• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2. Landasan Teori. sebuah alat untuk mendukung aktivitasnya sehari-hari maka aplikasi telepon genggam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2. Landasan Teori. sebuah alat untuk mendukung aktivitasnya sehari-hari maka aplikasi telepon genggam"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2 Landasan Teori

2.1 Aplikasi Telepon Genggam

Seiring dengan berkembangnya teknologi dan kebutuhan masyarakat akan sebuah alat untuk mendukung aktivitasnya sehari-hari maka aplikasi telepon genggam pun semakin berkembang. Dalam tulisan blognya, Kips (2007) menyatakan bahwa saat ini sudah banyak fitur-fitur yang dihadirkan dalam sebuah telepon genggam sehingga seharusnya hal ini memacu semakin dinamisnya fitur yang ada di dalam telepon genggam, agar pengguna dapat berkomunikasi dengan lebih mudah.

Kebutuhan masyarakat yang semakin tinggi akan aplikasi telepon genggam yang membuat telepon genggam menjadi lebih pintar juga ditunjukan dalam grafik market share penjualan ponsel pintar sedunia dari iSmashPhone.com berikut ini :

(2)

Seperti yang dibahas oleh GunGz (2009), Blackberry dan iPhone yang merupakan contoh smart phone mengalami kenaikan dalam hal jumlah unit terjual. Meskipun penjualannya tidak sebanyak telepon genggam biasa (dalam grafik tersebut adalah Nokia) namun market share yang dimiliki oleh RIM dengan Blackberry-nya dan Apple dengan iPhone-nya mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Hal ini menunjukan bahwa secara perlahan, pasar mulai beralih ke telepon genggam dengan fitur yang lebih high-end dan sesuai dengan kebutuhan mereka. Penggemar musik dan desain akan cenderung menggunakan iPhone, sedangkan di kalangan pebisnis maupun eksekutif muda, nampaknya Blackberry mulai menjadi tren.

Selain mengandalkan aplikasi offline, saat ini perusahaan telepon genggam pun mulai melirik dunia maya sebagai lahan baru untuk melengkapi fitur telepon genggam mereka dengan aplikasi yang dapat dikoneksikan ke dunia maya, yang tujuannya untuk memudahkan masyarakat melakukan kegiatan secara online, kapan pun dan di mana pun. Apple, Google, dan lainnya, menawarkan lebih dari 250.000 aplikasi yang berbasis online, mulai dari games hingga aplikasi keuangan seperti online store dan m-banking. Perkembangan ke arah inilah yang memunculkan isu baru di dalam sebuah aplikasi telepon genggam. Selain desain, fungsi, tapi juga keamanan sebuah aplikasi turut menjadi hal yang harus diperhatikan agar pengguna tidak dirugikan. (Anonim, 2010)

Pasar aplikasi telepon genggam bukan hanya milik produsen telepon genggam, tapi juga operator seluler, dalam Bisnis Indonesia, Telkomsel menyatakan akan mendukung pengembangan aplikasi lokal dan berambisi untuk mengembangkan 1.000 pengembang konten lokal (Zuhri, 2010). Dalam artikel di Bisnis Indonesia (2010) itu juga membahas hasil riset dari Roy Morga Research untuk Indosat dengan judul Indosat Applications Market Place Customer Study.

(3)

Riset ini dilakukan dengan meneliti pengguna ponsel baik yang telah menggunakan aplikasi maupun belum dan berusia 14 tahun ke atas sebanyak 1000 orang di 7 kota besar di Indonesia. Hasil riset ini menunjukan bahwa 74% responden peduli dengan aplikasi di telepon genggam, di mana 53% di antaranya telah menggunakan aplikasi di telepon genggam. Selain itu, riset ini juga menunjukan bahwa 58% generasi muda pengguna aplikasi masuk ke dalam kategori pengguna berat.

Aplikasi yang paling banyak digunakan diantaranya musik, game, jejaring sosial, maupun aplikasi chatting, yang jika dilihat memang target pasarnya adalah anak-anak muda. Selain itu, aplikasi ini juga merupakan aplikasi yang tidak selalu dibundel langsung dengan telepon genggam, sehingga para remaja ini tidak perlu membeli telepon genggam baru yang lebih pintar, tapi bisa memperpintar telepon genggam mereka dengan mengunduh aplikasi-aplikasi tersebut dari dunia maya.

