• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN HASIL BELAJAR. Berdasarkan hasil penelitiannya, Piaget (Budiman, 2006:44) membagi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN HASIL BELAJAR. Berdasarkan hasil penelitiannya, Piaget (Budiman, 2006:44) membagi"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

10 BAB II

MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN HASIL BELAJAR

A. Karakteristik Siswa Sekolah Dasar

Berdasarkan hasil penelitiannya, Piaget (Budiman, 2006:44) membagi proses perkembangan fungsi-fungsi dan perilaku kognitif ke dalam empat tahapan utama yang secara kualitatif setiap tahapan memunculkan karakteristik yang berbeda-beda. Tahapan perkembangan kognitif itu adalah periode sensori motorik (0-2 tahun), periode operasional (2-7 tahun), periode operasional konkrit (7-11 tahun atau 12 tahun), dan periode operasional formal (11 atau 12 tahun-14 atau 15 tahun).

Pada umumnya anak usia sekolah dasar berada pada periode operasional konkrit. Periode ini memiliki ciri :

1. Pemikiran yang reversibel

Pada anak usia sekolah dasar sudah mulai berkembang kemampuan berpikir logis, yaitu berpikir yang menggunakan operasi-operasi logis tertentu. Operasi yang bersifat reversibel, artinya dapat dipahami dalam dua arah.

Dengan berpikir reversibel, anak mampu berpikir logis yang dapat digunakan dalam memecahkan masalah yang dihadapinya. Tetapi pemikiran logis itu masih terikat oleh apa-apa yang kelihatannya nyata.

(2)

Artinya, dalam mengoperasikan logika berpikirnya masih perlu dibantu oleh benda-benda nyata yang dibawa ke perilaku nyata.

2. Adaptasi gambaran yang meyeluruh

Ini merupakan kemampuan untuk menyatukan ingatan, menjelaskan pengalaman dan objek yang dialami anak.

3. Memandang sesuatu dari berbagai macam segi

Anak usia sekolah dasar sudah memiliki pemikiran decentering, artinya kemampuan memandang sesuatu bukan hanya dari sudut pandang dirinya saja melainkan telah mampu mempertimbangkan sudut pandang lain di luar dirinya dalam menghadapi sesuatu.

4. Mampu melakukan seriasi

Ini merupakan kemampuan mengatur unsur-unsur menurut semakin besar atau semakin kecilnya unsur-unsur tersebut.

5. Berpikir kausalitas

Yang dimaksud berpikir kausalitas adalah pemahaman anak terhadap penyebab suatu peristiwa atau kejadian.

Implikasi teori Piaget dan prinsip-prinsip belajar yang diturunkan dari teori ini bagi pendidikan sains di sekolah dasar adalah bahwa anak itu dapat atau mempunyai kemampuan untuk berpikir. Dari penelitian yang diungkapkan oleh Piaget dan Bruner terungkapkan bahwa anak itu dapat berpikir secara tingkat tinggi bila ia mempunyai cukup pengalaman konkrit dan bimbingan yang memungkinkan pengembangan

(3)

konsep-konsep dan menghubungkan fakta-fakta yang diperlukan (Kuslan dan Stone dalam Dahar, 1985:88).

Mengenai pengalaman konkrit bagi anak, piaget (Dahar, 1985:89) mengemukakan bahwa:

“Pengalaman konkrit adalah sebagian kebutuhan untuk berpikir logis, dan pengalaman konkrit jelas merupakan dasar dari ilmu pengetahuan”

Pernyataan Piaget ini lebih memperkuat pengembangan keterampilan proses sains di sekolah dasar. Wood (Dahar, 1985:89) menghubungkan tingkat-tingkat perkembangan Piaget dengan keterampilan-keterampilan proses sains dan berkesimpulan bahwa :

1. Seorang anak pada tingkat praoperasional mampu melakukan observasi secara kualitatif dan mengklasifikasikan dengan atribut tunggal;

2. Pada tingkat operasional konkrit, anak memiliki keterampilan-keterampilan proses sains lainnya: observasi kuantitatif, mengklasifikasikan dengan atribut ganda, menemukan generalisasi secara induktif, dan mengendalikan variabel tunggal; 3. Pada tahap operasional formal anak-anak memiliki keterampilan proses sains menguji hipotesis dengan penalaran jika-maka (if-then) dan kemampuan mengendalikan beberapa variabel.

