• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA RUANG DENGAN MOTIVASI KERJA PERAWAT DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA RUANG DENGAN MOTIVASI KERJA PERAWAT DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA RUANG DENGAN MOTIVASI

KERJA PERAWAT DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA

Yayan Hardiansah

Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran

ABSTRACT

Leadership style is the perception of official employes or staffs about a leader’s behavior to create the behavior wanted by the leader to reach certain purposes. The goal of this research is to know relation between leadership style of a head. Room and a nurse’s working motivation in Ambarawa Hospital.

The population was all nurses in inpatient room installation who were 300 nurses and got 52 people in te each room and every only 4 nurses to be the samples.

The kind of this research used cross sectional approach. The data were taken to 52 respondents in Ambarawa Public Hospital. Data collecting used questionnaires and data analysis used chi square and got result of P-value of 0,008 with 5% of significant level. It meant that there was a relation between a head room’s leadership style with working motivation of nurses in the hospital.

This is expected that the head room notices and considers the style of leadership, therefore the nurses can be motivated to get goals that have been decided.

Keywords: leadership style, motivation

PENDAHULUAN

Rumah sakit sebagai salah satu bentuk organisasi pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan yang komprehensif mencakup aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif bagi seluruh lapisan masyarakat, sering kali mengalami permasalahan yang menyangkut tentang ketidakpuasan masyarakat terhadap mutu pelayanan rumah sakit yang dianggap kurang memadai atau memuaskan. Salah satu tantangan terbesar dalam pelayanan di rumah sakit adalah terpenuhinya harapan masyarakat akan mutu rumah sakit (Kristianawati, 2003). Rumah sakit juga mempunyai fungsi yaitu fungsi sosial, fungsi ekonomi, dan fungsi pengetahuan tecnologi dan juga melaksanakan fungsi pelayanan kesehatan masyarakat (Depkes RI, 2003).

Setiap rumah sakit harus mampu menghadapi tantangan bagaimana menganalisis, memanfaatkan dan mengembangkan keterampilan dan kemampuan untuk menjamin bahwa tujuan rumah sakit dapat tercapai. Di samping itu,

rumah sakit juga harus menjamin bahwa perawa yang terlibat di dalamnya dapat memperoleh kepuasa nterhadap pekerjaannya sekaligus dapat membuat kontribusi yang efektif. Perawat merupakan salah satu tim pelayanan kesehatan terbesar dituntut untuk meningkatkan mutu pelayanan di rumah sakit. Untuk menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan, maka kinerja dari seluruh perawat pelaksanaan senantiasa dipacu untuk ditingkatkan. Mutu pelayanan di rumah sakit ditinjau dari sisi keperawatan meliputi aspek jumlah dan kemampuan tenaga profesional, motivasi kerja, dana, sarana dan perlengkapan penunjang, manajemen rumah sakit dimana hal tersebut perlu adanya pemimpin (Robbins, 2007). Berbagai upaya yang di lakukan untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan, antara lain: peningkatan pengetahuan melalui pendidikan keperawatan berkelanjutan dan peningkatan keterampilan keperawatan sangat mutlak diperlukan. Penataan lingkungan kerja yang kondusif perlu diciptakan agar perawat dapat bekerja secara efektif dan efisien. Disisi lain perawat sering kurang bersemangat dalam menjalankan tugas di karnakan kurangnya

(2)

dukungan dari manajer agar tugas dilaksanakan dengan baik. Oleh karena itu penggerakan agar tugas segera dilaksanakan dan pemberian motivasi dari seorang manajer terhadap staf harus terus di lakukan agar semua staf mendapatkan motivasi dalam menjalankan pekerjaannya.yang di mana di sisni untuk melakukan penggerakan itu di lakukan leh seorang kepala ruang. Kepemimpinan (kepala ruang) mempunyai kaitan yang erat dengan motivasi karena keberhasilan seorang pemimpin dalam menggerakkan orang lain dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan sangat tergantung kepada kewibawaan, selain itu bagaimana menciptakan motivasi dalam diri setiap karyawan, kolega maupun pimpinan itu sendiri. Berdasarkan uraian tersebut, maka kepemimpinan adalah aktivitas untuk mempengaruhi pengikutnya guna mencapai tujuan organisasi, oleh sebab itu setiap pemimpin memiliki gaya (style) yang berbeda-beda dalam memimpin bawahannya.

Motivasi kerja adalah dorongan dan keinginan sehingga staf melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan dengan baik demi mencapai tujuan yang di inginkan. Pemahaman serupa menyatakan bahwa sebagai konsep manajemen dalam kaitannya dengan kehidupan organisasi, motivasi kerja adalah dorongan yang timbul pada diri seseorang untuk berperilaku untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan. Pada umumnya motivasi mempunyai sifat siklas (melingkar), yaitu motivasi timbul, memicu perilaku tertuju kepada tujuan (goal), dan akhirnya setelah tujuan (goal) tercapai, motivasi itu berhenti. Tetapi itu akan kembali ke keadaan semula apabila ada sesuatu kebutuhan lagi. Pada tahap pertama timbulnya keadaan pemicu (driving

state). Istilah drive dorongan atau picu

biasanya digunakan bila motif yang timbul itu itu berdasarkan kebutuhan biologis atau fisiologis. Drive ini timbul dapat karena organisme itu merasa ada kekurangan dalam kebutuhan (needs), (Suyanto, 2009).

