Terbakar dan Pasca Kebakaran Permukaan di KPH Malang,
Perum Perhutani Unit II Jawa Timur dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Bambang
Hero Saharjo, M.Agr.
Bogor, 23 Juni 2009
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan rasa terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran terselesaikannya
penyusunan skripsi, terutama kepada :
1. Papa, Mama, Mbak Cindy, Kang Man yang telah menjadi sumber
inspirasi bagi penulis, serta keluarga besar atas semangat dan doanya.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Bambang Hero Saharjo, M.Agr yang telah menjadi
dosen pembimbing skripsi dan sekaligus memberikan banyak masukan
dalam kesempurnaan penyusunan skripsi.
3. Bapak Prof. I. G. K. Tapa Dharma, M.Sc. yang telah menjadi dosen
pembimbing akademik.
4. Bapak Ir. Jajang Suryana, M.Sc selaku dosen penguji dari Departemen
Hasil Hutan, Ibu Dra. Sri Rahayu, M.Si selaku dosen penguji dari
Departemen Manajemen Hutan, serta Bapak Rachmad Hermawan,
M.Sc.F selaku dosen penguji dari Departemen Konservasi Sumberdaya
Hutan dan Ekowisata atas masukan dalam penyempurnaan skripsi.
5. Komisi Pendidikan Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan,
Institut Pertanian Bogor yang telah membantu dalam pengurusan
administrasi.
6. Ir. Prana Indra Jatiharto, MM selaku Bapak Administratur KPH
Malang, beserta seluruh jajaran yang telah membantu kelancaran
pelaksanaan penelitian.
7. Bapak Aki Leander, Bapak Didiet, Bapak Budi, Bapak Sugyono,
Bapak Sukirno, Bapak Nanang, Ibu Tri, Bapak Toha, Bapak Muryono,
Bapak Asper Pujon dan Bapak Asper Sengguruh beserta seluruh staff.
8. Teman-teman Departemen Silvikultur 42 serta sahabat terbaikku
Dewangga, Heri, Asep, Fifi, Agus, Rifa, Putri, Deviyanti, Sanchez,
Tami, Farah dan Yohana.
9. Teman-teman dan keluarga besar IAAS, IFSA, Omda Himasurya Plus,
Bogor, 23 Juni 2009
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR... i
RIWAYAT HIDUP... ii
UCAPAN TERIMA KASIH... iii
DAFTAR ISI... iv
DAFTAR TABEL... vi
DAFTAR GAMBAR... vii
DAFTAR LAMPIRAN... viii
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Tujuan Penelitian ... 2
1.3. Manfaat Penelitian ... 2
1.4. Kerangka Pemikiran... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Kebakaran Hutan dan Lahan... 4
2. 1. 1. Pengertian... 4
2. 1. 2. Proses Terjadinya Kebakaran... 4
2. 1. 3. Klasifikasi Kebakaran Hutan ... 5
2. 2. Karbon... 6
2. 3. Pengertian Biomassa ... 6
2. 4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Biomassa... 7
2. 5. Pengukuran dan Pendugaan Biomassa... 8
2. 6. Tinjauan Hasil Penelitian Tentang Karbon ... 10
2. 7. Tinjauan Umum Jati (Tectona grandis) ... 11
III. METODE PENELITIAN 3. 1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 13
3. 2. Alat dan Bahan... 13
3. 3. Metode Pengambilan Data ... 13
3. 4. Metode Penelitian ... 14
3. 5. Analisis Data ... 15
KEBAKARAN PERMUKAAN DI KPH MALANG,
PERUM PERHUTANI UNIT II JAWA TIMUR
DODDY JULI IRAWAN
E44052357
DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
KEBAKARAN PERMUKAAN DI KPH MALANG,
PERUM PERHUTANI UNIT II JAWA TIMUR
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Doddy Juli Irawan
E44052357
DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Nama : Doddy Juli Irawan
NRP : E44052357
Menyetujui, Dosen Pembimbing
(Prof. Dr. Ir. Bambang Hero Saharjo, M. Agr.) NIP. 19641110 199002 1 001
Mengetahui,
Dekan Fakultas Kehutanan IPB,
(Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr) NIP. 19611126 198601 1 001
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Pendugaan
Kandungan Karbon Pada Tegakan Jati (Tectona grandis) Tidak Terbakar dan
Pasca Kebakaran Permukaan di KPH Malang, Perum Perhutani Unit II Jawa
Timur adalah benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing
dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau
lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, 23 Juni 2009
Doddy Juli Irawan
Penulis memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala
rahmat dan kasih sayangNya sehingga skripsi yang berjudul Pendugaan
Kandungan Karbon Pada Tegakan Jati (Tectona grandis) Tidak Terbakar dan Pasca Kebakaran Permukaan di KPH Malang, Perum Perhutani Unit II
Jawa Timur dapat diselesaikan. Mengingat hutan di Indonesia memiliki potensi
yang besar dalam mengurangi Gas Rumah Kaca (GRK), maka diharapkan
kejadian kebakaran hutan dan lahan yang disengaja maupun tidak disengaja dapat
berkurang atau tidak terjadi sama sekali.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu
kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan dan
pengembangan lebih lanjut. Penulis berharap karya kecil ini tidak mengurangi
hakikat kebenaran ilmiahnya dan bermanfaat bagi semua pihak yang
membutuhkannya.
Bogor, 23 Juni 2009
Penulis dilahirkan di Surabaya pada tanggal 5 Juli 1987 sebagai anak
kedua dari dua bersaudara pasangan dr. Irwin Wijaya dan Sri Rahayu, S.Pd. Pada
tahun 2005 penulis lulus dari SMAN I Sooko Mojokerto dan pada tahun yang
sama masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dengan memilih
mayor Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan sebagai pilihan pertama pada
tingkat dua dan selanjutnya menekuni bidang Kebakaran Hutan dan Lahan.
Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di sejumlah organisasi
kemahasiswaan yakni sebagai Deputy Local Director dan Control Council Local
Committee IAAS (International Association of Students in Agricultural and
related Sciences), anggota IFSA (International Forestry Student Association),
ketua divisi BEM E (Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kehutanan IPB),
anggota DPM TPB (Dewan Perwakilan Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama),
anggota IDC (IPB Debating Community), anggota UVB (UNICEF Volunteer
Board) Jakarta, ketua divisi Himpro TGC (Himpunan Profesi Tree Grower
Community Departemen Silvikultur), anggota Omda Himasurya Plus serta
anggota SEAYEN (South East Asia Youth Environment Networking). Selain itu,
Penulis memiliki pengalaman internasional dengan mengikuti seminar maupun
symposium di beberapa negara yaitu Jerman, Swiss, Cina, Malaysia, dan Korea.
Penulis juga melakukan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH)
jalur Cilacap-Baturaden, melakukan kegiatan magang di Perum Perhutani Unit II
Jawa Timur KPH Mojokerto serta melaksankan Praktek Kerja Profesi (PKP) di
Perum Perhutani Unit II Jawa Timur KPH Malang.
Untuk memperoleh gelar sarjana Kehutanan IPB, Penulis menyelesaikan
skripsi dengan judul Pendugaan Kandungan Karbon Pada Tegakan Jati (Tectona
grandis) Tidak Terbakar dan Pasca Kebakaran Permukaan di KPH Malang,
Perum Perhutani Unit II Jawa Timur dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Bambang
Hero Saharjo, M.Agr.
Bogor, 23 Juni 2009
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan rasa terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran terselesaikannya
penyusunan skripsi, terutama kepada :
1. Papa, Mama, Mbak Cindy, Kang Man yang telah menjadi sumber
inspirasi bagi penulis, serta keluarga besar atas semangat dan doanya.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Bambang Hero Saharjo, M.Agr yang telah menjadi
dosen pembimbing skripsi dan sekaligus memberikan banyak masukan
dalam kesempurnaan penyusunan skripsi.
3. Bapak Prof. I. G. K. Tapa Dharma, M.Sc. yang telah menjadi dosen
pembimbing akademik.
4. Bapak Ir. Jajang Suryana, M.Sc selaku dosen penguji dari Departemen
Hasil Hutan, Ibu Dra. Sri Rahayu, M.Si selaku dosen penguji dari
Departemen Manajemen Hutan, serta Bapak Rachmad Hermawan,
M.Sc.F selaku dosen penguji dari Departemen Konservasi Sumberdaya
Hutan dan Ekowisata atas masukan dalam penyempurnaan skripsi.
5. Komisi Pendidikan Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan,
Institut Pertanian Bogor yang telah membantu dalam pengurusan
administrasi.
