• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOMPOSISI KIMIAWI, KONSUMSI DAN KECERNAAN SILASE RANSUM KOMPLIT BERBASIS LIMBAH KELAPA SAWIT DAN KULIT KAKAO YANG DIBERIKAN PADA KAMBING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KOMPOSISI KIMIAWI, KONSUMSI DAN KECERNAAN SILASE RANSUM KOMPLIT BERBASIS LIMBAH KELAPA SAWIT DAN KULIT KAKAO YANG DIBERIKAN PADA KAMBING"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

KOMPOSISI KIMIAWI, KONSUMSI DAN KECERNAAN

SILASE RANSUM KOMPLIT BERBASIS LIMBAH KELAPA

SAWIT DAN KULIT KAKAO YANG DIBERIKAN

PADA KAMBING

(Chemical Composition, Intake and Digestibilty of Complete Feed Silage

Based on Palm Oil by Products and Cocoa Shell Given to Goat)

RANTAN KRISNAN,J.SIANIPAR danS.P.GINTING

Loka Penelitian Kambing Potong, PO Box 1 Sei Putih, Galang 20585, Sumatera Utara

ABSTRACT

An experiment was carried out to investigate chemical composition and effect of utilization of palm oil by products and cocoa shell as complete feed silage on consumtion and digestion in weaning Boerka goat. Sixteen male Boerka goat within avarege body weight 14 kg were used in a completely randomized design. The animal were devided into four treatment group with four replications. Dietary treatments were formulated based on different ratio of grass: palm oil by products and cocoa shell: concentrate, namely; R1 (20 : 40 : 40%), R2 (30 : 30 : 40%), R3 (40 : 20 : 40%), R4/control (60 : 0 : 40%). Chemical analysis showed that the inclusion at 30% palm oil by products and cocoa shell and 40% concentrate as complete feed silage (R2) had relatively high nutrition. Beside that, the treatment indicated the same value of consumption and digestion with the control treatment (R4). It was concluded that the optimum supplementation level of the utilization of palm oil by products and cocoa shell as complete feed silage was 30%.

Key Words: Feed Silage, Palm Oil by products, Cocoa Shell, Chemical Composition, Intake, Digestibilty,

Goat

ABSTRAK

Suatu penelitian telah dilakukan bertujuan mempelajari nilai nutrisi silase ransum komplit berbahan dasar limbah pengolahan kelapa sawit dan kulit kakao serta mempelajari pengaruh penggunaannya terhadap nilai konsumsi dan kecernaan pada kambing. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan empat perlakuan pakan yang didasarkan perbandingan antara rumput : limbah sawit dan kulit kakao : bahan konsentrat, yaitu R1 (20 : 40 : 40%), R2 (30 : 30 : 40%), R3 (40 : 20 : 40%), R4/kontrol (60 : 0 : 40%). Masing-masing perlakuan diulang empat kali dan setiap ulangannya terdiri dari satu ekor kambing jantan muda jenis Boerka dengan bobot badan awal sekitar 14 kg sehingga jumlah keseluruhan adalah 16 ekor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa silase ransum komplit R2 yang menggunakan limbah sawit dan kulit kakao sebanyak 30% dan unsur konsentrat 40% menunjukkan komposisi kimia produk silase serta tingkat konsumsi dan nilai kecernaan pada ternak yang terbaik bahkan hampir sama dengan perlakuan kontrol (R4).