Upaya peningkatan motivasi kerja karyawan menuntut peran menejemen dalam melakukan pendekatan kepemimpnan yang efisien. Dengan kemampuan yang di milikinya pemimpin dapat mempengaruhi karyawan sehingga termotivasi untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan apa yang diinginkan. Upaya mencapai tujuan organisasi, pemimpin menggunakan gaya kepemimpinan (Rivai, 2008). Kepemimpinan merupakan kemampuan

untuk mempengaruhi dan menggerakan sekelompok orang bukan dengan paksaan untuk mencapai tujuan tertentu. Dengan kemampuan yang di milikinya, pemimpin dapat memotivasi dan mendorong karyawannya untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan apa yang di arahkannya dan di inginkannya agar dapat mencapai tingkat kerja yang di harapkan sehingga tujuan dan keberhasilan organisasi dapat di capai.

Motivasi kerja merupakan dorongan yang dimulai dengan defisiensi fisiologis ataupun psikologis yang menggerakan perilaku atau dorongan yang ditujukan untuk mencapai tujuan atau insentif sehingga seseorang termotivasi dalam bekerja. Motivasi yang timbul dari dalam diri seorang perawat itu sendiri akan membantu meningkatkan kinerjanya menjadi lebih baik dan berkualitas, yang pada akhirnya akan meningkatkan citra dari rumah sakit dimata masyarakat. Motivasi kerja yang tinggi diharapkan produktifitas kerja meningkat sehingga bisa menguntungkan semua pihak baik pimpinan, bawahan maupun rumah sakit itu sendiri (Luthans, 2006).

Gaya kepemimpinan yang efektif atau baik adalah gaya kepemimpinan situasional sehingga dapat meningkatkan motivasi kerja dari bawahan (Thoha, 2007). Sebagai manajer keperawatan atau pimpinan keperawatan, sehari hari dalam bekerja menggunakan proses manajemen untuk mencapai tujuan organisasi yang telah di tentukan melalui orang lain. Seorang pemimpin keperawatan harus memiliki keterampilan kepemimpinan, sehingga efektif dalam mengelola pelayanan dan asuhan keperawatan (Suyanto 2009).

Dalam menjalankan fungsi manajerial, pemimpin harus dapat memenuhi kebutuhan pasien dan keluarga melalui staf atau perawat pelaksana. Di lain pihak, pemimpin keperawatan harus mampu membawakan dirinya (mengelola) untuk menjalin hubungan yang efektif dan terapetik dengan pimpinan dan tim kesehatan lainnya serta mampu mempengaruhi orang lain agar mau bertindak melakukan kegiatan sesuai dengan rencana yang telah di tetapkan (Suyanto 2009). Hubungan yang efektif dan serasi dapat di lakukan oleh pemimpin apabila pemimpin mampu mempengaruhi atau memotivasi bawahan untuk melakukan apa yang telah di tentukan untuk mencapai tujuan organisasi. Maka dari itu ada beberapa gaya kepemimpinan yang di gunakan oleh para

(3)

pemimpin agar dapat mempengaruhi atau me,otivasi para bawahannya, antara lain: gaya kepemimpinan otoriter, pemimpin tipe ini bekerja keras, sungguh – sungguh, teliti, dan tertib. Ia bekerja menurut peraturan yang berlaku dengan ketat dan instruksi-instruksinya harus di taati,dapat di ketahui bahwa tipe gaya kepemimpinan ini tidak menghargai hak-hak manusia (Khaerul Umam, 2012).

Gaya kepemimpinan demokratis, pemimpin yang demokratis menganggap dirinya sebagian bagian dari kelompoknya dan bersama-sama dengan kelompoknya berusaha bertangung jawab tentang pelaksanaan tujuannya (Umiarso, 2011).selain gaya kepemimpinan di atas ada beberapa teori gaya kepemimpina yaitu, Gaya kepemimpinan transaksi (Transactional Leadership Theory) Menurut teori ini para karyawan akan termotivasi oleh imbalan maupun hukuman. Dengan demikian perawat pelaksana akan bersedia untuk melaksanakan apa yang di perintahka oleh atasannya (Ismail Solihin, 2009). Gaya kepemimpinan Transformasi (Transformational Leadership Theory),

pemimpin transformasi ini merupakan pemimpin visioner yang mengajak bawahannya atau karyawannya untuk bergerak menuju visi yang di miliki oleh pemimpin. Di mna pemimpin trasformasi lebih mengandalkan karisma dan kewibawaan (referent power) (Ismail Solihin, 2009).

Seorang manajer juga bertanggung jawab untuk merancang dan membentuk struktur kerja demi tercapainya sasaran-sasaran organisasi. Kita menyebut fungsi ini sebagai penataan. Ketika seorang manajer melakukan penataan, ia akan menentukan tugas-tugas apa yang harus ia selesaikan,siapa-siapa yang akan melakukannya, bagaimana tugas-tugas tersebut di kelompokan, siapa harus melapor kepada siapa, dan di mana keputusan-keputusan harus di ambil.

