• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH LIMFOMA MALIGNA ELIGIUS TEBAI. Univrsitas Krida wacana. A. Definisi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MAKALAH LIMFOMA MALIGNA ELIGIUS TEBAI. Univrsitas Krida wacana. A. Definisi"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH LIMFOMA MALIGNA ELIGIUS TEBAI

F4

Univrsitas Krida wacana [email protected]

A. Definisi

Limfoma adalah kanker yang berasal dari jaringan limfoid mencakup sistem limfatik dan imunitas tubuh. Tumor ini bersifat heterogen, ditandai dengan kelainan umum yaitu pembesaran kelenjar limfe diikuti splenomegali, hepatomegali, dan kelainan sumsum tulang. Tumor ini dapat juga dijumpai ekstra nodal yaitu di luar sistem limfatik dan imunitas antara lain pada traktus digestivus, paru, kulit, dan organ lain. Dalam garis besar, limfoma dibagi dalam 4 bagian, diantaranya limfoma Hodgkin (LH), limfoma non-hodgkin (LNH), histiositosis X, Mycosis Fungoides. Dalam praktek, yang dimaksud limfoma adalah LH dan LNH, sedangkan histiositosis X dan mycosis fungoides sangat jarang ditemukan.

Limfoma maligna adalah kelompok neoplasma maligna/ganas yang muncul dalam kelenjar limfe atau jaringan limfoid ekstranodal yang ditandai dengan proliferasi atau akumulasi sel-sel asli jaringan limfoid (limfosit, histiosit dengan pra-sel dan derivatnya). B. Pembahasan

Anamnesis

Keluhan terbanyak pada penderita adalah pembesaran kelenjar getah bening di leher, aksila, ataupun lipat paha. Berat badan semakin menurun, dan terkadang disertai dengan demam, sering berkeringat, nyeri, gatal-gatal.

Pemeriksaan fisik

Palpasi pembesaran kelenjar getah bening di leher terutama supraklavikuler – aksila dan inguinal. Mungkin lien dan hati teraba membesar. Pemeriksaan THT perlu dilakukan untuk menentukan kemungkinan cincin Weldeyer ikut terlibat. Apabila area ini terlibat perlu diperiksa gastrointestinal sebab sering terlibat bersama-sama.

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan darah yaitu hemogran dan trombosit. LED sering meninggi dan kemungkinan ada kaitannya dengan prognosis. Keterlibatan hati dapat diketahui dari meningkatnya alkali fosfatase, SGOT, dan SGPT.

(2)

 Sitologi biopsi aspirasi

Biopsi aspirasi jarum halus (BAJAH) sering dipergunakan pada diagnosis pendahuluan limfadenopati jadi untuk identifikasi penyebab kelainan tersebut seperti reaksi hiperplastik kelenjar getah bening, metastasis karsinoma, dan limfoma maligna. Ciri khas sitologi biopsi aspirasi limfoma Hodgkin yaitu populasi limfosit yang banyak aspek serta pleomorfik dan adanya sel Reed-Sternberg. Apabila sel Reed-Sternberg sulit ditemukan adanya sel Hodgkin berinti satu atau dua yang berukuran besar dapat dipertimbangkan sebagai parameter sitologi Limfoma Hodgkin.

Penyulit diagnosis sitologi biopsi aspirasi pada Limfoma non-Hodgkin adalah kurang sensitif dalam membedakan Limfoma Hodgkin folikel dan difus. Pada Limfoma non-Hodgkin yang hanya mempunyai subtipe difus, sitologi, biopsi aspirasi dapat dipergunakan sebagai diagnosis definitif.

Penyakit lain dalam diagnosis sitologi biopsi aspirasi Limfoma Hodgkin ataupun Limfoma non-Hodgkin adalah adanya negatif palsu termasuk di dalamnya inkonklusif. Untuk menekan jumlah negatif palsu dianjurkan melakukan biopsi aspirasi multipel hole di beberapa tempat permukaan tumor. Apabila ditemukan juga sitologi negatif dan tidak sesuai dengan gambaran klinis, maka pilihan terbaik adalah biopsi insisi atau eksisi.

 Histopatologi

Biopsi tumor sangat penting, selain untuk diagnosis juga identifikasi subtipe histopatologi walaupun sitologi biopsi aspirasi jelas limfoma Hodgkin ataupun Limfoma non-Hodgkin.  . Radiologi a. Foto thoraks b. Limfangiografi c. USG d. CT scan

 . Laparotomi rongga abdome

Sering dilakukan untuk melihat kondisi kelenjar getah bening pada iliaka, para aorta dan mesenterium dengan tujuan menentukan stadium.

