KOMPETISI TUMBUH FITOPLANKTON DARI KELOMPOK ALGAE HIJAU
PADA BERBAGAI pH
Tjandra Chrismadha & Mey R. Widoretno
Pusat Penelitian Limnologi LIPI, Kompleks LIPI Cibinong, Jl. Raya Bogor Km 46 Cibinong 16911, Telp. 021 8757071, Fax 021 8757076, E-mail tjandra5660@yahoo.co.id
ABSTRACT 6WXG\RQELRJHQLFRISK\WRSODQNWRQLVLPSRUWDQWLQRUGHUWRSURYLGHDEDVHOLQHUHIHUHQFHIRUSUHGLFWLRQRIERWKQDWXUDODQGKXPDQ LQGXFHGZDWHUFKDQJHVHIIHFWVRQWKHSK\WRSODQNWRQFRPPXQLWLHVDQGWRGHYHORSPHDVXUHVWRFRQWUROLWWRZDUGWKHPRVWEHQH¿FLDO FRQGLWLRQV2QHRIWKHHQYLURQPHQWDOIDFWRUVZKLFKFXUUHQWO\EHLQJFKDQJLQJLVS+7KLVFKDQJHLVSDUWLFXODUO\LQGXFHGE\DFLGUDLQV ZKLFKRFFXUUHGPRUHIUHTXHQWO\LQFRQVHTXHQFHRILQGXVWULDODQGWUDQVSRUWDWLRQGHYHORSPHQWV7RDQWLFLSDWHWKLVWZRH[SHULPHQWV KDYHEHHQFRQGXFWHGWRVWXG\WKHUROHRIS+RQFRPSHWLWLYHQHVVFDSDFLW\RIWKUHHJUHHQDOJDHVSHFLHVZKLFKZHUHChlorella vulgaris
Scenedesmus dimorphusDQGAnkistrodesmus convulutusJURZQLQODERUDWRU\VFDOH)LUVWH[SHULPHQWDLPVWRREVHUYHWKHDOJDO
FRPSHWLWLYHQHVVFDSDFLW\XQGHUYDULRXVS+FRQGLWLRQV0HDQZKLOHWKHVHFRQGH[SHULPHQWDLPVWR¿QGRXWWKHLQWHUQDOIDFWRUVLQGXFH WKHFRPSHWLWLYHQHVVDELOLW\7KH¿UVWH[SHULPHQWZDVFDUULHGRXWE\PHDQVRIPL[HGFXOWXUHRIWKHWKUHHDOJDOVSHFLHVLQ/JODVV FROXPQVSURYLGHGZLWKDHUDWLRQXVLQJ3+0PHGLXPDQGOLJKWLQWHQVLW\RIOX[7ZROHYHOVRIS+ZDVDSSOLHGZKLFKZHUHDQG ZLWKWZRUHSOLFDWLRQVHDFK7KHFXOWXUHS+ZDVFRQWUROOHGE\DGGLWLRQRIDFLG+62RUDONDOLQH1D2+VROXWLRQHYHU\PRUQLQJ 7KHFRPSHWLWLYHQHVVFDSDFLW\RIWKHDOJDHZHUHREVHUYHGE\PHDQVRIWKHELRPDVVGHYHORSPHQWDQGWKHJURZWKLQGLFHV7KHVHFRQG H[SHULPHQWZHUHFDUULHGRXWE\JURZLQJPRQRFXOWXUHRIA. convulutusXQGHUVLPLODUFXOWXUHFRQGLWLRQ7ZRVWHSRIS+YDULDWLRQ ZDVDSSOLHG¿UVWO\DQGDQGWKHVHFRQGDQGZLWKWZRUHSOLFDWLRQVHDFK5HVSRQGVRIWKHDOJDHWRS+YDULDWLRQZDV PRQLWRUHGEDVHGRQWKHFHOOJURZWKDQGWKHFKORURSK\OOFRQWHQW7KRVHWZRH[SHULPHQWVZHUHFRQGXFWHGLQDURRPKDYLQJWHPSHUDWXUHRI ±&7KH¿UVWH[SHULPHQWVKRZVWKDWC. vulgarisZHUHPRUHFRPSHWLWLYHWKDQA. convulutusDQGS. dimorphusLQZDWHURI KLJKO\S+YDOXHDQGS+ÀXFWXDWLRQ,QWKHPHDQWLPHWKHVHFRQGH[SHULPHQWVKRZVWKDWWKHJURZWKUHVSRQGRIA. convulutusRQS+ ZDVIROORZLQJDQRUPDOIXQFWLRQLQZKLFKWKHRSWLPXPS+ZDV±7KHQDUURZFXUYHVKDSHLVEHOLHYHGWREHUHVSRQVLEOHIRUOHVV FRPSHWLWLYHQHVVFDSDFLW\RIWKHDOJDXQGHUKLJKDQGÀXFWLDWLYHS+FRQGLWLRQV
Key words: Ankistrodesmus convulutus,%LRJHQLNChlorella vulgaris, ¿WRSODQNWRQS+NRPSHWLVLScenedesmus dimorphus
PENGANTAR
