• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemantauan hama penyakit ikan hias golongan tetra dan evaluasinya terhadap parameter lingkungan aquatik di wilayah Jabotabek

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemantauan hama penyakit ikan hias golongan tetra dan evaluasinya terhadap parameter lingkungan aquatik di wilayah Jabotabek"

Copied!
203
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANTAUAN HAMA PENYAKIT IKAN HIAS

GOLONGAN TETRA DAN EVALUASINYA

TERHADAP PARAMETER LINGKUNGAN AQUATIK

DI WILAYAH JABOTABEK

DIKRY NOVEL

SHATRIE

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT

PERTANIAN B'OGOR

BOGOK

(2)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis saya yang berjudul : PEMANTAUAN HAMA PENYAKIT IKAN HIAS GOLONGAN TETRA DAN EVALUASINYA TERHADAP PARAMETER LINGKUNGAN AQUATIK DI WILAYAH JABOTABEK, merupakan gagasan atau hasil penelitian tesis saya sendiri, dengan pembimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya.

Tesis ini belurn pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain.

Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Mei 2006

Dikry Novel Shatrie

(3)

ABSTRAK

DIKRY NOVEL SHATRIE. Pemantauan Hama Penyakit Ikan Hias Golongan Tetra Dan Evaluasinya Terhadap Parameter Lingkungan Aquatik di Wilayah Jabotabek. Dibimbing oleh FACHRIYAN H. PASARIBU, ETTY RIANI dan DEW1 RATIH AGUNGPRIYONO.

Ekspor ikan hias dari Indonesia hanya sebesar 15 % dari seluruh total ekspor ikan hias dunia. Salah satu penyebabnya adalah banyaknya penyakit- penyakit ikan yang disebabkan oleh bakteri, parasit dan jamur. Pengamatan pada 4 lokasi ikan hias Tetra di Bogor, Cibinong, Bekasi dan Tangerang dilakukan selama bulan Pebruari sampai Juli 2005. Data yang diambil ditujukan untuk mengetahui hubungan antara parameter kualitas air, seperti suhu, pH, DO, kesadahan, nitrat dan nitrit; dengan kejadian penyakit. Data yang didapat kemudian dianalisa menggunakan analisa regresi sederhana dan T-test. Berdasarkan pengarnatan diketahui bahwa 66% dari total 1500 ekor sampel ikan tetra terinfeksi oleh bakteri, parasit dan jamur. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa suhu air merupakan faktor yang paling berperan terhadap kejadian penyakit pada ikan. Bila suhu air meningkat, maka jumlah kejadian penyakit bakterial meningkat Persentase penyakit yang disebabkan oleh Aeromonas hydrophila

mencapai 23% dan Pseudomonas j7uorescens mencapai 14,80%. Sedangkan bila suhu air menurun, maka angka kejadian penyakit yang disebabkan oleh parasit dan jamur akan meningkat. Persentase kejadian penyakit yang disebabkan oleh

Dactylogvrus sp adalah 10,13 %, sedangkan Gyrodactylus sp 9,87 %, Argulus sp

5,27 %. dan Saprolegnia sp 3,27 %. Dengan uji histopatologi ditemukan adanya myositis, peritonitis dan enteritis dari non spesifik viral dan beberapa kista

(4)

Abstract

DIKRY NOVEL SHATRIE. Tetra Fish Diseases Monitoring and Its Evaluation to Aquatic Environment Parameters in the Jabotabek Area. Under the direction of

FACHRIYAN H. PASARIBU, ETTY RIANI and DEW1 RATIH

AGUNGPRIYONO

Indonesian ornamental freshwater fish only retain 15% of total exporting ornamental freshwater fish all over the world. This matter is due by numerous causes offish disease such as bacterial, parasites and fungal infection. Disease of tetra fish which sampled from some fishes collectedfrom Bogor, Cibinong, Bekasi and Tangerang areas were monitored during February up to July 2005. The data were interrelated with water quality parameters such as air and water temperature, pH, DO, hardness, ammonia and nitrite content and analyzed using simple linear regression and T-test. Disease monitoring showed that 66% from 1500 tetra fishes were infected by bacterial, parasite and fungi. The data's statistic evaluation demonstrated that the water temperature was appeared to be the most significant factor that influences the appearance of various fish diseases. The incidence of Aeromonas hydrophila got to 23.07% and Pseudomonas

fluorescens was 14.80%. The incidences of bacterial disease rose when the water

(5)

O

Hak

cipta milik Institut Pertanian Bogor,, tahun 2006

Hak cipta dilindungi

(6)

PEMANTAUAN HAMA PENYAKIT IKAN HIAS

GOLONGAN TETRA DAN EVALUASINYA

TERHADAP

PARAMETER LINGKUNGAN

AQUATIK

DI WILAYAH JABOTABEK

DIKRY

NOVEL SHATRIE

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Sains Veteriner

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

Judul Tesis : Pemantauan Harna Penyakit Ikan Hias Golongan Tetra Dan Evaluasinya Terhadap Parameter Lingkungan Aquatik di Wilayah Jabotabek

Nama : Dikry Novel Shatrie

NRP : B 151020071

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. drh. Fachriyan H.Pasaribu Ketua

Dr. Ir. dttv Riani. M.S. Anggota

drh. Dewi Ratih Anunapriyono, Ph.D. Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi ah Pascasarjana

Sains Veteriner

n

f

(8)

PRAKATA

Segala puji bagi Allah Azza Wa Ja'Alla, pencipta langit dan burni, pemilik sekalian ilmu dan hakim atas segala sesuatu urusan. Sesungguhnya karena berkah dan rahrnatNya penelitian dan penulisan tesis ini dapat diselesaikan.

Tesis ini disusun untuk memenuhi tugas yang diberikan dalam proses penyelesaian studi di Program Sains Veteriner

-

Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Tema penelitian yang dikerjakan adalah pemantauan dan evaluasi hama penyakit untuk mengetahui korelasi dan pola penyebaran penyakit ikan hias golongan tetra di wilayah Jabotabek dengan perubahan suhu udara.

Terima kasih yang tak terhingga kami sampaikan kepada para dosen pembimbing, Prof. Dr.drh. Fachriyan H. Pasaribu, Dr. Ir. Etty Riani, MS. d m drh. Dewi Ratih Agungpriyono Ph.D., yang telah bersedia untuk menjadi pembimbing kami, dan membagikan ilmunya yang tidak ternilai kepada kami selaku mahasiswa. Demikian juga kepada anak dan isteri tercinta atas dukungan dan doanya.

Disadari bahwa banyak kekurangan yang ada dalam penelitian ini, oleh karena itu diperlukan saran dan pertimbangan untuk menyempurnakannya lebih lanjut.

(9)

Penulis dilahirkan di kota Bogor pada tanggal 20 November 1968 dari pasangan Moedrik Shatrie (Alm.) dan Nurlaila. Penulis merupakan anak pertarna dari dua bersaudara.

Tahun 1987 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Bogor dan pada tahun 1988 melanjutkan ke Sekolah Ahli Usaha Perikanan, Jurusan Akuakultur di Jakarta, dan lulus pada tahun 1991. Pada tahun 1994 melanjutkan ke Fakultas Perikanan, Jurusan Budidaya, Universitas Juanda Bogor. Pada tahun 2002 menempuh pendidikan pada program Magister Sains Veteriner di Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

(10)

DAFTAR IS1

Halaman

DAFTAR TABEL

...

DAFTAR GAMBAR

...

DAFTAR LAMPIRAN

...

PENDAHULUAN

...

Latar Belakang

...

Tujuan Penelitian

...

Perumusan Masalah Penelitian

...

...

Hipotesa

Man faat Penelitian

...

...

TINJAUAN PUSTAKA

Kualitas Air dan Kesehatan Ikan

...

...

Suhu Air

pH (Derajat Keasaman)

...

Oksigen Terlarut

...

...

Kesadahan

Kadar Amonia (NH3)

...

...

Kadar Nitrit (N02)

Ikan Hias Golongan Tetra

...

Penyakit-penyakit pada Ikan

...

Sistem dan Regulasi Karantina

...

...

V l l l

...

BAHAN DAN METODA 22

Tempat dan Waktu

...

22

Sampel Ikan dan Metode Pemeriksaan

...

22

Sampel Air dan Metode Pemeriksaan

...

23

.

.

...

Kerangka Kerja Penelltian 23 Analisis Pengolahan Data

...

24

...

HASIL DAN PEMBAHASAN 25 Parameter Kualitas Air

...

.

.

.

.

.

.

...

31

Suhu Air

...

32

pH

...

33

...

Oksigen Terlarut (DO) 33 Kesadahan Air

...

34

Amonia

...

35

Nitrit

...

35

Persentase Kejadian Penyakit

...

36

A eromonus hydrophila

...

37

P.seudomonus.fluorcscens

...

38

Korelasi antara Suhu Air dan Prevalensi Penyakit Bakterial

...

39

Hasil Pemeriksaan Histopatologi

...

41

Argulu.s.sp

...

42
(11)

Gyrodactylus sp

...

Korelasi antara Suhu Air dan Prevalensi Penyakit Parasiter

...

Saprolegnia sp

...

...

Korelasi antara Suhu Air dan Prevalensi Penyakit Fungi

Daerah Identifikasi Penyakit

...

KESIMPULAN

...

SARAN

...

...

DAFTAR PUSTAKA

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

...

Pengaruh pH terhadap komunitas biologi perairan

...

Hubungan kadar oksigen terlarut dengan suhu air

Kation penyusun kesadahan dan anion penyusunnya

...

Klasifikasi nilai kesadahan air

...

