• Tidak ada hasil yang ditemukan

The Effect of Sleep Hygiene Therapy on The Changes in Sleep Quality of Schizophrenic Patients

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "The Effect of Sleep Hygiene Therapy on The Changes in Sleep Quality of Schizophrenic Patients"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH SLEEP HYGIENE THERAPY TERHADAP PERUBAHAN KUALITAS TIDUR

PASIEN SKIZOFRENIA DI INSTALASI PELAYANAN KESEHATAN JIWA TERPADU

RSUD BANYUMAS TAHUN 2013

The Effect of Sleep Hygiene Therapy on The Changes in Sleep Quality of Schizophrenic Patients Dayat trihadi1*, Rully Andhyka2, Trimeilia Suprihatiningsih3

1,2,3

STIKES Al-Irsyad Al-Islamiyyah Cilacap Jl. Cerme No.24, Sidanegara, Cilacap

*

Alamat Korespondensi: dayatrihadi@gmail.com

ABSTRAK

Skizofrenia adalah penyakit mental yang menyerang banyak orang, disertai gejala yang dapat mengganggu banyak aspek kehidupan masyarakat terutama pekerjaan dan kehidupan sosial. Sekitar 90% pasien yang datang ke Instalasi Pelayanan Kesehatan Jiwa Terpadu RSUD Banyumas dengan diagnosa medis skizofrenia. Upaya penanganan skizofrenia dapat dilaksanakan melalui upaya rehabilitatif. Sleep Hygiene Therapy sebuah intervensi asuhan keperawatan dilakukan untuk memperbaiki masalah tidur. Sleep Hygiene Therapy belum banyak dilakukan dan dikembangkan di Rumah Sakit di Indonesia. Tujuan penelitian mengetahui pengaruh sleep hygiene therapy terhadap perubahan kualitas tidur pasien skizofrenia di Instalasi Pelayanan Kesehatan Jiwa Terpadu RSUD Banyumas Tahun 2013. Desain penelitian quasi eksperimental pendekatan pre-postest with control group design. Tekhnik sampling purposive sampling diperoleh sampel 33 orang kelompok intervensi dan 33 orang kelompok kontrol. Analisa Data Uji T dengan menggunakan Uji Independent Sample T-test dan Uji Paired Sample T-test. Hasil analisa data terjadi peningkatan kualitas tidur pada pasien skizofrenia setelah dilakukan sleep hygiene therapy (ρv < 0,05). Sleep Hygiene Therapy berpengaruh terhadap kualitas tidur pasien skizofrenia di Instalasi Pelayanan Kesehatan Jiwa Terpadu RSUD Banyumas Tahun 2013. Instalasi Pelayanan Kesehatan Jiwa Terpadu RSUD Banyumas diharapkan menerapkan program sleep hygiene therapy sebagai salah satu alternatif pendekatan untuk mengatasi masalah tidur pada pasien skizofrenia.

Kata Kunci : Pengaruh, Sleep Hygiene Therapy, Kualitas Tidur, Pasien Skizofrenia

ABSTRACT

Schizophrenia is a mental illness that attack many people, with symptoms that can interfere with many aspects of people's lives, especially job and social life. Approximately 90% of patients who come to the installation of Banyumas Integrated Mental Health Services Hospital diagnosed of schizophrenia. The efforts of schizophrenia would be made to the treatment of rehabilitative. Sleep Hygiene Therapy conducted a nursing intervention to repair sleep problems. Sleep Hygiene Therapy has not been done and developed by Hospitals in Indonesia. Research objectives determine the effect of sleep hygiene therapy to changes the sleep quality of schizophrenia patients in the installation of Integrated Mental Health Services in Banyumas hospital at 2013. Research design experimental quasi with pre-posttest approach using controls group design. Purposive techniques sampling obtained 33 intervention group and 33 control group. T Test Data Analysis using Independent Sample T-Test and T-Test paired sample. Data analysis increased quality of sleep in schizophrenia patients after sleep hygiene therapy (ρv <0,05). Sleep Hygiene Therapy affects the sleep quality of schizophrenia patients in Installation Integrated Mental Health Services in Banyumas Hospital at 2013. Installing an Integrated Mental Health Service Banyumas hospitals are expected to implement the program of sleep hygiene therapy as an alternative approach to overcome the problem of sleep in patients with schizophrenia.

