1
Mahasiswa Jurusan Teknik Elektro UNDIP 2DosenJurusan Teknik Elektro UNDIP
MAKALAH SEMINAR KERJA PRAKTEK SISTEM KONTROL SEL SURYA
SITTING GROUND TEKNIK ELEKTRO UNIVERSITAS DIPONEGORO CASINDO Universitas Diponegoro
Yanuar Mahfudz Safarudin1, Dr. Ir. Joko Windarto 2 Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro
Jl. Prof. Sudharto, Tembalang, Semarang, Indonesia
Abstrak: CASINDO PROJECT merupakan program kerja sama yang bergerak di bidang pengembangan SDM dan Energi. CASINDO PROJECT dimulai pada Juni 2009.
Dalam rangka penelitian dan pencanangan energi alternatif, CASINDO bekerja sama dengan TU/e Belanda untuk membangun sitting ground dengan 1000 W solar cell. Pada sistem solar cell terdapat berbagai peralatan, antara lain panel surya, baterai, controller, dan inverter. Panel surya berfungsi sebagai penghasil tenaga. Baterai berfungsi untuk menyimpan energi. Sedangkan inverter dan controller berfungsi untuk mengatur keluar masuknya sumber daya dan beban. Pada inverter dan controller yang terinstall di sitting ground, terdapat empat macam pilihan MODE, yaitu MODE I, MODE II, INVERTER ONLY, dan CHARGE ONLY. Keempat mode ini memiliki karakteristik tersendiri.
Dalam laporan ini akan dibahas mengenai sistem kontrol sel surya secara detail. Laporan ini juga akan membahas mengenai aliran daya dan karakteristik dari keempat mode pada sistem sel surya Teknik Elektro UNDIP.
Kata-kunci : Sel Surya, system control solar cell, controller
CASINDO (Capacity Development and Strengthening for Energy Policy Formulation and Implementation of Sustainable Energy Project in Indonesia) merupakan program kerja sama yang bertujuan membangun dan memperkuat sumber daya manusia, baik pada tingkat nasional maupun regional, agar provinsi yang terpilih mampu menyusun kebijakan energi yang baik, serta dapat mengembangkan dan menerapkan proyek-proyek energi berkelanjutan. Lima provinsi yang telah dipilih sebagai lokasi pengembangan adalah Sumatera Utara, Yogyakarta, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, dan Papua. Penelitian dan pengembangan yang dilakukan meliputi tga sektor yaitu sektor pemerintah swasta masyarakat, sektor Universitas, dan sektor Sekolah Menengah Kejuruan.
Dalam rangka penelitian dan pencanangan energi alternatif, CASINDO bekerja sama dengan TU/e Belanda untuk membangun sitting ground dengan 1000 W solar cell. Pada sistem solar cell terdapat berbagai peralatan, antara lain panel surya, baterai, controller, dan inverter. Panel surya berfungsi sebagai penghasil tenaga. Baterai berfungsi untuk menyimpan energi. Sedangkan inverter dan controller berfungsi untuk mengatur keluar masuknya sumber daya dan beban. Pada
inverter dan controller yang terinstall di sitting ground, terdapat empat macam pilihan MODE, yaitu MODE I, MODE II, INVERTER ONLY, dan CHARGE ONLY. Keempat mode ini memiliki karakteristik tersendiri.
TUJUAN
Makalah Kerja Praktek ini bertujuan untuk mengetahui sistem control sel surya, dan karakteristik dari keempat mode pada inverter Sitting Ground Teknik Elektro UNDIP.
BATASAN MASALAH
Dalam laporan kerja praktek ini hanya membahas sistem kontrol sel surya, khususnya sistem kontrol pada inverter PM-1500SSL-24X yang digunakan pada sitting ground.