Dari ungkapan Wood ini pengembangan beberapa keterampilan proses sains dapat dilakukan di sekolah dasar, dimana pada umumnya anak-anak berada pada tingkat operasional konkrit.

Selanjutnya program sains di sekolah dasar dianjurkan oleh Piaget agar terdiri dari kegiatan-kegiatan yang mengizinkan anak-anak bekerja secara individual dalam kelompok kecil. Dengan adanya kesempatan untuk bekerja kelompok, anak akan dihadapkan pada

(4)

pandangan-pandangan dan gagasan-gagasan orang lain. Pengalaman-pengalaman semacam ini penting bagi anak, sebab dengan demikian anak itu secara berangsur-angsur melepaskan pandangan egosentrinya, dan mulai memperhatikan dan menyesuaikan diri pada pandangan-pandangan lain serta untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi, yang merupakan suatu kemampuan yang dibutuhkan dalam kegiatan ilmiah.

B. Model Pembelajaran Kontekstual

Istilah model diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan suatu kegiatan. Model pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu rencana mengajar yang memperlihatkan pola pembelajaran tertentu. Dalam pola tersebut dapat terlihat kegiatan guru-siswa, sumber belajar yang digunakan dalam mewujudkan kondisi belajar atau sistem lingkungan yang menyebabkan terjadinya belajar pada siswa (Indrawati, 2000;2). Ciri khusus model pembelajaran ada empat, yakni rasional teoritik dan logis yang disusun oleh penciptanya, tujuan pembelajaran yang akan dicapai, tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan secara berhasil, dan lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran tercapai secara optimal.

1. Hakikat model pembelajaran kontekstual

Model pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang

(5)

dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari (Nurhadi, 2002). Balanchard, (2001) berpendapat pembelajaran kontekstual merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan isi mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, dan tenaga kerja. Selanjutnya (Sanjaya, 2005), mengemukakan bahwa pembelajaran kontekstual adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata, sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan pengertian pembelajaran kontekstual tersebut, terdapat tiga hal penting yang harus diperhatikan oleh guru sekolah dasar di dalam melakukan kegiatan pembelajaran di kelas dengan menggunakan model pembelajaran kontekstual, yakni :

a. Pembelajaran kontekstual menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar berorientasi kepada proses pengalaman secara langsung, siswa mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran.

b. Pembelajaran kontekstual mendorong agar siswa menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut dapat menangkap hubungan antara

(6)

pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata di masyarakat.

c. Pembelajaran kontekstual mendorong siswa agar mampu menerapkan apa yang dipelajari di sekolah kedalam kehidupan nyata sehari-hari, artinya siswa tidak hanya memahami apa yang dipelajarinya, melainkan sampai kepada aplikasinya dalam kehidupan nyata.

Pembelajaran kontekstual terjadi apabila siswa menerapkan dan mengalami apa yang sedang diajarkan, dengan mengacu pada masalah-masalah dunia nyata yang berhubungan dengan peran dan tanggung jawab mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, siswa dan tenaga kerja (University of Washington,2001). Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang terjadi dalam hubungan yang erat dengan pengalaman sesungguhnya atau realita.