(2)

PENDAHULUAN

Skizofrenia adalah penyakit mental yang menyerang banyak orang, disertai gejala yang dapat mengganggu banyak aspek kehidupan masyarakat terutama pekerjaan dan kehidupan sosial (Jiwo 2012, h. 2). Skizofrenia adalah gangguan jiwa psikotik paling lazim dengan ciri hilangnya perasaan afektif atau respons emosional dan menarik diri dari hubungan antar pribadi normal. 75% penderita skizofrenia mengidapnya pada usia 16 - 25 tahun, usia remaja dan dewasa muda memang berisiko tinggi karena tahap kehidupan ini penuh stressor (Nanda 2011, h. 1). Menurut Andri (2012) skizofrenia bisa menyebabkan kondisi kesulitan tidur/gangguan tidur. Menurut Carney et.al (2012, h. 374) kejadian gangguan tidur intrinsik lebih tinggi pada penderita skizofrenia dibandingkan dengan orang pada umumnya (15% gangguan bernafas saat tidur, 11% memiliki gangguan gerakan tungkai periodik, dan 2% memiliki gangguan keduanya).

Asmadi (2008, h. 134) mengemukakan bahwa tidur merupakan suatu keadaan tidak sadar dimana persepsi dan reaksi individu terhadap lingkungan menurun atau hilang, dan dapat dibangunkan kembali dengan indra atau rangsangan yang cukup. Tidur seseorang dikatakan berkualitas atau cukup adalah jika bangun dengan kondisi segar dan bugar. Kecukupan tidur seseorang sebenarnya bukan hanya diukur dari lamanya waktu tidur, tapi

juga kualitas tidur itu sendiri (Subandi 2008, h. 11).

Sleep Hygiene diduga berkaitan dengan berbagai perilaku yang dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas tidur (Perlis 2005, h. 17). Sleep Hygiene adalah berbagai praktek yang diperlukan untuk mendapatkan tidur malam yang normal dan berkualitas serta mendapatkan kesadaran penuh di siang hari yang melibatkan faktor sikap dan lingkungan (Olvista, 2011). Sleep Hygiene bisa diterapkan dengan personal hygiene sebelum tidur, membuat jadwal tidur secara teratur, menggunakan bantal dan alas tidur, mendorong pasien untuk lebih aktif di siang hari.

Menurut Rogers (1961 dalam Videbeck 2008, h. 65) Terapi ini berpusat pada klien, berfokus pada peran klien, bukan terapis sebagai kunci proses penyembuhan. Klien benar-benar berupaya untuk sembuh, dan dalam hubungan terapis-klien yang suportif dan saling menghargai, klien dapat menyembuhkan dirinya sendiri. Terapis menggunakan pendekatan yang berpusat pada individu, peran suportif, bukan peran seorang ahli atau pengarah.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan ulang yang dilakukan pada bulan Mei 2013, didapatkan informasi dari perawat Ruang Bima dan Rekam Medik RSUD Banyumas, jumlah keseluruhan pasien skizofrenia dalam tiga bulan terakhir mulai dari bulan Januari sampai bulan Maret 2013 sebanyak 135 pasien. Sekitar 90% pasien yang datang ke RSUD Banyumas

(3)

bangsal jiwa adalah pasien dengan diagnosa medis skizofrenia. Hampir semua pasien skizofrenia mengalami penurunan kualitas tidur, untuk mengatasi penurunan kualitas tidur pasien skizofrenia mendapatkan terapi farmakologi berupa oral, injeksi dan ECT. Perawat memberikan terapi oral untuk penanganan awal, jika dengan terapi oral tidak ada perubahan kemudian pasien diberikan terapi injeksi. Untuk alternatif lain diberikan terapi ECT atas izin dari keluarga pasien.

