• Tidak ada hasil yang ditemukan

MANAJEMEN STRESS BAGI PEKERJA KEMANUSIAAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MANAJEMEN STRESS BAGI PEKERJA KEMANUSIAAN"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

Save the Children,

Indonesia Field Office

MANAJEMEN STRESS BAGI

PEKERJA KEMANUSIAAN

Disusun Oleh:

Nathanael Sumampouw & Ibnu Mundzir

Pusat Krisis Fakultas Psikologi UI

Pusat Krisis

(2)

Daftar Isi

1. Mengenali Stres Sebagai Bagian dari Kehidupan 2

Reaksi Stres 3

Stres Tidak Selalu Berdampak Negatif 5

2. Pekerja Kemanusiaan: Situasi Sulit dan Tantangannya 8

Bekerja Sebagai Pekerja Kemanusiaan 8

Pekerja Kemanusiaan dan Kehidupan Pribadinya 11

Kejenuhan (Burn-out) 13

Stres atau Trauma Sekunder 16

Kelelahan Kepedulian (Compassion fatigue) 17

3. Kita Punya Kendali terhadap Stres 19

Pentingnya Mengelola Masalah dan Kesulitan 19

Intervensi 1: Intervensi Terhadap Situasi Kehidupan 21

Intervensi 2: Intervensi Persepsi 24

Intervensi 3: Intervensi Respons Emosi 25

Intervensi 4: Intervensi Respons Fisik/Faali 25

4. Memecahkan Masalah yang Dialami 27

5. Pikiran atau Keyakinanku Mempengaruhiku 33

Proses Penciptaan Selalu Terjadi Dua Kali 33

Pengalaman Pemikiran Konsekuensi 34

Berhenti Berpikir 35

Positive Self Talk 36

Ketika Kegagalan Terus Dialami 39

6. Relaksasi dan Olahraga untuk Meningkatkan Kesehatan Fisik dan

Mental 40

Relaksasi 40

Olahraga 45

(3)

Mengenali Stres Sebagai Bagian dari Kehidupan

1

Istilah ‘stres’ sudah sejak lama kita gunakan dalam pembicaraan sehari-hari. Stres adalah suatu keadaan tidak nyaman pada seseorang karena adanya

perubahan dalam diri atau lingkungan yang menuntut adanya penyesuaian.

Seseorang dituntut untuk menyesuaikan diri karena keadaan stres membebani sumber daya orang tersebut dan mengganggu kesejahteraannya.

Stres merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Hal ini terjadi karena kehidupan manusia tidak bisa dilepaskan dari perubahan yang terjadi di lingkungan maupun diri sendiri. Karenanya, setiap orang pasti pernah mengalami stres.

Setiap orang memiliki pengalaman hidup yang unik. Karenanya, setiap orang sumber stres yang berbeda dari orang lain. Sumber stres seseorang sangatlah bervariasi. Sumber stres dapat berupa:

1. Stres yang bersifat ringan yang dapat bersumber dari kegiatan sehari-hari, misalnya harus bangun pagi dan berangat ke tempat kerja dengan terburu-buru.

2. Stres yang berat yang disebabkan oleh peristiwa yang terjadi secara mendadak dan melampaui batas kesiapan seseorang, misalnya: kehilangan orang terdekat karena kecelakaan atau karena hilangnya harta benda karena bencana alam yang dahsyat.

3. Stres kumulatif yang disebabkan oleh keadaan tidak menyenangkan yang terjadi secara terus–menerus sehingga akhirnya terasa sangat berat bebannya, seperti menderita suatu penyakit kronis atau hidup di daerah konflik bersenjata.

Selain pengalaman negatif, pengalaman positif juga dapat menjadi sumber stres. Misalnya, seorang laki-laki yang baru saja menikah merasa khawatir apakah dirinya dapat menghidupi keluarganya setelah menikah. Seorang staf muda yang mendapatkan kenaikan jabatan mengatakan bahwa dirinya mengalami sulit tidur karena merasa enggan menjadi atasan dari senior-seniornya yang jauh lebih tua dan lebih berpengalaman dari dirinya.

1

(4)

Reaksi Stres

Sumber stres yang berbeda dapat menimbulkan reaksi atau penghayatan stres yang berbeda. Secara umum, reaksi stress dalam diri seseorang tampil dalam empat aspek yaitu: aspek fisik, aspek emosi, aspek pikiran dan aspek perilaku. 1. Aspek Fisik

Reaksi fisik seseorang dalam menghadapi stress merupakan reaksi yang paling sulit dikendalikan. Reaksi fisik terjadi secara otomatis. Dalam menghadapi stress, reaksi fisik yang dialami seseorang tampil sebagai reaksi yang dapat diamati oleh orang lain maupun reaksi yang hanya dirasakan dan diketahui oleh seseorang yang mengalaminya. Contoh reaksi fisik adalah: peningkatan detak jantung, munculnya keringat, ketegangan pada otot, sakit kepala dan gangguan tidur.

2. Aspek Pikiran

Aspek pikiran terdiri dari keadaan dan isi pikiran seseorang. Contoh keadaan pikiran yang dipengaruhi oleh stres adalah sulit berkonsentrasi atau terus menerus memikirkan masalahnya. Isi pikiran seseorang yang dipengaruhi oleh stres cenderung bersifat negatif, seperti pikiran bahwa dirinya tidak berguna lagi, pemikiran bahwa lebih baik mati daripada hidup namun menderita, atau pemikiran bahwa tidak ada lagi orang lain yang peduli terhadap dirinya.

Isi pikiran seseorang ketika menghadapi stress sebenarnya dapat dikendalikan menjadi lebih baik atau diubah menjadi lebih positif. Isi pikiran yang lebih positif dapat membantu seseorang menghindari dampak stres yang lebih buruk. Hal ini akan dijelaskan pada bab khusus mengenai manajemen stres.

3. Aspek Emosi (Perasaan)

Seseorang yang mengalami stres akan merasakan berbagai jenis emosi. Pada umumnya, emosi-emosi tersebut bersifat negatif seperti: sedih, marah, kecewa, bingung, gelisah, frustrasi, dan perasaan tidak berdaya.

4. Aspek Perilaku

Reaksi dalam aspek perilaku merupakan reaksi stres yang paling jelas karena dapat diamati oleh orang lain. Orang lain dapat dengan mudah memberikan penilaian bahwa orang lain sedang stres karena orang tersebut menunjukkan perilaku yang berbeda dari biasanya ia lakukan. Reaksi stres dalam aspek perilaku ini sangat berkaitan dengan ketiga aspek lainnya. Misalnya: seseorang

(5)

anak usia sekolah yang ibunya meninggal merasakan kesedihan yang mendalam (aspek emosi) disertai dengan suhu badan yang tinggi (aspek fisik) dan menarik diri dari interaksi dengan orang lain (aspek perilaku).

Perilaku yang ditampilkan dalam batas-batas tertentu merupakan suatu reaksi yang wajar sebagai respons terhadap stress. Suatu perilaku sebagai reaksi stress perlu diperhatikan lebih lanjut jika tampil pada seseorang secara berlebihan atau bahkan sebaliknya sangat minim. Sebagai contoh: jika anak yang ditinggal ibunya tersebut, berteriak/menjerit-jerit sambil membanting-banting barang yang dilihatnya (aktif) atau sebaliknya malah tidak mau berbicara pada siapapun, tidak mau melakukan kegiatan apapun (pasif). Gejala tersebut perlu mendapatkan perhatian lebih lanjut.

Sumber stress yang sama dapat menimbulkan respon yang berbeda pada orang yang berbeda. Tiap orang juga memiliki daya tahan yang berbeda dalam menghadapi stres. Terdapat 2 faktor utama yang melatarbelakangi hal tersebut, yaitu: faktor internal (dalam diri seseorang) dan faktor eksternal (dukungan sosial).

1. Faktor Internal:

• Karakteristik seseorang

Karakteristik tersebut antara lain: usia, jender, status ekonomi dan tingkat pendidikan.

• Pengalaman stress sebelumnya

Pengalaman seseorang menghadapi stress akan membantunya dalam menghadapi stress serupa di masa mendatang.

• Tipe kepribadian

Terdapat suatu tipe kepribadian yang disebut dengan Tipe A. Tipe kepribadian ini terdiri dari sekumpulan sifat yang relatif menetap seperti dorongan untuk berkompetisi secara berlebihan, agresif, tidak sabar, selalu terburu-buru dan seringkali merasa cemas atau tidak aman. Orang dengan kepribadian tipe A beresiko tinggi menderita sakit seperti serangan jantung ketika mengalami stress.

• Pikiran

Beberapa ahli berpandangan bahwa pikiran sangat menentukan dampak dari pengalaman sulit yang dialami. Contohnya, ada dua orang staf yang di-PHK. Staf pertama berpikir bahwa tidak akan mampu memperoleh pekerjaan kembali untuk menghidupi keluarganya. Staf kedua berpikir bahwa ia akan

(6)

dapat mencoba pekerjaan baru. Dengan perbedaan pikiran tersebut, staf pertama akan cenderung menampilkan reaksi stres yang lebih parah dibandingkan staf kedua. dengan seseorang yang tidak berpikir demikian ketika mengalami hal yang sama.

2. Faktor Eksternal (Ada/tidaknya dukungan sosial)

Dukungan sosial dapat membantu seseorang dalam menghadapi stress. Dukungan sosial yang dimaksud disini adalah kehadiran orang lain (yang dianggap bermakna oleh orang yang mengalami stres) yang dapat memberikan bantuan dalam bentuk apapun dalam mengatasi stress. Sebagai contoh, pekerja kemanusiaan yang memiliki keluarga yang mendukung pekerjaannya akan lebih dapat menghadapi stress pekerjaannya dari pada staf yang keluarganya tidak mendukung.

Kedua faktor ini (internal dan dukungan sosial) saling berinteraksi satu sama lainnya pada tiap seseorang dalam menampilkan reaksi/penghayatannya terhadap stress yang dialami.

