• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Pasangan Suami-Isteri yang Tidak Memiliki Anak Dalam Mempertahankan Ikatan Perkawinan (Studi Kasus: Kota Gunung Sitoli, NIAS)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi Pasangan Suami-Isteri yang Tidak Memiliki Anak Dalam Mempertahankan Ikatan Perkawinan (Studi Kasus: Kota Gunung Sitoli, NIAS)"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Integrasi sosial

Dalam masyarakat akan selalu terdapat unsur-unsur yang berbeda

antara satu sama lain. Perbedaan-perbedaan tersebut antara lain kedudukan

sosial, suku, ras, agama, dan juga kebudayaan. Agar setiap unsur-unsur

yang berbeda tersebut dapat berdampingan, maka perlu penyelarasan

berbagai perbedaan tersebut . Begitu juga dalam keluarga sebagai suatu

sistem terdapat peran-peran dan fungsi yang berbeda antara anggota

keluarga. Apabila antar anggota-anggota keluarga sudah tidak lagi

menjalankan peranannya sesuai dengan kedudukannya, maka keluarga

tersebut sudah di anggap tidak terintegrasi lagi(Setiadi, 2011:387-390).

Keseimbangandalam keluarga sangat diharapkan agar dapat

menjadi keluarga yang harmonis. Dalam pandangan penganut fungsionalis

menyatakan bahwa keluarga sebagai suatu sistem yang seluruh bagiannya

saling tergantung satu sama lain dan bekerja sama untuk menciptakan

keseimbangan. Asumsi dasar teori ini adalah bahwa setiap struktur dalam

sistem sosial adalah fungsional terhadap yang lain (Ritzer,1992 dalam

Wirawan,2012:43).

Seperti kita ketahui dalam teori integrasi atau yang akrab disebut

sebut sebagai teori fungsionalisme menunjukkan keluarga sebagai suatu

sistem dengan unit terkecil dalam masyarakat menekankan pada

(2)

Secara umum teori integrasi atau fungsional dapat dijelaskan para

oleh ahli seperti Lawer yang dapat dikaitkan dengan keluarga. Ia

berpendapat bahwa, teori struktural fungsional atau teori integrasi

mendasarkan pada 7 (tujuh) asumsi dasar yaitu : (1) masyarakat harus

dianalisis sebagai satu kesatuan yang utuh, terdiri atas bagian-bagian yang

saling berinteraksi. (2) hubungan yang ada bersifat satu arah atau

hubungan yang bersifat timbal balik; (3) sistem sosial yang ada bersifat

dinamis; penyesuaian yang ada tidak perlu banyak mengubah sistem

sebagai satu kesatuan yang utuh; (4) integrasi yang sempurna dalam

masyarakat tidak pernah ada, sehingga dalam masarakat senantiasa timbul

ketegangan-ketegangan dan penyimpangan-penyimpangan, tetap dapati

penyimpangan akan dinetralisasi dengan proses pelembagaan; (5)

perubahan-perubahan akan berjalan secara gradual dan perlahan-lahan

sebagai suatu proses adaptasi dan penyesuaian; (6) perubahan merupakan

hasil penyesuaian dari luar, tumbuh oleh adanya diferensiasi dan inovasi;

(7) sistem di integrasikan lewat pemilikan nilai-nilai yang sama (Zamroni,

1988: 105-106).

Berdasarkan uraian tersebut diatas, jika dikaitkan dalam sistem

keluarga maka dapat kita jabarkan bahwa:

a. keluarga dapat dipandang sebagai suatu kelompok yang saling

berhubungan karena memiliki fungsi dan peran yang harus

dijalankan dalam keluarga tersebut.

(3)

c. Keluarga akan terintegrasi berdasarkan nilai-nilai yang dimiliki

dan dianut bersama.

d. Ketegangan-ketegangan akan selalu diupayakan

penyelesaianya agar dapat mempertahankan keutuhan keluarga.

e. Perubahan-perubahan yang mungkin terjadi dalam keluarga

akan dilakukan penyesuaian atau adaptasi untuk keseimbangan.