METODE

Penelitian ini menggunakan desain quasi exsperimental dengan menggunakan rancangan pre-postest with control group design. Desain quasi exsperimental adalah desain penelitian yang memiliki kelompok kontrol dan memiliki syarat – syarat sebagai penelitian eksperimen yang tidak cukup memadai (Notoatmodjo 2010, h 56).

Pre-postest with control group design adalah rancangan yang melakukan pengelompokkan anggota–anggota kelompok kontrol dan kelompok eksperimen berdasarkan acak atau random. Kemudian dilakukan pretest (01) pada kelompok tersebut, dan diikuti intervensi (X) pada kelompok eksperimen. Setelah beberapa waktu dilakukan posttest (02) pada kelompok tersebut (Notoatmodjo 2010, h. 58).

HASIL

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata- rata kualitas tidur responden kelompok intervensi sebelum diberikan sleep hygiene

therapy adalah 4,27 dengan standar deviasi 1,03, setelah diberikan sleep hygiene therapy didapatkan rata-rata kualitas tidur responden adalah 5,45 dengan standar deviasi 1,09.

Hasil uji statistik terlihat nilai mean perbedaan sebelum dan setelah diberikan sleep hygiene therapy adalah -1,18 dengan standar deviasi -0,06. Hasil uji statistik didapatkan nilai ρv sebesar 0,000, maka dapat disimpulkan terdapat perbedaan yang signifikan antara kualitas tidur di Instalasi Pelayanan Kesehatan Jiwa Terpadu RSUD Banyumas pada kelompok intervensi sebelum dan setelah kelompok intervensi diberikan sleep hygiene therapy.

Perbedaan Kualitas Tidur Responden antara Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol Sebelum Kelompok Intervensi diberikan

Sleep Hygiene Therapy.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata- rata kualitas tidur pada kelompok intervensi sebelum kelompok intervensi diberikan sleep hygiene therapy adalah 4,27 dengan standar deviasi 1,03. Sedangkan pada kelompok kontrol sebelum kelompok intervensi diberikan sleep hygiene therapy rata-rata kualitas tidur adalah 4,66 dengan standar deviasi 1,13.

Hasil uji statistik didapatkan nilai ρv sebesar 0,147 pada α 0,05, maka dapat disimpulkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kualitas tidur responden di Instalasi Pelayanan Kesehatan Jiwa Terpadu RSUD Banyumas tahun 2013 antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol sebelum kelompok intervensi diberikan sleep hygiene therapy.

(4)

Perbedaan Kualitas Tidur Responden Kelompok Kontrol antara Sebelum dan Setelah Kelompok Intervensi diberikan Sleep

Hygiene Therapy.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata- rata kualitas tidur pada kelompok kontrol sebelum kelompok intervensi diberikan sleep hygiene therapy adalah 4,66 dengan standar deviasi 1,13, setelah kelompok intervensi diberikan sleep hygiene therapy didapatkan rata- rata kualitas tidur adalah 4,60 dengan standar deviasi 1,05. Terlihat nilai mean perbedaan sebelum dan setelah kelompok intervensi diberikan sleep hygiene therapy sebanyak 0,06 dengan standar deviasi 0,08.

Hasil uji statistik didapatkan nilai ρv sebesar 0,572 pada α 0,05, maka dapat disimpulkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kualitas tidur responden di Instalasi Pelayanan Kesehatan Jiwa Terpadu RSUD Banyumas tahun 2013 pada kelompok kontrol sebelum dan setelah kelompok intervensi diberikan sleep hygiene therapy.

