BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Hewan
Teripang merupakan salah satu anggota hewan berkulit duri (Echinodermata). Namun, tidak semua jenis teripang mempunyai duri pada kulitnya. Ada beberapa jenis teripang yang tidak berdur (Martoyo dkk, 2006)i.
Selain teripang, bintang laut yang termasuk dalam filum Echinodermata yaitu bintang laut (Asteriodea) dan bulu babi (Echinoidea). Diantara empat famili teripang, hanya famili Holothuriidae yang dapat dimakan dan bernilai ekonomis(Martoyo dkk, 2006).
Tubuh teripang lunak, berdaging dan berbentuk silindris memanjang seperti buah ketimun. Oleh karena itu, hewan ini dinamakan ketimun laut. Gerakan teripang saangat lambat sehingga hampir seluruh hidupnya berada di dasar laut. Warna tubuh teripang bermacam-macam, mulai dari hitam, abu-abu, kecokelat-cokelatan, kemerah-merahan, kekuning-kuningan, sampai putih (Martoyo dkk, 2006).
Tidak semua jenis teripang yang ditemukan di perairan Indonesia mempunyai nilai ekonomis penting. Jenis teripang yang dapat dimakan dan mempunyai nilai ekonomis penting terbatas pada famili Holothuriidae pada genus Holothuria, Muelleria, dan Stichopus (Martoyo dkk, 2006).
Secara garis besar klasifikasi dari beberapa jenis teripang bernilai ekonomi tersebut adalah sebagai berikut:
Filum : Echinodermata Sub-filum : Echinozoa Kelas : Holothuroidea Sub-kelas : Aspidochirotacea Ordo : Aspidochirotida Famili : Holothuriidae Marga : 1. Holothuria 2. Muelleria 3. Stichopus
Dari bebarapajenis teripang , hanya tiga genus yang ditemukan di perairan pantai Indonesia. Ketiga genus tersebut adalah Holothuria, Mulleria, Stichopus. Dari ketiga genus tersebut ditemukan sebanyak 23 spesies.
Di pasaran internasional, semua jenis teripang tersebut dikenal dengan nama teat fish. Nama-nama teripang di tiap-tiap Negara juga berbeda-beda, di Indonesia nama lokalnya teripang (timun laut), Malaysia namanya trepang, gamat, Hongkong namanya haysom, timun laut, Thailand namanya pling khao, India namanya attai, dan Jerman namanya seegueke (trepang) (Martoyo dkk, 2006).
2.2 Kandungan Tubuh Teripang
Ekstrak murni teripang mempunyai kecenderungan menghasilkan holotoksin yang efeknya sama dengan antimicyn dengan kadar 6,25 – 25 mikrogram/milliliter.
Teripang mempunyai nilai ekonomi penting karena kandungan atau kadar nutrisinya yang tinggi. Dari hasil penelitian, kandungan nutrisi teripang dalam
kondisi kering terdiri dari protein sebanyak 82%, lemak 1,7%, kadar air 8,9%, kadar abu 8,6%, dan kadar karbohidrat 4,8% (Martoyo dkk, 2006).
Studi di China mengungkapkan bahwa gamat (Sea cucumber, Teripang) juga mengandung saponin glikosida. Komponen ini mempunyai suatu struktur yang serupa dengan komponen ginseng yang aktif, ganoderma, dan tumbuh-tumbuhan bumbu tonik yang terkenal. Studi China ini menunjukkan adanya anti kanker pada saponin dan polisakarida yang terkandung di dalam gamat. Studi modern ini membuktikan bahwa gamat dapat digunakan sebagai suatu tonik dan suplemen gizi (Anonim, 2008).
Penelitian yang modern ini telah membuktikan bahwa sea cucumber bermanfaat untuk penyakit musculoskeletal inflame-matory, khususnya arthritis rematik, osteoarthritis dan penyakit rematik yang mempengaruhi tulang belakang. Teripang juga mempunyai kemampuan dalam regenerasi sel yang merupakan alasan utama dipakai menyembuhkan berbagai penyakit (Trubus, 2006).