Setiap organisasi terdiri dari orang-orang, dan tugas seorang manajerlah untuk bekerja bersama dan memanfaatkan bantuan orang-orang tersebut untuk mencapai sasaran organisasi. Hal ini meruapakan fungsi kepemimpinan. Ketika seorang manajer memotivasi para bawahannya, mengarahkan para individu atau para kelompok-kelompok individu dalam bekrja, memilih metode komunikasi yag paling efektif. Setelah rencana kerja di gariskan (perencanaan), tugas-tugas dan susunan struktural telah di tetapkan, dan

orang-orang yang di butuhkan telah di pekerjakan, dilatih, dan dimotivasi, maka harus di lakukan suatu bentuk evaluasi untuk mengetahui sejauh mana segala sesuatunya berjalan sesuai dengan rencana (Robbins, 2009)

Berdasarkan hasil studi pendahuluan dengan wawancara dengan seksi keperawatan menunjukan bahwa Jumlah semua perawat yang bekerja di ruangan rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa sebanyak 130 orang dan bidan sebanyak 26 orang yang terbagi kedalam 9 ruang rawat inap. Perawat pelaksana di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa belum mempunyai motivasi diri yang tinggi untuk dapat meningkatkan mutu pelayanan keperawatan sesuai dengan apa yang diharapkan oleh direktur rumah sakit itu sendiri.

Berdasarkan hasil wawancara dengan perawat pelaksana dan tiga kepala ruangan, gaya kepemimpinan yang di gunakan di beberapa ruangan RSUD Amabarawa adalah mengguanakan gaya kepemimpinan demokratis.100% kepala ruang mengatakan bahwa, dengan menggunakan gaya kepemimpinan demokratis dapat membina hubungan yang baik dengan perawat pelaksana dan Kepala ruang mencari berbagai pendapat maupun pemikiran dari para perawat pelaksana mengenai keputusan yang akan diambil. Kepala ruang mendengarkan dan menilai pemikiran perawat pelaksana dan menerima sumbangan pemikiran mereka, sejauh pemikiran tersebut bisa dipraktikan. Selain itu, ia juga mendorong perawat untuk meningkatkan motivasi kerjanya. Perawat pelaksana mengatakan di saat perawat pelaksana mengajukan pendapatnya, kepala ruangan menampung dan bersikap menerima masukan dari perawat pelaksana,perawat pelaksana juga mengatakan selain itu kepala ruangan tidak hanya memerintah para perawat pelaksana saja , tetapi kepala ruangan juga mengarahkan perawat pelaksana akan apa yang akan dan harus di kerjakan. Di samping menggunakan gaya kepemimpiman demokratis ada juga kepala ruangan yang mengatakan di samping menggunakan gaya kepemimpinan demokrtis saya juga menggunakan gaya kepemimpinan sutasional, karna dengan menggunakan gaya kepemimpinan sutasional kita sebagai kepala ruangan tidak hanya bertugas untuk memerintah perawat pelaksana saja , tetapi di sana kita dapat langsung untuk

(4)

membantu dan memberikan arahan secara langsung pada perawat pelaksana sehingga perawat pelaksan itu dapat termotivasi. Perawat pelaksana tersebut akan meningkatkan kinerjanya jika kepala ruangnya mampu menunjukkan hubungan interpersonal yang baik dengan perawat pelaksanaannya.

Berdasarkan fenomena di atas yang di mana gaya kepemimpinan seorang kepala ruang akan dapat mempengaruhi sehingga perawat pelaksana akan termotivasi. Maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Antara Gaya Kepemimpinan Kepala Ruang Dengan Motivasi Kerja Perawat Di RSUD Ambarawa.

METODOLOGI PENELITIAN Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah correlation

study yaitu penelitian yang bertujuan untuk

mengungkapkan hubungan korelasi antara variabel independen dan variabel dependen. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan

cross sectional yaitu suatu penelitian untuk

mempelajari dinamika korelasi antara faktor resiko dengan efek dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada satu saat itu juga (Notoatmodjo, 2005). Pada penelitian ini, peneliti mencari hubungan antara gaya kepemimpinan kepala ruang dengan motivasi kerja perawat.

Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat pelaksana di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa sebanyak 300 orang pada tahun 2013.

Pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan cara “Proporsional Sampling” yang berarti dalam pengambilan sample dilakukan dengan menyeleksi setiap unit sampling yang sesuai dengan ukuran unit sampling. Dengan jumlah populasi 300 perawat pelaksana di ruang rawat inap, maka didapatkan sampel 75 yang di mana dari 75 perawat itu di ambil hanya 4 perawat pelaksana di setiap ruangan dari 13 ruangan sehingga didapatkan sample sejumlah 52 perawat pelaksana rawat inap di RSUD Ambarawa.

Penelitian ini terdapat kriteria dalam pengambilan sampel yaitu kriteria inklusi dan

eksklusi. Kriteria inklusi pada penelitian ini

yaitu: 1) Perawat pelaksana yang bekerja di

rawat inap RSUD Ambarawa, 2) Perawat yang masa kerjanya lebih dari 1 tahun, 3) Perawat yang bersedia menjadi responden.