6. Ir. Prana Indra Jatiharto, MM selaku Bapak Administratur KPH
Malang, beserta seluruh jajaran yang telah membantu kelancaran
pelaksanaan penelitian.
7. Bapak Aki Leander, Bapak Didiet, Bapak Budi, Bapak Sugyono,
Bapak Sukirno, Bapak Nanang, Ibu Tri, Bapak Toha, Bapak Muryono,
Bapak Asper Pujon dan Bapak Asper Sengguruh beserta seluruh staff.
8. Teman-teman Departemen Silvikultur 42 serta sahabat terbaikku
Dewangga, Heri, Asep, Fifi, Agus, Rifa, Putri, Deviyanti, Sanchez,
Tami, Farah dan Yohana.
9. Teman-teman dan keluarga besar IAAS, IFSA, Omda Himasurya Plus,
Bogor, 23 Juni 2009
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR... i
RIWAYAT HIDUP... ii
UCAPAN TERIMA KASIH... iii
DAFTAR ISI... iv
DAFTAR TABEL... vi
DAFTAR GAMBAR... vii
DAFTAR LAMPIRAN... viii
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Tujuan Penelitian ... 2
1.3. Manfaat Penelitian ... 2
1.4. Kerangka Pemikiran... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Kebakaran Hutan dan Lahan... 4
2. 1. 1. Pengertian... 4
2. 1. 2. Proses Terjadinya Kebakaran... 4
2. 1. 3. Klasifikasi Kebakaran Hutan ... 5
2. 2. Karbon... 6
2. 3. Pengertian Biomassa ... 6
2. 4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Biomassa... 7
2. 5. Pengukuran dan Pendugaan Biomassa... 8
2. 6. Tinjauan Hasil Penelitian Tentang Karbon ... 10
2. 7. Tinjauan Umum Jati (Tectona grandis) ... 11
III. METODE PENELITIAN 3. 1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 13
3. 2. Alat dan Bahan... 13
3. 3. Metode Pengambilan Data ... 13
3. 4. Metode Penelitian ... 14
3. 5. Analisis Data ... 15
IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4. 1. Letak Geografis dan Batas Wilayah ... 19
4. 2. Kondisi Topografi ... 20
4. 3. Tanah dan Geologi ... 20
4. 4. Iklim ... 20
4. 5. Sosial Ekonomi... 21
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5. 1. Hasil ... 23
5. 1. 1. Potensi Volume Tegakan ... 23
5. 1. 2. Hasil Analisis Vegetasi Tingkat Tumbuhan Bawah ... 24
5. 1. 3. Potensi Biomassa Tegakan... 26
5. 1. 4. Potensi Biomassa Tumbuhan Bawah ... 27
5. 1. 5. Potensi Biomassa Serasah ... 27
5. 1. 6. Potensi Biomassa Total di Atas Permukaan... 28
5. 1. 7. Potensi Simpanan Karbon Tegakan ... 29
5. 1. 8. Potensi Simpanan Karbon Tumbuhan Bawah... 30
5. 1. 9. Potensi Simpanan Karbon Serasah... 30
5. 1. 10. Potensi Simpanan Karbon di Atas Permukaan... 31
5. 1. 11. Hasil Analisis Data Simpanan Karbon... 32
5. 2. Pembahasan ... 33
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6. 1. Kesimpulan ... 41
6. 2. Saran... 41
DAFTAR PUSTAKA... 42
DAFTAR TABEL
No Teks Halaman
1. Biomassa dan kerapatan karbon di Nueva Ecija, Philipina... 10
2. Persamaan biomassa bagian-bagian pohon Jati dan biomassa total
Jati di kawasan hutan KPH Cepu... 11
3. Potensi volume tegakan Jati (Tectona grandis) umur 9 tahun di
areal pasca kebakaran dan tidak terbakar, KPH Malang... 23
4. Hasil analisis vegetasi tingkat tumbuhan bawah pada petak pasca
kebakaran permukaan... 24
5. Hasil analisis vegetasi tingkat tumbuhan bawah pada petak tidak
terbakar... 25
6. Kandungan biomassa di atas permukaan lahan (tegakan, tumbuhan
bawah, dan serasah)... 26
7.
8.
Potensi simpanan karbon di atas permukaan lahan (tegakan,
tumbuhan bawah, dan serasah)...
Tabel sidik ragam simpanan karbon...
29
DAFTAR GAMBAR
No Teks Halaman
1. Bagan Alir Kerangka Pemikiran Potensi Kandungan Karbon Pada
Tegakan Jati (Tectona grandis) ... 3
2. Prinsip segitiga api... 4
3. Desain petak penelitian... 14
4. Peta wilayah KPH Malang……… 19
Kondisi tegakan Jati pasca kebakaran permukaan (A) dan tegakan
Jati tidak terbakar (B)...
Potensi volume tegakan Jati pasca kebakaran permukaan dan petak
tidak terbakar...
Potensi biomassa tegakan Jati pasca kebakaran permukaan dan
petak tidak terbakar...
Potensi biomassa tumbuhan bawah pasca kebakaran permukaan
dan petak tidak terbakar...
Potensi biomassa serasah pasca kebakaran permukaan dan petak
tidak terbakar...
Potensi biomassa total di atas permukaan pasca kebakaran
permukaan dan petak tidak terbakar...
Potensi serapan karbon tegakan pada petak pasca kebakaran
permukaan dan petak tidak terbakar...
Potensi serapan karbon tumbuhan bawah pada petak pasca
kebakaran permukaan dan petak tidak terbakar...
Potensi serapan karbon serasah pada petak pasca kebakaran
permukaan dan petak tidak terbakar...
Potensi simpanan total karbon pada petak pasca kebakaran
permukaan dan petak tidak terbakar...
DAFTAR LAMPIRAN
No Teks Halaman
1. Rekapitulasi data petak pasca kebakaran permukaan………... 45
2. Rekapitulasi data petak tidak terbakar……….. 51
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Jumlah Biomassa dan Pendugaan Karbon pada Tumbuhan Bawah
dan Serasah (Petak Pasca Kebakaran Permukaan)………
Jumlah Biomassa dan Pendugaan Karbon pada Tumbuhan Bawah
dan Serasah (Petak Tidak Terbakar)………...
Data analisis vegetasi tumbuhan bawah petak pasca kebakaran
permukaan……….
Tabulasi data untuk uji ANOVA………...
Tabel sidik ragam hasil ANOVA………..
Hasil analisa LSD………..
58
60
61
67
68
I. PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang
Perubahan kehidupan paling signifikan saat ini adalah meningkatnya
intensitas ultraviolet ke permukaan bumi yang dipengaruhi oleh menipisnya
lapisan atmosfer. Dampak nyata terhadap perubahan alam tersebut adalah
terjadinya perubahan iklim akibat dari terakumulasinya gas-gas rumah kaca
seperti gas karbon dioksida (CO2) sekitar 50 persen, diikuti chloroflourocarbon
(CFC) 25 persen, gas methan 10 persen, dan sisanya adalah gas lainnya. Gas-gas
tersebut merupakan indikasi bagaimana sebuah sistem perubahan iklim terjadi dan
mempengaruhi kehidupan di bumi (Sughandy, 2007).
Salah satu fenomena terkait terjadinya perubahan iklim yang berpotensi
dalam meningkatkan akumulasi gas rumah kaca adalah peristiwa kebakaran hutan
dan lahan. Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia kini menjadi isu lingkungan
yang menarik perhatian dunia internasional karena dampaknya yang semakin
dapat dirasakan oleh masyarakat baik di Indonesia maupun di luar negeri.
Mengingat pentingnya vegetasi di dalam hutan yang berfungsi sebagai penangkap
dan penyimpan karbon (carbon capture and storage), maka kebakaran hutan dan
lahan harus dicegah agar tidak menambah jumlah pelepasan karbon ke atmosfer
yang dapat menyebabkan pemanasan global (global warming) maupun perubahan
iklim global (global climate change).
Kebakaran hutan tersebut mengubah jumlah dan jenis spesies tumbuhan
dalam potensinya sebagai sumber biomassa. Perubahan kerapatan biomassa dapat
disebabkan oleh suksesi alami ataupun dampak yang ditimbulkan dari kebakaran
hutan (Brown, 1997). Kebakaran yang terjadi menyebabkan sejumlah biomassa
hilang, sedangkan unsur utama pembentuk biomassa adalah karbon. Karbon
sebagai unsur terpenting pembentuk organisme pun dapat menjadi gas berbahaya
dalam bentuk molekul tertentu (CO2) dalam kondisi berlebihan bagi lingkungan
dan manusia di dalamnya. Pembakaran atau kebakaran yang terjadi dapat
mengemisikan sejumlah karbon sehingga simpanan karbon dalam hutan menjadi
berkurang. Disamping itu juga dapat menyebabkan terjadinya pelepasan karbon
menimbulkan pemanasan global sebagai akibat dari efek gas rumah kaca (GRK)
yang dapat membahayakan kelangsungan hidup di muka bumi (Salim, 2005).