Toksisitas akut (LDS0 96 jam) arnonia tak terionisasi pada organisme

...

akuatik

Hubungan pH dan suhu terhadap kadar amonia total

...

Parameter kualitas air yang diamati dan lokasi pengamatannya

...

Rata-rata kualitas air dan persentase penyakit pada sampel ikan di lokasi A (Bogor) per bulan penelitian

...

Rata-rata kualitas air dan persentase penyakit pada sampel ikan di lokasi B (Cibinong) per bulan penelitian

...

Rata-rata kualitas air dan persentase penyakit pada sampel ikan di lokasi C (Bekasi) per bulan penelitian

...

Rata-rata kualitas air dan persentase penyakit pada sarnpel ikan di lokasi D (Tangerang) per bulan penelitian

...

Rata-rata kualitas air dan persentase penyakit pada sampel ikan.

. .

selama 25 minggu penelltian

...

Perbandingan kualitas air penelitian dengan standar Langdon

...

Rata-rata suhu air dan angka prevalensi (%) penyakit dari 4 daerah

...

(13)

DAFTAR GAMBAR

[image:13.557.26.458.56.691.2]

Halaman

...

1

.

Serpae tetra longfin (Hyphessobrycon serpae)

2

.

Rossy tetra (Hyphessobrycon roseus)

...

3

.

Neon tetra (Paracheirodon innesi)

...

4

.

Red nose tetra (Hemigrammus bleheri)

...

...

5

.

Emperor tetra (Nemato brycon palmery)

.

.

6

.

Kerangka kerja penel~t~an

...

7

.

Grafik hubungan suhu air dengan prevalensi penyakit ikan tetra di

lokasi A (Bogor)

...

8

.

Grafik hubungan suhu air dengan prevalensi penyakit ikan tetra di

...

lokasi B (Cibinong)

9

.

Grafik hubungan suhu air dengan prevalensi penyakit ikan tetra di

...

lokasi C (Bekasi)

10

.

Grafik hubungan suhu air dengan prevalensi penyakit ikan tetra di

...

lokasi D (Tangerang)

11

.

Grafik hubungan suhu air rata-rata dengan prevalensi penyakit ikan

...

tetra di semua lokasi penelitian

12 Sebaran suhu air dengan prevalensi penyakit

...

...

13

.

Ikan tetra dengan infeksi Aeromonas hydrophila

14

.

Ikan tetra dengan infeksi Pseudomonas.fluorescens

...

...

15

.

Korelasi suhu air dengan penyakit bakterial

...

16 . Kista Pleistophora sp

17 . Arplus sp

...

1 8

.

Dactylogirus sp

...

... 19 . Gyrodactylus sp ...

.

..

..

..

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

...

Kualitas air dan kejadian penyakit yang ditemukan 57

...

Hasil pemeriksaan kualitas air dan persentase kejadian penyakit 59 ... Rata-rata seluruh kualitas air dan prevalensi kejadian penyakit 61

...

Analisa regresi dan korelasi suhu air dan prevalensi A

.

hydrophila 62

...

Analisa regresi dan korelasi suhu air dan prevalensi P.Juorescens 63

...

Analisa regresi dan korelasi suhu air dan prevalensi Argulus sp 64 ... Analisa regresi dan korelasi suhu air dan prevalensi Dactylog~rus sp 65

...

Analisa regresi dan korelasi suhu air dan prevalensi Gyrodactylus sp 66

...

Analisa regresi dan korelasi suhu air dan prevalensi Saprolegnia sp 67

...

Data hama dan penyakit ikan yang dilalulintaskan 68 Rataan data penelitian selama bulan Februari-April 2005

...

69

...

Rataan data penelitian selama bulan Mei

-

Juli 2005 70 Rataan data penelitian selama bulan Agustus 2005

...

71

...

Metoda pemeriksaan sampel ikan 72

...

Hasil isolasi dan identifikasi bakteri 85

...

Data curah hujan 87

.

.

...

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kegiatan perikanan di Indonesia terus mengalami kemajuan dengan semakin meningkatnya lalu lintas komoditas perikanan antar pulau maupun antar negara. Kegiatan ekspor perikanan mempunyai peranan cukup strategis bagi Indonesia, karena saat ini ikan merupakan komoditi ekspor non migas yang cukup banyak menyumbang devisa negara. Hal ini terlihat dari semakin banyaknya pengusaha ikan, baik skala kecil maupun skala besar dan meningkatnya aktifitas ekspor dan impor. Komoditas yang diperdagangkan tidak hanya ikan-ikan konsumsi, tapi juga komoditas ikan hias.

Tingginya minat para pengusaha ini didorong oleh tingginya permintaan akan komoditas perikanan dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Namun berbagai kendala, terutama hama dan penyakit ikan, seringkali menyebabkan kerugian yang tidak sedikit bagi para petanilpengusaha ikan.

Semakin maraknya perdagangan antar pulau dan antar negara, memberikan peluang semakin banyaknya penyakit-penyakit ikan yang ditemukan di Indonesia. Penyakit golongan bakteri yang banyak ditemukan dalam budidaya perikanan di Indonesia, seperti Aeromanas sp., Vibrio sp., Pseudomonas sp. dan lain-lain, telah menimbulkan kerugian bagi para petanilpengusaha ikan. Selain penyakit ikan yang disebabkan oleh bakteri, ditemukan pula penyakit ikan yang disebabkan ole h parasit seperti Argulus sp., Dactylogvrus sp., Gyrodactylus sp., Lerneae sp. dan fungi (Saprolegnia sp).

Ikan-ikan jenis tetra merupakan ikan yang banyak dibudidayakan oleh petani di Indonesia, karena permintaan terhadap jenis ini sangat besar, sehingga menarik bagi para petani untuk membudidayakannya. Narnun ikan sangat bergantung pada lingkungannya, terutarna kualitas air tempat hidupnya, yang bukan saja akan mempengaruhi kehidupan ikan, namun juga merupakan ha1 yang mempengaruhi kesehatan ikan.

(16)

terutarna suhu air akan menyebabkan perubahan-perubahan pada parameter kualitas air yang lainnya, sehingga perubahan-perubahan ini akan menyebabkan stres pada ikan yang pada akhirnya dapat menimbulkan penyakit (Langdon 1988; Effendi 2000). Bila dalam suatu perairan terjadi peningkatan kadar arnonia dan nitrat, terjadi perubahan pH (tidak optimum) dan kesadahan serta tingginya bahan organik, maka akan menyebabkan stres pada ikan.

Stres adalah kondisi dimana ikan tidak mampu mempertahankan keadaan fisiologis norrnalnya karena berbagai faktor penyebab:

Penyebab kimiawi, seperti: kualitas air yang buruk, rendahnya DO, pH yang tidak tepat, polusi, komposisi diet, nitrat dan buangan metabolisme.

Penyebab biologis, seperti: padat tebar tinggi, spesies ikan lain, mikroorganisme patogenik dan non patogenik, serta parasit internal dan eksternal.

Penyebab fisik, seperti: suhu yang merupakan salah satu parameter kualitas air yang paling berpengaruh pada sistem imun ikan, cahaya, suara dan kadar gas- gas terlarut

Penyebab prosedural, seperti: handling, shipping dan pengobatan terhadap suatu penyakit (Floyd 200 1).

Kesehatan ikan merupakan syarat utama kelayakan sebagai ikan hias komersial. Kondisi ikan hias yang sehat sangat dibutuhkan dalam pemasaran maupun pengangkutan, terutarna untuk ekspor, karena membutuhkan waktu perjalanan yang lama.

Untuk mengetahui ikan hias yang benar-benar sehat dan tidak membawa bibit penyakit dibutuhkan pemeriksaan laboratoriurn, yang pada saat ini harus dilakukan oleh Unit Pelaksana Teknis Karantina Ikan. Bila ikan dinyatakan sehat, maka ikan diberikan ijin untuk dilalulintaskan dan Unit Pelaksana Teknis Karantina 1kan akan mengeluarkan swat keterangan layak ekspor.

Unit Pelaksana Teknis Karantina Ikan adalah lembaga pemerintah yang berfungsi mencegah masuknya dan tersebarnya penyakit ikan karantina yang berpotensi menyebarkan penyakit ke dalam lingkungan keldi dalarn wilayah Republik Indonesia, baik yang berasal dari luar negeri maupun dari suatu daerah '

(17)

uji coba untuk mengetahui adanya agen penyakit, sertifikasi, pengeluaran suatu sertifikat yang menyatakan bahwa kelompok hewan tertentu atau suatu fasilitas produksi telah diperiksa dan bebas dari infeksi oleh patogen tertentu (Arthur

1996).

Karantina Indonesia sudah selangkah lebih maju, karena Indonesia merupakan negara Asia Tenggara pertama yang menetapkan jasa pemeriksaan karantina yang diatur dalam UU Karantina tahun 1992 (Arthur 1995), yang implementasinya dituangkan dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No 17 tahun 2003. Selain ha1 tersebut di atas, juga dilakukan kerjasama regional dan internasional untuk mencegah masuknya suatu penyakit baru.

Di dalam pelaksanaannya, petugas karantina ikan hams mengetahui jenis- jenis hama dan penyakit karantina beserta media pembawanya yang ada di suatu daerah. Hal ini diperlukan untuk mencegah masuk dan tersebarnya hama dan penyakit ikan karantina dari suatu area ke area lain. Oleh karena itu dibutuhkan suatu datatinformasi mengensti penyebaran hama dan penyakit ikan karantina di dalam wilayah negara Indonesia dalam bentuk peta daerah sebar hama dan penyakit ikan karantina, sehingga dapat dilakukan prediksi mengenai penyakit yang biasanya terjadi pada suatu spesies ikan dalam suatu musim.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memantau dan mengevaluasi prevalensi hama penyakit ikan bakterial, ektoparasit dan fungi pada ikan hias golongan tetra terhadap parameter kualitas air di lokasi ekspotir ikan hias di daerah Bogor, Cibinong, Bekasi dan Tangerang

.

