• Tidak ada hasil yang ditemukan

JKGT, VOL. 3, NOMOR 1, JULI (2021), 17-21

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "JKGT, VOL. 3, NOMOR 1, JULI (2021), 17-21"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

(Laporan Kasus)

Gambaran Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Ibu Tentang Trauma Gigi

Permanen Pada Anak Usia 8-12 Tahun

(Kajian pada Ibu dari Murid SD Nabawi Islamic School, Kota Jakarta Timur)

1

Afifah Refiana Dewi, 2Dr. drg. Jeddy, Sp. KGA, 2Idham Tegar Badruzzaman

1

Mahasiswa, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti

2

Departemen IKGA Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti

Jl. Kyai Tapa, No. 1, RT.5/RW.9, Tomang, Grogol Petamburan, Jakarta Barat 11440 Telepon: (021) 5655786, Email: jeddy878@yahoo.com

ABSTRACT:

Children's dental trauma mostly occurs in the maxillary anterior teeth, and falls, sports, traffic accidents, etc.

Background:

can cause dental trauma. Generally speaking, children experience dental trauma when they are 8-12 years old. Therefore, dental trauma is a serious problem that often occurs in children and requires special attention from parents, especially mothers. Objective: To understand mother’s knowledge and attitudes towards children’s permanent tooth trauma Method: A descriptive observational cross-sectional design was adopted to conduct a survey of 70 respondents. The data was collected using a questionnaire, including 21 questions, tested validity and reliability. The research data is presented in the form of a frequency distribution table. Results: The adequate degree of mother's description of children's dental trauma knowledge was 75.7%, less than 15.7%, and less than 8,6%. In terms of attitude, 44.3% of the respondents hold a high attitude, and 55.7% of the respondents hold a low attitude. Conclusion: Most mothers have a high understanding of dental trauma, but there are still many mothers who have a low attitude towards dental trauma.

Keywords:Mother, Knowledge, Attitude, Dental Trauma, Permanent Teeth.

PENDAHULUAN

Trauma gigi merupakan cedera yang terjadi melibatkan gigi dan atau melibatkan struktur pendukungnya sehingga dapat me-nyebabkan fraktur, perpindahan gigi atau kerusakan jaringan pendukung (gingiva dan tulang).1 Trauma gigi di kalangan anak, umumnya terjadi pada gigi anterior rahang atas yang dapat disebabkan oleh terjatuh, kegiatan olahraga, dan kecelakaan lalu lintas. Trauma gigi dapat dipengaruhi oleh gambaran anatomi, seperti peningkatan dari overjet dan lip coverage yang tidak memadai.2

International Association Dental Traumatology (IADT) melaporkan bahwa satu dari dua anak mengalami trauma gigi pada usia 8-12 tahun sehingga trauma gigi menjadi salah satu masalah serius yang sering terjadi di kalangan anak-anak dan perlu mendapat perhatian secara khusus dari orang tua.3 Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Petti menunjukkan prevalensi terjadinya trauma gigi permanen adalah sebesar 15%. Usia risiko terjadinya trauma gigi pada anak, umumnya dialami oleh anak-anak usia 8 hingga 10 tahun.4 Data tersebut menjelaskan bahwa trauma gigi permanen yang terjadi di kalangan anak hingga remaja perlu mendapat perhatian secara khusus dari orang tua, karena pada masa-masa usia inilah, sangat rawan terjadinya trauma gigi, khususnya gigi permanen.

Orang tua, terutama ibu, merupakan sosok yang paling dekat dengan anak dan memiliki peran penting dalam memelihara kesehatan gigi dan mulut anak. Anggapan bahwa terjadinya trauma gigi pada anak bukanlah suatu hal yang serius disebabkan oleh kurangnya pengetahuan ibu mengenai perawatan gigi anak, sehingga ketika terjadi trauma gigi tidak segera dilakukan perawatan.5 Ibu cenderung terlambat dalam mencari perawatan yang nantinya akan mempengaruhi

prognosis dari suatu perawatan trauma gigi.6 Sebagian

besar ibu baru akan mencari pengobatan ketika sudah muncul tanda klinis, seperti perdarahan, mobilitas gigi, dan rasa sakit. Penelitian yang dilakukan oleh Umangi et al menyatakan bahwa sebanyak 41% kasus trauma gigi pada anak terjadi di rumah. Para orang tua, khususnya ibu, memiliki waktu yang lebih dominan bersama anak sehingga diharapkan dapat memberikan tindakan yang cepat dan tepat kepada anaknya yang mengalami trauma gigi.