Adapun kriteria eksklusinya adalah: 1) perawat yang sedang cuti bekerja, 2) Perawat manajer tingkat ruangan dan rumah sakit, 3) Perawat yang tidak bersedia menjadi responden, 4) Perawat Honorer dan kontrak. Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui kuesioner. Kuesioner adalah cara pengumpulan data yang di lakukan dengan cara mengedarkan suatu daftar pertanyaan yang berupa formulir. Jenis kuesioner yang di gunakan adalah kuesioner tipe pilihan, dimana responden hanya di minta untuk memilih salah satu jawaban atau lebih dari sekian jawaban yang telah di sediakan. Kuesioner yang digunakan pada penelitian ini dikembangkan oleh peneliti sendiri dan memuat beberapa pertanyaan yang di tujukan kepada perawat pelaksana yang ada di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa yaitu meliputi gaya kepemimpinan kepala ruang dengan motivasi kerja perawat. Kuesioner terdiri atas dua bagian yaitu: kuesioner Gaya Kepemimpinan Kepala Ruang dan kuesioner motivasi kerja perawat.

Analisis Data

Setelah data diolah, kemudian di lanjutkan dengan melakukan analisis data yang meliputi analisis deskriptif (univariat) dan analisis bivariat. Analisis univariat ini digunakan untuk memberikan gambaran tentang gaya kepemimpinan dan motivasi kerja perawat pada perawat pelaksana di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa.

Analisis bivariat digunakan untuk menganalisis hubungan antara gaya kepemimpinan kepala ruang dengan motivasi kerja perawat di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa.

Untuk menguji hubungan ini di gunakan uji Chi Square dengan ketentuan bahwa jika hasil uji statistik X2 hitung lebih kecil dari X2 tabel dan p > α (0,05) maka Ho diterima, yang artinya tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik. Jika hasil uji statistik X2 hitung sama atau lebih besar dari X2 tabel dan nilai p < α (0,05) maka Ho ditolak, yang artinya ada hubungan yang bermakna secara statistik atau ada hubungan antara gaya kepemimpinan kepala ruang dengan motivasi kerja perawat

(5)

yang di mana gaya kepemimpinan demokratis yang di terapkan oleh kepala ruang dapat memberikan motivasi yang tinggi (55,6%) pada 5 ruangan. Dan (100,0%) pada 3 ruangan termotivasi tinggi dengan gaya kepemimpinan bebas (laissez faire) yang di terapkan oleh kepala ruang.

HASIL PENELITIAN Analisis Univariat

Gaya Kepemimpinan

Tabel 1

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Gaya Kepemimpinan Kepala Ruang di Rumah Sakit

Umum Daerah Ambarawa, 2014 Gaya Kepemimpinan Jumlah Persentase (%) Demokratis Otoriter Bebas 9 1 3 69,2 7,7 23,1 Jumlah 13 100,0

Berdasarkan Tabel 1, dapat diketahui perawat pelaksana dari 13 ruangan dengan 4 responden pada tip ruangan di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa menilai gaya kepemimpinan yang di terapkan oleh kepala ruang adalah gaya kepemimpinan demokratis.

Motivasi Kerja

Tabel 2

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Motivasi Kerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit

Umum Daerah Ambarawa, 2014 Motivasi Kerja Jumlah Persentase (%)

Sedang Tinggi 8 5 61,5 38,5 Jumlah 13 100,0

Berdasarkan Tabel 2, dapat diketahui bahwa motivasi kerja perawat pelaksana dari 13 ruangan dengan 4 resonden pada tiap ruangan di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa lebih banyak dalam kategori sedang.

Analisis Bivariat

Tabel 3

Hubungan antara Gaya Kepemimpinan Kepala Ruang dengan Motivasi Kerja Perawat Pelaksana di RSUD Ambarawa, 2014 Gaya Kepemimpinan Motivasi Kerja Total P-value Sedang Tinggi f % f % f % Demokratis Otoriter Bebas 4 1 3 44,4 100 100 5 0 0 55,6 0 0 9 1 3 100 100 100 0,008 Jumlah 8 51,9 5 38,5 13 100

Berdasarkan Tabel 3, dapat diketahui bahwa perawat yang merasa memiliki kepala ruang dengan gaya kepemimpinan demokratis yang memiliki motivasi kerja tinggi sejumlah 5 ruangan (55,6%), sedangkan perawat yang merasa memiliki kepala ruang dengan gaya kepemimpinan otoriter yang memiliki motivasi kerja sedang sejumlah 1 ruangan (100,0%), dan perawat yang merasa memiliki kepala ruang dengan gaya kepemimpinan bebas yang memiliki motivasi kerja sedang sejumlah 3 ruangan (100,0%).

Berdasarkan uji Kendall’s tau didapat nilai korelasi 0,506 hal ini berarti semakin baik gaya kepemipinan yang di terapkan oleh kepala ruang, maka semakin tingggi motivasi kerja perawat di RSUD Ambarawa. Dengan nilai korelasi τ= 0,506 maka arah korelasi dari

dua variabel positif dengan p-value 0,008. Oleh karena p-value = 0,008< α (0,05), maka Ho ditolak, dan disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara gaya kepemimpinan kepala ruang dengan motivasi kerja perawat di RSUD Ambarawa.

