• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 . Latar Belakang

Otonomi daerah merupakan kewenangan yang diberikan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk meningkatkan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Sesuai dengan prinsip otonomi daerah, pemerintah daerah diharapkan untuk lebih mampu menggali potensi sumber-sumber penerimaan daerah melalui peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menyebutkan bahwa terdapat 16 jenis pajak daerah yaitu Pajak Provinsi yang terdiri dari: (1) Pajak Kendaraan Bermotor; (2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor; (3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; (4) Pajak Air Permukaan; dan (5) Pajak Rokok. Pajak Kabupaten/Kota terdiri atas: (1) Pajak Hotel; (2) Pajak Restoran; (3) Pajak Hiburan; (4) Pajak Reklame; (5) Pajak Penerangan Jalan; (6) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan; (7) Pajak Parkir; (8) Pajak Air Tanah; (9) Pajak Sarang Burung Walet; (10) Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan (11) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Pemerintah provinsi dan kabupaten/kota diberikan kewenangan penuh untuk menggali obyek - obyek pajak daerah tersebut untuk dijadikan sumber penerimaan berupa pajak daerah.

(2)

Implementasi otonomi daerah menuntut pemerintah daerah untuk memaksimalkan potensi sumber-sumber pendapatan dalam membiayai pembangunan di daerah. Seiring dengan berjalannya otonomi daerah, diharapkan pemerintah Kabupaten Gianyar mampu mengelola dan memaksimalkan sumber daya yang ada di daerah untuk kesejahteraan dan kemajuan daerah. Salah satu upaya Pemerintah Kabupaten Gianyar dalam meningkatkan PAD adalah melalui pajak daerah. Peranan pajak daerah terhadap PAD Kabupaten Gianyar tahun 2010 sampai dengan 2014 dapat dilihat pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1

Kontribusi Pajak Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Gianyar Tahun 2010 - 2015

Tahun Pendapatan Pajak Daerah ( Rupiah ) Pertumbuhan (persen) Pendapatan Asli Daerah ( Rupiah ) Kontribusi (persen) 2010 90.334.178.140 153.559.078.290 58,83 2011 133.959.841.435 48,29 209.598.193.887 63,91 2012 159.636.601.845 19,17 261.222.177.509 61,11 2013 204.436.633.079 28,06 319.612.004.636 63,96 2014 276.603.965.736 35,30 424.472.544.729 65,16 2015 307.668.563.048 11,23 457.263.363.791 67,28 Sumber: Bagian Keuangan Setda Kabupaten Gianyar, 2015

Pada Tabel 1.1 disajikan kontribusi pajak daerah terhadap PAD Kabupaten Gianyar yang rata-rata meningkat dan kontribusinya lebih dari 50 persen setiap tahunnya. Peningkatan penerimaan PAD dari sektor pajak daerah yang semakin meningkat setiap tahunnya ini mencerminkan bahwa PAD Kabupaten Gianyar bergantung pada sektor pajak daerah.

(3)

Kabupaten Gianyar hampir mengelola semua obyek pajak yang diberi kewenangan oleh Pemerintah Pusat untuk dijadikan sumber pendapatan daerah. Obyek pajak daerah yang paling besar meningkatkan pendapatan daerah di Kabupaten Gianyar bersumber pada pajak hotel. Realisasi Penerimaan pajak daerah di Kabupaten Gianyar disajikan dalam Tabel 1.2.

Tabel 1.2

Realisasi Penerimaan Pajak Daerah Di Kabupaten Gianyar Tahun 2012 - 2015

(Dalam Jutaan Rupiah)

Jenis Tahun Obyek Pajak 2012 2013 2014 2015 Pajak Hotel 64.891 80.770 101.061 104.053 Pajak Restoran 21.213 26.043 44.009 57.323 Pajak Hiburan 17.560 22.506 33.979. 39.698 Pajak Reklame 2.346 2.628 2.910 3.153

Pajak Penerangan Jalan 20.604 27.780 34.679 41.536 Pajak P.P. Gol. C /Mineral Bukan

Logam dan Batuan 50 18 2 -

Pajak Parkir 117 - - -

Pajak Air Tanah 3.062 3.475 3.710 4.153

Pajak Bumi dan Bangunan P2 - - 16.242 13.808 Pajak Bea Perolehan Hak Atas

Tanah dan Bangunan 29.793 41.217 40.013 43.944 Total 159.636 204.437 276.603 307.668 Sumber : Dinas Pendapatan Kabupaten Gianyar, 2015