Cohen menggambarkan masyarakat menurut model konsensus

yaitu sebagai berikut: (1) didalam masyarakat terdapat nilai-nilai dan

norma-norma yang merupakan elemen dasar kehidupan sosial. (2)

konskuensi kehidupan sosial adalah komitmen. (3) masyarakat pasti

kompak. (4) kehidupan sosial bergantung pada solidaritas. (5) kehidupan

sosial didasarkan pada kerjasama dan saling memerhatikan dan saling

membutuhkan. (6) sistem sosial tergantung pada konsensus. (7)

masyarakat mengakui adanya otoritas yang absah. (8) sistem sosial bersifat

integratif. (9) sistm sosial cenderung bertahan ( Lawang, 1986).

Norma dan nilai sangat penting dalam masyarakat konsensus, nilai

sangat mempengaruhi perilaku manusia dan norma ada untuk

mempertahankan nilai tersebut. Kedua hal tersebut saling berkaitan dan

membentuk konsensus. Nilai yang dianut dalam masyarakat akan

mempengaruhi keluarga untuk menentukan perilaku. Norma berperan

mengendalikan perilaku pasangan suami dan istri berdasarkan nilai yang di

(4)

Konsekuensi kehidupan sosial adalah komitmen, dalam arti

masyarakat yang berada dalam sistem sosial tersebut harus dapat

benar-benar mengikuti sistem tersebut. Apabila tidak mengikuti aturan tersebut

maka dia akan mengalami kesulitan untuk dapat hidup bersama dengan

masyarakat yang lainnya ( Wirawan, 2012 : 46). Aturan dalam masyarakat

akan menjadi pedoman bagi pasangan suami isteri agar dapat bertahan

sebagai suatu keluarga.

Talcott Parson dapat menjelaskan adaptation dan integration

bahwa integrasi dapat diukur dengan melihat tingkat komitmen seseorang.

Semakin tinggi komitmen seseorang maka semakin tinggi pula integrasi

yang dapat dicapainya. Komitmen berhubungan dengan tindakanyang

merupakan konsekuensi dari nilai dan norma. Dalam hal ini komitmen

berupa tindakan yang konsekuen yang muncul dari dalam hati tanpa

paksaan (Sutaryo, 1992:10)Sehingga pasangan suami isteri dalam keluarga

dituntut untuk memiliki komitmen dalam mempertahankan perkawinan.

Komitmen akan menjadi perekat hubungan pasangan jika terjadi hal-hal

yang mungkin menyebabkan keretakan hubungan tersebut.

Antara aktor dengan berbagai motif dan nilai yang berbeda-berbeda

menimbulkan tindakan yang berbeda-beda. Bentuk-bentuk interaksi

dikembangkan sehingga melembaga. Pola-pola pelembagaan tersebut akan

menjadi sistem sosial. Untuk menjaga kelangsungan hidup suatu

(5)

dimiliki. Cara dengan mekanisme sosialisasi dan mekanisme kontrol sosial

(zamroni 1988:29).

Menurut Parsons, mekanisme sosialisasi merupakan alat

menanamkan pola kultural, seperti nilai, bahas dan lain-lain. Dengan

proses ini, anggota masyarakat akan menerima dan memiliki komitmen

terhadap norma-norma yang ada. Mekanisme kontrol juga mencakup

sistem sosial, sehingga perbedaan-perbedaan dan ketegangan-ketegangan

yang ada dalam masyarakat bisa ditekan. Mekanisme kontrol ini antara

lain: a) pelembagaan, b) sanksi-sanksi, c) aktifitas ritual, d) penyelamatan

pada keadaan yang kritis dan tidak normal, e) pengintegrasian kembali

agar keseimbangan dapat diapai kembali, dan f) pelembagaan kekuasaan

untuk melaksanakan tatanan sosial (zamroni,1998).

Emile Durkheim dalam bukunya Suicidemengemukakan bahwa

yang menjadi penyebab bunuh diri adalah pengaruh dari integrasi sosial.

Ada beberapa alasan orang melakukan bunuh diri menurut pandangan

durkheim jika di hubungkan dengan struktur sosial dan integrasi yaitu:

a. Karena alasan agama.

Berdasarkan penelitian Durkheim, terdapat perbedaan kebebasan oleh

beberapa agama kepada penganutnya. Kebebasan yang lebih oleh

penganut salah satu penganut ajaran agama tersebut menyebabkan

integrasi yang lebih rendah. Integrasi yang rendah menyebakan angka

bunuh diri yang semakin tinggi. Jika dalam keluarga, kebebasan

(6)

sehingga dapat memberi peluang untuk timbul beberapa masalah

dalam keluarga misalnya perolehan izin poligami dan perceraian.

b. Karena alasan keluarga.