DASAR TEORI
Bagian Bagian Sel Surya
Pada sistem sel surya, terdapat beberapa komponen penting yang membentuk suatu sistem sel surya. Komponen tersebut dapat diklasifikasi menjadi empat, yaitu penghasil energi, penyimpan energi, kontroller & inverter, dan yang terakhir adalah beban. Pada sistem sel surya sitting ground, sebagai penghasil energi adalah 1000 W panel surya dan PLN. Untuk
pentimpan energi adalah 4 buah aki 24 V sedangkan inverter dan controller sudah menjadi satu pada inverter PM-1500SSL-24X buatan ELSOL. Berikut adalah penjelasan dari masing-masing komponen. 1) Panel Surya
Dari judulnya saja sudah terlihat bahwa sel surya merupakan komponen utama dari sistem ini. Sel surya adalah suatu alat yang mengkonversi energi radiasi matahari menjadi energi listrik. Listrik yang dihasilkan sel surya adalah listrik arus searah, oleh karena itu perlu inverter untuk menjadikan arus bolak-balik. Pada instalasi sel surya sitting ground, Panel surya yang digunakan adalah panel surya Merk ELSOL buatan Citrakraton 50Watt. Pada sitting ground telah dipasang 20 unit panel surya (1000 Watt). 2) Inverter
Inverter merupakan alat untuk mengubah arus searah (DC) menjadi arus bolak-balik (AC). Alat ini menjadi sangat penting pada instalasi sel surya, karena daya yang dihasilkan oleh sel surya adalah searah, yang kemudian disimpan dalam baterai, dan keluaran bateraipun berupa arus searah. Sedangkan peralatan elektronik rata-rata menggunakan daya AC. Hal inilah yang mejadikan inverter sangat penting pada instalasi sel surya. Pada instalasi sel surya sitting ground, inverter yang digunakan adalah inverter tipe PM-1500SSL-24X, di mana iverter juga sudah terintegrasi dengan kontroler.
3) Baterai
Pada sistem, baterai berfungsi sebagai storage atau tempat penyimpanan energi listrik. Listrik disimpan melalui solar charger atau battery charger menjadi energi kima dan menyimpannya untuk dikirim kembali selanjutnya oleh Inverter diubah menjadi listrik AC 220 V. Berikut adalah spesifikasi dari baterai yang dipakai pada sistem Sitting Groung Teknik Elektro Universitas Diponegoro (Merk Skybatt).
Gambar 1 Baterai SKYBATT yang digunakan pada sitting ground
4) Sumber AC lain
Ada dua sumber yang dipakai pada sistem sel surya ini, yaitu sumber AC dari PLN, dan dari Genset. Genset digunakan pada keadaan darurat, yaitu saat sumber PLN padam, baterai habis, dan cuaca sedang mendung atau malam hari.
5) Sistem Kontrol
Instalasi sel surya membutuhkan sistem kontrol yang cukup rumit, karena banyaknya input dan output yang harus diatur, supaya penggunaannya tidak ada yang bertabrakan, dan lebih efisien. Bagian (input/output) yang di atur antara lain input PLN, baterai, sel surya, dan keluaran inverter itu sendiri.
4 Mode Pada Sel Surya
Pada Inverter yang terpasang pada sitting ground ini memiliki 4 mode, yaitu MODE 1, MODE 2, INVERTER ONLY, dan CHARGE ONLY. Berikut adalah penjelasannya.
1) MODE 1
MODE 1 adalah mode otomatis yang memaksimalkan daya dari PLN, baterai, dan sel surya untuk mencatu beban.
Saat tidak ada suplai PLN (misal listrik padam), maka beban akan disuplai oleh baterai.
Gambar 2 Skema MODE 1 Kondisi 1
Saat beban kosong (tidah ada beban), maka daya dari PLN sepenuhnya akan digunakan untuk mengisi baterai.
Pada saat diberi beban, maka daya dari PLN akan digunakan untuk mencatu beban, dan sisa dayanya digunakan untuk mengisi baterai.
Gambar 4 Skema MODE 1 Kondisi 3
Apabila bebannya cukup besar, hingga mencapai beban puncak, maka daya dari PLN digunakan sepenuhnya untuk mencatu beban, sedangkan baterai hanya diisi oleh sel surya.
