PERUBAHAN KELEMBABAN RELATIF DAN KANDUNGAN UAP AIR UDARA PENGERING SELAMA PENGERINGAN CHIP SINGKONG
DENGAN CABINET DRYER DENGAN PEREKAMAN DATA MENGGUNAKAN MULTI MEDIA CARD
Devi Yuni Susanti1), Joko Nugroho Wahyu Karyadi1), dan Setiawan Oky Hartanto2)
1)
Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada,
2)
Alumni Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada
Jl. Flora No 1. Bulaksumur, Yogyakarta 55281;
ABSTRACT
The change on physical properties of drying air and the moisture content of cassava chip are important to be explored in order to evaluate drying process and the performance of dryer. The aim of this research was to evaluate the change on relative humidity of drying air, the amount of water vapour based on relative humidity record by multi media card and accumulation of drying process. The drying process was set in 3 variation of temperature (50, 60 and 70 °C) and 3 variation of chip’s mass (4, 8 and 12 kg). The amount of chip’s mass did not affect significantly on the rate of its temperature increasing, its evaporation rate and the accumulation of water vapour in drying air. The relative humidity of the air was decreased during drying. It showed that the accumulation of water vapour was removed largely by exhaust fan and its accumulation did not affect on the increasing of relative humidity significantly. Its accumulation can be seen as the difference of relative humidity in drying air in specific mass and zero mass of cassava chip.
Keyword: drying air, drying process, relative humidity, water vapour,
PENDAHULUAN
Pengeringan merupakan kegiatan yang sering dilakukan dalam proses pascapanen untuk memperpanjang umur simpan komoditas pertanian. Menurut Hall (1957) dan Brooker dkk (1974), proses pengeringan adalah proses pengambilan atau penurunan kadar air sampai batas tertentu sehingga dapat memperlambat laju kerusakan bahan pertanian akibat aktivitas biologis sebelum dimanfaatkan. Pengurangan kandungan air dari dalam bahan ini diharapkan dapat mengurangi resiko kerusakan bahan akibat aktifitas enzimatis dan biologi sehingga kualitas bahan pertanian dapat dipertahankan. Pengeringan bertujuan mengurangi kandungan massa air dari dalam bahan. Pengurangan tersebut ditujukan untuk
memudahkan penanganan selanjutnya, mengurangi biaya trasportasi dan pengemasan, mengawetkan bahan, meningkatkan nilai guna suatu bahan atau agar dapat memberikan hasil yang baik, mengurangi biaya korosi (Irawan, 2011)
Seperti komoditas lain, irisan/chips singkong dikeringkan dari kondisi segar hingga kadar air aman simpan. Kandungan air singkong segar berkisar 55 - 65% (Afriani, 2008). Kadar air agar singkong aman disimpan dan untuk diolah lagi adalah 14%.
Sebagian besar pengeringan produk pertanian di Indonesia dilakukan dengan sistem alami, yaitu dengan cara penjemuran di bawah sinar matahari. Keuntungan pengeringan dengan cara penjemuran di bawah sinar matahari adalah tidak memerlukan investasi biaya. Namun pengeringan tersebut memerlukan area, tenaga serta waktu yang lama serta memiliki kondisi yang tidak terkontrol. Dengan menggunakan mesin pengering, kondisi pengering dapat dikontrol sesuai kondisi proses yang diharapkan. Selain untuk menghindari kontaminasi kotoran dari luar, mesin dan alat pengering juga mampu mempercepat dan menghasilkan kualitas kering yang standar.
Perubahan sifat fisik udara dan bahan terjadi selama pengeringan. Perubahan tersebut merupakan hal yang penting untuk dikaji dalam melakukan evaluasi proses dan unjuk kerja mesin. Penelitian ini mengkaji perubahan kelembaban relatif udara pengering serta jumlah kandungan uap air udara berdasarkan Relatif Humidity terekam
multi media card (MMC), jumlah massa air diuapkan bahan serta akumulasi uap air
selama proses pengeringan selama pengeringan tray dryer (cabinet dryer) dengan variasi suhu dan massa bahan. Pengeringan dilakukan dengan variasi suhu 50, 60 dan 70oC serta variasi massa 4, 8 dan 12 kg. Perubahan sifat fisik udara pengering diukur dengan menggunakan alat pengukur suhu dan kelembaban melalui perekaman MMC.
METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada tanggal 10 Mei – 28 Oktober 2011 di Laboratorium Teknologi Pangan dan Pasca Panen, Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ubi kayu/singkong. Jenis singkong berasal dari Temanggung, diperoleh dari pedagang di Pasar Telo Karangkajen Jl. Sisingamangaraja, Karangkajen, Bontokusuman, Yogyakarta. Bahan yang digunakan sebanyak 72 kg. Disetiap perlakuan adalah 4, 8, dan 12 kg.
