• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

8

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perilaku

Menurut teori Kurt Lewin, perilaku adalah hasil interaksi antara orang (person) dengan lingkungan (environment). Dimana orang (person) dalam perilaku merupakan suatu yang kompleks karena dipengaruhi oleh banyak aspek untuk mendapatkan respons stimulus pada diri orang tersebut (Notoatmodjo, 2014)

2.1.1 Perilaku Kesehatan

Sejalan dengan batasan perilaku menurut Skinner (1938), perilaku kesehatan adalah respons seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sehat-sakit, penyakit dan faktor yang mempengaruhi kesehatan. Sehingga perilaku kesehatan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu perilaku kelompok orang yang sehat dan perilaku kelompok orang yang sakit. Perilaku kelompok orang yang sehat adalah bagaimana orang-orang sehat berperilaku untuk tetap menjaga kesehatan demi mempertahankan diri supaya tetap sehat melalui perilaku pencegahan penyakit dengan deteksi dini dan pola hidup sehat. Sedangkan perilaku kelompok orang yang sakit adalah bagaimana upaya mereka agar sembuh dari penyakit dan menjadi pulih kesehatannya, dimana perilaku ini biasanya disebut dengan perilaku pencarian pelayanan kesehatan atau health seeking behavior (Notoatmodjo, 2014).

(2)

2.1.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pemanfaatan Pelayanan Medical Checkup

Faktor yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan medical checkup pada dasarnya berhubungan dengan faktor terjadinya perilaku kesehatan, dimana seseorang akan mengambil suatu tindakan disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya yaitu faktor-faktor yang disebutkan dalam teori perilaku health belief

model.

Teori health belief model diadaptasi dari teori Kurt Lewin (1954) yang pertama kali dikemukakan pada tahun 1966 oleh Rosenstock dikoseptualisasikan untuk melihat hubungan antara keyakinan terhadap kesehatan dengan perilaku, terutama dalam membuat perilaku menjadi lebih atau kurang menarik untuk dilaksanakan (Abraham & Sheeran, 2005).

Teori health belief model merupakan teori value-expectancy, dimana proses mental seperti thinking, reasoning, hypothesizing atau expecting merupakan komponen penting dan konsekuensi dari suatu tingkah laku adalah hal yang juga penting. Ketika konsep value-expectancy dikembangkan dalam konteks tingkah laku yang berhubungan dengan kesehatan, interpretasinya yaitu (i) Keinginan untuk menghindari penyakit atau ingin sehat (value) dan (ii) Keyakinan bahwa tingkah laku kesehatan yang spesifik dapat menyembuhkan atau mengurangi gejala penyakit (expectancy). Harapan atau expectancy ini kemudian dikembangkan sejauh mana seorang individu meyakini kerentanan tubuhnya terhadap penyakit tertentu dan seberapa parah penyakit tersebut, serta kemungkinan untuk mengurangi ancaman penyakit tersebut melalui suatu tindakan (Strecher & Rosenstock, 1997).

(3)

Teori ini dikembangkan pada tahun 1950-an untuk menjelaskan mengapa program pemeriksaan penyakit sejak dini atau skrining dianjurkan untuk dilaksanakan di United State (US) oleh Departemen Kesehatan US (Hochbaum, 1958). Dalam teori health belief model ini dijelaskan ada empat variabel utama yang menentukan perilaku pencegahan dan pengobatan penyakit yaitu perceived

susceptibility, perceived severity, perceived benefits and barriers, dan cues to action (Abraham & Sheeran, 2005).

1. Perceived susceptibility (Persepsi Kerentanan)

Perceived susceptibility mengacu pada persepsi subjektif seseorang

tentang risiko dari kondisi kesehatan dan kerentanan terhadap penyakit yang dihadapi (Strecher & Rosenstock, 1997). Perceived susceptibility juga diartikan sebagai perceived vulnerability yang berarti kerentanan yang dirasakan pada kemungkinan seseorang dapat terkena suatu penyakit. Jika persepsi kerentanan terhadap penyakit tinggi maka perilaku sehat yang dilakukan seseorang juga tinggi (Abraham & Sheeran, 2005).

