• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pada dasarnya setiap manusia memiliki kecemasan masing-masing

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pada dasarnya setiap manusia memiliki kecemasan masing-masing"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada dasarnya setiap manusia memiliki kecemasan masing-masing dalam dirinya, baik untuk menghadapi masalah dalam dirinya sendiri atau dalam bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya. Kelompok teman sebaya adalah sumber kasih sayang, simpati, pengertian, dan tuntunan moral; tempat untuk melakukan eksperimen; serta sarana untuk mencapai otonomi dan kemandirian dari orang tua. Kelompok teman sebaya adalah tempat untuk membentuk hubungan dekat yang berfungsi sebagai “latihan” bagi hubungan yang akan mereka bina di masa dewasa awal (Papalia, 2009). Remaja cenderung untuk memilih teman yang serupa dengan mereka dalam gender, suku bangsa, dan dalam hal lain. Teman juga saling memengaruhi satu sama lain, terutama dalam masalah yang beresiko atau bermasalah; remaja lebih mungkin untuk mulai merokok jika seorang teman sudah merokok (Brown & Klute, dalam Papalia, 2009). Remaja awal lebih banyak menyesuaikan diri terhadap standar kawan sebayanya. Dalam taraf ini, remaja cenderung melakukan hal negatif seperti mencuri penutup roda mobil, membuat grafitti di dinding, atau mencuri kosmetik dari konter toko bersama kawan sebayanya. Remaja yang tidak yakin akan identitas sosialnya, cenderung lebih menyesuaikan diri dengan kawan sebayanya (Santrock, 2011). Hal ini yang mungkin terdapat perasaan cemas bagi remaja tersebut, kekhawatiran untuk

(2)

tidak di terima dengan lingkungan pertemanannya, sehingga mereka cenderung mengikuti teman-teman lainnya untuk melakukan hal yang sama. Kecemasan dasar berasal dari takut; suatu peningkatan yang berbahaya dari perasaan tak berteman dan tak berdaya dalam dunia penuh ancaman (Alwisol, 2009).

Manusia mencoba menyesuaikan diri dengan lingkungan agar dapat bertahan hidup. Cara yang termudah adalah melakukan tindakan yang sesuai dan diterima secara sosial. Melakukan tindakan yang sesuai dengan norma dalam psikologi sosial dikenal sebagai konformitas (Sarwono, 2009). Konformitas adalah suatu bentuk pengaruh sosial di mana individu mengubah sikap dan tingkah lakunya agar sesuai dengan norma sosial (Baron, dkk 2008). Manusia cenderung mengikuti aturan-aturan yang ada dalam lingkungannya (Sarwono, 2009). Tekanan yang ada dalam norma sosial sesungguhnya memiliki pengaruh yang besar: Tekanan-tekanan untuk melakukan konformasi sangat kuat, sehingga usaha untuk menghindari situasi menekan dapat menenggelamkan nilai-nilai personalnya (Baron, dkk dalam Sarwono, 2009).

Terlepas dari itu konformitas juga sangat dipengaruhi oleh tekanan dari kelompok tersebut agar para remaja itu ikut serta dalam kegiatannya baik kegiatan yang bersifat positif atau pun negatif contohnya tawuran. Jadi tampak bahwa semakin besar kelompok tersebut, maka semakin besar pula kecenderungan kita untuk ikut serta, bahkan meskipun itu berarti kita akan menerapkan tingkah laku yang berbeda dari yang sebenarnya kita inginkan (Baron, 2005). Walaupun memang ada beberapa sebagian orang melakukan konformitas karena sekedar hanya ingin berperilaku sama dengan orang lain

(3)

terutama teman kelompoknya. Ketika situasi ambigu, situasi menjadi tidak jelas atas apa yang harusnya dilakukan, maka individu cenderung mencari kejelasan lewat kelompok dengan mengikuti apa yang diharapkan kelompok (Sarwono, 2009). Dengan kata lain, ia melakukan konformitas terhadap norma kelompok (Sarwono, 2009). Ada kebutuhan kuat dalam diri manusia untuk bertindak benar atau tepat sehingga bisa diterima dan disukai oleh orang lain (Sarwono, 2009)

Menurut Deutsch & Gerrad (dalam Sarwono, 2005) ada dua penyebab mengapa orang berperilaku konform. Yang pertama pengaruh norma, yaitu disebabkan oleh keinginan untuk memenuhi harapan orang lain sehingga dapat lebih diterima oleh orang lain. Dan yang kedua pengaruh informasi, yaitu karena adanya bukti-bukti dan informasi-informasi mengenai realitas yang diberikan oleh orang lain yang dapat diterimanya atau tidak dapat dielakkan lagi (Kotia, dalam Sarwono, 2005).

