• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

3 2.1 Remaja

2.1.1 Definisi

Remaja merupakan periode transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dimana terjadi pacu tumbuh (growth spurt), timbul ciri-ciri seks sekunder, tercapai fertilitas dan terjadi perubahan psikologik serta kognitif (Soetjiningsih, 2010). Masa remaja (adolescence) merupakan periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan-perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional (Santrock, 2010).

Menurut Soejoningsih (2010) yang disebut remaja adalah semua orang yang berusia 10-20 tahun. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) membagi masa remaja menjadi tiga tahapan yaitu masa remaja awal dengan rentang usia 10-13 tahun, masa remaha menengah dengan rentang usia 14-16 tahun, dan masa remaja akhir dengan rentang usia 17-20 tahun (Dhamayanti, 2013).

2.2 Konsep Keluarga 2.2.1 Definisi

Keluarga adalah dua atau lebih individu yang terhubung karena perkawinan, ikatan darah, atau pengangkatan dan mereka hidup dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu dengan yang lain dan memiliki perannya masing-masing dalam menciptakan serta mempertahankan kebudayaan (Friedman, 2010).

Menurut UU No. 52 Tahun 2009 keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Keluarga merupakan struktur yang dapat memenuhi kebutuhan

(2)

fisik dan psikologis setiap anggota keluarganya, serta untuk memelihara masyarakat yang lebih luas (Aziz, 2015).

Keluarga memiliki tugas utama yaitu pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial setiap anggota keluarga, mencakup pemeliharaan dan perawatan anak, membimbing perkembangan kepribadian anak, dan memenuhi emosional anggota keluarga (Wirdhana, dkk. 2013).

2.2.2 Bentuk Keluarga

Beberapa bentuk keluarga adalah sebagai berikut (Friedman, 2010; Sudiharto, 2007) :

a. Keluarga inti (nuclear family), yaitu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak yang diperoleh dari keturunan atau adopsi maupun keduanya.

b. Keluarga besar (extended family), yaitu keluarga inti ditambah dengan sanak saudaranya, misalnya kakek, nenek, keponakan, paman, bibi, saudara sepupu, dan lain sebagainya.

c. Keluarga berantai (social family), yaitu keluarga yang terdiri dari wanita dan pria yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan satu keluarga inti. d. Orangtua tunggal (single parent family), yaitu keluarga yang terdiri dari salah

satu orangtua baik pria maupun wanita dengan anak-anaknya akibat dari perceraian atau kematian pasangan yang dicintainya.

e. Ibu dengan anak tanpa perkawinan (the unmarried teenage mother), yaitu bentuk keluarga varian nontradisional dengan orangtua tunggal dimana kepala keluarga secara praktis selalu ibu yang belum pernah menikah.

f. Keluarga komposit (composite family), yaitu keluarga dari perkawinan poligami dan hidup secara bersama-sama.

(3)

g. Keluarga Dyad, yaitu suatu rumah tangga yang terdiri atas suami dan istri tanpa anak. Hal ini biasanya terjadi karena perkawinan yang tertunda, pola-pola perawatan anak yang dianggap sulit, wanita lebih memilih melanjutkan pendidikannya dan berkarier.

h. Keluarga komune (commune family), yaitu lebih dari suatu keluarga tanpa pertalian darah hidup bersama dalam satu rumah.

i. Keluarga kohabitasi (cohabiting couple), yaitu dua orang dewasa hidup menjadi satu dengan atau tanpa anak diluar ikatan pernikahan karena alasan tertentu.

j. Keluarga inses (incest family), yaitu bentuk keluarga yang tidak lazim karena pengaruh dari globalisali, misalnya anak perempuan menikah dengan ayah kandungnya, ibu menikah dengan anak kandung laki-lakinya, paman menikah dengan keponakan perempuannya, kakak menikah dengan adik dari satu ayah dan satu ibu, ayah menikah dengan anak perempuan tirinya. Walaupun bentuk keluarga ini tidak lazim dan melanggar nilai-nilai budaya, jumlah keluarga inses semakin hari semakin besar.

k. Keluarga asal (family of origin), merupakan suatu unit keluarga tempat asal seseorang dilahitkan.

2.2.3 Fungsi Keluarga

Setiap anggota keluarga memiliki kesepakatan bersama untuk saling mengatur diri sehingga memungkinkan berbagai tugas yang terdapat dalam keluarga dapat berjalan dengan baik.Keluarga sejahtera dan berkualitas adalah keluarga yang setiap anggotanya menerapkan delapan fungsi keluarga dalam pola

(4)

hidupnya. Delapan fungsi keluarga menurut BKKBN yaitu (Wirdhana, dkk., 2013):

a. Fungsi Agama

Keluarga sebagai tempat pertama seorang anak mengenal agama. Keluarga harus menanamkan, menumbuhkan, dan mengembangkan 12 nilai dasar dalam fungsi agama adalah iman, taqwa, kejujuran, tenggang rasa, rajin, kesalehan, ketaatan, suka membantu, disiplin, sopan santun, sabar dan ikhlas, serta kasih saying kepada setiap anggotanya.

