• Tidak ada hasil yang ditemukan

REPRESENTASI FUNGSI BUNDO KANDUANG PADA TOKOH MANDEH PIAH DALAM NOVEL LIMPAPEH KARYA A.R RIZAL ABSTRACT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "REPRESENTASI FUNGSI BUNDO KANDUANG PADA TOKOH MANDEH PIAH DALAM NOVEL LIMPAPEH KARYA A.R RIZAL ABSTRACT"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

REPRESENTASI FUNGSI BUNDO KANDUANG PADA TOKOH MANDEH PIAH DALAM NOVEL

LIMPAPEH KARYA A.R RIZAL

Nola Darmawati1, Samsiarni², Emil Septia² 1

Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Sumatera Barat, 2

Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Sumatera Barat noladarmawati09@gmail.com

ABSTRACT

The issue of women is one of many themes that are often raised in a literary work. Understanding the dynamics of women's lives will directly or indirectly give women awareness of their role, function and position as human beings in the society, with a different background of sociocultural life. Therefore, the researchers are interested to conduct research on one of literary works. The research that researchers do is about the representation of Bundo Kanduang function on the Mandeh Piah figure in Limpapeh novel by A. R Rizal a review of the sociology of literature. The purpose of this research is to describe representation of Bundo Kanduang function on Mandeh Piah figure in Limpapeh novel by A.R Rizal from Bundo Kanduang function. The type of this research is qualitative research with descriptive analysis method. The source of data in this research is Limpapeh novel by A. R Rizal. The data validation technique used in this research is a detailed description technique. The results of this research are Bundo Kanduang function in Limpapeh novel by AR Rizal, 1) Bundo Kanduang as Limpapeh, 2) Bundo Kanduang as umbun puruak pagangn kunci, 3) Bundo Kanduang as pusek jalo kumpulan tali, 4) Bundo Kanduang as sumarak in nagari , and 5) Bundo Kanduang as nan gadang basa batuah.

Keywords: Bundo Kanduang, Novel, Representation, Figure

PENDAHULUAN

Perempuan di Minangkabau dikenal oleh masyarakat umum dengan istilah Bundo Kanduang. Bundo Kanduang merupakan sosok tertua atau dituakan oleh kaumnya yang berperan dalam bidang domestik di Rumah Gadang. Meskipun di Minangkabau dikenal dengan sebutan Bundo Kanduang, tetapi sebenarnya tidak semua perempuan di Minangkabau bisa disebut sebagai Bundo Kanduang. Seseorang yang bisa disebut sebagai

Bundo Kanduang adalah perempuan yang benar-benar mengetahui adat-istiadat, agama, sopan santun, berbudi pekerti luhur, serta mampu menjaga harga diri kaumnya. Selain itu juga Bundo Kanduang juga dituntut untuk memiliki sifat kepemimpinan yakni adil dan bijaksana. Karakter seperti Bundo Kanduang inilah yang dijadikan sebagai cerminan kaum perempuan di Minangkabau oleh masyarakat pada umumnya.

(2)

Perempuan di Minangkabau juga dipandang sebagai perempuan yang berkarakter mulia. Karena pada dasarnya perempuan Minangkabau selalu menanamkan sifat sopan santun, baik dalam hal bertindak, bertutur kata, maupun dalam hal berpakaian. Selain itu yang yang mendasar yang tertanam dalam diri seorang perempuan Minangkabau adalah mempunyai rasa malu yang tinggi. Rasa malu yang tertanam dalam diri perempuan Minangkabau tidak hanya untuk menjaga kehormatan diri sendiri dan keluarga saja, tetapi juga untuk menjaga nama baik kaumnya. Perempuan di Minangkabau tidak asal-asalan dalam tindakan, setiap tindakan yang akan mereka lakukan selalu di dahului dengan pikiran pantas atau tidaknya tindakan itu dilakukan. Adat istiadat secara turun-temurun telah mengatur pribadi mereka untuk memiliki budi bekerti yang luhur. semua itu tidak terlepas dari peran Bundo Kanduang sebagai lambang dari Ibu sejati dalam membimbing dan memberikan pendidikan terhadap anaknya dari usia dini.

Untuk menjadi seorang Bundo Kanduang yang harus seorang Bundo Kanduang Harus memiliki fungsi. Hakimy (1978:21-30) menyatakan bahwa ada lima fungsi Bundo Kanduang dalam adat Minangkabau, 1) Bundo Kanduang sebagai limpapeh, 2) Bundo Kanduang sebagai umbun puruak pegangan kunci, 3) Bundo Kandung sebagai pusek jalo

kumpulan tali, 4) Bundo Kanduang sebagai sumarak dalam nagari, dan 5) Bundo Kanduang sebagai nan gadang basa batuah.

