• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. mendasar dalam pola kehidupan mereka.pengaruh globalisasi yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. mendasar dalam pola kehidupan mereka.pengaruh globalisasi yang"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Kontek Masalah

Kehadiran pemulung memang bukan hal baru, tetapi ada perubahan

mendasar dalam pola kehidupan mereka.Pengaruh globalisasi yang

menyebabkan kota mengalami tekanan lebih keras daripada sebelumnya tidak

secara serta-merta memunculkan kecenderungan sifat yang pasrah dalam

menghadapi masa depan dan menyerah pada nasib. Bahkan, mereka lebih berani

menampakkan diri ketika mereka menjalankan aktivitas. Mereka juga tegar

ketika menghadapi tekanan tekanan struktural seperti penggusuran dari pihak

negara yang menganggap bahwa mereka merupakan sumber kekumuhan dan

perusak ketentraman yang sulit diatur dan hanya menjadi permasalahan bagi

pemerintah kota. Mereka juga tidak terlalu peduli dengan warga kota yang

umumnya mencitrakannya secara negatif (Twikromo, 1999). Sebagai subjek

aktif, tetap kreatif dalam melahirkan taktik taktik baru yang mereka peroleh dari

pengalaman-pengalaman sebelumnya. Taktik taktik tersebut merupakan upaya

mereka untuk menciptakan kondisi yang dapat menghasilkan dan

menguntungkan dalam rangka mencapai tujuan-tujuan mereka, yakni

pemenuhan kebutuhan hidup mereka, sehingga mereka dapat tetap bertahan

dalam menghadapi lingkungan dan kondisi sosial yang berubah-ubah di tengah

kemiskinan perkotaan.

Pelaksanaan pembangunan di Indonesia pada hakekatnya bertujuan

(2)

berdaya saing, berkeadilan, damai dan demokrasi dalam Negara Kesatuan

Republik Indonesia. Dari sisi pemerataan dan perimbangan hasil-hasil

pembangunan, masih terdapat ketimpangan-ketimpangan pada sektoral dan

regional. Hasilnya, kota dijadikan sebagai pusat perdagangan, pusat ekonomi,

pusat pemerintahan, pusat pendidikan dan pusat sosial budaya serta memiliki

fasilitas-fasilitas lebih baik dari pedesaan. Kota juga dijadikan fokus utama

dalam penanaman modal dan investasi dimana sebagai pusat berdirinya

pabrik-pabrik yang membuat penduduk desa tergiur untuk datang dan hidup

di kota. Dalam perkembangannya kota akan dipadati kaum urban dari

pedesaan untuk mencari peluang kerja tanpa berbekal keterampilan dan

keahlian serta mempunyai tingkat pendidikan yang relatif rendah. Semua akibat

ini muncul dari suatu konsep pembangunan yang bias urban dan mengabaikan

kaum tertinggal di pedesaan. Dampak lanjutannya adalah kini muncul

masalah diperkotaan seperti yang disebut dengan pemulungan.

Suatu fenomena yang juga muncul di wilayah perkotaan adalah kaum

migran di kota umumnya menginginkan peluang kerja di sektor formal.

Sementara peluang kerja formal yang tersedia di kota masih terbatas,

sehingga ini menimbulkan permasalahan keterbatasan penampungan tenaga

kerja atau pengangguran. Menurut Manning dan Tadjudin (1996) faktor lain

yang menjadi daya tarik orang bekerja di sektor informal antara lain : (a) sektor

ini pada umumnya merupakan pekerjaan yang tidak mengikat, dan merupakan

bidang kerja yang sangat mudah dimasuki tanpa memenuhi persyaratan

seperti syarat akademik. Sektor informal yang merupakan usaha mandiri di

(3)

sebagainya. Pemulung menurut Yakob Rebong dan Yoto Widodo (1996),

adalah bentuk aktivitas dalam pengumpulan bahan-bahan bekas yang masih

bisa dimanfaatkan (didaur ulang). Aktivitas tersebut terbagi kedalam 3

klasifikasi di antaranya tauke besar, tauke kecil dan pemulung.