Stress Tidak Selalu Berdampak Negatif

Pada bagian sebelumnya telah dijelaskan bahwa stres tidak hanya bersumber dari pengalaman hidup yang negatif saja. Selain itu, stres yang dialami juga tidak selalu berdampak negatif berupa penderitaan atau kesusahan. Stres dapat menjadi motivator atau pendorong untuk mencapai keadaan yang lebih baik. Stres dapat berdampak positif. Stres yang berdampak positif ini dikenal dengan istilah eustres. Stres dalam bentuk yang positif ini dibutuhkan oleh tiap orang untuk pengembangan diri.

Mengapa demikian? Berdasarkan hasil penelitian, stres dalam batas tertentu memungkinkan seseorang untuk menggunakan sumber daya dan kemampuan yang dimilikinya (dalam diri maupun di luar diri, mis: orang-orang disekelilingnya) secara optimal sehingga orang-orang tersebut dapat menampilkan prestasi/pencapaian hasil yang baik. Stres dalam batas tertentu juga dapat meminimalkan resiko dialaminya suatu penyakit. (lihat grafik berikut ini)

(7)

Tinggi Tinggi

Rendah Optimal Tinggi Rendah Optimal Tinggi

Gambar 1: Stres – Kerentanan penyakit Gambar 2: Stres – Prestasi

Hubungan stres dan penyakit seperti huruf U (gambar 1). Stress yang tinggi (diatas kadar optimal) membuat seseorang lebih mudah terkena penyakit. Sebaliknya, stres yang terlalu sedikit ternyata membuat seseorang lebih mudah terkena penyakit juga, contohnya adalah seseorang yang menyepelekan kondisi kesehatannya (tingkat stres rendah) cenderung kompromi terhadap perilaku-perilaku yang tidak sehat, seperti: tidur larut malam, merokok berlebihan, dan lain–lain. Ada kadar stres optimal yang berdampak pada kesehatan tubuh yang prima.

Pada gambar 2, dalam batas tertentu (batas optimal), stres diperlukan untuk dapat meningkatkan prestasi. Ketika seseorang tidak merasakan stres atau tidak merasakan adanya tekanan dalam kehidupan, ia sulit untuk memacu dirinya untuk berprestasi atau menjadi lebih baik. Sebaliknya, ketika seseorang merasa terbebani karena stres yang sangat berat maka ia tidak berdaya. Contohnya adalah ketika seseorang akan menghadapi ujian. Seseorang yang merasa sangat cemas akan sulit untuk memusatkan konsentrasinya dalam belajar. Akibatnya, prestasinya rendah. Demikian pula ketika seseorang merasa tidak merasa cemas sama sekali atau bersikap santai terhadap ujian sehingga tidak mendorong dirinya untuk belajar. Prestasi yang rendah juga dialami. Oleh karena itu, yang diperlukan adalah mengelola stres agar tidak menimbulkan dampak yang negatif.

Prestasi

Stres

Rentan Penyakit

(8)

Ingin bebas dari masalah dalam hidup? Sangatlah mudah. Jangan hidup!

karena pada dasarnya masalah dalam hidup membantu kita mengembangkan diri (Andar Ismail)

(9)

Pekerja Kemanusiaan: Situasi Sulit & Tantangannya

disusun oleh: Nathanael Sumampouw

Bekerja Sebagai Seorang Pekerja Kemanusiaan

Menjadi pekerja kemanusiaan terutama bekerja secara langsung di daerah pasca bencana alam atau konflik sosial dengan kondisi masyarakat yang mengalami situasi sulit bukanlah suatu pekerjaan yang mudah. Pekerja kemanusiaan seringkali mengeluhkan beban pekerjaannya yang dinilai sangat berat. Pekerjaan ini memiliki resiko untuk mengalami masalah psikologis yang cukup serius terutama mereka yang berhubungan secara langsung atau mendampingi masyarakat yang memerlukan bantuan.

Terus-menerus berhadapan dengan orang-orang yang mengalami berbagai perasaan negatif seperti takut, cemas, sedih, marah, kecewa sebagai akibat dari suatu pengalaman traumatis seperti: bencana, merupakan suatu tekanan yang membebani pekerja kemanusiaan. Tuntutan masyarakat dampingan terhadap pekerja kemanusiaan untuk dapat selalu siap-sedia menyediakan kebutuhan masyarakat dampingan atau menyediakan layanan yang dibutuhkan terasa sangat membebani pekerja kemanusiaan.

Dari sisi organisasi tempat bekerja, beban berat yang dirasakan pekerja kemanusiaan disebabkan oleh berbagai masalah peran. Masalah peran yang seringkali terjadi adalah:

1. Kelebihan beban kerja dari peran yang dimiliki (Role overload)

Peran tertentu memiliki beban kerja yang lebih banyak sehingga pekerja kemanusiaan merasa memiliki begitu banyak tugas dalam waktu yang relatif singkat.

2. Kurang mampu menjalankan peran (Role insufficiency)

Pekerja kemanusiaan merasa stres karena merasa kurang memiliki pengetahuan, keterampilan, pendidikan atau pengalaman yang dibutuhkan dalam melaksanakan pekerjaannya.

3. Ketidakjelasan peran (Role ambiguity)

Pekerja kemanusiaan merasa bingung, tidak memperoleh kejelasan akan tugasnya karena tidak memahami apa yang diharapkan organisasi pada dirinya berkaitan dengan prioritas, visi dan misi organisasi.

(10)

4. Konflik peran (Role conflict)

Pekerja kemanusiaan merasa bingung karena adanya standar ganda. Tiap supervisi/atasan berbeda kebijakan, permintaan/tuntutan.

Beban pekerjaan yang berat juga dipengaruhi oleh kondisi fisik lingkungan kerja, seperti: fasilitas kerja terbatas dan sarana dan perlengkapan kantor yang kurang memadai. Selain itu, kebijakan organisasi tempat bekerja juga seringkali dirasakan sebagai suatu beban bagi pekerja kemanusiaan, seperti: aturan kepegawaian (jam kerja, kebijakan cuti, sistem kerja, dan lain-lain) maupun budaya yang ada di organisasi (relasi antar pekerja, relasi dengan pimpinan, dan lain-lain) yang kurang memperhatikan kesejahteraan pekerjanya.

Beban pekerjaan yang terasa berat selain disebabkan oleh tuntutan dari luar diri (organisasi maupun masyarakat dampingan) juga disebabkan oleh tuntutan yang dikembangkan oleh pekerja kemanusiaan itu sendiri. Disadari atau tidak, pekerja kemanusiaan seringkali mengembangkan tuntutan yang tinggi terhadap diri sendiri. Adanya keinginan yang berlebihan untuk memuaskan masyarakat yang didampingi atau tuntutan untuk selalu siap sedia, selalu berada bersama masyarakat dampingan selama 24 jam membantu masyarakat dampingan dalam kondisi apapun. Pekerja kemanusiaan juga seringkali menetapkan standar yang tinggi dalam kinerja pekerjaannya, seperti: harus selalu memenuhi permintaan masyarakat dampingan atau harus selalu menciptakan perubahan yang bermakna pada masyarakat yang didampinginya dalam suatu kurun waktu tertentu. Kenyataannya standar yang tinggi tersebut sangat sulit untuk diwujudkan.

Standar tinggi yang dikembangkan oleh pekerja kemanusiaan terhadap pekerjaan mereka secara tidak langsung dipengaruhi oleh penilaian kebanyakan orang terhadap pekerja kemanusiaan. Pekerja kemanusiaan dianggap memiliki kualitas yang sangat luar biasa baiknya sehingga kuat secara emosi dan psikologis. Akibatnya muncul anggapan bahwa pekerja kemanusiaan tidak akan mengalami masalah meskipun bekerja di situasi yang tidak wajar dengan tugas yang mulia: memberikan layanan bagi masyarakat yang membutuhkan. Secara tidak langsung, ada suatu anggapan bahwa mereka yang memilih bekerja sebagai pekerja kemanusiaan merupakan manusia ‘super’. Seorang psikolog dan juga penulis buku tentang intervensi krisis dari Amerika Serikat mengatakan bahwa helping profession (pekerja kemanusiaan termasuk didalamnya) memang merupakan pekerjaan yang di satu sisi dinilai paling menantang namun disisi lain juga merupakan pekerjaan yang paling rentan mengalami stres. Oleh karena itu seorang pekerja kemanusiaan

(11)

perlu memperhatikan dengan baik kemampuannya dalam menghadapi berbagai situasi yang tidak menyenangkan dalam pekerjaannya tersebut.

Perhatian terhadap pekerja kemanusiaan dan kebutuhan para pekerja kemanusiaan cenderung dianggap kurang penting dibandingkan dengan perhatian dan pemenuhan kebutuhan masyarakat dampingan para pekerja kemanusiaan. Anggapan bahwa kebutuhan para pekerja kemanusiaan kurang penting ini juga dianggap sebagai suatu kebenaran bagi pekerja kemanusiaan itu sendiri seperti pernyataan, “Saya disini untuk membantu bukan untuk merepotkan !”

Memenuhi kebutuhan para pekerja kemanusiaan bukan berarti memberikan kebebasan untuk melakukan atau mendapatkan apapun yang diinginkannya. Hal yang utama dalam pemenuhan kebutuhan para pekerja kemanusiaan adalah menjaga kemampuan mereka agar dapat menjalankan pekerjaannya secara baik namun juga mampu memenuhi kebutuhan dasarnya sebagai manusia normal. Misalnya saja, ia tetap bisa memiliki waktu untuk beristirahat dengan baik dan mengkonsumsi makanan yang sehat dan bergizi. Usaha ini merupakan suatu bagian penting dari suatu layanan bantuan kemanusiaan.

Bagi pekerja kemanusiaan, terasa lebih mudah untuk mengenali masalah atau beban masyarakat dampingan daripada masalah atau beban diri sendiri sebagai seorang pekerja kemanusiaan. Menyadari kelemahan diri sendiri sangatlah sulit. Seringkali pekerja kemanusiaan beranggapan bahwa merasakan perasaan negatif yang mendalam pada waktu melaksanakan tugasnya seperti: merasa takut, marah atau merasa tidak mampu akan nampak seperti tanda-tanda kelemahan diri yang dapat menimbulkan perasaan malu jika diketahui oleh orang lain terutama rekan sekerja dan masyarakat dampingan. Akibatnya, pekerja kemanusiaan seringkali memaksakan diri untuk menolong meskipun sebenarnya diri sendiri berada dalam kondisi yang perlu ditolong. Memang bagi para pekerja kemanusiaan lebih mudah untuk menempatkan diri sebagai penolong/pendamping daripada menyadari bahwa diri sendiri perlu bantuan/dukungan.