Melihat pentingnya peranan hutan dalam mengurangi emisi gas rumah
kaca serta tantangan terjadinya gangguan hutan berupa kebakaran hutan, maka
perlu banyak penelitian yang dapat mendorong terus berkembangnya perhitungan
karbon dalam biomassa. Salah satu aspek penelitian yang penting adalah
mengetahui potensi kandungan karbon per satuan luas yang tersimpan dalam
tegakan Jati (Tectona grandis) tidak terbakar dan pasca kebakaran permukaan di
KPH Malang, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur.
1. 2. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah menduga potensi karbon yang tersimpan pada
tegakan Jati (Tectona grandis) tidak terbakar dan pasca kebakaran permukaan di
KPH Malang, Perhutani Unit II Jawa Timur.
1. 3. Manfaat Penelitian
Dengan adanya studi ini diharapkan akan menambah data dan informasi
tentang simpanan karbon pada hutan tanaman Jati (Tectona grandis) dengan
membandingkan areal tidak terbakar dan pasca kebakaran permukaan sehingga
nantinya akan tercapai suatu keseimbangan antara penambahan dan pengurangan
karbon dalam hutan agar tercapainya pengelolaan hutan berasas kelestarian dan
1. 4. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran dari potensi kandungan karbon pada tegakan Jati
(Tectona grandis) di KPH Malang, Perhutani Unit II Jawa Timur dapat dilihat
pada Gambar 1.
Pengelolaan Tegakan Jati
Pengikat Karbon
Biomassa di Atas Permukaan
Tegakan Tidak Terbakar Tegakan Pasca Kebakaran Permukaan
Potensi Tegakan, Serasah Potensi Tegakan, Serasah
dan Tumbuhan Bawah dan Tumbuhan Bawah
Perbandingan Biomassa Total
Analisis Jumlah Karbon Terikat
II. TINJAUAN PUSTAKA
2. 1. Kebakaran Hutan dan Lahan
2. 1. 1. Pengertian
Pengertian kebakaran secara umum adalah kejadian alam yang bermula
dari proses reaksi secara cepat dari oksigen dengan unsur-unsur lainnya yang
ditandai dengan panas cahaya secara nyata (Davis, 1959). Kebakaran hutan adalah
pembakaran yang tidak tertahan dan menjalar secara bebas, yang mengkonsumsi
bahan bakar yang ada di hutan terdiri dari serasah, rumput, cabang pohon yang
sudah mati, batang kayu, tunggak, daun-daunan, dan pohon-pohon yang masih
hidup (US Forest Service, 1956) dalam (Brown dan Davis, 1973). Ciri penting
dari kebakaran hutan adalah sifatnya yang tidak tertekan dan bebas menjalar ke
semua arah (free burning).
2. 1. 2. Proses Terjadinya Kebakaran
De Bano et al. (1998) menyatakan bahwa terdapat tiga komponen utama
pembentuk api yang menyebabkan terjadinya kebakaran hutan. Pertama,
tersedianya bahan bakar yang dapat terbakar. Kedua, panas yang cukup untuk
meningkatkan temperatur sehingga mencapai titik nyala. Ketiga, suplai oksigen
yang cukup untuk menjaga kelangsungan proses pembakaran. Ketiga komponen
tersebut membentuk segitiga api atau fire fundamental triangle (Pyne et al. 1996).
Proses kebakaran pada dasarnya sama dengan formasi atau terjadinya
kebakaran yaitu bahan bakar, oksigen, dan sumber panas dimana kombinasi dari
ketiga elemen tersebut merupakan unsur-unsur yang saling terkait terjadinya api
atau yang sering disebut dengan segitiga api (fire triangle) menurut Clar dan
Chatten (1954) yang digambarkan sebagai berikut :
Bahan bakar Panas
API
Oksigen
Menurut Brown dan Davis (1973) proses pembakaran dalam kebakaran
hutan merupakan kebalikan dari proses fotosintesis yang dapat dijelaskan secara
reaksi kimia, sebagai berikut :
Proses fotosintesis :
6CO2 + 6H2O + Energi matahari C6H12O6 + 6O2
Proses Pembakaran :
C6H12O6 + 6O2 + Energi (api) 6CO2 + 6H2O+ panas (Energi)
Menurut Saharjo (2003) pembakaran terjadi melalui dua proses, yaitu
proses kimia dan fisika. Proses ini berlangsung cepat memisahkan
jaringan-jaringan tanaman menjadi unsur kimia, diiringi dengan pelepasan energi panas.
Sebagai salah satu reaksi kimia, proses ini berlawanan dengan proses
pembentukan bagian-bagian tanaman melalui proses fotosintesis.
2. 1. 3. Klasifikasi Kebakaran Hutan
Brown dan Davis (1973) mengklasifikasikan kebakaran hutan berdasarkan
tipe bahan bakar menurut sebaran vertikal, yaitu :
1. Kebakaran bawah (Ground Fire)
Tipe kebakaran ini biasanya mengkonsumsi bahan bakar berupa material
organik yang terdapat di bawah permukaan tanah/lantai hutan. Kebakaran bawah
ini sangat sukar dideteksi dan berjalan lambat sekali karena tidak dipengaruhi oleh
kecepatan angin. Tanda bahwa areal tersebut terbakar adalah adanya asap putih
yang keluar dari bawah permukaan tanah. Karena berada di bawah permukaan
tanah, maka banyak pohon mati karena akarnya hangus terbakar. Kebakaran ini
biasanya berkombinasi dengan kebakaran permukaan.
2. Kebakaran permukaan (Surface Fire)
Kebakaran tipe ini mengkonsumsi bahan bakar yang terdapat di lantai
hutan, baik berupa serasah, jatuhan ranting, dolok-dolok yang bergelimpangan di
lantai hutan, tumbuhan bawah, dan sebagainya yang berada di bawah tajuk pohon
dan diatas permukaan tanah. Kebakaran tipe ini adalah yang paling sering terjadi
di dalam tegakan, hutan sekunder dan hutan alam, terkecuali di daerah rawa
kebakaran tajuk, dengan cara terbakarnya tanaman pemanjat yang
menghubungkan sampai ke tajuk pohon atau akibat api loncat yang mencapai
tajuk pohon.
3. Kebakaran tajuk (Crown Fire)
Kebakaran tajuk biasanya bergerak dari satu tajuk ke tajuk pohon lainnya
dengan cara mengkonsumsi bahan bakar yang terdapat di tajuk pohon tersebut
baik berupa daun, cangkang biji, ranting bagian atas pohon, dan sebagainya.
Kebakaran ini biasanya bermula dari adanya api lompat yang berasal dari tajuk
tumbuhan bawah/semak yang terbakar atau karena adanya tumbuhan epifit/liana
sepanjang batang pohon yang terbakar, kulit pohon yang berminyak atau karena
pemanasan permukaan.
2. 2. Karbon
Umumnya karbon menyusun 45-50% dari biomassa tumbuhan sehingga
karbon dapat diduga dari setengah jumlah biomassa (Brown dan Gaton 1996
dalam Salim 2005). Sejak kandungan karbon di atmosfer meningkat pesat,
berbagai ekolog tertarik untuk menghitung jumlah karbon yang tersimpan dalam
hutan. Hutan tropika mengandung biomassa dalam jumlah yang sangat besar,
sehingga hutan tropika merupakan tempat cadangan karbon yang cukup penting.
Selain itu karbon juga tersimpan dalam material yang sudah mati sebagai serasah,
batang pohon yang jatuh ke permukaan tanah, dan sebagai material sukar lapuk di
dalam tanah (Whitmore, 1985) dalam (Hadi, 2007).
2. 3. Pengertian Biomassa
Biomassa merupakan jumlah total dari bahan organik hidup yang
dinyatakan dalam berat kering oven ton per unit area (Brown, 1997). Menurut
Whitten et al., (1984) biomassa hutan adalah jumlah total bobot kering semua
bagian tumbuhan hidup, baik untuk seluruh atau sebagian tubuh organisme,
produksi atau komunitas dan dinyatakan dalam berat kering per satuan luas
(ton/ha). Menurut Chapman (1976) biomassa adalah berat bahan organik suatu
dinyatakan dengan satuan berat kering (dry weight) atau kadang-kadang dalam
berat kering bebas abu (ash free dry weight).