Oleh karena itu, agar guru tidak membiasakan siswanya menghafal fakta-fakta belaka, Nurhadi dalam sutardi (2007) menyatakan perlunya upaya-upaya guru dalam melaksanakan pembelajaran kontekstual yang efektif, (1) bagaimana menemukan cara yang terbaik untuk menyampaikan berbagai konsep yang diajarkan dalam mata pelajaran tertentu, sehingga semua siswa dapat menggunakan dan mengingat lebih lama konsep-konsep tersebut, (2) bagaimana setiap mata pelajaran dipahami siswa sebagai bagian yang saling terkait, dan membentuk satu pemahaman yang utuh, (3) bagaimana seorang guru dapat berkomunikasi

(7)

secara efektif dengan siswanya, (4) bagaimana guru dapat membuka wawasan berpikir yang beragam dari seluruh siswanya, sehingga mereka dapat mempelajari berbagai konsep dan cara mengaitkannya dengan kehidupan nyata.

Lima konsep dasar yang melandasai model pembelajaran kontekstual di sekolah dasar, diantaranya :

1) Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan pemindahan pengetahuan dari guru kepada siswa,

2) Strategi pembelajaran lebih dipentingkan dari pada hasil belajar, 3) Hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa untuk

memecahkan masalah, berpikir kritis, dan melaksanakan observasi, serta menarik kesimpulan dalam kehidupan jangka panjang,

4) Siswa mempelajari apa yang bermanfaat bagi dirinya dan berupaya menggapainya,

5) Cara belajar terbaik adalah peserta didik mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya.

Guru kelas di sekolah dasar harus mampu menerapkan model pembelajaran kontekstual dengan benar, sesuai prinsip dasarnya, sehingga diharapkan siswa mampu mengembangkan, menerapkan, dan menghubungkan pengetahuan yang diperoleh di kelas dengan kehidupan sehari-hari dilingkungannya. Untuk itu guru perlu memahami

(8)

konsep-konsep pembelajaran kontekstual berikut cara mengaplikasikannya di lapangan.

2. Komponen model pembelajaran kontekstual

Komponen model pembelajaran kontekstual di sekolah dasar, pada prinsipnya menerapkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif (Nurhadi, 2009;9). Ketujuh komponen tersebut :

a. Kontruktivisme (Contructivision)

Kontruktivisme (contructivism) merupakan landasan berpikir atau filosofi model pembelajaran kontekstual, yaitu pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas atau sempit dan tidak secara tiba-tiba. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang sipa untuk diambil dan diingat. Tetapi manusia harus mengkonstruksi pengatahuan itu dan member makna melalui pengalaman nyata. Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide yaitu siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri.

Esensi dari teori kontruktivisme adalah ide bahwa siswa harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila dikehendaki informasi ini menjadi milik mereka sendiri. Berdasarkan hal ini, maka pembelajaran harus

(9)

dikemas menjadi proses mengkonstruksi bukan menerima pengetahuan.

b. Menemukan (Inquiry)

Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan model pembelajaran kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkannya. Siklus inquiry adalah (1) Observasi (Observation), (2) Bertanya (Questioning), (3) Mengajukan dugaan (Hipothesis), (4) Pengumpulan data (Data gathering), (5) Penyimpulan (Conclusion).

Adapun langkah-langkah kegiatan menemukan sendiri adalah : (1) merumuskan masalah, (2) melakukan observasi, (3) menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel, dan karya lainnya, dan (4) mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru atau audien lainnya. c. Bertanya (Questioning)

Pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang, selalu bermula dari bertanya, karena bertanya merupakan strategi utama pembelajaran yang berbasis kontekstual. Dalam sebuah pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna untuk (1) menggali informasi, baik administrasi maupun akademik, (2) mengecek pemahan siswa,

(10)

(3) membangkitkan respon kepada siswa, (4) mengetahui sejauh mana keingin tahuan siswa, (5) mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa, (6) memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru, (7) untuk membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa, (8) untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa.

d. Masyarakat Belajar (Learning Community)

Konsep masyarakat belajar menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh melalui sharing antar teman, antar kelompok, dan antar yang tahu kepada yang belum tahu. Di ruang ini, di kelas ini, di sekitar sini, juga orang-orang yang ada di luar sana, semuanya adalah anggota masyarakat belajar.