Oleh karena itu, terdapat beberapa hal yang perlu dipahami oleh pekerja kemanusiaan maupun organisasi tempat pekerja kemanusiaan bekerja:

1. Dalam melaksanakan suatu pekerjaan kemanusiaan, siapapun dapat mengalami pengaruh maupun beban dari keadaan yang ada termasuk para pekerja kemanusiaan yang terlatih dan profesional. Oleh karena itu, stres yang dialami oleh seorang pekerja kemanusiaan merupakan hal yang manusiawi.

(12)

2. Berbagai perasaan, emosi, dan pikiran yang mengganggu dapat diatasi sehingga tidak berkembang menjadi masalah yang serius. Pekerja kemanusiaan perlu merawat dirinya untuk tetap sehat dan sejahtera sehingga dapat membantu masyarakat dan bukan malah menambah beban masyarakat.

3. Perhatian dari organisasi yang melaksanakan pekerjaan kemanusiaan terhadap para pekerjanya sama pentingnya dengan perhatian terhadap kelompok sasaran/masyarakat yang diberikan bantuan.

Pekerja Kemanusiaan dan Kehidupan Pribadinya

Selain mengenai tugas dan tanggung jawab dalam pekerjaan, pekerja kemanusiaan juga memiliki kehidupan pribadi yang sangat unik antara satu sama lain. Dalam kehidupan pribadinya, seorang pekerja kemanusiaan memiliki begitu banyak peran yang harus dijalankannya secara bersamaan. Selain peran sebagai seorang pekerja kemanusiaan pada organisasi tempatnya bekerja, seorang pekerja kemanusiaan memiliki peran tertentu di keluarga, sebagai: kepala keluarga atau istri atau anak. Dalam menjalankan perannya di keluarga, tentunya ada suatu tuntutan yang dikembangkan oleh anggota keluarganya maupun dirinya sendiri. Sebagai contoh: seorang pekerja kemanusiaan yang telah berkeluarga dituntut untuk dapat memberikan perhatian, meluangkan waktunya untuk istri/suami dan anak mereka.

Selain peran dalam keluarga, pekerja kemanusiaan juga memiliki beberapa peran lain dalam hubungan sosialnya, misalnya: keanggotaan seorang pekerja kemanusiaan dalam suatu organisasi atau perkumpulan sosial, seperti: komunitas keagamaan, klub hobi, dan lain-lain. Peran tersebut tentunya disertai dengan berbagai tuntutan yang harus dipenuhi oleh seorang pekerja kemanusiaan.

Berbagai peran yang dimiliki seorang pekerja kemanusiaan seringkali menimbulkan konflik. Konflik terjadi ketika seorang pekerja kemanusiaan dituntut untuk menjalankan perannya sekaligus dalam satu waktu. Misalnya: seorang pekerja kemanusiaan yang harus mendampingi anaknya belajar (peran sebagai bapak) namun saat yang bersamaan harus bekerja lembur karena menyelesaikan laporan kegiatan (peran sebagai pekerja kemanusiaan). Berbagai peran yang dimiliki tersebut seringkali menjadi sumber stres bagi pekerja kemanusiaan.

Selain berbagai peran dalam kehidupan sosialnya, seorang pekerja kemanusiaan juga memiliki kehidupan pribadi yang penting untuk diperhatikan oleh yang bersangkutan. Pekerja kemanusiaan memiliki suatu cita-cita atau harapan

(13)

yang sangat ingin diwujudkan dalam rangka pengembangan dirinya. Ada yang merencanakan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi atau mendapatkan pengetahuan tambahan dengan mengikuti berbagai pelatihan, menghadiri seminar termasuk didalamnya kegiatan membaca buku. Pekerja kemanusiaan untuk tetap dapat optimal dalam menjalankan tugasnya juga membutuhkan aktivitas–aktivitas yang bersifat rekreasi atau hiburan, lepas sejenak dari rutinitas pekerjaan. Masalah yang seringkali terjadi adalah pekerja kemanusiaan seringkali tidak memiliki waktu untuk kehidupan pribadinya tersebut atau memberikan kesempatan bagi kesenangan pribadinya sendiri. Ada berbagai macam alasan untuk menjelaskannya, antara lain: pekerjaan menyita begitu banyak waktu, ada banyak tenggat waktu (deadline) yang harus dipenuhi, atau merasa bahwa menyisihkan waktu untuk kehidupan pribadinya tidaklah penting malah membuang – buang waktu di tengah berbagai hal yang terasa mendesak.

Kurangnya perhatian pekerja kemanusiaan terhadap kehidupan pribadinya maupun tidak tersedianya kesempatan untuk kehidupan pribadinya juga merupakan sumber stres pekerja kemanusiaan. Jika tidak ditangani dengan baik berpotensi menimbulkan masalah serius dan mempengaruhi kinerjanya.

Terdapat beragam macam tampilan dari stres pekerja kemanusiaan. Tulisan ini akan membahas 3 macam stres pekerja kemanusiaan, yaitu: (1) burn-out (kejenuhan), (2) stres/trauma sekunder, dan (3) compassion fatigue (kelelahan kepedulian).

beban kerja yang berat:

kunjungan lapangan, buat laporan, kirim anggaran, beli

mainan untuk pengungsi

Masalah Pribadi:

pacar ditelpon gak diangkat-angkat, ibu

minta kiriman uang untuk sekolah adik

Hubungan antar rekan kerja yg kurang harmonis: nyebelin..tadi si

M protes sama saya katanya laporan saya gak jelas terus

ketika memberikan penyuluhan saya terlalu

banyak bicara

Hm..ughh..%$???!!?*#+

Y, staf LSM

(14)

Kejenuhan (Burn-out)

Berbagai permasalahan dan kesulitan yang ditemui pekerja kemanusiaan di lapangan dapat menyebabkan pekerja kemanusiaan merasa marah dan putus asa, merasa bersalah, sinis, atau sebaliknya, membutuhkan perasaan aman. Perasaan ini terkadang menyusahkan dan membuat mereka merasa ada sesuatu yang salah dengan dirinya. Dalam kondisi demikian, kemampuan untuk menerima kekurangan pada diri sendiri menjadi sesuatu yang sulit untuk dilakukan. Mereka menjadi semakin acuh terhadap pekerjaan, atau sebaliknya terlalu terlibat secara pribadi, bahkan mengidentifikasikan diri dengan para korban. Ketika terjadi perbedaan pendapat dengan rekan kerja atau dengan masyarakat dampingan, mereka akan merasakannya sebagai bentuk permusuhan pribadi. Pengalaman-pengalaman yang disebutkan di atas sebenarnya merupakan salah satu tampilan reaksi yang mungkin paling sering ditemui diantara pekerja kemanusiaan, yaitu kejenuhan atau

burn-out.

Burn-out terjadi ketika masalah dalam pekerjaan di masa lalu dan saat ini

terus-menerus muncul dan sulit untuk dapat diatasi. Pekerja kemanusiaan yang langsung berhadapan dengan masyarakat dampingan cenderung lebih rentan mengalami burn-out karena dituntut untuk dapat berempati secara mendalam dalam berbagai situasi sulit masyarakat yang dihadapinya sehari-hari. Hal ini sangat menyita energi pekerja kemanusiaan tersebut.

Saat menemui kesulitan atau masalah dalam pekerjaannya, pekerja kemanusiaan seringkali mengembangkan pemikiran – pemikiran yang tidak sehat yang kemungkinan besar dapat menyebabkan mereka mengalami burn-out. Pemikiran – pemikiran tersebut antara lain:

• “Hidupku adalah bekerja”

Pekerja kemanusiaan ini akan terus-menerus bekerja dan tidak mau mendelegasikan pekerjaan karena semua ingin ditanganinya sendiri, sehingga is kurang istirahat.

• “Saya harus mampu dan tahu sepenuhnya untuk membantu semua orang”

Pekerja kemanusiaan ini mengembangkan tuntutan kerja yang tidak realistik terhadap dirinya sendiri. Merasa bersalah ketika ada yang tidak sempurna.

Burn-out adalah keadaan fisik, emosi dan kelelahan mental yang dialami seseorang karena keterlibatan jangka panjang dalam situasi yang menuntut

(15)

• “Saya harus disukai dan disetujui oleh setiap orang: masyarakat, atasan dan rekan kerja sehingga saya dapat menyelesaikan tugas dan merasa bangga pada diri saya”

Pekerja kemanusiaan ini sulit untuk asertif kepada orang lain, menetapkan batasan dan berkata “tidak” pada orang lain, cenderung berpegang pada prinsip “ABS: Asal Bapak Senang”.

• “Umpan balik yang negatif menunjukkan bahwa ada sesuatu yang salah dengan apa yang saya lakukan”

Pekerja kemanusiaan ini sulit menerima kritikan sehingga tidak dapat mengevaluasi pekerjaannya secara realistis dan tidak dapat melakukan perubahan konstruktif.

• “Segala sesuatu dalam pekerjaan harus berjalan seperti yang saya inginkan” Pekerja kemanusiaan ini cenderung bekerja lembur, memeriksa secara detil pekerjaan dirinya dan orang lain, terlalu memperhatikan detil, mengulang-ulang saat mengerjakan sesuatu serta cenderung tidak sabar terhadap orang lain.

• “Saya harus tahu segalanya dan tidak pernah salah”

Pekerja kemanusiaan ini menuntut dirinya berlebihan. Ketidaksempurnaan dalam pekerjaan menimbulkan ketidaknyamanan yang mendalam.

Burn-out tidak muncul secara tiba-tiba melainkan melalui suatu proses. Burn-out juga berkembang dari merasa lelah sampai masalah serius yang dapat

mengancam kariernya. Proses terjadinya burn-out adalah sebagai berikut: 1. Tahap bulan madu

Pada tahap ini, pekerja kemanusiaan merasa puas dengan pekerjaannya dan melaksanakan tugas dengan penuh antusias. Namun pada akhirnya, tugas pekerjaan menjadi sesuatu yang tidak menarik lagi dan pekerja kemanusiaan kehilangan energi atau semangatnya.