Biomassa dapat dibedakan ke dalam dua kategori yaitu, biomassa
tumbuhan di atas permukaan tanah (above ground biomass) dan biomassa di
bawah permukaan tanah (below ground biomass). Lebih jauh dikatakan biomassa
di atas permukaan tanah adalah berat bahan unsur organik per unit luas pada
waktu tertentu yang dihubungkan ke suatu fungsi sistem produksi, umur tegakan
hutan dan distribusi organik (Kusmana, 1993).
Pendugaan biomassa hutan dibutuhkan untuk mengetahui perubahan
cadangan karbon untuk tujuan lain. Pendugaan biomassa diatas permukaan tanah
sangat penting untuk mengkaji cadangan karbon dan efek dari deforestasi serta
penyimpanan karbon dalam keseimbangan karbon secara global (Ketterings et al.
2001). Karbon tiap tahun biasanya dipindahkan dari atmosfer ke dalam ekosistem
muda, seperti hutan tanaman atau hutan baru setelah penebangan, kebakaran atau
gangguan lainnya (Hairiah et al. 2000). Sehingga jangka panjang penyimpanan
karbon di dalam hutan akan sangat tergantung pada pengelolaan hutannya sendiri
termasuk cara mengatasi gangguan yang mungkin terjadi (Murdiyarso, 2003).
Selain itu menurut (Hairiah et al. 2000), potensi penyerapan karbon ekosistem
dunia tergantung pada tipe dan kondisi ekosistemnya yaitu komposisi jenis,
struktur, dan sebaran umur (khusus untuk hutan).
Peningkatan penyerapan cadangan karbon dapat dilakukan dengan (a)
meningkatkan pertumbuhan biomasa hutan secara alami, (b) menambah cadangan
kayu pada hutan yang ada dengan penanaman pohon atau mengurangi pemanenan
kayu, dan (c) mengembangkan hutan dengan jenis pohon yang cepat tumbuh
Karbon yang diserap oleh tanaman disimpan dalam bentuk biomassa kayu,
sehingga cara yang paling mudah untuk meningkatkan cadangan karbon adalah
dengan menanam dan memelihara pohon (Rahayu et al. 2004).
2. 4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Biomassa
Faktor iklim seperti suhu dan curah hujan merupakan faktor yang
mempengaruhi laju peningkatan karbon biomassa pohon (Kusmana, 1993). Selain
adalah umur dan kerapatan tegakan, komposisi dan struktur tegakan, serta kualitas
tempat tumbuh (Satoo dan Madgwick, 1982). Biomassa tegakan hutan
dipengaruhi oleh umur tegakan hutan, sejarah perkembangan vegetasi, komposisi
dan struktur tegakan (Lugo and Snedaker, 1974)
Semakin tinggi suhu akan menyebabkan kelembaban udara relatif semakin
berkurang. Kelembaban udara relatif bisa mempengaruhi laju fotosintesis. Hal ini
disebabkan udara relatif yang tinggi akan memiliki tekanan udara uap air parsial
yang lebih tinggi dibanding dengan tekanan udara pasial CO2 sehingga
memudahkan uap air berdifusi melalui stomata. Akibat selanjutnya laju
fotosintesis akan menurun (Siringo dan Ginting 1997 dalam Ojo 2003).
2. 5. Pengukuran dan Pendugaan Biomassa
Menurut Brown (1997) ada dua pendekatan untuk menduga biomassa dari
pohon yaitu pertama berdasarkan pendugaan volume kulit sampai batang bebas
cabang yang kemudian dirubah menjadi jumlah biomassa (ton/ha), sedangkan
yang kedua secara langsung dengan menggunakan persamaan regresi biomassa.
Tetapi yang menjadi kelemahan persamaan regresi penduga biomassa
terbaru yang berlaku di daerah tropik yang dibuat Brown tidak menyertakan
penduga biomassa per bagian pohon seperti untuk batang, cabang, daun, dan kulit.
Pendekatan pertama oleh Brown (1997) menggunakan persamaan di
bawah ini.
Biomassa di atas tanah (ton/ha) = VOB x WD x BEF
Dimana : VOB = Volume batang bebas cabang dengan kulit (m3/ha)
WD = Kerapatan kayu
BEF = Faktor ekspansi (Perbandingan total biomassa pohon
kering oven di atas tanah dengan biomassa kering oven volume
inventarisasi hutan). Nilai BEF untuk Jati sebesar 1,26 (Hendri 2001).
Dalam penelitian ini pendugaan biomassanya pada dasarnya juga
menggunakan pendekatan volume seperti yang diusulkan Brown (1997), namun
dengan beberapa penyesuaian diantaranya pendugaan volume dengan
mencantumkan keliling (cm) dan volumenya (m3). Pada penelitian ini juga tidak
menggunakan faktor ekspansi.
Pendekatan yang kedua dengan menggunakan persamaan regresi biomassa
yang didasarkan atas diameter batang pohon. Dasar dari persamaan regresi ini
adalah hanya mendekati biomassa rata-rata per pohon menurut sebaran diameter,
menggabungkan sejumlah pohon pada setiap kelas diameter, dan menjumlahkan
total seluruh pohon untuk seluruh kelas diameter.
Pengukuran biomassa vegetasi dapat memberikan informasi tentang nutrisi
dan persediaan karbon dalam vegetasi secara keseluruhan, atau jumlah
bagian-bagian tertentu seperti kayu yang sudah diekstraksi. Mengukur biomassa vegetasi
pohon tidaklah mudah, khususnya hutan campuran dan tegakan tidak seumur.
Pengumpulan data biomassa dapat dikelompokkan dengan cara dekstruktif dan
non destruktif tergantung jenis parameter vegetasi yang diukur (Hairiah et al.
2001).
Brown (1997) telah membuat model penduga biomassa di hutan tropika
dengan model pangkat Y = a Db atau dengan model polynominal Y = a + bD +
cD2 berdasarkan zona wilayah hujan kering, lembab dan basah. Model yang
disulkan Brown untuk zona lembab adalah:
Y = 1,242 D2 – 12,8 D + 42,69 nilai R2 = 84% (untuk model polynomial)
Y = 0,118 D2,53 nilai R2 = 97% (untuk model pangkat)
Dimana: Y = Biomassa pohon (kg)
D = Diameter rata-rata pada setiap kelas diameter (cm)
R2 = Nilai koefisien determinasi
a, b, c merupakan konstanta
Chapman (1976) dalam Ojo (2003) mengelompokkan metode pendugaan
biomassa diatas tanah kedalam dua kelompok besar yaitu:
1. Metode destruktif (pemanenan)
a. Metode pemanenan individu tanaman
Metode ini digunakan pada tingkat kerapatan individu tumbuhan
b. Metode pemanenan kuadrat
Metode ini mengharuskan memanen semua individu pohon dalam
suatu unit contoh dan menimbangnya.
c. Metode pemanenan individu pohon yang mempunyai luas bidang dasar
rata-rata.
Metode ini biasanya diterapkan pada tegakan yang memiliki ukuran
seragam.
2. Metode non destruktif (tidak langsung)
a. Metode hubungan allometrik
Persamaan allometrik dibuat dengan mencari korelasi yang paling baik
antara dimensi pohon dengan biomassanya. Pembuatan persamaan
tersebut dengan cara menebang pohon yang mewakili sebaran kelas
diameter dan ditimbang.
b. Crop meter
Penduga biomassa metode ini dengan cara menggunakan seperangkat
peralatan elektroda listrik yang kedua kutubnya diletakkan di atas
permukaan tanah pada jarak tertentu.
2. 6. Tinjauan Hasil Penelitian Tentang Karbon
Lasco (2006) melakukan penelitian mengenai simpanan karbon pada
ekosistem hutan di Asia tenggara salah satunya di Nueva Ecija, Philipina yang
hasilnya seperti disajikan pada Tabel 1, namun Lasco mengkonversi karbon dari
45% biomassanya, berbeda dengan Brown yang mengkonversi karbon dari 50%
biomassa.
Tabel 1. Biomassa dan kerapatan karbon di Nueva Ecija, Philipina
Spesies Umur
(tahun)
Rata-rata
dbh (cm)
Biomassa
(ton/ha)
Karbon
(ton/ha)
Acacia auriculiformis 9 8,71 32 14,4
Tectona grandis 13 5,5 8,7 3,92
Gmelina arborea 6 7,33 17,22 7,75
Pinus kesiya 13 12,53 107,83 48,52
Hendri (2001) menduga biomassa bagian-bagian pohon Jati dengan
menggunakan metode destruktif (pemanenan individu pohon) yang dilakukan
pada 24 pohon contoh pada tegakan Jati KPH Cepu Perum Perhutani Unit I Jawa
Tengah memperoleh persamaan biomassa dari bagian-bagian pohon Jati di
kawasan tersebut sebagaimana dalam Tabel 2 berikut.