Kata Kunci: Silase Ransum Komplit, Limbah Sawit, Kulit Kakao, Komposisi Kimiawi, Konsumsi,

Kecernaan, Kambing

PENDAHULUAN

Pakan merupakan faktor penting dalam keberhasilan pengembangan ruminansia termasuk ternak kambing. Pemberian pakan pada ternak ruminansia secara umum dirasakan belum efektif dan efisien dikarenakan masih dipisahkannya antara pakan hijauan sebagai

sumber serat dan pakan konsentrat sebagai sumber protein dan energi. Hal ini berakibat pada tidak efisiennya pemakaian waktu dan tenaga yang selanjutnya berimplikasi pada makin mahalnya biaya produksi. Disamping itu, penggunaan bahan pakan berbasis limbah umumnya mempunyai kendala yaitu terbatasnya kandungan nutrisi, tetapi

(2)

mengandung kadar air tinggi yang dapat mengakibatkan bahan mudah rusak apabila tidak segera ditangani, sehingga diperlukan suatu teknologi penyiapan pakan yang tidak hanya tahan simpan, tetapi juga mengandung nutrien yang sesuai dengan kebutuhan ternak. Sistem pengolahan bahan baku melalui teknik pengeringan yang sangat bergantung dengan cuaca, sehingga kurang tepat untuk dikembangkan.

Pembuatan silase ransum komplit merupakan salah satu terobosan teknologi yang perlu dikembangkan mengingat pakan yang dihasilkan tidak hanya sekedar awet, tetapi juga mengandung nutrien sesuai dengan kebutuhan gizi ternak. Berbeda dengan silase berbahan baku tunggal seperti silase rumput atau jerami jagung, silase ransum komplit mempunyai beberapa keuntungan diantaranya: 1) tersedianya substrat untuk mendukung terjadinya fermentasi yang baik, sehingga mempunyai tingkat kegagalan yang jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan silase berbahan tunggal; 2) mengandung nutrien yang sesuai dengan kebutuhan ternak; 3) terciptanya pakan yang berkelanjutan dan mudah diberikan pada ternak, karena tidak memerlukan pakan tambahan lainnya. Selain itu memiliki bau harum sehingga lebih disukai ternak (SOFYAN dan FEBRISIANTOSA, 2007).

Hasil samping tanaman dan industri pengolahan kelapa sawit dan kakao merupakan sumber bahan baku pakan lokal yang cukup tersedia sepanjang tahun. Sawit dan kakao adalah tanaman perkebunan dengan luas areal penanaman yang terus meningkat setiap tahunnya, sehingga potensi hasil sampingnya sangat potensial dijadikan sebagai sumber bahan pakan ruminansia. Sistem pengolahan bahan baku di atas selama ini melalui teknik pengeringan yang sangat bergantung dengan cuaca, sehingga kurang tepat untuk dikembangkan.

Pemanfaatan hasil samping tanaman dan industri pengolahan kelapa sawit dan kakao dalam bentuk silase ransum komplit selama ini belum pernah dilaporkan, sehingga berdasarkan pemikiran di atas maka dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mempelajari nilai nutrisi silase ransum komplit berbahan dasar limbah pengolahan kelapa sawit dan kakao serta mempelajari pengaruh penggunaannya terhadap nilai konsumsi dan kecernaan pada kambing.

Keluaran yang diharapkan dari penelitian ini adalah mendapatkan informasi nilai nutrisi (komposisi kimiawi) serta mendapatkan formula yang tepat dari silase ransum komplit berbahan dasar limbah pengolahan kelapa sawit dan kakao pada kambing.

METODOLOGI PENELITIAN

Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah hasil samping tanaman dan industri pengolahan kelapa sawit berupa daun, solid ex-decanter, serat perasan buah, bungkil inti sawit dan ditambah kulit kakao. Bahan tambahan lain terdiri dari; rumput introduksi, bungkil kelapa, dedak padi, molases, urea dan premiks, serta ransum komplit komersil. Alat yang digunakan dalam penelitian adalah chopper, timbangan, silo (tong plastik kapasitas 50 dan 100 liter), oven, kandang metabolik dan peralatan laboratorium lainnya. Pada penelitian in vivo digunakan kambing jantan muda jenis Boerka sebanyak 16 ekor, dengan rataan bobot awal 14 kg.