Beberapa penelitian di luar negeri membuktikan bahwa pengetahuan ibu tentang trauma gigi masih minim. Penge-tahuan ibu yang masih minim dapat mempe-ngaruhi kemampuan ibu dalam menangani kejadian trauma gigi pada anak. Berdasar-kan hal tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang trauma gigi pada anak. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana gambaran pengeta-huan dan sikap ibu tentang trauma gigi pada anak.

BAHAN DAN METODE

Jenis penelitian ini adalah observasional deskriptif dengan rancangan cross sectional (potong silang). Penelitian ini dilakukan secara daring (dalam jaringan) pada bulan November 2020 sampai Desember 2020. Populasi pada penelitian ini adalah ibu dari murid kelas 3-6 SD Nabawi Islamic School yang berjumlah 70 orang. Pengambilan sampel dilakukan secara Purposive sampling dan penentuan besar sampel menggunakan rumus deskriptif kategorik dengan nilai populasi yang sudah diketahui.

Penelitian ini menggunakan kuesioner yang terdiri dari 2 macam kuesioner, yaitu kuesioner pengetahuan

(2)

sebanyak 15 soal berbentuk pilihan ganda dan kuesioner sikap yang berisi 12 pernyataan yang terdiri dari pernyataan positif dan negatif, kemudian dilakukan uji validitas dan reliabilitas kuesioner yang disebarkan kepada 20 subjek. Uji validitas menggunakan analisis Pearson dan uji reliabilitas menggunakan analisis Cronbach Alpha.

Berdasarkan hasil uji validitas dan reliabilitas, didapatkan kuesioner penelitian yang berisi 11 pertanyaan pada kuesioner pengetahuan dan 10 pernyataan pada kuesioner sikap. Selanjutnya dilakukan penyebaran kuesioner dalam bentuk link google form. Bila subjek bersedia untuk mengikuti penelitian, subjek akan menye-tujui Informed Consent dan mengisi kuesio-ner.

Setelah data terkumpul, dilakukan analisis univariat dan data yang didapat ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi dan frekuensi. Data yang diperoleh dijamin kerahasiaannya dan sudah disetujui oleh responden yang bersangkutan dengan Informed Consent. Penelitian ini telah men-dapatkan persetujuan dari Komisi Etik Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti, melalui surat dengan nomor: 393A/SI/KEPK/FKG/8/2020.

HASIL PENELITIAN

Data pada tabel 1 menunjukkan distribusi karakteristik responden penelitian berdasar-kan usia, pekerjaan dan pendidikan terakhir. Didapatkan dari 70 responden, mayoritas berusia 30-34 tahun. Berdasarkan pekerjaan, sebagian besar responden adalah ibu pekerja yaitu, sebanyak 41 responden (58,57%). Berdasarkan pendidikan terakhir, mayoritas berpendidikan akhir sarjana S1, yaitu sebanyak 40 responden (57,14%). Tabel 1.Karakteristik Responden Penelitian Karakteristik Frekuensi Presentase Usia < 30 2 2.86% 30-34 14 20.00% 35-39 29 41.43% 40-44 15 21.43% 45-49 8 11.43% ≥50 2 2.86% Pekerjaan IRT 29 41.43% PNS 16 22.86% Swasta 19 27.14% Wirausaha 6 8.57% Pendidikan Akhir SMA 8 11.43% Diploma 12 17.14% S1 40 57.14% S2 10 14.29%

Tabel 2 menunjukkan hasil analisa univariat dari hasil data responden yang didapat berdasarkan sebaran dan proporsi jawaban per item pertanyaan kuesioner pengetahuan.

Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Pada Tabel 2

Variable

No Pertanyaan N(%)

X1 Apakah yang dimaksud dengan trauma gigi? a. Kerusakan pada gigi anak akibat benturan. b. Kerusakan pada gigi anak akibat makanan

manis

c. Gigi mengalami perubahan warna

92.86% 2.86% 4.29%

X2 Di antara peristiwa berikut ini, manakah yang tergolong sebagai kejadian trauma gigi?

a. Seorang anak terkena bola di wajahnya ketika bermain, sehingga meyebabkan anak mengalami lecet di bagian muka. b. Seorang anak terbentur tiang ayunan

yang menyebabkan gigi bagian depan anak patah sebagian.

c. Gigi anak terasa sakit ketika meminum / memakan sesuatu yang dingin.

0.00%

91.43%

8.57%

X3 Anak berusia 13 tahun mengalami benturan pada gigi depannya ketika bermain. Menurut ibu gigi apakah yang terkena benturan? a. Gigi permanen b. Gigi susu c. Tidak tahu 94.28% 4.29% 1.43% X4

Apakah penyebab terjadinya trauma pada gigi anak ?

a. Anak terjatuh ketika bermain

b. Anak sering mengkonsunsumsi makana n dan minuman yang manis

c. Tidak tahu

91.43% 7,14% 1.43%

X5 Manakah yang merupakan bentuk dari trauma gigi pada anak?

a. a. Gigi patah sebagian b. b. Gigi berlubang c. c. Karang gigi 87.14% 11.43% 1.43% X6

Apakah faktor yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya trauma gigi pada seorang anak?

a. Anak dengan gigi depan yang maju (tonggos)

b. Anak berpostur pendek c. Anak dengan berat badan kurang

92.86% 1.43% 5.71%

(3)

X7

Kapan waktu yang tepat untuk mencari pertolongan pertama ketika terjadi trauma

gigi pada anak? a. Beberapa hari setelah kejadian b. Esok hari

c. Segera setelah terjadinya trauma gigi

0.00% 1.43% 98.57%

X8 Apa kemungkinan tindakan yang dapat dilakukan apabila terjadi perpindahan pada gigi anak yang menyebabkan gigi tampak masuk ke dalam gusi? a. Dilakukan pencabutan gigi b. Gigi dipindahkan ke posisi semula c. Dibiarkan saja asal tidak sakit

38.57% 54.29% 7.14%

X9 Apa yang ibu dapat lakukan apabila gigi yang terlepas tersebut jatuh ke tanah? a. Dicuci menggunakan air yang

mengalir

b. Dicuci kemudian dibersihkan menggunakan sikat

c. Dibiarkan saja karena gigi dianggap sudah kotor

67.14 %

18.57% 14.29%

X10 Apa yang dapat terjadi pada gigi anak apabila perawatan trauma tidak dilakukan ?

a. Gigi anak menjadi mati b. Gigi anak memendek c. Gigi anak berlubang

67,14% 17,14% 15.71%

X11

Anak gemar melakukan suatu olahraga dengan resiko trauma yang tinggi. Apa yang dapat digunakan untuk mencegah trauma gigi pada anak?

a. Tidak perlu menggunakan apa-apa b. Mouth guard/Face guard c. Behel gigi

11.43% 81.43% 7.14%

Tabel 3 menunjukkan hasil analisa univariat dari hasil data responden yang didapat berdasarkan sebaran dan proporsi jawaban per item pernyataan pada kuesioner sikap.

Distribusi frekuensi jawaban responden pada variabel sikap Tabel 3

No Pernyataan Sikap STS TS RR S SS

Y1 Saya akan membersihkan gigi yang terlepas pada tempat

yang kotor dengan cara disikat sampai bersih (avulsi) 10% 24.3% 14.3% 25.7% 25.7% Y2 Penanganan pada gigi yang sudah terlepas tidak harus

dilakukan dengan segera

24.3% 40.0% 8.6% 20.0% 7.1% Y3 Tindakan darurat (pertolongan pertama) harus segera

diambil ketika ada trauma gigi pada anak-anak. 0.0% 2.9% 0.0% 34.3% 62.9% Y4 Anak yang mengalami patah tidak perlu dilakukan

perawatan seperti penambalan gigi

24.3% 42.9% 17.1% 14.3% 1.4% Y5 Setiap orang tua harus mengetahui tentang penanganan

darurat cedera gigi dan mulut pada anak.