Penelitian-penelitian komunitas fitoplankton memperlihatkan dinamika keragaman dan dominasi jenis baik dilihat dari aspek spasial dan temporal (LipseyHWDO, 1980; Sulawesty & Sumarni, 2004; Sulastri & Nomosatrio, 2005; Sulawesty, 2007; Chrismadha & Ali, 2007). Hal tersebut pada umumnya dikaitkan dengan kondisi iklim serta aktivitas anthropogenik yang berdampak pada karakter NLPLD¿VLNDLU\DQJPHQMDGLKDELWDW¿WRSODQNWRQ%DLN keragaman maupun dominasi jenis bergantung pada daya DGDSWDVLGDQGD\DNRPSHWLVLMHQLVMHQLV¿WRSODQNWRQ\DQJ menyusun komunitas perairan.
Banyak upaya untuk memahami proses dinamika komunitas tersebut telah dilakukan, namun hingga saat ini masih belum banyak mengalami kemajuan (Chrismadha & $OL%HUEDJDLNHMDGLDQOHGDNDQSRSXODVL¿WRSODQNWRQ dilaporkan tanpa adanya korelasi yang jelas dengan SDUDPHWHUNLPLD¿VLNSHUDLUDQQ\D5DWQD1; Lipsey, 1980; Bufford & Pearson, 1998; EvgenidouHWDO, 1999; KobayashiHWDO., 2005). Kajian faktor nutrien N, P, dan Si
VHFDUDHNR¿VLRORJLVGLODSDQJDQPDXSXQGLODERUDWRULXP juga belum dapat memberikan pemahaman yang berarti WHUKDGDSPHNDQLVPHSHUNHPEDQJDQNRPXQLWDV¿WRSODQNWRQ di suatu perairan (Bulgakov & Levich, 1999). Demikian MXJDKXEXQJDQUDQWDLPDNDQDQNRPXQLWDV¿WRSODQNWRQ dengan komunitas hewan planktonik lain, khususnya yang bersifat herbivor dilaporkan menambah kompleksitas faktor dinamika komunitas fitoplankton tersebut (Weithoff et DO2000). Sementara Elliott HWDO. (2001) mengemukakan hipotesis tentang perubahan kondisi air (GLVWUXUEDQFH) terhadap pengayaanQLFKH dan keragaman organisme plankton dalam suatu badan air.
Percobaan-percobaan fisiologis di laboratorium, terutama pada kelompok mikroalga yang ditumbuhkan secara monokultur memperlihatkan bahwa pertumbuhan alga pada dasarnya ditentukan oleh dua faktor utama, yaitu bahan baku yang tersedia (unsur hara, cahaya, dan CO2) serta mekanisme prosesnya (reaksi katalitik). Raven (1988) mengelompokkan faktor pertama menjadi faktor sumber daya terpakai (FRQVXPHGUHVRXUFHIDFWRUV), sementara faktor yang kedua, yaitu di antaranya suhu, pH, salinitas,
dan sebagainya termasuk dalam faktor non sumber daya (QRQUHVRXUFHIDFWRUV). Goldman (1979) menggambarkan pengaruh faktor sumber daya terpakai terhadap pertumbuhan alga secara umum sebagai bentuk fungsi logaritmik, sementara respon tumbuh alga terhadap faktor non sumber daya diyakini merupakan fungsi berbentuk lonceng (EHOO VKDSHGFXUYH3HUFREDDQSHUFREDDQ¿VLRORJLVWHUKDGDS monokultur mikroalga memperlihatkan nilai optimum yang bervariasi antar jenis dan diyakini memberikan kontribusi terhadap daya saing dan eksistensi jenis-jenis tersebut di perairan alami.
