• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1) Kadar estradiol pada kelompok premenopause berkisar. 9,68 hingga 233,30 pg/dl sedangkan pada kelompok

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1) Kadar estradiol pada kelompok premenopause berkisar. 9,68 hingga 233,30 pg/dl sedangkan pada kelompok"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

58 A. Kesimpulan

1) Kadar estradiol pada kelompok premenopause berkisar 9,68 hingga 233,30 pg/dL sedangkan pada kelompok postmenopause 5,00 hingga 176,80 pg/dL dan berbeda secara signifikan (p<0,001).

2) Pada kelompok premenopause, 51,85% ER positif dan 48,15% ER negatif. Pada kelompok postmenopause, 60,87% ER positif dan 39,13% ER negatif.

3) Pada wanita premenopause, kadar estradiol pada kelompok ER positif lebih tinggi daripada ER negatif. Pada wanita postmenopause, kadar estradiol pada kelompok ER negatif lebih tinggi daripada ER positif. Tidak terdapat perbedaan bermakna kadar estradiol berdasarkan status ER baik pada kelompok premenopause (p=0,058) maupun postmenopause (p=0,430).

B. Saran

1) Untuk mengetahui lebih lanjut tentang perbedaan kadar estradiol berdasarkan status reseptor estrogen

(2)

57

poten karena estradiol yang dapat memberi efek di organ target hanya estradiol bebas.

2) Estrogen receptor hanya dinilai sebagai positif atau negatif sehingga tidak dapat menggambarkan kadar ER dalam sitosol jaringan kanker.

3) Jumlah subyek dalam penelitian ini relatif sedikit sehingga terdapat kemungkinan kurang menggambarkan populasi.

(3)

bermakna adalah keterlibatan hormon secara lokal di jaringan payudara. Pada payudara terdapat jaringan lemak yang menjadi tempat konversi androgen andrenal menjadi estrogen. Estrogen yang dihasilkan dapat mempengaruhi jaringan payudara secara langsung meskipun tidak banyak mempengaruhi kadar estrogen yang bersirkulasi sehingga jika kadar estrogen ini tinggi memungkinkan memberi efek yang besar pada jaringan kanker meskipun kadar estrogen serum tidak terlalu besar. Selain itu, jaringan diambil dari proses mastektomi yang tidak memandang fase menstruasi penderita kanker sehingga lingkungan estrogenik jaringan dapat bervariasi antara satu orang dengan yang lainnya. Estrogen tersebut dapat menginterferensi pemeriksaan ER (Nagai, et al., 1979).

C. Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan, antara lain:

1) Estradiol yang diukur adalah estradiol total dalam serum sehingga tidak menggambarkan estradiol di jaringan kanker dan tidak menunjukkan estradiol yang

(4)

55

tamoxifen. Pada wanita dengan kadar estradiol tinggi pemberian kemoprevensi raloxifen dapat mengakibatkan penurunan risiko kanker payudara yang lebih besar dibandingkan dengan wanita dengan kadar estradiol yang rendah.

Pada kelompok postmenopause, penderita kanker payudara ER negatif memiliki estradiol yang lebih tinggi dibandingkan ER positif namun perbedaan kadar estradiol antara ER positif dan negatif hanya sedikit. Kadar estradiol yang lebih tinggi berhubungan jumlah binding site yang lebih sedikit sehingga kepositifan ER menurun (Nagai, et al., 1979). Tidak adanya perbedaan kadar estradiol yang bermakna pada wanita postmenopause sesuai dengan hasil penelitian Kakugawa, et al.(2007). Kondisi tersebut dapat disebabkan oleh estrogen utama wanita postmenopause bukan berupa estradiol melainkan berupa estron sehingga bentuk estrogen ini yang lebih berpengaruh terhadap jaringan payudara. Menurut Miyoshi, et al.(2003) pada wanita postmenopause kadar estron yang tinggi berhubungan kepositifan ER yang makin tinggi.