Gambar 5 Skema MODE 1 Kondisi 4
Dan bila bebannya terus ditambah, maka beban dicatu oleh dua sumber, yaitu PLN dan baterai yang diubah menjadi daya AC.
Gambar 6 Skema MODE 1 Kondisi 5
2) MODE 2
MODE 2 hampir sama dengan MODE 1. perbedaannya terletak pada kondisi beban sangat tinggi. Apabila beban melebii beban puncak, maka daya tidak akan disuplai oleh kedua sumber (PLN dan baterai),namun akan trip.
Gambar 7 Skema MODE 2 Kondisi 1
Gambar 8 Skema MODE 2 Kondisi 2
Gambar 9 Skema MODE 2 Kondisi 3
Gambar 10 Skema MODE 2 Kondisi 4
3) INVERTER ONLY
Pada mode INVERTER ONLY, beban sebisa mungkin dicatu dengan baterai. Secara ekonomis, ini merupakan mode yang
paling emat biaya,karena meminimalkan daya dari PLN yang tidak gratis, dan memaksimalkan daya dari baterai yang diisi oleh sel surya.
Pada kondisi beban kecil, maka beban akan dicatu sepenuhnya oleh baterai.
Gambar 11 Skema INVERTER ONLY Kondisi 1
Apabila baterai hampir habis (tegangan baterai mencapai nominal 23.5V), maka secara otomatis beban akan disuplai oleh PLN, dan hubungan antara beban dan baterai diputus. Di sini daya dari PLN digunakan sepenuhnya untuk mensuplai beban, dan tidak digunakan untuk mengisi baterai
Gambar 12 Skema INVERTER ONLY Kondisi 2
Kemudian bila beban sangat besar melebihi kapasitas PLN, maka PLN akan dibantu oleh baterai dalam mensuplai beban.
Gambar 13 Skema INVERTER ONLY Kondisi 3
4) CHARGE ONLY
Pada mode CHARGER ONLY, tidak ada daya yang diambil dari baterai untuk menyuplai beban. Beban sepenuhnya dicatu oleh PLN. Apabila PLN mati atau padam, maka tidak ada daya listrik yang mancatu beban.
Gambar 14 Skema CHARGE ONLY Kondisi 1
Beban sepenuhnya dicatu oleh PLN. Apabila ada arus ‘sisa’, maka arus sisa tersebut digunakan untuk mengisi baterai. Beban maksimal yang dapat dicatu adalah beban puncak PLN.
Gambar 15 Skema CHARGE ONLY Kondisi 2
Gambar 17 Skema CHARGE ONLY Kondisi 4
ANALISA DAN PEMBAHASAN Analisa Kondisi Baterai
Pada inverter sitting ground, berbeda perlakuannya antara baterai pada kondisi penuh dengan baterai pada kondisi habis. Misalnya pada mode INVERTER ONLY, saat baterai penuh maka beban akan disuplai dengan baterai, namun saat baterai mendekati habis, maka beban akan disuplai oleh PLN. Perbedaan inilah yang menyebabkan analisa kondisi baterai menjadi penting.
Berdasarkan hasil pengamatan, tegangan baterai kosong berkisar antara 24.02 hingga 25.82 Volt. Kemudian tegangan saat pengisian/charging berkisar antara 24.8 hingga 26.6 Volt pada kondisi mendung dan panas. Sedangan saat baterai penuh, tegangan baterai berkisar antara 26.2 hingga 29.2 Volt. Hasil perhitungan di atas kemudian kita bandingkan dengan datasheet dari manualbook. Berikut adalah perbandingannya.