Data Tabel 1.2 menunjukan bahwa pajak hotel yang paling besar realisasinya mempengaruhi peningkatan pendapatan pajak daerah di Kabupaten Gianyar. Penerimaan pajak hotel di Kabupaten Gianyar yang rata - rata meningkat, namun peningkatan penerimaan pajak tersebut mempunyai persentase yang tidak konsisten setiap tahunnya yaitu pada tahun 2013 peningkatanya 24,47 persen, tahun 2014 meningkat 25,12 persen dan di tahun 2015 hanya meningkat 2,96 persen. Realisasi penerimaan pajak hotel setiap tahun persentasenya menurun

(4)

terhadap pendapatan pajak daerah yaitu di tahun 2012 realisasi pajak hotel terhadap pendapatan daerah 40,65 persen, tahun 2013 menurun menjadi 39,51 persen, tahun 2014 menurun menjadi 36,54 persen dan di tahun 2015 realisasi pajak hotel 33,82 persen terhadap pendapatan daerah, hal tersebut menjadi permasalahan bagi pemerintah daerah dalam memaksimalkan potensi penerimaan dari sektor pajak tersebut.

Tabel 1.3 Piutang Pajak Hotel

Tahun 2012 – 2015 Tahun Piutang Pajak Hotel

( Rupiah )

2012 4.225.589.638

2013 8.482.662.546

2014 8.537.287.899

2015 8.773.326.659

Sumber : Dinas Pendapatan Kabupaten Gianyar, 2015

Data Tabel 1.3 menunjukan peningkatan jumlah piutang pajak hotel di Kabupaten Gianyar dari tahun 2012 - 2015, piutang pajak hotel pada tahun 2012 mencapai Rp 4,23 Miliar. Peningkatan yang sangat besar pada tahun 2013 menyebabkan piutang pajak hotel sebesar Rp 8,48 Miliar. Dengan angka yang hampir sama pada tahun 2014 piutang pajak hotel sebesar Rp 8,54 Miliar. Pada tahun 2015 piutang pajak hotel meningkat Rp 236 Juta menjadi Rp 8,77 Miliar.

Data yang diperoleh dari laporan hasil pemeriksaan pajak hotel, pajak restoran, dan pajak hiburan pada Dinas Pendapatan Kabupaten Gianyar tahun 2015, periode pemeriksaan pajak 1 Januari 2014 - 31 Desember 2014. Masih ditemukan wajib pajak yang belum sepenuhnya memenuhi ketentuan perpajakan

(5)

daerah. Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan terhadap 100 wajib pajak atas pajak yang disetor sebesar Rp 19,83 Miliar terdapat kekurangan setor pajak sebesar Rp 3,40 Miliar. Atas kekurangan tersebut telah dilakukan pengenaan denda sejumlah Rp 0,91 Miliar. Dari jumlah kekurangan pajak sebesar Rp 4,31 Miliar, wajib pajak hotel yang paling besar kurang setor pajaknya, yaitu sebesar Rp 2,81 Miliar (65,20 persen), wajib pajak restoran kurang setor pajak sebesar Rp 0,94 Miliar (21,81 persen) dan wajib pajak hiburan kurang setor pajak sebesar Rp 0,56 Miliar (12,99 persen).

Data Tabel 1.3 dan data laporan hasil pemeriksaan pajak tahun 2015 mengindikasikan masih rendahnya kepatuhan wajib pajak hotel terhadap kepatuhan membayar pajak. Untuk meningkatkan PAD Kabupaten Gianyar dari sektor pajak hotel dituntut adanya kepatuhan wajib pajak hotel di Kabupaten Gianyar.

Kepatuhan wajib pajak hotel di Kabupaten Gianyar diatur berdasarkan Undang-undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Distribusi Daerah yang dituangkan ke dalam Peraturan Daerah Kabupaten Gianyar Nomor 2 tahun 2011 tentang pajak hotel. Undang-Undang tersebut mengatur bahwa pajak daerah merupakan kontribusi wajib pajak kepada daerah yang dipaksakan dengan tidak memperoleh imbalan langsung untuk keperluan daerah dan kemakmuran masyarakat. Ketentuan ini menegaskan bahwa wajib pajak hotel di Kabupaten Gianyar harus memenuhi kewajiban pajaknya.

Kepatuhan wajib pajak hotel perlu ditingkatkan dengan melihat faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak. Banyak faktor yang menyebabkan wajib

(6)

pajak tidak patuh melaksanakan kewajiban perpajakannya. Perilaku Wajib Pajak yang tidak sepenuhnya memenuhi kewajiban perpajakan dapat dibedakan menjadi dua yaitu tax avoidance dan tax evasion (Lubis, 2010). Tax avoidance merupakan usaha meringankan beban pajak oleh wajib pajak dengan tidak melanggar peraturan perundangan yang berlaku. Tax evasion merupakan usaha meringankan beban pajak dengan cara penyelundupan pajak dan melanggar peraturan perundangan yang berlaku.