Perbedaan Kualitas Tidur Responden antara Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol Setelah Kelompok Intervensi diberikan Sleep

Hygiene Therapy.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata- rata kualitas tidur pada kelompok intervensi setelah diberikan sleep hygiene therapy adalah 5,45 dengan standar deviasi 1,09, sedangkan pada kelompok kontrol setelah kelompok intervensi diberikan sleep hygiene therapy rata- rata kualitas tidur adalah 4,60 dengan standar

deviasi 1,05. Terlihat mean perbedaan sebelum dan setelah kelompok intervensi diberikan sleep hygiene therapy sebanyak 0,85 dengan standar deviasi 0,04.

Hasil uji statistik didapatkan nilai ρv sebesar 0,002 pada α 0,05, maka dapat disimpulkan terdapat perbedaan yang signifikan antara kualitas tidur responden di Instalasi Pelayanan Kesehatan Jiwa Terpadu RSUD Banyumas tahun 2013 antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol setelah kelompok intervensi diberikan sleep hygiene therapy.

PEMBAHASAN

Menurut Tarigan (2009) Sleep Hygiene adalah program pelatihan bagi tubuh dan pikiran yang mengajarkan tubuh untuk mempersiapkan tidur, tubuh akan mengenali dan mengasosiasikan tidur dengan tekhnik dan mulai beradaptasi dengan terapi. Sleep Hygiene melibatkan faktor sikap (misalnya : kebiasaan makan, minum, olahraga, nonton tv) dan faktor lingkungan (misalnya : suasana, cahaya, suara, temperatur kamar) (Olvista, 2011).

Hasil penelitian yang menunjukkan adanya perbedaan kualitas tidur pada kelompok intervensi sebelum dan setelah kelompok intervensi diberikan sleep hygiene therapy dapat disebabkan karena dengan melakukan sleep hygiene therapy maka tubuh dan pikiran akan terlatih untuk mempersiapkan tidur, dan tubuh akan mengenali dan mulai beradaptasi dengan terapi. Hal ini sesuai dengan pendapat Lai (2001 dalam Wavy 2008) menyebutkan bahwa

(5)

kualitas tidur ditentukan oleh bagaimana seseorang mempersiapkan pola tidurnya pada malam hari seperti kedalaman tidur, kemampuan tinggal tidur, dan kemudahan untuk tertidur tanpa bantuan medis. Kualitas tidur yang baik dapat memberikan perasaan tenang di pagi hari, perasaan energik, dan tidak mengeluh gangguan tidur. Dengan kata lain, memiliki kualitas tidur baik sangat penting dan vital untuk hidup sehat semua orang. Sedangkan menurut Hidayat (2006 dalam Sagala, 2011, h. 9) kualitas tidur seseorang dikatakan baik apabila tidak menunjukkan tanda-tanda kekurangan tidur dan tidak mengalami masalah dalam tidurnya. Tanda-tanda kekurangan tidur dibagi menjadi tanda fisik dan psikologis, tanda fisik meliputi Ekspresi wajah (area gelap di sekitar mata, bengkak di kelopak mata, konjungtiva kemerahan dan mata terlihat cekung), kantuk yang berlebihan (sering menguap), tidak mampu untuk berkonsentrasi (kurang perhatian), terlihat tanda-tanda keletihan seperti penglihatan kabur, mual dan pusing. Sedangkan tanda psikologis meliputi Menarik diri, apatis dan respons menurun, merasa tidak enak badan, malas berbicara, daya ingat berkurang, bingung, timbul halusinasi, dan ilusi penglihatan atau pendengaran, kemampuan memberikan pertimbangan atau keputusan menurun.

Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan kualitas tidur responden antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol sebelum kelompok intervensi

diberikan sleep hygiene therapy dapat disebabkan karena responden pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol belum mendapatkan sleep hygiene therapy sehingga tidak terdapat perbedaan kualitas tidur antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Dengan belum dilakukannya sleep hygiene therapy maka kualitas tidur yang maksimal belum terpenuhi serta tubuh terasa lemas ketika aktivitas di siang hari.