Alat
Peralatan yang digunakan adalah cabinet dryer model PSN – 150 dengan heater 12 kW dan suhu maksimum 200oC; mesin perajang (slicer); data logger/thermometer model 603 Type K/J DT-82 Merk Tenmars; thermo hygrometer merek SATO type SK – 90TRH; hotwire airflow merek Hisamitsu; dan analitical balance Merk Simadzu model AW 220.
Prosedur Penelitian
Singkong dikupas dengan pisau dan dirajang oleh mesin perajang secara melintang dengan rata-rata ketebalan chip berkisar ± 3 mm. Chip singkong pada setiap perlakuan ditata dalam 1 rak pengering dengan ukuran luas (150 × 100) cm2. Kadar air
chip singkong sebelum dikeringkan cukup tinggi yaitu sekitar 55 - 65% (wb).
Pengeringan dilakukan dengan cabinet dyer dengan variasi suhu pengering diatur sebesar 50, 60, dan 70oC.
Suhu dan kelembababn udara dalam ruang, inlet dan outlet diamati dalam interval waktu selama 15 menit. Posisi pengambilan data disajikan dalam Gambar 1.
Analisis Data
Perubahan sifat fisik udara pengering diamati melalui perbandingan grafik suhu,
relative humidity udara pengering hasil perekaman multi media card.
Jumlah uap air dalam ruang pengering dhitung berdasarkan nilai kanduang uap air pada RH terukur dalam dimensi ruang pengering menggunakan phsychrometric chart.
Jumlah uap air yang teruapkan dari bahan dapat dihitung dengan persamaan.1.
(1) t saat bahan dalam air t saat bahan dalam air saat t kan air teruap
m
m
m
1
Jumlah kandungan air dari pengukuran sifat fisik udara dihitung dengan persamaan 2. (2) Jumlah kandungan uap air yang terakumulasi dalam ruang dapat dihitung dari akumulasi massa uap air yang terbawa aliran masuk udara pengering dan dari penguapan bahan dikurangi massa uap air terbawa aliran udara keluar seperti disajikan dalam persamaan 3.
(3)
1 sampai 3 = titik pengambilan data suhu bahan (Ti)
4 = titik pengambilan data RH ruang dan suhu ruang
5 = Thermo Hygrometer
6 = Thermometer (mengukur suhu bahan)
7 = Thermo Hygrometer (mengukur RH dan suhu udara keluar) 8 = Airflow (mengukur kecepatan udara keluar)
9 = Panel ; 10 = Dumper
Gambar 1. Skema titik pengambilan data dalam pengering cabinet dryer
HASIL DAN PEMBAHASAN
Proses pengeringan chip singkong dengan menggunakan tray dryer dilakukan dengan menggunakan media udara panas. Proses transfer panas terjadi dari media udara pengering menuju chips singkong. Chip singkong mulai dimasukkan ketika suhu udara dalam ruang pengering mencapai suhu yang diseting. Proses transfer panas terjadi karena perbedaan suhu udara pengering dan suhu chip singkong sebagai driving force
ruang dalam udara ruang dalam udara ruang ruang dalam udara air uap
V
ρ
w
m
uapairmasuk uapairbahan
uap airkeluar akumulasi air uap.
.
m
.
.
m
Q
w
Q
w
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10perpindahan energi. Riwayat perubahan suhu bahan ditampilkan dalam Gambar 2. Tingginya perbedaan suhu chip singkong dan udara pengering saat awal pengeringan menyebabkan kenaikan suhu bahan berjalan lebih cepat. Proses perpindahan panas terjadi secara konveksi serta perpindahan panas secara konduksi dan radiasi tetap terjadi dalam jumlah yang relative kecil (Irawan, 2011). Kenaikan suhu bahan kemudian semakin melandai menuju keseimbangan dengan semakin berkurangnya perbedaan suhu
chip dan udara pengering. Setelah terjadi penguapan air, uap air yang terbentuk
dipindahkan melalui struktur bahan ke medium sekitarnya. Panas disediakan untuk menguapkan air dan air harus mendifusi melalui berbagai macam tahanan agar dapat lepas dari bahan dan berbentuk uap air yang bebas. yang digunakan. Proses ini terkait dengan aliran fluida yang harus ditransfer melalui struktur bahan selama proses pengeringan berlangsung (Irawan, 2011).