Kepatuhan adalah sikap yang rela untuk melakukan segala sesuatu, yang di dalamnya didasari kesadaran maupun adanya paksaan, yang membuat perilaku seseorang dapat sesuai dengan yang diharapkan (Mc Mahon, 2001). Kepatuhan pajak menurut Brown dan Mazur yang dikutip oleh Martin (2010), adalah suatu ukuran yang secara teoritis dapat digambarkan dengan mempertimbangkan tiga jenis kepatuhan seperti melaksanakan kepatuhan dalam melaporkan, kepatuhan dalam penyimpanan dan kepatuhan dalam membayarkan. Wajib pajak patuh akan kewajibannya karena menganggap kepatuhan terhadap pajak merupakan suatu norma (Lederman, 2003). Kepatuhan pajak yang tidak mengalami peningkatan akan mengancam upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Gerald, 2009). Wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban pajaknya didorong oleh beberapa motif tertentu yang di pengaruhi oleh faktor eksternal dan faktor internal. Motif yang mendorong seseorang untuk membayar pajak diantaranya seperti karena takut dihukum atau terpaksa karena adanya sanksi yang tegas (Rosdiana, 2005 : 60), karena didorong rasa senang dan rasa hormat kepada

(7)

petugas pajak dan karena kesadaran akan pentingnya manfaat pajak bagi diri sendiri dan masyarakat luas.

Wajib pajak tidak patuh karena tidak adanya insentif langsung yang dirasakan dari negara berupa kualitas pelayanan publik yang tidak sebanding dengan pembayaran pajaknya, atau ketidakpuasan wajib pajak terhadap pelayanan publik yang mereka terima (Manurung, 2013; Feld dan Frey, 2002). Faktor lainnya berupa pembangunan infrastruktur yang tidak merata, terjadi banyak kasus korupsi yang dilakukan pejabat negara (Manurung, 2013). Sedangkan Allingtham dan Sandmo (1972), menyebutkan kecenderungan masyarakat tidak melaksanakan pembayaran pajak karena rendahnya pengawasan pemerintah dan penegakan sanksi kepada wajib pajak yang tidak patuh masih sangat kecil penerapannya. Persoalan mengenai kepatuhan membayar pajak telah menjadi masalah yang penting karena jika wajib pajak tidak patuh maka dapat menimbulkan keinginan untuk melakukan tindakan penghindaran, pengelakan dan pelalaian pajak yang akhirnya akan merugikan negara yaitu berkurangnya penerimaan pajak (Fuadi, 2013). Chau dan Leung (2009) menuliskan bahwa jika kepatuhan pajak yang tidak meningkat akan mengancam upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Melihat pentingnya kepatuhan wajib pajak, maka pemerintah daerah harus menyentuh persepsi keadilan wajib pajak. Beberapa peneliti Dharmawan (2012), Albari (2008), dan Benk et al. (2012) menemukan bahwa dimensi keadilan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Budhiarsana (2015) menemukan keadilan distributif mempunyai pengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak.

(8)

Kualitas pelayanan tidak hanya dianggap penting oleh perusahaan komersial tetapi saat ini instansi pajak juga telah merasakan betapa pentingnya kualitas pelayanan karena instansi pajak juga memiliki pelanggan yakni wajib pajak (Alabede et al., 2011:94). Supadmi (2009) menyatakan bahwa untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak dapat dilakukan dengan meningkatkan kualitas pelayanan. Hardiningsih (2011) meneliti bahwa kualitas pelayanan terhadap kepatuhan memiliki pengaruh sebab fiskus diharapkan mempunyai paham mengenai perpajakan. Fiskus juga harus memiliki motivasi yang tinggi sebagai pelayan publik sehingga wajib pajak dapat merasa nyaman setiap melakukan kegiatan pajak pada kantor Dinas Pendapatan di masing-masing daerah. Dewi (2014) mengatakan bahwa adanya kualitas pelayanan yang dilaksanakan dengan baik akan mendorong wajib pajak untuk lebih percaya dan lebih mudah dalam melaksanakan kewajiban pajaknya. Kepatuhan wajib pajak dapat meningkat melalui kualitas pelayanan yang baik dan akan berpengaruh pada penerimaan pajak. Kualitas pelayanan yang baik akan mendorong seseorang untuk melaksanakan kewajibannya membayar pajak.

