• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I LATAR BELAKANG. masa dewasa, dan ini berarti merupakan masa menuju dunia pekerjaan atau karier

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I LATAR BELAKANG. masa dewasa, dan ini berarti merupakan masa menuju dunia pekerjaan atau karier"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

LATAR BELAKANG

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Masa Sekolah Menengah Atas (SMA) merupakan masa transisi menuju ke masa dewasa, dan ini berarti merupakan masa menuju dunia pekerjaan atau karier yang sebenarnya (Newman & Newman, 2006). Pekerjaan merupakan salah satu aspek terpenting dalam kehidupan manusia dewasa yang sehat, di mana pun dan kapan pun mereka berada (Zein, 2007). Pekerjaan seseorang memiliki konsekuensi yang besar bagi diri dan merupakan inti dari nilai dasar dan tujuan hidup seseorang, oleh karenanya ketepatan memilih dan menentukan pilihan karier menjadi titik penting dalam perjalanan hidup manusia (Johnson, 2000; Santohadi, 2006).

Menurut Ginzberg (dalam Sharf, 2006), pada usia 17 sampai dengan 18 tahun, siswa telah menyadari pentingnya penentuan sekolah bagi pengembangan kariernya. Siswa mengetahui bahwa mereka dapat menentukan masa depan dan perlu membuat tindakan saat itu, meski jika tidak segera. Pada periode ini, Ginzberg (Sharf, 2006) mengatakan siswa melalui tahap realistik yang mirip dengan teori Super (Sharf, 2006) tentang masa eksplorasi. Super (dalam Zunker,

(2)

1986) mengatakan bahwa tahap perkembangan karier pada siswa SMA berada dalam tahap eksplorasi (15 – 24 tahun).

Menurut Hayadin (2006), Sekolah Menengah Atas (SMA) merupakan salah satu jenjang pendidikan yang ditempuh oleh anak Indonesia dalam mengikuti kegiatan pembelajaran secara formal. Jenjang ini merupakan tahap yang strategis dan kritis bagi perkembangan dan masa depan anak Indonesia. Pada jenjang ini anak Indonesia berada pada pintu gerbang untuk memasuki dunia pendidikan tinggi yang merupakan wahana untuk membentuk integritas profesi yang didambakannya. Pada tahap ini pula anak Indonesia bersiap untuk memasuki dunia kerja yang penuh tantangan dan kompetisi. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Zunker (2002) yang menyatakan bahwa tahun-tahun di SMA merupakan waktu untuk belajar menyiapkan masa depan dimana siswa diharapkan untuk dapat mengambil tindakan yang mandiri dan menerima tanggung jawab atas keputusan mereka.

Untuk dapat memutuskan kariernya secara tepat siswa membutuhkan proses atau waktu yang cukup panjang. Seperti yang dikemukakan Sukardi (1994) karier seseorang bukanlah hanya sekedar pekerjaan apa yang telah dijabatnya, melainkan suatu pekerjaan atau jabatan yang benar-benar sesuai dan cocok dengan potensi-potensi diri dari orang - orang yang menjabatnya sehingga setiap orang yang memegang pekerjaan yang dijabatnya itu akan merasa senang untuk menjabatnya dan kemudian mereka akan berusaha semaksimal mungkin untuk meningkatkan prestasinya, mengembangkan potensi dirinya, lingkungannya serta

(3)

sarana dan prasarana yang diperlukan dalam menunjang pekerjaan yang sedang dijabatnya.

Salah satu determinan sukses karier adalah kongruensi (kesesuaian) antara disposisi diri personal dengan karakter lingkungan karier. Kongruensi atau kesesuaian antara karakter diri berhubungan dengan kualitas keterlibatan siswa dalam studi, prestasi studi/kerja, stabilitas siswa dalam menjalani (studi) dan kariernya, dan kepuasan karier atau studi dan kerja (Holland dalam Santohadi, 2006). Pemilihan karier siswa seharusnya adalah hasil dari proses pengenalan diri, peluang-peluang karier, dan tindakan mengintegrasikan secara rasional dua domain ini untuk menentukan pilihan karier, dan perjalanan sepanjang rentang usia tertentu hingga mencapai kematangan karier.