2. Tahap “habis bensin”

Pekerja kemanusiaan mengalami kelelahan. Beberapa gejala yang muncul di tahap ini, misalnya: sulit tidur dan penggunaan obat-obatan.

3. Tahap kronis

Munculnya keluhan fisik seperti: terus-menerus merasa lelah, mudah sakit. Hal ini berdampak pada kondisi psikologisnya, seperti: mudah marah atau merasa depresi.

(16)

4. Tahap krisis

Di tahap ini, pekerja kemanusiaan mengalami suatu penyakit sehingga tidak dapat bertugas. Relasi dengan keluarga terpengaruh, mis.: mudah marah ke istri/anak.

5. Tahap “membentur tembok”

Masalah fisik dan psikologis yang dialami menjadi lebih serius dan berdampak pada kerentanan mengalami penyakit yang serius. Ada begitu banyak masalah dalam pekerjaannya sehingga karirnya terancam hilang.

Terdapat begitu banyak gejala/tampilan dari bur–out. Gejala burn–out ini dapat dikelompokkan sebagai reaksi fisik, reaksi emosional dan reaksi perilaku, misalnya:

1. Reaksi fisik

Kehilangan energi, kelelahan yang luar biasa Sakit kepala

Gangguan tidur (insomnia, mimpi buruk, terlalu banyak tidur, dsb) Ketegangan pada otot, dsb.

2. Reaksi emosional Depresi

Perasaan tidak berdaya Perasaan terjebak

Rasa marah/mudah tersinggung Frustrasi

3. Reaksi perilaku Membolos kerja

Datang terlambat pada hari kerja Penurunan kualitas pelayanan

Ketidakmampuan untuk berkonsentrasi Berkurangnya inisiatif dalam bekerja

Tidak menghargai orang lain [pada atasan, masyarakat, rekan kerja] Terlalu banyak bekerja atau sebaliknya, tidak melakukan apa-apa

Mencari kambing hitam, menyalahkan orang lain atas setiap masalah yang ada

Tidak mempercayai rekan kerja atau pimpinan Sering terlibat konflik dengan orang lain

Melakukan perilaku beresiko [mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi, peningkatan konsumsi kafein, rokok, minum minuman beralkohol, dan penggunaan obat terlarang].

Berbagai gejala burn-out juga dapat dikelompokkan menjadi 8 tema utama, yaitu: 1. Menurunnya rasa humor: jarang tersenyum, sulit tertawa ketika ada lelucon. 2. Mengabaikan jam istirahat

3. Meningkatnya waktu kerja tambahan (lembur) dan tidak memanfaatkan libur 4. Meningkatnya keluhan fisik: kelelahan, ketegangan otot, gampang sakit

5. Menarik diri dalam hubungan sosial: menghindari berkumpul dengan rekan kerja, teman dan keluarga.

(17)

6. Performa/unjuk kerja yang berubah dari biasanya (penurunan kualitas): sering membolos, produktivitas menurun dan kurang inisiatif.

7. Meningkatnya perilaku beresiko: peningkatan penggunaan alkohol, obat-obatan 8. Adanya perubahan kondisi internal (psikologis): penurunan harga diri

(self-esteem), depresi dan merasa frustrasi.

Tips praktis mencegah burn-out

1. “Apa yang bisa saya lakukan ?”

(Buatlah daftar tentang sesuatu yang anda dapatkan dari pekerjaan anda ! Temukan motivasi, nilai dan makna pekerjaan anda)

2. “Saya ingin melakukannya”

(Buatlah daftar berbagai aktivitas yang anda sukai dan urutkan dari yang penting sampai tidak penting menurut anda) 3. Ciptakan kelompok dukungan

(Buatlah pertemuan rutin dengan teman atau rekan kerja anda)

4. Mulailah program self-care fisik (Anda dapat mulai berolahraga, memperhatikan nutrisi

dan menghentikan kebiasaan buruk seperti: merokok) 5. Mulailah program self-care psikologis (memperhatikan kesejahteraan psikologis)

(Berlatih relaksasi, melakukan manajemen waktu, asertif)

6. Lakukanlah sesuatu yang tampak ‘bodoh’ (yang membuat anda merasa

senang)setiap hari (meniup balon, membuat mimik muka yang lucu, senyum,

tertawa terbahak-bahak, hindari terlalu serius)

Stres/Trauma Sekunder

Sumber stres lain adalah pengalaman pekerja kemanusiaan sebagai saksi penderitaan orang lain. Pekerja kemanusiaan seringkali dihadapkan pada emosi orang-orang yang terkena dampak bencana secara langsung, sehingga dapat mengidentifikasikan dirinya seperti mereka. Respons emosional seperti yang dialami oleh orang-orang yang terkena dampak langsung dari suatu bencana (=respon stres traumatik) juga dialami oleh pekerja kemanusiaan yang tidak mengalami langsung bencana. Respons emosional ini muncul sebagai akibat dari seringnya pekerja kemanusiaan dihadapkan pada cerita-cerita dan reaksi orang-orang yang dimiliki sering kali terjadi.

(18)

Ani (bukan nama sebenarnya) seorang pembaca berita terkenal di sebuah stasiun televisi merasakan bagaimana pengalamannya ketika bertugas meliput kondisi pasca tsunami di Banda Aceh berdampak luar biasa terhadap dirinya. Disana ia harus berhadapan dengan masyarakat yang trauma, menyaksikan kondisi kota Banda Aceh yang sangat porak-poranda. Kesedihan yang luar biasa dialaminya. Bayangan tentang kondisi yang dilihatnya terus teringat olehnya meskipun ia telah kembali ke Jakarta. Akibatnya ia mudah menangis, mudah terbangun ketika tidur.

Bila bekerja pada daerah konflik sosial, pekerja kemanusiaan dapat menjadi target tindak kekerasan. Pekerja kemanusiaan dapat mengalami kekerasan, penahanan, dan gangguan atau hinaan. Pada situasi tertentu, akan sulit untuk meminta bantuan hukum untuk keamanan karena polisi atau militer merupakan bagian dari permasalahan yang ada. Hal ini dapat meningkatkan rasa tidak berdaya, marah, takut dan cemas, perasaan dikhianati dan kehilangan, lemah, kehilangan kepercayaan. Berbagai perasaan ini akan terus berlanjut bahkan sampai pekerja kemanusiaan kembali ke tempat asal mereka. Berbagai perasaan ini juga memberikan dampak terhadap kehidupan pribadi pekerja kemanusiaan.

Compassion Fatigue (Kelelahan Kepedulian)

Konsep compassion fatigue hampir serupa dengan stres/trauma sekunder.

Kedua konsep ini kadang digunakan secara bergantian. Compassion fatigue seringkali dikeluhkan pekerja kemanusiaan saat sedang menjalankan tugasnya secara langsung , yaitu: memberikan pertolongan kepada orang atau masyarakat yang didampingi. Empati dan terpaparnya pekerja kemanusiaan terhadap kesulitan orang atau masyarakat yang didampingi merupakan inti dari konsep compassion

fatigue. Jika seseorang tidak mampu berempati dan tidak terpapar (terus –

menerus berhadapan) dengan orang yang mengalami stres/trauma maka konsep

compassion fatigue tidak relevan untuk dibahas. Empati pekerja kemanusiaan

merupakan faktor kunci dalam proses pengimbasan dari stres/trauma yang dialami orang atau masyarakat yang didampingi ke diri pekerja kemanusiaan itu sendiri. Mengembangkan empati terhadap orang/masyarakat yang dibantu di satu sisi membantu pekerja kemanusiaan memahami pengalaman traumatis orang/masyarakat yang didampingi namun di sisi lain empati menyebabkan stres/trauma juga dialami oleh pekerja kemanusiaan.

Pekerja kemanusiaan juga rentan mengalami compassion fatigue karena pernah mengalami pengalaman stres/trauma yang serupa dengan stres/trauma orang yang didampingi. Selain itu, pengalaman stres/trauma pekerja kemanusiaan

(19)

di masa lalu yang belum dapat diatasi seringkali muncul kembali dalam benak pekerja kemanusiaan melalui interaksi dengan orang/masyarakat yang didampingi.

(20)

Kita punya kendali terhadap stres

2

Pentingnya mengelola masalah dan kesulitan

Seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, pada tingkat tertentu (batas optimal) stres memberikan manfaat bagi kesehatan dan prestasi kerja seseorang. Oleh karena itu, stres tidak perlu untuk dihilangkan seluruhnya tapi stres butuh dikelola. Selain itu, mustahil untuk menghilangkan seluruh stres yang dialami dalam kehidupan.

Mengelola Stres = Membuka/menutup mulut balon

Mengelola stres dapat diibaratkan seperti membuka atau menutup mulut balon untuk memasukkan atau mengeluarkan udara. Udara melambangkan berbagai stres dalam kehidupan. Jika jumlah udara melebihi daya tampung balon maka balon akan

mudah meledak. Sebaliknya, jika balon tersebut kekurangan udara maka ia akan terlihat lemas. Muatan udara yang dapat ditampung balon tergantung pada

kapasitas masing-masing balon.

Seorang pakar dalam bidang

stres, Jerrold S. Greenberg,

menjelaskan proses berkembangnya suatu pengalaman dalam kehidupan

seseorang menjadi sumber stres yang dapat menimbulkan dampak atau konsekuensi negatif. Menurutnya, stres berkembang menjadi suatu dampak yang negatif melalui serangkaian tahapan (seperti pada gambar disamping), yaitu:

Tahap 1: Masuk dalam suatu situasi kehidupan

Stres diawali ketika seseorang mengalami suatu perubahan dalam hidupnya, yaitu saat memasuki suatu situasi baru. Situasi baru tersebut berpotensi sebagai sebuah pengalaman yang tidak menyenangkan, misalnya pekerjaan di tempat yang baru.

2

(21)

Tahap 2: Pemaknaan situasi sebagai suatu ketidaknyamanan/mengancam

Ketika seseorang memasuki situasi baru tersebut (tahap 1), ia cenderung melakukan penilaian terhadap situasi itu. Pada tahap ini terdapat 2 pilihan, yaitu: (1) menilai situasi tersebut sebagai situasi yang positif: menyenangkan dan dapat dinikmati atau sebaliknya (2) menilai situasi tersebut sebagai situasi yang tidak menyenangkan, mengancam kesejahteraan dirinya, mengganggu keseimbangan dirinya. Stres akan terus berkembang ketika seseorang menilai situasi tersebut sebagai sesuatu yang menimbulkan ketidaknyamanan. Jika demikian, seseorang akan masuk pada tahap berikutnya, yaitu munculnya respons emosi yang negatif.