e. Pemodelan (Modeling)

Komponen model pembelajaran selanjutnya adalah pemodelan. Dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bias ditiru. Model itu memberi peluang besar bagi guru untuk memberi contoh cara mengerjakan sesuatu, dengan begitu guru memberi model tentang bagaimana cara belajar. Sebagian guru memberi contoh tentang cara bekerja sesuatu, sebelum siswa melaksanakan tugas, misalnya cara menemukan kata kunci dalam bacaan. Dalam pembelajaran tersebut guru mendemonstrasikan cara menemukan kata kunci dalam bacaan

(11)

dengan cara menelusuri bacaan secara cepat, dengan memanfaatkan gerak mata (scanning). Secara sederhana, kegiatan ini disebut pemodelan. Guru berperan sebagai model yang bias ditiru dan diamati siswa, sebelum mereka berlatih menemukan kata kunci. f. Refleksi (Reflection)

Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir tentang apa-apa yang sudah kita lakukan dalam hal belajar di masa yang lalu. Siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas atau pengetahuan yang baru diterima.

Pada akhir pelajaran, refleksi dapat dilakukan melalui pernyataan langsung tentang apa-apa yang diperoleh hari itu, catatan atau jurnal di buku siswa, diskusi, kesan, dan saran siswa menganai pembelajaran hari itu. Melalui refleksi, siswa merasa memperoleh sesuatu yang berguna bagi dirinya tentang apa yang baru dipelajarinya, serta berfungsi sebagai umpan balik.

g. Penilaian sebenarnya (Authentic Assesment)

Penilaian sebenarnya merupakan proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran

(12)

dengan benar. Apabila data yang dikumpulkan oleh guru mengidentifikasikan bahwa siswa mengetahui kemacetan dalam belajar, maka guru perlu segera bias mengambil tindakan yang tepat agar siswa terbebas dari kemacetan belajar. Karena gambaran tentang kemajuan belajar itu diperlukan disepanjang proses pembelajaran, maka asesmen tidak dilakukan di akhir periode pembelajaran atau akhir semester, seperti UAN atau UAS, tetapi dilakukan bersama secara terintegrasi dalam kegiatan pembelajaran. Berdasarkan model pembelajaran kontekstual, sebuah proses pembelajaran seharusnya (Blanchard, 2001) :

 Menekankan pada pemecahan masalah (berbasis inquri),

 Menyadari kebutuhan akan pengajaran dan pembelajaran yang terjadi dalam berbagai kontek seperti di rumah, masyarakat dan pekerjaan,

 Mengarahkan siswa agar dapat memonitor dan mengarahkan pembelajaran mereka sendiri sehingga menjadi pembelajaran mandiri,

 Mengaitkan pengajaran pada kontek kehidupan siswa yang berbeda-beda,

 Mendorong siswa untuk belajar dari sesame teman dan belajar bersama,

(13)

Pembelajaran yang benar, seharusnya ditekankan pada upaya membantu siswa agar mampu mempelajari atau learning how to learn, bukan ditekankan pada diperolehnya sebanyak mungkin informasi di akhir periode pembelajaran. Karena asesmen menekankan proses pembelajaran, maka data yang dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan oleh siswa pada saat melakukan proses pembelajaran. Kemajuan belajar dinilai dari proses, bukan melalui hasil.

Penilaian autentik menilai pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa. Penilai tidak hanya guru, tetapi bias juga teman lain atau orang lain. Karakteristik autentik asesmen adalah : (1) dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung, (2) bias digunakan untuk formatif maupun sumatif, (3) yang diukur keterampilan dan performansi, bukan mengingat fakta, (4) berkesinambungan, (5) terintegrasi, dan (6) dapat digunakan sebagai feed back.