b. Fungsi Sosial Budaya

Keluarga menjadi wadah dalam pembinaan dan penanaman nilai-nilai luhur budaya Indonesia sehingga nilai-nilai luhur yang telah menjadi panutan dalam kehidupan bangsa tetap dapat dipertahankan dan dipelihara.Nilai-nilai dalam fungsi sosial budaya yang harus ditanamkan dalam lingkungan keluarga adalah toleransi dan saling menghargai, gotong royong, sopan santun, kebersamaan dan kerukunan, kepedulian, serta nasionalisme.Sehingga setiap anggota keluarga diharapkan dapat berfungsi sebagai individu dan makhluk sosial yang diterima dalam masyarakat.

c. Fungsi Cinta Kasih

Kasih sayang merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang menjadi komponen dasar dalam pembentukan karakter atau akhlak anak.Fungsi cinta kasih memiliki arti bahwa keluarga harus menjadi tempat untuk menciptakan suasana dan kasih sayang dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.Nilai-nilai cinta kasih yang harus ditanamkan dan

(5)

diajarkan dalam keluarga adalah empati, keakraban, keadilan, kesetiaan, suka menolong, dan tanggungjawab.

d. Fungsi Perlindungan

Keluarga sebagai pelindung yang pertama dan utama dalam memberikan kebenaran dan keteladanan kepada anak dan keturunannya, sehingga keluarga harus memberikan rasa aman, tenang dan tentram bagi anggota keluarganya.Dalam fungsi perlindungan terdapat 5 nilai dasar yang harus dipahami dan ditanamkan dalam keluarga adalah aman, pemaaf, tanggap, tabah, dan peduli.

e. Fungsi Reproduksi

Keluarga memiliki fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.Keluarga menjadi tempat untuk mengembangkan pendidikan seksualitas yang sehat dan berkualitas.Fungsi reproduksi dalam keluarga bertujuan untuk mengatur reproduksi sehat dan terencana sehingga lahir generasi penerus yang berkualitas.Nilai dasar yang harus dipahami dalam keluarga adalah tanggung jawab, sehat, dan teguh.

f. Fungsi Sosialisasi Pendidikan

Keluarga menjadi wadah pertama dan utama dalam membina sosialisasi pada anak, membentuk norma-norma tingkah laku, menjadi lingkungan pendidikan bagi setiap anggota keluarga.Nilai-nilai moral yang harus ditanamkan dalam keluarga adalah percaya diri, luwes, bangga, rajin, kreatif, bertanggungjawab, dan kerjasama

(6)

g. Fungsi Ekonomi

Keluarga menjadi tempat membina dan menanamkan nilai-nilai keuangan dan perencanaan keuangan keluarga sehingga terwujud kerluarga sejahtra.Nilai-nilai dalam fungsi ekonomi yang harus ditanamkan dalam keluarga adalah hemat, teliti, disiplin, ulet, dan peduli.Sehingga setiap anggota keluarga mampu mengambil keputusan ataskeuangannya.

h. Fungsi Lingkungan

Keluarga harus memiliki kemampuan untuk mengelola dan melestarikan lingkungan.Keluarga sejahtra adalah keluarga yang dapat menempatkan diri dalam lingkungkan hidup yang dinamis secara serasi, selaras, dan seimbang.Nilai-nilai yang harus ditanamkan dalam keluarga adalah bersih, disiplin, pengelolaan, dan pelestarian.Sehingga setiap anggota keluarga memiliki sikap dan perlilaku peduli pada lingkungan.

Menurut Friedman (2010) membagi fungsi keluarga menjadi 5, yaitu: a. Fungsi Afektif

Fungsi internal keluarga untuk pemenuhan kebutuhan kasih sayang, saling menerima dan mendukung serta memfasilitasi stabilisasi kepribadian orang dewasa.

b. Fungsi Sosialisasi

Proses perkembangan dan perubahan individu keluarga, tempat anggota keluarga berinteraksi sosial dan belajar berperan di lingkungan sosial, serta memfasilitasi sosialisasi primer anak yang bertujuan menjadikan anak sebagai anggota masyarakat yang produktif serta memberikan status pada setiap anggota keluarga.

(7)

c. Fungsi Reproduksi

Fungsi keluarga untuk meneruskan kelangsungan keturunan, mempertahankan kontinuitas keluarga selama beberapa generasi, dan menambah sumber daya manusia.

d. Fungsi Ekonomi

Menyediakan sumber ekonomi yang cukup dan alokasi efektifnya untuk memenuhi kebutuhan keluarga seperti sandang, pangan, dan papan.

e. Fungsi Perawatan Kesehatan

Menyediakan kebutuhan fisik yang mencakup makanan, pakaian, tempat tinggal, serta perawatan kesehatan bagi anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan.