Pemulungan atau pengumpulan bahan-bahan bekas (limbah) yang

masih bias dimanfaatkan merupakan kegiatan usaha yang relatif sulit untuk

diidentifikasi atau dikelompokkan sebagai kegiatan ekonomi karena usaha ini

kelihatannya sangat sederhana. Jika diteliti lebih jauh ternyata kegiatan tersebut

tidak berbeda dengan kegiatan eksploitasi sumber daya alam renewable

lainnya seperti nelayan, petani garam dan lain-lain yang menghasilkan

produk bernilai ekonomi. Kegiatan mengumpulkan bahan-bahan bekas

diantaranya kertas, kardus, besi, plastik dan lain-lain, kemudian dijual kepada

para lapak. Bahan bahan yang dikumpulkan selanjutnya didaur ulang menjadi

barang-barang yang dapat dimanfaatkan manusia dan benilai ekonomis.

Dalam kegiatan tersebut pemulung bahkan mampu menghasilkan nilai tambah

yang relatif tinggi karena biaya produksi yang diperlukan mereka sangat

rendah bahkan mendekati nol. Demikian juga peralatan yang digunakan

sangat sederhana sehingga nilainya sebagai aset produksi juga sangat rendah

sehingga hampir tidak dapat diperhitungkan

Meskipun telah maju, kegiatan ekonomi atau usaha bisnis dimaksud

seringkali masih membutuhkan dukungan dan bantuan pihak luar (eksternal)

sehingga lebih maju dan berhasil. Bantuan secara eksternal dapat berupa

pendanaan (dalam bentuk berbagai bantuandan kredit), pembinaan untuk

(4)

dan kursus keterampilan, bantuan pengembangan teknologi, kerjasama untuk

mencapai pasar serta berbagai bantuan lainnya. Sering kali berbagai bantuan

di atas dikemas dalam paket-paket program pemberdayaan yang bertujuan

meningkatkan kemampuan pelaku dan produktivitas usaha yang dijalankan

sehingga menghasilkan output dan pengembalian yang lebih tinggi.

Pada kelompok masyarakat pemulung yang kegiatan usahanya sangat

rendah tingkatannya, kemampuan internal yang melekat pada pelaku usaha

(pemulung) pada dasarnya belum terbentuk. Dalam lingkungan usaha seperti

ini, peningkatan kemampuan pengelolaan usaha sangat utama harus mengalir

dari pihak luar dalam berbagai bentuk pembinaan dan pemberdayaan. Suatu

kondisi keterbatasan yang turut mengikat kemajuan usaha di kalangan

pemulung adalah kehidupan keluarga dengan tingkatan sosial dan ekonomi

yang sangat rendah. Kondisi ini membentuk perilaku pemulung yang dapat

saja menjadi kendala ketika mereka dihadapkan dengan kondisi-kondisi

dinamis yaitu aspek-aspek kelayakan yang dibutuhkan pada sebuah usaha yang

maju. Dalam situasi seperti ini peranan pihak dan atau lembaga pemberdayaan

kepada masyarakat baik dari lembaga pemerintah maupun swasta menjadi

sentral. Besarnya jumlah pemulung telah menimbulkan permasalahan baik

dikalangan mereka sendiri maupun lingkungannya.

Secara operasional sektor informal yang berkembang di perkotaan

umumnya adalah bidang industri pengolahan, satu jenis pekerjaan sektor tersebut

yang dapat di katakan penting adalah perdangan sampah. Perdangan ini

berkembang dalam kehidupan masyarakat indonesia dari tiga kondisi yang

(5)

tersebut. Kedua, sampah sampah ini secara kualitas maupun kuantitas dapat

memenuhi permintaan pasar dalam bidang industri. Ketiga. Keberadaan dari

masyarakat golongan bawah yang menjadikannya sebangai sumber penghidupan

( Daniel T. Sicular, Pokets in Indonesia Cities : The case of Scavenger, World

development, Vol.9 , 1991, hal 141) . Ujung tombak dalam bidang perdangan

sampah adalah sosok pemulung. Banyak konsep yang di berikan untuk

menjelaskan sosok ini. S Wibowa & R. Sochib (aktivitas pengumpulan barang

bekas. Studi kasus LPA Srengse kelapa dua jakarta, 1987, hal 5) melihat mereka

sebangai orang yang pekerjaannya memungut barang barang yang sudah tidak

terpakai lagi sebangaimana mestinya. Makarin, melihat pemulung sebangai

pemungut samah (barang bekas/sisa) yang kemudian menjua kembali apa yang

sidapatnya kepada penampung, dalam bekerja mereka membawa hasil

pungutannya dengan keranjang yang di gendong atau gerobak yang didorong.