Gambar 2. Riwayat suhu bahan pada suhu pengeringan 50 °C (A), 60 ° (B) dan 70 ° (C)
Dari Gambar 3 terlihat bahwa pada setting suhu yang lebih rendah, semua panas direspon bahan dengan cepat sehingga tidak terdapat perbedaan suhu diantara ketiga variasi massa. Perbedaan kenaikan suhu chip singkong dengan variasi massa mulai terlihat saat setting suhu dinaikkan sehingga bahan dengan massa yang lebih rendah meningkat lebih cepat menuju suhu setting walau tidak begitu signifikan. Waktu proses pemanasan tergantung pada jenis dan jumlah bahan yang dipanaskan (Merrit dan White, 1943). Suhu bahan akan meningkat menuju suhu udara yang dihembuskan dalam ruangan seperti ditampilkan dalam Gambar 2.
0 10 20 30 40 50 60 70 0 300 600 su h u ( C ) waktu (menit) massa 4 kg massa 8 kg massa 12 kg 0 10 20 30 40 50 60 0 300 600 suhu ( C ) waktu (menit) 0 10 20 30 40 50 60 70 0 300 600 suhu (C ) waktu (menit)
Gambar 3. Riwayat RH ruang pengering pada massa 4 kg(A), 8 kg (B) dan 12 kg (C)
chip singkong
Gambar 4. Jumlah uap air berdasarkan RH terukur suhu 50° C (A), 60 °C (B) dan 70 °C (C)
Respon panas chips singkong menunjukkan besarnya panas udara pengering yang diserap chips singkong. Panas tersebut selain mengubah panas sensible chip singkong, juga digunakan untuk penguapan. Jumlah air yang teruapkan pada chips singkong dihitung berdasarkan selisih massa air mula berdasarkan perubahan kadar air
chips singkong (Henderson dan Perry, 1976). Selanjutnya setelah terjadi penguapan air,
uap air yang terbentuk harus dipindahkan melalui struktur bahan ke medium sekitarnya (Irawan, 2011).
Semakin tinggi suhu, penguapan air chip terlihat semakin cepat. Hal ini ditunjukkan dengan waktu pengeringan yang semakin pendek pada suhu udara
0,00 0,02 0,04 0,06 0,08 0,10 0,12 0,14 0 200 400 600 U ap a ir r u an g (k g H 2 O ) Waktu (menit) 0 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05 0,06 0,07 0,08 0,09 0 200 400 600 U ap a ir r u an g (k g H 2O ) Waktu (menit) 0,00 0,02 0,04 0,06 0,08 0,10 0,12 0,14 0 200 400 600 U ap a ir r u an g (k g H 2 O ) Waktu (menit) massa 4 kg massa 8 kg massa 12 kg kosong 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 0 300 600 RH ( %) waktu (menit) 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 0 300 600 RH (% ) waktu (menit) massa 4 kg massa 8 kg massa 12 kg kosong 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 0 300 600 RH ( % ) waktu (menit)
pengering yang lebih tinggi. Jumlah air yang diuapkan (Gambar 5) selama proses pengeringan meningkat hingga titik tertentu dan melandai ketika kadar air bahan mencapai kadar air kondisi setimbang dengan kelembaban relative udara lingkungan. Kadar air ini dipengaruhi kelembapan udara nisbi serta suhu udara pada bahan kering. Pada titik tersebut, penguapan air pada bahan akan terhenti dan jumlah molekul-molekul air yang akan diuapkan sama dengan jumlah molekul air yang diserap permukaan bahan (Siswanto, 2004).
Gambar 5. Jumlah massa diuapkan bahan terukur suhu 50° C (A), 60 °C (B) dan 70 °C (C)
Besarnya air yang diuapkan dari bahan akan menambah kelembaban udara dalam ruang pengering. Jika penambahan kelembaban akibat penguapan chip singkong ini tidak diimbangi dengan pembuangan udara keluar oleh hisapan exhaust fan maka kelembaban ini akan terakumulasi dalam ruang pengering (Gambar 6). Hal ini menyebabkan ruang pengering mengalami kejenuhan uap air sehingga memperlambat penguapan air dari bahan pangan serta menurunkan laju penguapan air dari dalam bahan dan memperlambat proses pengeringan (Estiasih, 2009). Exhaust fan berfungsi menghisap udara didalam ruang untuk dibuang keluar, dan pada saat bersamaan menarik udara segar diluar kedalam ruangan. Nilai prediksi uap air dalam ruang berdasarkan RH terekam tersaji pada Gambar 4.