Tahap 3: Respons emosional

Ketika seseorang menilai sebuah situasi sebagai pengalaman yang menimbulkan ketidaknyamanan dan mengancam kesejahteraan dirinya, maka secara otomatis ia akan mengalami penghayatan emosi yang negatif. Penghayatan emosi yang negatif tersebut antara lain: marah, sedih, takut, kecewa, khawatir, dan lain-lain. Respons emosi negatif yang terus menerus dihayati dan semakin mendalam intensitasnya ini tentunya akan membuat seseorang makin terpuruk dalam stres yang dialami. Stres yang anda alami akan semakin berkembang ke arah dampak negatif melalui respons fisik sebagai konsekuensi dari emosi negatif yang mendalam dan tidak teratasi tersebut.

Tahap 4: Respons fisik

Respons fisik yang muncul sebagai lanjutan dari respon emosional antara lain adalah sakit kepala, tekanan darah tinggi, dan gangguan jantung. Hal ini sangat berpengaruh terhadap kondisi kesehatan seseorang. Semakin banyaknya respons fisik dialami maka semakin rentan seseorang mengalami penyakit yang serius. Penyebabnya adalah melemahnya ketahanan tubuh. Jika seseorang tetap membiarkan kondisi fisiknya tersebut melemah maka peluang terjadinya konsekuensi negatif dari pengalaman stresnya akan semakin besar.

Tahap 5: Konsekuensi

Tahap ini merupakan terminal terakhir perjalanan stres. Jika berbagai respons fisik di tahap sebelumnya terus berkembang dan sulit diatasi maka kondisi kesehatan tubuh akan sangat menurun dan kita menjadi mudah untuk menderita sakit. Kesehatan tubuh yang buruk juga mempengaruhi kesehatan

(22)

Berusaha untuk selalu menyenangkan semua orang meski kondisi tidak memungkinkan merupakan suatu beban/sumber stress pekerja kemanusiaan. Belajarlah untuk mengatakan “tidak” ketika kita memang tidak mau, atau tidak mampu

melakukan apa yang diminta orang lain pada kita.

psikologis seseorang. Akibatnya, seseorang semakin rentan mengalami masalah psikologis yang serius.

Berdasarkan pemahaman tentang 5 tahap berkembangnya stres tersebut, kita dapat mengelola stres dengan melakukan berbagai intervensi pada tiap tahap proses perjalanan stres. Tujuan dari intervensi tersebut adalah mencegah berkembangnya stres dari satu tahap ke tahap lainnya. Tiap tahap perkembangan stres membutuhkan jenis dan strategi intervensi yang berbeda. Tiap tahap perkembangan stres juga memiliki berbagai alternatif untuk mengatasi stres. Intervensi tertentu efektif untuk mengatasi stres pada suatu tahap tapi tidak ada satu cara tunggal yang dapat mengatasi stres pada semua tahap secara efektif. Karenanya, kita perlu mempelajari dan menggunakan berbagai strategi untuk mengatasi stres.

Intervensi 1: Intervensi terhadap situasi kehidupan

Dalam intervensi ini, sedapat mungkin seseorang berusaha untuk menghindari terjadinya stres. Berbagai sumber stres yang mungkin terjadi dicegah sedini mungkin. Terdapat 2 jenis intervensi dalam tahap ini, yaitu: (1) intervensi intrapersonal (dalam pribadi), dan (2) intervensi interpersonal (antar pribadi).

Intervensi intrapersonal yang dimaksud adalah berbagai usaha yang dapat dilakukan oleh diri sendiri tanpa melibatkan orang lain, misalnya: menjaga kondisi tubuh agar tetap prima dengan makan makanan yang bergizi dan istirahat yang cukup.

Sedangkan intervensi interpersonal adalah intervensi yang dilakukan dalam interaksi dengan orang lain. Stres yang mungkin terjadi dalam interaksi seseorang dengan orang lain dapat dicegah dengan seperangkat keterampilan interpersonal, seperti: komunikasi asertif (keterampilan seseorang dalam mengekspresikan dirinya, mengemukakan kebutuhannya dengan cara yang tidak menyakiti orang lain), keterampilan resolusi konflik dan keterampilan komunikasi efektif. Selain itu keterampilan dalam mengelola waktu (time-management) juga merupakan intervensi interpersonal. Keterampilan dalam mengelola waktu antara lain meliputi: keterampilan menetapkan tujuan, menentukan prioritas, menyusun jadwal, dan berkata “tidak” saat diperlukan.

(23)

Selain berbagai keterampilan interpersonal tersebut, dukungan sosial dari sangat efektif dalam membantu mencegah berkembangnya stres di tahap awal ini. Seseorang mendapatkan dukungan sosial dialami saat ia memiliki orang yang dekat dengan dirinya, menerima dirinya apa adanya, memberikan kasih sayang dan perhatian yang memadai serta dapat menjadi sarana berbagi perasaan.

Berbagi perasaan

Salah satu cara yang dapat kita lakukan untuk mendapatkan dukungan sosial adalah dengan cara berbagi tentang perasaan dan pikiran yang kita alami. Inti dari cara ini adalah mengungkapkan apa yang kita alami khususnya pengalaman-pengalaman negatif. Bentuknya dapat bermacam-macam, misalnya dengan bercerita pada orang yang dipercaya, atau ‘berbicara’ dengan diri sendiri tentang berbagai pengalaman yang dirasakan melalui menulis, menggambar, menciptakan lagu/puisi bahkan merenung.

Berbagi pengalaman sulit pada orang lain atau pada diri sendiri memang terasa seperti membuka luka lama. Namun, jika kita sanggup melakukannya, rasa sakit yang kita alami ketika berbagi akan tampak tak sebanding dengan berbagai keuntungan yang akan kita peroleh dengan melakukannya. Berbagi pikiran dan perasaan akan membantu melepaskan ketegangan dan memperoleh perasaan lega, berpikir lebih jernih tentang apa yang telah terjadi sehingga tahu bagaimana bersikap yang tepat, membangun kembali rasa percaya diri, meningkatkan harga diri dan keyakinan diri. Berbagi pengalaman juga membantu seseorang melihat dan menyadari berbagai pilihan dan cara pemecahan masalah untuk membuat keputusan yang tepat. Hal ini terjadi karena seolah secara sadar seseorang yang mengalami situasi sulit memutar kembali kisah pahit yang dilalui dan hal ini merupakan sesuatu yang positif menuju proses pemulihan. Dengan berbagi, seseorang juga dapat merasa bahwa dirinya diterima, diperhatikan, dan dihargai oleh orang lain apabila orang yang mendengarkannya memberikan respons yang positif.

Dengan menerapkan keterampilan interpersonal dan memiliki dukungan sosial maka pekerja kemanusiaan akan dapat meminimalisir stres yang dialaminya.

Pekerja kemanusiaan akan menghadapi berbagai permasalahan ketika akan memulai, melaksanakan, dan setelah menyelesaikan tugasnya. Oleh karenanya, hal-hal berikut penting untuk dilakukan oleh para pekerja kemanusiaan.

1. Persiapkan segala sesuatunya sebelum bertugas.

Dengan mempersiapkan diri sebaik mungkin sebelum penugasan, berbagai masalah termasuk masalah psikologis yang akan dihadapi dapat diatasi. Hal-hal yang penting untuk dipelajari adalah:

a. Respon-respon umum yang mungkin terjadi terhadap stres akibat pekerjaan kemanusiaan dan tanda-tanda kelelahan luar biasa akibat dari pekerjaan yang dialami oleh diri sendiri dan rekan kerja.

b. Pekerjaan yang akan dilakukan. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya: membaca buku, ikut pelatihan, diskusi dengan rekan. c. Jika kita berasal dari lingkungan budaya yang berbeda dari tempat yang

(24)

2. Jaga diri kita sendiri selama masa penugasan.

a. Jaga kesehatan tubuh. Usahakan untuk makan dan istirahat yang cukup. Mengalihkan diri dari tugas untuk makan, minum, mencuci, beristirahat, mungkin tampak seperti membuang-buang waktu tapi hal tersebut akan membantu kita untuk bertugas secara maksimum dan efisien.

b. Hiduplah secara seimbang. Tidak membuat pekerjaan menjadi satu-satunya hal yang menghabiskan waktu adalah hal yang justru sangat penting agar dapat terus menjalankan pekerjaan tersebut dengan baik. Sebanyak apa pun pekerjaan, luangkan waktu untuk beristirahat, beribadah, makan, berkumpul bersama keluarga, menikmati hobi, meluangkan waktu sendiri, dan berolahraga.

c. Ingatlah bahwa kita tidak sendiri. Kadang-kadang, ketika merasa tertekan, biasanya seseorang akan tetap berusaha melakukan segalanya sendiri, tanpa pernah berpikir untuk minta bantuan orang lain. Padahal, anda bukanlah orang yang harus mengerjakan semua pekerjaan yang ada. Jangan takut meminta bantuan orang lain. Bangunlah hubungan dan komunikasi yang baik dengan sesama, misal: sesama pekerja kemanusiaan dari satu lembaga atau lembaga yang berbeda. Jika memungkinkan, bentuklah pertemuan rutin sesama pekerja kemanusiaan dari berbagai organisasi/institusi untuk saling bercerita dan mendukung.

d. Anda memang tidak mampu melakukan segalanya, bantulah sesuai

kemampuan anda. Lawanlah perasaan tidak mampu dengan melakukan

sesuatu yang anda bisa, meskipun kecil. Anda memang tidak dapat menyelesaikan semua masalah, tetapi anda dapat membuat keadaan satu atau beberapa orang yang didampingi menjadi lebih baik. Jika pagi tadi anda membuat salah satu anak yang didampingi tersenyum maka bersyukurlah karena telah membuat dunia terasa lebih baik bagi anak itu. e. Kelola waktu dengan baik. Salah satu sumber tekanan ialah merasa banyak

hal yang harus dilakukan dalam waktu yang singkat. Jika anda mengatur waktu dengan baik, hidup akan menjadi lebih teratur dan mengurangi tekanan-tekanan yang mungkin akan muncul. Langkah pertama dalam mengelola waktu, adalah dengan mengetahui apa yang akan anda lakukan dan membuat catatan mengenai bagaimana anda biasanya menghabiskan waktu.

f. Berbagi pengalaman. Carilah seorang/beberapa teman dekat di lapangan dan bicaralah dengan mengenai pengalaman anda dan apa yang anda butuhkan. Bagilah juga kekhawatiran anda. Berbicara dengan orang lain bisa menjadi cara terbaik untuk meringankan beban dan merasa diri tidak sendiri.