2.3 APGAR Family

APGARfamilysering digunakan sebagai alat untuk menilai fungsi keluarga berupa kuesioner dengan 5 pokok bahasan yaitu adaptation, partnership, growth, affection, dan resolve.APGAR family menjadi pilihan untuk mengevaluasi fungsi

keluarga dalam perawatan primer (Takenaka, 2016). Adaptation (adaptasi) adalah penggunaan sumber-sumber intra dan ekstra keluarga untuk menyelesaikan masalah jika keseimbangan keluarga tertekan selama krisis, menentukan sumber-sumber yang dibagi, atau seberapa besar derajat kepuasan anggota keluarga terhadap bantuan yang diterima ketika sumber-sumber keluarga dibutuhkan. Partnership (kemitraan) mengajarkan pembagian pengambilan keputusan dan

memupuk tanggung jawab anggota keluarga dalam hal ini, keputusan dibagi, atau bagaimana kepuasan anggota keluarga terhadap mutualitas dalam berkomunikasi dan menyelesaikan masalah keluarga. Growth (pertumbuhan) merupakan pola

(8)

pengasuhan atau kepuasan anggota keluarga terhadap kebebasan yang diberikan dalam keluarga untuk mengubah peran dan mencapai pertumbuhan dan perkembangan melalui pemenuhan diri sendiri yang dicapai oleh anggota keluarga melalui dukungan dan arahan dari anggota keluarga yang lain. Affection (kasih sayang) merupakan hubungan yang saling perduli atau saling mencintai antar anggota keluarga yang merupakan pengalaman emosional yang dibagikan atau bagaimana kepuasan anggota keluarga terhadap keintiman dan interaksi emosional yang ada di dalam keluarga. Resolve (kebersamaan) adalah penyelesaian komitmen untuk memberikan perawatan fisik dan emosional kepada setiap anggota keluarga. Hal ini juga mencakup suatu keputusan untuk berbagi kekayaan, waktu dan ruang (Saputro, 2013).

Score Adaptation, Partnershipm Growth, Affection, Resolve (APGAR) family

dapat digunakan untuk menilai fungsi keluarga yang ditinjau dari sudut pandang tiap anggota keluarga terhadap hubungannya dengan anggota keluarga yang lain. Score APGAR family meliputi lima fungsi pokok keluarga antara lain

(Prasetyawati, 2010): a. Adaptation (Adaptasi)

Nilai adaptasi menggambarkan kemampuan tiap anggota keluarga dalam beradaptasi dengan anggota keluarga yang lain, termasuk kepuasan dalam penerimaan bantuan, dukungan dan saran dari anggota keluarga yang lainnya. b. Partnership (Kemitraan)

Nilai kemitraan menggambarkan komunikasi, saling berbagi, saling mengisi antar anggota keluarga dalam segala masalah yang dihadapi anggota keluarga tersebut, termasuk tingkat kepuasan musyawarah dalam mengambil suatu

(9)

keputusan dan atau menyelesaikan suatu masalah yang sedang dihadapi dengan anggota keluarga lainnya.

c. Growth (Perrtumbuhan)

Nilai pertumbuan menggambarkan dukungan keluarga terhadap hal-hal baru yang dilakukan tiap anggota keluarga tersebut, termasuk kepuasan tiap anggota keluarga terhadap kebebasan yang diberikan keluarga dalam mematangkan pertumbuhan dan atau kedewasaan tiap anggota keluarga.

d. Affection (Kasih Sayang)

Nilai kasih sayang menggambarkan hubungan kasih sayang serta interaksi emosional yang berlangsung dalam keluarga.

e. Resolve (Kebersamaan)

Nilai kebersamaan menggambarkan kepuasan anggota keluarga terhadap kebersamaan dan waktu yang dihabiskan bersama anggota keluarga yang lain, termasuk pembagian kekayaan, waktu, dan ruang antar anggota keluarga.

Setiap aspek pertanyaan diatas memiliki skor perhitungannya masing-masing yaitu nilai 0 (nol) untuk jarang atau tidak sama sekali, nilai 1 (satu) untuk kadang-kadang, dan nilai 2 (dua) untuk sering atau selalu. Jumlah dari kelima aspek tersebut dapat menggambarkan fungsi sebuah keluarga dengan kategori kurang / fungsi keluarga tidak sehat dengan total nilai kurang dari 5, cukup / fungsi keluarga kurang sehat dengan total nilai 6-7, dan baik / fungsi keluarga sehat dengan total nilai 8-10 (Prasetyawati, 2010).

(10)

2.4 Status Gizi 2.4.1 Definisi

Status gizi merupakan gambaran keseimbangan kondisi tubuh sebagai akibat dari konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Status gizi ditunjukan dalam bentuk variabel tertentu dari perwujudan status tubuh yang berhubungan dengan gizi. Variabel yang digunakan adalah variabel yang dapat diukur seperti berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, dan sebagainya yang kemudian dapat digolongkan ke dalam klasifikasi status gizi (Almatzier, 2010).