Hal ini sesuai dengan pendapat Olvista (2011) yang menyatakan bahwa sleep hygiene merupakan berbagai usaha yang diperlukan untuk mendapatkan tidur malam yang normal dan berkualitas serta mendapatkan kesadaran penuh di siang hari. Kualitas tidur merupakan suatu keadaan dimana tidur yang dijalani seorang individu menghasilkan kesegaran dan kebugaran disaat terbangun (Nashori, 2002 dalam Purwanto 2003, h. 79).

Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan kualitas tidur responden pada kelompok kontrol sebelum dan setelah kelompok intervensi diberikan sleep hygiene therapy dapat disebabkan karena pada kelompok kontrol tidak diberikan sleep hygiene therapy sehingga tubuh tidak terlatih untuk mempersiapkan tidur yang berkualitas, hal ini tentunya akan menyebabkan kualitas tidur pada kelompok kontrol sebelum dan setelah kelompok intervensi diberikan sleep hygiene therapy tidak berbeda secara statistik.

Sleep hygiene therapy mengacu pada praktek hidup sehari-hari dan terkait dengan

(6)

kegiatan tidur yang meningkatkan kualitas tidur yang baik, serta orang-orang yang membuat tidur lebih tahan terhadap gangguan. Tujuan sleep hygiene therapy adalah untuk meningkatkan pengetahuan dasar tentang tidur dan memodifikasi tata cara tidur (Chiang & Rayleigh 2012, h. 128). Tekhnik terapi meliputi klien mencuci muka sebelum tidur, klien menyikat gigi sebelum tidur, klien mencuci kaki dan berdo’a sebelum tidur, klien mulai tidur pukul 21.00 WIB, klien dapat tidur selama 7-8 jam, klien bangun tidur antara pukul 05.00-06.00 WIB, klien menggunakan kasur sebagai alas tidur, klien menggunakan bantal dan selimut, klien olahraga pagi, klien berinteraksi sosial (Bryant & Knights 2011, h. 312).

Hasil penelitian yang menunjukkan terdapat perbedaan kualitas tidur responden antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol setelah kelompok intervensi diberikan sleep hygiene therapy dapat disebabkan karena pada kelompok intervensi diberikan sleep hygiene therapy sehingga tubuh dilatih untuk dapat mempersiapkan tidur yang berkualitas serta bangun dalam keadaan segar dan bugar. Sedangkan pada kelompok kontrol tidak diberikan sleep hygiene therapy sehingga tubuh tidak terlatih untuk mempersiapkan tidur yang berkualitas, hal ini tentunya akan menyebabkan kualitas tidur pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol setelah kelompok intervensi diberikan sleep hygiene therapy berbeda secara statistik.

Kualitas tidur yang baik dinilai penting karena hal itu merupakan dasar yang bagus untuk kesehatan, produktivitas, dan kebahagiaan. Menurut penelitian terbaru, responden yang melakukan aktivitas fisik penuh semangat paling sedikit melaporkan adanya masalah tidur. lebih dari dua pertiga responden kelompok ini mengaku jarang, bahkan tidak pernah mengalami gejala yang lazim berhubungan dengan insomnia dalam kurun waktu dua pekan terakhir. Gejala itu antara lain, bangun terlalu awal kemudian susah untuk memulai tidur lagi, atau sulit tidur sejak awal. Sebagai pembanding, setengah dari responden yang tidak melakukan olahraga atau aktivitas fisik mengaku terbangun pada malam hari, sedangkan yang susah memejamkan mata hampir setiap malam angkanya mendekati seperempat responden (Wiyana, 2013).

KESIMPULAN

Terdapat perbedaan yang signifikan antara kualitas tidur responden di Instalasi Pelayanan Kesehatan Jiwa Terpadu RSUD Banyumas tahun 2013 antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol setelah kelompok intervensi diberikan sleep hygiene therapy (ρv = 0,002, α = 0,05).