Diagnosis

Dapat bersifat indolen(low grade), hingga progresif(high grade). Pada LNH indolen, gejalanya dapat berupa: pembesaran KGB, tidak nyeri, dapat terlokalisir atau meluas, dan bisa melibatkan sum-sum tulang. Pada LNH progresif, terdapat pembesaran KGB baik intra maupun extranodal, menimbulkan gejala "konstitusional" berupa : penurunan berat badan,

(3)

febris, dan keringat malam, serta pada limfoma burkitt, dapat menyebabkan rasa penuh di perut.

Stadium limfoma maligna

Penyebaran Limfoma dapat dikelompokkan dalam 4 stadium. Stadium I dan II sering dikelompokkan bersama sebagai stadium awal penyakit, sementara stadium III dan IV dikelompokkan bersama sebagai stadium lanjut.

1.Stadium I : Penyebaran Limfoma hanya terdapat pada satu kelompok yaitu kelenjar getah bening.

2.Stadium II : Penyebaran Limfoma menyerang dua atau lebih kelompok kelenjar getah bening, tetapi hanya pada satu sisi diafragma, serta pada seluruh dada atau perut.

3.Stadium III : Penyebaran Limfoma menyerang dua atau lebih kelompok kelenjar getah bening, serta pada dada dan perut.

4.Stadium IV : Penyebaran Limfoma selain pada kelenjar getah bening

setidaknya pada satu organ lain juga seperti sumsum tulang, hati, paru-paru, atau otak

Stadium ini dapat di bagi A atau B berdasarkan ada tidaknya gejala konstitusional berupa penurunan berat badan, febris, dan keringat malam.

A = tanpa gejala konstitusional B = dengan gejala konstitsional

Staging ini penting untuk penatalaksanaan, dimana untuk stadium Ia, Ib, maupun IIa, diberikan radioterapi, sementara untuk stadium IIb hingga stadium IV, diberikan kemoterapi. Untuk kemoterapi, regimen yg biasa digunakan adalah:

1. Untuk Low grade NHL

- regimen CVP (cyclophospamide, vincristin, dan prednison) - Fludarabin

- Rituximab

2. Untuk High grade NHL

- Regimen CHOP (cyclophospamide, Doxorubicyn, vincristin, dan prednison) - Regimen CHOP + Rituximab

- transplantasi sum-sum tulang. Prognosis buruk dapat terjadi pada: - usia > 60 tahun

(4)

- kadar LDH (laktat dehidrognease) meningkat - performance statusnya buruk (karnoffsky)

Pada low grade NHL,biasanya bisa bertahan hingga 6-8 thn, tetapi pada high grade, sangat tergantung dari reaksinya terhadap kemoterapi.

Diagnosis banding

 Limfoma Hodgkin

Terbagi atas 4 jenis, yaitu: 1. Nodular Sclerosing limfosit

2. mixed cellularity 3. rich limphocyte

4. limphocyte depletio

Jenis Gambaran Mikroskopik Kejadian Perjalanan Penyakit

Limfosit

Predominan Sel Reed-Stenberg sangat sedikit tapiada banyak limfosit 3% dari kasus Lambat

Sklerosis Noduler

Sejumlah kecil sel Reed-Stenberg & campuran sel darah putih lainnya; daerah jaringan ikat fibrosa

67% dari

kasus Sedang

Selularitas Campuran

Sel Reed-Stenberg dalam jumlah yang sedang & campuran sel darah putih lainnya

25% dari

kasus Agak cepat

Deplesi Limfosit

Banyak sel Reed-Stenberg & sedikit limfosit

jaringan ikat fibrosa yang berlebihan

5% dari

kasus Cepat

LH lebih bersifat lokal, berekspansi dekat, cenderung intra nodal, hanya di mediastinum, dan jarang metastasis ke sumsum tulang. ia juga dapat terjadi metastasis melalui darah. Jika dibandingkan dengan NHL, NHL lebih bersifat tidak lokal, expansi jauh, cenderung extranodal, berada di abdomen, dan sering metastasis ke sum-sum tulang. Secara staging, dan pengobatan, sama saja dengan NHL.

 Limfadenitis akut

Limfadenitis ini bentuknya terbatas pada sekelompok kelenjar getah bening yang mendrainase suatu fokus infeksi, atau mungkin generalisata apabila terrjadi infeksi bakteri atau virus sistemik. Secara histologis, tampak pusat germinativum besar yang memperlihatkan banyak gambaran mitotik. Apabila keadaan ini disebabkan oleh organisme piogenik, disekitar folikel dan di dalam sinus limfoid ditemukan infiltrat neutrofilik. Pada infeksi yang parah, pusat germinativum

(5)

mengalami nekrosis sehingga terbentuk abses. Apabila infeksi terkendali, kelenjar getah bening akan kembali tampak normal atau terjadi pembentukan jaringan parut apabila dekstruktif.

