• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Pendapatan

Ikatan Akuntan Indonesia memberikan definisi pendapatan sebagai arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas normal perusahaan selama suatu periode bila arus masuk itu mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal (IAI,2002:23.2). Maka, pendapatan harus diukur dengan nilai wajar imbalan yang diterima atau yang dapat diterima. Yang dimaksud dengan nilai wajar adalah suatu jumlah, untuk itu suatu aktiva mungkin ditukar atau suatu kewajiban diselesaikan antara pihak yang memahami dan berkeinginan untuk melaksanakan transaksi wajar. Jumlah pendapatan diukur dengan nilai wajar yang diterima atau yang dapat diterima perusahaan dikurangi jumlah diskon dan rabat volume yang diperbolehkan perusahaan. Pada umumnya, imbalan tersebut berupa kas atau setara kas dan jumlah pendapatan adalah kas atau setara kas yan diterima atau dapat diterima.

Dalam hal ini perusahaan jasa konstruksi adalah perusahaan yang menjual jasa dan memperoleh imbalan atas jasa tersebut. Pada penjualan jasa, bila hasil suatu transaksi yang meliputi penjualan jasa dapat diestimasi dengan andal, pendapatan sehubungan dengan transaksi tersebut harus diakui dengan acuan pada tingkat penyelesaian dari transaksi pada tanggal neraca atau sering disebut dengan metode persentase penyelesaian. Pada metode ini pendapatan diakui dalam periode akuntansi pada saat jasa diberikan, dimana hal ini dapat memberikan informasi yang berguna mengenai tingkat kegiatan jasa dan kinerja suatu perusahaan dalam suatu periode.

2.1.1. Komponen Pendapatan

Pendapatan menyebabkan jumlah aktivitas bertambah, tapi tidak semua tambahan jumlah aktiva merupakan pendapatan. Oleh karena itu sangat penting untuk membedakan penambahan mana yang merupakan pendapatan dan mana yang

(2)

bukan. Menurut Suwardjono perubahan kekayaan bersih (net assets) dapat berasal dari:

1. Transaksi modal (pendanaan) yang mengakibatkan adanya tambahan dana yang ditanamkan oleh pemegang obligasi (kreditur) dan pemegang saham. 2. Laba dari penjualan aktiva yang bukan berupa barang dagangan seperti aktiva

tetap, surat-surat berharga atau penjualan anak atau cabang perusahaan. 3. Hadiah, sumbangan, dan penemuan.

4. Revaluasi aktiva.

5. Penyerahan produk perusahaan, yaitu aliran hasil penjualan produk (Suwardjono,2002:83).

Dari kelima faktor tambahan aktiva tersebut diatas, hanya unsur kelima yang merupakan pendapatan dari kegiatan pokok perusahaan, sedangkan unsur kedua dan ketiga merupakan pendapatan yang berasal dari luar kegiatan pokok perusahaan.

2.1.2. Timing Pendapatan

Timing pendapatan adalah titik waktu dimana pendapatan harus diakui dan

dilaporkan, menurut Theadorus:

“ Revenue harus diidentifikasikan dengan periode dimana kegiatan ekonomi yang utama untk menciptakan dan melemparkan baran dan jasa yang telah dicapai, dengan catatan bahwa pengukuran yang obyektif dapat dilakukan. Kedua kondisi dapat dicapai pada macam-macam tahapan, kadang-kadang pada saat pengiriman barang atau pelaksanaan pemberian jasa, sedangkan dalam hal-hal lain ada pada tahapan-tahapan sebelumnya.” (Theadorus,2000:167)