Tabel 1 Perbandingan Tegangan pada datasheet dengan pengamatan PARAMETER PERBANDINGAN TEGANGAN DATASHEET PENGAMATAN KOSONG <23.5 24.02-25.82 CHARGING 28.8 25.4 - 26.6 PENUH 27.6 26.2 - 29.2
Keterangan : - Range tegangan baterai yang diadaptasi
inverter = 19-32 V
- Riak/ripple baterai maksimal 1.25 V (Sumber: datasheet)
Secara umum data hasil pengamatan tidak melewati batas tegangan yang mampu diadaptasi baterai, namun ada sedikit perbedaan pada kondisi baterai kosong dan charging. Pada datasheet tertera tegangannya maksimal 23.5 saat dicatu beban, sedagkan pada hasil pengamatan berkisar antara 24.02 hingga 25.82. perbedaan ini dikarenakan pada pengamatan, baterai tidak dibebani. Sehingga tidak terjadi regulasi tegangan yang menyebabkan tegangan baterai turun hingga di bawah 23.5 V.
Sedangkan pada kondisi charging atau mengisi, juga terjadi perbedaan. Seharusnya tegangan saat charging berkisar antara 28.8 V, namun pada pengamatan hanya 25.4 hingga 26.6 V. perbedaan ini karena saat pengamatan, baterai baru diisi sesaat setelah kondisi baterai kosong, sehingga tegangannya masih rendah. Kemungkinan yang lain dapat juga karena kesalahan dalam membaca alat ukur.
Analisa MODE I
Kemudian akan dibahas mengenai karakteristik dari system control MODE I, dalam berbagai kondisi mengacu pada kondisi datasheet. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa MODE I mengoptimalkan daya dari Panel, baterai, dan PLN untuk mencatu beban. Kondisi pada MODE I juga telah dijelaskan dengan jelas, hanya saja pada datasheet tidak ada parameter daya dari panel surya, dan juga rugi-rugi. Pada analisa ini akan sekaligus disertakan parameter rugi-rugi daya dan daya panel surya. Rugi-rugi daya dapat dihitung dengan persamaan berikut.
output input
rugi
P
P
P
Berikut adalah analisanya.
Apabila tidak ada suplai PLN dan Panel surya (diibaratkan saat malam hari listrik padam), maka beban tidak ikut padam, karena beban langsung disuplai oleh baterai.
Gambar 18 Ilustrasi MODE I Kondisi 1
Kemudian apabila pada kondisi beban nol, maka secara otomatis daya dari PLN maupun panel surya sepenuhnya digunakan untuk mengisi baterai. Besarnya daya pengisian disebabkan beberapa faktor, antara lain factor cuaca dan baterai (seberapa penuh baterai).
Gambar 19 Ilustrasi MODE I Kondisi 2 tanpa daya panel
Gambar 20 Ilustrasi MODE I Kondisi 2 dengan daya panel
Karakteristik lain dari mode ini adalah apabila ada beban, dan beban tidak melebihi daya dari PLN, maka daya dari PLN akan disalurkan pada beban, dan sisanya akan digunakan untuk mengisi baterai.
Gambar 21 Ilustrasi MODE I Kondisi 3 dengan beban 200 Watt
Dan karakteristik terakhir ialah apabila beban sangat besar, melebihi daya dari PLN. Pada kondisi ini maka PLN akan dibantu oleh sumber lain. Pada gambar dibawah, beban sudah melebihi daya PLN, dan dibantu oleh panel surya dalam mencatu beban. Kemudian sisa dayanya digunakan untuk mengisi baterai.
Gambar 22 Ilustrasi MODE I Kondisi 4 dengan beban 2100 Watt
Secara garis besar, sudah hampir sama antara hasil pengamatan dengan teorinya, hanya saja terdapat tambahan parameter, yaitu adanya sel surya dan rugi daya/loses. Dan pada analisa menggunakan satuan daya (watt) bukan Ampere untuk memudahkan dalam menganalisa.
Analisa MODE II
Berikutnya akan dibahas mengenai karakteristik dari system control MODE II. Sebenarnya mode ini hampir sama dengan MODE I, hanya saja apabila beban melebihi daya PLN, maka tidak akan dibantu oleh sumber lain (baterai/panel surya). Pada analisa ini juga akan sekaligus disertakan parameter rugi-rugi daya dan daya panel surya. Rugi-rugi daya dapat dihitung dengan persamaan berikut.
output input
rugi
P
P
P
Berikut adalah analisanya.