Durkheim berpendapat bahwa semakin kecil jumlah anggota keluarga,

maka semakin kecil pula keinginan untuk hidup. Kesatuan sosial

yang semakin besar akan semakin besar mengikat orang-orang dalam

kegiatan sosial di antara anggota-anggota kesatuan tersebut. kesatuan

keluarga yang lebih besar biasanya akan lebih terintegrasi. Sehingga

keluarga yang hanya terdiri dari suami dan isteri akan memberi

kemungkinan untuk mengalami kekurangan dalan hal kebahagiaan

dan cenderung memiliki keinginan untuk menambah jumlah anggota

keluarga. Hal ini dapat dilakukan misalnya dengan adopsi atau

pengangkatan anggota keluarga.

c. Karena alasan kekacauan hidup (anomi)

Bunuh diri dalam pandangan durkheim juga terjadi karena kekacauan

hidup. Seseorang tersebut tidak memiliki pegangan hidup. Norma atau

aturan yang sudah ada tidak lagi sesuai dengan tuntutan zaman yang

ada. Keluarga atau pasangan suami-isteri juga dapat mengalami

perpecahan karena tidak adanya aturan yang dipegang dalam

menjalani kehidupan keluarga. Misalnya aturan agama, norma adat,

(7)

2.2. Perspektif Keluarga Dari Sudut Pandang Etnis Nias

Keluarga dalam masyarakat etnis Nias umumnya dibentuk dalam

pelaksanaan Perkawinan diantara pihak keluarga pemuda dan pihak

keluarga seorang Gadis. Ikatan hubungan antara keduanya ini disebut,

Famakhai Si Tenga bö’ö (Jalinan Hubungan kekeluargaan yang

Ketat/Erat).

Ikatan antara seorang pemuda dan seorang gadis baik saat sedang

dalam pertunangan keduanya ketika remaja maupun saat sudah menikah,

dianggap sebagai keluarga yang besar dan harus saling tolong menolong

dalam segala hal. Baik dalam keadaan yang baik maupun keadaan yang

buruk, yang datang dari dalam dan juga dari luar. Dalan keluarga Nias,

pelaksanaan adat perkawinan atau pembentukan keluarga dilandasi dengan

saling mengasihi dan hormat menghormati. Kasih dan komitmen

diharapkan menjadi pondasi dalam membentuk keluarga.

Pelaksanaan adat dalam perkawinan untuk membentuk keluarga

etnis Nias menjiwai dan berdasarkan Pancasila. Musyawarah dan kata

sepakat akan selalu ditamakan. (Museum Pusaka Nias, 1982). Sehingga

aturan adat pernikahan masyarakat Nias merupakan pernikahan yang

menagdopsi nilai-nilai yang tidak bertentangan dengan nila-nilai pancasila.

Pembentukan keluarga baru melalui perkawinan juga dilaksanakan dalam

proses yang cukup panjang dan sakral. Karena adat perkawinan Nias

memerlukan pengorbanan Materil dan Imateril yang cukup besar

(8)

hubungan keluarga yang sudah dibetuk akan berakhir begitu saja dalam

perceraian.

2.3. Hukum Perceraian

Republik Indonesia telah menetapkan aturan untuk

mengintegrasikan masyarakat, termasuk aturan-aturan perceraian. Menurut

Peraturan Pelaksana No. 9 tahun 1975 dari UU Perkawinan , perceraian

dapat terjadi karena:

a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat,

penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;

b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun

berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah

atau karena hal lain diluar kemampuannya;

c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun

atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan

berlangsung;

d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan

berat yang membahayakan pihak yang lain;

e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan

akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai

(9)

f. Antara suami dan isteri terus-menerusterjadi perselisihan dan

pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukunlagi

dalam rumah tangga.

Sehingga dapat kita pahami bahwa perceraian yang dapat terjadi

secara hukum harus memiliki alasan-alasan atau kondisi-kondisi yang

cukup menggoyahkan keutuhan sebuah keluarga.