Dilihat dari titik pandang ekonomi, pertambahan nilai merupakan suatu proses yang terus-menerus. Pertambahan nilai tersebut lama dan siklusnya berlainan antara satu perusahaan dengan perusahaan lain. Titik awal tidak didefinisikan dengan jelas, tapi diasumsikan bahwa hal ini diawali dengan pemberian usulan mengenai produk tertentu untuk seseorang dari satu unit usaha. Dari bentuk pemikiran kemudian dituangkan dalam bentuk rencana dan spesifikasi teknik, kemudian dengan adanya bahan baku penambahan nilai akan terjadi dalam proses produksi sampai barang terjual. Produk dapat dijual dengan suatu garansi atas reparasi atau penggantian yang diperlukan. Seluruh langkah ini dilibatkan dalam rangka penciptaan product of

(3)

enterprise. Oleh karena itu pada hakekatnya timing dari revenue bisa terjadi pada

setiap titik dalam suatu proses. Secara teoritis timing dari pendapatan bisa terjadi pada saat:

1. Selama berlangsungnya produksi 2. Sesudah proyek selesai

3. Pada saat penjualan

4. Pada saat diterimanya uang tunai ( Eldon S.,2000:381).

2.1.3. Penentuan Pendapatan dan Biaya

Pada setiap akhir periode diharapkan pendapatan yang diakui melebihi jumlah biaya yang dibebankan, sehingga dalam pendapatan terkandung unsur laba. Dalam keadaan tertentu mungkin saja total pendapatan lebih kecil daripad total beban. Untuk mengetahui hal tersebut perlu dilakukan perbandingan antara pendapatan dan beban. Setelah dilakukan perbandingan, apabila terdapat selisih lebih atas beban tehadap pendapatan maka, hasilnya adalah rugi.

Setelah dilakukan perbandingan, maka jumlah pendapatan dan beban harus ditentukan dengan benar dan menggambarkan hasil usaha yang wajar, oleh karena itu perlu diadakan cut off yang layak dan konsisten atas pendapatan dan beban tersebut pada awal dan akhir periode. Menurut Theadorus, konsep matching perlu dilakukan karena:

1. Penentuan income dilakukan secara berkala, misalnya kuartalan atau tahunan. 2. Transaksi atas pendapatan dan transaksi atas beban dilaporkan secara terpisah. 3. Saat penggunaan barang dan jasa biasanya tidak bersamaan dengan saat

penjualan produk perusahaan (Theadorus,2000:169).

Yang menjadi pokok persoalan dalam konsep perbandingan ini adalah bagaimana mengetahui suatu biaya mempunyai hubungan dengan pendapatan yang diakui. Ada beberapa kriteria yang digunakan untuk menentukan hubungan antara biaya dan pendapatannya, kriteria ini diciptakan atas dasar perbedaan antara biaya langsung, misalnya biaya produksi dan biaya tidak langsung.

(4)

2.2. Karakteristik Perusahaan Kontraktor

Perusahaan kontraktor adalah pengusaha kena pajak yang bergerak dibidang jasa kontraktor atau jasa pemborong bangunan,yang mengerjakan berbagai proyek antara lain proyek pembangunan gedung, rumah tinggal, jembatan dan lain-lain. Perusahaan kontraktor memiliki banyak segi perbedaan dengan perusahaan manufaktur umumnya. Perusahaan kontraktor mulai melakukan aktivitasnya jika setelah menerima tender berupa kontrak konstruksi dari pihak lain. Definisi kontrak konstruksi menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No.34 (IAI,2002:34.1), “Kontrak konstruksi adalah suatu kontrak yang dinegosiasikan secara khusus untuk konstruksi suatu aset atau suatu kombinasi aset yang berhubungan erat satu sama lain atau saling bergantung dalam hal rancangan teknologi dan fungsi atau tujuan atau penggunaan pokok”. Suatu kontrak konstruksi mungkin dinegosiasikan untuk membangun sebuah aset tunggal seperti jembatan, bangunan, dam, pipa, jalan dan sebagainya. Dalam hal ini kontrak konstruksi meliputi:

1. Kontrak pemberian jasa yang berhubungan langsung dengan konstruksi aset umpamanya, pelayanan jasa untuk manajer proyek dan arsitek.