PEMBAHASAN

Gaya Kepemimpinan Kepala Ruang Dengan Motivasi Kerja Perawat Di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa

Berdasarkan data yang di peroleh dari penelitian terhadap gaya kepemimpinan dengan motivasi kerja perawat di RSUD Ambarawa di ketahui bahwa dari 13 ruangan, didapatkan bahwa gaya kepemimpinan kepala ruang dalam memotivasi perawat sebagian besar menggunakan gaya kepemimpinan

(6)

demokratis. Yang di mana pada ruangan 1 (anggrek) dari 4 perawat menilai gaya kepemimpinan yang di terapkan oleh kepala ruang adalah gaya kepemimpinan demokratis, yaitu sejumlah 3 perawat (75,0%). Pada ruangan 2 (melati) dari 4 perawat menilai gaya kepemimpinan yang di terapkan oleh kepala ruang adalah gaya kepemimpinan demokratis, yaitu sejumlah 3 perawat (75,0%). Pada ruangan 3 (cempaka) dari 4 perawat menilai gaya kepemimpinan yang di terapkan oleh kepala ruang adalah gaya kepemimpinan demokratis, yaitu sejumlah 3 perawat (75,0%). Pada ruangan 4 (dahlia) dari 4 perawat menilai gaya kepemimpinan yang di terapkan oleh kepala ruang adalah gaya kepemimpinan demokratis, yaitu sejumlah 1 perawat (25,0%). Pada ruangan 5 (bogenvil) dari 4 perawat menilai gaya kepemimpinan yang di terapkan oleh kepala ruang adalah gaya kepemimpinan demokratis, yaitu sejumlah 3 perawat (50,0%). Pada ruangan 6 (plamboyan) dari 4 perawat menilai gaya kepemimpinan yang di terapkan oleh kepala ruang adalah gaya kepemimpinan demokratis, yaitu sejumlah 2 perawat (50,0%). pada ruangan 7 (tratai) dari 4 perawat menilai gaya kepemimpinan yang di terapkan oleh kepala ruang adalah gaya kepemimpinan demokratis, yaitu sejumlah 2 perawat (50,0%). Pada ruangan 8 (mawar) dari 4 perawat menilai gaya kepemimpinan yang di terapkan oleh kepala ruang adalah gaya kepemimpinan demokratis, yaitu sejumlah 4 perawat (100,0%). Pada ruangan 9 (anyelir) dari 4 perawat menilai gaya kepemimpinan yang di terapkan oleh kepala ruang adalah gaya kepemimpinan demokratis, yaitu sejumlah 4 perawat (100,0%). Pada ruangan 10 (seruni) dari 4 perawat menilai gaya kepemimpinan yang di terapkan oleh kepala ruang adalah gaya kepemimpinan demokratis, yaitu sejumlah 2 perawat (100,0%). Pada ruangan 11 (igd) dari 4 perawat menilai gaya kepemimpinan yang di terapkan oleh kepala ruang adalah gaya kepemimpinan demokratis, yaitu sejumlah 1 perawat (25,0%). Pada ruangan 12 (icu) dari 4 perawat menilai gaya kepemimpinan yang di terapkan oleh kepala ruang adalah gaya kepemimpinan demokratis, yaitu sejumlah 1 perawat (25,0%). Pada ruangan 13 (oka) dari 4 perawat menilai gaya kepemimpinan yang di terapkan oleh kepala ruang adalah gaya kepemimpinan demokratis, yaitu sejumlah 2 perawat (50,0%). Menurut Rivai (2008). Kepemimpinan merupakan

kemampuan untuk mempengaruhi dan menggerakkan sekelompok orang bukan dengan paksa untuk mencapai tujuan tertentu. Dengan kemampuan yang dimilikinya, pemimpin dapat memotivasi dan mendorong karyawannya untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan apa yang diarahkannya dan diinginkannya agar dapat mencapai tingkat kerja yang di harapkan sehingga tujuan dan keberhasilan organisasi dapat di capai.

Penerapan gaya kepemimpinan demokratis dalam memberikan motivasi, Seorang pimpinan menunjukkan perilaku yang banyak memberikan arahan dan banyak memberikan dukungan. Pemimpin dalam gaya demokratis ini mau menjelaskan keputusan dan kebijakan yang diambil dan mau menerima pendapat dari pengikutnya, tetapi masih tetap memberikan pengawasan dan pengarahan dalam penyelesaian tugas pengikutnya. Ciri yang membedakan dengan gaya otokratik adalah komunikasi yang sudah dua arah dan peran serta pengikut tentang keputusan dengan berusaha mendengar perasaan pengikut tentang keputusan yang mereka buat, ide, saran, dan pengawasan terhadap pengambilan keputusan tetap pada pimpinan. Sedangkan bedanya dengan gaya kepemimpinan bebas pemimpin menginginkan agar para staff / bawahan dapat mengendalikan diri mereka masing-masing dalam menyelesaikan segala tugasnya, Suarli & Bahtiar (2009). Peran kepala ruang yang optimal diterapkan terhadap perawat pelaksana akan memiliki tujuan terhadap motivasi dari perawat pelaksana nantinya. Biasanya kepala ruang dengan peranya sebagai motivator bagi para karyawannya (perawat pelaksana) karna dukungan dalam pengarahan di butuhkan oleh karyawannya (perawat pelaksana). Pengarahan pemimpin (kepala ruang) yang maksimal akan membuat karyawannya (perawat pelaksana) termotivasi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian terhadap motivasi kerja perawat di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa.