3. Persiapkan diri untuk kembali ke rumah

Saat anda akan kembali ke rumah, persiapkan diri untuk ditanya mengenai berbagai pengalaman yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan oleh keluarga dan teman. Jangan berkecil hati kalau kita tidak mendapatkan dukungan yang seperti yang diharapkan. Setelah sampai di rumah, hal-hal yang perlu anda lakukan antara lain:

Beristirahat total (mungkin sampai beberapa hari) Perlahan-lahan kembali ke rutinitas sehari-hari

Memahami bahwa suatu yang wajar jika kita ingin bicara pada seseorang mengenai pengalaman kita di lapangan (atau sebaliknya, tidak ingin berbicara sama sekali)

Mengerti jika terkadang kita mengalami suasana hati yang cepat berubah, hal ini juga sangat wajar terjadi.

(25)

Intervensi 2: Intervensi persepsi

Saat seseorang telah masuk dalam situasi sulit yang tidak menyenangkan atau penuh tekanan tersebut, intervensi dilakukan untuk mencegah berkembangnya stres dengan mengatur persepsi atau pemaknaan terhadap situasi tersebut. Pada dasarnya dalam setiap situasi di kehidupan, termasuk situasi sulit, memiliki sisi baik atau sisi positif. Sisi baik juga termasuk keadaan yang tidak semakin memburuk. Situasi sulit yang tidak menyenangkan dan membebani cenderung dapat terasa lebih ringan jika orang yang mengalaminya memfokuskan dirinya pada aspek positif daripada menekankan pada aspek negatif dari pengalamannya tersebut. Dalam tahap ini, seseorang dapat mengembangkan pikiran positif mengenai situasi yang dialami.

Dalam kehidupan, tiap orang memiliki 2 pilihan, yaitu: memiliki kendali atas pengalaman hidupnya atau menjadi korban dari pengalaman hidupnya. Dalam intervensi persepsi ini, pokok bahasan utamanya adalah kontrol/kendali yang dimiliki tiap orang atas pengalaman hidupnya. Penelitian menunjukkan bahwa status kesehatan seseorang akan lebih baik jika mampu mengontrol atau melakukan kendali terhadap sumber stres yang dialaminya. Kondisi kesehatan seseorang cenderung terganggu jika ia yang merasa memiliki kendali yang sangat sedikit atau bahkan tidak memiliki kendali sama sekali atas pengalaman hidupnya.

Dua pendekatan mengenai kontrol seseorang atas situasi sulit yang dialami:

Kontrol seseorang atas situasi sulit yang dialami dapat dibagi menjadi 2 hal, yaitu: kontrol primer & kontrol sekunder. Konsep ini sama dengan konsep coping stres (mengatasi stres).

1. Kontrol primer

Seseorang berusaha untuk mengubah situasi yang dialaminya. Usaha yang dilakukan untuk mengatasi stres berfokus pada pemecahan masalah

(problem-focused coping)

2. Kontrol sekunder

Seseorang berusaha untuk mengendalikan dirinya atau reaksi emosi yang dialaminya. Usaha yang dilakukan untuk mengatasi stres berfokus pada menciptakan keadaan emosi diri yang positif/lebih menyenangkan/memberikan kenyamanan (emotion-focused coping). Kontrol sekunder ini sangat efektif membantu ketika seseorang menghadapi situasi yang sulit untuk dikontrol, misalnya: kehilangan orang terkasih karena bencana alam yang dahsyat.

Contoh dari kontrol primer dan kontrol sekunder:

Ketika seseorang mengetahui bahwa dirinya menampilkan gejala dini suatu penyakit yang serius, ia berusaha mengatasi situasi sulit tersebut dengan pergi ke dokter untuk memeriksa kesehatannya, minum obat yang dapat menghilangkan gejala penyakit (kontrol primer/problem-focused coping). Sedangkan jika yang dilakukan adalah: ‘curhat’ kepada teman dekat untuk melepaskan kekhawatiran, berdoa memohon diberikan kekuatan supaya tetap tabah, pergi menonton bioskop bersama kekasih untuk melupakan sejenak tentang penyakit yang dialami merupakan bentuk kontrol sekunder (emotion-focused coping).

(26)

Intervensi persepsi antara lain meliputi: apa yang sebaiknya menjadi fokus perhatian dari suatu pengalaman hidup yang sulit, bagaimana mempersepsi situasi sulit menjadi lebih humoris daripada mengancam, bagaimana dapat tetap bersyukur dalam situasi sulit, bagaimana tetap merasa nyaman dengan diri sendiri, bagaimana memandang situasi sulit sebagai suatu tantangan dan dapat dikendalikan. Dalam intervensi persepsi ini, spiritualitas dan keyakinan iman seseorang dapat menjadi sumber dari berbagai usaha yang dapat dilakukan sebagai wujud intervensi persepsi.

Berbagai cara praktis dapat dilakukan untuk tetap dapat mengendalikan pengalaman sulit yang dialami. Hal ini akan dijelaskan dalam bagian tersendiri, yaitu dalam bab “Pikiranku mempengaruhiku” dan “Memecahkan kesulitan yang dialami”.

Nothing in life is so hard that you can’t make it easier by the way you take it (Ellen Glasgow)

Tidak ada sesuatu dalam hidup yang terlalu berat sehingga kamu tidak dapat membuatnya lebih mudah melalui cara kamu menghadapinya

Intervensi 3: Intervensi respons emosi

Ketika seseorang menilai suatu situasi bersifat mengancam, respons emosional seperti takut, marah, cemas secara otomatis dialami. Tiap orang pada dasarnya mampu menghambat respons emosional yang tidak menyenangkan tersebut dengan teknis relaksasi yang akan dijelaskan secara khusus pada bab keempat.

Intervensi 4: Intervensi respons fisik/faali

Saat respons emosi negatif muncul, seseorang cenderung ingin melampiaskannya secara fisik, misalnya: berteriak, memukul tembok, dan lain-lain. Ketika respons emosi negatif yang dialami tidak berhasil diatasi maka stres akan mempengaruhi kondisi fisik seseorang. Ketahanan fisik seseorang semakin terganggu. Untuk mencegah respons fisik menjadi semakin serius dan mengganggu kesehatan seseorang, upaya intervensi penting untuk dilakukan. Berolahraga merupakan intervensi yang efektif untuk menghambat berkembangnya suatu respons/pengalaman secara fisik yang menimbulkan ketidaknyamanan.

(27)

Masing-masing cara di atas umumnya hanya mampu untuk memblokir perjalanan stres pada suatu tahapan namun tidak dapat melakukan hal yang sama pada tahapan sebelumnya atau selanjutnya. Karenanya, usaha mengelola stres perlu dilakukan secara komprehensif dengan menggunakan berbagai cara sesuai dengan tahap perkembangan stres.

(28)

Memecahkan Masalah yang Dialami

3

Kunci dari masalah yang anda alami terletak di dalam diri anda sendiri bukan di luar diri anda. Hal ini berarti bahwa ANDA adalah kunci dari penyelesaian (solusi) dan bukan orang lain. Alasannya adalah:

• ANDA lebih mengetahui apa yang anda alami/masalah anda daripada orang lain di dunia ini.

• ANDA hidup dengan masalah anda dari hari ke hari.

• ANDAlah yang mendapatkan manfaat terbesar dari usaha anda mengatasi masalah yang anda alami.

• ANDA dapat memiliki kontrol dan tanggungjawab penuh untuk mengelola kesulitan (stres) anda.

• ANDA dapat meningkatkan rasa percaya diri dan rasa mampu dalam menyelesaikan suatu tugas.

STRES yang anda alami merupakan masalah yang ADA solusinya tetapi jawaban dari masalah yang anda alami ada pada DIRI ANDA SENDIRI.

Dalam kehidupan, seringkali seseorang merasa terbebani dengan berbagai tuntutan dari pekerjaan, keluarga, kondisi dalam diri, dan lain-lain. Sangat wajar jika seseorang merasa cemas karena tidak mampu memenuhi berbagai tuntutan tersebut pada saat yang bersamaan. Saat cemas, seseorang akan merasa sulit mengambil keputusan sehingga kecemasannya semakin dalam. Akibat dari kecemasan tersebut, seseorang sangat sulit berkonsentrasi untuk menemukan solusi atas masalah yang dialami. Hal ini terjadi karena seseorang akan mulai memikirkan masalahnya dari sudut pandang yang negatif saat ia merasa cemas atau khawatir. Solusi yang perlu diambil saat itu adalah: BERHENTI! Berhenti berpikir tentang masalah yang dialami dari sudut pandang negatif yang biasanya dilakukan. Mulailah mencoba untuk melihat masalah yang dialami dari sudut pandang yang berbeda. Pemecahan masalah (problem solving) merupakan teknik yang efisien digunakan ketika seseorang telah mampu lepas dari kekhawatirannya dan melihat masalah yang dialami dari sudut pandang yang berbeda. Semakin sering teknik ini diterapkan dalam kehidupan sehari – hari maka akan semakin terbiasa dalam menggunakannya kelak di masa yang akan datang.