Pada penelitian ini dilakukan kajian respon pertumbuhan dan daya kompetisi alga hijau terhadap faktor non sumber daya, yaitu pH. Nilai pH merupakan salah satu faktor lingkungan perairan yang saat ini diduga mengalami perubahan sangat dinamik karena terjadinya fenomena hujan asam yang semakin intensif, akibat pembangunan industri dan transportasi. Sebagai antisipasi terhadap hal tersebut, telah dilakukan uji daya kompetisi tumbuh tiga jenis alga hijau terhadap variasi pH pada sekala laboratorium, yaitu &KORUHOODYXOJDULV, 6FHQHGHVPXVGLPRUSKXV, dan $QNLVWURGHVPXVFRQYXOXWXV. Hasil kajian diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi untuk prediksi serta SHQJHORODDQNRPXQLWDV¿WRSODQWRQGDODPDQWLVLSDVLGDPSDN hujan asam di lingkungan perairan darat.
BAHAN DAN CARA KERJA Uji Daya Kompetisi
Organisme uji yang digunakan terdiri dari&KORUHOOD YXOJDULV, 6FHQHGHVPXVGLPRUSKXVdan$QNLVWURGHVPXV FRQYXOXWXVMasing-masing diambil dari kultur stok di Lab Planktonologi Puslit Limnologi LIPI berumur 10 hari. Tiga jenis alga hijau tersebut ditumbuhkan secara bercampur dalam kolom gelas volume 2 L dan tinggi 50 cm dengan menggunakan media PHM pada intensitas cahaya rata-rata di permukaan kultur 3000 luks berasal dari 2 buah lampu TL 40 watt. Kultur dilengkapi aerasi dan diaduk sehari dua kali. Perlakukan pH diberikan pada dua taraf, yaitu 5 dan 8, masing-masing dua ulangan. Kontrol pH kultur melalui penambahan larutan asam (H2SO4) atau basa (NaOH) setiap pagi hari. Kultur ditempatkan pada ruangan dengan suhu antara 25–30° C.
Daya kompetisi ketiga jenis alga tersebut dibandingkan dengan mengamati perkembangan biomassa serta menghitung indeks tumbuhnya. Biomassa diekspresikan dalam ukuran volume total masing-masing jenis, yang didapat dari kalkulasi konsentrasi sel dengan volume rata-rata sel. Konsentrasi sel alga dihitung di bawah mikroskop menggunakan KDHPRF\WRPHWHU. Sementara
volume rata-rata sel diukur menggunakan LQYHUWHG PLFURVFRSH yang dilengkapi kamera digital. Sel-sel alga difoto di atasKDHPRF\WRPHWHU dan hasil foto disimpan dalam VRIW¿OH-3*8QWXNSHQJXNXUDQpanjang dan lebar sel alga, file tersebut dibuka dalam aplikasi Exel dan pengukuran dilakukan dengan referensi panjang garis kotak haemocytometer. Hasil pengukuran volume sel dapat dilihat pada Tabel 2. Indeks tumbuh dihitung berdasar rasio laju tumbuh spesifik masing-masing jenis terhadap laju tumbuh spesifik rata-ratanya, sementara laju tumbuh spesifik alga dihitung berdasarkan fungsi lon perkembangan selnya terhadap waktu. Tabel 1. Media PHM Bahan Konsentrasi Media PHM KNO3 1,0 g/l K2HPO4 0,2 g/l MgSO4. 7H2O 0,2 g/l Fe Solution 1 ml Trace elements 1 ml Fe solution Na2EDTA 189 mg/l FeCl3 6H2O 244 mg/l Trace elements H3BO3 0,061 g/l MnCl2. 4H2O 0,041 g/l ZnCl2 0,041 g/l Na2MoO4. 4H2O 0,038 g/l CuSO4. 5H2O 0,006 g/l CoCl2. 