2. Kontrak untuk penghancuran atau restorasi aset dan restorasi lingkugan setelah penghancuran aset (IAI,2002,34.2).

2.2.1. Pendapatan kontrak

Pada perusahaan kontraktor, pendapatan kontraknya terdiri dari: 1. Nilai pendapatannya semula yang sudah disetujui dalam kontrak.

2. Penyimpangan dalam pekerjaan kontrak, klaim dan pembayaran insentif sepanjang hal ini memungkinkan untuk menghasilkan pendapatan dan dapat diukur secara andal (IAI,2002:34.3).

Pendapatan kontrak diukur pada nilai wajar dari imbalan yang diterima atau yang akan diterima, dimana pengukuran tersebut dipengaruhi oleh bermacam-macam ketidakpastian yang tergantung pada hasil dari peristiwa di masa yang akan datang.

(5)

2.2.2. Biaya kontrak

Sedangkan biaya suatu kontrak konstruksi menurut PSAK No. 34 terdiri atas: a. Biaya yang berhubungan langsung dengan kontrak tertentu meliputi:

• Biaya pekerja lapangan termasuk penyelia. • Biaya bahan yang digunakan dalam konstruksi.

• Penyusutan sarana dan peralatan yang digunakan dalam kontrak tersebut. • Biaya pemindahan sarana, peralatan dan bahan-bahan dari dan ke lokasi

pelaksanaan proyek.

• Biaya sewa sarana dan peralatan yang digunakan

• Biaya rancangan dan bantuan teknis yang secara langsung berhubungan dengan proyek tersebut.

• Estimasi biaya pembetulan dan biaya-biaya lain yang mungkin timbul selama masa jaminan

• Klaim dari pihak ketiga.

b. Biaya yang diatribusikan pada aktivitas kontrak pada umumnya dan dapat dialokasikan ke kontrak tersebut meliputi:

• Asuransi.

• Biaya rancangan dan bantuan teknis yang secara tidak langsung berhubungan dengan kontrak tertentu

• Biaya-biaya overhead konstruksi

c. Biaya lain yang secara khusus dapat ditagihkan ke pemberi kerja sesuai isi kontrak (IAI,2002:34.4).

Sedangkan untuk biaya yang tidak dapat didistribusikan ke aktivitas kontrak konstruksi, yaitu meliputi:

• Biaya administrasi umum yang penggantiannya tidak ditentukan dalam kontrak.

• Biaya pemasaran umum

• Biaya riset dan pengembangan yang penggantiannya tidak ditentukan dlam kontrak.

• Penyusutan sarana dan peralatan yang menganggur yang tidak digunakan pada kontrak tertentu (IAI,2002:34.5).

(6)

2.3. Pengakuan Pendapatan pada Perusahaan Kontraktor

Pengakuan pendapatan merupakan penentuan yang sangat penting, mengingat kesalahan dalam penentuan akan berakibat pada kewajaran laba setiap periodenya. Penyebab utama yang menyulitkan dalam menentukan saat diakuinya pendapatan secara tepat adalah panjangnya proses dalam memperoleh pendapatan itu sendiri, selain itu juga karena adanya berbagai macam kegiatan usaha. Dalam penyajian laporan laba rugi berkala selalu dikaitkan dengan pembebanan biaya terhadap pendapatan yang diterima pada saat periode yang sama atau pembebanan yang tepat, akan tetapi pada umumnya biaya diakui dan dicatat pada periode terjadinya pengeluaran biaya-biaya tersebut, sedangkan pendapatan baru dicatat pada saat timbulnya keyakinan bahwa pendapatan tersebut dapat direalisasi, sehingga dalam hal ini diperlukan cut off agar dapat tercapai ketetapan dalam mempertemukan pendapatan dan biaya, cut off harus dilakukan secara konsisten dan teratur.