2.4. Hukum Adat Perceraian Di Nias

Bamböwö Laiya mengatakan bahwa Perceraian sangat jarang

terjadi di Nias, karena selain jujuran yang tinggi yang menyulitkan

seseorang untuk kawin atau menikah kembali, juga karena laki-laki yang

menceraikan isterinya dan wanita yang diceraikan suaminya kurang

dihargai di dalam desa.Laki-laki tersebut akan dikecam sebagai orang

yang tak bertanggungjawab sedangkan si wanita akan dituduh sebagai

isteri yang tidak becus. Laki-laki maupun wanita yang telah bercerai

sama-sama menghadapi kesukaran untuk mendapatkan jodoh kembali

(Bamböwö Laiya, 1983:53).

Intelektual Nias Drs. W. Gulö menulis bahwa Menurut adat Nias,

hak menceraikan hanya ada pada suami. Menceraikan seorang isteri hanya

dapat dilakukan apabila ternyata isteri tersebut telah melakukan perbuatan

zinah dengan laki-laki lain. Pihak mertua sang suami dapat juga

menceraikan sementara, apabila di antara suami-isteri terjadi

ketegangan-ketegangan yang mengakibatkan tekanan berat terhadap sang isteri (W

(10)

Rosthina dan kawan-kawan juga menyatakan hal yang sama

bahwa Menurut adat etnis Nias, hak untuk menceraikan hanya ada pada

suami. Menceraikan seorang isteri hanya dapat dilakukan apabila; ternyata

isteri tersebut telah melakukan perbuatan zinah dengan laki-laki lain.

Kalau hal ini terjadi dahulu, maka kedua yang berjinah itu dipancung.

Apabila tidak dipancung, ditebus oleh seorang Salawa, maka laki-laki

yang berbuat zinah itu harus membayar “höli-höli döla mbagi” (penebus

batang leher) artinya: penebus jiwa, (Rosthina 1985: 38).

Nata Alui Duha menyatakan bahwa di Nias hanya perzinahan yang

bisa menjadi penyebab perceraian antara suami isteri, sementara penyebab

lainya tidak dihiraukan. Mungkin ini maksudnya agar segala masalah yang

menyulut konflik dalam rumah tangga harus bisa diselesaikan oleh suami

isteri, sehingga keluarga mereka tetap utuh kecuali jika isteri melakukan

perbuatan jinah atau salah satu di antara mereka meninggal dunia.

Hak perceraian hanya diberikan kepada suami, maka sang isteri

sangat dirugikan. Mereka tidak diberi hak untuk menceraikan suaminya

yang tidak becus dan tidak bertanggungjawab. Mereka juga tidak diberi

hak untuk menuntut haknya untuk mendapatkan harta yang diperoleh

secara bersama-sama. Hal ini juga dapat memberi peluang kepada suami

untuk melakukan perzinahan atau paling tidak perselingkuhan dengan

wanita lain yang berhaluan pada poligami.

Bisa juga terjadi bahwa isteri tidak diberi hak perceraian karena

(11)

dikonotasikan sebagai “böli niha” (harga manusia) di beberapa wilayah di

Nias, pihak orangtua suami menyebut isteri putra mereka sebagai “böli

gana’a” Padahal berbicara tentang ”böwö” tidak saja dilakukan oleh satu

pihak, karena böwö merupakan proses menerima dan memberi walaupun

dalam wujud dan jumlah yang berbeda.

Sesungguhnya, tidak ada istilah pelunasan böwö (mahar/jujuran) ,

karena böwö itu dalam konteksnya yang lebih luas harus selalu dilakukan

sepanjang manusia itu masih hidup. Manusia yang sudah tidak

melaksanakan böwö, ia bukan manusia yang beradab. Böwö sebagi cermin

keadaban yang tak bisa lepas dalam diri dan hidup manusia, karena justru

“böwö” yang mencirikhaskan manusia.(Nata’alui Duha, S.Pd. Museum

Pusaka Nias).

2.5. Ajaran Agama Kristen Protestan Tentang Keluarga

Setiap orangsangat penting untuk mempersiapkan diri dalam

berkeluarga, dan juga mereka yang telah berkeluarga juga harus belajar

prinsip terntang keluarga yang benar, agar keluarga menjadi harmonis dan

membawa kebahagiaan dalam serta sukacita dalam keluarga tersebut.