2.1.1 Perkembangan Sistem Operasi Symbian

Sama seperti pada komputer, pada telepon genggam juga dibutuhkan sebagai otak untuk mengatur perangkat maupun aplikasi - aplikasi yang tertanam di dalam telepon genggam tersebut sehingga aplikasi tersebut dapat bekerja. Aplikasi yang akan di amati pada penelitian kali ini adalah aplikasi yang diharapkan nantinya dapat berjalan di dalam sistem operasi Symbian. Symbian merupakan perusahaan independen hasil kolaborasi dari Ericsson, Nokia, Motorola, dan Psion di mana Nokia merupakan pemegang saham terbesarnya (Kurniawan, 2009). Mengapa Symbian? Sistem operasi ini sendiri sejak awal memang khusus dirancang untuk telepon genggam, berbeda dengan Microsoft atau Linux yang merupakan adopsi dari sistem operasi yang telah berjalan di komputer. Sistem operasi Symbian memiliki sifat yang cukup terbuka sehingga mudah untuk mengembangkan aplikasi-aplikasi yang berjalan di atasnya. Symbian juga

(4)

dilengkapi dengan fitur C++, Java(J2ME) MIDP 2.0, PersonalJava 1.1.1a, dan WAP. Selain itu Symbian juga menyediakan user interface framework yang fleksibel sehingga vendor-vendor telepon genggam bisa memberikan variasi terhadap produk mereka masing-masing. Pada saat diimplementasikan, Symbian mampu melakukan operasi secara multithreading, multitasking, dan pengamatan terhadap memori. Pada Symbian, CPU akan menjadi tidak aktif jika tidak ada masukan atau aktivitas dari pengguna.

Symbian yag pertama kali diperkenalkan adalah Symbian OS v5 yang merupakan nama lain dari EPOC Release 5. Sistem operasi Symbian OS v5 ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan implementasi aplikasi pada perangkat PDA (Anonim). Saat era telepon genggam memunculkan smart phone, Symbian OS juga memunculkan Symbian v6.0 atau i yang merupaka versi pertama dari Symbian, karena versi terdahulu merupakan EPOC Release 5 yang diubah namanya. Symbian v6.0 inilah yang memungkinkan pengembang aplikasi untuk bereksplorasi dan mengembangkan aplikasi-aplikasi mereka. Pada tahun 2005, Symbian memunculkan kembali versi terbaruya Symbian OS v9.1 dengan capability-based security yang merupakan sebuah sistem keamanan untuk mengatur hak akses bagi aplikasi yang akan diinstal pada peralatan. Tidak lama berselang, Symbian merilis Symbian OS v9.2 dan melakukan pembaharuan pada teknologi konektifitas Bluetooth dengan menggunakan Bluetooth v.2.0 dan dilanjutkan dengan perilisan Symbian OS v9.3 pada tahun 2006 yang mengusung teknologi wifi 802.11 dan HSDPA sebagai bagian dari komponen standarnya. Symbian OS v9.3 ini diharapkan dapat lebih mempercepat, mempermurah, dan mempermudah para vendor dan operator untuk memberikan servis dan fasilitas yang lebih baik kepada penggunanya. Platform sekuriti yang digunakan juga lebih stabil untuk menanggulangi

(5)

serangan virus dan spam. Selain itu dukungan untuk fasilitas graphic 3D juga lebih baik dari versi sebelumnya.

2.2 Preferensi Konsumen

Menurut Pradopo (2010) preferensi adalah motif atau hal yang mempengaruhi konsumen dalam membeli suatu produk. Apabila produsen berhasil mengetahui dan mengendalikan motif ini, maka produsen tersebut akan lebih mudah dalam menggenggam pasar, sebaliknya apabila produsen gagal dalam mengendalikan motif ini, maka produk produsen tersebut memiliki ancaman gagal yang besar. Pengetahuan terhadap preferensi ini dibutuhkan untuk pengembangan produk dan merek.