Proyek-proyek konstruksi yang dikerjakan oleh perusahan kontraktor

mempunyai jangka waktu yang bervariasi. Ada jangka panjang (lebih dari satu tahun) dan ada yang berjangka waktu pendek (kurang dari satu tahun). Sebagian proyek dapat dikerjakan dalam jangka waktu kurang dari satu periode akuntansi. Sementara itu pada akhir periode akuntansi keberhasilan manajemen perlu untuk dilaporkan dalam bentuk laporan keuagan. Berdasarkan konsep timing revenue maka akuntasi mengakui dua macam metode pengakuan pendapatan pada perusahaan kontraktor, yaitu metode kontrak selesai (completed contract method) dan metode persentase penyelesaian (percentage completion method) (Solihin,2003:17).

2.3.1. Metode Kontrak Selesai

Dalam metode ini, pendapatan diakui dalam periode selesainya pekerjaan kontrak secara keseluruhan. Menurut metode ini biaya-biaya kontrak jangka panjang dalam pelaksanaan dan penagihan lancar diakumulasikan, tetapi tidak ada pembebanan sementara atau kredit ke perhitungan laba rugi untuk pendapatan, biaya-biaya dan laba kotor.

Keuntungan dari metode kontrak selesai adalah bahwa pelaporan pendapatan didasarkan pada hasil akhir dan bukan pada taksiran pekerjaan yang belum

(7)

dilakukan. Selain itu pelaporan pendapatan didasarkan pada hasil akhir dan bukan pada taksiran pekerjaan yang belum dilakukan. Sedangkan kekurangan yang utama adalah tidak mencerminkan prestasi kerja masa berjalan bila periode kontrak tersebut diperpanjang menjadi lebih dari satu periode akuntansi. Kekurangan yang lain adalah informasi yang dihasilkan kurang relevan, sehingga dapat mengakibatkan kesulitan pada pemegang saham yang ingin menjual sahamnya sebelum penyelesaian kontrak– kontrak yang dikerjakan.

Jadi metode kontrak selesai hanya dapat digunakan:

1. Jika kesatuannya mempunyai kontrak-kontrak jangka pendek.

2. Jika syarat-syarat untuk pemakaian metode persentase penyelesaian tidak dapat dipenuhi.

3. Jika dalam kontrak terdapat bahaya yang melekat diluar resiko-resiko usaha yang normal (Kieso,2003:598).

2.3.2. Metode persentase penyelesaian

Metode ini dikembangkan sebagai metode alternatif lain sehubungan dengan pengakuan pendapatan pada kontrak-kontrak jangka panjang. Menurut PSAK 34, metode persentase penyelesaian didefinisikan sebagai berikut:

“Menurut metode ini, pendapatan kontrak dihubungkan dengan biaya kontrak yang terjadi dalam mencapai tahap penyelesaian tersebut, sehingga pendapatan, beban dan laba yang dilaporkan dapat diatribusikan menurut penyelesaian pekerjaan secara proporsional. Metode ini memberikan informasi yang berguna mengenai luas aktivitas kontrak dan kinerja selama suatu periode”.(IAI,2002:34.5-6)

Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa metode ini akan mengakui pendapatan dan biaya sesuai dengan kemajuan perusahaan dalam menyelesaikan kontrak dan tidak menangguhkan pengakuan pendapatan dan biaya sampai kontrak diselesaikan.

Apabila perusahaan akan menggunakan metode tersebut, maka ada beberapa persyaratan dibawah ini yang harus dipenuhi, yaitu:

1. taksiran yang dapat dihandalkan dapat dibuat untuk kemajuan penyelesaian, pendapatan kontrak dan biaya kontrak.

(8)

2. Kontrak harus menetapkan dengan jelas pelaksanaan hak mengenai barang-barang atau jasa-jasa yang akan disediakan dan akan diterima oleh pihak, kepentingan yang akan ditukarkan dan cara penyelesaian.