3. Langkah-Langkah Pembelajaran Kontekstual

Langkah-langkah atau tahapan model pembelajaran kontekstual meliputi empat tahapan, yaitu :

a. Tahap Invitasi

Tahap invitasi, siswa didorong agar mengemukakan pengetahuan awal tentang konsep yang dibahas.Bila perlu guru memancing dengan memberikan pertanyaan yang problematik tentang kehidupan sehari-hari, melalui kaitan konsep-konsep yang dibahas tadi, dengan pendapat yang mereka miliki. Siswa diberi

(14)

kesempatan untuk mengkomunikasikan, mengikutsertakan pemahamannya tentang konsep tadi.

b. Tahap Eksplorasi

Tahap eksplorasi, siswa diberikan kesempatan untuk menyelidiki, dan menemukan konsep, melalui pengumpulan, pengorganisasian, penginterprestasian data dalam sebuah kegiatan yang telah dirancang oleh guru. Secara berkelompok siswa melakukan kegiatan berdiskusi tentang masalah yang ia bahas. Tanhap ini akan memenuhi rasa ingin tahu siswa tentang fenomena kehidupan nyata dari lingkungan sekitarnya.

c. Tahap Penjelasan dan Solusi

Tahap penjelasan dan solusi, pada saat siswa memberikan penjelasan solusi yang didasarkan pada hasil observasinya ditambah dengan penguatan dari guru, maka siswa dapat menyampaikan gagasan, membuat model, dan membuat rangkuman serta ringkasan hasil pekerjaannya.

d. Tahap Pengambilan Tindakan

Tahap pengambilan tindakan, siswa dapat membuat keputusan, menggunakan pengetahuan dan keterampilan, berbagai informasi dan gagasan, mengajukan pertanyaan lanjutan, mengajukan saran baik secara individu maupun secara kelompok yang berhubungan dengan pemecahan masalah.

(15)

4. Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Kontekstual

Model pembelajaran kontekstual di sekolah dasar, pada hakikatnya merupakan konsep belajar yang membantu guru dengan cara mengaitkan materi yang diajarkan dengan situasi nyata siswa, dan mendorong siswa untuk membuat hubungan antara pengetahuaan yang di milikinya dengan penerapannya dengan kehidupan mereka sehari-hari dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni konstruksional, bertanya, menemukan, masyarakat belajar, pemodelan, penalaran yang sebenarnya, dan refleksi (Depdiknas,2002:5).

Hal-hal pokok yang hrus diidentifikasi berdasarkan pembelajaran kontekstual tersebut yakni :

a. Materi yang diharapkan, b. Situasi dunia nyata siswa, c. Pengetahuan yang dimiliki,

d. Penerapan dalam kehidupan sehari-har-, e. Tujuh komponen pembelajaran yang efektif.

Berdasarkan hal-hal diatas, keunggulan model pembelajaran kontekstual adalah real world learning, mengutamakan pengalaman nyata, berpikir tingkat tinggi, berpusat pada siswa, siswa aktif, kritis, dan kreatif, pengetahuan bermakna dalam kehidupan, dekat dengan kehidupan nyata, adanya perubahan prilaku, pengetahauan diberi makna, dan kegiatannya bukan mengajar tetapi belajar. Selain itu, keunggulan lain yakni :

(16)

a. Kegiatannya lebih kepada kependididkan bukan pengajaran, b. Sebagai pembentukan”manusia,

c. Memecahkan masalah,

d. Siswa aktif guru mengarahkan,

e. Hasil belajar diukur dengan berbagai alat ukur tidak hanya tes saja. Beberapa kelemahan model pembelajaran kontekstual antara lain : a. Bagi Guru

Guru harus memiliki kemampuan untuk memahami secara mendalam dan komprehensif tentang :

1) Konsep pembelajaran kontekstual itu sendiri, 2) Potensi perbedaan individu siswa di kelas,

3) Beberapa pendekatan pembelajaran yang berorentasi kepada aktifitas siswa dalam belajar.