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih terutama kepada Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Dikti yang telah mendanai penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak

(7)

STIKES Al-Irsyad Al-Islamiyyah Cilacap khususnya UPT Penelitian dan Pengabdian Masyarakat yang telah memfasilitasi jalannya penelitian ini sehingga dapat selesai tepat pada waktunya.

DAFTAR PUSTAKA

Agustin 2008, Olahraga Meningkatkan Kualitas Tidur, dilihat tanggal 26 Juni 2013

Andri 2012, Sulit Tidur dan Ketergantungan Obat Tidur, dilihat tanggal 19 Januari 2013

Arikunto S, 2010, Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik (edisi revisi vi). Rineka Cipta : Jakarta.

Asmadi, 2008, Tekhnik Prosedural Keperawatan (konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien). Salemba Medika : Jakarta. Dilihat tanggal 24 Februari 2013

Kabar sehat, 2009, Jenis Gangguan Kejiwaan Pada Manusia, dilihat tanggal 17 Januari 2013

Kesehatan vegan, 2010, Skizofrenia, dilihat tanggal 23 Januari 2013

Kozier, B, ERB, G, Berman, A, & Snyder, SJ 2010, Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, dan Praktik, EGC, Jakarta.

Kumala, FD 2010, Definisi, Klasifikasi Gangguan Jiwa dan Diagnosis Multiaksial, dilihat tanggal 16 Januari 2013

Kusumawati F & Hartono Y, 2011, Buku ajar keperawatan jiwa. Salemba Medika : Jakarta.

Loebis, A 2007, Skizofrenia : Penanggulangan Memakai Antipsikotik, dilihat tanggal 20 Januari

Mubarak WI & Chayatin N, 2008, Buku ajar kebutuhan dasar manusia teori dan aplikasi dalam praktik. EGC : Jakarta. Nanda, 2011, Skizofrenia, di lihat tanggal 19

Januari 2013

Notoatmodjo, S 2005, Metodologi Penelitian Kesehatan (edisi revisi). Rineka Cipta : Jakarta.

Notoatmodjo, S 2010, Metodologi

Olvista, 2011, Mengatasi susah tidur dengan sleep hygiene, dilihat tanggal 28 Januari 2013

Perlis, et al 2005, Cognitive behavioral treatment of insomnia. Springer science + bussines media, Inc : America, dilihat tanggal 15 Januari 2013

Yosep, I 2007, Keperawatan jiwa. Refika Aditama : Bandung.

Yosep, I 2007, Mencegah Gangguan Jiwa Mulai Dari Keluarga Kita, dilihat tanggal 16 Januari 2013

Yosep, I 2009, keperawatan Jiwa (Edisi Revisi). PT Refika Aditama : Bandung.

Referensi

Dokumen terkait

menimang-nimang diktatnya, bersikap “bagai katak dalam tempurung”, atau bahkan menjadikannya sebagai &#34;kitab suci&#34; dalam servis kuliahnya. Meskipun anomali dan

(2015) tentang akupresur pada insomnia dan gangguan tidur lainnya pada pasien lansia yang mengalami penyakit Alzheimer’s di dapatkan bahwa dari 129 pasien sebagian

Hasil uji statistik didapatkan nilai P-value= 0.000 , α= 0,05, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara pengetahuan sebelum

Pada taraf kepercayaan 95% hasil uji statistik didapatkan nilai 0.425, maka dapat disimpulkan pada α = 5% terlihat tidak ada perbedaan yang signifikan nilai sikap

Selain memiliki peranan sebagai pengasuh anak, perempuan batak toba memiliki peranan lain yaitu sebagai perempuan dari keturunan masyarakat batak toba dengan konsep “boru ni

Kasus tindak pidana pencurian sepeda motor dengan pemberatan di Kepolisian Resor Surabaya Selatan yang dijadikan obyek penelitian, yaitu : pencurian sepeda motor

Kehadiran tari tradisi lebih didasari oleh adanya dorongan kebutuhan rohani yang berhubungan dengan kepercayaan adat masyarakat.Mereka mengadakan kegiatan tari