3. Pembeli dapat diharapkan untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya menurut kontrak.

4. Kontraktor dapat diharapkan untuk melaksanakan kewajiban sesuai dengan kontrak (Smith,2004:592).

Pada metode persentase penyelesaian, pendapatan dan biaya yang diakui sesuai dengan tingkat kemajuan penyelesaian kontrak dan tidak menunggu sampai kontrak diselesaikan. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengukur kemajuan suatu kontrak. Metode-metode tersebut dapat dikelompokan dalam dua kategori, yaitu:

1. Ukuran Masukan (Input measures)

Metode ini dibuat sehubungan dengan upaya atas biaya yang dicurahkan untuk suatu kontrak. Ukuran ini didasarkan atas hubungan antara satu kesatuan masukan dan produktivitas (Harnanto, 2003:85). Kelemahan dari ukuran masukan karena ukuran masukan didasarkan atas hubungan yang sudah ada antara suatu unit masukan dan produktivitas. Jika inefisiensi menyebabkan hubungan hubungan produktivitas berubah, pengukuran itu menjadi tidak akurat. Masalah lain yang potensial, yaitu “front-end loading” menghasilkan taksiran yang lebih tinggi dalam penyelesaian, karena adanya biaya-biaya dimuka yang sudah dikeluarkan. Beberapa biaya tahap awal pembangunan dapat diabaikan, bila hal itu tidak berhubungan dengan prestasi kerja kontrak, misalnya biaya-biaya bahan yang belum dipasang atau subkontrak yang belum dikerjakan. Ukuran masukan terdiri dari beberapa metode meliputi:

a. Metode Biaya ke Biaya (Cost to Cost Method)

Dalam metode ini tingkat penyelesaian kontrak ditentukan dengan membandingkan biaya-biaya yang telah dikeluarkan dengan perkiraan yang terbaru atas biaya keseluruhan yang diharapkan akan dapat menyelesaikan kontrak itu. Masalah tersulit dalam metode ini adalah membuat perkiraan atas biaya yang masih harus dikeluarkan. Berikut ini

(9)

adalah rumus-rumus metode biaya menurut Willey dalam buku

International Accounting Standards untuk menentukan persentase

pendapatan yang diakui ditunjukan sebagai berikut:

Biaya yang dikeluarkan pada periode berjalan × 100% Total estimasi biaya yang dikeluarkan

sedangkan rumus untuk menghitung laba kotor yang diakui setiap tahun dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Biaya yang dikeluarkan pada periode berjalan × Estimasi Laba Kotor Total Estimasi biaya yang dikeluarkan

b. Effort expended method

Metode ini didasarkan atas suatu ukuran dari pekerjaan yang telah dilaksanakan, yang didasarkan atas jam kerja buruh atau kualitas bahan.

2. Ukuran Keluaran (Output measures)

Ukuran ini didasarkan pada banyaknya hasil yang telah dicapai. Termasuk kategori ini adalah metode yang didasarkan pada unit-unit yang telah dihasilkan dan pertambahan nilai. Taksiran ini dalam kenyataannya adalah ukuran keluaran dan biasanya didasarkan pada kemajuan fisik (physical progress) yang telah tercapai atas suatu kontrak (Wiley,2003:25). Dalam hal ini units of work performed method atau

physical progress method dapat digunakan.

2.4. Perhitungan Penghasilan Kena Pajak pada Perusahaan Jasa Konstruksi Menurut Ketentuan Pajak

Penghasilan kena pajak dihitung dengan cara mengurangkan laba kotor atau pendapatan dengan biaya-biaya yang diperbolehkan menurut ketentuan pajak. Laba kotor yang diakui oleh perusahaan jasa konstruksi dengan kontrak jangka panjang

(10)

dapat diakui secara periodik dan dihitung dengan menggunakan metode persentase penyelesaian.

Bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap yang berusaha di bidang jasa konstruksi yang mengerjakan proyek-proyek konstruksi berjangka waktu lebih dari satu tahun, penghitungan Penghasilan Kena Pajak dapat menggunakan metode lain yang lazim dalam praktek akuntansi, seperti metode persentase penyelesaian (percentage of completion method) (Dirjen Pajak,2000:171).