2.3 Habitat dan Penyebaran
Teripang dapat ditemukan hampir di seluruh perairan pantai, mulai dari daerah pasang-surut yang dangkal sampai perairan yang lebih dalam. Teripang lebih menyukai perairan yang jernih dan airnya relative tenang. Umumnya, masing-masing jenis memiliki habitat yang spesifik. Misalnya, teripang putih banyak ditemukan di daerah yang berpasir atau pasir yang bercampur Lumpur pada kedalaman 1 – 40 meter.
Dihabitatnya, terdapat jenis teripang yang hidup berkelompok dan ada pula yang hidup soliter (sendiri). Sumber utama makanan teripang di alam yaitu kandungan zat organik dalam Lumpur, detritus (sisa pembusukan bahan organik),
dan plankton. Jenis makana lain adalah organisme-organisme kecil, protozoa, algafilamen, rumput laut, dan potongan-potongan kecil hewan maupun tumbuhan laut serta partikel – partikel pasir.
Penyebaran teripang di Indonesia sangat luas. Beberapa daerah penyebaran antara lain meliputi perairan pantai Madura, Jawa Timur, Bali, Sumba, Lombok, Aceh, Bengkulu, Bangka, Riau dan sekitarnya, Belitung, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Timor dan Kepulauan Seribu (Martoyo dkk, 2006).
Indonesia penghasil teripang terbesar di dunia, sayang, tak ada yang mengolahnya (Trubus, 2006).
2.4 Uraian Kimia
2.4.1 Triterpenoid dan Steroid
Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprene dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C-30 asiklik yaitu skualena. Triterpenoid dapat dibagi atas empat golongan yaitu triterpenoid sebenarnya, steroid, saponin dan glikosida jantung (Harbone, 1987).
a. Triterpen sebenarnya
Menurut jumlah cincin yang terdapat dalam struktur molekulnya digolongkan atas:
1. Triterpen asiklik 2. Triterpen trisiklik 3. triterpen tetrasiklik 4. triterpen pentasiklik
b. Steroid
Steroid adalah triterpen yang terbuka dasarnya cincin siklopentana perhidrofenantren (Harbone, 1987). Inti steroid dasar sama dengan inti lanosterol dan triterpenoid tetrasiklik lain, tetapi hanya pada dua gugus metal yang terikat pada sistim cincin, pada posisi 10 dan 13. Nama “sterol” dipakai khusus untuk steroid alkohol. Sterol biasanya mempunyai gugus hidroksil pada atom C-3 dan suatu ikatan rangkap pada posisi 5 dan 6 (Manitto, 1981).
Sterol adalah triterpena yang kerangka dasarnya sistem siklopentana perhidrofenantren. Dahulu sterol terutama dianggap sebagai senyawa satwa (sebagai hormon kelamin, asam empedu, dan lain-lain) (Harborne, 1987).
Kerangka dasar dan sistem penomoran steroida (Robinson, 1995) dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar Kerangka dasar steroida dan sistem penomorannya
Dari pandangan kimiawan organik, semua molekul steroida adalah turunan jenuh dari fenantren (hidrokarbon aromatik trisiklik). Gambar 9 berikut ini menunjukkan keempat lambang (A, B, C, D) inti steroida (Wilbraham, 1992).
B
C
D
A
2 1 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17Gambar Penulisan lambang keempat (A, B, C, D) inti steroida.
Berdasarkan sumber atau asalnya maka steroida dibagi atas empat golongan (Manitto, 1981), yaitu :
a. Zoosterol yaitu steroida yang berasal dari hewan terutama vertebrata. b. Fitosterol yaitu steroida yang berasal dari tumbuhan.
c. Mikosterol yaitu steroida yang berasal dari jamur (fungi). d. Marinosterol yaitu steroida yang berasal dari organisme laut.
c. Saponin
Saponin mula-mula diberi nama demikian karena sifatnya yang khas menyerupai sabun (bahasa latin sapo = sabun). Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat yang menimbulkan busa jika dikocok dalam air dan dapat menyebabakan hemolisis sel darah merah (Robinson, 1991).