Tabel 2. Persamaan biomassa bagian-bagian pohon Jati dan biomassa total Jati di kawasan hutan KPH Cepu (Hendri, 2001)
Biomassa bagian pohon Persamaan allometrik R2
Batang Y = 0,11246 D2,34 95,2%
Cabang Y = 0,00331 D2,83 92,6%
Ranting Y = 0,00977 D2,24 86,0%
Daun Y = 0,15848 D1,05 60,6%
Tunggak Y = 0,10069 D1,85 84,3%
Total pohon di atas tanah Y = 0,20091 D2,30 95,4%
Akar Y = 0,03199 D2,30 72,9%
Total keseluruhan Y = 0,22029 D2,28 95,3%
Keterangan :
Y = Biomassa (ton/ha) D = Diameter (cm)
R2 = Nilai koefisien determinasi
2. 7. Tinjauan Umum Jati (Tectona grandis)
Tanaman Jati merupakan tanaman tropika dan subtropika yang sejak abad
ke-9 telah dikenal sebagai pohon yang memiliki kualitas tinggi dan bernilai jual
tinggi. Jati (Tectona grandis Linn. f) merupakan salah satu jenis tanaman yang
memiliki kayu bernilai ekonomis tinggi dan serbaguna.
Jati termasuk famili Verbenaceae. Di Indonesia Jati dikenal dengan nama
yang berbeda-beda, diantaranya deleg, dodokan, jate, jatih, jatos, kiati, dan
kuludawa. Sedangkan di negara lain dikenal dengan nama giati (Venezuela), teak
(Birma, India, Thailand, USA, Jerman), teck (Perancis), dan tea (Brazil)
Menurut Sumarna (2001) bahwa dalam sistem taksonomi, tanaman Jati
mempunyai penggolongan sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Angiospermae
Sub kelas : Dicotyledonae
Ordo : Verbenales
Famili : Verbenaceae
Genus : Tectona
Spesies : Tectona grandis Linn. f
Jati merupakan tumbuhan asli India, Burma, Thailand, dan Vietnam serta
menyebar di Jawa dan beberapa pulau di Indonesia (Departemen Kehutanan,
1991). Ada indikasi Jati dikenal ke pulau Jawa sekitar 400-600 tahun yang lalu.
Di Indonesia sendiri sampai tahun 1975 tercatat ada sekitar 774.000 ha tanaman
Jati yang menyebar mulai Jawa, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Maluku,
Lampung, Bali, hingga NTB (Sumarna, 2003).
Jati tumbuh baik di daerah dengan musim kering yang nyata, tipe curah
hujan C sampai F, jumlah hujan rata-rata 1200-2000 mm/tahun dan ketinggian
tempat sampai 700 mdpl. Jati dapat tumbuh pada berbagai macam formasi geologi
dan tidak terikat pada satu jenis tanah tertentu, tetapi memerlukan tanah yang
berdrainase baik dan beraerasi cukup. Pada tanah-tanah yang dangkal, padat, serta
becek pertumbuhannya kurang baik dan mudah terserang hama penyakit
(Martawijaya et al. 1981).
Kayu jati memiliki berat jenis rata-rata 0,67 (0,62-0,75) dengan kelas awet
I-II, kelas kuat II. Selain itu, kayu jati memiliki warna teras berwarna kuning emas
kecoklatan sampai coklat kemerahan, mudah dibedakan dari gubal yang berwarna
putih agak keabu-abuan. Kegunaan dari kayu Jati adalah untuk bahan bangunan,
rangka pintu dan jendela, panel pintu, bantalan kereta api, perabot rumah tangga,
III. METODE PENELITIAN
3. 1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH)
Malang, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Waktu Penelitian dimulai pada
bulan April-Mei 2009.
3. 2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Timbangan
2. Oven
3. Parang/golok
4. Kertas samson
5. Kantung Plastik
6. Tally sheet dan alat tulis
7. Kamera
8. Tali plastik
9. Pita ukur
10.Program Minitab 14
11.Tally sheet dan alat tulis
Adapun bahan yang digunakan adalah areal tidak terbakar pada Petak
111A dan areal pasca kebakaran permukaan tahun 2008 pada petak 112E di
Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Malang, Perum Perhutani Unit II Jawa
Timur.
3. 3. Metode Pengambilan Data
Jenis-jenis data yang digunakan untuk kegiatan penelitian ini dibagi 2, yaitu :
1. Data primer
Data primer adalah data secara langsung dari lapangan yang meliputi
diameter tegakan Jati 1,3 m dari atas tanah, berat basah dan berat kering
2. Data sekunder
Data sekunder merupakan data penunjang penelitian berupa kondisi umum
lokasi penelitian dan data lain yang diperlukan.
3. 4. Metode Penelitian
Pengambilan data primer dilakukan dengan mengukur diameter tegakan
Jati 1,3 m dari atas tanah yang kemudian digunakan pendekatan secara volumetrik
untuk menduga potensi biomassa dan simpanan karbon. Sedangkan untuk estimasi
biomassa serta simpanan karbon pada tumbuhan bawah dan serasah dilakukan
dengan mengambil seluruh bagian tumbuhan bawah dan serasah (Hairiah dan
Rahayu, 2007). Langkah-langkah yang akan dilakukan dalam penelitian ini antara
lain:
1. Penentuan dan Pembuatan Petak Penelitian
Petak yang digunakan untuk penelitian adalah petak pasca kebakaran
permukaan pada tahun 2008 dan petak pada areal yang tidak terbakar yang
digunakan sebagai kontrol. Pada areal pasca kebakaran permukaan tahun 2008
dan areal tidak terbakar masing-masing dibuat 5 petak dengan ukuran 20 m x 20
m. Di dalam petak-petak tersebut dibuat petak-petak kecil berukuran 2 m x 2 m
sebanyak 4 buah yang diletakkan di setiap sudut untuk pengukuran analisis
vegetasi tumbuhan bawah dan serasah.
20 m
20 m
2 m 2 m
2. Pendugaan Biomassa Tegakan
Pendugaan biomassa tegakan dilakukan dengan menggunakan metode
pendekatan volume seperti yang diusulkan Brown (1997) namun dengan ada
beberapa modifikasi mengenai pendugaan dan pengukuran biomassa. Perhitungan
volume pohon rata-rata dengan melalui tahapan berikut :
1. Mengukur diameter tegakan Jati 1,3 m dari atas tanah yang kemudian
digunakan pendekatan secara volumetrik dengan Tarif Volume Lokal
Jati (TVL) KPH Malang.
2. Untuk mencari biomassa tegakan per hektar dicari dari volume
rata-rata per hektar dan kerapatan kayunya.
Yn = volume rata-rata per ha x Berat Jenis (BJ)
Yn adalah biomassa per hektar
3. Pengambilan Contoh Tumbuhan Bawah dan Serasah
Pada setiap petak penelitian berukuran 2 m x 2 m dilakukan pengambilan
contoh tumbuhan bawah yang meliputi semak belukar dengan diameter batang
kurang dari 5 cm, tumbuhan menjalar, rumput-rumputan atau gulma. Estimasi
biomassa tumbuhan bawah dilakukan dengan mengambil bagian tanaman (Hairiah
dan Rahayu, 2007). Selain pengambilan tumbuhan bawah, dilakukan pengambilan
serasah dalam petak berukuran 2 m x 2 m tersebut.
4. Pengovenan
Pengovenan dilakukan pada suhu 105 º C selama 48 jam. Berat contoh
yang dikeringkan adalah sebanyak berat basah contoh, apabila berat basahnya
kurang dari 200 gram maka berat tersebut adalah berat basahnya, sedangkan
apabila berat basahnya lebih dari 200 gram maka berat basah yang diambil adalah
sebanyak 200 gram (Ismail, 2005).