Metode persentase penyelesaian yang telah sesuai dengan PP nomor 138 tahun 2000 adalah sebagai berikut:

1. cost to cost method

Menurut metode ini laba kotor yang diakui dihitung dengan cara membandingkan biaya yang sudah dikeluarkan dengan taksiran terbaru jumlah keseluruhan biaya untuk menyelesaikan kontrak dikalikan dengan estimasi laba kotor. Berikut ini adalah rumus yang digunakan dalam metode ini menurut PP nomor 138 tahun 2000:

Akumulasi Biaya sampai dengan akhir tahun buku × Perkiraan Laba Bruto

Akumulasi Biaya sampai dengan akhir tahun buku + Estimasi Biaya Penyelesaian Proyek

2. Physical Progress Method

Menurut metode ini laba kotor yang diakui dihitung sesuai dengan tahap penyelesaian suatu pekerjaan. Tahap penyelesaian pekerjaan tersebut ditentukan berdasarkan output yang sudah dicapai (Solihin,2003,17). Perhitungan laba kotor yang diakui diperoleh dengan cara mengurangkan pendapatan dengan biaya, yang telah dikalikan dengan persentase tahap penyelesaian menurut arsitek.

Apabila dibandingkan dengan cara pertama, maka cara yang kedua ini lebih bersifat teknis, karena pengukuran tingkat penyelesaian proyek didasarkan pada hasil kemajuan fisik (physical progress) yang sudah dicapai, kemudian Arsitek atau Insinyur bangunan diminta untuk menentukan berapa persentase pekerjaan yang telah diselesaikan.

(11)

Sesuai dengan keterangan diatas laba kotor yang dihitung dengan metode-metode tersebut akan menjadi penghasilan kena pajak setelah dikurangkan dengan biaya-biaya yang diperbolehkan menurut ketentuan pajak. Biaya-biaya yang dapat dijadikan pengurangan sesuai ketentuan pajak adalah sebagai berikut:

1. Biaya untuk mendapatkan,menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang, bunga, sewa, royalti, biaya perjalanan, biaya pengolahan limbah, premi asuransi, biaya administrasi, dan pajak kecuali pajak penghasilan.

2. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun.

3. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh menteri keuangan.

4. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara, penghasilan.

5. Kerugian dari selisih kurs mata uang asing.

6. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia. 7. Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan.

8. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat:

a. telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;

b. telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan;

c. telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus;

d. wajib pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jendral Pajak, yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Direktorat Jendral Pajak (UU Pajak,2000:85).

(12)

2.5. Perhitungan Besarnya PPh Tahunan yang Kurang/(Lebih) Dibayar pada Wajib Pajak Badan

Bagi wajib pajak badan dalam negeri yang memiliki pendapatan setahunnya Rp 600 juta atau lebih wajib menyelenggarakan pembukuan. Salah satu tujuannya agar perhitungan PPh tahunan lebih gampang, dan pihak pajak sebagai fiskus dapat melakukan cross check. Dalam penelitian ini PT “X” termasuk sebagai wajib pajak badan yang wajib menyelenggarakan pembukuan.

Perhitungan PPh tahunan bagi wajib pajak yang menyelenggarakan pembukuan, dimulai dengan menghitung penghasilan neto untuk mendapatkan dasar pengenaan pajaknya. Bagi wajib pajak badan, sesuadah didapat penghasilan netto langsung diterapkan tarif PPh pasal 17. Dengan demikian didapat PPh terhutang. Penentuan PPh tahunan yang kurang/(lebih) bayar didapat dengan cara mengurangkan PPh terhutang dengan kredit pajak, seperti PPh pasal 22 sebagai pajak penghasilan apabila perusahaan memperoleh penghasilan dari kegiatan impor, PPh pasal 23 sebagai pajak penghasilan apabila perusahaan memperoleh penghasilan dari modal atau penyerahan jasa, PPh pasal 24 sebagai pajak penghasilan yang terhutang atau dibayarkan di luar negeri, dan PPh pasal 25 sebagai angsuran pajak penghasilan yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak untuk setiap bulannya. (Markus M., 2002:699)