Dalam pemilihan karier yang tepat tentunya harus disesuaikan dengan minat dan kemampuan dari siswa itu sendiri. Selain itu ada beberapa hal yang sangat mempengaruhi proses pemilihan karier, seperti kepribadian diri siswa, keterampilan yang dimiliki serta pengetahuan tentang dunia kerja. Selain dipengaruhi oleh faktor internal, faktor eksternal juga sangat mempengaruhi, seperti faktor sosial ekonomi keluarga, orang tua juga masyarakat sekitar (Sukardi, 1994).

Ujian Nasional (UN) sudah diselenggarakan dan berikutnya adalah merencanakan dan menentukan langkah selanjutnya. Apakah mau masuk perguruan tinggi, jurusan apa yang dipilih. Bagi siswa yang sudah mengetahui apa bakat dan minatnya dan terbiasa mengambil keputusan sendiri, tidak banyak mengalami kendala dalam memilih jurusan. Masalahnya di masa ini banyak siswa

(4)

SMA yang sulit ambil keputusan karena tidak tahu apa bakat dan minatnya, dan banyak yang belum menemukan potensi dirinya, tidak terbiasa mengambil keputusan sendiri bahkan untuk hal-hal yang terkait dengan kepentingannya, sehingga bingung ketika harus memilih jurusan dan perguruan tinggi. Belum lagi gaya ikut-ikutan teman agar ketika kuliah sudah memiliki teman yang telah dikenal, atau juga karena mengikuti pacar. Kebingungan siswa ada pula yang disebabkan sikap orang tua yang memaksakan anak memilih jurusan yang ditentukan orang tua, bukan kemauan dan minat anaknya (Susilowati, 2008).

Fenomena Ujian Nasional (UN) dapat menjelaskan bagaimana siswa tidak mampu mengoptimalkan kemampuannya, pada saat pengumuman hasil UN, banyak terdapat paradoks, diantaranya, anak-anak yang selama ini rajin belajar banyak yang tidak lulus. sebaliknya, siswa yang jarang, bahkan tidak pernah masuk kelas, lulus. Mereka berpesta atas kelulusan tersebut, mencoret-coret baju, pergi konvoi menggunakan sepeda motor tanpa memperhatikan peraturan lalu lintas dan melakukan “perayaan” lainnya, walaupun sebenarnya mereka tidak berhak atas kelulusan tersebut. fenomena ini memberikan efek yang panjang pada aktivitas pembelajaran di sekolah. muncul stigma pada siswa, “anak malas dan nggak pernah masuk aja bisa lulus, yang rajin malah nggak lulus, mendingan nggak usah aja belajar”. hal ini berdampak pada semangat belajar yang menurun, penghargaan terhadap guru merosot dan motivasi ke sekolah akan sangat menurun (Devanda, 2009).

Kurangnya informasi yang berkaitan dengan pendidikan juga jabatan atau pekerjaan yang cocok dengan kemampuan siswa juga sebagai salah satu

(5)

penghambat siswa tidak dapat mengambil keputusan kariernya secara tepat. Siswa bingung dengan jurusan yang akan diambilnya apabila akan melanjutkan pendidikannya serta apabila akan bekerja juga tidak tahu pekerjaan yang cocok baginya sehingga bagi siswa yang tidak melanjutkan banyak yang menganggur setelah siswa tersebut lulus dari bangku sekolah (Sukardi, 1994). Siswa yang mengalami hambatan tersebut membutuhkan bimbingan sehingga dapat menggunakan kemampuannya dalam proses penentuan karier (Turesky, 2005).