Penyusunan ransum penelitian didasarkan pada tingkat penggunaan limbah sawit dan limbah kulit kakao dalam mensubstitusi kebutuhan rumput, sedangkan penggunaan bahan konsentrat jumlahnya sama pada masing-masing perlakuan seperti pada Tabel 1.

Rumput bukan merupakan komponen atau bahan penyusun silase melainkan diberikan dalam bentuk segar pada ternak. Komposisi kimia rumput introduksi yang digunakan pada penelitian ini menurut hasil analisis Laboratorium LOLITKAPO (2010) adalah sebagai berikut: bahan kering (17,49%); protein kasar (5,67%); lemak (1,95%); energi kasar (3.673 kkal/kg) dan abu (12,67%). Silase ransum komplit dibuat sesuai dengan komposisi pada Tabel 1 yaitu terdiri dari komponen limbah sawit dan kulit kakao serta unsur konsentrat. Proses pembuatannya dimulai dengan memotong terlebih dahulu sumber hijauan seperti daun kelapa sawit dan tandan buah kosong berukuran 3 – 5 cm dengan menggunakan chopper. Kemudian dilayukan selama 12 jam (satu malam) pada ruang terbuka. Masing-masing hijauan tersebut selanjutnya dicampur dan diaduk sampai merata dengan limbah sawit lainnya (solid ex-decanter, serat buah sawit, bungkil inti sawit)

(3)

Tabel 1. Formulasi ransum penelitian

Komposisi perlakuan pakan (%) Bahan pakan

R1 R2 R3 Kontrol

Rumput 20,00 30,00 40,00 60,00

Limbah sawit dan kakao Daun sawit

Tandan buah kosong Solid ex-decanter Serat buah sawit Bungkil inti sawit Kulit kakao 40,00 12,50 9,50 2,00 8,00 4,00 4,00 30,00 7,00 5,00 2,00 8,00 4,00 4,00 20,00 1,00 1,00 2,00 8,00 4,00 4,00 - Unsur konsentrat Bungkil kelapa Dedak padi Molases Urea Premiks Garam 40,00 11,00 24,50 3,00 0,50 0,50 0,50 40,00 11,00 24,50 3,00 0,50 0,50 0,50 40,00 11,00 24,50 3,00 0,50 0,50 0,50 40,00 11,00 24,50 3,00 0,50 0,50 0,50 Total 100 100 100 100

Setiap 1 kg premiks mengandung: 30.000 IU Vit A; 6.000 IUVit D3; 900 IU Vit E; 0,70% Ca; 0,01% Mg; 0,33% P;0,65% Na; 0,08 K; 0,10% S; 0,10% Co; 8.00 ppm Cu; 0,50 ppm I; 50.000 ppm Fe; 40.000 ppm Mn; 30.000 ppm Zn dan 0,20 ppm Se

dan kulit kakao serta sumber konsentrat (dedak padi, bungkil kelapa, molases, urea dan premiks) sesuai perlakuan. Hasil campuran ransum tersebut dimasukkan ke dalam silo, dipadatkan, ditutup rapat dan diinkubasi dalam kondisi anaerob selama enam minggu. Sampel silase diambil sebelum dan setelah ensilase untuk analisa kualitas fermentasi dan nutrisi di laboratorium yang meliputi parameter bahan kering (%), bahan organik (%), protein kasar (%), NDF (%) dan energi kasar (kkal/g).

Kualitas nutrisi silase ransum komplit ditentukan melalui pengukuran atau uji palatabilitas dan kecernaan in vivo pada 16 ekor kambing jantan Boerka masa pertumbuhan dengan rataan bobot badan 14 kg. Ternak ditempatkan pada kandang individu berukuran 1,2 x 1,0 m2. Pakan diberikan dalam dua bentuk yaitu silase ransum komplit dan rumput segar dengan jumlah pemberian dari kedua bentuk pakan tersebut 3,5% dari bobot hidup ternak berdasarkan bahan kering. Waktu pemberian pakan dilakukan dua kali sehari, pada pagi hari pukul 07.00 − 08.00 dan sore hari pukul 15.00 − 16.00, sedangkan air minum

diberikan ad libitum. Pengamatan dilakukan setelah terlebih dahulu dilakukan masa adaptasi selama 3 minggu. Konsumsi dan kecernaan pakan dihitung menurut TILLMAN et al. (1991).