3. 5. Analisis Data
1. Pengukuran biomassa tumbuhan bawah dan serasah
Data primer tumbuhan bawah yang diperoleh dihitung berat basahnya dan
Menurut Haygreen dan Bowyer (1989), kadar air dihitung dengan menggunakan
rumus : BBc – BKc
% KA = x 100 %
BKc
Keterangan : % KA = persen kadar air
BBc = berat basah contoh
BKc = berat kering contoh
2. Menghitung berat kering
Berat kering serasah diketahui setelah pengovenan. Selain itu juga,
menurut Haygreen dan Bowyer (1982), apabila berat basah diketahui dan
kandungan air telah diperoleh dari contoh uji kecil maka berat kering dari
masing-masing sampel dapat dihitung dengan rumus :
BB
BKT =
1 + % KA
100
Keterangan : BKT = berat kering tanur
BB = berat basah
% KA = persen kadar air
Berat kering yang dihasilkan setelah pengovenan dinyatakan dalam satuan
gram yang kemudian dikonversi ke kilogram per hektar untuk mengetahui
biomassa tumbuhan bawah dan serasah yang terdapat pada masing-masing areal.
4. Potensi Karbon
Karbon diduga melalui biomassa yaitu dengan mengkonversi setengah dari
jumlah biomassa, karena hampir 50% dari biomassa pada vegetasi hutan tersusun
atas unsur karbon (Brown, 1997) yaitu dengan menggunakan rumus:
C = Yn x 0,5
C = Karbon (ton/ha)
Yn = Biomassa tegakan (ton/ha)
5. Analisis Data secara Statistik
Hasil pendugaan simpanan karbon yang telah diperoleh pada akhirnya
akan diuji secara statistik dengan rancangan percobaan yang sesuai. Rancangan
percobaan yang dipakai adalah rancangan tersarang (nested design) atau
hierarchical design, yaitu rancangan yang memiliki faktor yang tersarang pada
faktor lainnya (Montgomery, 1999).
Model linier:
i=1,2
yijk = µ + τi + βj(i) + ε(ij)k j=1,2,3
k=1,2,3,4,5
Keterangan:
yijk = Respon banyaknya kandungan karbon dalam hutan ke-i, vegetasi ke-j,
dan petak (ulangan) ke-k.
µ = Rataan umum
τi = Pengaruh faktor hutan jenis ke-i terhadap respon βj(i) =Pengaruh vegetasi ke-j yang tersarang pada hutan ke-i
ε(ij)k = Pengaruh galat acak respon pada hutan ke-i, vegetasi ke-j yang tersarang
pada hutan ke-i dan petak (ulangan) ke-k.
Faktor hutan yang ditetapkan adalah hutan pasca kebakaran permukaan
dan hutan tidak terbakar, sedangkan vegetasinya ditetapkan pula tegakan pohon,
serasah, dan tanaman bawah. Berdasarkan hasil uji ANOVA (Analysis of
Variance), apabila hipotesis pengaruh faktor hutan yang dalam hal ini hipotesis
nol ditolak, maka langkah selanjutnya adalah dengan uji lanjut. Uji lanjut yang
digunakan adalah Least Significant Difference (Beda Nyata Terkecil), yaitu untuk
membandingkan adanya perbedaan dari pengaruh simpanan karbon pada tegakan,
serasah, dan tanaman bawah dalam hutan pasca kebakaran permukaan maupun
3. 6. Hipotesis Penelitian
Terdapat perbedaan potensi karbon pada salah satu variabel pengamatan
(tegakan, serasah, maupun tumbuhan bawah) yang terdapat pada areal hutan
terbakar dan tidak terbakar sehingga dapat memberikan gambaran mengenai
kandungan karbon terkait adanya gangguan kebakaran hutan. Hipotesis yang diuji
antara lain:
1. Pengaruh Faktor Hutan
H0: τ1 = τ2 = 0 (hutan tidak berpengaruh)
H1: min ada satu τi ≠ 0 , i=1,2
2. Pengaruh Faktor Vegetasi yang tersarang pada Hutan
H0: βj(i) = 0, i,j (vegetasi pada hutan tertentu tidak berpengaruh)
IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4. 1. Letak Geografis dan Batas Wilayah
Wilayah KPH Malang secara geografis terletak pada 50 30’- 600 08’ BT
dan 70 44’ 30’’ - 80 27’ 30’’ LS. Total luas KPH Malang adalah 88.848,1 Ha.
Secara administratif masuk dalam wilayah Pemerintah Daerah Tingkat II
Kabupaten Malang, seluas 82.630,3 hektar dan pemerintahan Kota Batu seluas
6.217,8 hektar. Adapun batas wilayah pengelolaan hutan KPH Malang yang
diperoleh dari buku Sekilas KPH Malang 2008, antara lain :
1. Sebelah Utara berbatasan dengan KPH Pasuruan
2. Sebelah Timur berbatasan dengan KPH Probolinggo
3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia
4. Sebelah Barat berbatasan dengan KPH Blitar dan KPH Kediri
4 0 4 Kilometers
N Ta nju ngt irto Pu rw osa ri
Jatirejo Cub un gre jo Su ko no lo Cem po komu lyo Pa ng gu ng re jo
Ta wan greje ni Ba lea rjo Harjoku nc ara n
Ring inke mb ar Kle pu
Ar jow ilang un Su ko wilan gu n
KPH.PR OBO LING GO KAB.LUMAJ ANG
KPH.PR OBO LING GO KAB.PR OBOLIN GGO dari Kandang an
G.Ge nto ng Go w ak
134 133 104109 125128
124
131130 137138139140
133135136
114 113 215211216
116 210 162 167 174173 160
KL AS PERU SAHAAN JATI
KL AS PERU SAHAAN DAMAR
KL AS PERU SAHAAN PIN US KETERANGAN :
Kesatuan Pemangkuan Hutan Malang terdiri dari tiga bagian hutan yaitu
Bagian Hutan Sengguruh dengan luas 42887,0 Ha, Bagian Hutan
Kepanjen-Tumpang dengan luas 49415,5 Ha dan Bagian Hutan Ngantang-Pujon dengan luas
24814,1 Ha (Perhutani KPH Malang, 2002). Lokasi penelitian terletak pada
Bagian Hutan Sengguruh yang merupakan kelas perusahaan Jati.
4. 2. Kondisi Topografi
Pada umumnya Bagian Hutan Sengguruh merupakan hamparan dataran
rendah yang miring ke selatan yang diselingi bukit-bukit kapur dengan ketinggian
di bawah 600 m dpl. Bukit-bukit kapur tersebut merupakan rangkaian perbukitan
yang memanjang dari Kabupaten Gunung Kidul Propinsi DIY kemudian
memanjang ke arah Pegunungan Seribu di selatan Surakarta terus ke arah
Pacitan-Trenggalek-Tulungagung-Blitar dan berakhir di sebelah Selatan Gunung Semeru.
Keadaan tanah di daerah Bagian Hutan Sengguruh kurang subur dan kering
dengan sumber air yang terdapat jauh di dalam tanah.
4. 3. Tanah dan Geologi
Keadaan tanah wilayah Bagian Hutan Sengguruh menurut Peta Tinjau
Tanah yang diterbitkan oleh Lembaga Penelitian Tanah Bogor tahun 1966, dapat
digolongkan menjadi kompleks litosol, mediteran dan rensina. Bahan induk
berupa campuran batu kapur dan napal dengan fisiografi bukit lipatan.
Berdasarkan hasil pengambilan sample tanah dan analisis tanah diperoleh
hasil untuk tekstur tanah (pasir 15%, debu 35%, liat 50%), kandungan bahan
organik C 1,8%, bahan organik N 0,13%, dan rasio C/N 14%, sedangkan pH
berkisar antara 4-6.
4. 4. Iklim
Wilayah Bagian Hutan Sengguruh KPH Malang terletak pada suatu daerah
dengan musim hujan dan kemarau yang jelas. Berdasarkan perbandingan bulan
basah dan kering maka Bagian Hutan Sengguruh termasuk tipe iklim D. Dalam
4. 5. Sosial Ekonomi
Keadaan sosial ekonomi masyarakat di wilayah hutan BH Sengguruh
dapat diketahui dari luas wilayah, jumlah penduduk, pola penggunaan lahan, mata
pencaharian penduduk, kepemilikan lahan dan lain sebagainya.Mata pencaharian
penduduk dalam wilayah Bagian Hutan Sengguruh KPH Malang sebagian besar
adalah petani dan buruh tani, hal ini ditunjang oleh keadaan lahan pertanian yang
subur dan kegiatan pertanian lainnya di perkebunan-perkebunan sekitarnya.