Klasifikasi status gizi harus memiliki ukuran baku yang sering disebut reference. Baku antropometri yang biasa digunakan di Indonesia adalah World

Health Organization-National Centre for Health Statistik (WHO-NCHS). Berdasarkan baku WHO-NCHS status gizi dibagi menjadi empat yaitu, gizi lebih (over weight), gizi baik (well nourished), gizi kurang (under weight), dan gizi buruk (severe PCM) (Supariasa dkk, 2016).

2.4.2 Faktor-faktor yang Memperngaruhi Status Gizi

Status gizi dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain sebagai berikut : a. Umur

Menurut Depkes (2008) umur merupakan masa hidup responden dalam tahun dengan pembulatan ke bawah ataupun umur pada waktu ulang tahun terakhir. Semakin bertambahnya umur akan semakin meningkat pula kebutuhan energinya untuk menunjang aktivitasnya. Umur juga memiliki peran penting dalam menentukan pemilihan makanan yang individu tersebut inginkan.

(11)

b. Jenis Kelamin

Menurut Depkes (2008) jenis kelamin merupakan perbedaan seks yang didapat sejak lahir yang dibedakan antara laki-laki dan perempuan.Jenis kelamin menentukan besar kecilnya kebutuhan gizi bagi seseorang karena pertumbuhan dan perkembangan antara laki-laki dengan perempuan sangat berbeda. Kebutuhan zat gizi anak laki-laki juga berbeda dengan anak perempuan. Berdasar kan penelitian yang telah dilakukan kekurangan zat gizi lebih banyak terjadi pada anak perempuan dari pada anak laki-laki. Remaja putri beresiko mengalami masalah nutrisi yaitu defisiensi mikronutrien salah satunya adalah kalsium karena ketidakcukupan intake kalsium serta pada usia 9-17 tahun intake kalsiumnya cenderung menurun (Dhamayanti, 2013).

c. Faktor Genetik

Faktor genetik yang berasal dari kedua orangtua merupakan modal dasar dalam pencapaian hasil akhir dari proses tumbuh kembang anak. Gangguan pertumbuhan di Negara maju lebih sering disebabkan oleh faktor genetik dan di Negara berkembang lebih sering diakibatkan oleh faktor genetik serta faktor lingkungan yang kurang memadai untuk tumbuh kembang anak yang optimal (Soetjiningsih, 2013).

Faktor genetik dipercaya berpengaruh pada indeks massa tubuh (IMT). Masalah overweight dan obesitas dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Mutasi genetik yang didapat pada gen encoding leptin, reseptor leptin, propriomelanocortin, dan faktor diferensiasi adiposit dari

peroxisome-proliferator-activated reseptor-2, telah diidentifikasi dengan baik pada

(12)

asupan makanan berkalori tinggi perlu digali dari orangtua remaja obes (Suandi, 2010).

d. Pendidikan dan Pengetahuan

Pendidikan orangtua adalah salah satu faktor penting dalam proses tumbuh kembang anak, karena dengan pendidikan serta pengetahuan yang baik maka orangtua dapat menerima dengan optimal berbagai informasi dari luar tentang bagaimana cara pengasuhan yang baik, bagaimana cara menjaga kesehatan anak, pendidikan anaknya, dan lain-lain (Soetjiningsih, 2013). Selain itu, berdasarkan analisisdata RISKESDAS tahun 2007 menunjukan adanya hubungan yang bermakna antara pendidikan remaja dengan status gizi.

e. Faktor Aktifitas Fisik

Aktifitas Fisik merupakan gerakan yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem penunjangnya.Selama aktivitas fisik, otot membutuhnkan energi.Jumlah energi yang dibutuhkan tergantung dari berapa banyak otot yang bergerak, berapa lama, dan berapa berat pekerjaan yang dilakukan.Seseorang yang gemuk menggunakan lebih banyak energi untuk melakukan aktivitas fisik karena orang gemuk membutuhkan usaha lebih besar untuk menggerakan berat badan tambahan (Almatsier, 2010).Berdasarkan penelitian yang dilakukan Riska dan Darmadi (2012) faktor yang mempengaruhi status gizi salah satunya adalah aktivitas fisik.

Program latihan fisik yang dilakukan secara teratur selama beberapa minggu meningkatkan massa tubuh bersih (MTB) sekitar 1-3 kg dan menurunkan kadar lemak tubuh (Suandi, 2010).

(13)

f. Gaya Hidup

Gaya hidup adalah suatu cara hidup dalam masyarakat yang berasal dari berbagai macam interaksi sosial, budaya, dan keadaan lingkungan. Gaya hidup dipengaruhi oleh berbagai macam hal yang terjadi di dalam keluarga atau rumah tangga. Keluarga dapat dikatakan sebagai faktor utama dalam pembentukan gaya hidup terkait pola perilaku makan serta pembinaan kesehatan keluarga (Friedman, 2010).