 Limfadenitis kronik

Menimbulkan tiga pola, bergantung pada agen penyebabnya: hiperplasia folikel, hiperplasia limfoid parakorteks, atau histiositosis sinus. Hiperplasia folikel berkaitan dengan infeksi atau proses proses peradangan yang mengaktifkan sel B. Sel B dalam berbagai tahap diferensiasi berkumpul di dalam pusat germinativum besar yang bulat atau oblong (folikel sekunder). Hiperplasia limfoid parakorteks ditandai dengan perubahan reaktif di dalam regio sel T kelenjar getah bening. Sel T parafolikel mengalami proliferasi dan transformasi menjadi imunoblas yang mungkin menyebabkan lenyapnya folikel germinativum.

Etiologi

Limfoma merupakan golongan gangguan limfoproliferatif. Penyebabnya tidak diketahui, tetapi dikaitkan dengan virus, khususnya virus Epstein Barr yang ditemukan pada limfoma Burkitt. Adanya peningkatan insidens penderita limfoma Hodgkin dan non-Hodgkin pada kelompok penderita AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) pengidap virus HIV, tampaknya mendukung teori yang menganggap bahwa penyakit ini disebabkan oleh virus. Awal pembentukan tumor pada gangguan ini adalah pada jaringan limfatik sekunder (seperti kelenjar limfe dan limpa) dan selanjutnya dapat timbul penyebaran ke sumsum tulang dan jaringan lain.

Epidemiologi

Di negara maju, limfoma relatif jarang, yaitu kira-kira 2% dari jumlah kanker yang ada. Akan tetapi, menurut laporan berbagai sentra patologi di Indonesia, tumor ini merupakan terbanyak setelah kanker serviks uteri, payudara, dan kulit.

Patofisiologi

Perubahan sel limosit normal menjadi sel limfoma merupakan akibatadanya mutasi gen pada salah satu sel dari kelompok sel lmfosit tua yang tengah berada dalam proses transformasi menjadi imunoblas (terjadi akibat adanya rangsana imunogen). Beberapa perubahan yang terjadi pada limfosit tuaantara lain :

1. ukuran makin besar

2. kromatin inti menjadi lebih “halus” 3. nukleoli terlihat

(6)

Proliferasi abmormal tumor dapat memberi kerusakan penekanan atau penyumbatan organ tubuh yang diserang. Tumor dapat mulai di kelenjar getah bening (nodal) atau diluar kelenjar getah bening (ekstra nodal). Gejala pada Limfoma secara fisik dapat timbul benjolan yang kenyal, mudah digerakkan (pada leher, ketiak atau pangkal paha). Pembesaran kelenjar tadi dapat dimulai dengan gejala penurunan berat badan, demam, keringat malam. Hal ini dapat segera dicurigai sebagai Limfoma. Namun tidak semua benjolan yang terjadi di sistem limfatik merupakan Limfoma. Bisa saja benjolan tersebut hasil perlawanan kelenjar limfa

dengan sejenis virus atau mungkin tuberkulosis limfa.

Beberapa penderita mengalami demam Pel-Ebstein, dimana suhu tubuh meninggi selama beberapa hari yang diselingi dengan suhu normal atau di bawah normal selama beberapa hari atau beberapa minggu. Gejala lainnya timbul berdasarkan lokasi pertumbuhan sel-sel limfoma.

Gejala klinis

1. Pembengkakan kelenjar getah bening

Pada limfoma Hodgkin, 80% terdapat pada kelenjar getah bening leher, kelenjar ini tidak lahir multiple, bebas atas konglomerasi satu sama lain. Pada limfoma non-Hodgkin, dapat tumbuh pada kelompok kelenjar getah bening lain misalnya pada traktus digestivus atau pada organ-organ parenkim.

2. Demam tipe pel Ebstein 3. Gatal-gatal

4. Keringat malam

5. Berat badan menurun lebih dari 10% tanpa diketahui penyebabnya. 6. Nafsu makan menurun.

7. Daya kerja menurun

8. Terkadang disertai sesak nafas

9. Nyeri setelah mendapat intake alkohol (15-20%)

10. Pola perluasan limfoma Hodgkin sistematis secara sentripetal dan relatif lebih lambat, sedangkan pola perluasan pada limfoma non-Hodgkin tidak sistematis dan relatif lebih cepat bermetastasis ke tempat yang jauh.

Terapi

Sebagian besar limfoma ditemukan pada stadium lanjut yang merupakan penyakit dalam terapi kuratif. Penemuan penyakit pada stadium awal masih merupakan faktor penting dalam terapi kuratif walaupun tersedia berbagai jenis kemoterapi dan radioterapi. Akhir-akhir ini angka harapan hidup 5 tahun meningkat dan bahkan sembuh berkat manajemen tumor

(7)

yang tepat dan tersedianya kemoterapi dan radioterapi. Peranan pembedahan pada penatalaksanaan limfoma maligna terutama hanya untuk diagnosis biopsi dan laparotomi splenektomi bila ada indikasi.