6H2O 0,0051 g/l Uji Pertumbuhan 8MLSHUWXPEXKDQGLODNXNDQXQWXNPHPSHODMDULIDNWRU intrinsik sel-sel alga yang berpengaruh terhadap daya VDLQJQ\D8MLSHUWXPEXKDQKDQ\DGLODNXNDQWHUKDGDSIDNWRU pH pada monokultur alga $QNLVWURGHVPXVFRQYXOXWXV. Organisme uji yang digunakan diambil dari kultur stok di Lab Planktologi Puslit Limnologi LIPI berumur 10 hari. Jenis alga tersebut ditumbuhkan dalam kolom gelas volume 2 L dan tinggi 50 cm dengan menggunakan media PHM pada intensitas cahaya rata-rata di permukaan kultur 3000 luks berasal dari 2 buah lampu TL 40 watt. Kultur dilengkapi aerasi dan diaduk sehari dua kali. Perlakuan variasi pH diberikan dalam dua tahap. Yaitu tahap pertama pH 4, 6, dan 8, dan tahap kedua pH 5, 7, dan 9, masing-masing dengan dua ulangan. Kultur ditumbuhkan secaraEDWFK selama 14 hari pada suhu ruangan (25–30° C). Parameter respon alga terhadap variasi pH yang diamati adalah perkembangan NHSDGDWDQVHOGDQNDQGXQJDQNORUR¿OVHO
HASIL
Pengaruh pH Terhadap Daya Kompetisi Alga Hijau
Pertumbuhan kultur campuran&YXOJDULV,6GLPRUSKXV, dan$FRQYXOXWXV pada kondisi pH yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 1. Pengaruh variasi pH nampak sangat nyata pada jenis$FRQYXOXWXV di mana pertumbuhan kultur jenis ini turun drastis pada kenaikan pH dari 5 menjadi 8. Pola penurunan dengan elevasi yang berbeda juga teramati pada kultur6GLPRUSKXV, sementara tidak nampak pengaruh variasi pH terhadap pertumbuhan kultur &YXOJDULV. Parameter indeks tumbuh kultur alga (Gambar 2) pada percobaan ini secara lebih nyata memperlihatkan sensitivitas jenis $FRQYXOXWXV dan 6GLPRUSKXV yang lebih tinggi terhadap perubahan pH dibandingkan dengan jenis&YXOJDULV.
Gambar 2. Indeks tumbuh kultur alga hijau pada pH yang berbeda
Respon Tumbuh Kultur A. convulutus terhadap pH
Kultur$FRQYXOXWXVtumbuh baik pada nilai pH media antara 5 sampai 8. Pada pH media di atas atau di bawah rentang nilai tersebut pertumbuhannya sangat menurun (Gambar 3). Bentuk kurva responnya secara keseluruhan memperlihatkan bentuk fungsi normal (Gambar 4) dengan titik optimum antara pH 6 dan 7.
Gambar 5 memperlihatkan penurunan nyata konsentrasi NORUR¿ONXOWXUDOJDSDGDNRQGLVLS+\DQJHNVWULPGDQ VHPHQWDUDNDQGXQJDQNORUR¿OVHODOJDWLGDNPHPSHUOLKDWNDQ pola respon yang nyata terhadap variasi pH kultur.
PEMBAHASAN
Informasi pengaruh pH terhadap kultur alga atau fitoplankton pada umumnya masih sangat jarang. Hal ini terutama karena kompleksitas nilai pH kultur alga, yang pada umumnya berkaitan erat dengan kondisi kesetimbangan senyawa karbon terlarut dalam air media. Pada kultur dengan intensitas fotosintesis yang tinggi pada umumnya terjadi penyerapan senyawa CO2terlarut yang FHSDWGLLNXWLROHKNHQDLNDQS+NXOWXU)HQRPHQDÀXNWXDVL S+VHMDODQGHQJDQDNWLYLWDVIRWRVLQWHWLN¿WRSODQNWRQMXJD terjadi di kolam-kolam terbuka (Chrismadha & Ali, 2007; 5DWQD3DGDSHUFREDDQLQLÀXNWXDVLS+WHUDPDWL lebih nyata pada kultur dengan pH rendah, yaitu berkisar ±SHUKDULVHPHQWDUDSDGDNXOWXUS+ÀXNWXDVL S+EHUNLVDU±)HQRPHQDLQLPHPEHULNDQLQGLNDVL
Tabel 2. Volume rata-rata sel C. vulgaris, S. dimorphus, dan A. convulutus
Chlorella Scenedesmus Ankistrodesmus
Jumlah sampel (sel) 30 30 30
Rata-rata volume (pL) 0,22 0,67 1,21
Simpangan baku (pL) 0,13 0,33 1,29
penurunan laju fotosintesis pada kultur campuran tersebut secara keseluruhan pada pH kultur yang lebih tinggi.