Faktor lain yang kemungkinan berpengaruh dengan tidak adanya perbedaan kadar estradiol serum yang

(5)

Tabel 8 Perbandingan kadar estradiol berdasarkan status reseptor estrogen Status Menopause Status ER Kadar Estradiol (pg/mL) p Rerata Nilai Tengah

premenopause ER+ 96,30±72,72 64,96 (14,21-233,30) 0,058 ER- 48,49±30,01 45,76 (9,68-119,40) postmenopause ER+ 12,24±6,27 12,02 (5,00-21,54) 0,430 ER- 37,38±57,08 14,91 (5,00-176,80)

Hasil analisis antara kadar estradiol dan status ER menunjukkan bahwa pada kelompok premenopause kadar estradiol lebih tinggi pada pasien yang memiliki status ER positif dibandingkan dengan ER negatif (p=0,058). Kadar estradiol yang lebih tinggi pada penderita kanker payudara ER positif konsisten dengan teori bahwa patogenesis kanker payudara ER positif berhubungan dengan faktor hormonal sementara pada kanker payudara ER negatif yang lebih berpengaruh adalah riwayat keluarga dan paparan radiasi (Huang, et al., 2000). Namun demikian, risiko kanker payudara ER positif akibat pengaruh faktor hormonal seperti indeks massa tubuh atau waist-hip ratio yang tinggi dapat dikurangi dengan pemberian kemoprevensi dengan selective estrogen receptor modulator (SERM) seperti raloxifen dan

(6)

53

Faktor reproduktif dan obesitas pada postmenopause lebih meningkatkan resiko kanker payudara ER positif sedangkan usia muda dan faktor genetik meningkatkan resiko kanker payudara ER negatif. Perbedaan faktor resiko tersebut menunjukkan kemungkinan etiologi dan asal tumor yang berbeda (Althuis, et al., 2004 dan Anderson, et al., 2002). ER positif ditemukan pada kanker payudara subtipe luminal sementara ER negatif ditemukan pada kanker payudara subtipe basal sehingga kemungkinan ER positif berasal dari epitel luminal sementara ER negatif berasal dari myoepitel (epitel basal) (Livasy, et al., 2006 dan Nielsen, et al., 2004). Kanker payudara ER negatif sering ditemukan pada usia muda karena myoepitel belum mencapai maturasi sehingga bersifat kurang stabil. Maturasi tercapai saat kehamilan dan mengakibatkan bentuk sel yang semula spindle berubah menjadi jalinan satu sama lain sehingga bersifat lebih stabil (Standring, 2005).

3. Perbandingan kadar estradiol berdasarkan status reseptor estrogen

Perbandingan kadar estradiol berdasarkan status ER dianalisis menggunakan uji Mann-Whitney. Hasil analisis tampak pada tabel 8.

(7)

terhadap status ER dibandingkan dengan IMT. WHR dianggap lebih baik dalam menggambarkan adipositas (simpanan lemak) dibandingkan dengan IMT. WHR yang tinggi menunjukkan adanya obesitas sentral atau obesitas abdominal dan berhubungan dengan terjadinya sindrom metabolik. Adanya sindrom metabolik dapat meningkatkan risiko kanker payudara dengan ER negatif (Berstad, et al., 2010 dan Davis dan Kaklamani, 2012).

Hubungan riwayat keluarga penderita kanker payudara dengan status ER tidak ditemukan pada kelompok postmenopause dimana baik terdapat keluarga dengan riwayat menopause maupun tidak, lebih banyak yang memiliki status ER positif. Pada wanita premenopause, pasien yang memiliki keluarga dengan riwayat kanker payudara berhubungan dengan status ER negatif sementara yang tidak memiliki keluarga dengan riwayat kanker payudara berhubungan dengan status ER positif. Hal ini sesuai dengan temuan Huang, et al.(2000) yaitu riwayat keluarga penderita kanker payudara berhubungan dengan kanker payudara ER negatif terutama pada wanita premenopause.

Hubungan faktor resiko kanker payudara terhadap status ER berbeda antara ER positif dan ER negatif.