2.3 Survey dan Kuesioner

Survey adalah suatu cara untuk mendapatkan informasi tentang atau dari seseorang untuk membandingkan, menjelaskan atau mengetahui sifat, pengetahuan, dan pilihan mereka. Survey dapat dilakukan dengan menggunakan kuesioner, wawancara, atau dengan melakukan observasi (Fink, 2002, p1). Cara yang akan digunakan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner merupakan instrumen penelitian yang berisi satu set pertanyaan-pertanyaan yang tersusun secara sistematis dan standar (sama kepada setiap responden). Sistematis berarti pertanyaan di dalam kuesioner disusun menurut logika untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan tujuan pengumpulan data(Supranto, 2001,p23).Kuesioner dapat dibagikan secara langsung, melalui pos, maupun secara online.

Menurut Umar(1998, p139), ada beberapa komponen inti kuesioner yang harus diperhatikan dalam membuat suatu kuesioner :

(6)

a. Adanya individu atau lembaga yang melakukan penelitian.

b. Adanya permohonan dari periset terhadap responden utuk mengisi secara obyektif pertanyaan-pertanyaan di dalam kuesioner tersebut.

c. Adanya petujuk pengisian kuesioner agar dapat membantu responde mengerti maksud dan cara mengisi kuesioner tersebut. Petunjuk harus mudah dipahami dan tidak bias.

d. Adanya isian untuk data responden, pertanyaan penelitian, dan tempat untuk menuliskan jawabannya.

Untuk membuat kuesioner survey yang baik, maka kuesioner harus sesuai dengan lingkup topik yang diteliti. Informasi yang dikumpulkan harus berupa fakta dan bersifat objektif. Selain itu, pertanyaan-pertanyaan itu juga harus ditujukan pada responden yang memang diketahui berhak dan mampu untuk mengisinya.

2.4 Uji Realibilitas dan Validitas

Uji validitas digunakan untuk mengukur sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu instrumen pengukuran agar data yang diperoleh bisa relevan atau sesuai dengan tujuan dari pengukuran tersebut (Umar, 2002, p103). Langkah-langkah dalam uji validitas adalah sebagai berikut :

a. Mendefinisikan secara operasional variabel-variabel yang akan diamati.

b. Melakukan kuesioner uji coba atau pendahuluan dengan jumlah minimal responden 30 orang.

c. Menghitung nilai korelasi antara data pada masing-masing pertanyaan dengan skor total dengan menggunakan rumus korelasi product moment.

(7)

Uji reliabilitas adalah uji untuk mengetahui sejauh mana konsistensi alat ukur untuk mengukur suatu variabel yang sama. Alat ukur dikatakan baik apabila memiliki kemampuan untuk memberikan hasil pengukuran yang konsisten.

2.5 Analisis Konjoin

Analisis konjoin adalah teknik analisis untuk menentukan tingkat kepentingan relatif suatu produk (aspek-aspek yang harus ditonjolkan) berdasarkan persepsi dan preferensi dari pelanggan. Analisis konjoin biasanya digunakan untuk menentukan strategi pemasaran, uji coba konsep produk baru, maupun menentukan komposisi produk yang disukai oleh konsumen. Dalam tataran yang lebih tinggi, analisis konjoin dapat dipakai untuk segmentasi pasar yang didasarkan pada kemiripan preferensi konsumen terhadap atribut-atribut dalam produk, sehingga produsen dapat mendapatkan solusi optimal untuk mengembangkan produk (Wahana Statistika, 2009).

Analisis konjoin diperlukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan produk yang sesuai dengan kebutuhan mereka dengan harga yang juga terjangkau. Hal ini dikarenakan, pada analisis konjoin produsen dapat mengetahui atribut mana yang tidak diperlukan atau tidak terlalu mempengaruhi preferensi masyarakat dan produk mana yang paling mempengaruhi preferensi masyarakat, sehingga pada saat pengembangan produk atribut yang tidak diperlukan dapat dihilangkan sehingga biaya produksi pun tidak terbuang percuma.