4) Sarana, media, alat bantu, serta kelengkapan pembelaajaran yang menunjang aktifitas siswa dalam belajar,

b. Bagi Siswa

1) Inisiatif dan kreatifitas dalam belajar,

2) Memiliki wawasan dalam pengetahuan yang memadai dari setiap mata pelajaran,

3) Adanya perubahan sikap dalam menghadapi persoalan,

4) Memiliki tanggung jawab pribadi yang tinggi dalam menyelesaikan tugas-tugas.

(17)

C. Hasil Belajar Siswa

Nana sudjana (2004:22) mendefinisikan hasil belajar siswa yaitu kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Pembelajaran yang telah dilaksanakan pada akhirnya bertujuan untuk melihat hasil belajar yang diperoleh siswa. Hasil belajar ini meliputi sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benjamin Bloom (Nana sudjana , 1989:23) yang secara garis besar membaginya menjadi tiga aspek, yaitu aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Berikut penjelasan dari ketiga aspek tersebut :

a. Aspek Kognitif (pengetahuan / pemahaman)

Dalam Susilana Rudi (2006:102) untuk aspek kognitif, Bloom menyebutkan 7 tingkatan, yaitu : 1). Pengetahuan 2). Pemahaman 3). Pengertian 4). Aplikasi 5). Analisa 6). Sintesa, dan 7). Evaluasi.

(18)

b. Aspek afektif

Hasil belajar efektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman, kebiasaan belajar, dan hubungan sosial.

c. Aspek psikomotor

Hasil belajar pada aspek psikomotor berkenaan dengan keterampilan atau kemampuan bertindak setelah ia menerima pengalaman belajar tertentu. Hasil belajar ini sebenarnya tahap lanjutan dari hasil belajar afektif yang baru tampak dalam kecendrungan-kecendrungan untuk berprilaku.

D. Pesawat Sederhana

Pesawat sederhana adalah alat-alat yang digunakan manusia untuk membantu memudahkan pekerjaan dengan susunan yang sederhana (Didin Wahyudin, dkk, 2000:30)

1. Macam-macam pesawat sederhana adalah :

a. Pengungkit atau tuas contoh linggis, tang, dan gunting

Tuas atau pengungkit dikelompokan menjadi tiga jenis, yaitu jenis pertama, kedua, dan ketiga.

 Pengungkit Golongan I

Jika kamu akan mencabut paku yang tertancap di tembok, apa yang kamu perlukan? Paku sulit dicabut dengan tangan. Selain memerlukan tenaga yang kuat, sebatang paku juga terlalu kecil untuk dipegang dengan tangan saat mencabut. Oleh karena itu,

(19)

kamu memerlukan catut untuk mencabut paku dari tembok. Catut menggunakan prinsip kerja pengungkit golongan I. Pada pengungkit golongan I, letak titik tumpu berada di antara beban dan kuasa.

 Pengungkit Golongan II

Pada pengungkit golongan II, letak beban di antara titik tumpu dan kuasa. Kereta sorong, pembuka kaleng, dan pemotong kertas merupakan alat-alat yang menggunakan prinsip kerja pengungkit golongan II. Kereta sorong banyak digunakan oleh pekerja bangunan untuk mengangkut pasir atau material lain. Alat ini berguna untuk membawa benda-benda yang berat. Selain lebih cepat dan mudah, tenaga yang harus dikeluarkan pun lebih sedikit.  Pengungkit Golongan III

Pada pengungkit golongan III, letak kuasa di antara beban dan titik tumpu.

b. Bidang miring

Tangga merupakan salah satu jenis bidang miring. Jika memanjat pohon secara

langsung, beban tubuh kita akan tertumpu pada tangan dan kaki. Namun, bila memakai tangga, beban tubuh akan ditahan oleh anak tangga yang kita injak. Itulah sebabnya seolah-olah pekerjaan kita terasa lebih ringan. Sebenarnya, pekerjaan kita tetap, tetapi diperingan oleh alat. Jadi, dengan menggunakan bidang miring kita dapat

(20)

menghemat tenaga. Prinsip yang sama juga diterapkan pada tangga bangunan bertingkat.