Novel Limpapeh karya A.R. Rizal yang menyuguhkan realita tentang kehidupan perempuan di Minangkabau. Novel Limpapeh adalah tafsiran perempuan Minangkabau yang mendiami rumah gadang, seperti kata adatnya “Limpapeh rumah nan gadang sumarak

anjuang nagari”. Maksudnya adalah perempuan

Minangkabau yang mendiami rumah gadang adalah perempuan yang dihormati atau ditinggikan dalam kaumnya. Karena dalam sistem matrilineal perempuanlah yang mewariskan suku kepada keturunannya kelak.

Seperti yang dikisahkan dalam novel Limpapeh karya A.R. Rizal seorang perempuan Minangkabau bernama Mandeh Piah. Mandeh yang mendiami rumah gadang kaumnya. Mandeh sendiri memiliki empat orang saudara laki-laki dan dua saudara perempuan, yang sulung bernama Sjam, yang kedua dipanggilnya Sutan Miang, kemudian Buyus dan Toboh. Saudara perempuan Mandeh bernama Ijah dan satu lagi bernama Lena. Ijah sudah lama meninggal, sedangkan Lena menikah dengan orang asing. Berpuluh-puluh tahun Mandeh tidak mendengar kabarnya, entah masih hidup atau sudah berkalang tanah. Sejak kematian Ibunya, Mandeh yang menjadi penghuni rumah

(3)

gadang. Di rumah gadang itulah menjadi alasan saudara laki-lakinya untuk datang.

Di dalam novel Limpapeh karya A.R Rizal banyak hal yang bisa diteliti dari tokoh perempuan Minangkabau Mandeh Piah. Hal tersebut menjadi alasan bagi peneliti untuk memilih tokoh Mandeh Piah, Pertama, tokoh Mandeh Piah menjadi pusat penceritaan. Kedua, Mandeh Piah merupakan perempuan yang tegar dalam menghadapi berbagai polemik dalam rumah gadang. Ketiga, Mandeh Piah merupakan perempuan yang bisa menempatkan dirinya sebagaimana mestinya perempuan Minangkabau. Keempat, Mandeh Piah sebagai tempat berkeluh kesah bagi saudara laki-laki dan anak-anaknya. Kelima, Mandeh Piah tidak pernah menyesal menjadi perempuan Minangkabau yang harus mendiami rumah gadang sendirian walaupun kakak dan adiknya sudah tak ada, sekalipun Mandeh Piah diajak oleh anak bungsunya untuk tinggal bersama tapi Mandeh Piah tetap bersikeras untuk tinggal di Rumah Gadang.

Pengetahuan mengenai karya sastra ini juga dapat diimplikasikan ke dalam pengajaran apresiasi sastra indonesia. Pada kelas XI semester 1 terdapat Standar Kompetensi 7 Memahami berbagai hikayat, novel Indonesia atau novel terjemahan dengan Kompetensi Dasar 7.2 Menganalisis unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia atau terjemahan.

Berdasarkan latar belakang tersebut terdapat representasi fungsi Bundo Kanduang pada tokoh Mandeh Piah yang dapat diteliti.

METODOLOGI PENELITIAN

Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Menurut Semi (dalam Endraswara, 2013:5), penelitian kualitatif dilakukan dengan tidak mengutamakan angka-angka, tetapi mengutamakan kedalaman penghayatan terhadap interaksi antar konsep yang sedang dikaji secara empiris. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif analisis. Ratna (2010:53) menjelaskan metode deskriptif analisis dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan analisis. Penggunaan metode deskriptif analisis pada penelitian tentang representasi fungsi Bundo Kanduang pada tokoh Mandeh Piah dalam novel Limpapeh karya A.R Rizal ini adalah untuk mendeskripsikan representasi fungsi Bundo Kanduang.

Menurut Lufri (2007:97), data penelitian adalah informasi yang akan diolah yang diperlukan untuk menguji hipotesis atau untuk menjawab pertanyaan penelitian. Menurut Arikunto (2010:172), yang dimaksud sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data dapat diperoleh. Apabila peneliti menggunakan teknik observasi, maka sumber datanya bisa berupa benda, gerak atau proses

(4)

sesuatu.Data penelitian ini adalah berupa kutipan tentang Representasi fungsi Bundo Kanduang Pada Tokoh Mandeh Piah dalam Novel Limpapeh karya A.R Rizal. Sumber data dalam penelitian ini adalah novel Limpapeh Karya A.R Rizal. Novel ini diterbitkan oleh Rumah Kayu Pustaka Utama, dengan tebal 207 halaman dan di cetak pertama kali pada bulan Mei 2016. Instrumen merupakan alat dan bahan yang membantu peneliti melakukan penelitian. Sugiyono (2011:102) mengemukakan instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati.