Menurut Green & Krieger (1991), analisis konjoin juga dapat digunakan untuk : i. Merancang harga

ii. Memprediksi tingkat penjualan dan penggunaan produk iii. Uji coba konsep produk baru

(8)

iv. Segmentasi preferensi v. Merancang strategi promosi

Scott M. Smith dalam The Concept of Conjoint Analysis menjelaskan bahwa OLS atau Ordinary Least Squares regression mampu menskalakan pilihan responden menggunakan rating, tidak hanya rangking . OLS menghasilkan kumpulan utilitas yang mengidentifikasi preferensi masing-masing responden untuk setiap tingkat(tingkatan) satu set atribut produk dengan menggunakan matriks variabel independen buatan. Lalu, apakah yang dimaksud dengan atribut dan tingkatan pada pembahasan ini? Suryana dalam statistikaterapan (2008) menjelaskan bahwa atribut adalah fitur umum dari produk atau jasa, misalnya ukuran, warna, kecepatan, waktu pengiriman, dan sebagainya. Masing-masing atribut ini memiliki tingkatan-tingkatan tersendiri. Misalnya untuk atribut kecepatan pengiriman, tingkatan tingkatan 1 adalah 60 menit, tingkatan tingkatan 2 adalah 30 menit, dan tingkat tingkatan 3 adalah 15 menit.

Sesuai dengan yang telah dijelaskan di alinea pertama mengenai manfaat analisi konjoin yaitu untuk mengetahui tingkat kepentingan relatif suatu produk atau preferensi konsumen terhadap atribut dari suatu produk, analisis konjoin juga memberikan informasi nilai utilitas dari masing-masing tingkatan dalam setiap atribut agar nantinya dapat dicari kombinasi-kombinasi dari atribut dengan nilai utilitas paling optimal. Informasi ini dapat diperoleh dengan model linear, yaitu Generalize Linear Model (GLM). Estimasi parameternya akan menghasilkan nilai utilitas dari masing-masing tingkatan atribut. Selanjutnya dengan fungsi part-worth kita dapat memperoleh tingkat preferensi konsumen terhadap atribut yang diberikan (Suryana, 2008).

(9)

Menurut sawtoothsoftware.com ada 3 tipe pendekatan analisis konjoin, yaitu Traditional Full-Profile Conjoint, Adapative Conjoint Analysis (ACA), dan Choice-Based Conjoint atau lebih dikenal dengan Discrete Choice Modelling.

2.5.1 Traditional Full-Profile Conjoint

Pada analisis dengan menggunakan Traditional Full-Profile Conjoint, responden di hadapkan pada kartu-kartu profile yang di setiap kartunya berisi kombinasi - kombinasi yang mungkin atribut yang diamati. Responden diminta untuk memberikan nilai atau rangking ranking untuk setiap kartu.

Gambar 2.2 Contoh Kartu Profil

Pada pendekatan analisis full-profil ini kendala yang dihadapi adalah, apabila terlalu banya atribut yang diamati maka otomatis kombinasi atribut-atribut tersebut akan semakin banyak dan menyebabkan semakin banyak terbentuknya kartu profil. Hal ini

(10)

nantinya akan berimbas kepada keabsahan data hasil survey, karena semakin banyak pilihan maka responden tidak akan mempertimbangkan atribut yang mereka anggap tidak penting sehingga hanya memperhatikan beberapa atribut saja dan memberikan nilai yang tidak terlalu valid pada kartu profil.

Kelebihan analisis tipe ini adalah eksekusinya lebih sederhana dan dapat menangani permasalahan dan menganalisisnya hingga ke level individual setiap detail atribut. Kesimpulannya, analisis ini akan baik berjalan pada penelitian dengan jumlah atribut paling banyak 6 atribut.

2.5.2 Adaptive Conjoint Analysis

Adaptive conjoint analysis dikembangkan sebagai jawaban atas permasalahan jumlah atribut yang dihadapi oleh pendekatan analisis full-profile.Pada tipe ini, responden diminta untuk memberikan ranking sesuai dengan preferensi mereka. Responden tidak dihadapkan pada kombinasi atribut yang berbeda-beda secara langsung seperti pada full-profile tapi dihadapkan pada pilihan yang lebih sederhana, dan memiliki satu perbedaan saja yang perlu dibandingkan misalnya : “Apabila kedua produk ini memiliki keunggulan yang sama, kecuali bentuknya, bentuk mana yang lebih anda sukai? “ Pertanyaan ini akan menghadapkan responden pada pilihan 1 sampai dengan 5, yaitu :

1 = Kotak

2 = Lebih suka kotak, namun apabila bulat akan dipertimbangkan lagi 3 = Tidak peduli (apa pun boleh)

4 = Lebih suka bulat, namun apabila kotak akan dipertimbangkan lagi 5 = Bulat

(11)

Dengan pertanyaan yang lebih sederhana dan tidak membutuhkan banyak pertimbangan (terlalu banyak atribut yang berbeda dan harus memberikan skor dengan rentang yang jauh) diharapkan tingkat keabsahan hasil survey bisa di capai meskipun responden di hadapkan pada 20 – 30 pertanyaan. Namun sayangnya, pendekatan ini tidak disarankan untuk mencari preferensi yang memperhatikan harga barang, karena terkadang akan mengurangi sensitivitas responden terhadap harga.