0.0% 11.4% 34.3% 44.3% 50% Y6 Saya akan mencari gigi anak yang hilang setelah terjadi

cedera gigi dan mulut.

2.9% 32.9% 17.1% 32.9% 14.3% Y7 Saya akan menanam kembali/memasukkan kembali gigi

yang terlepas ke dalam rongga/soket tempat gigi itu terlepas.

2.9% 32.9% 17.1% 32.9% 14.3% Y8 Jika terjadi trauma gigi yang menyebabkan gigi anak patah,

saya akan menyimpan patahan dari gigi yang terlepas.

5.7% 35.7% 12,9% 35.7% 10,0% Y9 Bila gigi anak saya cedera namun tidak menyebabkan

luka/berdarah saya tidak akan membawanya ke dokter gigi.

15,7% 44,3% 12,9% 25,7% 1,4% Y10 Bila anak melakukan kegiatan olahraga yang beresiko tinggi

terhadap trauma, anak diwajibkan untuk memakai alat pelindung mulut

(4)

Tabel 4 menunjukkan secara keselu-ruhan, didapatkan sebagian besar responden, yaitu sebanyak 51 responden (75,7%) memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi dan sebagian responden, yaitu sebanyak 39 orang (55,7%) memiliki tingkat sikap yang rendah.

Tabel 4Distribusi frekuensi berdasarkan pengetahuan dan sikap responden

Variabel Kategori Frekuensi Presentase

Pengetahuan Tinggi 51 75.7% Sedang 12 15.7% Rendah 7 8,6 % Sikap Tinggi 31 44.3% Rendah 39 55.7% PEMBAHASAN

Trauma gigi adalah cedera yang dise-babkan oleh benturan yang menyebabkan kerusakan pada gigi dan jaringan pendu-kungnya yang berada di rongga mulut.1 Pada kajian lebih dalam mengenai distribusi dari setiap item kuesioner tentang pengetahuan ibu, didapatkan sebagian besar responden sudah memiliki pengetahuan yang tinggi mengenai kejadian trauma gigi pada anak. Mayoritas responden sudah mengetahui contoh kejadian dan bentuk trauma gigi pada anak. Sebanyak 87,14% responden mengetahui bahwa gigi dengan fraktur sebagian, merupakan satu bentuk trauma gigi. Pengetahuan responden tentang fraktur gigi tersebut sesuai dengan klasifikasi trauma menurut Ellis dan Davey. Berdasarkan klasifikasi Ellis dan Davey, fraktur mahkota termasuk dalam klasifikasi kelas I,II, dan III.7

Mayoritas responden memiliki penge-tahuan yang baik mengenai penyebab serta faktor penunjang dari trauma gigi pada anak. Sebanyak 91,42% responden mengetahui bahwa terjatuh dapat menyebabkan terjadinya trauma gigi pada anak. Pada penelitian yang dilakukan di Turki, terjatuh merupakan penyebab dari trauma gigi yang paling sering terjadi pada anak usia dini.8 Terdapat beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya trauma gigi pada anak seperti overjet yang lebar, lip coverage yang tidak adekuat, dan maloklusi. Sebanyak 92,85% responden mengetahui bahwa anak dengan gigi protrusive cende-rung memiliki risiko yang lebih tinggi mengalami trauma gigi.

Hanya sebagian responden yang menge-tahui penanganan trauma gigi. Sebanyak 54,28% responden mengetahui bahwa reposisi dapat dilakukan pada gigi yang mengalami luksasi. Berdasarkan data tersebut, apa yang telah diketahui oleh responden tentang penanganan dan perawatan trauma gigi pada anak telah sesuai dengan pedoman penatalaksanaan trauma gigi oleh International Association of Dental Traumatology (IADT). Reposisi gigi dapat dilakukan pada gigi yang mengalami intrusi, ekstrusi dan lateral luksasi.9 Pada penanganan avulsi, sebanyak 67,14% responden akan mencuci gigi avulsi dengan air yang mengalir apabila gigi tersebut terjatuh ke tanah. Pemeliharaan viabilitas sel-sel ligamen periodontal pada permukaan akar gigi yang masih hidup berpengaruh terhadap keberhasilan replantasi, sehingga penyikatan

PCO, resorpsi akar, dan nekrosis pulpa. Pada nekrosis pulpa umumnya gigi anak menjadi non vital sehingga gigi umumnya tidak dapat diselamatkan dan harus dilakukannya ektraksi pada gigi tersebut.11 Sebanyak 67,14% responden mengetahui bahwa gigi akan menjadi non vital apabila perawatan pasca trauma gigi tidak dilakukan.