3

(29)

Menurut seorang psikolog terkenal dari Australia, Tian P. Oei, terdapat 9 langkah pemecahan masalah. Namun sebelum masuk kedalam 9 langkah tersebut, terdapat 3 prasyarat sebelum memulai 9 langkah pemecahan masalah tersebut. Ketiga prasyarat ini diadaptasi dari langkah awal pemecahan masalah menurut seorang psikolog handal dari Indonesia, Hanna D. Bastaman. Tiga prasyarat tersebut adalah:

1. Niat untuk memecahkan masalah tersebut, tanpa niat apapun tidak akan terlaksana;

2. Berbagai gejolak emosi diredakan terlebih dahulu karena sulit untuk berpikir jernih dan memecahkan masalah dengan akal sehat jika masih marah atau takut atau cemas;

3. Masalah yang dialami harus diakui keberadaannya, seringkali seseorang tidak mengakui dan tidak mau menerima kenyataan bahwa dirinya memiliki suatu masalah. Selama seseorang tidak bersedia mengakui masalah maka tidak mungkin dapat menyelesaikan masalahnya.

9 langkah pemecahan masalah:

Langkah 1: Tentukan sebuah masalah spesifik yang ingin ditangani terlebih dahulu

Anda memilih terlebih dahulu satu masalah spesifik untuk dipecahkan meskipun dalam kebanyakan kasus seseorang berhadapan dengan lebih dari satu masalah sekaligus. Anda dapat memilih masalah spesifik yang hendak dipecahkan berdasarkan skala prioritas. Untuk membantu membuat masalah menjadi lebih spesifik, teknik 5W1H (what, why, when, where, who, dan how) dapat digunakan. Dalam langkah pertama ini anda diharapkan mampu:

1. Mendefinisikan masalah dengan cara menetapkan tujuan konkret/mengemukakan apa yang anda inginkan terjadi sebagai solusi. Rumuskan keinginan anda tersebut secara spesifik dalam kalimat:

“saya ingin ... ... ... ...”.

Terdapat 2 jenis tujuan dalam pemecahan masalah, yaitu:

(1) tujuan yang fokusnya adalah menciptakan perubahan kondisi masalah yang dialami (problem–focused goals). Contoh problem–focused goals: “Saya ingin

masuk kantor tepat waktu”; “Saya ingin program pendampingan yang menjadi tanggungjawab saya diikuti minimal 60% dari jumlah anak yang ada di desa X”; “Saya ingin dapat berkata ‘TIDAK’ pada atasan saya yang sering menambah beban kerja saya yang sebenarnya sudah sangat banyak”.

(30)

(2) tujuan yang fokusnya adalah mengurangi atau meminimalkan dampak dari ketidaknyamanan yang disebabkan oleh masalah yang dialami (emotion–

focused goals). Contoh emotion–focused goals: “Saya ingin tetap tenang meskipun bekerja dengan rekan yang selalu mengeluh”; “Saya ingin dapat berkonsentrasi pada tugas saya sebagai pekerja kemanusiaan di tempat yang jauh dari istri dan anak saya”.

2. Jika ada orang lain yang terlibat dalam masalah maupun solusi yang anda inginkan terjadi, anda harus memutuskan apakah akan bekerjasama dengan mereka dalam menjalankan langkah–langkah pemecahan masalah ini atau melakukannya sendirian.

Sebagai contoh: manakah yang lebih baik, apakah melibatkan orang lain atau sendiri dalam mewujudkan keinginan supaya suasana kerja di kantor anda menjadi lebih penuh kekeluargaan dan kebersamaan?

Langkah 2: Jika masalah terlalu rumit, uraikan menjadi bagian-bagian kecil

Seringkali anda merasa masalah yang dialami terlalu besar dan rumit. Akibatnya anda menjadi putus asa. Perasaan putus asa tersebut sangatlah beralasan karena memang masalah yang anda alami begitu besar, misalnya: beban anda sebagai orangtua tunggal adalah menghidupi 3 anak yang masih kanak-kanak karena suami meninggal dan membiayai kuliah adik anda karena orangtua anda sudah pensiun. Perasaan putus asa tersebut disebabkan karena tidak tahu harus memulai dari mana dan dengan cara yang bagaimana.

Sebenarnya masalah yang dialami bukan tidak dapat dipecahkan. Sangatlah wajar jika anda merasa tidak mampu berbuat sesuatu karena masalah anda sangat rumit. Oleh karena itu, perjelas masalah yang rumit tersebut menjadi bagian-bagian kecil. Misalnya: beban sebagai orangtua tunggal tersebut diuraikan menjadi: membayar uang sekolah anak, menyediakan waktu minimal 1 jam tiap hari bermain dengan anak, menghemat pengeluaran yang dianggap tidak penting, dan lain – lain. Dengan mengurai masalah yang rumit tersebut, kepercayaan diri anda cenderung meningkat karena anda tahu apa yang dapat anda lakukan. Anda merasa mampu mengatasi masalah tersebut.

Langkah 3: Pilih satu bagian yang ingin ditangani terlebih dahulu

Setelah masalah diuraikan menjadi bagian–bagian kecil, tentunya anda akan memperoleh daftar masalah yang mungkin jumlahnya banyak. Sulit untuk

(31)

mengatasi berbagai masalah sekaligus. Oleh karena itu, pilihlah satu masalah yang ingin ditangani terlebih dahulu. Anda bebas memilih berdasarkan pertimbangan anda sendiri. Sebaiknya, anda memilih masalah yang paling mungkin dilakukan memperhatikan kondisi anda saat itu. Fokus pada satu masalah akan membantu anda untuk melangkah maju dan tidak jalan di tempat dalam usaha memecahkan masalah anda. Mungkin, setelah satu bagian dari masalah anda dapat dipecahkan tanpa disadari bagian yang lain juga teratasi.

Langkah 4: Pikirkan sebanyak mungkin cara (solusi) untuk mengatasi masalah anda

Setelah anda memilih masalah/satu bagian dari masalah rumit yang ingin anda atasi, saatnya anda memikirkan berbagai cara untuk mengatasinya. Saat ini, anda bebas mengemukakan pendapat tentang cara yang dapat dilakukan. Bebaskan pikiran anda dari hal-hal yang membelenggu anda untuk mengemukakan ide-ide kreatif anda, misalnya: “Ide ini melanggar norma; ide ini pasti akan membuat saya

dianggap aneh bahkan gila oleh orang lain”. Bebaskan diri anda dari penilaian

terhadap berbagai ide tentang kemungkinan cara yang berhasil anda himpun. Dalam langkah ke-4 ini, tugas anda hanyalah merekam (mencatat) ide-ide yang muncul dalam benak anda tentang alternatif cara (solusi) untuk mengatasi masalah anda.

Langkah 5: Pertimbangkan kemungkinan dilakukannya berbagai solusi tersebut

Jika dalam langkah ke-4 anda diminta untuk membebaskan diri anda dari penilaian, di langkah ke-5 ini anda diperkenankan untuk mengevaluasi tiap ide-ide tentang solusi yang mungkin dapat dilakukan. Saatnya, anda membuat ide tentang solusi anda menjadi lebih ‘sesuai dengan kenyataan’: mungkin/tidak ide tentang solusi tersebut dilakukan. Jawablah pertanyaan berikut untuk mengevaluasi tiap ide tentang solusi yang telah dihimpun di langkah ke-4:

1. Apa pro dan kontra (positif dan negatif) dari solusi tersebut ?

Alternatif Solusi Pro Kontra

2. Apa konsekuensi jangka pendek dan jangka panjang dari solusi tersebut ? (batasan waktu untuk jangka pendek dan jangka panjang dapat disesuaikan dengan masalah yang anda alami dan alternatif solusinya)

(32)

3. Sebesar apakah keinginan atau niat anda untuk mencoba solusi tersebut ?

(anda dapat membuat mengukur keinginan atau niat anda tersebut dalam bentuk angka, angka 1:keinginan atau niat anda mencoba solusi tersebut sangat kecil, dan seterusnya sampai angka 6:keinginan atau niat nada sangat besar)

Alternatif solusi Kecil Besar

1 2 3 4 5 6

Langkah 6: Pilih solusi yang akan dijalankan

Dengan menjawab 3 pertanyaan di langkah 5, anda cenderung akan lebih mudah dalam memilih solusi yang hendak diterapkan.

Langkah 7: Rencanakan suatu aksi untuk menjalankan solusi yang dipilih

Setelah anda memilih solusi yang akan dicoba untuk dilakukan, rencanakan bagaimana anda melakukannya. Buatlah suatu rencana aksi. Apa yang anda perlukan dan bagaimana menjalankan rencana aksi tersebut. Dalam rencana tersebut, tentukan pula waktu yang anda butuhkan. Perkirakan kapan aksi tersebut dimulai dan perkirakan kapan hasil yang direncanakan dapat dicapai.

Langkah 8: Jalankan rencana tersebut

Suatu rencana tidak dapat diketahui dampak atau keampuhannya jika tidak dilaksanakan. Rencana yang telah disusun harus segera ditindaklanjut dengan menjalankannya. Laksanakan segera rencana anda. Penundaan akan menambah kesulitan dalam menjalankan rencana anda. Dalam menjalankan rencana, fokuskan pikiran anda pada solusi. Ada suatu pepatah: “Apa yang kita fokuskan, itulah yang

akan kita peroleh”. Jika kita fokus pada solusi, kita akan memperoleh

penyelesaikan namun jika fokus pada masalah, permasalahan baru yang akan ditemukan.

Langkah 9: Evaluasi efektifitas solusi yang dipilih

Apa yang anda lakukan di langkah 8 dapat berhasil 100% sesuai yang anda inginkan/direncanakan, hanya 75%, hanya 50%, 20% atau bahkan 0% alias gagal/tidak berhasil. Di langkah terakhir ini, anda mengevaluasi solusi yang telah anda coba lakukan. Pertanyaan utamanya adalah: “Apakah masalah anda teratasi?” Jika tidak atau anda belum puas atas hasil yang anda capai, pertanyaan berikut membantu anda untuk melakukan evaluasi:

• Apa yang anda pelajari dari solusi tersebut? Apa hikmah yang dapat dipetik dari solusi yang telah dilakukan tersebut?

(33)

• Apakah masalah yang anda ingin atasi tersebut memang merupakan masalah utama? Atau apakah anda masalah lain yang tidak terpikirkan sebelumnya sehingga solusi yang dipilih tidak membuahkan hasil seperti yang diharapkan? • Apakah ada solusi lain yang mungkin lebih efektif?

SELAMAT MENCOBA. Ingat anda memegang kendali atas masalah anda. Anda dapat mengatasi masalah anda.