Hasil penelitian ini diharapkan akan memberi informasi tentang prevalensi penyakit ikan khususnya ikan hias golongan tetra di daerah Bogor, Cibinong, Bekasi dan Tangerang yang banyak dilalulintaskan di sekitar Jabotabek.

Perurnusan Masalah Penelitian

Berdasarkan data pemantauan yang dilakukan oleh Balai Karantina Ikan '

(18)

dibudidayakan, semakin meningkat. Hal ini sangat mempengaruhi mutu dan jumlah ikan yang diekspor dari Indonesia. Tingginya permintaan pasar terhadap ikan-ikan jenis tetra dan mudah dalarn pembudidayaannya, menyebabkan ekspor ikan hias dari Indonesia, terutama ikan hias air tawar, didominasi oleh ikan jenis ini. Selain masalah yang disebabkan oleh penyakit, rendahnya tingkat ekspor ikan hias ~ndonesia juga disebabkan kurangnya pengetahuan para eksportir tentang negara-negara importir di luar negeri, sehingga hampir semua eksportir ikan hias di Indonesia hanya mengekspor ke Singapura, yang kemudian mengekspor lagi ikan-ikan tersebut ke seluruh dunia. Sampai saat ini Singapura merupakan negara pengekpor ikan hias terbesar di dunia (Dinas Perikanan

-

Jabar 2005).

Mutu ikan hias sangat dipengaruhi oleh kondisi kesehatannya, yang berkaitan langsung dengan kualitas air di lingkungan hidupnya. Parameter- parameter kualitas air saling mempengaruhi satu sama lain, sehingga pola penyebaran penyakit ikan diduga mempunyai hubungan dengan parameter kualitas air.

Di antara masalah-masalah tersebut di atas, informasi tentang hubungan antara kualitas ikan di tingkat eksportir dan kualitas air tempat ikan itu dipelihara masih minim, untuk itu diperlukan suatu penelitian yang mengamati hubungan antara liejadian penyakit dengan parameter kualitas air. Bila didapatkan suatu pola hubungan antara parameter kualitas air dan kemungkinan penyebaran penyakit ikan, maka langkah-langkah antisipatif dan preventif dapat segera diambil untuk mencegah kerugian yang lebih meluas.

Hipotesa

(19)

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dalam melakukan prediksi penyebaran penyakit ikan berdasarkan perubahan-perubahan pada parameter kualitas air. Sehingga dapat segera diambil tindakan antisipatif dan preventif untuk mencegah meluasnya kerugian.

(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Kualitas Air dan Kesehatan Ikan

Studi mengenai penyebaran penyakit pada suatu populasi sangat membutuhkan pemahaman mengenai asosiasi atau hubungan-hubungan yang terjadi antara inang, agen dan lingkungan sekitarnya. Tingkat hubungan ini akan menentukan tingkat kerapatan ruang dan waktu kejadian infeksi penyakit, iklim akan sangat mempengaruhi daya hidup inang, vektor dan agen patogen, serta mempengaruhi secara langsung tingkat distribusi vektor (Thrusfield 1995). Agen patogen yang terlibat pada timbulnya penyakit pada ikan, tidak dapat bekerja sendiri untuk menimbulkan infeksi pada ikan, harus terdapat faktor predisposisi sebagai pemicu stres (stressor), ha1 ini dapat berupa perubahan kualitas air, toksin dan perubahan siklus hidup (Hanson & Grizzle 1985).

Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 1990, tentang pengendalian pencemaran air, mendefinisikan kualitas air adalah sifat air dan kandungan mahluk hidup, zat, energi atau komponen lain dalam air. Kualitas air dinyatakan dengan beberapa parameter (Anonim 1990), yaitu:

1. Parameter fisika (suhu; kekeruhan, padatan terlarut dan sebagainya.) 2. Parameter kimia (pH, oksigen terlarut, kadar logam d m sebagainya. j 3. Parameter biologi blankton, bakteri dan sebagainya.)

Kualitas air dalam suatu usaha akuakultur harus diperhatikan dengan seksama karena sangat mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan, adapun beberapa parameter kualitas air yang sangat berpengaruh pada ikan adalah suhu, pH, oksigen terlarut, kesadahan, kadar NO2 dan kadar NH3 (Alabaster & Loyd

1980).

Suhu Air

(21)

Suhu air dipengaruhi oleh musim, letak geografis, ketinggian, sirkulasi udara, penutupan awan, adanya aliran dan kedalaman. Perubahan suhu akan berpengaruh secara langsung terhadap proses fisika, kimia dan biologi air. Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi, volatilisasi, dan akan mengakibatkan penurunan kadar kelarutan gas dalam air, seperti : 02, C02, N2, CH4 dan sebagainya. (Effendi 2000).

Kecepatan metabolisme ikan tergantung pada suhu air. Penurunan suhu air akan menyebabkan kecepatan metabolisme ikan akan menurun, demikian juga sebaliknya metabolisme ikan akan meningkat sejalan dengan peningkatan suhu air. Beberapa faktor lain seperti : sistem imun, proses penyembuhan penyakit dan proses pencemaan makanan juga sangat dipengaruhi oleh suhu air. Penurunan suhu akan menyebabkan daya tahan ikan menurun, sehingga ikan mudah terinfeksi oleh agen patogen (Langdon 1988).

pH (Derajat Keasaman)

Menurut Effendi (2000) pH atau derajat keasaman menggambarkan keberadaan ion hidrogen yang bersifat asam, konsentrasi ion hidrogen pada air murni netral adalah 1 x gll, sedangkan nilai disosiasi air (Kw) adalah 10-l4 pada suhu 25' C, sehingga nilai pH dapat digambarkan sesuai dengan reaksi sebagai berikut :

2 H 2 0 +========l) H30+ + OH- H 2 0 +========+ H+ + OH- [H']

+

[OH] = Kw ; KW = 10-l4

[ ~ ~ ] = ~ w / [ 0 ~ ~ = 1 0 ~ ~ ~ / 1 0 - ~ = 1 0 ~ ~ g / l ; O H - = l ~ - ~ g / l . p H = -Log lo [H'] = Log lo 1 / [H']

Sehingga klasifikasi nilai pH air adalah :

p H = 7 : netral 7 < p H < 1 4 : basa / alkali

(22)

akan mencapai nol, sehingga semakin tinggi nilai pH akan menyebabkan nilai alkalinitas semakin meningkat dan akan semakin sedikit kadar karbondioksida bebas.

Toksisitas suatu senyawa kimia juga dipengaruhi oleh pH, senyawa amonium yang dapat terionisasi banyak ditemukan pada perairan dengan pH rendah, bila pH meningkat maka jumlah amonium yang tak terionisasi (unionized) juga akan meningkat dan pada keadaan ini akan bersifat toksik (Tebbut 1992).

Biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH, dan rata-rata lebih menyukai kisaran pH 7 - 8,5 , fenomena ini berkaitan dengan proses biokimiawi air seperti nitrifikasi yang dipengaruhi oleh pH, dimana proses nitrifikasi akan berakhir pada pH rendah (asam). Toksisitas logam juga akan meningkat pada pH rendah (Novotny & Olem 1994). Pengaruh pH terhadap komunitas biologi perairan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabei 1. Pengaruh pH terhadap komunitas biologi perairan

Nilai pH

I

I

-Kelimpahan total biomasa dan produktivitas tak berubah

I

Pengaruh

6,O - 6,5 -Keanekaragaman plankton dan benthos mengalami sedikit penurunan

I

.I

-Kelimpahan total biomasa dan produktivitas sedikit berubah

I

I

5,s - 6,O

I

I

yang semakin besar

I

-Keanekaragaman plankton dan benthos mengalami penurunan

5,O - 5,5

I

I

-Kelimpahan total biomasa zooplankton dan benthos menurun

I

-Algae hijau berfilamen tampak pada zona litoral

-Keanekaragaman plankton, perifiton dan benthos mengalami penurunan

I

I

-Algae hijau berfilamen tampak semakin banyak pada m n a litoral

I

I

I

-Proses nitrifikasi terhambat

I

I

I

yang besar

I

I

-Kelimpahan total biomasa zooplankton dan benthos menurun -Algae hijau berfilamen tampak semakin banyak.

4,5 - 5,O

I

.I

:Proses nitrifikasi terhambat

I

-Keanekaragaman plankton, perifiton dan benthos mengalami penurunan

I I I

(23)

Oksigen ~ e r l a r u t (Dissolve Oxygen)

Kadar oksigen terlarut di perairan alarni akan bervariasi tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air dan tekanan atmosfer. Kadar oksigen akan semakin berkurang dengan semakin meningkatnya suhu, ketinggian dan berkurangnya tekanan atmosfer, semakin tinggi suatu tempat dari perrnukaan laut, maka tekanan atmosfer akan semakin rendah, yang mengakibatkan akan semakin sedikit oksigen yang terlarut dalam air. Kadar oksigen terlarut pada perairan tawar berkisar antara 15 mgll pada suhu 0' C dan 8 mgll pada suhu 25' C, sedangkan pada perairan laut berkisar antara 11 mgll pada suhu 0' C dan 7 mgll pada suhu 25' C. (Mc. Neely et

a1 1979). Pengaruh perubahan suhu terhadap oksigen terlarut dapat dilihat pada Tabel 2. .