Menurut Sugiyono (2011:308) teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dibagi menjadi beberapa bagian. Pertama, membaca dan memahami Novel Limpapeh karya A.R rizal secara keseluruhan. Kedua, menggaris bawahi dan mencatat isi novel yang berkaitan dengan representasi fungsi Bundo Kanduang dalam novel Limpapeh karya A.R Rizal. Ketiga, menginventarisasikan teks yang berkaitan dengan data representasi fungsi Bundo Kanduang.

Teknik pengabsahan data yang digunakan adalah uraian rinci. Menurut Moleong (2012:338), teknik uraian rinci

merupakan teknik yang menurut peneliti agar melaporkan hasil penelitiannya sehingga uraiannya itu dilakukan seteliti dan secermat mungkin yang menggambarkan konteks tempat penelitian diselenggarakan. Temuan itu sendiri tentunya bukan bagian dari uraian rinci, melainkan penafsiran yang dilakukan dalam bentuk uraian rinci dengan segala macam pertanggungjawaban berdasarkan kejadian-kejadian nyata. Keabsahan data yang langsung diambil dari novel Limpapeh karya A.R Rizal.

HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN Hasil penelitian ini adalah fungsi Bundo Kanduang dalam novel Limpapeh karya A.R Rizal, yaitu 1) Bundo Kanduang sebagai Limpapeh yang terdapat pada tokoh Mandeh Piah yang mendidik dan mengajar anak-anak serta keturunan dan tali temalinya. Hal ini terlihat pada kutipan di bawah ini.

Kalau Toboh datang untuk bermalam di rumah, subuh-subuh sekali Nina akan mengusir dengan menyiramkan air seember. Toboh akan bergegas pergi. Ia datang lagi ke rumah gadang. Disana ia mengadu kepada Mandeh.

“Jangan terlalu keras.

Bagaimanapun, dia adalah

(5)

Berdasarkan kutipan di atas menjelaskan bahwa tokoh Mandeh mendidik Nina anak perempuannya itu untuk menghormati dan bersikap sopan kepada mamaknya sendiri.

2) Bundo Kanduang sebagai umbun puruak pagangn kunci terdapat pada tokoh Mandeh Piah selalu menghormati, mengahargai dan memahami suaminya. Hal ini terlihat pada kutipan di bawah ini.

Mandeh tidak pernah memaksa Pian mencari uang lebih banyak lagi. Ia sudah bekerja mati-matian. Kaki menjadi tangan, tangan menjadi kaki. Perempuan itu pun bertanya jalan keluar lain kepada pian. “bagaimana sebaiknya, uda?”(Rizal, 2016:29-30).

Berdasarkan kutipan di atas menjelaskan bahwa tindakan tokoh Mandeh mencakup pada fungsi Bundo Kanduang Sebagai umbun puruak pagangan kunci pada bagian mempunyai sifat yang mulia dan menjauhi segala larangan, yaitu Sebagai seorang istri menjadi teman hidup untuk mendampingi suami sebagai daya penggerak dan pendorong dalam mencapai tujuan.

3) Bundo Kanduang sebagai pusek jalo kumpulan tali terdapat pada tokoh Mandeh Piah yang sebagai pusat atau sumber kekuatan dalam

keluarganya di rumah gadang. hal ini terlihat pada kutipan di bawah ini.

Sudah tiga kali Sutan Miang tertidur dirumah gadang. Sejak pulang dari rantau, tak ada pekerjaan yang dilakukannya. Laki-laki itu menjadi sering datang kerumah kayu itu. Dirumah itu, masih ada Mandeh, adik perempuannya yang masih bisa dikunjungi. Karena kunjungan saudara laki-lakinya itulah, Mandeh bertahan. Padahal, ia hanya seorang diri di sana (Rizal, 2016:8).

Berdasarkan kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa tindakan tokoh Mandeh mencakup pada fungsi Bundo Kanduang Sebagai pusek jalo kumpulan tali, yaitu Bundo Kanduang sebagai pengatur rumah tangga yang merupakan sumber yang sangat menentukan baik dan jeleknya anggota keluarga. Tampek maniru manuladan.

4) Bundo Kanduang sebagai sumarak dalam nagari terdapat pada tokoh Mandeh Piah yang ramah kepada tetangga-tetangganya.hal ini terlihat pada kutipan di bawah ini.