Berbagai jenis alga mempunyai respon yang berbeda terhadap perubahan pH air. Baik parameter kepadatan kultur maupun indeks tumbuh kultur memperlihatkan sensitivitas jenis $FRQYXOXWXV dan 6GLPRUSKXV yang lebih tinggi terhadap perubahan pH dibandingkan dengan jenis & YXOJDULV. Dengan demikian diduga jenis &YXOJDULV dapat lebih kompetitif terhadap kedua jenis alga hijau lainnya pada kondisi kultur atau perairan alami yang mempunyai QLODLGDQÀXNWXDVLS+OHELKWLQJJL
Kurva respon tumbuh$FRQYXOXWXV terhadap pH yang berbentuk fungsi normal sejalan dengan anggapan sebelumnya, bahwa faktor pH merupakan faktor non-sumber daya yang pada umumnya memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan berbentuk fungsi normal dengan titik optimum yang berbeda antar jenis alga (Raven, 1988; *ROGPDQ8NXUDQOHEDUNXUYD\DQJUHODWLIVHPSLW diduga berkaitan dengan tingkat kemampuan adaptasi dan kompetisi jenis alga ini terhadap perubahan pH air.
0HVNLSXQQDPSDNSHQXUXQDQQ\DWDNRQVHQWUDVLNORUR¿O NXOWXUDOJDSDGDNRQGLVLS+\DQJHNVWULPNDQGXQJDQNORUR¿O VHODOJDWLGDNGDSDWPHQJJDPEDUNDQNRQGLVL¿VLRORJLV sel alga berkaitan dengan nilai pH kultur. Penurunan NDQGXQJDQNORUR¿OVHOVHMDODQGHQJDQZDNWXSDGDNRQGLVL
Gambar 3. Pengaruh pH terhadap pertumbuhan kultur A.
convulutus
Gambar 4. Kurva respon tumbuh A convulutus terhadap pH
pH di mana alga tersebut dapat dianggap tumbuh normal diduga lebih banyak terkait dengan fase tumbuh alga yang sudah memasuki fase stasioner pada hari ke-14 kultur tersebut. Seperti telah diketahui dari hasil-hasil penelitian VHEHOXPQ\DNDQGXQJDQNORUR¿OVHOVHODOJDFHQGHUXQJ menurun sejalan dengan masa tumbuh kultur alga dari fase eksponensial ke arah fase stasionernya (Pioreck & Pohl, 1984; Chrismadha & Borowitzka, 1994). Sementara itu ORQMDNDQQLODLNDQGXQJDQNORUR¿OVHOSDGDNXOWXUGHQJDQS+ 9, khususnya pada minggu pertama diduga berkaitan dengan terjadinya hambatan pembelahan sel pada fase awal kultur, VHPHQWDUDSURVHVVLQWHVLVNORUR¿OPDVLKWHUXVEHUODQJVXQJ Hal ini menyebabkan konsentrasi klorofil di dalam sel menjadi tinggi. Pada fase berikutnya, di mana sel-sel alga telah berhasil beradaptasi dengan kondisi pH kultur yang tinggi, yang ditandai dengan tingkat pertumbuhan yang OHELKWLQJJLNRQVHQWUDVLNORUR¿OGLGDODPVHODOJDWDPSDN menurun drastis. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa VLQWHVLVNORUR¿OWLGDNWHUKDPEDWSDGDNRQGLVLS+NXOWXU tinggi dan bukan merupakan faktor penghambat tumbuh alga pada kondisi pH kultur tinggi. Penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk mengungkap lebih jauh faktor-faktor yang memengaruhi dinamika kompetisi alga dan ¿WRSODQNWRQSDGDXPXPQ\D
Sebagai kesimpulan, hasil percobaan ini memperlihatkan bahwa berbagai jenis alga mempunyai daya kompetisi yang berbeda pada perubahan kondisi pH air. Daya kompetisi jenis alga terhadap perubahan pH ini dapat diperkirakan dari bentuk kurva respon tumbuhnya terhadap faktor pH kulturnya.