Tabel 2. Hubungan kadar oksigen terlarut dengan suhu air

Sumber : Cole, 1988

Kadar oksigen pada perairan alarni biasanya kurang dari 10 mgll. Sumber oksigen terlarut yang masuk ke dalam perairan alami berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer sekitar 35 % dan aktifitas fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton, kadar oksigen di atmosfer biasanya berkisar pada angka 210 mg/l (Novotny & Olem 1994).

Suhu

(O C)

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Catatan :

Suhu

e

c ) 14 - 15 16 17 18 19 20 2 1 22 23 24 25 26 2 7 tekanan udara Oksigen Terlarut

( m g ~ ~ ) 14,62 14,22 13,83 13,46 13,ll 12,77 12,45 12,14 11,84 1 1,56

1 1,29

1 1,03 10,78 10,54 pengukuran pada

Oksigen Terlarut ( m g ~ ~ ) 10,3 1 10,08 9,87 9,66 9,47 9,28 9,09 8,9 1 8,74 8,58 8,42 8,26 8,11 7,97 760 mm Hg.

Suhu

e

c)

2 8

2 9 30 3 1 32 33 3 4 3 5 36 37

3 8

39 40 Oksigen Terlarut (mcr/~) 7,83 7,69 7,56 7,43 7,30 7,18 7,OQ 6,95 6,84 6,73 6,62 6,s 1

(24)

Kebutuhan oksigen terlarut tidak sama pada setiap jenis ikan, bahkan pada jenis ikan yang sama akan terdapat perbedaan, tergantung pada suhu air tempat hidupnya. Jika dalam perairan tidak terdapat senyawa beracun, maka kandungan oksigen minimum yang diperlukan adalah sekitar 2 mgll, dan kadar ini sudah cukup untuk memberikan kehidupan yang normal bagi organisme akuatik (Langdon 1 988).

Kesadahan

Kesadahan (hardness) adalah gambaran kation logam divalen (bervalensi 2), kation-kation ini dapat bereaksi dengan sabun dan membentuk endapan presipitat (presipitasi). Selain itu kation-kation ini dapat bereaksi dengan anion- anion yang terdapat di dalam air dan akan membentuk endapan atau karat pada barang logam. Tingkat kesadahan pada air tawar ditentukan oleh jurnlah kalsium dan magnesi-urn, dimana kalsium dan magnesium ini akan berikatan dengan anion penyusun sifat alkalinitas yaitu bikarbonat dan karbonat, sehingga kesadahan akan mempengaruhi stabilitas pH air (Effendi 2000). Kation dan anion penyusunnya dapat dilihat pada Tabel 3.

I I I

Sumber : Sawyer & Mc Carty, 1978

Tabel 3. Kation penyusun kesadahan dan anion penyusunnya

Klasifikasi kesadahan menurut Effendi (2000) didasarkan pada 2 hal, yaitu:

1. Berdasarkan ion logam, atau kesadahan kalsium dan kesadahan magnesium

2. Berdasarkan anion yang berasosiasi dengan ion logam, yait~i kesadahan karborlat dan kesadahan non-karbonat.

Nilai kesadahan total = kesadahan kalsium

+

kesadahan magnesium Kation

Ca '+

Mg 2+

Anion HC03-

(25)

Sedangkan untuk mendapatkan kadar kalsium dan magnesium dari nilai kesadahan, menurut Cole (1 988) adalah sebagai berikut :

Kadar kalsium (mg / 1) = 0,4

x

kesadahan kalsium

Kadar magnesium (mg/l) = 0,243 x kesadahan magnesium.

Air dengan kesadahan tinggi mempunyai kandungan kalsiurn, magnesium, karbonat dan sulfat yang tinggi, air jenis ini bila dipanaskan akan membentuk deposit kerak (Brown 1987). Tetapi kesadahan yang tinggi tidak memiliki pengaruh langsung pada kesehatan manusia, bahkan kesadahan tinggi dapat menghambat sifat toksik logam berat, dimana kalsium dan magnesium akan membentuk senyawa kompleks dengan logam berat. Timbal (Pb) dengan kadar 1 mg/l akan bersifat toksik pada ikan yang di air dengan kesadahan rendah (so# water), tetapi kadar timbal yang sama tidak mematikan ikan yang hidup di air dengan kesadahan 150 mg/l CaC03 (Tebbut 1992).

Air dengan nilai kesadahan kurang dari 120 mg/l CaC03, dan melebihi 500 mg/l CaC03 dianggap kurang baik bagi keperluan rumah tangga, pertanian dan industri. Air sadah (150 - 300 mg/l CaC03) disukai oleh organisme akuatik sebagai lingkungan hidupnya (Effendi 2000). Klasifikasi dalam penilaian nilai kesadahan dapat dilihat dalam Tabel 4.

Tabel 4. Klasifikasi nilai kesadahan air

I

Kesadahan (rngll CaCO3)

/

Klasifikasi Air

I

I

< 50

I

Lunak (soft)

I

I

50 - 150

I

Kadar Amonia (NH3)

Sumber arnonia di perairan adalah hasil penguraian nitrogen organik, yang berasal dari protein dan urea, dan nitrogen anorganik yang berasal dari dekomposisi bahan organik yang telah mati, seperti tumbuhan dan biota laut yang dilakuksn oleh mikroba melali~i proses amoriifikasi, dengar, reaksi.sebagai berikut:

Menengah (moderately hard) 150 - 300

> 300

(26)

N organik

+

O2 3 NH3-N

+

0 2 3 NO2-N

+

0 2 3 NO3-N

AmoniJikasi Nitr$kasi

Amonia dan bentuk garamnya sangat mudah larut dalam air dan akan membentuk ion amonium sebagai bentuk transisinya. Tinja yang berasal dari biota akuatik, reduksi gas nitrogen yang berasal dari proses difusi udara atmosfer, limbah industri dan domestik merupakan sumber amonia yang lain (Effendi 2000).

Pada pH 7 atau kurang, sebagian besar amonia akan mengalami ionisasi dan pada pH yang lebih besar dari 7, amonia tak terionisasi dan bersifat toksik (Novotny Olem 1994). Avertebrata akuatik memiliki toleransi yang lebih tinggi terhadap toksisitas amonia bila dibandingkan dengan ikan, karena pada ikan kadar amonia yang terlalu tinggi akan mengakibatkan gangguan pada proses pengikatan oksigen oleh darah dan akan menyebabkan sufokasi (Effendi 2000).

Kadar amonia bebas pada perairan alami biasanya kurang dari 0,l mg/l

(Mc Neely et al. 1979) dan kadar amonia bebas yang talc terionisasi (NH3) pada perairan tawar sebaiknya tidak melebihi 0,02 mg/l karena sifat toksiknya pada organisme akuatik. Pada kadar lebih dari 0,2 mg/l bersifat toksik bagi ikan (Sawyer & Mc Carty 1978). Konsentrasi pemaparan ammonia yang bersifat toksik bagi biota hewan air dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Toksisitas akut (L,D50 96 jam) amonia tak terionisasi pada organisme akuatik

Spesies

Oligochaeta

Limnodrillus hoffmeisteri

Gastropoda

Lymnaea stagnalis

Crustacea

Gammarus pulex Asellus aquaticus

Ephemeroptera (Mayfly)

Baetis rhodani (nymph) Trichoptera (Caddisfly)

Hydropsyche angust ipennis (larva) Chironomidae

C'hironornus riparzrs (larva)

Sumber : Moore, 199 1

96 jam (mg/l)

199

190

291 293

197

390

(27)

Amonia yang terukur di perairan adalah amonia total yang terdiri dari NH3 dan N H ~ + . ~ersentase amonia bebas akan meningkat sejalan dengan peningkatan pH dan suhu air. Toksisitas amonia terhadap organisme akuatik akan meningkat dengan penurunan kadar oksigen terlarut, pH dan suhu (Boyd 1988). Hubungan ammonia bebas (NH3 ) terhadap ammonia total (dalam %) dapat dilihat pada

Tabel 6. Hubungan pH dan suhu terhadap kadar amonia total

Sumber : Boyd, 1988

Kadar Nitrit (NOz)

(28)

nitrat dan gas nitrogen (denitrifikasi), denitrifikasi adalah reduksi nitrat oleh aktivitas mikroba yang berlangsung pada kondisi anaerob (Novotny & Olem

1 994).

Nitrit menggambarkan adanya proses biologis perubahan bahan organik dengan kadar oksigen terlarut sangat rendah. Kadar nitrit di perairan alami sekitar 0,001 mgll, dan sebaiknya tidak melebihi 0,06 mg/l (Anonim 1987). Namun demikian menurut Sawyer & Mc Carty (1 978) kadar nitrit jarang sekali melebihi

1 mg/l.

Sumber nitrit adalah limbah industri dan limbah domestik, kadar nitrit lebih dari 0,05 mg/l bersifat toksik bagi organisme akuatik yang sensitif. Nitrit lebih bersifai toksik dibandingkan nitrat terhadap hewan dan manusia, batas aman kadar nitrit pada air minum menurut WHO sebaiknya tidak melebihi 1 mg/l, karena konsumsi nitrit yang berlebihan akan menyebabkan terganggunya proses pengikatan oksigen oleh hemoglobin darah yang selanjutnya akan membentuk methemoglobin yang tidak mampu mengikat oksigen (Moore 1991).

Ikan Hias Golongan Tetra

Ikan-ikan yang akan dijadikan obyek pengamatan adalah jenis-jenis ikan tetra sebagai berikut:

1. Serpae tetra (Hyphessobrycon serpae atau Hyphessobrycon eques)

Serpae tetra dikenal juga dengan sebutan blood characin. Ikan ini berukuran maksimum 4 cm, dengan suhu berkisar 24

-

28°C dan pH 5,5 -

73.