2. Perceived severity/seriousness (Persepsi Keseriusan)

Perceived severity yaitu mengenai keseriusan dari suatu penyakit untuk

melakukan pengobatan meliputi evaluasi, konsekuensi medis dan klinis. Kerentanan dan keparahan penyakit menjadi ancaman yang dirasakan (Strecher & Rosenstock, 1997). Hal ini berarti perceived severity berprinsip pada persepsi keparahan penyakit yang akan diterima individu (Abraham & Sheeran, 2005). Keseriusan penyakit mendorong seseorang untuk mencari pelayanan kesehatan terutama jika kerentanan penyakit di keluarga tergolong penyakit yang serius seperti diabetes, penyakit jantung koroner, kanker dan sebagainya (Subagiyo, 2014). Dalam penelitian yang dilaksanakan oleh

(4)

Oktaviana tahun 2015, wanita usia subur dengan persepsi keseriusan penyakit tinggi mempunyai kemungkinan 15,49 kali lebih besar untuk melakukan skrining IVA dibandingkan wania usia subur dengan persepsi keseriusan penyakit rendah.

3. Perceived benefits and barriers (Persepsi Manfaat dan Hambatan)

Perceived benefits adalah kepercayaan terhadap keuntungan dari metode yang

disarankan untuk mengurangi risiko penyakit (Abraham & Sheeran, 2005). Individu yang sadar akan keuntungan deteksi dini penyakit akan terus melakukan perilaku sehat seperti medical checkup. Sedangkan perceived

barriers berarti hambatan yang dirasakan dalam upaya mengubah perilaku

tidak sehat menjadi perilaku sehat (Abraham & Sheeran, 2005). Jika persepsi hambatan terhadap perilaku sehat tinggi maka perilaku sehat tidak akan dilakukan. Pada umumnya, manfaat lebih dipertimbangkan dalam mengambil sebuah tindakan dibandingkan hambatan yang mereka hadapi (Ramlan, 2014). 4. Cues to Action (Pedoman dalam Mengambil Tindakan)

Cues to action adalah keadaan yang membuat seseorang merasa butuh

mengambil tindakan untuk melakukan perilaku sehat. Cues to action berarti dukungan atau dorogan dari lingkungan terhadap individu yang melakukan perilaku sehat yaitu dengan adanya faktor-faktor eksternal berupa isyarat atau tanda-tanda mengenai penyakit seperti anjuran dari teman dan tenaga medis atau pengalaman orang terdekat (Subagiyo, 2014).

5. Riwayat Penyakit Keluarga

Keluarga memiliki ikatan yang kuat dengan kesehatan dan penyakit melalui hubungan dan diamika kehidupannya. Keluarga mempunyai banyak faktor yang membuat kesehatan satu sama lainnya saling berhubungan yaitu darah,

(5)

gen, lingkungan serta gaya hidup (Rahmawati, 2009). Riwayat penyakit keluarga paling berpengaruh terhadap kejadian PTM pada anggota keluarga lainnya, salah satunya pada penderita kanker payudara dimana wanita dengan riwayat keluarga pernah menderita kanker payudara memiliki risiko terkena kanker payudara 5,7 kali dibandingkan wanita yang tidak memiliki keluarga dengan riwayat kanker payudara (Mediasta, 2012). Penelitian yang dilakukan oleh Oktaviana (2015) menyebutkan bahwa riyawat penyakit yang terdapat dalam keluarga dapat mendorong seseorang untuk berperilaku sehat dan melakukan deteksi dini pada penyakit tersebut.

6. Karakteristik Sosiodemografi

Karakteristik sosiodemografi seperti jenis kelamin, umur, pendidikan dan tingkat ekonomi menyebabkan adanya perbedaan tipe, frekuensi penyakit dan persepsi masing-masing individu sehingga perilaku kesehatannya juga berbeda (Strecher & Rosenstock, 1997).

a. Umur

Umur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan. Menurut Hurlock (1998) semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Pada penelitian Eke tahun 2012, kelompok umur dominan yang melakukan medical checkup adalah 40-49 tahun (42,9%), diikuti oleh 30-39 tahun (34,1%) dan tidak ada responden di bawah 20 tahun yang melakukan medical checkup. Dari hal tersebut dapat dilihat umur sangat mempengaruhi perilaku kesehatan seseorang.