Penggunaan alat pelindung ketika berolahraga dinilai dapat mencegah kejadian trauma gigi pada anak. sebanyak 81,42% responden mengetahui bahwa penggunaan mouthguard dapat mencegah resiko terjadinya trauma gigi pada anak. Mouthguard dapat melidungi jaringan lunak dan memberikan dukungan pada mandibula ketika terjadi oklusi yang kuat.12

Kajian lebih dalam juga dilakukan pada distribusi dari setiap item kuesioner sikap (tabel 3). Sebagian besar ibu memiliki tingkatan sikap yang rendah terhadap penanganan dan perawatan trauma gigi.

Trauma gigi dapat dikategorikan sebagai keadaan darurat yang membutuhkan penanganan pertama.13 Dalam

hal ini, sebagian besar responden berpendapat bahwa pertolongan pertama harus segara dilakukan ketika trauma gigi pada anak terjadi. sebanyak 60% responden tidak setuju bila pemeriksaan gigi hanya dilakukan ketika terjadinya perdarahan pasca trauma pada anak.

Hasil penelitian tersebut berbeda dengan hasil penelitian Ayushi Jidal di India yaitu hanya 32,5% responden yang tidak menyetujui bila pemeriksaan gigi hanya dilakukan ketika terjadi rasa sakit atau perdarahan pasca trauma.14 Gambaran tersebut menunjukkan sikap

responden terhadap penanganan pertama trauma pada penelitian ini lebih baik dibandingkan penelitian sebelumnya.

Prognosis dari avulsi bergantung dengan ketepatan waktu serta penanganan pertama yang diberikan. Sebagian besar dari ibu masih belum mengetahui penanganan yang tepat ketika avulsi terjadi.10

Berdasarkan hasil penilitian, hanya sebagian responden (40%) yang menyetujui bahwa penanganan avulsi harus segera dilakukan. Dalam hal prosedur replantasi gigi, hanya sebagian dari responden yang mengetahui dan mempraktikan replantasi gigi segera pasca trauma pada anak. Sebanyak 47,2% responden akan mencari gigi anak yang hilang dan sebanyak 21,4% responden akan melakukan replantasi segera setelah trauma terjadi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di India, sebagian besar orang tua tidak segera memasukkan gigi anak kembali ke dalam soketnya pasca trauma dengan alasan bahwa pengembalian gigi ke dalam soket hanya akan menambah rasa sakit yang diderita anak.15

Pemakaian mouthguard dinilai efektif untuk mencegah terjadinya trauma orofacial.12 Sebagian besar

responden menyatakan setuju dengan penggunaan mouthguard saat melakukan aktivitas yang berisiko terjadinya trauma gigi pada anak, terbukti sebanyak 94,2% responden mewajibkan pemakaian mouthguard pada anak sebelum memulai berolahraga yang mengandung risiko terjadinya trauma gigi. Berdasarkan data tersebut, dapat diartikan bahwa para ibu/responden dalam penelitian ini memiliki sikap yang tinggi dalam mencegah terjadinya trauma gigi.

KESIMPULAN

(5)

sedangkan berdasarkan sikap ibu mengenai kejadian trauma gigi, sebagian ibu (55.7%) masih memiliki sikap yang rendah. Saran pada penelitian ini perlu dilakukannya penelitian lanjutan mengenai gambaran pengetahuan dan sikap ibu tentang trauma gigi di daerah lainnya dengan sampel yang lebih banyak.