Rancangan percobaan yang digunakan untuk analisis komposisi kimiawi produk silase ransum komplit adalah Rancangan Acak Lengkap dengan empat perlakuan (3 perlakuan silase dan satu perlakuan kontrol) dengan empat ulangan. Sementara pengujian kualitas nutrisi silase ransum komplit pada kambing jantan Boerka menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan empat perlakuan dan empat ulangan. Data yang diperoleh diuji secara statistik dengan menggunakan analysis of varian menurut STEEL dan TORRIE (1991), sedangkan proses pengolahannya menggunakan software SPSS versi 13.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perlakuan fermentasi untuk menghasilkan silase pada prinsipnya bertujuan untuk

(4)

preservasi dan konservasi. Namun selain itu, teknologi silase juga mempunyai manfaat terhadap peningkatan nilai nutrisi bahan pakan. Berikut ini adalah hasil analisis proksimat produk silase ransum komplit dari masing-masing perlakuan.

Berdasarkan data Tabel 2 terlihat ada perbedaan kandungan bahan kering, dimana perlakuan silase dengan proporsi penggunaan limbah sawit yang lebih tinggi cenderung menghasilkan produk silase dengan bahan kering yang lebih rendah. Kondisi ini wajar mengingat penggunaan bahan pakan berbasis limbah agro mempunyai kadar air yang cukup tinggi. Perlakuan kontrol yang didominasi semua bahan tambahan (tanpa limbah sawit) menunjukkan kandungan bahan kering yang tinggi berbeda nyata dengan perlakuan silase lainnya, namun tidak berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan R3 yang tersusun limbah sawit dengan proporsi yang rendah.

Secara numerik, kandungan bahan organik dari masing-masing perlakuan tidak berbeda jauh yaitu berkisar dari 84 – 86%. Hal yang sama juga terjadi pada kandungan serat deterjen netral rata-rata menunjukkan nilai 66%. Hasil ini mengindikasikan bahwa perbedaan proporsi 10% dari penggunaan limbah sawit tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kedua kandungan nutrien tersebut. Perbedaan yang mencolok justru bila dibandingkan dengan perlakuan kontrol yang lebih baik dibandingkan dengan ketiga perlakuan silase tersebut.

Hal yang menarik terjadi pada kandungan protein kasar dan energi kasar yang menunjukkan perlakuan R2 lebih baik dibandingkan dengan perlakuan silase lainnya.

Bahkan energi kasar yang ditunjukkan perlakuan R2 tersebut lebih tinggi dengan dibandingkan perlakuan kontrol. Secara umum hasil ini mengindikasikan bahwa penggunaan limbah sawit dan kakao sebesar 30% dalam mensubstitusi penggunaan rumput menunjukkan komposisi kimiawi yang cukup baik hampir sama dengan perlakuan kontrol.

Pengujian kualitas nutrisi silase ransum komplit pada kambing jantan Boerka dapat dilihat dari hasil pengamatan terhadap tingkat konsumsi dan kecernaan. Konsumsi merupakan tolok ukur menilai palatabilitas suatu bahan pakan. Palatabilitas pakan bagi ternak akan terlihat dari tinggi rendahnya konsumsi pakan tersebut. Sementara nilai kecernaan merupakan perubahan fisik dan kimia yang dialami bahan makanan dalam alat pencernaan. Mikroflora dalam rumen menyebabkan pakan mengalami perombakan sehingga sifat-sifat kimianya berubah secara fermentatif menjadi senyawa lain yang berbeda dengan zat makanan asalnya (SUTARDI, 1980).