Menurut Hanna D. Bastaman, saat masalah dihadapi dan berhasil dipecahkan, seseorang mampu menemukan hikmah di balik masalah yang dialaminya. Saat masalah teratasi, 3 hikmah yang dapat dipetik, yaitu:

1. Masalah timbul untuk memperlihatkan pada kita bahwa kita mampu mengatasinya.

Keberhasilan untuk tidak menghindari masalah melainkan dapat mengatasinya akan menyebabkan diri kita menjadi lebih tegar dan percaya diri dalam menghadapi berbagai masalah lain yang suatu saat pasti akan muncul.

2. Mengalami getirnya masalah memberikan peluang untuk menentukan sikap apakah akan tetap menjalani pola hidup yang sama atau beralih langkah ke arah yang lebih benar dan baik.

Masalah biasanya timbul karena salah menentukan sikap dan tindakan. Oleh karena itu selain memberi isyarat bahwa kita salah langkah, masalah juga memberikan peluang untuk mengubah arah.

3. Masalah dan penderitaan yang dialami berfungsi sebagai petunjuk Tuhan agar kita tetap mengingat-Nya dalam doa.

Keyakinan bahwa tiap masalah ada jalan keluar dan keyakinan bahwa selalu ada harapan dalam keadaan paling buruk sekalipun merupakan sikap positif dan sehat.

(34)

Pikiran Atau Keyakinanku Mempengaruhiku

4

Proses Penciptaan Selalu Terjadi 2 Kali

Anda tentunya pernah membuat atau menciptakan sesuatu. Seorang ibu rumah tangga, setiap harinya membuat masakan untuk keluarganya. Seorang pemuda berhasil meraih gelar pendidikan jenjang tertentu. Seorang ayah yang bekerja sebagai arsitek berhasil membuat gedung. Seorang karyawan berhasil membuat laporan keuangan perusahaannya setiap tahun. Masih banyak lagi contoh– contoh karya atau pencapaian seseorang. Pertanyaannya apakah karya atau pencapaian tersebut terjadi begitu saja? Cerita tentang tongkat ajaib yang dapat mewujudkan suatu karya atau mengabulkan keinginan merupakan suatu dongeng belaka. Lalu bagaimana dengan kita ?

Segala sesuatu yang dapat anda ciptakan terjadi 2 kali. Penciptaan pertama kali terjadi di dalam benak anda. Maksud kalimat tersebut adalah anda menghadirkan proses penciptaan tersebut dalam pikiran anda. Seorang ibu yang hendak membuat makanan siang untuk keluarganya mengawalinya dengan merencanakan dalam pikirannya berbagai hal seperti: berapa banyak uang yang akan dikeluarkan untuk berbelanja? Bahan – bahan makanan apa yang akan dibeli dengan uang tersebut? Bagaimana mengolahnya? dan lain sebagainya. Setelah anda mampu menghadirkannya dalam pikiran anda tersebut barulah anda masuk ke dalam proses penciptaan ke–2, yaitu dalam kegiatan nyata anda mewujudkan apa yang anda inginkan.

“ Apa yang anda pikirkan, itu yang akan anda dapatkan “

Salah satu cara menciptakan sesuatu dalam benak anda adalah berkata pada diri anda sendiri bahwa anda mampu memperoleh apa yang anda inginkan: “Saya

pasti bisa/dapat ... (sesuatu yang ingin diwujudkan)”. Untuk

semakin memperkuat keyakinan/pemikiran bahwa anda bisa mewujudkannya, anda dapat menuliskannya di kertas kemudian menempelkan kertas tersebut di meja anda atau di tempat dimana anda dapat melihat dan membacanya setiap hari. Intinya adalah memvisualisasikannya (membuat suatu gambaran konkret yang dapat ditangkap oleh indera pelihatan anda). Anda dapat melakukannya dengan: membuat suatu tulisan (puisi, kalimat indah, karangan singkat) atau gambar yang temanya adalah keinginan yang ingin anda ciptakan. Usaha anda untuk membuat

4

(35)

visualisasi tersebut diharapkan dapat memotivasi anda untuk melakukan aksi nyata mewujudkan keinginan tersebut.

Pengalaman Pemikiran Konsekuensi (PPK)

Dulu para ahli di bidang psikologi menjelaskan bahwa pengalaman anda menyebabkan emosi dan pikiran anda bereaksi.

Pengalaman Konsekuensi Emosi/Perilaku

Putus cinta Sedih, kecewa, depresi Sulit konsentrasi, malas aktivitas di-PHK Bertengkar dengan istri Putus asa

Gangguan tidur

Sesuatu yang diluar menyebabkan emosi atau perilaku anda. Apakah memang demikian? Tentunya tidak! Kenyataan menunjukkan bahwa konsekuensi dari pengalaman yang sama berbeda antara satu orang dengan yang lainnya. Suatu pengalaman tidak secara otomatis menyebabkan dihayatinya suatu emosi maupun perilaku yang negatif. Mereka yang pernah mengalami putus cinta tidak secara otomatis pasti mengalami kesedihan yang mendalam dan tidak otomatis menyebabkan dirinya sulit berkonsentrasi. Apakah yang menyebabkan terjadinya perbedaan konsekuensi dari pengalaman seseorang tersebut ?

Para ahli di bidang psikologi melihat bahwa penjelasan lama yang mengatakan bahwa emosi atau perilaku disebabkan secara langsung oleh sesuatu yang terjadi di lingkungan (suatu pengalaman/peristiwa yang terjadi), kurang sesuai untuk menjelaskan keragaman reaksi emosi/perilaku sebagai konsekuensi dari pengalaman/peristiwa yang sama. Kemudian para ahli di bidang psikologi menjelaskan bahwa bukan pengalaman (keadaan) itu sendiri yang secara langsung memunculkan reaksi emosi/perilaku sebagai konsekuensi pengalaman. Pikiran yang

dikembangkan seseorang atas pengalamannya yang menimbulkan emosi/perilaku sebagai konsekuensinya. Proses pikir, pemaknaan atau interpretasi anda mengenai

pengalaman terjadi setelah suatu pengalaman menentukan konsekuensi emosi atau perilaku anda. Hal–hal di luar tidak mempunyai kekuasaan atas diri kita. Kitalah

yang berkuasa atas diri kita. Kita menentukan emosi dan perilaku kita.

Bagaimanakah prosesnya ?

(36)

Mungkin anda berpikir bahwa teguran dari atasan menyebabkan seseorang merasa marah. Kenyataannya adalah apa yang diyakini atau dipikirkan oleh seseorang tentang teguran dari atasannya tersebut menentukan konsekuensi yang dialaminya. Anda dapat berlatih untuk mengembangkan pemikiran yang dapat memunculkan konsekuensi yang positif untuk diri anda. Berpikir positif tentang pengalaman anda akan menyebabkan anda merasa nyaman, sehat, tetap prima dalam beraktivitas. Memang sulit untuk mengembangkan pemikiran positif terutama jika terbiasa berpikir yang negatif. Namun, anda dapat melatih diri untuk mengembangkan pemikiran yang positif. Keuntungannya akan anda rasakan bukan dirasakan oleh orang lain.

“Pikiranmu menentukan apa yang kamu alami”

Berhenti berpikir

Saat anda mendapatkan masalah, sangat mudah untuk berpikir dari sudut pandang negatif tentang pengalaman anda. Pemikiran negatif seolah–olah muncul secara otomatis. Namun, seperti yang telah disepakati sebelumnya bahwa anda memiliki kendali atas diri anda, memiliki kendali atas apa yang anda pikirkan maka pemikiran negatif anda sebenarnya dapat diatasi. Anda tidak dapat berpikir tentang 2 hal pada saat yang bersamaan. Anda tidak dapat berpikir secara positif bersamaan dengan berpikir secara negatif. Jadi saat anda berpikir negatif, pemikiran positif tidak mungkin terjadi. Untuk dapat memulai melatih diri anda berpikir positif, anda dapat memulai latihan “berhenti berpikir negatif”. Tekniknya sederhana. Anda dapat melakukan hal – hal berikut:

Sesegera mungkin ketika anda menyadari bahwa anda berpikir secara negatif, katakan pada diri anda sekeras mungkin: “STOP! STOP! STOP!”.

Alihkan perhatian pada hal – hal yang lain. Libatkan diri anda pada aktivitas yang lain merupakan usaha mengalihkan perhatian yang efektif.

Berikut merupakan contoh-contoh sederhana untuk mengalihkan perhatian saat pemikiran negatif muncul:

1. menghitung dalam kepala

“bos tidak adil” “saya tidak salah”

“bos benci saya”

Marah

Ditegur atasan “memang ada kesalahan”

“memang ada kesalahan” “bos peduli pada saya”

Bisa menerima Memperbaiki kesalahan

Gambar

Gambar 1: Stres – Kerentanan penyakit        Gambar 2: Stres – Prestasi

Referensi

Dokumen terkait

(1) Penyelenggaraan sistem Informasi nasional meliputi penyelenggaraan Sistem Informasi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38

(2) Rekomendasi diterima oleh Kepala Badan Lingkungan Hidup paling lambat dalam jangka waktu 12 (dua belas] hari kerja sejak diterimanya berkas permohonan izin

Berdasarkan hasil perhitungan uji-t cuplikan kembar antara tes akhir kelompok kelompok latihan menggiring bola menggunakan model variasi dengan tes akhir kelompok

(1) Setiap Pemilik Kapal / Operator Kapal / Nahkoda / atau Badan yang akan melakukan kegiatan atau mengoperasikan kapal dalam wilayah perairan Kabupaten Bangka Selatan, wajib

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan yang signifikan kompetensi pengetahuan IPA kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model model discovery

Latar belakang : Diare disebabkan oleh transportasi air dan elektrolit yang abnormal dalam usus. Diseluruh dunia terdapat kurang lebih 500 juta anak yang menderita diare

pada Tanggal 16 Mei 2016 KSPP Syari’ah BMT NU Jawa Timur Cabang Bungatan diresmikan untuk menjadi lembaga keuangan syari’ah, ada beberapa tahapan dalam proses pemberian

Menurut Woolnough dan Allsop (1985) salah satu alasan pentingnya kegiatan praktikum adalah untuk mengembangkan keterampilan- keterampilan dasar dalam melaksanakan