Ikan ini adalah ikan yang mudah dibudidayakan Adapun klasifikasi ikan serpae tetra adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Phylum Chordata

Class Actinopterygii

Ordo Characiformes

Family C haracidae

Genus Hyplr esso brycon

(29)
[image:29.559.57.451.16.786.2]

Spesies Hyphessobrycon serpae atau serpae tetra dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Serpae tetra longfin (Hyphessobrycon serpae)

Sumber : (www.badmanstropica1fish.com).

2. Rossy Tetra (Hyphessobrycon bentosi)

Rossy tetra adalah kerabat dekat dari serpae tetra. Ikan ini berukuran maksimum 4 cm, dengan suhu bekisar 24 - 28°C dan pH 5,5 - 7,5. Ikan ini adalah ikan yang mudah dibudidayakan

Klasifikasi ikan rossy tetra adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia

Phylum Chordata

Class Actinopterygii

Ordo Characiformes

Family Characidae

Genus Hyphessobrycon

Spesies Hyphessobrycon bentosi

Spesies Hyphessobrycon bentosi atau rossy tetra dapat dilihat pada

Garnbar 2.

Gambar 2. Rossy tetra (Hyphessobrycon roseus)

(30)

3. Neon Tetra (Paracheirodon innesi)

Neon tetra adalah ikan kecil dengan warna yang sangat terang. Ikan ini jarang mencapai panjang lebih dari 4 cm. Ikan jenis tetra ini dinarnakan neon karena adanya garis yang memanjang dari mata sampai ekor yang berwarna biru kehijau-hijauan seperti neon.

Ikan neon tetra dapat hidup pada kisaran pH 6 6,5 dan suhu 22" - 24°C

.

Adapun klasifikasi ikan neon tetra adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Phylum Chordata

Class Actinopterygii

Ordo Characiformes

Famili Characidae

Genus Paracheirodon

Spesies Paracheirodon innesi

[image:30.557.40.463.0.776.2]

Spesies Paracheirodon innesi atau Neon tetra dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Neon Tetra (Paracheirodon innesi) Surnber: (htt~:iiwww.centralvets.com)

4. Red Nose Tetra (Hemigrammus bleheri)

(31)

Klasifikasi ikan red nose tetra dapat dilihat di bawah ini : Kingdom : Animalia

Phylum Chordata

Subphylum : Vertebrata

Class Actinopterygii

Sub Class : Neopterygii

Ordo Characiformes

Famili Characidae

Genus Hemigrammus (Gill 1858)

[image:31.557.68.452.40.768.2]

Species Hemigrammus bleheri (GCry and Mahnert 1986) Spesies Hemigrammus bleheri atau red nose tetra dapat dilihat pa& Gambar 4.

Gambar 4. Red nose tetra (Hemigrammus bleheri) Sumber : (www.research.arnnh.org)

5. Emperor Tetra (Nematobrycon palmery)

Narna lain dari ikan ini adalah rainbow tetra., ukuran ikan emperor tetra dewasa dapat mencapai 5 cm. Ikan ini dapat hidup dalam pH 5 - 7,8 dan pada kisaran suhu 23

-

27°C. Klasifikasi ikan emperor tetra dapat dilihat di bawah ini:

Kingdom : Animalia

Phylum Chordata

Subphylum : Vertebrata

Class Actinopterygii

Sub Class : Neopterygii

(32)

Genus Nematobiycon

Spesies Nematobrycon palmery.

[image:32.559.43.474.34.793.2]

Spesies Nematobiycon palmeiy atau emperor tetra dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Emperor tetra (Nematobrycon palmery) Sumber : (n~p:iifre~naquarium.ab~~t.com)

Penyakit-penyakit pada Ikan

1. Penyakit yang disebabkan oleh bakteri

Menurut Wikipedia Indonesia tahun 2006, bakteri, berasal dari bahasa Latin bacterium (jamak, bacteria), yang berarti kelompok raksasa dari organisme hidup. Mereka sangatlah kecil (mikroskopik) dan kebanyakan uniselular (bersel tunggal), dengan struktur sel yang relatif sederhana tanpa nukleuslinti sel, cytoskeleton, dan organelle lain seperti mitokondria dan kloroplas. Bakteri merupakan prokaryota, untuk membedakan mereka dengan organisme yang memiliki sel lebih kompleks, disebut eukaryota. Istilah "bakteri" telah diterapkan untuk semua prokaryote atau untuk kelompok besar mereka.

Bakteri adalah organisme yang paling berkelimpahan dari semua organisme yang ada. Mereka berada di mana-mana, di tanah, air, dan sebagai simbiosis dari organisme lain. Banyak pathogen merupakan bakteri. Kebanyakan berukuran kecil, biasanya hanya berukuran 0,5-5 pm, meskipun ada jenis tertentu yang dapat mencapai diameter hingga 0,3 mm. Mereka umumnya memiliki dinding sel, seperti sel hewan dan jamur, tetapi dengan komposisi yang sangat berbeda (peptidoglycan).

(33)

telur atau menempel di luar telur dengan cairan ovarium, seperti pada Aeromonas salmonicida. Sedangkan penularan secara horisontal, yaitu melalui kontak langsung antara ikan yang sakit dengan ikan yang tidak sakit, atau melalui medium air yang telah mengandung bakteri, seperti pada Vibrio sp., Aeromonas hydrophila dan Pseudomonas sp.

Virulensi bakteri dipengaruhi oleh banyak faktor. Bakteri-bakteri Gram negatif menghasilkan endotoksin yang dilepaskan ketika sel mati atau terdisintegrasi. Endotoksin ini adalah dinding sel bakteri yang tersusun atas komponen-komponen lipopolisakarida (terutama bagian lipid A). Untuk meningkatkan virulensi toksinnya, kebanyakan dari bakteri juga menghasilkan enzim ekstraseluler yang menyerang sel-sel ikan sehat (Anonim 2006b).

Pada Aeromonas hydrophila, faktor permukaan yang berhubungan dengan pili dari lapisan -5 asam liposakarida dan faktor enzim ekstra seluler yaitu siderophore untuk mengakuisisi besi dan mengatur eksoenzim dan eksotoksin, seperti anterotoksin, lipase dan protease, merupakan faktor yang berperan. Selain itu, peranan kualitas air dalam suatu mekanisme kejadian penyakit juga hams menjadi pertimbangan. Peranan dari faktor-faktor yang menentukan virulensi oleh bakteri patogenik itu, menjadi pertimbangan penting selama masa infeksi dan penularan untuk mengetahui etiologi penyakit (Anonim 2006b).

Tujuan utama suatu infeksi oleh bakteri adalah untuk menyerang sistim pertahanan inang. Pada saat bakteri dapat menyerang sistim imun dan menemukan tempat yang tepat, bakteri berkembang dengan cepat dan mengalahkan pertahanan inang, sehingga terjadilah penyakit.

2. Penyakit yang disebabkan oleh parasit

Semua ikan adalah inang potensial bagi parasit. Parasit dalam jumlah kecil adalah ha1 yang biasa dan mungkin hanya tidak berbahaya, namun semua parasit bisa bereproduksi dengan cepat dan dalam kondisi yang tepat dapat dengan cepat akan menjadi ancaman bagi ikan dalam kolam atau akuarium (Anonim 2006b).

(34)

jarang ditemukan pada ikan hias. Ektoparasit adalah parasit yang ditemukan pada bagian luar tubuh ikan seperti pada kulit, sirip dan insang.

Terbatasnya kontak antar ikan akan mencegah parasit berpindah ke inang yang baru. Namun dalam industri perikanan, dimana kepadatan ikan tinggi, ikan terus menerus melakukan kontak satu sama lain sehingga parasit juga terus menerus ditularkan antar ikan. Hal ini meningkatkan survival rate juvenil yang baru menetas dan simpanan kista di dalam kolam atau akuariurn.

Ektopzrasit dapat menyebabkan kerusakan pada integumen karena aktifitas makan dan atau perpindahan mereka yang terus menerus (karena mereka menempel menggunakan pengait). Iritasi yang disebabkan ektoparasit menyebabkan produksi lendir yang berlebihan sehingga menyebabkan masalah pernapasan apabila sudah mempengaruhi insang. Parasit golongan ektoparasit misalnya berbagai jenis monogenea ( Gyrodactylus spp., Dactylogyrus spp., Neobenedenia spp.) kutu ikan (Argulus sp.); sealice (Caligus sp., Lepeophtheirus salmonis), gill maggot (Ergasilus sp.); mites (Hydroacarus).

3. Penyakit yang disebabkan oleh jamur

(35)

terjadi, Saprolegnia sp. dapat menjadi patogen primer, terutama karena menurunnya suhu sehingga sistim imun menurun.

Sistim Regulasi Karantina Ikan

Pelaksanaan pengendalian tingkat penyebaran harna dan penyakit ikan karantina diatur dalarn Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor :

Kep.17lMed2003, tentang penetapan jenis-jenis hama dan penyakit ikan karantina, golongan, media pembawa dan sebarannya.

Jenis harna dan penyakit karantina yang ditetapkan meliputi : virus (18 spesies), bakteri (1 1 spesies), parasit (17 spesies) dan mikotik (5 spesies). Pemeriksaan untuk tindakan pencegahan dan penangkalan bagi penyakit ikan dan

organisme akuatik yang dilakukan di Balai Karantina Ikan di Bandara Soekarno- Hatta meliputi pemeriksaan fisik, gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium.

Penemuan hama dan penyakit ikan di laboratorium akan didokumentasikan sebelu~n dilakukan tindakan karantina pada ikan atau organisme akuatik yang bersangkutan. Tindakan karantina dilaksanakan sesuai dengan :

1. Undang-Undang nomor 16 tahun 1992, tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan

.