Berdasarkan analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan perlakuan pakan menyebabkan perbedaan konsumsi bahan kering (P < 0,05) dan selera makan ternak kambing seperti yang terlihat pada Tabel 3.

Tingkat konsumsi bahan kering tertinggi diperlihatkan oleh perlakuan kontrol yang nilainya tidak berbeda nyata dengan perlakuan R2 yang mengkombinasikan 30% rumput dan 70% pakan silase, kemudian diikuti R3 (40% rumput; 60% pakan silase) dan R1 (20% rumput; 80% pakan silase). Hasil ini dinilai logis mengingat pada R1 penggunaan limbah sawit pada campuran pakan silase cukup besar

Tabel 2. Komposisi kimia produk silase ransum komplit

Perlakuan silase pakan komplit Parameter R1 R2 R3 R4 (Kontrol) Bahan kering (%) 75,48b 77,00b 83,08a 84,67a Bahan organik (%) 85,19a 86,00a 84,57a 87,42a Protein kasar (%) 9,08b 10,11b 9,78b 14,12a NDF (%) 66,36a 66,59a 66,87a 46,48b

Energi kasar (kkal/gr) 4,1551b 4,5059a 4,2619ab 4,2890ab

Sumber: Hasil analisis Laboratorium Loka Penelitian Kambing Potong (2010)

(5)

Tabel 3. Pengaruh perlakuan terhadap performan kambing Boerka

Perlakuan silase pakan komplit Parameter

R1 R2 R3 R4 (Kontrol)

Konsumsi bahan kering pakan (gr/hr) 531,61c 591,10a 565,66b 598,25a Kecernaan:

Kecernaan bahan kering (%) 51,77c 59,50a 56,16b 60,19a Kecernaan bahan organik (%) 51,97c 59,21a 55,85b 58,80a

Kecernaan NDF (%) 48,12b 53,68a 54,33a 46,13b

Kecernaan gross energi (%) 58,37b 64,11a 63,49a 63,85a Kecernaan protein kasar (%) 41,36d 54,01b 49,84c 62,96a

Superscript yang berbeda pada baris yang sama, berbeda nyata (P < 0,05) terutama proporsi daun sawit. Kondisi ini

memberikan gambaran bahwa proses silase tidak memberikan respon yang baik terhadap penggunaan daun sawit yang dipotong dengan ukuran kecil bukan dalam bentuk tepung. Tekstur daun sawit yang menjadi kering dan tidak dapat tercampur secara homogen dengan bahan pakan lain setelah ensilase diduga menjadi alasan yang kuat terhadap tingkat palatabilitas pakan pada perlakuan R1 menjadi paling rendah.

Bila dibandingkan dengan bobot hidup ternak, maka persentase tingkat konsumsi BK pakan pada perlakuan R1 adalah 2,91%; perlakuan R2 3,06%; perlakuan R3 3,01% dan perlakuan R4 adalah 3,09% berdasarkan bobot hidup. Tingkat konsumsi ini tentunya berkaitan dengan tingkat nutrien pakan dan kecernaan pakan. Seperti terlihat pada Tabel 2 bahwa R1 mempunyai kandungan protein pakan silase terendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya. WALLACE dan NEWBOLD (1992) menjelaskan bahwa tingkat palatabilitas dan status protein pakan serta tingkat kecernaan pakan dapat mempengaruhi jumlah konsumsi pakan.

Analisis sidik ragam seperti yang tersaji pada Tabel 3 memperlihatkan terdapat pengaruh perlakuan yang nyata (P < 0,05) terhadap nilai kecernaan, baik bahan kering, bahan organik, NDF, protein kasar, maupun kecernaan gross energi. Seperti halnya konsumsi bahan kering, tingkat kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik pada perlakuan kontrol dan perlakuan R2 menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan R1 dan R3. Kondisi ini diduga akibat perbedaan

proporsi penggunaan bahan sumber serat penyusun pakan silase pada setiap perlakuan.