Kepatuhan wajib pajak dapat diwujudkan dengan penegakan sanksi. Penegakan sanksi berpengaruh langsung pada kepatuhan wajib pajak (Bobek et

al., 2013). Koentarto (2011) dan Sanjaya (2014) menemukan penegakan sanksi

mempunyai pengaruh pada kepatuhan masyarakat dalam memenuhi kewajibannya membayar Pajak Bumi dan Bangunan. Menurut Ali et al. (2001), sanksi perpajakan merupakan suatu kebijakan yang efektif untuk mencegah ketidakpatuhan wajib pajak. Penegakan sanksi yang adil akan dapat memberikan

(9)

kepuasan kepada wajib pajak dan mendorongnya untuk memenuhi kewajiban pajaknya.

Kewajiban moral merupakan upaya lain dalam memaksimalkan kepatuhan wajib pajak. Menurut Ajzen (2002), etika, prinsip hidup, perasaan bersalah merupakan kewajiban moral yang dimiliki setiap individu dalam melaksanakan sesuatu. Hal ini searah dengan penelitian yang dilakukan oleh Ho (2004) dimana tingkat kepatuhan wajib pajak akan menjadi lebih tinggi ketika wajib pajak memiliki kewajiban moral yang lebih kuat. Wenzel (2002) menyimpulkan dalam penelitiannya jika wajib pajak memiliki kewajiban moral yang baik maka wajib pajak akan cenderung berperilaku jujur dan taat terhadap aturan yang berlaku sehingga hal ini berdampak pada kepatuhan wajib pajak dalam pemenuhan pajaknya.

Berdasarkan uraian tersebut di atas dan dalam rangka peningkatan penerimaan pajak daerah di Kabupaten Gianyar. Penelitian ini perlu dilakukan untuk menguji kembali faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak hotel di Kabupaten Gianyar dengan menggunakan variabel bebas keadilan distributif, kualitas pelayanan, penegakan sanksi pajak dan kewajiban moral pada kepatuhan wajib pajak.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu :

(10)

2) Apakah kualitas pelayanan berpengaruh pada kepatuhan wajib pajak ? 3) Apakah penegakan sanksi pajak berpengaruh pada kepatuhan wajib pajak ? 4) Apakah kewajiban moral berpengaruh pada kepatuhan wajib pajak ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan dilakukan penelitian ini adalah :

1) Memberikan bukti empiris pengaruh keadilan distributif pada kepatuhan wajib pajak.

2) Memberikan bukti empiris pengaruh kualitas pelayanan pada kepatuhan wajib pajak.

3) Memberikan bukti empiris pengaruh penegakan sanksi pajak pada kepatuhan wajib pajak.

4) Memberikan bukti empiris pengaruh kewajiban moral pada kepatuhan wajib pajak.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah : 1) Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan mendukung teori atribusi, teori kepatuhan dan teori keadilan dalam mempengaruhi kepatuhan wajib pajak serta dapat dijadikan referensi bagi peneliti yang akan melakukan penelitian lebih lanjut berkaitan dengan kepatuhan pajak hotel.

(11)

2) Manfaat Praktis

Memberikan informasi tambahan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Gianyar mengenai faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak membayar pajak sehingga dapat memberikan pertimbangan dalam mengambil kebijakan strategis khususnya dalam pajak hotel.

3) Manfaat Regulasi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi Pemerintah Daerah dalam menyusun peraturan dan kebijakan mengenai pajak hotel sehingga penerimaan pajak daerah dapat meningkat.

Referensi

Dokumen terkait

Catatan risalah/penjelasan yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari ketetapan tersebut menyatakan bahwa, dasar negara yang dimaksud dalam ketetapan ini

Kadar bilirubin dalam serum dipengaruhi oleh metabolisme hemoglobin, fungsi hepar dan kejadian-kejadian pada saluran empedu. Apabila destruksi eritrosit bertambah, maka

Penguatan harga sahamnya berpeluang besar terjadi menyusul kinerja emiten dalam kuartal pertama (1Q11) yang sangat memuaskan dengan pertumbuhan laba bersih hingga 40 kali lipat

Suatu studi RCT omega-3 sebagai terapi tambahan penderita skizofrenia oleh Jamilian, et al, 2014, melaporkan dari hasil studinya bahwa terdapat perbedaan

lurus pada titik ”, ”, dimana merupakan rata-rata dari rata-rata skor tingkat kepuasan, sedangkan Y merupakan rata-rata dari rata-rata tingkat

convergence pada sisi VRF yang telah dikonfigurasi antara Customer Edge router dan mengetahui bahwa VRF sudah berjalan dengan baik. Gambar 4.39 Pengecekan modularitas

Merek karena bentuknya sebagai tampilan grafis, dapat menjadi salah satu unsur yang diterapkan pada desain suatu produk dengan komposisi dan konfigurasi tertentu sehingga

 Melanjutkan proses pencelupan pada adonan bahan pewarna alam, meniris dan mencelup kembali, sampai kain yang dicelup rata warnanya sesuai dengan yang diinginkan.