(6)

b. Jenis kelamin

Perbedaan jenis kelamin pada karakteristik individu akan menimbulkan perbedaan dalam penggunaan pelayanan kesehatan, termasuk jenis pemeriksaan yang dilaksanakan. Hal tersebut disebabkan adanya perbedaan risiko penyakit yang dirasakan (Citerawati SY, 2002). c. Tingkat Ekonomi

Tingkat ekonomi seseorang dapat dilihat melalui penghasilan yang diperoleh orang tersebut setiap bulannya. Tingkat ekonomi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan. Biaya yang dibutuhkan dalam melakukan medical checkup menjadi penyebab masih sedikitnya orang yang mau melakukannya. Sebagian menganggap biaya medical checkup bisa dialihkan untuk keperluan lain (Rosatuti, 2001). Apabila seseorang memiliki kemampuan ekonomi, akan mempengaruhi keinginan untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan termasuk pada pelayanan medical checkup (Ramlan, 2014).

d. Pendidikan

Pendidikan merupakan sebagian unsur struktur sosial yang mempengaruhi sistem sosial salah satunya yaitu mempengaruhi perilaku. Dalam penelitian Ronis S, Ruhmawati, & Sukandar (2013), terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan perilaku hidup bersih dan sehat termasuk dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan. Berdasarkan penelitian Purba tahun 2011 menyatakan bahwa wanita yang mempunyai pendidikan lebih tinggi cenderung

(7)

lebih banyak yang melakukan pemeriksaan deteksi dini pada penyakit kanker leher rahim.

2.2 Penyakit Tidak Menular

Penyakit tidak menular (PTM) merupakan dampak dari perubahan pola penyakit dari penyakit infeksi menjadi penyakit tidak menular meliputi penyakit degeneratif dan man made disease yang merupakan faktor utama masalah morbiditas dan mortalitas (Rahajeng & Tuminah, 2009). Pada perjalanan alamiah penyakitnya, PTM seringkali tidak memiliki gejala dan tidak menunjukkan tanda klinis secara khusus sehingga PTM memiliki sebutan the silent killer (Kemenkes RI, 2014).

Kejadian PTM disebabkan oleh pergeseran gaya hidup di masyarakat yang mulai megadopsi perilaku tidak sehat. Adapun proporsi kematian akibat PTM pada masyarakat dengan usia kurang dari 70 tahun antara lain penyakit kardiovaskular sebesar 39%, kanker sebesar 27%, penyakit pernapasan, penyakit pencernaan dan penyakit tidak menular lain menyebabkan kematian sekitar 30%, serta diabetes menyebabkan 4% kematian (Kemenkes, 2012).

Penyakit-penyakit tersebut memiliki tingkat keseriusan yang tinggi sehingga berbagai upaya pencegahan untuk mengurangi faktor risiko dilakukan agar dapat menekan angka kematian akibat PTM, termasuk dengan melakukan

medical checkup sebagai upaya deteksi dini dari penyakit-penyakit yang seringkali

(8)

2.3 Medical Checkup

2.3.1 Pengertian Medical Checkup

Medical checkup merupakan serangkaian pemeriksaan kesehatan untuk

mengetahui kondisi kesehatan seseorang dalam upaya deteksi dini suatu penyakit. Pelaksanaan medical checkup bertujuan untuk mendeteksi sejak dini penyakit sehingga dapat mencegah berkembangnya penyakit dengan melakukan pengobatan sesegera mungkin, menghemat biaya pengobatan, mencegah adanya komplikasi penyakit, memperpanjang usia produktif, meningkatkan kualitas hidup serta memperpanjang usia harapan hidup (Sulistya, 2012).

2.3.2 Jenis Pemeriksaan dalam Medical Checkup

Dalam medical checkup, terdapat berbagai jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan meliputi pemeriksaan fisik (non laboratorium) dan pemeriksanaan laboratorium. Pemeriksaan non laboratorium yang dapat dilakukan dalam medical

checkup yaitu pemeriksaan fisik umum, pemeriksaan mata, THT (telinga, hidung

dan tenggorokan), saraf, radiologi, foto thorax, mammografi, elektrokardiografi (EKG) dan echokardiografi. Sedangkan pada pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan yang biasanya dilakukan yaitu pemeriksaan darah dan urine (Rosatuti, 2001).