Berbeda halnya dengan nilai kecernaan NDF, dimana perlakuan R2 dan R3 berbeda nyata dengan perlakuan R1 dan Kontrol. Kondisi ini kemungkinan besar disebabkan proporsi penggunaan rumput yang cukup besar pada kontrol (60%) dan penggunaan daun sawit pada perlakuan R1 sehingga mengakibatkan kedua perlakuan tersebut mendapatkan nilai kecernaan serat yang rendah. Dugaan ini sejalan dengan STENSIG et al. (1994) yang melaporkan bahwa tingginya kandungan komponen serat kasar akan memperlambat laju alir pakan dalam saluran pencernaan. Begitu juga dengan nilai kecernaan protein kasar yang menunjukkan perbedaan yang nyata pada masing-masing perlakuan. Kecernaan protein kasar tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan R4, kemudian diikuti dengan R2, R3 dan R1. Kondisi ini diduga akibat perbedaan status protein pakan yang juga bisa mempengaruhi tingkat konsumsi pakan seperti telah dijelaskan sebelumnya.

Sejalan dengan nilai kecernaan lainnya, kecernaan energi juga menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0,05). Pengamatan baik secara numerik maupun statistik memperlihatkan nilai kecernaan energi perlakuan R1 nyata lebih rendah dibandingkan ketiga perlakuan paka

n

lainnya. Hal ini diduga akibat penyusunan pakan yang tidak menggunakan pendekatan iso energi, melainkan lebih ke arah pendekatan proporsi penggunaan bahan pakan.

Kecernaan merupakan ukuran tinggi rendahnya kualitas suatu bahan pakan karena umumnya bahan pakan dengan kandungan

(6)

zat-zat makanan yang mudah dicerna akan tinggi nilai gizinya. Disamping itu, kecernaan bahan pakan mencerminkan tingkat ketersediaan energi bagi ternak, sehingga sering juga digunakan untuk menilai kualitas pakan (VAN SOEST, 1994). Pengamatan secara keseluruhan terhadap nilai kecernaan pada penelitian ini termasuk pada kisaran nilai medium, baik kecernaan bahan kering, kecernaan bahan organik, kecernaan protein kasar, kecernaan energi maupun kecernaan serat (NDF). Penggunaan limbah sawit dan kakao sebesar 30% dalam mensubstitusi penggunaan rumput menunjukkan nilai kecernaan yang cukup baik hampir sama dengan perlakuan kontrol.

KESIMPULAN

Komposisi kimia produk silase pada perlakuan R2 yang menggunakan limbah sawit dan kulit kakao sebanyak 30% dan unsur konsentrat 40% menunjukkan kandungan protein dan energi yang lebih baik. Hal yang serupa terjadi pada uji bilogis pakan terhadap kambing Boerka, ternyata perlakuan R2 ini secara umum memberikan hasil yang sama dengan perlakuan kontrol, baik dilihat dari konsumsi bahan kering maupun tingkat kecernaan, kecuali kecernaan protein. Perlakuan kontrol secara numerik menunjukkan nilai yang paling tinggi, namun secara statistik tidak berbeda nyata dengan perlakuan R2. Mengingat perlakuan kontrol dibuat sebagai pembanding dengan susunan pakan tidak menggunakan pemanfaatan limbah sawit dan kakao, maka perlakuan R2 dengan kombinasi rumput 30% dan pakan silase 70% (30% unsur limbah dan 40% unsur konsentrat) dapat disimpulkan sebagai perlakuan terbaik.

DAFTAR PUSTAKA

AOAC (Association of Official Analytical Chemist). 1999. Official Methods of Analysis. Ed 16th.: AOAC International, Washington.