Jumlah penduduk yang bermukim di wilayah Bagian Hutan Sengguruh
KPH Malang seluruhnya berjumlah 414.060 orang, yang terdiri dari laki-laki
205.095 orang dan perempuan sebanyak 208.965 orang. Sedangkan jumlah kepala
keluarga yang terdapat di wilayah Bagian Hutan Sengguruh KPH Malang adalah
sebanyak 97.698 Kepala Keluarga (KK). Salah satu tantangan yang ada adalah
semakin berkurangnya lahan pengelolaan pertanian. Sehingga dibuat alternatif
penyelesaian seperti Pengkajian Desa Secara Partisipatif (PDP), serta
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5. 1. Hasil
Berdasarkan pengambilan data di lapangan, terdapat dua lokasi yang
digunakan dalam menduga potensi karbon di tegakan Jati (Tectona grandis) yaitu
pada areal tidak terbakar di Petak 111A dan areal pasca kebakaran permukaan
tahun 2008 di petak 112E di wilayah Resort Pemangkuan Hutan (RPH
Donomulyo), Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Malang, Perum Perhutani Unit
II Jawa Timur. Kedua lokasi tersebut merupakan jenis Jati yang berasal dari Areal
Produksi Benih (APB) yang ditanam dengan jarak tanam 3 x 2 m dan merupakan
tanaman tahun 2000. Pengambilan contoh untuk masing-masing lokasi adalah
seluas 0,2 hektar dengan lima kali pengulangan.
A B
Gambar 5. Kondisi tegakan Jati pasca kebakaran permukaan (A) dan tegakan Jati tidak terbakar (B)
5. 1. 1. Potensi Volume Tegakan
Hasil pengukuran di lapangan berupa keliling pohon (cm) yang kemudian
dikonversikan menggunakan Tarif Volume Lokal (TVL) Jati KPH Malang, Perum
Perhutani Unit II Jawa Timur yang memberikan informasi mengenai potensi
volume tegakan Jati baik pada areal pasca kebakaran permukaan maupun areal
tidak terbakar. Hasil perhitungan potensi volume tegakan tersebut dapat dilihat
Tabel 3. Potensi volume tegakan Jati (Tectona grandis) umur 9 tahun di areal pasca kebakaran dan tidak terbakar, KPH Malang
Umur
Potensi volume yang dimiliki tegakan Jati (Tectona grandis) pada petak
pasca kebakaran permukaan berbeda dengan potensi volume Jati petak tidak
terbakar. Potensi volume Jati pada petak pasca kebakaran permukaan adalah
84,9155 m3/ha, sedangkan pada petak tidak terbakar volumenya adalah 69,4850
m3/ha. Apabila dilihat dalam Tabel 3, jumlah pohon pada tegakan pasca
kebakaran permukaan lebih banyak daripada jumlah pohon pada tegakan tidak
terbakar yang masing-masing jumlah pohonnya adalah 185 pohon untuk tegakan
pasca kebakaran permukaan dan 180 pohon untuk tegakan tidak terbakar. Hal
tersebut dapat terjadi karena adanya kegiatan pengelolaan hutan pada tegakan Jati
seperti penjarangan maupun gangguan hutan berupa pencurian kayu yang dapat
menyebabkan berkurangnya jumlah pohon dalam suatu tegakan Jati. Faktor lain
yang dapat mempengaruhi berkurangnya jumlah pohon adalah adanya kematian
pada pohon akibat serangan hama maupun penyakit.
Perbedaan lain dari adanya perbedaan jumlah pohon tersebut adalah
kerapatan pohon pada tegakan pasca kebakaran permukaan lebih besar yaitu 925
pohon/ha sedangkan pada tegakan tidak terbakar kerapatannya 900 pohon/ha.
Untuk hasil perhitungan volume per pohon dan diameter rata-rata, pada tegakan
pasca kebakaran permukaan memiliki nilai yang lebih besar yaitu berturut-turut
0,0919 m3 dan 14,7454 cm, sedangkan volume per pohon dan diameter rata-rata
Gambar 6. Potensi volume tegakan Jati pasca kebakaran permukaan dan petak tidak terbakar
5. 1. 2. Hasil Analisis Vegetasi Tingkat Tumbuhan Bawah
Pada petak pasca kebakaran permukaan, ditemukan 29 jenis tumbuhan
bawah. Pada petak ini, jenis Lamtoro (Leucaena leucocephala) merupakan
tumbuhan bawah paling banyak ditemukan dengan jumlah tertinggi. Hal tersebut
ditunjukkan dengan nilai K sebanyak 9125 ind/ha (29,80% dari total) dan nilai F
tertinggi yaitu 0,75 (18,29% dari total) sehingga menghasilkan INP sebesar
48,09% (Tabel 4).
Tabel 4. Hasil analisis vegetasi tingkat tumbuhan bawah pada petak pasca kebakaran permukaan
No Jenis Nama Ilmiah K
(ind/ha)
KR
(%) F
FR (%)
INP (%)
1 Kartok Talinum
paniculatum 750 2.45 0.10 2.44 4.89
2 Oyot-oyotan Cyperus
esculentus 2000 6.53 0.35 8.54 15.07
3 Lamtoro Leucaena
leucocephala 9125 29.80 0.75 18.29 48.09
4 Abul-abul Clinacanthus
nutans 1500 4.90 0.30 7.32 12.22
5 Serut Malphigia
coccigera 250 0.82 0.05 1.22 2.04
6 Akar Gepeng Andrographis
paniculata 375 1.22 0.05 1.22 2.44
7 Porang Amorphophallus
oncophyllus 250 0.82 0.10 2.44 3.26
8 Anggur Hutan Vitis vinivera 250 0.82 0.10 2.44 3.26
9 Pulutan Urena lobata 250 0.82 0.05 1.22 2.04
10 Alang-alang Imperata
cylindrical 1625 5.31 0.25 6.10 11.40
12 Rayapan Petroselinum
crispum 4625 15.10 0.30 7.32 22.42
13 Gepengan Eupatorium sp 875 2.86 0.05 1.22 4.08
14 Manon Alstonia
angustiloba 375 1.22 0.05 1.22 2.44
15 Ketapang Terminalia
cattapa 375 1.22 0.15 3.66 4.88
16 Mahoni Swietenia
macrophylla 250 0.82 0.10 2.44 3.26
17 Klayu Plumbago
zeylanica 125 0.41 0.05 1.22 1.63
18 Drejet Stachytarpheta
mutabilis 125 0.41 0.05 1.22 1.63
19 Kunyit Curcuma
longae 375 1.22 0.05 1.22 2.44
20 Lulangan Eleusine indica 2125 6.94 0.35 8.54 15.48
21 Udel-udelan Piper betle 375 1.22 0.10 2.44 3.66
22 Nyamplungan Calophyllum
inophyllum 125 0.41 0.05 1.22 1.63
23 Penitian Phyllantus
nirun 125 0.41 0.05 1.22 1.63
24 Sono Pterocarpus
indicus 1375 4.49 0.10 2.44 6.93
25 Jati Tectona grandis 250 0.82 0.05 1.22 2.04
26 Wedusan Ageratum
conyzoides 125 0.41 0.05 1.22 1.63
27 Jaruman Gloriosa
superba 250 0.82 0.05 1.22 2.04
28 Sonokeling Dalbergia
latifolia 625 2.04 0.05 1.22 3.26
29 Patikan Euphorbia hirta 250 0.82 0.05 1.22 2.04
JUMLAH 30625 100.00 4.10 100.00 200.00
Berbeda dengan kondisi petak pasca kebakaran permukaan, pada petak
tidak terbakar ditemukan 18 jenis tumbuhan bawah. Hasil analisis vegetasi tingkat
tumbuhan bawah menunjukkan jenis yang paling dominan adalah Abul-abul
(Clinacanthus nutans) dengan nilai K sebanyak 29625 ind/ha (63,37% dari total)
dan nilai F tertinggi yaitu 0,90 (28,13% dari total) sehingga menghasilkan nilai
INP sebesar 91,49% (Tabel 5).
Tabel 5. Hasil analisis vegetasi tingkat tumbuhan bawah pada petak tidak terbakar
1 Abul-abul Clinacanthus
nutans 29625 63.37 0.9 28.13 91.49
2 Lamtoro Leucaena
3
Alang-7 Grumabur Guazuma
ulmifolia 125 0.27 0.05 1.56 1.83
8 Bantengan Pluchea indica 125 0.27 0.05 1.56 1.83
9 Kuningan Acalypha indica 2125 4.55 0.15 4.69 9.23
10 Kacangan Arachis
hypogaea 125 0.27 0.05 1.56 1.83
11 Klayu Plumbago
zeylanica 125 0.27 0.05 1.56 1.83
15 Jati Tectona grandis 1500 3.21 0.25 7.81 11.02
16 Gepengan Eupatorium sp 250 0.53 0.05 1.56 2.10
17 Kepikan Physalis
peruvianna 125 0.27 0.05 1.56 1.83
18 Porang Amorphophallus
oncophyllus 125 0.27 0.05 1.56 1.83
JUMLAH 46750 100.00 3.2 100.00 200.00
5. 1. 3. Potensi Biomassa Tegakan
Biomassa yang diukur dalam penelitian ini adalah biomassa yang terdapat
di atas permukaan lahan yaitu tumbuhan bawah, serasah, dan tegakan. Kandungan
biomassa di atas permukaan tersebut dapat dilihat dalam Tabel 6 berikut.