Pemilihan pemeriksaan medical checkup dilakukan dengan melakukan pemeriksaan awal oleh dokter umum untuk menentukan jenis pemeriksaan apa saja yang perlu dilakukan karena pada masing-masing individu memiliki kerentanan yang berbeda dalam mengalami suatu penyakit yang dipengaruhi oleh berbagai faktor (Ramlan, 2014). Pemeriksaan deteksi dini penyakit yang dilakukan oleh masyarakat adalah deteksi dini penyakit tidak menular karena penyakit-penyakit

(9)

tidak menular biasanya dapat muncul tanpa adanya gejala dari faktor risiko (Kemenkes RI, 2014). Adapun pemeriksaan yang sering dilakukan oleh masyarakat yaitu pada penyakit tidak menular seperti:

1. Kanker Serviks

Kanker serviks merupakan jenis kanker terbanyak yang diderita perempuan di Indonesia, kasus baru kanker serviks ditemukan 40-45 kasus perhari dengan 52 juta perempuan Indonesia berisiko terkena kanker serviks. (Nurwijaya et al, 2010 dalam Damailia & Oktavia, 2014). Pasien kanker, khususnya kanker serviks seringkali datang mencari pengobatan ketika penyakit sudah memasuki stadium lanjut sehingga biaya pengobatan lebih mahal dan sulit untuk memperoleh kesembuhan. Dari tingkat keganasan penyakitnya, mendorong masyarakat untuk melakukan deteksi dini kanker serviks (Murniati & Lisuwarni, 2014).

a. Pemeriksaan Kanker Serviks dengan Metode Pap Smear

Pap smear merupakan pemeriksaan sitologis dari apusan sel-sel yang diambil dari leher rahim untuk melihat perubahan sel yang mengindikasi terjadinya inflamasi, displasia atau kanker leher rahim (Depkes RI, 2009). Manfaat dari pemeriksaan Pap Smear adalah untuk mendeteksi dini tentang ada atau tidaknya radang pada rahim serta tingkat radangnya, kelainan degeneratif pada rahim, dan tanda-tanda keganasan pada rahim (Sumaryati, 2003 dalam Triana, 2014).

b. Pemeriksaan Kanker Serviks dengan Metode IVA

Tes IVA merupakan pemeriksaan dengan mata telanjang (tanpa pembesaran) di seluruh permukaan leher rahim dengan bantan asam asetat/cuka yang diencerkan. Pemeriksaan ini dilakukan tidak dalam

(10)

keadaan hamil maupun sedang haid karena akan berpengaruh pada hasil pemeriksaan (Depkes RI, 2009). Pemeriksaan IVA merupakan salah satu metode deteksi dini kanker serviks yang aman dan murah (Dewi L., et al., 2013).

2. Kanker Payudara

Kanker payudara masih menjadi masalah di Indonesia, karena 68,6% pasien berobat ke dokter pada stadium lanjut (IIIa dan IIIb), sedangkan pada stadium dini (stadium I dan II) hanya 22,4% (Azamris, 2006 dalam Rahmatari, 2014). Setiap tahunnya pasien yang positif kanker payudara terus meningkat, oleh karena itu dibutuhkan upaya pencegahan berupa tindakan deteksi dini sebab deteksi dini ini dapat menekan angka kematian kanker payudara sebesar 25–30% (Pramitasari & Sarwono, 2008 dalam Rahmatari, 2014).

Medical checkup yang mengkhusus pada penyakit kanker payudara

biasanya dilakukan dengan mamografi. Mamografi merupakan salah satu cara untuk mendeteksi kanker payudara dengan bantuan sinar-X yang berdosis rendah. Mamografi dapat mendeteksi adanya benjolan atau tumor yang menjadi awal kanker payudara yang bersifat jinak atau ganas. Deteksi dini kanker payudara melalui mamografi dapat meningkatkan kesempatan untuk bertahan hidup.

Mamografi dapat mengidentifikasi kanker untuk beberapa tahun dan merupakan metode skrining kanker payudara yang paling efektif saat ini. Akurasi mamografi untuk mendiagnosis kanker payudara mendekati 80%, dimana pemeriksaan payudara berguna untuk memastikan bahwa payudara seseorang masih normal sehingga jika terdapat kelainan seperti infeksi, tumor atau kanker dapat ditangani lebih awal (Depkes RI, 2009).