Bidang miring berguna untuk membantu memindahkan benda-benda yang terlalu berat. Cara paling mudah memindahkan peti ke dalam truk yaitu dengan menggunakan bidang miring. Peti dapat didorong atau ditarik melalui bidang miring. Tenaga yang dikeluarkan lebih kecil daripada mengangkat peti secara langsung. Benda-benda tajam seperti pisau, kapak,

pahat, dan paku menggunakan prinsip kerja bidang miring. Bagian yang tajam dari alat-alat tersebut merupakan bidang miring c. Katrol

Bayangkan pada saat kamu harus mengambil air dari sumur dengan tali yang langsung diikatkan pada ember. Beban yang harus kamu angkat akan terasa sangat berat. Akan tetapi, pekerjaan tersebut bisa kamu lakukan dengan lebih mudah apabila kamu menggunakan timba. Sebenarnya, beban yang harus diangkat tidak berubah. Hanya saja, saat menggunakan timba, beban tidak hanya tertumpu pada tangan, tetapi juga tertumpu pada berat badan. Selain itu, dengan timba pekerjaan mengangkat akan berubah menjadi menarik sehingga lebih mudah. Inilah prinsip kerja katrol.

Ada beberapa jenis katrol sebagai berikut.

1) Katrol tetap : katrol yang tidak berubah posisinya ketika digunakan untuk memindahkan benda.

(21)

2) Katrol bebas : katrol yang berubah posisinya ketika digunakan untuk memindahkan benda.

3) Katrol rangkap : katrol yang terdiri dari lebih dari satu katrol yang disusun berjajar.

4) Katrol ganda atau takal : katrol yang terdiri dari beberapa katrol yang disatukan dengan tali.

d. Roda berporos

Pada zaman prasejarah, orang-orang memindahkan beban berat dengan meletakkan beban di atas batangbatang pohon. Batang-batang pohon tersebut kemudian digerakkan menggelinding. Pada perkembangan berikutnya, dibuatlah roda yang diberi poros. Roda dan poros ini dapat berputar bersama-sama. Sepeda motor, mobil, dan hampir semua alat yang mempunyai bagian yang bergerak menggunakan asas roda berporos. Peralatan yang menggunakan rod berpasangan biasanya dihubungkan pada poros roda. Poros roda berada pada titik temu jari-jari roda.

Referensi

Dokumen terkait

 Diagnosis penyakit kulit berdasar pemeriksaan klinis saja, kadang2 menemui kesukaran oleh karena : pada gejala klinis yang sama dapat disebabkan oleh penyebab yang berbeda,

kejahatan yang dilakukan dengan memasuki atau menyusup ke dalam suatu sistem jaringan komputer secara tidak sah tanpa izin atau tanpa sepengetahuan dari pemilik sistem jaringan

[r]

OPTIMASI NAÏVE BAYES CLASSIFIER DENGAN MENGGUNAKAN PARTICLE SWARM OPTIMIZATION PADA DATA IRIS.. Husin Muhamad 1 , Cahyo Adi Prasojo 2 , Nur Afifah Sugianto 3 , Listiya Surtiningsih 4

Dari hasil wawancara para santri putra dan putri pondok pesantren Kyai Gading, diketahui bahwa para santri rata- rata dalam melaksanakan shalat tahajud,

Orang tua menanyakan kesulitan pada saat saya mempelajari mata pelajaran ekonomi.. Orang tua selalau menaggapi apabila saya mengeluh mengalami kesulitan belajar dalam

Dalam lembaga pendidikan islam, ilmu kepemimpinan sangat penting, semua orang yang terlibat dalam lembaga pendidikan islam adalah seorang pemimpin, sebagai contoh dalam suatu sekolah

“Basis data adalah suatu data yang terhubung ( interrelated data ) yang disimpan secara bersama-sama pada suatu media tanpa mengatap satu sama lain atau tidak perlu suatu