Saponin steroid tersusun dari suatu aglikon steroid (sapogenin) yang terikat pada suatu oligosakarida yang biasanya heksosa dan pentosa. Struktur kimia dari aglikon saponin dibagi atas dua golongan yaitu sapogenin steroid dan sapogenin triterpenoid pentasiklik (Farnsworth, 1966).
d. Glikosida Jantung 2.5 Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan pelarut
tertentu. Proses ekstraksi akan menghasilkan ekstrak. Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan (Depkes, 2000). Penguapan ekstrak dilakukan dengan penguap vakum putar pada suhu tidak lebih dari 40oC dalam suasana tekanan dikurangi
(Harborne,1987).
Beberapa metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut (Depkes, 2000) yaitu : A. Cara dingin
1. Maserasi
Maserasi adalah proses penyarian simplisia menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur kamar.
2. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar.
B. Cara panas 1. Refluks
Refluks adalah ekstraksi pelarut pada tempertur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
2. Digesti
Digesti adalah maserasi dengan pengadukan kontinu pada temperatur lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50oC.
3. Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru, dilakukan menggunakan alat soxhlet sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
4. Infundasi
Infundasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 90oC selama
15 menit. 5. Dekok
Dekok adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 90oC semala 30
menit.
2.6 Kromatografi
Cara-cara kromatografi dapat dikelompokkan berdasarkan fase gerak dan fase diam yang digunakan (Sastrohamidjojo, 1985) yaitu :
1. Fase gerak zat cair-fasa diam padat (kromatografi serapan) - Kromatografi lapis tipis
2. Fasa gerak gas-fasa diam padat - Kromatografi gas padat 3. Fasa gerak cair-fasa diam cair
- Kromatografi kertas
4. Fasa gerak gas-fasa diam cair - Kromatografi gas cair
2.6.1 Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi lapis tipis merupakan kromatografi serapan dimana fasa diam berupa zat padat yang disebut adsorben (penyerap) dan fasa gerak berupa zat cair
yang disebut larutan pengembang (Gritter. dkk, 1991). Campuran yang akan dipisah, berupa larutan, ditotolkan berupa bercak. Setelah plat atau lapisan ditaruh di dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fasa gerak), pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan). Selanjutnya, senyawa yang tidak berwarna harus ditampakkan (dideteksi) (Stahl, 1985).
Deteksi
Terdapat berbagai kemungkinan untuk deteksi senyawa tanwarna pada kromatogram. Deteksi paling sederhana adalah jika senyawa menunjukkan penyerapan di daerah UV gelombang pendek (radiasi utama pada kira-kira 254 nm) atau jika senyawa itu dapat dideteksi ke fluoresensi radiasi UV gelombang panjang (365 nm). Jika dengan kedua cara itu senyawa tidak dapat dideteksi, harus dicoba dengan reaksi kimia ; pertama tanpa dipanaskan, kemudian bila perlu dipanaskan. Deteksi biologi pada beberapa kasus dapat dilakukan (Stahl, 1985).
Faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan noda dalam kromatografi lapis tipis yang juga mempengaruhi harga Rf, yaitu :
1. Struktur kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan.
2. Sifat dari penyerap dan derajat aktifasinya. Perbedaan penyerap akan memberikan perbedaan yang besar terhadap harga Rf, meskipun menggunakan fasa gerak yang sama.
3. Tebal dan kerataan dari lapisan penyerap. 4. Pelarut (derajat kemurnian) fase gerak
5. Derajat kejenuhan dari uap dalam bejana pengembangan yang dilakukan. 6. Teknik percobaan.
7. Jumlah cuplikan yang digunakan. 8. Suhu.
9. Kesetimbangan.
2.6.2 Kromatografi Lapis Tipis Preparatif
Kromatografi lapis tipis preparatif merupakan salah satu metode pemisahan yang memerlukan pembiayaan yang paling murah dan menggunakan peralatan sederhana yaitu kromatografi lapis tipis preparatif (KLTP).