KONFLIK KEPENTINGAN

Tidak ada konflik kepentingan pada penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA

1. Yeng T, O’Sullivan AJ, Shulruf B. Medical doctors’ knowledge of dental trauma management: A review. Dent Traumatol. 2020;36(2):100–7

2. Zaleckiene V, Peciuliene V, Brukiene V, Drukteinis S. Traumatic dental injuries: etiology, prevalence and possible outcomes. Stomatologija. 2014;16(1):7–14.

3. S AI, Sutadi H, Fauziah E. Distribusi Frekuensi Trauma Gigi Permanen Anterior Pada Anak Usia 8-12 Tahun ( Kajian di Sekolah Dasar Negeri Kecamatan Johar Baru , Jakarta Pusat )[Skripsi]. Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia; 2014.

4. Petti S, Glendor U, Andersson L. World traumatic dental injury prevalence and incidence, a meta-analysis—One billion living people have had traumatic dental injuries. Dent Traumatol. 2018;34(2):71–86.

5. Vania D. Gambaran pengetahuan ibu tentang trauma gigi sulung : kajian pada ibu di Posyandu Kelurahan Utan Kayu Selatan, Jakarta Timur (Laporan penelitian)[Skripsi]. Jakarta: Universitas Trisakti; 2019.

6. Zaleckienė V, Pečiulienė V, Aleksejūnienė J, Drukteinis S, Zaleckas L, Brukienė V. Dental Trauma Experience, Attitudes and Trauma Prevention in 11- to 13-Year-Old Lithuanian Schoolchildren. Oral Health Prev Dent. 2019;18(2):1–6.

7. L. Andersson S, Petti P, Day K, Kenny U, Andreasen JO. Classification, Epidemiology and Etiology. In: Textbook and Color Atlas of Traumatic Injuries to the Teeth. Fifth Edit. Wiley Blackwell; 2019. p. 252–82.

8. Kırzıoglu Z, Oz E. Changes in the aetiological factors of dental trauma in children over time: An 18-year retrospective study. Dent Traumatol. 2019;35(4–5):259–67. 9. IADT. IADT truma guidelines. Int Assoc Dent Trauma.

2012;75(4).

10. Inayah Y, Herdiyati Y. Penanganan avulsi dua gigi permanen pada anak usia 12 tahun. J Indones Dent Assoc .2018;1(1):86–91.

11. Slayton RL, E. A. Palmer. Sequelae and Management Options. In: Slayton RL, editor. Traumatic Dental Injuries in Children A Clinical Guide to Management and Prevention. Switzerland: Springer Nature Switzerland; 2019. p. 147–66.

12. Sigurdsson A. Evidence-based review of prevention of dental injuries. J Endod 2013;39(3 SUPPL.):S88–93. 13. Moule A, Cohenca N. Emergency assessment and treatment

planning for traumatic dental injuries. Aust Dent J. 2016;61:21–38.

14. Namdev R, Jindal A, Bhargava S, Bakshi L, Verma R, Beniwal D, et al. Awareness of emergency management of dental trauma. Contemp Clin Dent. 2015;5(4):507–13. 15. Parikh U, Shah K. Assessment of knowledge of parents

towards paediatric dental traumatic injuries. 2017;3(4):230– 3.

Referensi

Dokumen terkait

brand image yang positif, sehingga tercipta persepsi yang baik di mata konsumen, dan akan mempengaruhi konsumen dalam proses keputusan pembelian yang pada

Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 28 Tahun 2000 tentang Pembentukan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Tata Bangunan

Sedangkan berdasarkan indeks kualitas lingkungan perairannya Sungai Senapelan tergolong perairan dengan tingkat pencemaran yang buruk hingga sangat buruk dan dilihat

Sturktur kurikulum merupakan pola dan susunan mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Kedalaman muatan kurikulum pada setiap mata

Badan Pelaksana Penyuluhan Kabupaten Hulu sungai Tengah berencana akan mengadakan kegiatan dengan paket-paket dan perkiraan biaya yang bersumbei dari dana APBD

[r]

Program akselerasi dan perlindungan sosial yang merupakan bagian dari paket kompensasi dimaksudkan untuk memperluas cakupan program-program yang sudah ada untuk mendukung rumah

Masa remaja: Transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang mengandung perubahan besar fisik,.. kognitif ,