Keluarga terdiri dari seorang laki-laki dan perempuan yang bersatu

Pernikahan Kristen adalah perjanjian yang bersifat permanen antara

seorang laki-laki dan perempuan. Sifat-sifat pernikahan Kristen adalah:

monogami, eksklusif (tidak ada tambahan lagi), dan tetap, sepanjang

hidup, seperti yang tertulis pada Markus 10:9, “Karena itu, apa yang telah

(12)

Artinya bagi kita saat ini adalah agar setiap orang memasuki pernikahan

dengan komitmen untuk melakukan perjanjian bersama pasangan hidup di

hadapan Allah untuk memiliki pernikahan yang monogami, eksklusif dan

permanen.

Syarat dibentuk sebuah keluarga adalah kedewasaan sehingga

dapat membangun keluarga sendiri.Dewasa ini dinyatakan sebagai

kematangan dan kesiapan secara fisik, kejiwaan, kerohanian dan

kemandirian. Keluarga tersebut nantinya tidak mudah hancur karena

ketidakdewasaan kedua belah pihak.Dalam alkitab terdapat konsep

meninggalkan dan bersatu, yang dinyatakan di Kej 2:24 “Sebab itu

seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu

dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging”.

Adapun tujuan keluarga tersebut dibentuk berdasarkan ajaran

kristen antara lain.

a. Agar manusia hidup dalam komunitas, dan bukannya dalam

kesendirian dan kesepian. TUHAN Allah berfirman: “Tidak baik,

kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong

baginya, yang sepadan dengan dia.” (Kej 2:18)

b. Bahwa manusia akan menjadi pengelola bumi ciptaan

c. Bahwa manusia akan bertambah banyak dalam berkat Allah

Dalam sebuah keluarga dibutuhkan cara-cara dan komitmen yang

(13)

emosional sehingga tidak kehilangan sukacita berkeluarga. penting bagi

suami dan isteri untuk menjaga kekudusan dalam pernikahan, baik

sebelum menikah, maupun setelah menikah. Jika tidak, maka akan ada

ikatan-ikatan yang lain yang mengganggu kesatuan jiwa antara suami dan

istri.Suami isteri juga haruslah memiliki kesatuan tujuan, yaitu yang sesuai

dengan kehendak Tuhan Allah sendiri.

Pasangan suami-isteri dituntut untuk memiliki kesetiaan yaitu :

a. Kesetiaan secara seksual, tidak ada hubungan seksual di luar

pernikahan

b. Kesetiaan secara hati , artinya tidak ada orang lain di luar

keluarga asal yang boleh mengganggu kesatuan hati.

c. Kesetiaan secara prioritas, artinya memberi prioritas yang

tertinggi bagi keluarga dan tidak membiarkan ada hal yang lain

mengganggu prioritas ini, termasuk di dalamnya keluarga asal,

lingkungan sosial (teman-teman), pekerjaan, bahkan pelayanan.

d. Kesetiaan secara finansial yang berarti bertanggung jawab

untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan di dalam keluarga

Referensi

Dokumen terkait

Untuk tingkat kecerdasan naturalis rendah, kelompok yang mengikuti metode experiential learning lebih tinggi dalam meningkatkan pengetahuan konsep ekosistem siswa

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan yang dengan menggunakan analisis deskriptif dan inferensial, maka hasil yang diperoleh yaitu analisis deskriptif

Srikpsi ini berjudul “ Penerapan Model Cooperative Learning Type Buzz Group Sebagai Upaya Meningkatkan Keterampilan Mengemukakan Argumentasi Siswa Dalam

Semakin banyak kepemilikan institusional yang dimiliki perusahaan maka tingkat integritas laporan keuangan semakin tinggi, karena investor institusional merupakan

WIB, Panitia Pengadaan Barang/Jasa Pembangunan Data Center Haji Tahun 20123. melalui http://lpse.kemenag.go.id , berdasarkan jadual pembukaan file

Selanjutnya Pokja ULP akan mengadakan penilaian/evaluasi administrasi dan teknis terhadap surat penawaran yang memenuhi syarat/lengkap pada saat pembukaan penawaran, dan

[r]

Perhitungan sistem ini hanya digunakan dalam tekanan tertutupdan tangki bertekanan, walaupun kadang kala alat ini digunakan untuk tangkiyang terbuka juga, karena prinsip