Gaya hidup sejahtra dalam keluarga digambarkan dalam lima macam dimensi kunci suatu falsafah dari gaya hidup, yaitu: tanggung jawab pribadi dan perawatan diri, kesadaran lingkungan termasuk dukungan sosial, penatalaksanaan stress, kebugaran dan latihan fisik, kesadaran akan gizi (Friedman, 2010).

Pola perilaku makan salah satunya adalah kebiasaan konsumsi buah dan sayur. Konsumsi buah dan sayur yang banyak mengandung serat akan berfungsi mengabsorbsi lemak dalam tubuh sehingga dapat menghindari penimbunan lemak dan menghindari terjadinya kegemukan terutama serat yang larut air. Penelitian yang dilakukan oleh Story (2002) menyatakan bahwa konsumsi sayur dan buah pada remaja dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu: pertama faktor dari individu seperti pengetahuan, alasan mengkonsumsi buah dan sayur. Kedua faktor lingkungan sosial seperti keluarga dan teman sebaya.Ketiga faktor lingkungan fisik dan keempat sitem makro seperti media masa dan pemasaran (Story, 2002).

(14)

g. Faktor Sosial Ekonomi Keluarga

Faktor ekonomi keluarga merupakan faktor penentu status gizi anak.Tingkat ekonomi yang rendah menduduki posisi pertama pada masyarakat yang menyebabkan masalah gizi kurang. Faktor sosial ekonomi meliputi pendidikan, pekerjaan, teknologi, budaya, dan pendapatan keluarga berpengaruh pada proses pertumbuhan anak. Faktor ini akan berinteraksi satu dengan yang lain sehingga mempengaruhi masukan zat gizi. (Sebataraja dkk., 2014)

Pendapatan keluarga yang mencukupi akan menunjang tumbuh kembang anak, dengan demikian orangtua dapat menyediakan kebutuhan anaknya, seperti makanan dan pendidikan yang baik. Keluarga dengan keadaan ekonomi kurang kemampuan konsumsi pangannya akan berkurang dan dapat mempengaruhi status gizi anak (Soetjiningsih, 2013).

h. Jumlah Anggota Keluarga

Jumlah anggota keluarga berperan dalam proses pertumbuhan. Keluarga akan lebih mudah memenuhi kebutuhan makanan jika jumlah anggota keluarga sedikit. Jumlah anak dalam keluarga dengan status gizi memiliki hubungan yang signifikan. Pada keluarga dengan sosial ekonomi kurang dan memiliki jumlah anak yang banyak terlebih bila jarak kelahiran anak terlalu dekat, akan mengakibatkan kurangnya kasih sayang yang diterima oleh anak serta kebutuhan pangan, sandang, papan yang tidak terpenuhi (Sebataraja dkk., 2014; Soetjiningsih, 2013).

(15)

i. Sanitasi Lingkungan

Sanitasi lingkungan yang sehat secara tidak langsung mempengaruhi kesehatan anak yang pada akhirnya dapat mempengaruhi status gizi anak tersebut.Masalah gizi dapat terjadi akibat buruknya sanitasi lingkungan dan kebersihan diri, sehingga dapat memudahkan timbulnya penyakit-penyakit infeksi (Hidayat, 2011).

j. Penyakit Infeksi dan Penyakit Kronis

Remaja berhadapan dengan masalah gizi rata-rata lebih banyak dan seringkali masalah tersebut berhubungan dengan penyakitnya.Malnutrisi sering menyebabkan pertumbuhan yang buruk dan perawakan pendek.Penyakit kronis yang sering menyebabkan masalah gizi adalah anemia, penyakit radang usus kronis dan fibrosis kistik (Suandi, 2010; Fatmah, 2014). Malnutrisi akan mempermudah seseorang untuk terkena penyakit terutama penyakit infeksi. Sebaliknya, penyakit infeksi akan memperburuk keadaan status gizi seseorang. Penyakit infeksi yang sering menyebabkan gangguan gizi antara lain infeksi saluran nafas akut (ISPA), diare, cacingan, dan lain sebagainya (Hartriyanti, 2014).

2.5 Penilaian Status Gizi

Penilaian status gizi individu atau masyarakat merupakan interpretasi dari data yang didapatkan dengan berbagai metode. Tujuan dari penilaian status gizi adalah mengidentivikasi individu atau populasi yang mengalami gizi buruk atau beresiko mengalami gizi buruk (Hartriyanti, 2014). Supariasa dkk. (2013)

(16)

membagi metode penilaian status gizi dibagi menjadi dua, yaitu secara langsung dan tidak langsung, yang penjelasannya dijabarkan sebagai berikut :

1. Penilaian status gizi secara langsung

Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian, yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Pengertian dan penggunaan metode ini akan diuraikan sebagai berikut:

a. Antropometri berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri secara umum digunakan untuk melihat ketidak seimbangan asupan protein dan energi yang dapat dilihat dari pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot, dan jumlah air dalam tubuh. Mulai tahun 2014, Direktorat Bina Gizi, Kemenkes RI telah menggunakan antropometri sebagai pemantauan status gizi masyarakat.