KEPUSTAKAAN
Bufford MA and Pearson DC, 1998. Effect of different nitrogen VRXUFHVRQSK\WRSODQNWRQFRPSRVLWLRQLQDTXDFXOWXUH ponds.$TXDWLF0LFURELDO(FRORJ\ 15: 277–284.
Bulgakov NG and Levich AP, 1999. The Nitrogen:phosphorous ratio as a factor of regulating phytoplankton community struckture.$UFKLYIXU+\GURELRORJLH 146 (1): 3–22. Chrismadha T and Borowitzka MA, 1994. Effect of Cell Density
and Irradiance on Growth, Proximate Composition and Eicosapentanoic Acid Production of3KDHRGDFW\OXP
WULFRUQXWXP Grown in a Tubular Photobioreactor-RXUQDO RI$SSOLHG3K\FRORJ\ 6: 67–74.
&KULVPDGKD7GDQ$OL)'\QDPLNDNRPXQLWDV¿WRSODQNWRQ pada kolam sistem tertutup berarus deras.2VHDQRORJLGDQ /LPQRORJLGL,QGRQHVLD. 33 (3): 325–338.
Elliot JA, Irish E, and Reynold CS, 2001. The effects of vertical mixing on a phytoplankton community: a modelling approach to intermediate disturbance hyphothesis.)UHVK :DWHU%LRORJ\ 46: 1291–1297.
(YJHQLGDX$.RQNOH$'¶$PEURVLR$&RUFRUDQ$%RZHQ -%URZQ(&RUFRUDQ''HDUKROW&)HUQ6/DPE$ Midalowsky J, Ruegg I, and Cebrion J, 1999. Effect of nitrogen loading on the abundance of diatoms and GLQRÀDJHOODWHVLQHVWXDULQHSK\WRSODQNWRQLFFRPPXQLWLHV %LRORJ\%XOOHWLQ197: 292–294.
Goldman JC, 1979. Outdoor algal mass culture-II. Photosynthetic yield limitation.:DWHU5HVHDUFK. 13: 119–136.
Lipsey LLJr, 1980. Phytoplankton of selected borrow pit in Northern Illinois.2KLR-RXUQDORI6FLHQFH 80: 108–113. Kobayashi T, Sanderson BG, and Gordon GNG, 2005. A
phytoplankton community in a temperate reservoir in New South Wales, Australia: Relationships between similarity and diversity indices and measures of hydrological disturbance.0DULQHDQG)UHVKZDWHU5HVHDUFK 56 (2): 203–214.
3LRUUHFN0DQG3RKO3)RUPDWLRQRIELRPDVVWRWDOSURWHLQ chlorophylls, lipids, and fatty acids in blue green algae during one growth phase3K\WRFKHPLVWU\, 23, 217–223. Ratna E, 2001.+XEXQJDQ¿WRSODQNWRQGHQJDQNXDOLWDVDLUSDGD
SHUDLUDQWDPEDNXGDQJGL6HUDQJ%DQWHQ. Skripsi Jurusan %LRORJL)0,3$813$'KDO
Raven JA, 1988. Limits to growth. In:0LFURDOJD%LRWHFKQRORJ\. Borowitzka MA and Borowitzka LJ (Eds). Cambridge: &DPEULGJH8QLYHUVLW\3UHVV3S±
Sulastri dan Nomosatrio S, 2005. Perubahan komposisi dan NHOLPSDKDQ¿WRSODQNWRQGL6LWX&LEXQWX&LELQRQJ-DZD Barat./LPQRWHN. 12 (2): 92–102.
6XODZHVW\)'LVWULEXVLYHUWLNDOILWRSODQNWRQGL'DQDX Singkarak./LPQRWHN. 14 (1): 37–46.
6XODZHVW\)GDQ6XPDUQL.RPXQLWDVILWRSODQNWRQGL Situ Pondoh, Kabupaten Tanggerang./LPQRWHN. 11 (2): 36–44.
Weithoff G, Lorke A, and Walz N, 2000. Effect of water-column mixing on bacteria, phytoplankton, and rotifers under different levels of herbivory in a shallow eutrophic lake. 2HFRORJLD 125 (1): 91–100.