• Tidak ada hasil yang ditemukan

5. 1. Hasil

Berdasarkan pengambilan data di lapangan, terdapat dua lokasi yang digunakan dalam menduga potensi karbon di tegakan Jati (Tectona grandis) yaitu pada areal tidak terbakar di Petak 111A dan areal pasca kebakaran permukaan tahun 2008 di petak 112E di wilayah Resort Pemangkuan Hutan (RPH Donomulyo), Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Malang, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Kedua lokasi tersebut merupakan jenis Jati yang berasal dari Areal Produksi Benih (APB) yang ditanam dengan jarak tanam 3 x 2 m dan merupakan tanaman tahun 2000. Pengambilan contoh untuk masing-masing lokasi adalah seluas 0,2 hektar dengan lima kali pengulangan.

A B

Gambar 5. Kondisi tegakan Jati pasca kebakaran permukaan (A) dan tegakan Jati tidak terbakar (B)

5. 1. 1. Potensi Volume Tegakan

Hasil pengukuran di lapangan berupa keliling pohon (cm) yang kemudian dikonversikan menggunakan Tarif Volume Lokal (TVL) Jati KPH Malang, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur yang memberikan informasi mengenai potensi volume tegakan Jati baik pada areal pasca kebakaran permukaan maupun areal tidak terbakar. Hasil perhitungan potensi volume tegakan tersebut dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.

Tabel 3. Potensi volume tegakan Jati (Tectona grandis) umur 9 tahun di areal pasca kebakaran dan tidak terbakar, KPH Malang

Umur (tahun) Jenis Tegakan Jarak tanam Luas Petak Jumlah Pohon Kerapatan (N/ha) Volume per hektar (m3/ha) Volume per pohon (m3) Diameter rata-rata (cm) 9 Tegakan Pasca Kebakaran 3 x 2 0.2 185 925 84.9155 0.0919 14.7454 9 Tegakan Tidak Terbakar 3 x 2 0.2 180 900 69.4850 0.0756 13.6530

Potensi volume yang dimiliki tegakan Jati (Tectona grandis) pada petak pasca kebakaran permukaan berbeda dengan potensi volume Jati petak tidak terbakar. Potensi volume Jati pada petak pasca kebakaran permukaan adalah 84,9155 m3/ha, sedangkan pada petak tidak terbakar volumenya adalah 69,4850 m3/ha. Apabila dilihat dalam Tabel 3, jumlah pohon pada tegakan pasca kebakaran permukaan lebih banyak daripada jumlah pohon pada tegakan tidak terbakar yang masing-masing jumlah pohonnya adalah 185 pohon untuk tegakan pasca kebakaran permukaan dan 180 pohon untuk tegakan tidak terbakar. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya kegiatan pengelolaan hutan pada tegakan Jati seperti penjarangan maupun gangguan hutan berupa pencurian kayu yang dapat menyebabkan berkurangnya jumlah pohon dalam suatu tegakan Jati. Faktor lain yang dapat mempengaruhi berkurangnya jumlah pohon adalah adanya kematian pada pohon akibat serangan hama maupun penyakit.

Perbedaan lain dari adanya perbedaan jumlah pohon tersebut adalah kerapatan pohon pada tegakan pasca kebakaran permukaan lebih besar yaitu 925 pohon/ha sedangkan pada tegakan tidak terbakar kerapatannya 900 pohon/ha. Untuk hasil perhitungan volume per pohon dan diameter rata-rata, pada tegakan pasca kebakaran permukaan memiliki nilai yang lebih besar yaitu berturut-turut 0,0919 m3 dan 14,7454 cm, sedangkan volume per pohon dan diameter rata-rata pada tegakan tidak terbakar berturut-turut adalah 0,0756 m3 dan 13,6530 cm.

Gambar 6. Potensi volume tegakan Jati pasca kebakaran permukaan dan petak tidak terbakar

5. 1. 2. Hasil Analisis Vegetasi Tingkat Tumbuhan Bawah

Pada petak pasca kebakaran permukaan, ditemukan 29 jenis tumbuhan bawah. Pada petak ini, jenis Lamtoro (Leucaena leucocephala) merupakan tumbuhan bawah paling banyak ditemukan dengan jumlah tertinggi. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai K sebanyak 9125 ind/ha (29,80% dari total) dan nilai F tertinggi yaitu 0,75 (18,29% dari total) sehingga menghasilkan INP sebesar 48,09% (Tabel 4).

Tabel 4. Hasil analisis vegetasi tingkat tumbuhan bawah pada petak pasca kebakaran permukaan

No Jenis Nama Ilmiah K

(ind/ha) KR (%) F FR (%) INP (%) 1 Kartok Talinum paniculatum 750 2.45 0.10 2.44 4.89 2 Oyot-oyotan Cyperus esculentus 2000 6.53 0.35 8.54 15.07 3 Lamtoro Leucaena leucocephala 9125 29.80 0.75 18.29 48.09 4 Abul-abul Clinacanthus nutans 1500 4.90 0.30 7.32 12.22 5 Serut Malphigia coccigera 250 0.82 0.05 1.22 2.04

6 Akar Gepeng Andrographis

paniculata 375 1.22 0.05 1.22 2.44

7 Porang Amorphophallus

oncophyllus 250 0.82 0.10 2.44 3.26

8 Anggur Hutan Vitis vinivera 250 0.82 0.10 2.44 3.26

9 Pulutan Urena lobata 250 0.82 0.05 1.22 2.04

10 Alang-alang Imperata

cylindrical 1625 5.31 0.25 6.10 11.40

12 Rayapan Petroselinum crispum 4625 15.10 0.30 7.32 22.42 13 Gepengan Eupatorium sp 875 2.86 0.05 1.22 4.08 14 Manon Alstonia angustiloba 375 1.22 0.05 1.22 2.44 15 Ketapang Terminalia cattapa 375 1.22 0.15 3.66 4.88 16 Mahoni Swietenia macrophylla 250 0.82 0.10 2.44 3.26 17 Klayu Plumbago zeylanica 125 0.41 0.05 1.22 1.63 18 Drejet Stachytarpheta mutabilis 125 0.41 0.05 1.22 1.63 19 Kunyit Curcuma longae 375 1.22 0.05 1.22 2.44

20 Lulangan Eleusine indica 2125 6.94 0.35 8.54 15.48

21 Udel-udelan Piper betle 375 1.22 0.10 2.44 3.66

22 Nyamplungan Calophyllum inophyllum 125 0.41 0.05 1.22 1.63 23 Penitian Phyllantus nirun 125 0.41 0.05 1.22 1.63 24 Sono Pterocarpus indicus 1375 4.49 0.10 2.44 6.93

25 Jati Tectona grandis 250 0.82 0.05 1.22 2.04

26 Wedusan Ageratum conyzoides 125 0.41 0.05 1.22 1.63 27 Jaruman Gloriosa superba 250 0.82 0.05 1.22 2.04 28 Sonokeling Dalbergia latifolia 625 2.04 0.05 1.22 3.26

29 Patikan Euphorbia hirta 250 0.82 0.05 1.22 2.04

JUMLAH 30625 100.00 4.10 100.00 200.00

Berbeda dengan kondisi petak pasca kebakaran permukaan, pada petak tidak terbakar ditemukan 18 jenis tumbuhan bawah. Hasil analisis vegetasi tingkat tumbuhan bawah menunjukkan jenis yang paling dominan adalah Abul-abul (Clinacanthus nutans) dengan nilai K sebanyak 29625 ind/ha (63,37% dari total) dan nilai F tertinggi yaitu 0,90 (28,13% dari total) sehingga menghasilkan nilai INP sebesar 91,49% (Tabel 5).

Tabel 5. Hasil analisis vegetasi tingkat tumbuhan bawah pada petak tidak terbakar

No Jenis Nama Ilmiah K

(ind/ha) KR (%) F FR (%) INP (%) 1 Abul-abul Clinacanthus nutans 29625 63.37 0.9 28.13 91.49 2 Lamtoro Leucaena leucocephala 6375 13.64 0.65 20.31 33.95

3 Alang- alang Imperata cylindrical 625 1.34 0.05 1.56 2.90 4 Rumput teki Cymbopogon winterianus 625 1.34 0.05 1.56 2.90 5 Umbi- umbian Colocasia esculenta 500 1.07 0.15 4.69 5.76

6 Patikan Euphorbia hirta 500 1.07 0.05 1.56 2.63

7 Grumabur Guazuma

ulmifolia 125 0.27 0.05 1.56 1.83

8 Bantengan Pluchea indica 125 0.27 0.05 1.56 1.83

9 Kuningan Acalypha indica 2125 4.55 0.15 4.69 9.23

10 Kacangan Arachis hypogaea 125 0.27 0.05 1.56 1.83 11 Klayu Plumbago zeylanica 125 0.27 0.05 1.56 1.83 12 Pepeng Colues amboinicus 125 0.27 0.05 1.56 1.83

13 Pulutan Urena lobata 1500 3.21 0.25 7.81 11.02

14 Udel-

udelan Piper betle 2250 4.81 0.3 9.38 14.19

15 Jati Tectona grandis 1500 3.21 0.25 7.81 11.02

16 Gepengan Eupatorium sp 250 0.53 0.05 1.56 2.10 17 Kepikan Physalis peruvianna 125 0.27 0.05 1.56 1.83 18 Porang Amorphophallus oncophyllus 125 0.27 0.05 1.56 1.83 JUMLAH 46750 100.00 3.2 100.00 200.00

5. 1. 3. Potensi Biomassa Tegakan

Biomassa yang diukur dalam penelitian ini adalah biomassa yang terdapat di atas permukaan lahan yaitu tumbuhan bawah, serasah, dan tegakan. Kandungan biomassa di atas permukaan tersebut dapat dilihat dalam Tabel 6 berikut.

Tabel 6. Kandungan biomassa di atas permukaan lahan (tegakan, tumbuhan bawah, dan serasah)

Potensi Biomassa (ton/ha) Jenis Tegakan

Tegakan Tumbuhan Bawah Serasah Total

Tegakan Pasca Kebakaran 0.2845 0.6870 12.1571 13.1286

Tegakan Tidak Terbakar 0.2328 1.2333 8.7057 10.1718

Pada petak pasca kebakaran permukaan potensi tegakan Jati memiliki biomassa yang lebih besar dibandingkan potensi biomassa tegakan Jati pada petak tidak terbakar. Adapun potensi biomassa tegakan pada petak pasca kebakaran

permukaan adalah 0,2845 ton/ha, sedangkan pada petak tidak terbakar potensi biomassa tegakannya adalah 0,2328 ton/ha.

Gambar 7. Potensi biomassa tegakan Jati pasca kebakaran permukaan dan petak tidak terbakar

5. 1. 4. Potensi Biomassa Tumbuhan Bawah

Berbeda dengan potensi biomassa pada tegakan, untuk potensi biomassa tumbuhan bawah menunjukkan hasil yang berkebalikan. Potensi biomassa tumbuhan bawah pada petak pasca kebakaran permukaan lebih kecil dibandingkan potensi biomassa petak tidak terbakar. Potensi biomassa tumbuhan bawah petak pasca kebakaran permukaan adalah 0,6870 ton/ha, sedangkan potensi biomassa tumbuhan bawah petak tidak terbakar adalah 1,2333 ton/ha.

Gambar 8. Potensi biomassa tumbuhan bawah pasca kebakaran permukaan dan petak tidak terbakar

5. 1. 5. Potensi Biomassa Serasah

Potensi biomassa serasah pada petak pasca kebakaran permukaan menunjukkan hasil biomassa yang lebih besar dibandingkan potensi biomassa serasah pada petak tidak terbakar. Pada potensi biomassa serasah petak pasca kebakaran permukaan potensi biomassa serasahnya adalah 12,1571 ton/ha, sedangkan potensi biomassa serasah pada petak tidak terbakar adalah 8,7056 ton/ha.

Gambar 9. Potensi biomassa serasah pasca kebakaran permukaan dan petak tidak terbakar

5. 1. 6. Potensi Biomassa Total di Atas Permukaan

Hasil penjumlahan biomassa yang terdapat di atas permukaan lahan yang terdiri dari tumbuhan bawah, serasah, dan tegakan menunjukkan bahwa potensi biomassa total pada petak pasca kebakaran permukaan lebih besar dibandingkan dengan potensi biomassa total pada petak terbakar. Potensi biomassa total petak pasca kebakaran permukaan adalah 13,1286 ton/ha. Sedangkan pada petak tidak terbakar, total potensi biomassanya adalah 10,1718 ton/ha.

Gambar 10. Potensi biomassa total di atas permukaan pasca kebakaran permukaan dan petak tidak terbakar

5. 1. 7. Potensi Simpanan Karbon Tegakan

Potensi simpanan karbon yang dilakukan dalam penelitian ini adalah potensi simpanan karbon di atas permukaan yaitu pada tegakan, tumbuhan bawah, dan serasah. Hasil penghitungan di lapangan menggunakan studi tentang biomassa yaitu dengan mengkonversi setengah dari jumlah biomassa, dimana hampir 50% dari biomassa pada vegetasi hutan tersusun atas unsur karbon (Brown, 1997). Potensi simpanan karbon baik dari tegakan, tumbuhan bawah maupun serasah dapat dilihat dalam Tabel 7 berikut.

Tabel 7. Potensi simpanan karbon di atas permukaan lahan (tegakan, tumbuhan bawah, dan serasah)

Potensi Karbon (ton/ha)

Jenis Tegakan Tegakan Tumbuhan Bawah Serasah Total

Tegakan Pasca

Kebakaran 0.1423 0.3435 6.0786 6.5644

Tegakan Tidak

Terbakar 0.1164 0.6166 4.3529 5.0859

Pada jenis tegakan pasca kebakaran permukaan, potensi simpanan karbon tegakannya adalah 0,1423 ton/ha. Berbeda dengan jenis tegakan yang tidak terbakar potensi simpanan karbon tegakannya adalah 0,1164 ton/ha. Hal tersebut disebabkan oleh jumlah volume tegakan pada petak pasca kebakaran permukaan lebih besar daripada volume tegakan pada petak tidak terbakar.

Gambar 11. Potensi serapan karbon tegakan pada petak pasca kebakaran permukaan dan petak tidak terbakar

5. 1. 8. Potensi Simpanan Karbon Tumbuhan Bawah

Berdasarkan hasil perhitungan terhadap biomassa tumbuhan bawah, maka potensi biomassa pada petak pasca kebakaran permukaan lebih rendah daripada petak tidak terbakar. Hal tersebut memberikan pengaruh terhadap potensi simpanan karbon pada tumbuhan bawah, yaitu potensi simpanan karbon tumbuhan bawah pada petak pasca kebakaran permukaan lebih rendah daripada petak tidak terbakar. Hasil perhitungan simpanan karbon tumbuhan bawah pada petak pasca kebakaran permukaan adalah 0,3435 ton/ha, sedangkan potensi simpanan karbon tumbuhan bawah pada petak tidak terbakar adalah 0,6166 ton/ha.

Gambar 12. Potensi serapan karbon tumbuhan bawah pada petak pasca kebakaran permukaan dan petak tidak terbakar

5. 1. 9. Potensi Simpanan Karbon Serasah

Selain tegakan dan tumbuhan bawah, potensi simpanan karbon di atas permukaan tanah juga terdapat pada serasah. Hasil perhitungan potensi karbon serasah pada petak pasca kebakaran adalah 6,0786 ton/ha dan potensi karbon serasah pada petak tidak terbakar adalah sebesar 4,3529 ton/ha. Dapat disimpulkan bahwa potensi simpanan karbon serasah pada petak pasca kebakaran permukaan lebih besar daripada petak tidak terbakar.

Gambar 13. Potensi serapan karbon serasah pada petak pasca kebakaran permukaan dan petak tidak terbakar

5. 1. 10. Potensi Simpanan Karbon di Atas Permukaan

Keseluruhan hasil perhitungan potensi simpanan karbon berupa simpanan karbon pada tegakan, tumbuhan bawah, dan serasah merupakan pendugaan terhadap potensi simpanan karbon di atas permukaan (above ground). Berdasarkan perhitungan terhadap simpanan karbon sebelumnya, pada petak pasca kebakaran permukaan, potensi simpanan karbon total lebih besar daripada petak tidak terbakar. Potensi simpanan karbon pada petak pasca kebakaran permukaan adalah 6,5644ton/ha. Sedangkan potensi simpanan karbon pada petak tidak terbakar adalah 5,0859 ton/ha. Hal tersebut disebabkan oleh nilai dari potensi simpanan karbon pada tegakan dan pada serasah menunjukkan nilai yang lebih besar pada petak pasca kebakaran permukaan dengan petak tidak terbakar.

Gambar 14. Potensi simpanan total karbon pada petak pasca kebakaran permukaan dan petak tidak terbakar

5. 1. 11. Hasil Analisis Data Simpanan Karbon

Hasil pengolahan data simpanan karbon baik pada hutan pasca kebakaran permukaan maupun hutan tidak terbakar dengan masing-masing pengaruh vegetasi (tegakan, tumbuhan bawah, dan serasah) menunjukkan hasil ANOVA pada Tabel 8 berikut.

Tabel 8. Tabel sidik ragam simpanan karbon

ANOVA: ln karbon versus hutan; vegetasi

Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P

Hutan 1 0.002 0.002 0.002 0.01 0.907 Vegetasi(Hutan) 4 71.199 71.199 17.800 145.61 0.000 Error 24 2.934 2.934 0.122

Total 29 74.135

S = 0.349633 R-Sq = 96.04% R-Sq(adj) = 95.22%

Hasil analisis data yang diperoleh menunjukkan tingkat keterandalan yang nyata, yaitu dibuktikan dengan nilai R-Sq = 96,04%. Sedangkan untuk menguji hipotesis pertama yaitu pada faktor hutan, dapat dilihat pada p-value sumber keragaman hutan. Nilai p-value = 0,907 dimana nilai tersebut >0,05 sehingga pada taraf nyata 5% terima H0 yaitu H0: τ1 = τ2 = 0 (hutan tidak berpengaruh).

Dapat disimpulkan bahwa pada hipotesis pertama pada taraf nyata 5% belum cukup bukti untuk mengatakan bahwa hutan pasca kebakaran permukaan maupun hutan tidak terbakar berpengaruh terhadap potensi simpanan karbon.

Hasil analisis data pada hipotesis yang kedua, yaitu pada faktor vegetasi yang terdapat di dalam hutan pasca kebakaran permukaan dan hutan tidak terbakar yang terdiri dari vegetasi (tegakan, tumbuhan bawah, dan serasah) dapat dilihat pada p-value vegetasi (hutan). Nilai p-value = 0,000 dimana nilai tersebut<0,05 sehingga pada taraf nyata 5% tolak Ho yaitu H0: βj(i) = 0, i,j

(vegetasi pada hutan tertentu tidak berpengaruh). Dapat disimpulkan bahwa pada hipotesis kedua dengan taraf nyata 5% ada atau terdapat vegetasi (tegakan, tumbuhan bawah, dan serasah) yang berpengaruh terhadap potensi simpanan karbon. Hal tersebut dapat menggunakan uji lanjut dari penolakan Ho vegetasi

yang tersarang pada hutan dengan Least Significant Difference (Beda Nyata Terkecil).

Uji perbandingan LSD adalah membandingkan sepasang perlakuan demi perlakuan dengan mengurangkan rataan dari perlakuan tersebut (Montgomery, 1999). Bila selisihnya melebihi nilai BNT, maka dikatakan dua perlakuan tersebut berbeda pada taraf nyata 5%. Berdasarkan hasil output minitab 14 (Lampiran), Apabila upper-lower selisih masing-masing pasangan perlakuan mencakup nol, maka pasangan perlakuan tersebut tidak berbeda nyata. Hasil yang diperoleh menunjukkan pasangan perlakuan yang tidak berbeda nyata adalah perlakuan 1 dengan 2 dan 3 dengan 4, yaitu potensi karbon tegakan pada hutan pasca kebakaran permukaan tidak berbeda nyata dengan potensi karbon tegakan pada hutan tidak terbakar. Begitu juga pada serasah, potensi simpanan karbon serasah pada hutan pasca kebakaran permukaan dan hutan tidak terbakar tidak memiliki perbedaan dalam hal potensi simpanan karbon. Namun perbedaan potensi simpanan karbon terdapat pada tumbuhan bawah, hasil analisis data menunjukkan hutan pasca kebakaran permukaan dan hutan tidak terbakar ternyata potensi simpanan karbonnya berbeda. Tumbuhan bawah yang tumbuh di hutan pasca kebakaran permukaan memiliki potensi simpanan karbon yang lebih besar.

5. 2. Pembahasan

Salah satu potensi hutan yang berada di Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Malang, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur adalah jenis Jati (Tectona grandis). Pengelolaan hutan Jati tersebut didukung dengan adanya kondisi

topografi, tanah, serta iklim yang sesuai sehingga hasil hutan yang diperoleh dapat optimal. Di sisi lain terdapat gangguan hutan berupa kebakaran hutan yang rawan terjadi pada bulan-bulan kering atau musim kemarau. Pada tahun 2008, terjadi kebakaran hutan dengan tipe kebakaran permukaan seluas lebih kurang 1 hektar di petak 112E wilayah Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Donomulyo. Kebakaran permukaan adalah tipe kebakaran yang mengkonsumsi bahan bakar pada lantai hutan, baik berupa serasah, jatuhan ranting, dolok-dolok yang bergelimpangan di lantai hutan, tumbuhan bawah, dan sebagainya yang berada di bawah tajuk pohon dan diatas permukaan tanah (Brown dan Davis 1973).

Adanya gangguan hutan berupa kebakaran hutan secara tidak langsung memberikan dampak dan perubahan pada kondisi hutan tersebut. Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui terdapat perbedaan antara kondisi tegakan Jati yang tidak terbakar dengan tegakan Jati pasca kebakaran permukaan. Perbandingan yang dianalisis meliputi potensi volume tegakan, keanekaragaman jenis pada tingkat tumbuhan bawah, potensi simpanan biomassa dan potensi simpanan karbon di atas permukaan (tegakan, tumbuhan bawah maupun serasah).

Potensi volume tegakan Jati pada petak pasca kebakaran permukaan lebih besar dibandingkan dengan potensi volume Jati pada petak tidak terbakar. Potensi volume pada petak pasca kebakaran permukaan adalah 84,9155 m3/ha, sedangkan pada petak tidak terbakar volumenya adalah 69,4850 m3/ha. Hal ini dapat disebabkan oleh pertumbuhan alami pada petak pasca kebakaran permukaan jauh lebih baik dibandingkan dengan Jati yang tumbuh pada petak tidak terbakar. Pertumbuhan alami ini menyebabkan pertambahan diameter Jati meningkat sehingga potensi volumenya juga lebih besar. Selain itu, perbedaan yang nyata terlihat dari jumlah pohon yang tidak sama pada tiap petak yang mempengaruhi kerapatan pohon. Namun, tidak menutup kemungkinan adanya kegiatan pengelolaan hutan seperti penjarangan maupun gangguan hutan berupa pencurian kayu serta adanya kematian pada pohon akibat serangan hama maupun penyakit yang dapat menyebabkan potensi volumenya menurun.

Hasil analisis tanah (Balai Penelitian Tanah Bogor, 2009) yang dilakukan pada contoh tanah baik pada tegakan Jati pasca kebakaran permukaan maupun tegakan Jati tidak terbakar menunjukkan peningkatan kandungan bahan organik C

dan N. Nilai bahan organik C dan N pada tegakan Jati pasca kebakaran permukaan berturut-turut adalah 2,02% dan 0,15%, sedangkan nilai bahan organik C dan N pada tegakan Jati tidak terbakar berturut-turut adalah 1,60% dan 0,11%. Dapat disimpulkan bahwa kandungan hara meningkat karena pembakaran yang dipengaruhi oleh peningkatan nilai C dan N organik pada tanah sehingga pertumbuhan Jati pada tegakan pasca kebakaran permukaan lebih baik daripada tegakan tidak terbakar.

McKinnonn et. al., (1996) menyebutkan bahwa kebakaran hutan kemungkinan bisa mengganggu proses ekologi hutan salah satunya yaitu suksesi alami. Kebakaran menyebabkan perubahan pola vegetasi sesuai dengan pola kebakaran yang terjadi, sehingga akan membentuk pola mosaik yang terdiri atas berbagai fase suksesi. Hutan yang terbakar menjadi terbuka, sehingga merangsang pertumbuhan gulma dan berbagai jenis eksotik, yang akan menyebabkan terganggunya keseimbangan ekologi antar jenis.

Berkaitan dengan proses suksesi tersebut, adanya kebakaran permukaan pada petak 112E memberikan pengaruh terhadap semakin beragamnya vegetasi pada tingkat tumbuhan bawah. Hasil penelitian menunjukkan pada petak pasca kebakaran permukaan, ditemukan 29 jenis tumbuhan bawah, sedangkan pada petak tidak terbakar ditemukan 18 jenis tumbuhan bawah. Pada petak pasca kebakaran permukaan, jenis Lamtoro merupakan tumbuhan bawah paling banyak ditemukan dengan jumlah tertinggi. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai K sebanyak 9125 ind/ha (29,80% dari total) dan nilai F tertinggi yaitu 0,75 (18,29% dari total) sehingga menghasilkan INP sebesar 48,09% (tabel 4). Dengan demikian jenis Lamtoro adalah jenis yang dominan pada petak pasca kebakaran permukaan. Berbeda dengan petak pasca kebakaran, hasil analisis vegetasi tingkat tumbuhan bawah pada petak tidak terbakar menunjukkan jenis yang paling dominan adalah Abul-abul dengan nilai K sebanyak 29625 ind/ha (63,37% dari total) dan nilai F tertinggi yaitu 0,90 (28,13% dari total) sehingga menghasilkan nilai INP sebesar 91,49%.

Pada dasarnya kondisi tegakan setelah adanya gangguan hutan berupa kebakaran sangat terkait dengan perubahan komposisi jenis tumbuhan bawah. Pada petak pasca kebakaran permukaan, jenis tertentu diduga hanya tumbuhan

bawah di awal-awal masa akibat kebakaran permukaan yang telah terjadi, namun seiring berjalannya waktu jenis tertentu tersebut tidak dapat bertahan. Jenis tumbuhan bawah pada petak pasca kebakaran permukaan mendapatkan tambahan unsur hara dari sisa pembakaran. Fenomena seperti ini diduga dapat mempengaruhi potensi kandungan biomassa dan karbon tumbuhan bawah.

Biomassa merupakan jumlah total dari bahan organik hidup yang dinyatakan dalam berat kering oven ton per unit area (Brown, 1997). Biomassa dapat dibedakan ke dalam dua kategori yaitu, biomassa tumbuhan di atas permukaan tanah (above ground biomass) dan biomassa di bawah permukaan tanah (below ground biomass). Penelitian yang dilakukan di tegakan Jati ini mengukur potensi biomassa di atas permukaan tanah (above ground biomass) baik tegakan, tumbuhan bawah serta serasah. Proses pendugaan biomassa pada tegakan dilakukan dengan pengukuran keliling (cm) pohon untuk mendapatkan diameter (m) pohon yang kemudian dikonversi menjadi volume (m3) melalui Tabel Volume Lokal (TVL) Jati KPH Malang. Sedangkan pendugaan biomassa tumbuhan bawah dan serasah dilakukan dengan penghitungan berat kering.

Hasil pendugaan biomassa tegakan diperoleh hasil potensi biomassa tegakan pada petak pasca kebakaran permukaan adalah 0,2845 ton/ha, sedangkan pada petak tidak terbakar potensi biomassa tegakannya adalah 0,2328 ton/ha. Potensi biomassa tegakan pada petak pasca kebakaran permukaan memiliki biomassa yang lebih besar dibandingkan potensi biomassa tegakan Jati pada petak tidak terbakar. Hal ini disebabkan karena pada petak pasca kebakaran permukaan memiliki kandungan hara yang lebih tinggi dibandingkan dengan petak tidak terbakar.

Biomassa tegakan dipengaruhi oleh faktor iklim seperti curah hujan dan, selain itu juga dipengaruhi oleh umur tegakan, sejarah perkembangan vegetasi, komposisi dan struktur tegakan (Kusmana, 1993). Pada petak pasca kebakaran permukaan memiliki jumlah pohon dan kerapatan yang lebih besar daripada petak tidak terbakar sehingga hal tersebut juga dapat mempengaruhi potensi volume masing-masing petak.

Berbeda dengan potensi biomassa pada tegakan, untuk potensi biomassa tumbuhan bawah menunjukkan hasil yang berkebalikan. Potensi biomassa

tumbuhan bawah pada petak pasca kebakaran permukaan lebih kecil dibandingkan potensi biomassa petak tidak terbakar. Potensi biomassa tumbuhan bawah petak pasca kebakaran permukaan adalah 0,6870 ton/ha sedangkan potensi biomassa tumbuhan bawah petak tidak terbakar adalah 1,2333 ton/ha. Hal tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan berat kering dari tumbuhan bawah pada masing-masing petak. Meskipun dilihat dari keanekaragaman dan variasi tumbuhan bawah pada petak pasca kebakaran permukaan lebih besar daripada petak tidak terbakar, namun kondisi di lapangan menunjukkan hal yang berbeda. Berat basah maupun berat kering hasil pengolahan data penelitian lebih besar pada petak tidak terbakar daripada petak pasca kebakaran permukaan.

Potensi biomassa serasah pada petak pasca kebakaran permukaan menunjukkan hasil biomassa yang lebih besar dibandingkan potensi biomassa serasah pada petak tidak terbakar. Pada potensi biomassa serasah petak pasca kebakaran permukaan potensi biomassa serasahnya adalah 12,1571 ton/ha, sedangkan potensi biomassa serasah pada petak tidak terbakar adalah 8,7056 ton/ha. Hal tersebut mengindikasikan bahwa sekitar 12,1571 ton/ha tegakan pasca kebakaran permukaan kehilangan biomassa meskipun tanpa pembakaran dan hal itu juga berarti secara tidak langsung CO2 telah dilepaskan meski tanpa

pembakaran. Kondisi kehilangan biomassa tersebut pada akhirnya dapat memberikan pengaruh pada potensi serapan karbon pada serasah.

Hasil penjumlahan biomassa yang terdapat di atas permukaan lahan yang terdiri dari tumbuhan bawah, serasah, dan tegakan menunjukkan bahwa potensi biomassa total pada petak pasca kebakaran permukaan lebih besar dibandingkan dengan potensi biomassa total pada petak tidak terbakar. Potensi biomassa total petak pasca kebakaran permukaan adalah 13,1286 ton/ha, sedangkan pada petak tidak terbakar, total potensi biomassanya adalah 10,1718 ton/ha. Potensi biomassa total dipengaruhi oleh potensi biomassa pada masing-masing tegakan baik tegakan, tumbuhan bawah, maupun serasah. Meskipun biomassa pada tumbuhan bawah petak pasca kebakaran permukaan lebih rendah dibandingkan pada petak tidak terbakar, namun faktor lainnya yaitu biomassa tegakan dan serasah pada petak pasca kebakaran permukaan lebih besar daripada petak tidak terbakar.

Potensi biomassa total tersebut pada akhirnya akan mempengaruhi serapan karbon

Dokumen terkait