2. Peraturan Pemerintah nomor 15 tahun 2002, tentang Karantina Ikan.

(36)

BAHAN DAN METODA

Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di 4 lokasi penarnpungan eksportir ikan hias yang terletak di Bogor, Cibinong, Bekasi dan Tangerang, dengan menggunakan peralatan standar pemeriksaan Balai Besar Karantina Ikan, Bandara Sukarno- Hatta.

Pemeriksaan sampel ikan akan dilaksanakan di Laboratorium Karantina, Balai Besar Karantina Ikan Bandara Soekarno-Hatta dan Balai Uji Standar Karantina Ikan Jakarta. Penelitian dilaksanakan selama 25 minggu pada rentang bulan Februari - Agustus 2005.

Sampel Ikan dan Metoda Pemeriksaan

Sampel ikan yang digunakan pada penelitian ini adalah ikan hias golongan tetra dengan jurnlah sampel 3 ekor

x

5 jenis ikan hias tetra per minggu yang diambil dari-4 lokasi peternakan ikan hias di Jabotabek, dengan jenis-jenis ikan sebagai berikut :

1 . Serpae tetra (Hyphessobrycon serpae atau Hyphessobrycon eques)

2. Rossy tetra (Hyphessobrycon bentosi) 3 . Neon tetra (Paracheirodon innesi)

4. Red nose tetra (Hemigrammus bleheri)

5. Emperor tetra (Nematobrycon palmery)

Metoda pemeriksaan yang dilakukan pada sampel ikan meliputi :

1. Pemeriksaan preparat ulas darah dan cairan tubuh dengan isolasi dan identifikasi bakteri yang berasal dari insang dan hepatopankreas.

2. Identifikasi parasit dengan melakukan pemeriksaan patologi makroskopis, pemeriksaan sediaan natif insang dan kerokan kulit dan sirip dilakukan untuk identifikasi parasit yang diarnati dibawah mikroskop.

(37)

Sampel Air dan Metoda Pemeriksaan

Sampel air diambil dari 4 lokasi peternakan ikan hias di Jabotabek. Pada setiap sampel air akan dilakukan pemeriksaan parameter-parameter kualitas air yang sangat berpengaruh pada ikan, yaitu: suhu air, pH, oksigen terlarut, kesadahan, kadar amonia dan kadar nitrit (Alabaster & Loyd 1980). Parameter pemeriksaan kualitas air ini merupakan parameter standar pemeriksaan Balai Karantina Ikan di Indonesia.

Adapun parameter kualitas air dan lokasi pengambilan sampel air dapat dilihat pada Tabel 7 di bawah ini:

Tabel 7. Parameter kualitas air yang diamati dan lokasi pengamatannya

Kerangka Kerja Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini dimulai dengan menentukan tempat dan waktu pengambilan sampel. Setelah tempat dan pengambilan sampel ditentukan, maka penelitian mulai dilakukan dengan mengambil data suhu udara lingkungan bersamaan dengan pemeriksaan sampel air dan pengukuran beberapa parameter kualitas air secara in situ.(suhu air, pH dan DO), sebagian sampel air di bawa ke laboratorium untuk melanjutkan pemeriksaan parameter kualitas (kesadahan, kadar arnonia dan nitrit).

Untuk mengidentifikasi hama dan penyakit ikan diambil sampel ikan dan selanjutnya dilakukan pengamatan di laboratorium (detail prosedur pada Lampiran 14) dan hasilnya dicocokkan dengan daftar hama dan penyakit ikan karantina. Adapun kerangka kerja penelitian dapat dilihat dari skema pada Gambar 6 sebagai berikut:

Lokasi pengamatan in situ in situ in situ Laboratoriurn Laboratorium Laboratorium No.

1. 2. 3. 4.

5 .

6 .

Parameter yang diamati Suhu

pH

(38)

Sarnpel Kualitas Air

I

Sarnpel Ikan

I

I

Perneriksaan Penyakit Ikan

Hama dan Penyakit Ikan

Daftar penyakit karantina Kep.l7/Men/Z003

Jenis-jenis Hama dan penyakit

ikan karantina

[image:38.557.34.473.35.792.2]

I

Korelasi antara Kualitas Air dengan Penyakit I k a n

I

Gambar 6. Kerangka kerja penelitian

Analisis Pengolahan Data

Data-data yang diperoleh pada penelitian ini, terutama rataan kualitas air dan persentase kejadian penyakit (prevalensi), dianalisis dengan regresi linear sederhana dan korelasi, dengan model sbb :

Keterangan : Y = Variabel tak bebas kuantitatif dan terukur

X = Variabel bebas

Po

= Konstanta

= Koefisien regresi

E, = Simpangan hasil pendugaan dari nilai sebenarnya,

(Steel & Torrie 199 1 ; Mattjik & Sumertajaya 2002)

Uji signifikansi menggunakan uji-t dan tingkat korelasi akan dinyatakan dalam koefisien determinasi (Steel & Torrie 199 1 ; Mattjik & Sumertajaya 2002).

(39)

HASIL

DAN

PEMBAHASAN

[image:39.557.52.475.128.764.2]

Rataan hasil pemeriksaan kualitas air dan persentase kejadian penyakit pada sarnpel ikan di lokasi A (Bogor) disajikan pada Lampiran 1 1, 12, 13, Tabel 8 d m Garnbar 7 sebagai berikut:

Tabel 8. Rata-rata kualitas air dan persentase penyakit pada sarnpel ikan di lokasi A (Bogor) per bulan penelitian.

Deskripsi

Suhu udara ("C) Suhu air("C) PH

DO

Kesadahan (mg/l CaC03) Amonia (mgll)

Nitrit (mgll)

Jenis harna penyakit : (%)

Aeromonas hydrophila Pseudomonas fluorescens Argulus sp. Dactylogyrus sp. Gyrodactylus sp. Saprolegnia sp. BULAN Feb 26.5 23.8 6.8 7.9 147.3 0.02 0.03 13.3 11.7 20.0 21.7 20.0 13.3

-

Suhu

-A. hydmphila

+P. AuoreSCBN

-A@ussP.

~ b 2 t Y l ~ ~ ~ ' p ' +GymdtKtylus=P. +SapidWasp- Mar 26.8 24.3 6.8 7.9 150.0 0.02 0.03 16.7 8.3 20.0 21.7 18.3 15.0 Mei 28.5 24.8 7.0 7.9 148.8 0.02 0.03 31.7 16.7 11.7 11.7 16.7 11.7

Feb Mrr A P ~ Mei Jun Jld Agu

Wan

,

Gambar 7. Grafik hubungan suhu air dengan prevalensi penyakit ikan tetra di lokasi A (Bogor).

Dari Tabel 8 dan Garnbar 7, dapat diketahui bahwa terdapat

Jun 28.3 25.5 7.1 7.9 148.8 0.02 0.03 30.0 20.0 10.0 13.3 15.0 11.7

(40)

bakterial, parasiter dan fungi. Dalam ha1 ini bila suhu air naik, maka prevalensi bakterial akan cenderung naik, sedangkan prevalensi parasiter dan dan fungi cenderung akan turun. Sehingga pada bulan-bulan musim hujan, prevalensi bakterial cenderung rendah sedangkan parasiter dan fimgi cenderung tinggi. Keadaan yang sebaliknya terjadi di bulan-bulan musim kemarau. Hal ini sesuai dengan pendapat (Davis et al. 1980) yang menyatakan bahwa pada suhu yang lebih rendah dari suhu optimumnya, akan menghambat proses sintesa protein yang disebabkan oleh lemahnya ikatan lipid sehingga pertumbuhan bakteri akan menurun. Sedangkankan siklus hidup parasit dan jamur akan lebih panjang pada saat suhu lebih, sehingga tingkat prevalensinya akan menurun.

[image:40.550.44.460.281.767.2]

Rataan hasil pemeriksaan kualitas air dan persentase kejadian penyakit pada sampel ikan di lokasi B (Cibinong) disajikan pada Lampiran 11, 12, 13, Tabel 9 dan Gambar 8 sebagai berikut:

Tabel 9. Rata-rata kualitas air dan persentase penyakit pada sampel ikan di lokasi B (Cibinong) per bulan penelitian.

Deskripsi

Suhu udara (OC) Suhu air("C) P H

DO (rngll)

Kesadahan (rng/l CaCO3) Amonia (mg/l)

Nitrit (mgil)

Jenis harna penyakit : (%)

Aerontonus Iydroplr ilu Pseudomonas~uorescens Argulus sp.

Dactylogyrus sp. Gyrodactylus sp.

(41)

Feb Ma- Mei Jm Jul

Bulan

Gambar 8. Grafik hubungan suhu air dengan prevalensi penyakit ikan tetra di lokasi B (Cibinong).

Dari Tabel 9 dan Gambar 8 dapat diketahui bahwa terdapat kecenderungan adanya korelasi antara suhu air dengan prevalensi penyakit bakterial, parasiter dan fungi, dalam hal ini bila suhu air naik maka prevalensi bakterial akan cenderung naik, sedangkan parasiter dan dan fungi cenderung akan turun. Sehingga pada bulan-bulan musim hujan prevalensi bakterial cenderung rendah, sedangkan parasiter dan fungi cenderung tinggi. Keadaan sebaliknya te rjadi di bulan-bulan musim kemarau. Hal ini sesuai dengan pendapat (Davis et al. 1980) yang menyatakan bahwa pada suhu yang lebih rendah dari suhu optimurnnya, akan menghambat proses sintesa protein yang disebabkan oleh lemahnya ikatan lipid sehingga perturnbuhan bakteri akan menurun. Sedangkankan siklus hidup parasit dan jamur akan lebih panjang pada saat suhu lebih, sehingga tingkat prevalensinya

akan menurun

(42)
[image:42.559.38.480.61.690.2]

Tabel 10. Rata-rata kualitas air dan persentase penyakit pada sarnpel ikan di lokasi C (Bekasi) per bulan penelitian.