Hasil penelitian yang dilakukan dari 52 responden di 13 ruangan yang di mana tiap ruangan ada 2 responden didapatkan hasil 9 ruangan kepala ruangan menerapkan gaya kepemimpinan demokratis. Pemimpin dalam gaya ini menjelaskan keputusan dan kebijakan yang diambil dan menerima pendapat dari pengikutnya, tetapi masih tetap memberikan pengawasan dan pengarahan dalam penyelesaian tugas pengikutnya, dari hsil penelitian juga didapatkan hasil ada 1 ruangan

(7)

(7,7%) yang dimana kepala ruangannya menerapkan gaya kepemimpinan otoriter. Seorang pemimpin yang menerapkan gaya kepemimpinan otoriter menganggap bahwa semua kewajiban untuk mengambil keputusan, menjalankan tindakan, mengarahkan, memberikan motivasi, dan mengawasi bawahannya berpusat di tangannya. dan 3 ruangan (23,1%) kepala ruangannya menerapkan gaya kepemimpinan bebas (laissez faire) yang di terapkan oleh kepala ruangan. Dalam gaya kepemimpinan free rein

leader, pemimpin mendelegasikan wewenang

untuk pengambilan keputusan kepada para bawahan dengan agak lengkap. Pada prinsipnya pemimpin akan mengatakan, “Inilah pekerjaan yang harus dilakukan. Saya tidak peduli bagaimana mengerjakannnya, asalkan pekerjaan tersebut dapat diselesaikan dengan baik”.

Motivasi Kerja Perawat di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa

Hasil penelitian tentang motivasi kerja perawat yang di lakukan terhadap 52 perawat dalam 13 ruangan di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa yang dimana tiap ruangan terdapat 4 responden sehingga dapat menentukan bahwa persentase responden yang memiliki motivasi dengan kategori sedang sebanyak 8 ruangan (61,5%). Menurut Kanfer (2007), motivasi (motivation) merupakan kekuatan psikologis yang akan menentukan arah dari prilaku seseorang (direction of a

person’s behavior), tingkat upaya (level of

effort) dari seseorang dan tingkat ketegaran

(level of persistence) pada saat orang itu

dihadapkan pada berbagai rintangan. Upaya dalam membentuk motivasi seseorang memiliki tiga unsur utama. Pertama, unsur upaya yang akan menunjukkan ukuran intensitas dari dorongan (drive) yang di miliki seseorang. Dalam hal ini orang yang termotivasi akan menunjukkan upaya yang lebih besar untuk mencapai sesuatu, di bandingkan orang yang tidak termotivasi. Kedua, unsur tujuan organisasi. Dalam hal ini perlu ditekankan bahwa kerja keras yang di lakukan seorang karyawan harus selaras dengan tujuan yang ingin di capai. Ketiga, unsur kebutuhan, yang menunjukkan keadaan internal seseorang (internal state) yang mengakibatkan orang tersebut tertarik kepada hasil-hasil tertentu.

Motif sebagai pendorong pada umumnya tidak berdiri sendiri, tetapi saling kait mengait dengan faktor-faktor lain. Hal-hal yang dapat mempengaruhi motif disebut motivasi. Kalau orang ingin mengetahui mengapa orang berbuat atau berperilaku ke arah sesuatu seperti yang dikerjakan, maka orang tersebut akan terkait dengan motivasi atau perilaku yang termotivasi (motivated behavior).

Seseorang dapat pula termotivasi baik secara ekstrinsik, sesuai dengan kenyataan yang terjadi pada perawat pelaksana di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa banyak di antara perawat memiliki motivasi yang sedang. Dengan hal itu dapat dikatakan bahwa perawat pelaksana di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa sering adanya perasaan kurang senang bekerja, kesesuaian bekerja tidak sesuai dengan keinginan ,dan merasa tidak sesuai dengan kebijakan pemimpin.

Pada umumnya, untuk mencapai sebuah tahap termotivasi harus terlebih dahulu melakukan tahap sebelumnya, sebagai contoh, untuk mencapai perasaan kurang senang bekerja, kesesuaian bekerja tidak sesuai dengan yang diinginkan, dan merasa tidak sesuai dengan kebijakan pemimpin. Keseharianya, mungkin bisa di jabarkan secara sederhana bahwa dalam melakukan pekerjaan perawat pelaksana akan merasa senang bekerja apabila setelah sekian waktu yang di jalani. untuk kemudian baru kan merasakan kesesuaian bekerja dengan yang diinginkan setelah itu akan menerima apa kebijakan dari pemimpinnya.