“Aku bisa memberikanmu

sebidang tanah sebagai pengganti pemberian kepada

(6)

ayahmu dahulu,” ujar

Mandeh kepada Sarkawi. “Tidak, itu sudah jadi punya anak-anakmu.”

Mandeh menelan ludah. Laki-laki di hadapannya itu begitu banyak segan. “Tak ada lagi yang bisa mewarisi. Semuanya akan hilang ketika aku mati.” (Rizal, 2016:37).

Berdasarkan kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa tokoh Mandeh memiliki fungsi Bundo kanduang sebagai sumarak dalam nagari, Sebagai anggota masyarakat di Minangkabau, perlu memiliki pengetahuan tentang kemasyarakatan menurut adat Minangkabau yang senantiasa mempunyai sistem bersama yang dilandasi budi pekerti luhur sesamanya.

5) Bundo Kanduang sebagai nan gadang basa batuah terdapat pada tokoh Mandeh Piah yang mematuhi aturan adat dan agama menjauhi segala larangannya. Hal ini terlihat pada kutipan di bawah ini.

Mandeh tak suka dengan orang pintar. Apalagi, mengadukan kesusahan hidupnya. Kalau ada masalah, kadukan saja kepada Tuhan. Tuhan Maha pintar. Ia pemilik segala

kepintaran. “jangan

menjeratku dengan

perbuatan musyrik, Ikbal!”

(Rizal, 2016:141).

Berdasarkan kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa tokoh Mandeh memiliki Fungsi Bundo Kanduang Sebagai Nan Gadang Basa Batuah, yaitu perempuan di Minangkabau sebagai lambang kebanggaan dan kemuliaan yang menjadi pengentara keturunan yang dibesarkan dan dihormati serta diutamakan dan dipelihara, harus memelihara diri, serta menundukkan diri sendiri dengan aturan agama Islam, taat, jujur, mengerjakan rukun Islam, menjauhi segala larangan adat dan agama.

Tokoh Mandeh yang terdapat dalam novel Limpapeh ini memiliki fungsi seperti Bundo Kanduang Minangkabau asli. Meskipun fungsinya tersebut tidak sesempurna yang dimiliki Bundo Kanduang yang sesungguhnya.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa fungsi Bundo Kanduang dalam novel Limpapeh karya A.R Rizal meliputi fungsi Bundo Kanduang yaitu berhubungan dengan, (1) Bundo Kanduang sebagai Limpapeh, (2) Bundo Kanduang sebagai umbun puruak pagangan kunci, (3) Bundo Kanduang sebagai pusek jalo kumpulan tali, (4) Bundo Kanduang sebagai sumarak dalam nagari , dan (5) Bundo Kanduang sebagai nan

(7)

gadang basa batuah. Kelima peran dan fungsi Bundo Kanduang tersebut mengantarkan tokoh utama atau tokoh Mandeh Piah ke dalam perempuan Minangkabau sebagai Bundo Kanduang.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Endaswara, Suwardi. 2013. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: CAPS (Center for Academic Publishing Service).

Hakimy, Idrus. 1978. Pegangan Bundo Kanduang di Minangkabau. Padang: Offset CV ROSDA.

Lufri. 2007. Kiat Memahami Metodologi dan Melakukan Penelitian. Padang: UNP Press. Rizal, A.R. 2016. Limpapeh. Padang: Rumah

Kayu Pustaka Utama.

Moleong, Lexy. J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Ratna, Nyoman Kutha. 2010. Teori, Metode dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: ALFABETA.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari pengabdian kepada masyarakat ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan kreativitas siswa dalam membuat slogan dengan ilustrasi dan bahasa yang menarik dan

Pemilik Risiko UC/ C 2.6 Pelaksanaan Penyuluhan Hukum kepada Unit Kerja di Lingkungan BPKP baik Pusat maupun Perwakilan dengan Materi yang Terkait dengan Tugas dan Fungsi

Menurut Ozler dan Polat (2012), terdapat tiga penyebab individu melakukan cyberloafing, yaitu faktor individu, faktor situasional dan faktor organisasi. Faktor pertama

Keadilan interaksional berhubungan dengan perilaku interpersonal dalam bentuk diberlakukannya prosedur dan pengiriman hasil, yang mencakup penjelasan,

Dari hasil-hasil penelitian tersebut di atas mengindikasikan adanya kemungkinan pengaruh SAHA terhadap perkembangan organ reproduksi anak mencit jantan yang dilahirkan

Tipe pengaliran yang akan digunakan pada sistem transmisi adalah dengan menggunakan sistem gravitasi, karena sumber mata air berada pada elevasi yang lebih tinggi