(8)

51

ER positif terkait dengan usia yang lebih tua baik pada kelompok premenopause dan postmenopause. Hal ini sesuai dengan temuan Sofi, et al. (2012) yaitu pada penderita kanker payudara ekspresi ER lebih sering ditemukan pada pasien yang berusia lebih tua. Pengaruh usia terhadap status ER lebih terlihat pada kelompok postmenopause.

Pada penderita kanker payudara, hubungan indeks massa tubuh terhadap status ER berkebalikan antara kelompok premenopause dan postmenopause. Indeks massa tubuh yang lebih tinggi pada premenopause berhubungan dengan status ER negatif sedangkan pada postmenopause berhubungan dengan status ER positif. Indeks massa tubuh yang lebih tinggi pada postmenopause mengakibatkan simpanan lemak yang lebih besar sehingga lebih banyak proses aromatisasi androgen yang terjadi dan lebih banyak pula estrogen yang dihasilkan. Paparan estrogen dalam kadar yang lebih tinggi pada postmenopause dapat meningkatkan risiko kanker payudara ER positif. Pada masa premenopause, estrogen terutama dihasilkan oleh ovarium sehingga sintesis estrogen di jaringan lemak kurang berpengaruh. Pada wanita premenopause, waist-hip ratio (WHR) lebih berpengaruh

(9)

tinggi pada ER negatif dibandingkan dengan ER positif meskipun tidak memiliki perbedaan bermakna(0,384). Berdasarkan riwayat keluarga dengan kanker payudara, pasien yang memiliki keluarga dengan kanker payudara lebih banyak yang memiliki status ER negatif sementara yang tidak memiliki keluarga dengan kanker payudara lebih banyak yang memiliki status ER positif meskipun demikian perbedaan tersebut tidak bermakna (p=0,648).

Pada kelompok postmenopause juga tidak terdapat perbedaan usia yang bermakna berdasarkan status ER (p=0,219). Meskipun demikian pada kelompok ini terdapat perbedaan rerata usia di mana pasien dengan ER positif memiliki rata-rata usia 59±6,74 tahun sedangkan pasien dengan ER negatif memiliki rata-rata usia yang lebih muda yaitu 55±8.35 tahun. IMT pada kelompok postmenopause cenderung lebih tinggi pada penderita kanker payudara ER positif dibandingkan ER negatif, namun perbedaan tersebut tidak bermakna (p=0,752). Berbeda dengan kelompok premenopause, baik ada maupun tidak riwayat keluarga penderita kanker payudara, kelompok postmenopause lebih banyak yang memiliki status ER positif(p=1,000).

(10)

49

Beberapa faktor risiko kanker payudara dapat mempengaruhi status ER penderita. Hubungan beberapa faktor risiko kanker payudara terhadap status ER dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7 Status ER dan faktor risiko kanker payudara

Karakteristik ER+ ER- p

Premenopause Usia(Rerata ±SD) 45,00±3,84 44,85±5,49 0,933 IMT(Rerata ±SD) 23,82±2,94 25,06±4,27 0,384 Riwayat keluarga tidak ada 12 10 0,648 Ada 2 3 Postmenopause Usia(Rerata ±SD) 59.00±6,74 55.00±8,35 0,219 IMT(Rerata ±SD) 25.03±1,71 24.34±6,20 0,752 Riwayat keluarga tidak ada 11 7 1,000 Ada 3 2

Pada kelompok premenopause tidak terdapat perbedaan usia yang bermakna antara ER positif dan negatif (p=0933) namun pada ER positif memiliki rerata usia yang lebih tua dibandingkan ER negatif. Indeks massa tubuh (IMT) kelompok premenopause cenderung lebih

(11)

metastasis dan rekurensi, ER negatif berhubungan dengan respon terhadap terapi antiestrogen yang rendah dibandingkan ER positif (Abraham dan Staffurth, 2008).