1. Radiasi

a. Untuk stadium I dan II secara mantel radikal

b. Untuk stadium III A/B secara total nodal radioterapi c. Untuk stadium III B secara subtotal body irradiation d. Untuk stadium IV secara total body irradiation 2. Kemoterapi untuk stadium III dan IV

Untuk stadium I dan II dapat pula diberi kemoterapi pre radiasi atau pasca radiasi. Kemoterapi yang sering dipakai adalah kombinasi.

COP (Untuk limfoma non Hodgkin) C : Cyilopkosphamide 800 mg/m2 hari I O : Oncovin 1,4 mg/m2 IV hari I

P : Prednison 60 mg/m2 hari I s/d VII lalu tapering off Komplikasi

Komplikasi yang dialami pasien dengan limfoma maligna dihubungkan dengan penanganan dan berulangnya penyakit. Efek-efek umum yang merugikan berkaitan dengan kemoterapi meliputi : alopesia, mual, muntah, supresi sumsum tulang, stomatitis dan gangguan gastrointestinal. Infeksi adalah komplikasi potensial yang paling serius yang mungkin dapat menyebabkan syok sepsis. Efek jangka panjang dari kemoterapi meliputi kemandulan, kardiotoksik, dan fibrosis pulmonal.

Efek samping terapi radiasi dihubungkan dengan area yang diobati. Bila pengobatan pada nodus limfa servikal atau tenggorok maka akan terjadi hal-hal sebagai berikut : mulut kering, disfagia, mual, muntah, rambut rontok, dan penurunan produksi saliva.

Bila dilakukan pengobatan pada nodus limfa abdomen, efek yang mungkin terjadi adalah muntah, diare, keletihan, dan anoreksia.

Prognosis

LNH dapat dibagi kedalam 2 kelompok prognostik: Indolent Lymphoma dan Agresif Lymphoma. LNH memiliki prognosis yang relatif baik, dengan median survival 10 tahun, tetapi biasanya tidak dapat disembuhkan pada stadium lanjut. Sebagian besar tipe Indolen adalah noduler atau folikuler. Tipe limfoma agresif memiliki perjalanan alamiah yang lebih pendek, namun lebih dapat disembuhkan secara signifikan dengan kemoterapi kombinasi intensif. Resiko kambuh lebih tinggi pada pasien dengan gambaran histologik “divergen” baik pada kelompok Indolen maupun

(8)

Agresif. Derajat keganasan rendah: tidak dapat sembuh namun dapat hidup lama. Derajat keganasan menengah: sebagian dapat disembuhkan. Derajat keganasan tinggi: dapat disembuhkan, cepat meninggal apabila tidak diobati.

Daftar Pustaka

1. Sudoyono dkk.2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : EGC

2. Santoso M, Krisifu C. Diagnostik dan Penatalaksanaan Limfoma Non-Hodgkin. Jakarta : Dexa Media, 2004; 143-146.

3. Bakta, I Made. 2007. Hematologi Klinik Ringkas. EGC, Jakarta.

4. Voakes JB, Jones SE, Mc Kelvey EM. The chemotherapy of lymphoblastic lymphoma. Blood 1981; 57:186-8.

5. Mansjoer A, Triyanti, Savitri R, et al. Kapita selekta kedokteran. Jilid I. Edisi ketiga. Jakarta:Media Aesculapius

Referensi

Dokumen terkait

Pipet 10 ml larutan baku 100 µg/ml Nitrit ke dalam labu ukur 1000 ml kemudian encerkan dengan air suling sampai tanda garis. Tambahkan 2,5 ml pereaksi sulfanilamida, dan aduk.

Tujuan Konseling Kefarmasian adalah membantu masyarakat, agar masyarakat mampu untuk  memahami permasalahannya sendiri dan kebutuhannya sendiri, baik yang terkait kesehatan

Sebagai salah satu pelaku ekonomi dalam sistem per- ekonomian Indonesia, koperasi mempunyai tanggung jawab untuk mengembangkan perekonomian nasional bersama-sama dengan

02 Persentase penyelesaian layanan keuangan Sekretariat Jenderal secara akuntabel 75 Persentase 03 Persentase Satuan Kerja yang melakukan pelaporan keuangan sesuai

TAHUN ANGGARAN 2020 PEMERINTAH DESA

Syukur Alhamdulillah peneliti sampaikan kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan

Tetapi apabila proses penanaman dilakukan dengan baik dan benar melalui penyiapan lahan yang baik, penanaman dan pemeliharaan yang benar, maka penanaman pohon monokultur

Sebagai contoh, ketika kita sedang memilih sebuah frame frame pada Timeline dan kemudian kita klik tombol mouse kanan, maka Context menu yang muncul adalah yang