2.5.3 Choice Based Conjoint Analysis

Pendekatan analisis ini merupakan gabungan dari dua metode pendekatan sebelumnya dan merupakan yang paling populer saat ini. Responden tidak perlu memberikan nilai pada setiap produk atau membandingan atribut dari produk satu per satu. Pada pendekatan ini responden langsung dihadapkan pada kombinasi produk, namun responden tidak perlu memberikan penilaian, namun langsung memilih konsep produk mana yang paling mereka sukai. Pada pendekatan ini produsen dapat membuat konsep produk yang mungkin dan lebih masuk akal terlebih dahulu, baru kemudian menghadapkan konsep-konsep produk tersebut ke hadapan responden.

Menurut Amarchinta Hemanth (2006) ada beberapa tahapan dalam melakukan analisis konjoin :

1. Menentukan atribut Ai, di mana i = 1,2,....k dan k adalah jumlah atribut yang akan diamati.

2. Menentukan level dari setiap atribut Aij, di mana j = 1,2,....m dan m adalah jumlah level dari setiap atribut.

3. Menentukan kombinasi level atribut untuk melihat preferensi konsumen. Permasalahannya adalah jika terlalu banyak atribut maupun level yang

(12)

diamati maka kombinasi yang terbentuk akan semakin banyak, oleh karena itu desain awal produk yang masuk akal harus terlebih dahulu dibentuk untuk mengurangi kombinasi-kombinasi yang tidak diinginkan/tidak memungkinkan. Kombinasi yang disarankan adalah 5-6 atribut agar tidak menyulitkan responden.

4. Mendeskripsikan kombinasi tersebut dengan jelas pada kartu-kartu profil, sehingga responden dapat dengan mudah memberikan nilai preferensi mereka pada setiap kombinasi.

5. Mengkonversikan data preferensi ini ke dalam angka-angka untuk setiap atribut beserta levelnya dan setiap level dijadikan dummy variable untuk selanjutnya dilakukan penghitungan analisis regresi.

Masalah dapat muncul saat dummy variabel dimasukkan ke dalam regresi, yaitu masalah kolinearitas dan multikolinearitas. Masalah ini muncul saat adanya kemungkinan salah satu independent variabel dapat digunakan untuk memprediksikan nilai dari independent variabel lainnya. Sebagai contoh, untuk jawaban ya dan tidak, jika jawaban itu tidak diidentifikasi sebagai “ya” maka kita bisa mengetahui bahwa jawaban itu pasti bernilai “tidak”. Kolinearitas dan Multikolinearitas dapat diatasi dengan cara menghilangkan satu dummy variabel dari setiap kategori. Pada saat penghitungan utilitas total, maka nilai part-worth dari dummy variabel yang dihilangkan tersebut adalah 0. Penghilangan salah satu dummy variabel tidak akan mempengaruhi akurasi dari keseluruhan jawaban. (Harmon)

(13)

2.6 Interaksi Manusia dan Komputer untuk Aplikasi Mobile

Cara mendesain aplikasi mobile sedikit berbeda dengan mendesain aplikasi desktop biasa. Dalam aplikasi mobile, efektifitas dituntut karena banyaknya keterbatasan mobile device dibandingkan dengan desktop. Desain dalam aplikasi mobile umumnya tidak terlalu berlebihan untuk mengurangi beban pada perangkat dan mengatasi keterbatasan ukuran layar dan metode input user (Bondo,2009). Aplikasi mobile juga diharapkan meminimalisir atau bahkan tidak sama sekali menggunakan pop-up window karena akan sangat menyulitkan pengguna. Alur dari aplikasi mobile juga diharapkan tidak berbelit-belit, karena akan menimbulan efek merepotkan bagi sebagian pengguna. Contoh desain yang baik menurut Goldstein (2010) salah satunya dapat dilihat pada aplikasi iPhone yang sudah cukup memenuhi keinginan para pengguna aplikasi mobile, yaitu :

- footprint yang kecil,

- ukuran font yang tipis namun jelas,

- self contained – tidak memerlukan keyboard atau perangkat lain untuk menggunakannya,

- task-oriented, tidak berbelit-belit dan mudah dipahami maksud dari setiap tombol.