(11)

3. Hipertensi

Penyakit kardiovaskular merupakan penyakit nomor satu penyebab kematian di Indonesia dan sekitar 20–35% dari kematian tersebut disebabkan oleh hipertensi (Rahajeng & Tuminah, 2009). Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah seseorang adalah ≥ 140 mmHg (tekanan sistolik) dan/atau ≥ 90 mmHg (tekanan diastolic). Deteksi dini hipertensi dilakukan dengan melakukan pemeriksaan tekanan darah yang selanjutnya diberi penatalaksanaan untuk menurunkan faktor risiko. Deteksi dini penyakit hipertensi sangat bermanfaat untuk menekan angka kematian akibat penyakit kardiovaskular. Selain itu dengan adanya deteksi dini penyakit hipertensi, masyarakat dapat lebih tanggap untuk mengendalikan faktor risiko terjadinya hipertensi (Depkes RI, 2006).

4. Diabetes Melitus (DM)

Penyakit gula atau DM disebabkan oleh gangguan metabolisme yang berhubungan dengan hormon insulin. Penyakit ini tidak dapat disembuhkan, namun dapat dicegah melalui deteksi dini dan menurunkan faktor risiko (Sinaga, 2011). Deteksi dini penyakit diabetes mellitus (DM) dilakukan dengan pemeriksaan gula darah meliputi Gula Darah Sewaktu (GDS), Gula Darah Puasa (GDP) dan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) untuk penegakan diagnosis apakah seseorang menderita DM atau tidak (Depkes RI, 2008). 5. Penyakit Jantung Koroner (PJK)

Diantara berbagai penyakit kardiovaskuler yang ada di masyarakat, Penyakit Jantung Koroner (PJK) telah menjadi masalah kesehatan masyarakat. Upaya penanganan kuratif masih mahal dan tidak semua masyarakat dapat menjangkaunya. Oleh karena itu, pengenalan dini PJK dengan menentukan

(12)

faktor risiko seperti hipertensi dan diabetes mellitus serta mengidentifikasi penderita dengan risiko tinggi yang memiliki pola hidup tidak sehat merupakan salah satu upaya yang sangat bermanfaat dalam melakukan pencegahan atau memperlambat timbulnya PJK (Abidin, 2012).

Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyakit yang terjadi sebagai manifestasi dari penurunan suplai oksigen ke otot jantung dari penyempitan atau penyumbatan aliran darah pada arteri koronaria yang manifestasi klinisnya tergantung pada berat ringannya penyumbatan. (Depkes RI, 2006). Deteksi dini PJK yang sering dilakukan yaitu dengan elektrokardiografi (EKG) dan echokardiografi.

6. General Medical Checkup

General Medical Checkup termasuk salah satu jenis medical checkup

secara menyeluruh dilakukan secara lengkap, dalam arti dari kepala sampai kaki, mulai dari anamnesa sampai pemeriksaan tambahan yang spesifik yang bertujuan untuk mendeteksi dini masalah kesehatan yang mungkin muncul pada tubuh seseorang (Eke, et al., 2013). General medical checkup sangat baik dilakukan untuk seseorang yang ingin memeriksakan kesehatan secara menyeluruh. Namun pemeriksaan general medical checkup membutuhkan biaya yang relatif mahal bagi masyarakat.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan gambar 5 diatas maka dapat disimpulkan K-dd (me/100g) di Desa Buket Sudan Kecamatan Peusangan Siblah Krueng Kabupaten Bireuen tertinggi didapatkan pada kelapa

Target dari pemasaran kalender ini adalah mahasiswa IPB yang pada dasarnya adalah mahasiswa pertanian, sehingga informasi yang ada pada kalender ini dapat bermanfaat

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul: Pengembangan media pembelajaran papan analisis

Gangguan Stres Akut (Acute Stress Disorder/ASD) adalah sebuah kondisi psikologis yang timbul sebagai tanggapan terhadap peristiwa yang mengerikan, hasil dari sebuah

Pada akhirnya dilakukan plot regresi hubungan antara nilai Brix, karoten total, asam sitrat, dan vitamin C aktual dan prediksi pada data pelatihan dan validasi menggunakan JST

Sama halnya dengan rencana pembelajaran yang disusun dosen di kelas eksperimen, di kelas kontrol pun tampak dosen menyusun rencana pembelajaran dengan baik. Komponen- komponen dalam

nasionalnya dan ini adalah hukum Inggris. 4etapi hukum Inggris ini menun$uk kembali kepada hukum Prancis yaitu hukum dari domisili. Maka apakah menurut hukum Prancis akan