Berdasarkan dua hal penyebab diatas dan dari beberapa remaja yang melakukan konformitas untuk mengikuti kelompok temannya lah yang melatarbelakangi peneliti untuk melakukan penelitian ini, apakah remaja cenderung mempunyai kecemasan saat mereka takut ditolak dan tidak diterima dengan lingkungan pertemanannya dan cenderung melakukan konformitas dalam hal yang negatif seperti tawuran, agar dapat diterima oleh kelompok pertemanan tersebut. Dan bagi para kelompok remaja ini apakah pada saat mereka tergabung dalam konformitas tersebut dan melakukan tawuran, mereka mengalami kecemasan karena adanya tekanan dari temannya maupun senior, ataupun kecemasan dampak dari tawuran itu sendiri. Seperti umumnya

(4)

luka fisik yang berujung pada kematian, selain itu adanya kekhawatiran untuk dapat memenangi tawuran tersebut, sehingga bagi para remaja pelaku tawuran tersebut sangat mungkin mengalami kecemasan agar dapat mempertahankan nama baik kelompok atau sekolah mereka.

Seperti yang di kemukakan menurut Horney (dalam Alwisol, 2009) mengenai beberapa kebutuhan neurotik yaitu kebutuhan kasih sayang dan penerimaan, kebutuhan partner yang bersedia mengambil alih kehidupannya, kekuasaan, kebutuhan mengeksploitasi orang lain, kebutuhan pengakuan sosial atau prestise, kebutuhan menjadi pribadi yang dikagumi, kebutuhan ambisi dan prestasi pribadi, dan yang terakhir kebutuhan kesempurnaan dan ketaktercelaan.

Berdasarkan dari beberapa kebutuhan neurotik tersebut para remaja pelaku tawuran yang terlibat dalam konformitas kemungkinan mempunyai salah satu kebutuhan neurotik tersebut, diantaranya adalah kebutuhan kasih sayang dan penerimaan, kekuasaan dimana mereka ada rasa ingin menguasai suatu wilayah tertentu ataupun mereka merasa menang dan berkuasa saat mengalahkan sekolah tertentu, kebutuhan mengeksploitasi orang lain seperti seorang senior yang dapat memaksa juniornya untuk ikut serta dalam tawuran, kebutuhan pengakuan sosial atau prestise, serta kebutuhan menjadi pribadi yang dikagumi dimana pada saat mereka merasa menang dalam tawuran tersebut pasti ada rasa bangga karena telah mengalahkan atau melukai salah satu siswa sekolah lain.

(5)

Selain itu juga remaja yang melakukan tawuran cenderung ada dorongan untuk balas dendam. Dimana tujuan utamanya adalah membuat orang lain malu, atau mengalahkan mereka melalui kelebihan mereka, atau untuk memperoleh kekuatan, untuk membuat sengsara orang lain – umumnya melalui penghinaan (Alwisol, 2009). Hal ini sangat berkaitan erat dengan para remaja pelaku tawuran dimana pada saat mereka terkalahkan oleh sekolah lain, ada perasaan atau dorongan untuk balas dendam dengan sekolah lain, menunjukkan kepada mereka bahwa mereka mampu melawan kelompok dari sekolah lain tersebut. Sukses membalas dendam tidak membuat dorongan balas dendamnya reda, bahkan dorongan itu menanjak setiap kali ada kemenangan (Alwisol, 2009). Setiap kesuksesan akan meningkatkan ketakutan bakal kalah dan ini meningkatkan perasaan keagungan, yang meningkatkan keinginan untuk memperoleh kemenangan balas dendam yang baru (Alwisol, 2009)

Tawuran pelajar merupakan salah satu bentuk konflik antar kelompok siswa yang melibatkan lebih dari sepuluh orang (Mansoer, dalam Meta, 2001). Lebih khusus lagi tawuran adalah bentuk tingkah laku konflik antar kelompok yang dimana rasa permusuhan yang ada pada siswa sekolah yang terlibat tawuran juga hanyalah rasa permusuhan kelompok dan tidak berhubungan dengan permusuhan secara pribadi (Kelompok Kerja Penanggulangan Tawuran, 1999; Mansoer, 1998; Mustofa, 1998).

(6)

Berdasarkan data yang didapat dari Komnas PA merilis jumlah tawuran pelajar yaitu untuk tahun 2010 tercatat ada 102 kejadian tawuran dengan korban meninggal 17 orang. Sementara tahun 2011 menurun hanya ada 96 kasus dengan korban meninggal 12, dan untuk tahun 2012 ada 103 kasus tawuran dengan jumlah korban tewas 17 orang. Dan meningkat lagi pada tahun 2013 yaitu 339 kasus dengan korban meninggal 82 orang.

Dari jajak pendapat kompas, dengan responden di 12 kota di Indonesia, diketahui sebanyak 17,5 persen responden mengakui bahwa saat dia bersekolah SMA, sekolahnya pernah terlibat tawuran antar-pelajar. Tidak sedikit pula responden atau keluarga responden yang mengaku pada masa bersekolah terlibat tawuran atau perkelahian massal pelajar. Jumlahnya mencapai 6,6 persen atau sekitar 29 responden (Imanuddien, 2012). Berikut ini merupakan beberapa lokasi rawan tawuran pelajar di Kota Tangerang yaitu, Jalan MH Thamrin Cipondoh, flyover jalan Jenderal Sudirman, flyover Cikokol, Jalan Daan Mogot Batu Ceper, Jalan Raden Fatah Sudimara Selatan Ciledug. Sedangkan pada Kabupaten Tangerang yaitu, Jalan Serang Depan Citra Raya Cikupa, Jalan Serang Pasar Balaraja, Jalan Raya Serpong Tangerang Selatan (Eko dan Siti, 2012).

Adanya perbedaan antara tingkah laku individual dan tingkah laku kelompok tersebut perlu diperhatikan, sehingga perlu pengkajian terhadap masalah tawuran dari sudut pandang yang tepat, yaitu berdasarkan sudut pandang tingkah laku kelompok yang tidak menyertakan aspek-aspek pribadi (Meta, 2001).

(7)

Tawuran pada dasarnya adalah permusuhan antar sekolah, namun demikian tidak semua siswa pada sekolah yang bermusuhan tersebut terlibat dalam tawuran. Pada umumnya tawuran terjadi antara kelompok-kelompok siswa tertentu yang menamakan diri mereka Basis (barisan siswa) yang dibentuk berdasarkan adanya perasaan terancam oleh siswa sekolah yang dianggap musuh (Mansoer, dalam Meta, 2001).

Dari beberapa kejadian yang pernah peneliti lihat dan peneliti rasakan agaknya kecemasan pada diri seorang remaja menjadi hal yang cukup sering terjadi di kalangan remaja itu sendiri, apalagi masa remaja merupakan pencarian identitas diri dimana teman sebaya sangatlah berperan penting dalam pengambilan keputusan seorang remaja, hingga akhirnya para remaja tersebut pun cenderung melakukan konformitas agar dapat di terima oleh lingkungan atau kelompok pertemanannya tersebut, baik dalam hal positif maupun negatif. Mereka juga mungkin cenderung cemas saat berada dalam ruang lingkup konformitas tersebut, jika konformitas tersebut dalam hal yang negatif contohnya tawuran antar remaja dengan sekolah lain.