Penelitian serupa juga pernah di lakukan oleh Kristianawati (2003) menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara gaya kepemimpinan dengan motivasi kerja perawat (nilai p = 0,007 dengan alfa 0,05). Angka koefisien korelasi antara gaya kepemimpinan dengan motivasi kerja sebesar 0,421 menunjukkan adanya tingkat hubungan yang sedang antara gaya kepemimpinan dengan motivasi kerja.

Seseorang yang termotivasi apabila orang yang termotivasi akan menunjukkan upaya yang lebih besar untuk mencapai sesuatu, di bandingkan orang yang tidak termotivasi. Kedua, unsur tujuan organisasi. Dalam hal ini perlu ditekankan bahwa kerja keras yang di lakukan seorang karyawan harus selaras dengan tujuan yang ingin di capai. Ketiga, unsur kebutuhan, yang menunjukkan keadaan internal seseorang (internal state) yang

(8)

mengakibatkan orang tersebut tertarik kepada hasil-hasil tertentu.

Tidak mudah untuk menunjukkan seseorang perawat termotivasi atau tidak, untuk menentukan seorang perawat itu termotivasi atau tidak harus ada faktor-faktor tertentu yang mendasarinya. Menurut (Jones dan George, 2007) dalam Ismail Solihin (2009) menjelaskan ada faktor yang dapat menimbulkan motivasi seseorang adalah faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Seseorang yang termotivasi secara instrinsik yang dapat di lihat dari kepuasan melakukan pekerjaan itu sendiri. Sedangkan seseorang yang termotivasi secara ekstrinsik di lihat dari tujuan untuk melakukan tugas yang di kerjakan untuk memperoleh imbalan material, imbalan sosial, atau untuk menghindari hukuman.

Hubungan antara Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan dengan Motivasi Kerja Perawat di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa

Dari hasil uji korelasi Kendall’s tau didapat nilai korelasi sebesar τ= 0,506 dengan p-value 0,008. Oleh karena p-value = 0,008 < α (0,05), maka Ho ditolak, dan disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara gaya kepemimpinan kepala ruang dengan motivasi kerja perawat di RSUD Ambarawa. Dari nilai korelasi yang didapatkan arah korelasi adalah positif yang dimana tingkat hubungan dari dua variabel independent dan variabel dependent sedang. Dengan tingkat hubungan yang sedang maka motivasi kerja perawat dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor lain.

Berdasarkan hasil penelitian yang di lakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa terhadap 52 responden dari 13 ruangan yang di mana setiap ruangan terdapat 4 responden bahwa perawat yang merasa memiliki kepala ruang dengan gaya kepemimpinan demokratis yang memiliki motivasi kerja tinggi. Gaya kepemimpinan demokratis adalah Seorang pimpinan menunjukkan perilaku yang banyak memberikan arahan dan banyak memberikan dukungan.

Hal ini terbukti dengan adanya perawat di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa memiliki motivasi yang tinggi sebanyak 5 ruangan (55,6%) dengan penerapan gaya kepemimpinan demokratis dan 3 ruangan (100,0%) di Rumah Sakit Umum Daerah

Ambarawa memiliki motivasi yang tinggi dengan penerapan gaya kepemimpinan bebas (laissez faire) yang di terapkan oleh kepala ruang.

Dari data diatas tentang perawat yang memiliki motivasi tinggi dengan penerapan gaya kepemimpinan demokratis karena dengan penerapan gaya kepemimpinan demokratis kepala ruang melakukan pengawasan secara wajar, perawat pelaksana di berikan kesempatan untuk berprakarsa, keputusan di buat bersama antara bawahan dan atasan, dan terdapat hubungan saling percaya antara kepala ruang dengan perawat pelaksana, dibandingkan dengan gaya kepemimpinan bebas yang di dapatkan hanya 3 ruangan (100,0%) yang memiliki motivasi tinggi dikarenakan hampir tidak ada pengawasan dari seorang pemimpin, pemimpin berkomunikasi bila diperlukan saja, maka dari itu jumlah perawat yang memiliki motivasi tinggi pada gaya kepemimpinan bebas yang di terapkan oleh kepala ruang lebih sedikit dibandingkan dengan kepala ruang yang menerapkan gaya kepemimpinan demokratis.

Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan penelitian adalah kelemahan atau hambatan dalam penelitian. Hambatan dan kelemahan yang dihadapi peneliti pada saat melakukan penelitian ini yaitu penelitian ini bersifat kuantitatif dengan menggunakan pendekatan cross sectional yang berarti melakukan pengukuran hanya satu kali saja (Nusalam, 2008). Oleh karena itu, hasil yang di dapatkan dalam penelitian ini tidak secara langsung berdampak dalam mengatasi suatu permasalahan manajemen keperawatan, khususnya yang terkait dengan gaya kepemimpinan dan motivasi kerja perawat, dikarenakan masih ada faktor lain yang dapat membuat seseorang itu termotivasi, tetapi penelitian ini adalah upaya dalam merencanakan pemberian motivasi bagi perawat pelaksana agar dapat menimbulkan kinerja yang optimal.