Hampir sama dengan MODE I, MODE II memiliki karakteristik apabila tidak ada suplai PLN dan Panel surya (diibaratkan saat malam hari listrik padam), maka beban tidak ikut padam, karena beban langsung disuplai oleh baterai.
Gambar 23 Ilustrasi MODE II Kondisi 1
Kemudian apabila pada kondisi beban nol, maka secara otomatis daya dari PLN maupun panel surya sepenuhnya digunakan untuk mengisi baterai. Besarnya daya pengisian disebabkan beberapa faktor, antara lain factor cuaca dan baterai (seberapa penuh baterai).
Gambar 24 Ilustrasi MODE II Kondisi 2 tanpa daya panel
Gambar 25 Ilustrasi MODE II Kondisi 2 dengan daya panel
Kemudian pada MODE II apabila dibebani, dan beban tidak melebihi daya dari PLN, maka daya dari PLN akan disalurkan pada beban, dan sisanya akan digunakan untuk mengisi baterai, ditambahkan daya dari panel surya.
Gambar 26 Ilustrasi MODE II Kondisi 3 dengan beban 200 Watt
Perbedaan dari MODE I dan II adalah, apabila beban sangat besar, melebihi daya dari PLN maka PLN tidak dibantu oleh sumber lain, dan menyebabkan Inverter kelebihan beban/overload. Overload ditandai dengan tulisan pada inverter yang menunjukkan overload. Pada gambar dibawah, beban sudah melebihi daya PLN (pada 2100 Watt).
Gambar 27 Ilustrasi MODE II Kondisi 4 dengan beban 2100 Watt
Demikian analisa mengenai MODE II. Secara garis besar, sudah hampir sama antara hasil pengamatan dengan teori pada datasheet, hanya saja terdapat tambahan parameter, yaitu adanya sel surya dan rugi daya/loses. Dan pada analisa menggunakan satuan daya (watt) bukan Ampere untuk memudahkan dalam menganalisa.
Analisa MODE INVERTER ONLY
Pada mode ini (INVERTER ONLY), terdapat banyak perbedaan yang mencolok dengan mode yang lain. Mode ini memang dirancang unuk menghemat daya dari PLN. Selanjutnya akan dibahas mengenai karakteristik dari system control INVERTER ONLY. Mode ini lebih mengutamakan daya dari Baterai untuk mencatu beban.
Perlu diketahui, bahwa hanya ada 3 kondisi pada mode INVERTER ONLY. Untuk kondisi pertama, apabila baterai masih penuh (tegangan baterai di atas 23.5 V), maka beban akan sepenuhnya disuplai dengan baterai, dan PLN tidak ikut mencatu beban (idealny 0 Watt).
Pada kondisi 1 tegangan baterai masih di atas 23.5 V, artinya PLN tidak menyuplai daya. Namun ternyata PLN masih menyuplai daya, walaupun sangat sedikit (arus tidak sampai 1 A). perbedaan ini dapat disebabkan oleh dua kemungkinan, yang pertama adanya flux sisa pada alat ukur (karena arus sangat kecil). Kemungkinan kedua adalah karena memang tidak ada alat yang sempurna 100 %, dan ketidaksempurnaan alatpun masih dalam batas kewajaran.
Gambar 28 MODE INVERTER ONLY kondisi 1
Terlihat pada gambar bahwa daya dari PLN sangat kecil, dan beban disuplai oleh panel surya.
Selanjutnya pada kondisi 2, ketika tegangan baterai melewati ambang batas (23.5 V), maka secara otomatis suplai dari baterai akan diputus, dan beban akan disuplai oleh PLN. Telah dijelaskan sebelumnya, bahwa daya PLN di sini hanya digunakan untuk mencatu beban, dan tidak untuk mengisi baterai. Baterai hanya diisi oleh panel surya (bila ada dayanya).