Respon terhadap terapi hormonal pada kanker payudara ER positif dipengaruhi oleh status PR. Tumor yang hanya mengekspresikan ER merespon tamoxifen lebih buruk dibandingkan tumor yang mengekspresikan ER dan PR. Kanker payudara dengan ER+/PR+ menunjukkan respon yang tertinggi terhadap terapi hormonal dan juga survival yang lebih baik. Kanker payudara dengan ER+/PR- atau ER-/PR+ menunjukkan repon menengah sementara kanker payudara ER-/PR- menunjukkan respon yang buruk. Jumlah ER+/PR+ dalam penelitian ini berkisar setengah dari keseluruhan prevalensi ER positif (24%) sesuai dengan jumlah di populasi akan tetapi jumlah ER+/PR- lebih dari 10% sebagaimana umumnya terjadi di populasi(Ghayad dan Cohen, 2008). Kanker payudara ER+/PR+ umumnya ditemukan pada tumor dengan derajat rendah ( Lal, Tan, dan Chen, 2005). Tumor dengan ER+/PR+ memiliki angka bebas penyakit 5 tahun yang lebih tinggi dibandingkan dengan tumor ER-/PR- pada derajat yang sama (Burstein, et al., 2008).

(12)

47

indikator ketergantungan tumor terhadap estrogen. Ketergantungan tumor terhadap estrogen berguna dalam terapi kanker payudara, yaitu dengan pemberian antiestrogen. Dari seluruh penderita kanker payudara dalam penelitian ini, hanya 56% yang memiliki status ER positif. Jika dibandingkan dengan penelitian Aryandono (2006) di Yogyakarta yang memiliki subyek dengan ER positif sebanyak 52.10%, proporsi penderita kanker dengan ER positif dalam penelitian ini lebih tinggi.

Rendahnya persentase kanker payudara ER positif dapat dikaitkan dengan proporsi pasien premenopause yang lebih banyak dibandingkan postmenopause. ER positif sering ditemukan pada penderita kanker yang berusia lebih tua atau yang telah mengalami menopause (Sofi, et al.,2012 dan Faheem, et al., 2012). Hal ini tampak pada proporsi ER positif masing-masing kelompok, status ER positif ditemukan lebih sedikit pada kelompok premenopause (51,85%) dibandingkan dengan kelompok postmenopause (60,87%).

Secara umum status ER menunjukkan kecenderungan ER negatif yang lebih tinggi. Kondisi ini memiliki makna klinis dalam penatalaksanaan pasien kanker payudara karena selain memiliki kecenderungan untuk

(13)

terjadi karena pada IMT yang lebih tinggi, simpanan lemak dalam tubuh akan meningkat sehingga aktivitas aromatisasi jaringan lemak lebih tinggi. Aktivitas aromatisasi perifer meningkatkan produksi estron yang nantinya diubah menjadi estradiol melalui dehidrogenisasi (Murray, et al., 2003).

Pada kelompok premenopause dan kelompok menopause, bertambahnya usia berhubungan dengan kadar estradiol yang semakin rendah ( premenopause: r=-0,157, p=0,433, menopause:r=-0,383, p=0,071).

2. Korelasi status reseptor estrogen dengan faktor risiko kanker payudara

Penentuan status ER rutin dilakukan dalam penatalaksanaan kanker payudara. Prosedur ini diperlukan untuk menentukan prognosis dan terapi yang tepat bagi pasien kanker payudara.

Ekspresi ER ditemukan pada 70%-95% karsinoma lobular invasif dan pada 70%-80% karsinoma duktal invasif atau 65-75% kanker payudara secara keseluruhan(Lal, Tan, dan Chen, 2005 dan Ghayad dan Cohen, 2008). Adanya ER pada sel tumor merupakan

(14)

45

Dari hasil analisis, usia berhubungan negatif terhadap kadar estradiol kelompok premenopause (r=-0,157, p=0,433). Hal yang sama juga terjadi pada kelompok postmenopause(r=-0,383, p=0,071). Hubungan yang berbeda antara kelompok premenopause dan kelompok postmenopause tampak pada IMT. Pada kelompok premenopause, IMT berhubungan negatif dengan kadar estradiol(r=-0,255, p=0,219) sementara pada kelompok postmenopause terdapat hubungan positif (r=0,266, p=0,300).