Dalam penelitian ini PT “X” merupakan wajib pajak badan dalam negeri yang bergerak dalam bidang jasa konstruksi, dan kredit pajak yang berlaku bagi PT “X” hanya PPh pasal 23 dan PPh pasal 25. Untuk PPh pasal 22 dan pasal 24 tidak dapat dijadikan kredit pajak bagi PT “X” dikarenakan penghasilan yang diperoleh bukan berasal dari kegiatan impor dan tidak memiliki penghailan dari luar negeri. Berikut ini adalah susunan penghitungan PPh tahunan yang kurang/(lebih) dibayar pada akhir tahun bagi wajib pajak badan yang menyelenggarakan pembukuan:

Penghasilan Bruto xx

Harga Pokok Penjualan (xx)

Laba Bruto Usaha xx

Biaya Operasi yang Boleh Sebagai

Pengurang Penghasilan (xx)

(13)

Kompensasi Kerugian (xx) PKP Setahun xx × Tarif Pasal 17 = PPh Terhutang xx Kredit Pajak PPh Pasal 22 (xx) PPh Pasal 23 (xx) PPh Pasal 24 (xx) PPh Pasal 25 (xx)

PPh Tahunan yang kurang/lebih dibayar xx

2.6. Perbandingan Cost to Cost Method dan Physical Progress Method Dilihat dari Besarnya Beban Pajak

Cost to cost method dan physical progress method merupakan pendekatan

dari metode persentase penyelesaian yang digunakan untuk menghitung laba kotor atau pendapatan atas jasa konstruksi dengan kontrak jangka panjang. Besarnya pendapatan yang dihitung dengan metode-metode tersebut bergantung pada persentase yang dihasilkan tiap metode.

Cost to cost method adalah metode yang menghasilkan persentase

penyelesaian dengan cara membandingkan biaya yang telah dikeluarkan dengan estimasi total biaya suatu proyek. Sedangkan persentase penyelesaian menurut

physical progress method ditentukan oleh insinyur atau arsitek. Physical progress method adalah metode yang lebih bersifat teknis karena dalam menentukan besar

persentase penyelesaian suatu proyek, insinyur atau arsitek mempunyai perhitungan teknis. Yang dimaksud dengan perhitungan teknis tersebut adalah perhitungan berdasarkan volume bangunan yang telah diselesaikan misalnya, jumlah kolom bangunan dan jumlah batu bata yang telah digunakan. Dengan demikian persentase penyelesaian suatu proyek yang dihasilkan oleh masing-masing metode merupakan persentase penyelesaian yang proporsional dan mempengaruhi besar kecilnya

(14)

pendapatan yang diakui. Semakin besar persentase yang dihasilkan oleh metode tersebut semakin besar pendapatan dan beban pajak yang diakui.

Besarnya beban pajak yang ditanggung perusahaan akan mempengaruhi laba perusahaan. Apabila perusahaan ingin melakukan penghematan pajak, perusahaan dapat menggunakan alternatif metode pengakuan pendapatan untuk menunda keuntungan beberapa waktu. Penundaan pengakuan keuntungan ini dapat berdampak material terhadap keuangan perusahaan walaupun hanya satu periode saja. Apabila perusahaan menangguhkan keuntungan yang diperoleh maka, perusahan akan melakukan penghematan atas kewajiban perpajakan (Erick,2004:68). Dalam penelitian ini akan dilakukan perbandingan perhitungan pengakuan pendapatan dengan menggunakan cost to cost method dan physical progress method. Pendapatan yang diakui menurut masing-masing metode akan menghasilkan beban pajak yang berbeda. Besarnya beban pajak ini akan dijadikan perbandingan untuk menentukan metode mana yang menguntungkan atau memberi manfaat dari sisi pajak.