Selain hal-hal di atas ada 3 poin yang harus diingat dan diperhatikan saat merancang sebuah aplikasi (Goldstein, 2010) :

- aplikasi tersebut mudah dipahami maksud dan tujuannya oleh pengguna segera setelah pengguna menjalankan aplikasi tersebut,

- komponen user interface yang umum sehingga pengguna mudah memahami fungsi dari tombol atau item tersebut,

(14)

- aplikasi tersebut membuat pengguna tertarik untuk menggunakan waktu mereka untuk menjelajahi isi dari aplikasi tersebut.

Menurut Jaiswal (2010) pengguna aplikasi mobile memiliki kebutuhan yang spesifik saat menggunakan aplikasi tersebut, itulah mengapa mereka akan menginginkan cara tercepat dan termudah untuk memenuhi kebutuhan mereka. Prinsip dalam mendesain aplikasi mobile yang meliputi hal-hal di bawah ini :

- ukuran layar yang tidak terlalu besar membutuhkan fitur sesedikit mungkin namun seoptimal mungkin, yaitu hanya yang dibutuhkan saja,

- jenis dan ukuran huruf digunakan untuk menunjukan tingkat kepentingan dan hirarki dari aplikasi,

- kemampuan pengguna untuk hanya melihat satu halaman saja pada satu waktu mengakibatkan fitur harus ditampilkan dengan jelas,

- tombol berukuran besar digunakan hanya untuk mengaktifkan suatu interaksi, - interaksi dan desain harus konvensional dan konsisten meskipun aplikasi

digunakan di perangkat mobile yang lain,

- interaksi dibuat sesederhana mungkin dan mudah dipahami sehingga pengguna hanya membutuhkan sedikit instruksi/tahap untuk mencapai tujuannya,

Pertanyaan selanjutnya yang akan muncul adalah apakah karena keterbatasan tersebut membuat desain dari aplikasi telepon genggam menjadi benar-benar terbatas? Jika ya, maka aplikasi telepon genggam benar-benar akan tampak sangat “biasa”. Hal ini ternyata dapat di atasi dengan penggunaan Flash Lite sebuah produk dari Adobe yang merupakan perangkat untuk memutar video atau website yang memiliki konten flash sehingga memungkinkan para developer untuk mengembangkan aplikasi telepon

(15)

genggam mereka seperti membuat permainan dari flash maupun aplikasi-aplikasi lainnya.

Gambar

Gambar 2.1 Market Share Smart Phone
Gambar 2.2 Contoh Kartu Profil

Referensi

Dokumen terkait

Berangkat dari permasalahan tersebut muncul pemikiran untuk membuat suatu perancangan yang mampu mengangkat kabupaten Klungkung melalui kerajinan tangannya, salah

Setelah memadat, diambil 1 ose bakteri yang telah diukur berdasarkan standar Mc.Farland 108 kol/ mL, kemudian digores secara merata pada permukaan medium, kemudian dimasukkan

Dua dari tiga subkelompok yang ada di kelompok ini mengalami inflasi yaitu subkelompok makanan jadi 0,25 persen dan subkelompok minuman yang tidak beralkohol sebesar

Dengan permasalahan tersebut Tim IbM menawarkan solusi dengan bantuan DP2M Dikti memberikan bantuan modal usaha berupa bahan-bahan baku untuk menambah dagangan kedua mitra usaha

Dari pertanyaan yang terdapat pada angket yang diberikan kepada responden, soal nomor 1 dan 2 bertujuan untuk mengukur desain interface aplikasi yang dibuat menarik

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, penulis memperoleh pikiran, tenaga, dan kekuatan sehingga dapat

• The International Federation of Organic Agriculture Movements (IFOAM) menyatakan bahwa pertanian organik bertujuan untuk: (1) menghasilkan produk pertanian yang berkualitas

pengendalian pemantauan dan evaluasi pelaksanaan tugas dan fungsi perangkat daerah ruang lingkup perencanaan pembangunan, penelitian dan pengembangan serta