Indeks massa tubuh yang tinggi pada kelompok premenopause berhubungan dengan penurunan kadar estradiol (r=-0,255, p=0,219). Faktor yang mendasari adalah berat badan berlebih mengakibatkan siklus menstruasi yang ireguler sehingga mempengaruhi kadar estradiol (Burstein, et al., 2008). Estradiol yang dihasilkan dari jaringan lemak akan memberikan umpan balik negatif kepada hipotalamus sehingga kelenjar hipofisis akan menurunkan produksi FSH yang berakibat berkurangnya stimulasi ovarium untuk memproduksi estrogen (Abraham dan Staffurth, 2008). Pada kelompok postmenopause, peningkatan IMT berhubungan dengan peningkatan kadar estradiol (r=0,266, p=0,300). Hal ini

(15)

oleh ovarium yang tidak lagi menghasilkan estradiol sebanyak pada saat premenopause. Estrogen pada wanita postmenopause dihasilkan dari aromatisasi androgen pada jaringan lemak dan jumlah estrogen yang dihasilkan dari proses ini lebih sedikit dibandingkan dengan yang dihasilkan oleh ovarium. Bentuk estrogen utama wanita menopause adalah estron sehingga kadar estradiol wanita postmenopause jauh lebih rendah dibandingkan wanita premenopause.

Beberapa faktor yang diperkirakan mempengaruhi kadar estradiol adalah indeks massa tubuh, sirosis hepar, hipertiroidisme, penuaan, obesitas, konsumsi alkohol, kadar insulin darah, dan riwayat menarke (Burstein, et al., 2008, Hall, 2001 dan Murray, et al., 2003). Hubungan kadar estradiol dengan IMT dan usia penderita saat penelitian tampak pada tabel 6.

Tabel 6 Hubungan kadar estradiol dengan usia dan IMT

Faktor yang mempengaruhi Kadar Estradiol

R P Premenopause Usia -0,157 0,433 IMT -0,244 0,219 Postmenopause Usia -0,383 0,071 IMT 0,226 0,300

(16)

43

lebih rendah pada kelompok premenopause (51,85%) dibandingkan dengan kelompok postmenopause (60,87%)

B. Pembahasan

1. Korelasi kadar estradiol dengan faktor risiko kanker payudara

Kadar estradiol dianalisis terhadap status menopause. Hasil analisis tampak pada tabel 5.

Tabel 5 Kadar estradiol berdasarkan status menopause Status Menopause Kadar Estradiol (pg/mL) P Nilai tengah (min-maks) Rerata±SD Premenopause (n=27) 51,73 (9,68-233,30) 73,28 ±60,43 <0,001 Postmenopause (n=23) 12,23 (5,00-176,80) 22,07 ±36,95

Berdasarkan uji Mann-Whitney, kadar estradiol berbeda secara signifikan antara kelompok premenopause dan kelompok postmenopause (p<0,001). Secara umum kadar estradiol kelompok postmenopause lebih rendah dibandingkan premenopause. Kelompok premenopause memiliki kadar estradiol 51,73 pg/mL sedangkan pada kelompok postmenopause 12,23 pg/mL. Kadar estradiol yang rendah pada kelompok postmenopause diakibatkan

(17)

menunjukkan kadar estradiol bervariasi antara 5,00 – 233,30 pg/mL dengan rerata 49,73±56,71 pg/mL (Tabel 3). Tabel 3 Kadar estradiol

N Min Maks Rerata SD Nilai tengah Estradiol 50 5.00 233.30 49.73 56.71 21,38

Valid N 50

Data status ER diperoleh dari hasil pemeriksaan jaringan kanker payudara secara imunohistokimiawi. Dari 50 pasien kanker payudara yang terlibat dalam penelitian terdapat 28 (56%) orang dengan status ER positif dan 22(44%) orang dengan status ER negatif. Tabel 4 Distribusi ER berdasarkan status menopause

Status ER Total ER+ ER- Status Menopause Premenopause 14 13 27 postmenopause 14 9 23 Jumlah keseluruhan 28 22 50

Dari 28 penderita kanker payudara ER positif, 14 orang belum mengalami menopause dan 14 telah menopause. Kelompok premenopause memiliki penderita dengan ER negatif lebih banyak (13) dibandingkan dengan kelompok postmenopause (9). Dengan demikian proporsi ER positif

(18)

41

Dalam penelitian ini, sebagian besar pasien (80%) tidak memiliki keluarga penderita kanker payudara. Sebanyak 18% memiliki 1 anggota keluarga yang menderita kanker payudara. Hanya 2% yang memiliki 2 atau lebih anggota keluarga yang menderita kanker payudara.