Kemampuan siswa untuk meningkatkan potensi belajarnya disebut dengan proses metakognitif, siswa sadar dengan proses berpikir dan juga pola yang digunakannya untuk menyelesaikan masalah. Pengalaman belajar merupakan hal yang penting dalam proses belajar. Pengalaman belajar mengarah pada bagaimana siswa merasakan tentang situasi belajarnya dan bagaimana siswa menggunakan sumber –sumber dan ilmu yang didapatnya untuk mengerti dan mengakses ketrampilan yang dibutuhkan. Siswa yang memiliki kesadaran metakognitif yang tinggi memiliki karakteristik: pembelajar yang efisien, menghargai gaya belajarnya ketika ilmu tersebut dapat membantunya belajar, mampu untuk mengerti tentang informasi yang dibutuhkan, mampu menyusun strategi dalam menyelesaikan masalah (Reid, 2005 ). Struktur kompleks dari pembelajaran memungkinkan bagi munculnya struktur gaya belajar. Melalui pengalaman, siswa memprogram untuk memahami realitas melalui berbagai tingkat kemampuannya. Pemrograman pengalaman akan menentukan sejauh mana siswa tersebut memahami empat modus proses pembelajaran: pengalaman konkrit, pengamatan reflektif, konseptualisasi abstrak, dan eksperimentasi aktif (Kolb, 1984).

(6)

Pengalaman konkrit adalah proses di mana pengalaman dipahami melalui sesuatu yang nyata, dapat dirasa melalui pengalaman langsung. Tahap selanjutnya adalah konseptualisasi abstrak mengandalkan pemahaman konseptual, representasi simbolik, berpikir deduktif dan analisis logis dari ide-ide yang ada. dimensi selanjutnya adalah eksperimentasi-pengamatan reflektif adalah proses pencapaian tujuan yang diinginkan baik melalui refleksi internal dengan melihat hal-hal dari perspektif yang berbeda untuk mencari arti atau melalui manipulasi dunia luar dengan melakukan, mengambil resiko atau memanipulasi orang dan peristiwa. Gabungan dari empat modus belajar menghasilkan level tertinggi dalam pembelajaran. Penekanan pada model ini adalah proses pembelajaran terus-menerus didasarkan pada interaksi antara siswa dan lingkungan. Pada kenyataannya, siklus ini dibangun berdasarkan model Lewinian yang menekankan dua konflik dialektik: bahwa antara pengalaman konkrit dan konsep-konsep abstrak dan antara observasi dan tindakan. Kolb menegaskan pada para siswa, jika mereka ingin efektif dalam pembelajaran, diperlukan empat jenis kemampuan kemampuan pengalaman konkrit (CE), kemampuan pengamatan reflektif (RO), kemampuan konseptualisasi abstrak (AC) dan kemampuan eksperimentasi aktif.

Menurut Kolb (1976, 1984) bahwa setiap siswa menggunakan modus masing-masing sampai batas tertentu, tetapi memiliki gaya belajar pilihan yang dihasilkan dari kecenderungan belajar melalui pengalaman konkrit, konseptualisasi abstrak, pengamatan reflektif, atau eksperimentasi aktif. Belajar membentuk perkembangan dalam empat modus belajar. Kompleksitas emosional dalam pengalaman konkrit membentuk sentimen. Kompleksitas persepsi dalam

(7)

pengamatan reflektif membentuk observasi yang tepat. Kompleksitas simbolik dalam konseptualisasi abstrak menghasilkan konsep yang kuat. Dan, kompleksitas perilaku dalam eksperimentasi aktif menghasilkan tindakan. Integrasi dari tiap tahap belajar tersebut akan mengembangkan pertumbuhan pribadi yang ditandai oleh aktualisasi diri, independen, tanggap dan memiliki tujuan.