Hal ini lah yang melatarbelakangi peneliti untuk melakukan sebuah penelitian dimana salah satu sekolah di kota Tangerang cukup terkenal dengan siswanya yang sering terlibat tawuran antar pelajar, peneliti sangat tergugah untuk melakukan penelitian yang dasari oleh kecemasan pelajar yang takut akan tidak memiliki teman di sekolah sehingga mereka cenderung melakukan konformitas pada teman kelompoknya, dan bersedia untuk melakukan apapun yang diperintahkan oleh kelompok tersebut meskipun itu hal yang bersifat negatif seperti tawuran. Penelitian yang berjudul Hubungan antara kecemasan

(8)

dengan kecenderungan konformitas pada remaja pelaku tawuran ini diharapkan dapat membatu peneliti untuk mengetahui apakah terdapat hubungan atau tidak antara kecemasan dengan kecenderungan konformitas pada remaja pelaku tawuran. Subjek penelitiannya pun para siswa STM di daerah Kota Tangerang yang memang sudah menjadi rahasia umum jika mereka sering terlibat tawuran dengan sekolah lain.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan paparan diatas, maka rumusan masalah yang menjadi fokus penelitian adalah:

Apakah terdapat hubungan antara kecemasan pada remaja dengan kecenderungan konformitas pada remaja pelaku tawuran?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

 Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara kecemasan dengan kecenderungan konformitas pada remaja pelaku tawuran?

1.4. Manfaat Penelitian

a. Aspek teoritis : secara teoritis dapat membantu dalam meningkatkan pemahaman pembaca dan memberikan sumbangan

(9)

pemikiran yang berguna bagi perkembangan ilmu psikologi, serta untuk mengetahui sejauh mana tingkat kecemasan para remaja dalam melakukan konformitas terutama bagi para pelaku tawuran, bila di tinjau dari teori yang bersangkutan.

b. Aspek Praktis : secara praktis peneliti berharap penelitian ini berguna untuk di aplikasikan dalam kehidupan remaja sehari-hari dan bermanfaat bagi peneliti sendiri.

1.5. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan penulisan skripsi ini, penulis membagi dalam beberapa bab yang sistematikanya adalah sebagai berikut:

 Bab 1 :Merupakan bagian pendahulan. Bab ini mambahas tentang latar belakang penelitian ini yaitu permasalahan penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

 Bab 2 :Merupakan bagian tinjauan pustaka. Bab ini membahas tentang teori-teori mengenai kecemasan dasar dan permusuhan dasar, pencarian keagungan neurotik, kecemasan menurut Sullivan, pemahanan konformitas, penyebab orang melakukan konformitas, mengapa orang menyesuaikan diri, kapan orang menyesuaikan diri, pengertian remaja, pengertian tawuran, kerangka berpikir dan hipotesis.

 Bab 3 :Merupakan metode penelitian yang terdiri dari Hipotesis, Variabel, Teknik penelitian, Subjek penelitian,

(10)

Prosedur penelitian, alat ukur yang digunakan, dan metode pengolahan data.

 Bab 4 :Merupakan hasil penelitian seperti gambaran umum subjek, uji instrument, uji reliabilitas, uji validitas, uji normalitas, uji korelasi sederhana, dan uji hipotesis

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis cuplikan cairan hasil lindi peleburan pasir zirkon dengan alat analisis spektrograf emisi menunjukkan bahwa konsentrasi masing-masing unsur Si, Cu, dan

FAKUTTAS IIUI(UilI UIIIYERSITAS SURABAYT

Ilmu linguistik juga mempunyai beberapa bidang kajian yang menyangkut struktur-struktur dasar tertentu, salah satunya yaitu bidang kajian makna (semantik / 意味論 imiron) yang

Pengaruh peningkatan hasil belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran konvensional pada kompetensi proses mesin konversi energi termasuk ke dalam kategori

Parfum Laundry Kota Tanjung Balai HUB: 081‐3333‐00‐665 ﴾WA,TELP,SMS﴿ Beli di Toko, Agen, Distributor Surga Pewangi Laundry Terdekat/ Dikirim dari Pabrik?. Jual

Tujuan perawatan hygiene mulut pasien adalah pasien akan memiliki mukosa mulut utuh yang terhidrasi baik serta untuk mencegah penyebaran penyakit yang ditularkan melalui

Simulasi distribusi air dengan Epanet 2.0 digunakan untuk mengetahui dan membandingkan hasil dari sistem distribusi air bersih yang sudah direncanakan dengan perhitungan

Faktor yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan medical checkup pada dasarnya berhubungan dengan faktor terjadinya perilaku kesehatan, dimana seseorang akan mengambil suatu