Gambar 29 Ilustrasi MODE INVERTER ONLY Kondisi 2 tanpa daya panel
Gambar 30 Ilustrasi MODE INVERTER ONLY Kondisi 2 dengan daya panel
Gambar di atas ada sedikit kejanggalan, yaitu daya charging baterai lebih besar dari daya panel surya. Hal ini dapat disebabkan karena labilnya kondisi cuaca yan berubah-ubah, sedangkan unuk mengukur kedua data di atas membutuhkan waktu. Selain itu juga tegangan baterai yang tertera 26.3 V, itu karena dalam kondisi charging dan tidak dibebani. Penjelasan mengenai baterai ini sudah dijelaskan dalam pembahasan sebelumnya.
Berlanjut pada kondisi ketiga, yaitu apabila beban melebihi daya PLN, maka baterai akan membantu PLN dalam mencatu daya.
Gambar 31 Ilustrasi MODE INVERTER ONLY Kondisi 3
Pada gambar di atas, dapat dilihat baterai ikut mensuplai beban bersama PLN. Tegangan baterai turun hingga 23.6 V, karena baterai tidak diisi, dan digunakan untuk mencatu daya bersama PLN. Dari keseluruhan analisa mengenai mode INVERTER ONLY, dapat disimpulkan bahwa
mode ini adalah mode yang paling menghemat energi PLN/tagihan PLN, karena daya PLN hanya digunakan sewaktu-waktu, dan tidak digunakan untuk mengisi baterai.
Analisa MODE CHARGE ONLY
Pada mode ini (CHARGE ONLY), juga terdapat banyak perbedaan yang mencolok dengan mode yang lain. Mode ini mengutamakan pengisian baterai sebagai prioritas utama. Bterai bagaimanapun tidak akan mencatu beban, beban seluruhnya dicatu oleh PLN dan panel surya. Mode CHARGE ONLY merupakan kebalikan dari mode INVERTER ONLY.
Berikut adalah analisanya.
PLN berlaku sebagai energi utama dalam mencatu beban. Dapat dilihat, apabila tidak ada daya PLN, maka beban secara otomatis akan padam. PLN berlaku sebagai energi utama dalam mencatu beban.
Gambar 32 Ilustrasi MODE CHARGE ONLY tanpa suplai PLN
Pada gambar di atas, terlihat ada sedikit daya yang mengalir dari baterai. Hal ini menyalahi prinsip kontrol CHARGE ONLY, karena seharusnya tidak ada daya dari baterai. Hal ini dapat disebabkan dua kemungkinan, yang pertama adanya flux arus sisa pada alat ukur,(karena arus terbaca hanya 0.48 A). Kemungkinan kedua adalah karena kurang sempurnanya alat. Namun arus bocor ini masih dalam toleransi karena sangat kecil.
Kemudian pada kondisi kedua, apabila ada sumber PLN, dan tidak ada beban, maka daya dari PLN akan digunakan untuk mengisi baterai. Apabila ada sumber panel surya juga akan digunakan untuk mengisi baterai. Untuk kondisi ini mode ini sama halnya seperti MODE I dan II.
Gambar 33 Ilustrasi MODE CHARGE ONLY Kondisi 2 tanpa daya panel
Gambar 34 Ilustrasi MODE CHARGE ONLY Kondisi 2 dengan daya panel
Kemudian bila ditambahkan beban beberapa watt (tidak melebihi kapasitas PLN), maka daha dari PLN akan mencatu beban, dan sisanya akan digunakan untuk mengisi baterai. Selain dari PLN, baterai juga diisi oleh panel surya. Kondisi ini juga sama degan kondisi pada MODE I dan II.