CONWAY,E.J.1957. Microdiffusion of Analysis of Association Official Analitycal Chemist. Georgia Press, Goergia.

DUBOIS, M., K.A. GILLES, J.K. HAMILTON, P.A. REBERS and F. SMITH. 1956. Colorimetric method for determination of sugars and related substances. J. Analy. Chem. 28(3): 350 – 356. FARDIAZ,S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Gramedia

Pustaka Utama, Jakarta.

NRC. 1985. National Research Council. Nutrient Requirement of Sheep. National Acad Press, Washington DC.

KRISNAN,R.,L.P.BATUBARA,K.SIMANIHURUK dan

J. SIANIPAR. 2006. Optimalisasi penggunaan solid decanter sebagai suplemen tunggal pada ransum kambing. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 5 – 6 September 2006, Puslitbang Peternakan Bogor. hlm. 470 – 474.

SOFYAN, A. dan A. PEBRISANTOSA. 2007. Tingkatkan kualitas pakan tenak dengan silase komplit. Majalah Inovasi edisi 3 Desember 2007. hlm 23 – 25.

STEEL, R.G.D. dan J.H. TORRIE.1991. Prinsip dan Prosedur Statistik. Ed. ke-2. Terjemahan dari: The Principle and Procedure of Statistics.

PenerjemahSUMANTRI B,. Jakarta, Gramedia Pustaka Utama.

STENSIG, T., M.R. WEISBERG, J. MADSEN, and T. HVELPLUND. 1994. Estimation of voluntary

feed intake from in sacco degradation and rate of passage of DM and NDF. Livest. Prod. Sci. 39: 49 – 52.

SUTARDI, T. 1980. Landasan Ilmu. Dept. Ilmu Makanan Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

TILLMAN, A.D.,H.HARTADI,S.REKSOHADIPRODJO, S. PRAWIROKUSUMO dan S. LEBDOSOEKOJO.

1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

VAN SOEST, P.J. 1994. Nutritional Ecology of The Ruminant. Ed ke-2. Cornell Ithaca and University Press. London.

WALLACE,R.J.,NEWBOLD,C.J. 1992. Probiotics for ruminant. Di dalam: FULLER R. Probiotics The Scientific Basis. Capman & Hall. Britain.

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa, tidak terdapat perbedaan yang bermakna kadar BNP otot jantung kelompok latihan fisik aerobik 1 hari (sesaat) dan anaerobik 1

Tradisi Mappadendang yang dilaksanakan di Desa Lebba ’ e Kecamatan Ajangale Kabupaten Bone merupakan pesta rakyat yang diadakan untuk mempererat hubungan sosial antara

Pasar sebagai tempat dimana banyak kegiatan yang terjadi antara pedagang dan pembeli, banyak kegiatan sosial yang bia- sanya dilakukan dilakukan para pedagang di pasar,

Komponen-komponen yang ada dalam sikap pelanggan turut berperan dalam menentukan penilaian terhadap program CRM yang dimiliki oleh Surabaya Plaza Hotel. Teknik

bisa dipindahkan haknya kepada orang lain melalui pewarisan, penjualan, penyewaan; transaksi tanah dengan jalan penyewaan, \DLWX SHPED\DUDQ GLPXND MXDO WDKXQDQ

Pamerdi Giri Wiloso, M.Si, Phd, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Komunikasi Satya Wacana Salatiga, sekaligus dosen pembimbing utama, yang dengan penuh apresiasi dan

Dalam penelitian ini, penulis juga meminjam hasil penemuan dari Elis Rosliani mengenai formulasi yang terdapat pada Tembang Sunda Cianjuran , formulasi ini sangat

Badawi yang telah mendiskusikan masalah ini mengambil kesimpulan sama, yaitu (1) poros pusat dari setiap sistem pendidikan adalah guru (2) guru bukan hanya sebagai manusia