Ketebalan penyerap yang sering dipakai adalah 0,5-2 mm. Ukuran plat kromatografi biasanya 20x20 cm. Pembatasan ketebalan lapisan dan ukuran plat sudah tentu mengurangi jumlah bahan yang dapat dipisahkan dengan KLTP. Penyerap yang paling umum digunakan ialah silika gel dan dipakai untuk pemisahan campuran senyawa lipofilik maupun campuran senyawa hidrofilik.
Penotolan cuplikan dilakukan berupa pita dengan melarutkan cuplikan dalam sedikit pelarut. Cuplikan ditotolkan berupa pita dengan jarak sesempit mungkin karena pemisahan bergantung pada lebar pita. Penotolan dapat dilakukan dengan pipet tetapi lebih baik dengan penotol otomatis. Pelarut yang baik untuk melarutkan cuplikan adalah pelarut yang atsiri ( heksan, diklormetan, etil asetat) dan konsentrasi cuplikan harus sekitar 5-10%.
Kebanyakan penjerap KLTP mengandung indikator fluoresensi yang membantu mendeteksi kedudukan pita yang terpisah sepanjang senyawa yang dipisahkan menyerap sinar UV.
Untuk senyawa yang tidak menyerap sinar UV, ada beberapa pilihan: a) menyemprot dengan air (misalnya saponin)
b) menutup plat dengan sepotong kaca menyemprot salah satu sisi dengan pereaksi semprot
c) menambahkan senyawa pembanding (Hostettmann, 1995).
Setelah pita ditampakkan dengan cara yang tidak merusak maka senyawa yang tak berwarna dengan penjerap dikerok dari plat kaca. Cara ini berguna untuk memisahkan campuran beberapa senyawa hingga diperoleh senyawa murni (Gritter dkk, 1991).
2.7 Spektrofotometri Ultra Violet
Spektrofotometri ultra violet merupakan suatu teknik analisis yang berdasarkan atas pengukuran serapan suatu larutan yang dilalui radiasi monokromatis ultra ungu. Serapan molekul di daerah ultra violet bergantung kepada struktur elektronik dari molekul dan penyerapan sejumlah energi akan menyebabkan elektron pada tingkat dasar tereksitasi ke orbital yang lebih tinggi (Silverstein dkk, 1981).
Panjang gelombang di dalam ultra violet biasanya dinyatakan dalam nanometer (1 nm = 10-9 m). Spektrum serapan yabg lebih kecil dari 200 nm
disebut spektrometri ultra violet jauh (hampa udara). Bagian ultra violet (ultra violet dekat) dari spektrum elektromagnetik terentang dari 200-400 nm (Silverstein dkk,1981).
Beberapa istilah yang digunakan di dalam pembahasan spektrum elektronik meliputi:
a) kromofor, suatu gugus kovalen tidak jenuh yang bertanggung jawab untuk serapan elektronik (sebagai contoh C=C, C=O,NO2).
b) Auksokrom, suatu gugus jenuh dengan elektron tidak terikat dimana bila tersubstitusi pada suatu kromofor, akan menyebabakan perubahan panjang gelombang dan intensitas serapan(sebagai contoh OH, NH2, dan Cl).
c) Geseran batokromik, geseran dari serapan ke panjang gelombang yang lebih panjang karena substitusi auksokrom atau pengaruh pelarut (geseran merah).
d) Geseran hipsokromik, geseran dari serapan ke panjang gelombang yang lebih pendek karena hilangnya auksokrom atau pengaruh pelarut (geseran biru).
e) Hiperkromik, suatu kenaikan dari intensitas serapan.
f) Hipokromik, suatu penurunan dari intensitas serapan (Silverstein dkk, 1986).
Komponen-komponen pokok dari spektrofotometer meliputi sumber tenaga radiasi yang stabil, sistim yang terdiri atas lensa-lensa, cermin, celah-celah dan lain-lain, monokromator untuk mengubah radiasi menjadi komponen-komponen panjang gelombang tunggal, tempat cuplikan yang transparan, dan detektor radiasi yang dihubungkan dengan sistem meter dan pencatat (Sastrohamidjojo, 1991).
2.8 Spektofotometri Infra Merah
Pancaran infra merah pada umumnya mengacu pada bagian spektrum elektromagnetik yang terletak diantara daerah tampak dan daerah gelombang mikro. Bagi kimiawan organik, sebagian besar kegunaannya terbatas di antara 4000 cm-1 dan 666 cm-1 atau 2,5 – 15,0 μm (Silverstein dkk, 1986).
Bila sinar infra merah dilewatkan melalui cuplikan senyawa organik, maka sejumlah frekuensi diserap sedang frekuensi yang lain diteruskan/ditransmisikan
tanpa diserap. Jika kita menggambarkan antara persen absorbansi atau persen transmitansi lawan frekuensi maka akan dihasilkan suatu spektrum infra merah (Sastrohamidjojo, 1991).
Cara menganalisis spektrofotometri infra merah perhatian dipusatkan pada penentuan ada atau tidaknya beberapa gugus fungsional utama seperti C=O, O-H, N-H, C-O, C=C, C=N. Berikut ini langkah umum untuk menganalisis pita-pita yang penting
1. Gugus karbonil (C=O)
Gugus C=O terdapat pada daerah 1820 – 1600 cm-1 (5,6 – 6,1 μm). Puncak ini biasanya yang terkuat dengan lebar medium dalam spektrum. Serapan tersebut sangat karakteristik.
Bila gugus C=O ada, ujilah gugus fungsi berikut
a) Asam dapat dilihat pada serapan melebar didekat 3400 – 2400 cm-1
(biasanya tumpang tindih dengan C-H). b) Amida adanya gugus NH
Serapan medium didekat 3500 cm-1 (2,85 μm) kadang-kadang puncak rangkap
c) Ester adanya C-O
Serapan kuat didekat 1300 – 1000 cm-1 (7,7 – 10 μm).
d) Anhidrida mempunyai dua serapan C=O didekat 1810 dan 1760 cm-1 (5,5
dan 5,7 μm).
e) Aldehida adanya CH aldehid
Dua serapan lemah didekat 2850 dan 2750 cm-1 (3,50 dan 3,65 μm), yaitu disebelah kanan serapan CH.
f) Keton bila kelima kemungkinan di atas tidak ada 2. Bila gugus C=O tidak ada maka ujilah gugus fungsi berikut
a) Alkohol (OH) dengan munculnya serapan melebar didekat 3600 sampai 3300 cm-1 (2,6 – 3,0 μm). Pembuktian selanjutnya yaitu adanya serapan C-O didekat 1300-1000 cm-1 (7,7-10 μm).
b) Amida (NH) dengan munculnya serapan medium didekat 3500 cm-1
(2,85 μm).
c) Eter dengan melihat serapan C-O (serapan OH tidak ada) didekat 1300 sampai 1000 cm-1 (7,7-10 μm).
3. Ikatan rangkap dua dan cincin aromatik
a) Ikatan rangkap dua (C=C) memiliki serapan lemah didekat 1650 cm-1
(6,1 μm).
b) Serapan medium tinggi kuat pada daerah 1650 – 1450 cm-1 (6,7 μm) sering menunjukkan cincin aromatik.
c) Kemungkinan adanya gugus tersebut diatas dapat dibuktikan dengan memperhatikan serapan di daerah CH. Aromatik dan vinil CH terdapat di atas daerah 3000 cm-1 (3,3 μm). Sedangkan CH alifatik terjadi dibawah daerah tersebut.
4. Ikatan rangkap tiga
a) Ikatan rangkap tiga (C≡N) memiliki serapan medium dan tajam didekat 2250 cm-1(4,5 μm).
b) Ikatan rangkap tiga (C≡C) memiliki serapan lemah t api tajam di dekat 2150 cm-1(4,65 μm). Ujilah CH asetilenik didekat 3300 cm-1(3,30 μm).
5. Gugus nitro
Adanya gugus nitro muncul dua serapan kuat pada 1600-1500 cm-1
(6,25-6,67 μm) dan 1690-1300 cm-1
(7,2-7,7 μm). 6. Hidrokarbon
a) Bila keempat serapan gugus fungsi tersebut di atas tidak ada. b) Serapan utama untuk CH didekat 3000 cm-1(3,3 μm)
c) Spektrumnya sangat sangat sederhana, hanya terdapat serapan lain-lain didekat 1450 cm-1 (6,90 μm) dan 1375 cm-1 (7,27 μm) (Sastrohamidjojo, 1991).
2.9 Spektrometri Massa
Spektrometri massa adalah suatu teknik analisis yang berdasarkan pada pemisahan berkas ion-ion yang sesuai dengan perbandingan massa dengan muatan dan pengukuran intensitas dari berkas ion-ion tersebut. Molekul – molekul organik ditembakkan dengan berkas elektron dan diubah menjadi ion-ion bermuatan positip yang bertenaga tinggi (ion-ion molekuler atau ion-ion induk), yang dapat pecah menjadi ion-ion yang lebih kecil (ion-ion pecahan atau ion-ion anak), lepasnya elektron dari molekul menghasilkan radikal kation dan proses ini dapat dinyatakan sebagai M M+. Ion molekul M+ biasanya terurai menjadi
sepasang pecahan/fragmen, yang dapat berupa radikal dan ion, atau molekul yang kecil dan radikal kation (Sastrohamidjojo,1991).
Spektometri massa menembaki bahan yang sedang diteliti dengan berkas elektron dan secara kuantitatif mencatat hasilnya sebagai suatu spektrum sibir-sibir (fragmen) ion positip. Terpisahnya sibir-sibir-sibir-sibir ion positip didasarkan pada
massanya (lebih tepat, massa dibagi muatan, tetapi kebanyakan ion bermuatan tunggal). Terdapat lima bagian komponen dalam spektrometer massa yaitu:
1. Sistem penanganan cuplikan
Ini meliputi alat untuk memasukkan cuplikan, mikromanometer untuk menentukan jumlah cuplikan yang masuk, alat (lubang molekul) pengukur cuplikan yang masuk ruang pengionan serta sistem pemompaan. Cairan dimasukkan dengan menyentuhkan pipet mikro ke piring gelas sintered atau lubang tertentu terbuat dari air raksa atau galium atau dengan suntikan jarum hipodermis.
2. Ruang pengionan dan pemercepat
Aliran gas dari lubang molekul masuk ke ruang pengionan (bekerja pada tekanan 10-6 hingga 10-5 Torr) dan di sini ditembaki pada arah tegak lurus oleh
berkas elektron dari suatu filamen panas. Ion-ion positip yang terbentuk karena antraksi dengan berkas elektron ini terdorong lewat lubang slit pemercepat oleh suatu medan elektrostatik lemah antara penolak repeller dan lubang pemercepat pertama tadi.
3. Tabung penganalisis dan magnet
Tabung logam yang dihampakan (10-7 – 10-8 Torr) berbentuk lengkung,
tempat melayangnya berkas ion dari sumber ion ke pengumpul. 4. Pengumpul ion dan penguat
Pengumpul ion terdiri atas satu atau lebih lubang pengumpul (kolimasi) serta suatu silinder faraday, berkas ion menumbuk pengumpul dalam arah tegak lurus, kemudian asyarat diperkuat (ampilikasi) oleh suatu penanda (multiflier) elektron.
5. Pencatat
Pencatat yang digunakan secara luas menggunakan lima buah galvanometer terpisah yang mencatat serentak (Silverstein dkk, 1986).
Keuntungan utama spektrometri massa sebagai metode analisis yaitu metode ini lebih sensitif dan spesifik untuk identifikasi senyawa yang tidak diketahui atau untuk menetapkan keberadaan senyawa tertentu. Hal ini disebabkan adanya pola fragmentasi yang khas sehingga dapat memberikan informasi mengenai bobot molekul dan rumus molekul. Puncak ion molekul penting dikenali karena memberikan bobot molekul senyawa yang diperiksa. Puncak paling kuat pada spektrum, disebut puncak dasar (base peak), dinyatakan dangan nilai 100% dan kekuatan puncak lain, termasuk puncak ion molekulnya dinyatakan sebagai persentase puncak dasar tersebut (Silverstein dkk, 1986).