Gambar 35 Ilustrasi MODE CHARGE ONLY Kondisi 3 dengan beban 200 W
Berlanjut ke kondisi terakhir, yaitu apabila beban sangat besar melebihi kapasitas PLN, maka akan terjadi overload, sama seperti pada MODE II. Ini disebabkan karena baterai tidak mencatu beban, dan hanya mengandalkan daya PLN. Mekanisme overload sama seperti pada MODE II, yaitu terbaca Inverter overload pada layer inverter.
Gambar 36 Ilustrasi MODE CHARGE ONLY Kondisi 4 beban 2100 Watt
Dapat disimpulkan bahwa pada mode CHARGE ONLY, system kontrol inverter deprogram untuk memprioritaskan pengisian baterai sebagai prioritas utama. Mode ini cocok digunakan apabila baterai sudah habis dan akan diisi ulang. Namun sangat tidak efektif digunakan apabila baterai sudah penuh. Kelemahan dari system ini, apabila listrik pada, maka otomatis semua system akan padam.
PENUTUP Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut
1. Diperlukan sistem kontrol untuk mengatur sumber daya dan beban agar lebih efektif dan efisien.
2. Pada inverter PM-1500SSL-24X yang diinstall pada sitting ground, terdapat 4 MODE kontrol, yaitu MODE I, MODE II, INVERTER ONLY, dan CHARGE ONLY. 3. MODE I dan MODE II adalah mode otomatis yang memaksimalkan daya dari PLN, baterai, dan sel surya untuk mencatu beban.
4. Pada MODE INVERTER ONLY, daya dari baterai digunakan secara maksimal untuk mencatu beban, dan daya dari PLN tidak digunakan. Daya PLN baru terhubung ketika tegangan baterai kurang dari 23.5 V. 5. Pada MODE CHARGE ONLY, sumber
PLN menjadi sumber utama untuk mencatu beban. Apa bila daya PLN mati, maka sistem akan mati dan beban tidak tersulpai. 6. Pada MODE I dan INVERTER ONLY,
apabila beban melebihi kapasitas PLN, maka PLN akan dibantu panel surya dan baterai dalam mencatu beban.
7. Pada MODE II dan CHARGE ONLY, apabila beban melebihi kapasitas PLN, akan terjadi overload, karena PLN tidak dibantu baterai dan panel surya.
Saran
1. Sebaiknya pengambilan data sel surya dilakukan dengan cepat, tepat, dan akurat karena labilnya cuaca sangat mempengaruhi hasil pengamatan.
2. Dapat dilakukan penelitian lebih lanjut untuk memperbaiki kevalidan laporan KP ini.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Wildi, Theodore. 1993. ELECTRICAL MACHINES, DRIVES, AND POWER SYSTEMS. Prentice Hall Inc
[2] Power Master Technology. Super Solar Inverter (SSL Series) Manual Book
[3] Niiranem, Jouko. OPERATION OF
SYNCHRONOUS MOTOR AND
CYCLOCONVERTER
[4] Tyrak LCI. User Manual. Thyristor convertor with microcomputer for large ac drive systems.
[5] Tyrak LCI. User Manual. Rod Bar and Mill Program for large ac/ac drive systems
[6] Tyrak LCI. Catalouge. Load Commutated Inverter For Synchonous Machine In Rolling Mill Application. [7] Customer Documentation Rolling Mill
Motor Krakatau Steel
[8] Purwadi, dkk. 2003. SEJARAH PT.
KRAKATAU STEEL. Pustaka
Raja.Yogyakarta. [9] http://www.abb.com [10] http://www.wikipedia.co.id [11] http://dunia-listrik.blogspot.com
BIODATA
YANUAR MAHFUDZ S (L2F 008 097). Dilahirkan di Kudus, 5 Januari 1991, menempuh pendidikan dasar di SD N Perumnas Banyumanik 08 Semarang, SMP N 21 Semarang, SMA N 3 Semarang. Saat ini masih menjadi Mahasiswa Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Semarang konsentrasi Teknik Energi Listrik.Mengetahui dan Mengesahkan Pembimbing
Dr. Ir. Joko Windarto
NIP. 19640526 198903 1 002 Tanggal :