Deskripsi BULAN

Mei Jun Jul Ags

30.0 30.5 30.3 32.0

25.5 26.0 26.0 26.0

7.1 7.2 7.2 7.2

7.9 8.0 7.9 7.9

148.5 148.5 147.5 147.0

0.02 0.02 0.02 0.02

0.03 0.03 0.03 0.03

Feb

I

Mar

I

Apr

Suhu udara ("C) Suhu air("C) PH

DO (mg/l)

Kesadahan (mg/l CaCO3) Amonia (mg/l)

Nitrit (mg/l)

Jenis hama penyakit : (%)

Aeromonas hydrophila Pseudomonas_fluorescens Argulus sp.

Dactylogvrus sp. Gyrodactylus sp. Saprolegnia sp.

Feb Mei Jun AW

W a n

28.5 23.3 7.2 7.9 148.5

0.02 0.03

20.0 6.7 6.7 13.3 11.7 0.0

Gambar 9. Grafik hubungan suhu air dengan prevalensi penyakit ikan tetra di lokasi C (Bekasi).

(43)

suhu optimwnnya, akan menghambat proses sintesa protein yang disebabkan oleh lemahnya ikatan lipid sehingga pertumbuhan bakteri akan menurun. Sedangkankan siklus hidup parasit dan jamur akan lebih panjang pada saat suhu lebih, sehingga tingkat prevalensinya akan menurun.

[image:43.561.37.481.62.688.2]

Rataan hasil pemeriksaan kualitas air dan persentase kejadian penyakit pada sampel ikan di lokasi D (Tangerang) disajikan pada Lampiran 11, 12, 13 dan Tabel 1 1 serta Gambar 10 sebagai berikut:

Tabel 11. Rata-rata kualitas air dan persentase penyakit pada sampel ikan di lokasi D (Tangerang) per bulan penelitian.

Feb Mar Me1 Jun Jul

Butan

Deskripsi

-

suhu -A. hydrophila

+P. RwresOens -A@ussp.

*DktylOgyM SP.

-Gyrodactylus SP.

t s w d e g n i a s p .

BULAN

Feb

(

Mar

I

Apr

(

Mei

I

Jun

I

Jul

I

Ags
(44)

Dari Tabel 11 dan Gambar 10 dapat diketahui bahwa terdapat kecenderungan adanya korelasi antara suhu air dengan prevalensi penyakit bakterial, parasiter dan fungi, dalam ha1 ini bila suhu air naik maka prevalensi bakterial akan cenderung naik, sedangkan parasiter dan dan fungi cenderung akan turun. Sehingga pada bulan-bulan musim hujan prevalensi bakterial cenderung rendah, sedangkan parasiter dan fungi cenderung tinggi. Keadaan yang sebaliknya terjadi pada bulan-bulan musim kemarau. Hal ini sesuai dengan pendapat (Davis

et al. 1980) yang menyatakan bahwa pada suhu yang lebih rendah dari suhu optimumnya; akan menghambat proses sintesa protein yang disebabkan oleh lemahnya ikatan lipid sehingga pertumbuhan bakteri akan menurun. Sedangkankan siklus hidup parasit dan jamur akan lebih panjang pada saat suhu lebih, sehingga tingkat prevalensinya akan menurun.

Rataan hasil pemeriksaan kualitas air dan persentase kejadian penyakit pada sarnpel ikan yang bertujuan mengetahui perbandingan prevalensi kejadian penyakit selama bulan Februari hingga Agustus 2005 di lokasi-lokasi yang berbeda di Jabotabek dapat dilihat pada Tabel 12 dan Gambar 11, serta Lampiran 2.

Tabel 12. Rata-rata kualitas air clan persentase penyakit pada sampel ikan selama 25 minggu penelitian

Deskripsi

Suhu udara (OC) Suhu air("C) PH

DO (mgfl)

Kesadahan (mgll CaC03) Amonia (mgll)

Nitrit (mg/l)

Jenis hama penyakit : (%)

Aeromonas hydrophila Pseudomonas fluorescens Argulus sp.

(45)

S u h u

*A. hydrophila *P. mr€-

[image:45.557.55.477.42.761.2]

Bogor Cibinong Bekasi Tanggerang LOKASI PENELlTlAN

Gambar 11. Hubungan suhu air rata-rata dengan prevalensi penyakit ikan tetra di semua lokasi penelitian.

Dari Tabel 12 dan Gambar 11 dapat diketahui bahwa rataan hasil pemeriksaan pada sampel air selama 25 minggu menunjukkan suatu h a i l yang hampir seragam, lokasi-lokasi pemeriksaan yang berbeda (A di Bogor, B di Cibinong, C di Bekasi dan D di Tangerang) yang secara klimatologi agak berbeda, tampak telah di antisipasi oleh pengelola lokasi penampungan 1 peternakan ikan dengan manajemen air yang cukup baik.

Selisih suhu air dan parameter mutu air lainnya di lokasi Cibinong, Bekasi dan Tangerang yang secara klimatologi memiliki suhu lingkungan yang lebih panas, dengan lokasi terletak di Bogor dengan suhu lingkungan yang lebih rendah, tarnpak telah mendekati seragam, yang berarti pengusaha di lokasi Cibinong, Bekasi dan Tangerang berusaha untuk memperbaiki kualitas air dengan manajemen yang cukup intensif.

Paramete* b a l i t a s Air

(46)

Tabel 13. Perbandingan kualitas air penelitian dengan standar Langdon.

Sumber : Langdon (1988)

Keterangan : A=Bogor, B=Cibinong, C=Bekasi, D=Tangerang Deskripsi

Suhu udara (" C) Suhu air (" C) pH

DO (mgll)

Kesadahan (mgll) Amonia (mgll) Nitrit ( m ~ l l )

Suhu air

Secara umum tampak bahwa semua parameter kualitas air telah menunjukkan kisaran angka aman bila dibandingkan dengan standar kualitas air menurut Langdon (1 988), tetapi pada rata-rata parameter suhu air terdapat perbedaan yang dapat menggambarkan stratifikasi suhu air pada masing-masing lokasi dan akan berpengaruh pada kesehatan ikm. Tabel 13 menunjukkan bahwa rataan suhu air terendah ditemukan di lokasi A (Bogor), yaitu 24,72 "C; selanjutnya B (Cibinong), yaitu 25,16 "C; C (Bekasi),yaitu 25,24 "C; dan D

(Tangerang) 25,34 "C.

Lebih lanjut Effendi (2000) menyatakan bahwa suhu air akan sangat dipengaruhi oleh musim, ketinggian dari permukaan laut, sirkulasi udara, awan, aliran air, kedalaman air dan perubahan suhu akan berpengaruh terhadap proses fisika, kimia dan biologi air. Hal ini tampaknya sesuai dengan hasil penelitian dalam ha1 ini lokasi A (Bogor) adalah lokasi tertinggi di antara ke 3 lokasi yang lain, sedangkan lokasi D (Tangerang) adalah lokasi terendah.

Suhu lingkungan tempat tinggal adalah salah satu komponen dalam faktor determinan makroklimat yang dapat mempengaruhi tingkat kesehatan suatu populasi (Thrusfield 1995 ; Slauson et al. 1990), dalam ha1 ini suhu air adalah faktor determinan yang dapat mempengaruhi tingkat kesehatan ikan yang hidup di dalarnnya.

Perbedaan psda suhu air juga dipengaruhi oleh suhu udara lingkungan. Boyd (1988) menyatakan bahwa strata suhu pada permukaan air hingga kedalaman

1

meter dari permukaannya, disebut sebagai lapisan epilimnion dan

Lokasi Penelitian Langdon

Aman

I

Bahaya Tergantung spesies D 30.32 25,34 7.25 7.87 150.92 0.02 0.03

6,7

-

8,6

>O

20 - 200 <0,02 <O, 1 C 29.76 25,24 7.16 7.87 148.44 0.02 0.03 A 27,8 24,72 6.99 7.87 149.48 0.02 0.03

<4-5 ; >9-10 <3 >200 >0,2- 1 ,O

(47)

akan terpengaruhi oleh suhu lingkungan sekitarnya antara 2 O C

-

4 O C . Tingkat kejernihan air juga sangat mempengaruhi penyerapan panas udara lingkungan, ha1 ini disebabkan oleh adanya penyerapan panas udara lingkungan oleh partikel- partikel yang terdapat dalam air, sehingga bila air semakin keruh maka tingkat penyerapan panas akan semakin cepat dan semakin tinggi panas yang diserapnya.

pH

pH berhubungan erat dengan kesadahan air. Kesadahan air berhngsi sebagai buffer dalarn perairan, yang menjaga fluktuasi ion-ion dalam air, sehingga nilai pH menjadi stabil.

Rataan nilai pH air pada sampel air relatif hampir seragam di semua lokasi, Tebbut (1 992) menyatakan bahwa pH hanya menggarnbarkan konsentrasi ion hidrogen, karena molekul air akan selalu membentuk keseimbangan reaksi antara ion H: d m OH-., pH dan asiditas adalah dua ha1 yang agak berbeda karena asiditas air dipengaruhi oleh 2 komponen, yaitu jumlah asam (asam kuat atau asam lemah) d m konsentrasi ion hidrogen, sehingga asiditas lebih menggambarkan kemampuan air untuk menetralkan sifat basa hingga mencapai pH tertentu (base-neutralizing capacity : BNC) (Anonim 1976).