Pemulung sebangai orang yang menggeluti lapangan kerja sektor

informal umumnya memilliki potensi kerja yang rendah. Mereka tidak dapat

memastikan berapa banyak sampah yang mereka cari atau kumpulkan setiap

harinya serta berapa besar hasil yang didapat dari kerja ini.. Demikian pula

keterbatasan dalam penguasaan sumber daya yang perlukan untuk melakukan

kegiatannya. Disini pemulung sama sekali tidak memillki bargaining power.

misalnya saja mereka tidak dapat menjual secara bebas hasil kerja mereka

dengan harga yan mereka temukan.

Tetapi walaupun berada pada posisi paling bawah dalam hirarki

perdangan sampah, terjadi pemulung dapat bertahan hidup dalam struktur

(6)

mekanisme adaptasi yang mereka kembangkan untuk mengatasi keterbatasan

yang melingkupi dirinya. Dan keadaan ini menimbulkan pertayaan tetang

mekanisme adaptasi yang bangaimana yang mereka kembangkan sehingga

mereka dapat bertahan hidup. Pertayaan ini di harapkan dapat menjadi pembuka

pada permasalahan permasalahan yang menjadi pokok perhatian dalam

penilitian.

1.2. Fokus Masalah

Adapun masalah yang terdapat dalam penelitian ini adalah bagaimanakah

komunikasi kelompok dikalangan pemulung untuk bertahan hidup di Tempat Pembuangan Akhir Namo Bintang Simpang Kongsi, Kecamatan Pancur

Batu?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah

1. menjelaskan proses komunikasi kelompok dikalangan pemulung untuk

bertahan hidup di Tempat Pembuangan Akhir Namo Bintang Simpang

Kongsi, Kecamatan Pancur Batu.

2. Menjelaskan alasan menjadi pemulung di Tempat Pembuangan Akhir

Namo Bintang Simpang Kongsi, Kecamatan Pancur Batu.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki manfaat untuk diri sendiri maupun orang lain.

Adapun manfaat yang akan diperoleh dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Dapat memberikan sumbangan pemikiran serta dorongan kepada

(7)

mengenai pola jaringan komunikasi di FISIP USU, khususnya di

bidang ilmu komunikasi.

2. Dalam memberikan gambaran secara teoritis, berguna untuk

memperkaya penelitian dan dapat memperluas cakrawala pengetahuan

peneliti serta mahasiswa FISIP USU mengenai komunikasi sosial.

3. Dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada pembuat

kebijaksanaan, khususnya dalam menangani masalah pemulung dan

masyarakat miskin pada umumnya.

4. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan

positif dan dapat dijadikan bahan kajian dalam rangka memperluas

Referensi

Dokumen terkait

menulis Aktivitas partisipatif dan tugas menulis Observasi, partisipasi , unjuk kerja Mampu menjelaskan pengertian Bahasa Indonesia baku 5 % Bobot partisipasi

Pembiayaan mudharabah yaitu bentuk pembiayaan atau penyaluran dana yang dilakukan antara bank dengan pengelola dana. Bank menyediakan pembiayaan modal untuk usaha

Angka ini meningkat mencapai 1.967.400orang pada tahun 2014 ( Tabanan Dalam Angka, 2015) Kabupaten Tabanan juga memiliki objek wisata yang cukup banyak dikunjungi

Eksplan yang digunakan pada media perlakuan PEG berupa stek satu mata tunas dengan ukuran 0.5 cm yang diperoleh dari planlet tanaman kentang hasil subkultur.. Eksplan

Apakah Dinas Kesehatan memiliki peta kapasitas atau data kapasitas sumber daya yang dapat digunakan untuk penanggulangan krisis kesehatan. (SDM, Sarana

Gas tersebut terdiri dari N molekul berada dalam wadah yang terisolasi dan dibagi dalam dua bagian yang sama (A dan A`)..

“ Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya berkewajiban melindungi Usaha Tani yang dilakukan oleh Petani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) dalam

Perilaku merawat organ genital pada remaja putri di dusun Nanggulan Gadingsari Sanden Bantul Yogyakarta sebelum penyuluhan yaitu dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pada