Gaya belajar didasarkan pada kecenderungan siswa memilih empat modus dari proses belajar yang diukur dengan instrumen self report. Terdapat bukti nyata bahwa dengan gaya belajar yang berbeda-beda akan mengarahkan siswa untuk memilih karier yang sesuai dengan dirinya (Plovnick, 1975). Sebagai contoh, karier dalam ilmu alam akan cocok pada siswa dengan pemikiran logis dan analitis, sedangkan sales membutuhkan gaya yang lebih konkrit, intuitif, dan orientasi pada masa kini. Pemilihan karier dihubungkan dengan kepribadian siswa dan lingkungan dimana siswa berinteraksi. Menggunakan alat ukur yang bernama LSI (Learning Style Inventory) untuk mengukur gaya belajar siswa, hasil studi ini menemukan bahwa siswa yang memiliki perbedaan gaya belajar cenderung mengarah pada karier yang memiliki spesialisasi yang beragam (Plovnick, 1975).

Setiap siswa memiliki cara belajar tersendiri. LSI dapat menggambarkan pilihan belajar siswa, dan juga mengarahkan siswa untuk mengembangkan dan menggunakan kekuatan belajarnya itu. Kegunaan dari LSI adalah dapat mengatasi permasalahan, kerjasama kelompok, mengatasi konflik, komunikasi dan pemilihan karier serta mengembangkan gaya belajar siswa agar sesuai dengan perannya (Kolb, 1984).

(8)

Melalui penelitian Kolb (1984), empat pola perilaku muncul untuk menggambarkan empat bentuk dasar dari belajar. Yang pertama adalah gaya Divergen, dimana kekuatan mereka terletak pada kemampuan imajinatif dan kreatif dalam memahami dan mampu bersosialisasi dengan orang lain. Siswa dengan gaya Divergen memiliki kemampuan imajinatif dalam banyak ide-ide dan implikasinya, seperti dalam brainstorming. Pola karier yang terkait dengan gaya ini melibatkan kontak dekat dengan orang-orang dalam bidang-bidang seperti psikologi, keperawatan, kerja sosial, relawan, pemain teater, penulis sastra, desainer, jurnalis.

Kemampuan siswa dengan dengan gaya belajar asimilasi adalah dalam perencanaan sistematis, pembentukan model dan teori-teori dan penalaran induktif. Gaya belajar ini milik siswa yang melihat atau mengambil informasi baru secara abstrak. Siswa yang memiliki gaya asimilasi tertarik untuk bidang dalam ilmu-ilmu dasar, matematika dan karir informasi seperti ilmu fisika, biologi, matematika, penelitian pendidikan, sosiologi, hukum (Kolb, 1984).

Siswa yang melihat atau mengumpulkan informasi baru secara abstrak memiliki gaya Konvergen. Kekuatan terbesar terletak pada kemampuan siswa untuk memecahkan masalah, membuat keputusan dan mencoba ide-ide baru. Siswa dengan gaya Konvergen sering tertarik pada karir spesialis teknologi dan rekayasa, ilmu komputer, teknologi kedokteran, pertanian, kehutanan, ekonomi dan lingkungan sains (Kolb, 1984).

Kemampuan terbesar dari siswa dengan gaya Akomodasi adalah dalam melaksanakan rencana dan tugas, melakukan hal-hal dan terlibat dalam

(9)

pengalaman baru. Siswa sering mengambil peran kepemimpinan, suka besosialisasi dan merupakan siswa pengambil risiko. Siswa dengan gaya ini menyukai untuk bidang dalam manajemen, keuangan publik, sumber daya manusia, pemasaran dan administrasi pendidikan (Kolb, 1984).

Hasil penelitian pada siswa medikal di MIT, Alfred Sloan School of Management pada Maret 1975 menggambarkan siswa dengan gaya belajar yang berbeda dipengaruhi oleh berbagai aspek dalam lingkungannya untuk memilih karier. Secara spesifik, tipe konkrit (akomodator dan diverger) dipengaruhi oleh pengalaman kerja dan adanya teladan yang dapat dicontoh dan dikagumi, sedangkan tipe asimilasi dipengaruhi oleh pekerjaan yang memiliki pembahasan intelek, dan tipe konvergen cenderung untuk menyaring tipe yang cocok dengan dirinya untuk pemilihan karier (Plovnick, 1975).