0 1 2 3 4 5 6 7 0 200 400 600 u a p e n gu ap an b ah an ( kg H2 O ) waktu 0 1 2 3 4 5 6 7 0 200 400 600 u a p e n gu ap an b ah an ( kg H2 O ) Waktu (menit) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 0 200 400 600 u a p e n gu ap an b ah an ( kg H2 O ) waktu massa 4 kg massa 8 kg massa 12 kg
Gambar 6. Jumlah akumulasi uap air suhu 50° C (A), 60 °C (B) dan 70 °C (C) Pada kondisi bahan kosong, RH yang terukur seperti disajikan dalam Gambar 3 udara lebih rendah atau sebagai base line grafik RH dengan bahan. Fenomena ini dapat ditelaah melalui psychrometric chart pada proses pemanasan sensible. Selain itu penurunan tersebut juga disebabkan oleh hisapan exhaust fan yang membuang uap air dalam ruang pengering. RH udara dalam ruang pengering mengalami proses penurunan selama pengeringan. Nilai RH dan kecepatan udara pengering merupakan faktor eksternal yang juga mempengaruhi laju pengeringan selain faktor internal dari dalam bahan. Faktor eksternal tersebut mencakup kecepatan udara, RH dari udara, dan temperatur udara. Sedangkan faktor internal adalah struktur batubara yang berupa ukuran, kandungan dan distribusi dari pori-pori bahan (Irawan, 2011)
Diawal pengeringan, RH udara pengering tinggi karena berasal dari lingkungan Indonesia yang telah memiliki RH tinggi serta kandungan air awal (Irawan , 2011). Hal ini menunjukkan bahwa kinerja exhaust fan dalam mengeluarkan dan mensirkulasi udara pengering bekerja optimal dalam mempertahankan bahkan menurunkan RH udara pengering agar pengeringan kontinyu dan tuntas.
Semakin tinggi suhu udara pengering semakin cepat penguapan. Semakin banyak massa chip singkong yang dikeringkan, semakin banyak prediksi massa uap air dalam ruang. Hal ini dikarenakan beban pemanasan yang semakin tinggi serta peningkatan akumulasi kelembaban udara yang semakin tinggi pula. Sehingga semakin
0 1 2 3 4 5 6 7 8 0 200 400 600 U ap a ir a ku m u la si ( kg H 2 O ) Waktu (menit) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 200 400 600 U ap ai r a ku m u la si ( kg H 2 O ) Waktu (menit) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0 200 400 600 U ap a ir a kum ulas i (kg H2 O ) Waktu (menit) massa 4 kg massa 8 kg massa 12 kg ruang kosong
tingginya peningkatan kelembaban udara pengering perlu diimbangi dengan peningkatan kecepatan sirkulasi udara pengering. Dengan demikian sifat fisik udara pengering berupa kelembaban dan suhu sangat berpengaruh pada laju pengeringan. dipengaruhi oleh factor eksternal dan internal dalam proses pengeringan. Selain faktor external, faktor internal berupa ukuran, kandungan dan distribusi dari pori-pori juga berpengaruh pada laju oengeringan (Irawan, 2011). Prediksi uap air dalam ruang berdasar RH terukur pada pengeringan 60°C sedikit lebih tinggi daripada suhu 70°C dimungkinkan mulai terjadinya gelatinisasi pati yang mengubah struktur pori dalam bahan sehingga berpengaruh pada laju pengeringan.
KESIMPULAN
Massa bahan yang dikeringkan berpengaruh pada kecepatan transfer panas udara pengering menuju bahan dan kecepatan penguapan bahan selama pengeringan. Peningkatan suhu meningkatkan jumlah air bahan yang diuapkan dan jumlah air terakumulasi dalam ruang pengering. Peningkatan akumulasi jumlah uap air dalam udara pengering tidak signifikan menambah RH ruang pengering jika diimbangi laju pengeluaran udara pengering yang cepat dengan exhaust fan sehingga RH terekam MMC tetap menurun namun masih diatas RH saat kosong. Perbedaan RH pada kondisi kosong tanpa bahan dan dengan bahan mengindikasikan akumulasi uap air selama proses pengeringan.
DAFTAR PUSTAKA
Afriani LH. 2008. Teknologi Pengawetan Pangan. Penerbit Alfabeta. Bandung.
Brooker DB, Bakker-arkemaand FW, Hall CW. 1974. Drying Cereal Grains. The AVI publishing Company. Inc. Wesport
Estiasih, Teti dan Ahmadi K. 2009. Teknologi Pengolahan Pangan. Bumi Aksara. Malang,
Hall CW. 1957. Drying and Storage of Agriculture Crops. The AVI Publishing Company. Inc. Westport.Connecticut
Henderson SM, Perry RL. 1976. Agricultural Process Engineering 3th. Edition, The AVI Publishing Company.Inc. Wesport Connecticut. USA
Irawan A, 2011. Modul Laboratorium. Pengeringan. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Indonesia
Merrit R, Muller RE, dan WhiteAH. 1943. Partial Pyrolisis of Wood. Ind. Eng. Chem. 35 Hlm : 297-301
Siswanto, Widiyastuti Y. 2004. Penanganan Hasil Panen Tanaman Obat Komersial. Edisi Revisi. Penebar Swadaya. Depok. Indonesia