Besarnya beban pajak diperoleh dengan cara mengalikan penghasilan kena pajak dengan tarif pajak yang berlaku. Tarif pajak yang berlaku bagi wajib pajak badan dalam negeri sesuai ketentuan pajak adalah sebagai berikut:

10% atas penghasilan kena pajak sampai dengan Rp 50.000.000,00

15% atas penghasilan kena pajak diatas Rp 50.000.000,00 – Rp100.000.000,00 30% atas penghasilan kena pajak diatas Rp 100.000.000,00 (UU Pajak,2001:90).

2.7. Kajian Penelitian Terdahulu

Penelitian dengan judul Evaluasi Terhadap Metode Pengakuan Pendapatan yang Diterapkan PT Argopuro dan Dampaknya Terhadap Laporan Keuangan merupakan kajian penelitian terdahulu (Rachman,2001). Tujuan penelitian tersebut adalah untuk menentukan metode pengakuan pendapatan yang sesuai dengan kontrak kerja PT Argopuro sehingga dari sisi pajak negara tidak merasa dirugikan. Dalam penelitian tersebut menguraikan penggunaan metode pengakuan pendapatan pada perusahaan jasa konstruksi yaitu metode kontrak selesai dan metode persentase penyelesaian. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa metode persentase penyelesaian adalah metode pengakuan pendapatan yang tepat untuk diterapkan PT

(15)

Argopuro karena proyek yang diselesaikan oleh PT Argopuro adalah proyek yang berjangka waktu panjang.

Penelitian yang dilakukan sekarang merupakan pengembangan dari penelitian diatas. Penelitian ini menjelaskan metode pengakuan pendapatan pada perusahaan jasa konstruksi khususnya metode persentase penyelesaian. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kesesuaian penggunaan suatu metode persentase penyelesaian yaitu cost to cost method yang dilakukan suatu perusahaan dengan Peraturan Pemerintah nomor 138 tahun 2000 serta melakukan penerapan metode persentase penyelesaian yang lain yaitu physical progress method yang telah sesuai dengan ketentuan pajak. Dengan demikian tujuan dan masalah dalam penelitian ini berbeda dengan penelitian diatas, namun ada persamaan pembahasan tentang metode pengakuan pendapatan pada perusahaan jasa konstruksi.

Referensi

Dokumen terkait

Event-driven Process Chain(2) Tindakan Medis Bed Alat Medis Obat- obatan X Pelayanan Bedah Pelayanan Lab PK Pelayanan Radiologi V Pelayanan Medis Selesai Dilakukan XOR Pasien

Dalam studi manajemen, kehadiran konflik pendidikan tidak bisa terlepas dari permasalahan keseharian yang dirasakan oleh pengelola lembaga pendidikan. Konflik tersebut

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, diatas maka tujuan penelitian yang akan dilakukan adalah: “Apakah disiplin kerja karyawan dan kompensasi secara

b) Kelemahan dalam sisi agunan, seperti ijasah sehingga pada saaat terjadi penunggagakan kewajiban pembayaran , pihak BMT tidak bisa menutup kerugian, karena

Dalam rangka mengoptimalkan peran Sekretariat BKPRN serta sebagai acuan arah gerak pada tahun 2014, dilakukan penyusunan jadwal dan rencana kerja Sekretariat BKPRN yang

Kelompok marching band dengan kohesivitas yang tinggi, dikarakterisasikan oleh kemudahan menentukan sebuah tujuan, kemudahan mencapai tujuan, dan kemudahan antar anggota

Hubungan antara faktor utama dengan piramida strategi operasi taktis Green Strategy dalam menentukan rencana maturity level yang akan dicapai dalam rangka meningkatkan

Sehingga hal ini sesuai dengan data yang diperoleh pada penelitian ini bahwa viskositas polimer yang dihasilkan melalui teknik semikontinu paling besar kemudian teknik seeding 10%