Penelitian Kolb (1984) pada hubungan antara gaya belajar siswa dan bidang pilihan belajar di sekolah dapat dijadikan pegangan sebagai pemahaman tentang terjadinya ketidakcocokan karier antara siswa dan organisasi.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwasannya siswa yang memiliki gaya belajar tertentu mempunyai karier yang tersendiri.

Peneliti menggunakan Kolb learning style inventory dikarena alat ukur ini dapat mengukur gaya belajar siswa dan juga dapat menentukan pilihan kariernya. Peneliti ingin meneliti apakah penggunaan alat ukur Kolb learning style inventory dapat digunakan di Indonesia dan diaplikasikan dalam mengetahui gaya belajar siswa.

(10)

Masalah utama dalam penelitian ini adalah:

1. Mengetahui lebih lanjut apakah pemilihan karier siswa sesuai dengan gaya belajar yang dimilikinya?

2. Melihat bagaimana tingkatan gaya belajar siswa berdasarkan orientasi gaya belajar?

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : - Gaya belajar siswa SMA kelas XII.

- Kecenderungan pemilihan karier berdasarkan gaya belajar siswa kelas XII.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memperluas khasanah ilmu Psikologi khususnya bidang Psikologi Pendidikan mengenai pemilihan karier ditinjau dari gaya belajar pada siswa SMA XII.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk :

a. Memberikan informasi kepada para siswa SMA tentang peran gaya belajar dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam konteks akademis dan diharapkan dapat semakin mengembangkan kemampuan belajar serta pemilihan kariernya.

(11)

b. Memberikan informasi bagi orang tua untuk lebih mengetahui gaya belajar siswa sehingga lebih dapat mengarahkan minat yang ada dalam diri siswa. c. Memberikan informasi kepada lembaga-lembaga dan juga para praktisi

yang bergerak dalam bidang pendidikan. Terutama dalam hal hubungan gaya belajar dan pemilihan karier.

E. SISTEMATIKA PENULISAN

BAB I : Pendahuluan

Berisi penjelasan mengenai latar belakang permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II: Landasan Teori

Berisi teori yang digunakan sebagai landasan penelitian yang meliputi definisi belajar, gaya belajar , karier, pemilihan karier. BAB III : Metode Penelitian

Berisi metode yang digunakan dalam penelitian yang mencakup variabel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, populasi, sampel, dan teknik pengambilan sampel, metode pengumpulan data, prosedur pelaksanaan penelitian, metode analisis data.

Referensi

Dokumen terkait

Kualitas hasil survei sangat tergantung pada hasil pengumpulan data harga di lapangan yang diperoleh dari responden survei. Daftar responden survei yang sistematis dan

Sasaran Program PP dan PL dalam Rencana Aksi Kegiatan BTKLPP Kelas I Batam sebagai implementasi dari Indikator Kinerja Program, Indikator Kinerja Kegiatan

PENERAPAN BAHAN AJAR BERBASIS POTENSI LOKAL PANTAI SEGER PULAU LOMBOK UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LITERASI LINGKUNGAN.. Universitas Pendidikan Indonesia

Berdasarkan data hasil observasi awal tentang pemahaman belajar siswa kelas V di SDN No.84 Kota Tengah terhadap materi perjuangan melawan penjajah pada mata pelajaran IPS

Populasi dalam penelitian ini dilakukan pada seluruh karyawan PT Angkasa Pura II (Persero) Bandara Polonia Medan yang mendapat pelatihan kerja dan dipromosikan, yang berada pada

Mengingat tujuan penelitian yang dilakukan dalam penelitian kali ini adalah mengetahui pesan dakwah apa saja yang terkandung dalam sinetron Catatan Hati Seorang Istri

Hikayat Ular dalam Mimpi Pemuda Samin_Cerpen Adam Yudhistira 4 Apa pun yang keluar dari mulut Bakar akan mereka percaya?. Di kampung yang terkucil dan diapit Bukit Barisan

Hasil penelitian ini juga seyogyanya menambah khasanah ilmu pengetahuan teknik elektro dan informatika yang telah ada atau mengungkapkan masalah baru yang menurut