Selain itu, data gaya kepemimpinan yang diperoleh merupakan nilai dari perawat pelaksana ruang, sehingga penilaian masih bersifat pada satu sisi, yaitu perawat ruangan, sedangkan penilaian dari staf keperawatan belum di peroleh. Dalam mengambil sample, peneliti hanya mengambil 52 perawat di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa. Pengambilan sample dalam jumlah lebih

(9)

banyak akan mendapatkan hasil yang representatif.

KESIMPULAN

Sebagian besar kepala ruang yang menggunakan gaya kepemimpinan demokratis dapat memberikan motivasi yang tinggi pada perawat di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa yaitu sejumlah 5 ruangan (55,6%).

Sebagian besar motivasi kerja perawat di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa adalah motivasi kerja yang sedang sejumlah 4 (44,4%).

Adanya Hubungan yang signifikan antara Gaya kepemimpinan kepala ruang dengan motivasi kerja perawat di RSUD Ambarawa dengan nilai p-value =0,008 < α (0,05), dengan nilai τ = 0,506 arah korelasi positif, tingkat keeratan hubungan 2 variabel sedang.

SARAN

Kepala ruang sebaiknya tetap mempertahankan gaya kepemimpinan yang sudah ada, namun gaya kepemimpinan tersebut disesuaikan dengan situasi yang ada pada lingkungan kerja. Juga, kepala ruang diharapkan dapat mempertahankan kondisi motivasi kerja karyawan dengan menciptakan kebersamaan antar karyawan, seperti rekreasi karyawan atau olah raga bersama, guna menjaga keeratan sesama karyawan maupun atasan.

Bagi peneliti selanjutnya perlu mempertimbangkan kelemahan-kelemahan dalam penelitian ini serta mempertimbangkan faktor lain yang dapat mempengaruhi motivasi kerja perawat.

DAFTAR PUSTAKA Ahmad Tohari, 2001, Kepemimpinan dan

Motivasi, Bandung, Tarsito

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu

Pendekatan Praktek Edisi Revisi VI.

Jakarta : EGC.

Machfoedz, I. (2007). Statistika Deskriptif :

Bidang Kesehatan, Keperawatan dan Kebidanan (Bio Statistik). Yogyakarta :

Fitramaya.

Ismail. (2009). Gaya Kepemimpinan. Ciracas Jakarta : Erlangga

Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi Penelitian

Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. (2007). Promosi Kesehatan

dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta.

Nursalam. (2008). Konsep dan Perawatan

Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Pedoman Skripsi Tesis, dan Instrumen Keperawatan. Jakarta : Penerbit Salemba

Medika.

Robbins, S., P. 2003. Perilaku organisasi. Jakarta: PT Indeks kelompok gramedia. Robbins, S.P. (2007). Perilaku Organisasi.

Edisi 12. Jakarta : PT Salemba Medika. Robbins, S.P. (2010). Managemen . Edisi 12.

Jakarta : PT Erlangga.

Sugiyono. (2003). Metode Statistik untuk

Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2010). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Suarli, S & Bahtiar, Y. (2009). Manajemen

Keperawatan dengan Pendekatan Praktis.

Jakarta : PT.Penerbit Erlangga. Suyanto. (2009). Mengenal Kepemimpinan

dan Manajemen Keperawatan Di Rumah Sakit. Jogjakarta : Mitra Cendekia Press.

Tappen. 1998. Essential of nursing leadership

and management. Philadelphia: FA. Davis

Company.

Thoha, M. (2007). Perilaku Organisasi. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Umam, Khoirul. (2012). Manajemen

Organisasi. Bandung : Pustaka Setia.

Uttoyo, Y.D. (2009). Pengaruh Gaya

Kepemimpinan Terhadap Kinerja Karyawan (Studi pada Perawat dan Bidan UPT Puskesmas Glagah Kabupaten Lamongan), From :

WWW.google.net/ Gaya kepemimpinan.html. (diakses 07 November 2013). http://furqanwera.blogspot.com/2012/12/teknik -sampling-metodologi-penelitian.html#ixzz2rtfd3Gls

Wijono, J. 2000. Manajemen mutu pelayanan

kesehatan cetakan 2. Surabaya: Airlangga

Referensi

Dokumen terkait

105 dimana dalam butir Pasal 185 Kompilasi Hukum Islam menyatakan bahwa (1) Ahli waris yang meninggal lebih dahulu dari pada sipewaris maka kedudukannya dapat digantikan oleh

yang diperlukan untuk mendukung proses utama Jurusan Keperawatan, dilaksanakan. sesuai mekanisme dalam dengan dokumen Standar Mutu Jurusan kode: 00000

Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (ed.. Jakarta : Fakultas

(2) Sisa hasil usaha setelah dikurangi dana cadangan ,dibagikan kepada anggota sebanding dengan jasa usaha yang dilakukan oleh masing-masing anggota dengan Koperasi, serta

variabel X dengan variabel Y. Nilai signifikasi yang diperoleh adalah &lt; 0,05 yaitu 0,000 berarti terdapat korelasi yang signifikan antara kedua variabel. Hal ini menunjukkan,

[r]

Based on the data from quasi experimental research at the second year students of MTS Futuhiyah 2 Mranggen, it can be seen that the students’ post test score in

STUDI KASUS GEGAR BUDAYA MAHASISWA AFIRMASI PAPUA DI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |