7 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perikanan Tangkap
Perikanan adalah semua usaha penangkapan budidaya ikan dan kegiatan pengelolaan hingga pemasaran hasilnya Mubiyarto (1994) dalam Zubair dan Yasin (2011). Sedangkan sumberdaya perikanan adalah seluruh binatang dan tumbuhan yang hidup di perairan (baik di darat maupun di laut) oleh karena itu perikanan dapat dibedakan atas perikanan darat dan perikanan laut.
Perikanan darat adalah semua usaha perikanan yang tidak dilakukan di laut luas seperti perikanan air tawar, tambak, kolam dan sebagainya. Khusus perikanan di laut ahli biologi kelautan membedakan perikanan laut kedalam dua kelompok yaitu kelompok ikan pelagis (ikan yang hidup pada bagian permukaan) dan jenis ikan demersal (ikan yang hidup di dasar laut). Kelompok ikan pelagis diantaranya ikan cakalang, tuna, layang, kembung, lamun dan lain-lain. Sedangkan jenis demersal seperti udang, kepiting, kakap merah dan lain-lain.
Walangadi (2003) dalam Zubair dan Yasin (2011) mengemukakan bahwa usaha perikanan dapat dipandang sebagai suatu perpaduan faktor produksi atau suatu barang antara yang dihasilkan faktor-faktor produksi klasik tenaga kerja dan barang-barang modal atau apapun yang dianggap sejenisnya. Defenisi ini mencakup semua kegiatan yang berkaitan dengan upaya memperoleh hasil yang laku dijual dan tidak terbatas hanya pada kegiatan-kegiatan yang langsung dengan menangkap ikan.
Menurut Hanafiah dan Saefuddin (2000) dalam Zubair dan Yasin (2011) bahwa usaha penangkapan adalah kegiatan menangkap atau mengumpulkan binatang atau tumbuhan yang hidup di laut untuk memperoleh penghasilan dengan melakukan pengorbanan tertentu.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa usaha penangkapan merupakan segala pengorbanan yang ditujukan untuk memperoleh hasil laut dengan maksud untuk meningkatkan pendapatan nelayan ataupun
nelayan ikan. Nelayan adalah orang- orang yang aktif dalam melakukan kegiatan pada sub sektor perikanan dan ini dilakukan dalam usaha ekonomi, oleh karena itu indikator yang digunakan untuk menentukan bahwa seseorang termasuk nelayan apabila seluruh atau sebagian besar penghasilan pendapatan rumah tangganya merupakan konstribusi dari pendapatan yang diperoleh dari sub sektor perikanan.
Selain itu pengetahuan dan keterampilan sangat menentukan produktivitas nelayan seperti yang dikemukakan oleh Sukirno (1999) dalam Zubair dan Yasin (2011) bahwa kekurangan pengetahuan merupakan faktor lain yang menyebabkan rendahnya tingkat produktivitas dan yang lebih penting adalah faktor ini yang menjadi penyebab tingkat produktivitas sejak berabad-abad yang lalu tidak mencapai perubahan yang berarti.
2.2 Sifat Perikanan
Menurut sifatnya, sumberdaya alam dapat dibedakan atas sumberdaya dapat pulih (renewable resources) misalnya sumberdaya hayati, hutan dan sebagainya serta sumberdaya yang tidak dapat pulih (exhausitible resources) misalnya barang tambang, nikel, tembaga dan sebagainya. Sedangkan menurut kepemilikan sumberdaya alam terdiri atas sumberdaya alam yang dimiliki (property right) dan sumberdaya milik bersama adalah dikuasai oleh masyarakat (common property resources).
Perikanan merupakan salah satu sumberdaya alam yang sifatnya open acses yaitu sumberdaya alam yang pengambilannya tidak dibatasi yang berarti setiap orang secara bebas dapat mengambil sumberdaya alam oleh karena itu perikanan disebut juga sumberdaya alam milik bersama. Oleh karena sumberdaya perikanan ini milik semua orang, maka tidak seorangpun yang memilikinya. Suparmoko (1997) dalam Zubair dan Yasin (2011) mengemukakan dua ciri sumberdaya alam milik bersama yaitu (1) tidak terbatasnya cara-cara pengambilan serta (2) terdapat interaksi diantara para pemakai sumber daya ini sehingga terjadi saling berebut satu sama lain dan terjadi eksternalitas dalam biaya yang sifatnya disekonomis. Ciri-ciri hasil perikanan yaitu bersifat musiman, kecil dan terpencar,
mudah rusak, jumlah dan kualitas tidak stabil karena tergantung dari musim atau alam.
2.3 Perikanan Tangkap Kabupaten Tangerang
Menurut UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan Pasal 4 ayat (5) bahwa penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan atau tanpa cara apapun, termasuk kegiatan menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah dan atau mengawetkan (Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Tangerang Tahun 2008).
Berdasarkan definisi tersebut dapat diuraikan bahwa aspek-aspek yang berperan dalam penangkapan ikan antara lain sumberdaya ikan, alat tangkap, kapal, fishing ground dan sumberdaya manusia. Wilayah perairan laut Kabupaten Tangerang merupakan fishing ground bagi sebagian sumberdaya ikan, baik pelagis maupun demersal.
Jenis ikan yang ditangkap dengan variasi jenis yang banyak dan didominasi oleh jenis ikan pelagis kecil, seperti peperek, manyung, biji nangka, bambangan, kerapu, kakap, kurisi, ekor kuning, tiga waja, cucut, pari, selar, kuwe, tetengkek, belanak, teri, japuh, cumi, udang tenggiri dan lain- lain.
Produk perikanan di Kabupaten Tangerang dipasarkan melalui pasar lokal, luar daerah maupun tujuan ekspor. Program pemasaran ikan segar baik untuk konsumsi lokal maupun kebutuhan luar daerah diarahkan sebagai upaya untuk meningkatkan penghasilan nelayan/pembudidaya ikan, termasuk pula ikan hasil olahan yang dihasilkan dari Kabupaten Tangerang. Perkembangan Produksi perikanan di Kabupaten Tangerang pada tahun 2011 mengalami peningkatan ( Tabel 1) dari produksi Tahun 2010 yaitu dari 18.622,00 ton menjadi 19.039 ton. (Dinas Perikanan dan Kelautan Kab. Tangerang 2012)
Tabel 1. Perkembangan Produksi Penangkapan Ikan di Laut No Jenis Ikan Produksi
Tahun 2010 (Ton) Nilai (Rp 000) Poduksi Tahun 2011 (Ton) Nilai (Rp 000) 1 Peperek 626,00 4.375.000 653,00 4.897.500 2 Manyung 749,00 7.480.000 772,00 7.720.000 3 Biji Nangka 492,00 1.476.000 511,00 1.788.000 4 Bambangan 682,00 23.870.000 689,00 24.115.000 5 Kerapu 403,00 14.508.000 428,00 17.120.000 6 Kakap 411,00 10.275.000 420,3 11.348.000 7 Kurisi 499,00 7.984.000 524,00 8.348.000 8 Ekor kuning 478,00 9.082.000 490,00 9.800.000 9 Tiga waja 491,00 2.209.500 506,00 3.036.000 10 Cucut 352,00 3.430.000 363,00 3.630.000 11 Pari 676,00 5.408.000 710,00 6.309.000 12 Selar 681,00 4.767.000 715,00 5.362.000 13 Kuwe 427,00 14.945.000 443,00 16.391.000 14 Tetengkek 512,00 5.120.000 526,00 5.786.000 15 Belanak 581,00 6.972.000 616,00 8.008.000 16 Teri 1.162,00 13.944.000 1.203,1 14.436.000 17 Japuh 392,00 3.920.000 413,00 4.543.000 18 Tembang 587,00 1.761.000 602,00 3.010.000 19 Kembung 1.436,00 18.668.000 1.338,00 18.734.000 20 Tenggiri 626,00 22.536.000 640,00 23.680.000 21 Layur 547,00 8.205.000 559,00 8.667.600 22 Ikan lainnya 1.016,00 4.064.000 1.031,00 5.160.000 23 Rajungan 554,00 13.850.000 579,00 14.475.000 24 Udang putih 519,00 20.760.000 539,20 24.264.000 25 Udang lainnya 688,00 17.200.000 714,00 17.850.000 26 Kerang bulu 1.375,00 6.875.000 1.345,00 6.725.000 27 Kerang darah 1.038,00 5.190.000 1.051,0 5.255.000 28 Cumi- cumi 622,00 12.440.000 667,00 16.675.000 Jumlah 18.622,00 271.314.500 19.039,00 297.133.700 Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kab. Tangerang tahun 2012
2.4 Nelayan
Nelayan adalah orang yang hidup dari mata pencaharian hasil laut (Sujarno, 2008). Di Indonesia nelayan biasa bermukim di daerah pinggir pantai atau pesisir laut. Komunitas nelayan adalah kelompok orang yang bermata pencaharian hasil laut dan tinggal di desa- desa pantai atau pesisir (Sastrawidjaya 2002 dalam Sujarno 2008). Ciri Komunitas nelayan dapat dilihat dari berbagai segi, sebagai berikut :
a) Dari segi mata pencaharian, nelayan adalah orang- orang yang segala aktivitasnya berkaitan dengan lingkungan laut dan pesisir, atau yang menjadikan perikanan sebagai mata pencahariannya.
b) Dari segi cara hidup, komunitas nelayan adalah komonitas gotong royong. Kebutuhan gotong royong dan tolong menolong terasa sangat penting pada saat untuk mengatasi keadaan yang menuntut pengeluaran biaya besar dan pengarahan tenaga yang banyak, seperti saat berlayar, membangun rumah atau tanggul penahan gelombang disekitar desa.
c) Dari segi keterampilan, meskipun pekerjaan nelayan adalah pekerjaan berat namun pada umumya nelayan hanya memiliki keterampilan sederhana. Kebanyakan yang bersangkutan bekerja sebagai nelayan adalah profesi yang diturunkan oleh orang tua bukan yang dipelajai secara professional.
Menurut Sastrawidjaya (2002) dalam Sujarno (2008) dari bangunan struktural sosial, komunitas nelayan terdiri atas komunitas yang heterogen dan homogen. Masyarakat yang heterogen adalah yang bermukim di desa- desa yang mudah dijangkau secara transportasi darat, sedangkan komunitas yang homogen terdapat di desa- desa nelayan tepencil biasanya menggunakan alat- alat tangkap ikan yang sederhana, sehingga produktivitas kecil. Sementara itu kesulitan transportasi angkutan hasil ke pasar juga dapat menjadi penyebab rendahnya harga hasil laut dari daerah mereka.
2.5 Alat Tangkap Pancing Ulur
Pancing Ulur merupakan salah satu jenis alat penangkap ikan yang sering digunakan oleh nelayan tradisional. Pancing Ulur termasuk alat penangkap ikan yang pasif, dan juga ramah lingkungan. Pengoperasian alat relatif sederhana, tidak banyak menggunakan peralatan bantu seperti halnya alat tangkap pukat ikan dan pukat cincin (Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan, 2011).
Gambar 2. Pancing Ulur
Sumber : Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan Semarang
Pancing ulur dioperasikan diberbagai jenis perairan, seperti di sekitar pantai, di samudera, di perairan dangkal, diperairan dalam bahkan di perairan sekitar karang. Jenis ikan yang tertangkap sangat bervariasi meliputi ikan-ikan pelagis untuk pancing ulur yang dioperasikan disekitar permukaan dan dilapisan kedalaman tertentu suatu perairan serta ikan demersal (dasar) untuk pancing ulur yang dioperasikan di dasar perairan.
Pancing ulur merupakan alat penangkap ikan yang bersifat pasif, menunggu ikan yang datang memakan umpan pada mata pancing. Alat penangkap ikan jenis pancing ulur dioperasikan disemua jenis perairan dan biasanya diulur sampai kedalaman yang dikehendaki.
Pancing ulur berbentuk tali dan pancing yang dilengkapi dengan pemberat. Pada bagian atas pancing ulur dipasang pelampung dan bagian bawah dipasang pemberat. Pancing ulur yang disebut dengan “hand line” biasanya dioperasikan secara aktif menunggu ikan yang berenang mendekat dan memakan umpan. Handline atau pancing ulur dioperasikan pada siang hari. Konstruksi pancing ulur sangat sederhana. Pada satu tali pancing utama dirangkaikan 2-10 mata pancing secara vertikal. Jenis ikan yang sering tertangkap dengan pancing ulur memiliki ukuran ikan yang tidak seragam seperti : tongkol, cakalang, kembung, layang, bawal, kakap, dan lain sebagainya. Namun kerap sekali ikan yang berukuran besar
juga tertangkap seperti hiu, tuna, marlin dan lain sebagainya ( Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan, 2011).
Konstruksi pancing ulur relatif sederhana seperti pada Gambar 2, terdiri dari mata pancing, umpan tali pancing ( line ) dan penggulung tali pancing. Ukuran mata pancing pada pancing ulur yang digunakan sangat bervariasi antara satu kapal dengan kapal yang lain. Pada kapal-kapal nelayan yang berukuran kecil (5 – 30 GT) biasanya membawa antara 10 sampai dengan 50 set pancing ulur. Pancing ulur relatif mudah untuk membuatnya dan pada umumnya para nelayan, terutama nelayan dengan usaha skala kecil, sering membuat sendiri pancing ulur yang akan digunakannya ( Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan, 2011). 2.5.1 Konstruksi Pancing Ulur
Pancing Ulur ( Hand lines ) adalah alat penangkap ikan jenis pancing yang sangat paling sederhana. Biasanya terdiri dari pancing, tali pancing dan pemberat serta dioperasikan oleh satu orang dan tali pancing langsung ke tangan. Dari semua kelompok alat tangkap maka hand lines merupakan pancing yang sederhana. Alat ini hanya terdiri dari tali pancing, pancing dan umpan ( Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan, 2011).
a) Tali Pancing ulur
Konstruksi pancing ulur sangat sederhana. Pada satu tali pancing utama dirangkaikan 2-10 mata pancing secara vertikal. Sebagai ilustrasi dari pada pancing ulur dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Konstruksi Pancing Ulur Tunggal Sumber : Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan, 2011
b) Mata Pancing
Jumlah mata pancing bisa satu buah, juga lebih (Gambar 4) , dan dapat menggunakan umpan hidup maupun umpan palsu. Pemancingan dapat dilakukan di rumpon dan perairan lainnya. Ukuran tali pancing dan besarnya mata pancing tali disesuaikan dengan besarnya ikan yang menjadi tujuan penangkapan. Jika hand lines yang digunakan untuk menangkap ikan tuna tentu ukurannya lebih besar. Biasanya digunakan tali monofilament dengan diameter 1,5-2,5 mm dengan pancing nomor 5-1 dan ditambahkan pemberat timah.
Gambar 4. Mata Pancing
Sumber : Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan, 2011 c) Pemberat
Pemberat berfungsi sebagai pemberi daya tenggelam pada alat tangkap pancing ulur. Pemberat biasanya terbuat dari bahan timah. Namun dewasa ini para nelayan banyak yang menggunakan bahan lain, termasuk menggunakan besi mur bekas atau batu sebagai pemberat. Pemberat ditata sedemikian rupa pada ujung bawah tali pancing, sehingga memberikan daya tenggelam yang merata pada seluruh pancing.
2.5.2 Operasi Penangkapan Dengan Pancing Ulur
Pancing ulur adalah alat tangkap yang memiliki operasi penangkapan yang spesifik mulai dari daerah penangkapan, persiapan operasi penangkapan, waktu penangkapan, penanganan hasil tangkapan dan perawatan pancing ulur ( Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan, 2011).
a) Daerah Penangkapan
Daerah penangkapan ikan (fishing ground) untuk mengoperasikan pancing ulur cukup terbuka dan bervariasi karena pancing ulur dapat dioperasikan disekitar permukaan sampai dengan di dasar perairan, disekitar perairan pantai maupun di laut dalam. Limitasi daerah penangkapan untuk pancing ulur adalah : Daerah perairan yang dilarang sebagai areal penangkapan ikan (perairan tempat meliter melakukan latihan). Pada alur pelayaran umum karena akan mengganggu kapal bernavigasi, terutama untuk pancing ulur yang dioperasikan pada sekitar permukaan.
b) Persiapan Operasi Penangkapan
Sebelum alat tangkap dioperasikan beberapa persiapan operasi penangkapan yang perlu dilakukan adalah meliputi : mempersiapkan pancing, tali pancing dan penggulung pada tempatnya (dengan susunan pancing ulur yang siap untuk diturunkan ke air). Persiapan peralatan yang akan digunakan untuk menurunkan dan menaikkan alat tangkap pancing ulur ke dan dari air. Menentukan posisi atau lokasi alat tangkap akan dioperasikan. Pengoperasian pancing ulur di atas kapal disesuaikan dengan bentuk atau tipe kapal yang dipergunakan, serta ruangan yang tersedia untuk menyusun (meletakkan) pancing ulur di dek kapal. Pada sisi lambung kiri kapal dan sisi lambung kanan kapal. c) Waktu Penangkapan
Pancing ulur pada prinsipnya dapat dioperasikan waktu kapan saja, baik pada siang hari maupun pada malam hari. Pancing ulur yang sering dioperasikan pada siang hari adalah pancing ulur yang terbuat dari monofilament, dengan warna pancing transparan. Para nelayan juga mengoperasikan alat tangkap pancing ulur pada malam hari, terutama pancing ulur yang terbuat dari multyfilament. Agar tidak mudah terlihat oleh ikan dan menghindari adanya pantulan cahaya dari pancing, warna pancing ulur yang digunakan biasanya adalah biru, hitam, abu-abu atau warna lain yang relatif gelap didalam air laut. Alat tangkap yang dioperasikan pada malam hari biasanya diturunkan ke air setelah matahari tenggelam dan dinaikkan ke kapal dari air sebelum matahari terbit.
Pancing ulur pada saat dioperasikan di perairan tertentu, misalnya dioperasikan disekitar perairan berkarang atau pada perairan yang sempit (di dalam atau dekat selat dimana arus perairan biasanya kuat), kapal pancing ulur dilengkapi dengan jangkar, sehingga posisinya tetap. Jangkar digunakan untuk mengikat pancing ulur dengan dasar perairan, sehingga kapal tidak hanyut dan dapat mengenai karang yang bisa mengakibatkan badan pancing ulur putus karena tersangkut pada karang.
d) Penanganan Hasil Tangkapan
Ikan-ikan yang tertangkap pada pancing ulur terdapat pada sepanjang tali pada beberapa mata pancing. Setiap ikan yang tertangkap harus dilepaskan dengan hati-hati, tanpa mengakibatkan tubuh ikan menjadi rusak dan juga tidak mengakibatkan mata pancing menjadi putus. Jika ABK kapal jumlahnya memadai, sebaiknya sebagian dari mereka segera melepaskan ikan yang terjerat pada pancing setelah pancing ulur berada diatas geladak kapal dan sebagian yang lain tetap melakukan tugas untuk menarik pancing dari air ke geladak kapal. Makin cepat ikan dilepaskan dari pancing ulur dan segera ditangani adalah semakin baik, sehingga proses penurunan mutu ikan dapat dihambat.
Ikan-ikan yang sudah dilepas segera di sortir, dikelompokkan (menurut ukuran dan jenisnya). Ikan yang sejenis dan seukuran dikumpulkan dalam satu wadah, biasanya keranjang, untuk diturunkan suhunya (menggunakan es maupun alat pendingin yang ada di kapal) dan sesegera mungkin disimpan didalam palka.
Saat proses penanganan ikan (melepaskan ikan dari pancing ulur maupun pada saat sortir) agar dihindari ikan secara langsung terkena sinar matahari (bekerja pada suhu rendah) sehingga mutu ikan tetap baik. Jika geladak kapal tempat mengoperasikan alat tangkap dan penanganan ikan terbuka, maka sebaiknya geladak tersebut ditutup dengan tenda agar sinar matahari tidak langsung mengenai ikan yang sedang ditangani.
e) Perawatan Pancing Ulur
Seluruh ikan yang terjerat pada mata pancing harus dilepaskan, karena jika pada badan pancing masih ada ikan yang menempel akan menjadi busuk dan menimbulkan aroma yang tidak sedap. Ikan yang dibiarkan membusuk pada
badan pancing akan mempercepat kerusakan pancing karena menyebabkan mata pancing menjadi mudah putus.
Apabila ada bagian pancing yang putus pada saat alat tangkap dioperasikan atau mata pancing yang putus pada saat melepaskan ikan yang terjerat, bagian yang rusak segera di perbaiki. Setelah seluruh ikan yang tertangkap dilepaskan dari badan pancing, alat tangkap pancing ulur dicuci dengan air laut sampai bersih sehingga tidak ada ikan atau serpihan daging ikan yang melekat pada pancing. Selanjutnya pancing disusun kembali di geladak kapal untuk siap dioperasikan.
2.6 Pendapatan
Pendapatan yang dimaksud adalah berapa besar jumlah hasil tangkapan yang diperoleh nelayan yang dinyatakan dalam rupiah selama satu bulan. Untuk meningkatkan pendapatan nelayan (jumlah hasil tangkapan) diperlukan cukup banyak persyaratan, disamping pengetahuan/tingkat pendidikan dan keterampilan dan juga berbagai jenis modal seperti tersedianya peralatan dan sarana-sarana produksi. Sampai saat ini nelayan di Indonesia tergolong sebagai kelompok masyarakat yang tingkat pendidikan terendah. Peningkatan pendidikan berkelanjutan sangat di perlukan dalam penyerapan teknologi (baik teknologi penangkapan maupun teknologi budidaya). Hal ini dijelaskan pula oleh Smith dalam Rahmawati(1990) dalam Zubair dan Yasin (2011) , bahwa kemampuan nelayan untuk memaksimumkan hasil tangkapan ikan ditentukan oleh berbagai faktor anatara lain :
1. Modal kerja atau investasi yaitu perahu/motor dan jenis alat tangkap. 2. Potensi Sumberdaya Perikanan/daerah operasi penangkapan ikan di laut. 3. Hari kerja Efektif melaut (HKE).
4. Kemudahan untuk memasarkan hasil tangkapan dengan harga yang wajar. 5. Biaya operasional/produksi antara lain : bahan bakar, perawatan alat tangkap
Dalam analisis pendapatan nelayan dikenal dua faktor yang menentukan keberhasilan seorang nelayan, yaitu faktor lingkungan/keadaan alam dan faktor produksi. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Mubiyarto (1985) dalam Zubair dan Yasin (2011) bahwa pendapatan seorang nelayan ditentukan oleh faktor produksi dan iklim atau musim.
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi pendapatan nelayan yaitu:
1. Modal investasi, menurut Rahmawati (1990) dalam Zubair dan Yasin (2011) bahwa penangkapan ikan berhubungan erat dengan kemampuan nelayan dalam usaha penangkapan ikan di laut atau dengan kata lain modal penangkapan ikan di laut adalah faktor yang tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan nelayan, semakin besar tingkat modal investai dalam penangkapan ikan dari nelayan semakin besar peluang untuk meningkatkan produktivitas usaha penangkapan.
2. Biaya operasional, menurut Rahmawati (1990) dalam Zubair dan Yasin (2011) yaitu biaya operasional dikeluarkan oleh nelayan produktif karena dalam penggunaan dapat meningkatkan pendapatan lebih besar. Berpengaruhnya operasi melaut secara nyata dan positif terhadap pendapatan nelayan berhubungan dengan frekuensi kegiatan penangkapan ikan. Dengan demikian semakin besar biaya produksi melaut akan semakin tinggi pula produktivitas penangkapan ikan dengan anggapan cuaca sangat mendukung.
3. Pengalaman, menurut Walangadi (2003) bahwa berpengaruhnya pengalaman nelayan terhadap pendapatan berhubungan dengan lamanya nelayan tersebut dalm usaha penangkapan ikan di laut, dengan demikian penguasaan terhadap jenis alat tangkap maupun daerah operai akan menyebabkan semakin tingginya produktivitas hail tangkapan ikan di laut. Sedang menurut Soeharjo dan Patong (1986) bahwa pengalaman dianggap sebagai penentu dari penerimaan keuntungan, karena pengalaman akan memberikan kesempatan pada nelayan untuk dapat menyesuaikan diri dengan keadaan ekonomi yang berubah-ubah dan dapat menerapkan cara-cara melut yang lebih efisien.
4. Tenaga kerja sangat berpengaruh terhadap peningkatan hasil tangkapan nelayan. Menurut Walangadi (2003) bahwa semakin banyak tenaga kerja yang digunakan maka ukuran jaring yang digunakan semakin besar sehingga berpengaruh terhadap hasil tangkapan.
5. Musim, menurut Walangadi (2003) yaitu jika terjadi musim gelap maka jumlah hasil tangkapan nelayan akan lebih banyak dibanding dengan musim terang.
Setiap kegiatan atau usaha yang dilakukan semuanya bertujuan untuk memperoleh hasil dan keuntungan. Keuntungan didefenisikan sebagai penghasilan/pendapatan berupa gaji/upah suatu arus uang yang diukur dalam waktu tertentu. Pendapatan mempunyai manfaat penting bagi nelayan/nelayan maupun pemilik faktor produksi. Analisis pendapatan suatu sistem usaha bertujuan untuk mengetahui seberapa besar tingkat usaha tersebut. Jadi analisis pendapatan bertujuan untuk menggambarkan keadaan sekarang dalam kegiatan usaha serta dapat pula memberikan gambaran keadaan yang akan datang. Untuk mengetahui tingkat propabilitas digunakan untuk R/C (Revenue Cost Ratio) yaitu untuk perbandingan antara hasil dengan biaya total usaha nelayan. Semakin besar ratio tersebut berarti pengelolaan usaha nelayan semakin menguntungkan.
Menurut Soekartawi (2003) dalam Zubair dan Yasin (2011) , pendapatan adalah selisih antara penerimaan dengan semua biaya yang dikeluarkan selama melakukan kegiatan usaha lebih lanjut Soekartawi mengemukakan bahwa ada beberapa pengertian yang perlu di perhatikan dalam menganalisis pendapatan antara lain :
1. Penerimaan adalah jumlah produksi yang dihasilkan dalam suatu kegiatan usaha dikalikan dengan harga jual yang berlaku di pasar.
2. Biaya produksi adalah semua pngeluaran yang dinyatakan dengan uang yang diperlukan untuk menghasilkan produksi.
3. Pendapatan bersih adalah penerimaan kotor yang dikurangi dengan total biaya produksi atau penerimaan kotor di kurangi dengan biaya variabel dan biaya tetap.
Penerimaan pada hampir semua industri perusahaan pengelolaan akan timbul dari penjualan barang dan jasa. Dan pengeluaran biaya atau biaya mencakup seluruh biaya-biaya baik tunai maupun yang timbul untuk memproduksi output.
Kusnadi (2000) dalam Zubair dan Yasin (2011) bahwa besarnya pendapatan nelayan tergantung pada hasil penangkapan dan pemasaran. Sedangkan penangkapan itu sendiri sangat dipengaruhi oleh macam jenis perahu dan alat penangkapan, musim ikan dan keadaan alam khususnya angin dan bulan purnama. Pada musim hujan penangkapan ikan sukar dilakukan, sedangkan pada musim kemarau penangkapan ikan mudah dilakukan. Demikian juga pada saat bulan purnama ikan menyebar (terutama ikan-ikan permukaan), tetapi pada saat bulan gelap ikan dipasar sangat banyak, maka harga ikan menjadi murah sehingga pendapatan nelayan juga rendah.