b. Pemeriksaan klinis merupakan metode yang didasari oleh perubahan-perubahan yang terjadi akibat dari ketidakcukupan zat gizi yang dapat dilihat dari jaringan epitel (superficial ephitelial tissues) seperti kulit, mata, rambut, mukosa oral, atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. Penggunaan metode ini umumnya untuk survei tanda-tanda klinis secara cepat (rapid clinical survey) dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi, dan mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu, tanda (sign) dan gejala (symptom) atau riwayat penyakit.

c. Biokimia merupakan metode penilaian dengan menggunakan spesimen yang diuji secara laboratorium yang dilakukan pada berbagai macam jaringan

(17)

tubuh seperti darah, urin, tinja, serta beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. Penentuan kimia faal dapat lebih membantu untuk menentukan diagnosis, kekurangan atau kelebihan gizi yang spesifik, bila gejala klinis yang muncul tidak spesifik. Metode ini digunakan sebagai peringatan kemungkinan terjadinya malnutrisi yang lebih parah lagi.

d. Biofisik merupakan metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi dan perubahan struktur jaringan. Metode ini secara umum dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian rabun senja epidemik dengan menggunakan tes adaptasi gelap.

2. Penilaian status gizi secara tidak langsung

Penilaian status gizi secara tidak langsung dibagi menjadi tiga metode, yaitu survei konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor ekologi. Pengertian dan penggunaan metode ini akan diuraikan sebagai berikut:

a. Survei konsumsi makanan merupakan metode dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Pengumpulan data ini dapat menggambarkan konsumsi zat-zat gizi pada masyarakat, keluarga, dan individu. Survei ini dapat mengidentifikasikan kelebihan dan kekurangan zat gizi.

b. Statistik vital merupakan metode penilaian dengan menganalisis data dari beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian bersadarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu, dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi. Metode ini digunakan sebagai bagian dari indikator tidak langsung pengukuran gizi masyarakat.

c. Faktor ekologi merupakan metode pengukuran untuk mengetahui penyebab malnutrisi di suatu masyarakat sebagi dasar untuk melakukan program

(18)

intervensi gizi. Masalah malnutrisi adalah masalah ekologi sebagai hasil dari interaksi beberapa faktor fisik, biologis, dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat bergantung pada keadaan ekolgi seperti iklim, irigasi, tanah, dan lain sebaginya.

2.5.1 Pengukuran Antropometri

Antopometri adalah ukuran tubuh manusia.Antropometri sebagai indikator dalam penentuan status gizi dapat dilakukan dengan mengukur dimensi dan komposisi tubuh manusia.Antropometri digunakan untuk menilai dua masalah utama gizi, yaitu kurang energi dan protein (KEP) dan obesitas pada semua kelompok umur (Hartriyanti, 2014).

Pengukuran antropometri merupakan pengukuran dimensi dan komposisi tubuh. Pengukuran antropometri utama yang digunakan adalah tinggi badan, berat badan, lingkar lengan atas, dan lipatan lemak. Pengukuran antropometri memiliki beberapa kelebihan yaitu pengukurannya relatif mudah, menggunakan alat ukur yang portable dan terkalibrasi, waktu pengukuran cepat jadi dapat dilakukan pada populasi dengan jumlah besar, objektif, hasil pengukuran dapat dirangking, aman dan tidak menimbulkan rasa sakit pada responden (Hartriyanti, 2014).

(19)

2.5.2 Indeks Antropometri

Indeks Antropometri adalah kombinasi dari pengukuran beberapa parameter, bisa berupa rasio dari satu pengukuran terhadap satu atau lebih pengukuran atau yang dihubungkan dengan umur (Supariasa et al, 2016; Hartriyanti, 2014). Beberapa indeks antropometri tersebut antara lain sebagi berikut:

a. Berat Badan menurut Umur (BB/U)

Berat badan adalah parameter antropometri yang sangat labil, karena sensitif terhadap perubahan kecil.Karena karakteristik berat badan yang labil, maka penggunaan indikator BB/U lebih menggambarkan status seseorang saat ini (current nutritional status).Indikator ini dapat menjadi growth monitoring, karena pengukuran yang berulang dapat mendeteksi growth failure yang disebabkan oleh penyakit infeksi atau kekurangan energi; dan protein (KEP) serta mendeteksi kegemukan (overwight) badan terhadap umur. Kelemahannya memerlukan data umur secara akurat, dapat menimbulkan interpretasi yang keliru apabila terdapat asites atau edema, sering terjadi kesalahan pengukuran karena pengaruh pakaian atau gerakan anak yang ditimbang (Hartriyanti, 2014; Supariasa et al, 2016).

b. Tinggi Badan menurut Umur (TB/U)

Tinggi badan adalah parameter antopometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal.Tinggi badan menurut umur merupakan indikator status gizi pada masa lalu dan status sosial ekonomi. Kelebihan indikator ini adalah baik untuk menilai status gizi masa lampau, alat ukur dapat dibuat sendiri, dapat menunjukan kesejahtraan dan kemakmuran suatu bangsa, sedangkan

(20)

kekurangannya adalah sulitmya mendapatkan umur yang akurat dan perubahan tinggi badan tidak banyak terjadi dalam waktu singkat serta membutuhkan peran orangtua untuk membantu mengukur tinggi badan anak dari waktu ke waktu (Hartriyanti, 2014; Supariasa et al, 2016).

c. Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB)

Berat badan memiliki hubungan yang linier dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu. Kelebihan dari indikator ini adalah tidak memerlukan data umur, dapat membedakan proporsi badan (gemuk, normal, kurus), dapat menjadi indikator status gizi saat ini (current nutrition status), sedangkan kekurangannya yaitu karena tidak mempertimbangkan

faktor umur maka tidak dapat memberikan gambaran apakah tinggi badan anak pendek, cukup, atau lebih (Hartriyanti, 2014; Supariasa et al, 2016).

d. Lingkar Lengan Atas menurut Umur (LiLA/U)

Lingar lengan atas merupakan parameter antropometri yang mengambarkan tentang keadaan jaringan otot dan lapisan lemak bawah kulit.Lingkar lengan atas berkorelasi dengan indikator BB/U maupun BB/TB.Lingkar lengan atas adalah parameter yang labil, dapat berubah-ubah dengan cepat.Maka penggunaan indikator lingkar lengan atas menggambarkan status seseorang saat ini.Kelebihan indikator ini yaitu baik untuk menilai KEP berat, alat ukur sederhana dan mudah digunakan untuk orang yang tidak bisa membaca dan menulis dengan memberi kode warna untuk menentukan tingkat keadaan gizi. Kekurangan indikator ini adalah sulit menentukan ambang batas, sulit untuk

(21)

melihat pertumbuhan anak usia 2-5 tahun, hanya dapat mengidentifikasi anak dengan KEP berat (Hartriyanti, 2014; Supariasa et al, 2016).

e. Tebal Lemak Bawah Kulit menurut Umur

Pengukuran lemak tubuh dilakukan dengan cara mengukur ketebalan lemak bawah kulit (skinfold) pada bagian tubuh, seperti pada bagian lengan atas (triceps dan biceps), lengan bawah (forearm), tulang belikat (subscapular), ditengah garis ketiak (midaxillary), sisi dada (pectoral), perut (abdominal), suprailiaka, paha, tempurung lutut (suprapatellar), dan pertengahan tungkai

bawah (medical calf). Lemak tubuh dapat diukur secara absolut dinyatakan dalam kilogram maupun secara relatif dinyatakan dalam persen terhadap berat tubuh total (Supariasa et al, 2016).

f. Rasio Lingkar Pinggang dengan Pinggul

Banyaknya lemak dalam perut mengambarkan adanya beberapa perubahan metabolisme tubuh, termasuk daya tahan terhadap insulin dan meningkatnya produksi asam lemak bebas, dibanding dengan banyaknya lemak bawah kulit pada kaki dan tangan.Perubahan metabolisme memberikan gambaran tentang pemeriksaan penyakit yang berhubungan dengan perbedaan distribusi lemak tubuh, untuk melihat hal tersebut ukuran yang telah umum digunakan adalah rasio pinggang dengan pinggul (Supariasa et al, 2016).

g. Indeks Massa Tubuh (IMT)

Pengukuran tinggi badan dan berat badan yang dinyatakan dalam IMT memberikan pengukuran yang reliabel dari kegemukan di populasi. IMT telah digunakan sebagai standart untuk pencatatan statis obesitas dan ukuran

(22)

underweight. Kelebihan dari pengukuran IMT adalah biayanya murah,

membutuhkan waktu yang singkat, dan pengerjaannya mudah hanya memerlukan data tinggi dan berat badan seseorang dan hasil bacaan adalah sesuai nilai standar yang telah dinyatakan pada tabel IMT (Supariasa et al, 2016).IMT dirumuskan dam diklasifikasikan sebagai berikut :

Tabel 2.1 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (IMT) IMT (Kg/m2) Kategori <18,5 Underweight 18,5-24,9 Normal 25-29,9 Overweight 30-34,9 Obese I 35-39,9 Obese II ≥40 Obese III (WHO, 2004)

Tabel 2.2 Klasifikasi Ambang Batas IMT untuk Indonesia

Kategori IMT

Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat < 17,0 Kekurangan berat badan tingkat ringan 17,0 – 18,5

Normal >18,5 – 25,0

Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan >25,0 – 27,0 Kelebihan berat badan tingkat berat >27,0

(Depkes RI, 1994 dalam Supariasa et. al, 2016)

Adapun metode lain dengan cara plotting pada grafik WHO 2007 BMI-for-Age (IMT/Usia) ataupun CDC 2000 Body Mass