Rataan hasil penelitian pada Ta.bel 13 menunjukkan bahwa ke empat lokasi memiliki rataan pH yang hampir sama, yaitu: A (Bogor) sebesar 6,99; B (Cibinong) sebesar 6,98; C (Bekasi) sebesar 7,16; dan D (Tangerang) sebesar 7,25. Perbandingan dengan parameter kualitas air yang arnan untuk mahluk hidup menurut Langdon (1988), yaitu pada kisaran pH 6,7

-

8,6, menguatkan hasil penelitian bahwa pH air sampel dalam batas aman lingkungan hidup untuk ikan hias.

Oksigen terlarut (DO)

Oksigen terlarut dapat dikatakan sebagai faktor paling penting dalam kehidupan ikan. Tanpa oksigen terlarut dalam air ikan tidak dapat hidup. Kadar kelarutan oksigen dalam air dipengaruhi oleh banyak faktor: diantaranyz suhu. .

(48)

semakin tinggi suhu, metabolisme juga meningkat sehingga kebutuhan oksigen pun meningkat (Anonim 1992).

Kurangnya kandungan oksigen terlarut pada akuariurn dapat menjadi salah satu faktor penyebab stress pada ikan. Dalam keadaan stress, pemafasan pada ikan meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat. Hal ini mendorong ikan untuk melepaskan cadangan sel darah merah ke dalam sirkulasi darah. Keadaan ini menyebabkan menurunnya fungsi osmoregulasi ikan dan gangguan pada sistem pertahanan terhadap penyakit (Floyd 2001).

Rataan hasil pemeriksaan sampel air untuk kadar oksigen terlarut (DO) pada Tabel 13 memberikan hasil yang relatif seragam, yaitu: A (Bogor) sebesar 7,87 mgll; B (Cibinong) sebesar 7,91 mg/l; C (Bekasi) sebesar 7,87 mg/l; dan D (Tangerang) sebesar 7,87 mgll; dan menurut Langdon (1988) masih berada dalam kisaran aman untuk mahluk hidup, yaitu > 6 mg/l

.

Effendi (2000) menyatakan bahwa kadar oksigen terlarut sangat bervariasi, tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air dan tekanan atmosfer. Kadar oksigen akan berkurang dengan semakin meningkatnya suhu, bertambahnya ketinggian dan berkurangnya tekanan atmosfer.

Kesadahan air

Kesadahan air menggambarkan kadar kation logarn divalen yang dapat bereaksi dengan anion-anion dalam air dan akan membentuk endapan atau karat pada logam, sedangkan pada air tawar kation divalen yang terbanyak adalah kalsium dan magnesium yang akan berikatan dengan anion penyusun alkalinitas yaitu bikarbonat dan karbonat (Effendi 2000).

(49)

Kesadahan air yang tinggi menunjukkan bahwa air tersebut mengandung kalsiurn, magnesium, karbonat dan sulfat yang tinggi (Brown 1987). Kesadahan yang tinggi membuat proses osmoregulasi lebih mudah bagi ikan karena lebih sedikit air yang masuk dan sangat penting dalam kasus-kasus infeksi bakteri, dimana air dapat mengalir masuk ke jaringan yang terbuka (Anonim 2006a).

Setiap spesies ikan mempunyai kebutuhan akan tingkat kesadahan air yang berbeda-beda. Kebanyakan ikan-ikan hias air tawar memerlukan total kesadahan antara 100 - 300 mglliter CaC03.

Rataan hasil pemeriksaan sampel air untuk kesadahan pada Tabel 13, memberikan hasil yang relatif seragam, yaitu: A (Bogor) sebesar 149,48 mgll; B (Cibinong) sebesar 149,16 mgll; C (Bekasi) sebesar 148,44 mgll; dan D

(Tangerang) 150,92 mgll; dan menurut Langdon (1988) masih berada dalam kisaran aman untuk mahluk hidup, yaitu pada kisaran 20 - 200 mgll.

Amonia

Kadar amonia dalslln air sangat dipengaruhi oleh pH, karena sebagian besar amonia akan mengalami ionisasi pada pH 7 atau kurang, sedangkan pada pH di atas 7 amonia tidak terionisasi dan akan bersifat toksik (Novotny & Olem

1994).

Rataan hasil pemeriksaan sampel air untuk kadar amonia pada Tabel 13, memberikan hasil yang sama untuk keempat lokasi yaitu 0,02 mgll, yang menunjukkan bahwa rataan kadar amonia masih berada dalam batas aman menurut Langdon (1 988), yaitu < 0,02 mg/l.

Nitrit

Sumber nitrit adalah limbah yang terdapat dalam air, karena adanya nitrit menggarnbarkan adanya proses biologis perubahan bahan organik dengan kadar oksigen terlarut yang rendah (Moore 199 1 ; Sawyer & Mc Carty 1978). Selain itu nitrit tidak stabil bila terdapat oksigen.

(50)

sampel air masih berada dalam kisaran aman untuk mahluk hidup, yaitu < 0,l mgll.

Persentase Kejadian Penyakit

Pada penelitian ini diperiksa sebanyak 1500 ekor sampel ikan tetra dari empat lokasi yang berbeda selama 25 minggu, atau 15 ekor sampel ikan dengan 5 jenis yang berbeda per minggu ( 3 ekor per jenis ikan).

Jenis penyakit yang ditemukan dinyatakan sebagai persentase dari jumlah sampel yang diperiksa per minggu per lokasi atau :

Persentase kejadian penyakit = nil5 x 100 %, dalam ha1 ini n = jumlah kasus I Persentase kejadian penyakit yang tampak perbedaan yang cukup tinggi di antara masing-masing lokasi dapat dilihat pada Gambar 12. Secara urnum tampak bahwa kasus penyakit bakterial lebih banyak ditemukan dibandingkan dengan penyakit parasiter. Sedangkan kasus fungi (Saprolegnia sp.) hanya ditemukan di lokasi A (Bogor) dan B (Cibinong) dengan persentase kejadian penyakit 12,OO

Rataan Suhu Air (C)

+A. hydrophila

.

P.fluorescens Argulus sp

I

[image:50.557.60.452.32.729.2]

+

Dactylogyrus sp. X Gyrodactylus sp. Sapmlegnia sp
(51)

Aeromonas hydrophila

Aeromonas hydrophila adalah bakteri Gram negatif, batang dengan

ujung membulat, berdiameter 0.3-1.0 pm X 1.0-3.5 pm., tidak mempunyai tahapan spors, motil, dan merupakan bakteri fakultatif anaerobic. Aeromonas

hydrophila tumbuh optimal pada suhu 22-28"C, bahkan kadang-kadang dapat

tumbuh dengan baik pada suhu 37°C.

Persentase penyakit yang disebabkan oleh bakteri Aeromonas hydrophila

tertinggi didapatkan di lokasi C (Bekasi) sebesar 25,87%.kemudian berturut-turut di lokasi A (Bogor ) 25,07 %, D (Tangerang) 2 1,07 % dan B (Cibinong) 20,27%.

Gejala yang tampak pada sampel ikan akibat infeksi bakteri ini adalah adanya luka-luka pada permukaan tubuh, kerontokan sirip dan perdarahan pada otot, dan dapat dilihat pada Gambar 13 Luka terbuka pada ikan yang terinfeksi

Aeromonas biasanya ditemukan pada bagian kulit kepala, bagian tengah badan

dan daerah dorsal ikan, karakterisitik dari luka-luka ini disebut dengan epizootic ulcerative syndrome ( E U S ) (Rahrnan et al. 2002). atau disebut juga dengan

furunculosis (Rabaan et al. 200 1 ).

Hasit analisa statistika untuk mengetahui korelasi antara suhu air dan prevalensi penyakit yang disebabkan oleh bakteri Aeromonas hydrophila

(Lampiran 4) di empat lokasi

Gambar

Grafik hubungan suhu air dengan prevalensi penyakit ikan tetra di (Cibinong) ................................................................................
Gambar 1. Gambar 1. Serpae tetra longfin (Hyphessobrycon serpae)
Gambar 3. Gambar 3. Neon Tetra (Paracheirodon innesi)
Gambar 4. Gambar 4. Red nose tetra (Hemigrammus bleheri)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Keseluruhan dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ovulasi pada ikan mas betina yang disuntik atau tidak disuntik ovaprim dapat memberikan pengaruh imbas pada

Penyimpanan sebaiknya dilakukan pada suhu dingin misalnya dalam refrigerator dengan suhu 4 o C atau pada es kering dengan suhu -76 o C, namun untuk penyimpanan dalam waktu yang

Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Falah (2007) yaitu Budaya Etis Organisasi berpengaruh negatif terhadap Relativisme Orientasi

Adapun tujuan penelitian yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah “Untuk mengetahui apakah ada Pengaruh model pembelajaran Direct Intruction menggunakan Peching

Hasil pengujian Trafo 1 GI Turen yang ditunjukkan pada tabel VIII dapat dilihat bahwa diagnosis Fuzzy mengindikasikan adanya High Thermal Cellulose, hal ini

Pada topologi mesh asumsi pertama didapatkan nilai dari parameter kinerja jaringan seperti packet loss, delay end-to-end rata-rata, throughput, energi end-to-end rata-rata

Hasil simulasi di kondisi langit overcast menunjukkan bahwa varian geometri zigzag memiliki kinerja yang paling baik terhadap penerangan alami di rusun

diguna unakan agar kan agar bar tid bar tidak berg ak bergerak ke atas atau ke bawah saat aka erak ke atas atau ke bawah saat akan masuk roll n masuk roll Aertikal. Bar