Tabel 6. Kandungan biomassa di atas permukaan lahan (tegakan, tumbuhan bawah, dan serasah)
Potensi Biomassa (ton/ha) Jenis Tegakan
Tegakan Tumbuhan Bawah Serasah Total
Tegakan Pasca Kebakaran 0.2845 0.6870 12.1571 13.1286
Tegakan Tidak Terbakar 0.2328 1.2333 8.7057 10.1718
Pada petak pasca kebakaran permukaan potensi tegakan Jati memiliki
biomassa yang lebih besar dibandingkan potensi biomassa tegakan Jati pada petak
permukaan adalah 0,2845 ton/ha, sedangkan pada petak tidak terbakar potensi
biomassa tegakannya adalah 0,2328 ton/ha.
Gambar 7. Potensi biomassa tegakan Jati pasca kebakaran permukaan dan petak tidak terbakar
5. 1. 4. Potensi Biomassa Tumbuhan Bawah
Berbeda dengan potensi biomassa pada tegakan, untuk potensi biomassa
tumbuhan bawah menunjukkan hasil yang berkebalikan. Potensi biomassa
tumbuhan bawah pada petak pasca kebakaran permukaan lebih kecil
dibandingkan potensi biomassa petak tidak terbakar. Potensi biomassa tumbuhan
bawah petak pasca kebakaran permukaan adalah 0,6870 ton/ha, sedangkan potensi
biomassa tumbuhan bawah petak tidak terbakar adalah 1,2333 ton/ha.
5. 1. 5. Potensi Biomassa Serasah
Potensi biomassa serasah pada petak pasca kebakaran permukaan
menunjukkan hasil biomassa yang lebih besar dibandingkan potensi biomassa
serasah pada petak tidak terbakar. Pada potensi biomassa serasah petak pasca
kebakaran permukaan potensi biomassa serasahnya adalah 12,1571 ton/ha,
sedangkan potensi biomassa serasah pada petak tidak terbakar adalah 8,7056
ton/ha.
Gambar 9. Potensi biomassa serasah pasca kebakaran permukaan dan petak tidak terbakar
5. 1. 6. Potensi Biomassa Total di Atas Permukaan
Hasil penjumlahan biomassa yang terdapat di atas permukaan lahan yang
terdiri dari tumbuhan bawah, serasah, dan tegakan menunjukkan bahwa potensi
biomassa total pada petak pasca kebakaran permukaan lebih besar dibandingkan
dengan potensi biomassa total pada petak terbakar. Potensi biomassa total petak
pasca kebakaran permukaan adalah 13,1286 ton/ha. Sedangkan pada petak tidak
Gambar 10. Potensi biomassa total di atas permukaan pasca kebakaran permukaan dan petak tidak terbakar
5. 1. 7. Potensi Simpanan Karbon Tegakan
Potensi simpanan karbon yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
potensi simpanan karbon di atas permukaan yaitu pada tegakan, tumbuhan bawah,
dan serasah. Hasil penghitungan di lapangan menggunakan studi tentang biomassa
yaitu dengan mengkonversi setengah dari jumlah biomassa, dimana hampir 50%
dari biomassa pada vegetasi hutan tersusun atas unsur karbon (Brown, 1997).
Potensi simpanan karbon baik dari tegakan, tumbuhan bawah maupun serasah
dapat dilihat dalam Tabel 7 berikut.
Tabel 7. Potensi simpanan karbon di atas permukaan lahan (tegakan, tumbuhan bawah, dan serasah)
Potensi Karbon (ton/ha)
Jenis Tegakan Tegakan Tumbuhan Bawah Serasah Total
Tegakan Pasca
Kebakaran 0.1423 0.3435 6.0786 6.5644
Tegakan Tidak
Terbakar 0.1164 0.6166 4.3529 5.0859
Pada jenis tegakan pasca kebakaran permukaan, potensi simpanan karbon
tegakannya adalah 0,1423 ton/ha. Berbeda dengan jenis tegakan yang tidak
terbakar potensi simpanan karbon tegakannya adalah 0,1164 ton/ha. Hal tersebut
disebabkan oleh jumlah volume tegakan pada petak pasca kebakaran permukaan
Gambar 11. Potensi serapan karbon tegakan pada petak pasca kebakaran permukaan dan petak tidak terbakar
5. 1. 8. Potensi Simpanan Karbon Tumbuhan Bawah
Berdasarkan hasil perhitungan terhadap biomassa tumbuhan bawah, maka
potensi biomassa pada petak pasca kebakaran permukaan lebih rendah daripada
petak tidak terbakar. Hal tersebut memberikan pengaruh terhadap potensi
simpanan karbon pada tumbuhan bawah, yaitu potensi simpanan karbon
tumbuhan bawah pada petak pasca kebakaran permukaan lebih rendah daripada
petak tidak terbakar. Hasil perhitungan simpanan karbon tumbuhan bawah pada
petak pasca kebakaran permukaan adalah 0,3435 ton/ha, sedangkan potensi
simpanan karbon tumbuhan bawah pada petak tidak terbakar adalah 0,6166
ton/ha.
5. 1. 9. Potensi Simpanan Karbon Serasah
Selain tegakan dan tumbuhan bawah, potensi simpanan karbon di atas
permukaan tanah juga terdapat pada serasah. Hasil perhitungan potensi karbon
serasah pada petak pasca kebakaran adalah 6,0786 ton/ha dan potensi karbon
serasah pada petak tidak terbakar adalah sebesar 4,3529 ton/ha. Dapat
disimpulkan bahwa potensi simpanan karbon serasah pada petak pasca kebakaran
permukaan lebih besar daripada petak tidak terbakar.
Gambar 13. Potensi serapan karbon serasah pada petak pasca kebakaran permukaan dan petak tidak terbakar
5. 1. 10. Potensi Simpanan Karbon di Atas Permukaan
Keseluruhan hasil perhitungan potensi simpanan karbon berupa simpanan
karbon pada tegakan, tumbuhan bawah, dan serasah merupakan pendugaan
terhadap potensi simpanan karbon di atas permukaan (above ground).
Berdasarkan perhitungan terhadap simpanan karbon sebelumnya, pada petak
pasca kebakaran permukaan, potensi simpanan karbon total lebih besar daripada
petak tidak terbakar. Potensi simpanan karbon pada petak pasca kebakaran
permukaan adalah 6,5644ton/ha. Sedangkan potensi simpanan karbon pada petak
tidak terbakar adalah 5,0859 ton/ha. Hal tersebut disebabkan oleh nilai dari
potensi simpanan karbon pada tegakan dan pada serasah menunjukkan nilai yang
Gambar 14. Potensi simpanan total karbon pada petak pasca kebakaran permukaan dan petak tidak terbakar
5. 1. 11. Hasil Analisis Data Simpanan Karbon
Hasil pengolahan data simpanan karbon baik pada hutan pasca kebakaran
permukaan maupun hutan tidak terbakar dengan masing-masing pengaruh
vegetasi (tegakan, tumbuhan bawah, dan serasah) menunjukkan hasil ANOVA
pada Tabel 8 berikut.
Tabel 8. Tabel sidik ragam simpanan karbon
ANOVA: ln karbon versus hutan; vegetasi
Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P
Hutan 1 0.002 0.002 0.002 0.01 0.907 Vegetasi(Hutan) 4 71.199 71.199 17.800 145.61 0.000 Error 24 2.934 2.934 0.122
Total 29 74.135
S = 0.349633 R-Sq = 96.04% R-Sq(adj) = 95.22%
Hasil analisis data yang diperoleh menunjukkan tingkat keterandalan yang
nyata, yaitu dibuktikan dengan nilai R-Sq = 96,04%. Sedangkan untuk menguji
hipotesis pertama yaitu pada faktor hutan, dapat dilihat pada p-value sumber
keragaman hutan. Nilai p-value = 0,907 dimana nilai tersebut >0,05 sehingga
pada taraf nyata 5% terima H0 yaitu H0: τ1 = τ2 = 0 (hutan tidak berpengaruh).
Dapat disimpulkan bahwa pada hipotesis pertama pada taraf nyata 5% belum
cukup bukti untuk mengatakan bahwa hutan pasca kebakaran permukaan maupun