Index-for-age-precentiles (IMT/Usia) yang disesuaikan dengan rentang umur serta jenis

kelamin anak, kemudian untuk hasil interprestasi grafik yang dapatkan bisa berupa Z-score ataupun persentil diklasifikasikan sesuai dengan kategori yang berlaku. Berikut adalah klasifikasi dan grafiknya:

(23)

Tabel 2.3 Klasifikasi IMT anak usia 2-20 tahun berdasarkan CDC 2000 Ambang Batas (Persentil) Kategori Status Berat Badan

< 5th Underweight 5th s/d < 85th Normal 85th s/d < 95th Overweight ≥ 95th Obesitas (CDC, 2002) (CDC, 2002)

(24)

(Kemenkes RI, 2015)

Gambar 2.2 Grafik IMT terhadap Umur (Tahun) dengan Label WHO 2007

2.6 Rapor Kesehatanku Buku Catatan Kesehatan Tingkat SMP/MTS

Buku Rapor Kesehatanku seri Catatan Kesehatan berisi lembar catatan kesehatan peserta didik dari hasil pelayanan kesehatan di sekolah yang digunakan untuk memantau tumbuh kembang dan kesehatan peserta didik sehingga dapat dilakukan penindak lanjutan bila diperlukan. Lembar catatan berupa riwayat penjaringan kesehatan, pemeriksaan berkala seperti berat badan dan tinggi badan, grafik WHO IMT/umur, grafik WHO TB/umur, pemberian tablet tambah darah, pemberian obat cacing, dan imunisasi yang pernah diberikan pada peserta didik. Buku Rapor Kesehatanku digunakan sebagai alat sederhana untuk memantau perkembangan dan pertumbuhan anak; media pendidikan gizi, perilaku hidup sehat, dan pentingnya imunisasi; meningkatkan partisipasi guru dan orangtua dalam meningkatkan serta menjaga kesehatan anak (Kemenkes RI, 2015).

Pelayanan kesehatan strata standart di UKS tingkat SMP dilakukan pemeriksaan kesehatan berkala setiap 6 bulan termasuk penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan yang dicatat pada buku Rapor Kesehatanku. Tenaga

(25)

kesehatan / guru / wali kelas menjelaskan hasil pemeriksaan yang telah dicatat kepada peserta didik dan memantau pendampingan orang tua dalam menindak lanjuti saran dan rujukan (Kemenkes RI, 2015).

(Kemenkes RI, 2015)

Gambar 2.3 Buku Rapor Kesehatanku seri Catatan Kesehatan Tingkat SMP/MTS dan SMA/SMK/MAN

Gambar

Tabel 2.1 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (IMT)  IMT (Kg/m 2 ) Kategori &lt;18,5 Underweight 18,5-24,9 Normal 25-29,9 Overweight 30-34,9 Obese I 35-39,9 Obese II ≥40 Obese III (WHO, 2004)
Tabel 2.3 Klasifikasi IMT anak usia 2-20 tahun berdasarkan CDC 2000  Ambang Batas (Persentil) Kategori Status Berat Badan
Gambar 2.2 Grafik IMT terhadap Umur (Tahun) dengan Label WHO 2007
Gambar 2.3 Buku Rapor Kesehatanku seri Catatan Kesehatan Tingkat     SMP/MTS dan SMA/SMK/MAN

Referensi

Dokumen terkait

Tubuh manusia dengan posisi berdiri dengan kedua tangan direntangkan terdiri dari dimensi antropometri rentangan tangan dan pengukuran dimensi tubuh manusia pada posisi berdiri

Status gizi adalah keadaan gizi seseorang, dalam hal ini dapat dideteksi dengan cara antropometri yaitu dengan mengukur ukuran tubuh, misalnya berat badan (BB),

Data antropometri yang menyajikan data ukuran dari berbagai macam anggota tubuh manusia dalam percentile tertentu akan sangat besar manfaatnya pada saat suatu rancangan

Status gizi normal merupakan suatu ukuran status gizi dimana terdapat keseimbangan antara jumlah energi yang masuk ke dalam tubuh dan energi yang dikeluarkan dari luar tubuh sesuai

Dalam penentuan status gizi balita, indikator yang biasa digunakan yaitu berat badan menurut tinggi badan atau panjang badan.. Berikut merupakan kategori dan ambang batas status gizi

Monitoring gizi berarti mengkaji ulang dan mengukur secara terjadwal indikator asuhan gizi dari status pasien sesuai dengan kebutuhan yang ditentukan, diagnosis gizi, intervensi dan

Penilaian status gizi pada balita stunting dilakukan secara langsung dengan menggunakan antropometri yang ditinjau dari sudut pandang gizi, antropometri gizi adalah berhubungan dengan

Aplikasi Data Antrhopometri dalam Perancangan Produk/ Fasilitas Produk Data antropometri yang menyajikan data ukuran dari berbagai macam anggota tubuh manusia dalam persentil