Rata-rata indeks massa tubuh penderita kanker payudara yang mengikuti penelitian ini adalah 24,57±3,76. Berdasarkan kriteria WHO untuk orang Asia, rata-rata IMT tersebut tergolong dalam berat badan berlebih. Secara keseluruhan, 64% subyek memilki IMT ≥ 23 atau tergolong dalam berat badan berlebih, 30% memiliki IMT antara 18,5-22,9 atau berat badan normal, dan 6% memiliki IMT kurang dari 18,5 atau tergolong dalam berat badan kurang.

2. Kadar estradiol dan reseptor estrogen

Kanker payudara merupakan kanker yang patogenesisnya terkait dengan faktor hormonal terutama paparan estrogen. Kadar estradiol sebagai estrogen utama pada wanita diukur dalam penelitian ini.

Kadar estradiol 50 penderita kanker payudara penelitian diukur dengan metode ECLIA. Hasil pengukuran

(19)

satu (2%) yang belum pernah melahirkan. Dalam penelitian ini tidak ada yang melahirkan hidup pertama kali pada usia lebih dari 30 tahun.

Tabel 2 Karakteristik subyek penelitian

Karakteristik Rata-rata ± SD atau Jumlah (%) Usia (rata-rata)tahun 50,68 ± 8,73 Kelompok usia (n) <35 tahun - 35-50 tahun 30 (60) >50 tahun 20 (40) Usia Menarke (n) ≥ 14 tahun 24 (48) 12-13 tahun 22 (44) ≤ 11 tahun 4 (8)

Usia melahirkan pertama (n)

< 20 tahun 35 (70)

20-30 tahun 14 (28)

> 30 tahun -

belum pernah melahirkan 1 (2) Riwayat menyusui (n)

Ya 41 (82)

Tidak 9 (18)

Riwayat keluarga dengan kanker payudara (n) Tidak ada 40 (80) 1 orang 9 (18) ≥2 orang 1 (2) IMT(rata-rata)kg/m2 24,57 ± 3,76 IMT (n) <18,5 (underweight) 3 (6) 18,5 – 22,9 (normal) 15 (30) >23 (overweight) 32 (64) Status menopause Ya 23 (46) Tidak 27 (54)

(20)

39 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Karakteristik subyek penelitian

Selama kurun waktu Oktober 2011 hingga Desember 2012, terdapat 50 pasien kanker payudara yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Karakteristik subyek tampak pada tabel 2. Secara keseluruhan, penderita kanker yang mengikuti penelitian ini berusia 39-68 tahun dengan usia rata-rata 50,68±8,73 tahun. Sebagian besar pasien (60%) berusia antara 35 hingga 50 tahun, sisanya berusia lebih dari 50 tahun dan tidak ada yang berusia kurang dari 35 tahun.

Dari data yang diperoleh, 48% pasien mengalami menarke pada usia 14 tahun atau lebih, 44% mengalami menarke pada usia 12-13 tahun, dan hanya 8% yang mengalami menarke pada usia 11 tahun atau lebih awal.

Dari 50 penderita kanker payudara yang berpartisipasi, 35 orang (70%) melahirkan hidup untuk pertama kali pada usia kurang dari 20 tahun, 14 orang (28%) pada usia antara 20 hingga 30 tahun, dan hanya

(21)

Analisis data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel dan IBM SPSS Statistics.

(22)

37

G. Analisis Data

Data yang diperoleh dari penelitian akan dianalisis dengan beberapa metode.

1) Data karakteristik dasar, frekuensi ER, dan kadar estradiol diolah dengan analisis deskriptif.

2) Perbandingan kadar estradiol berdasarkan status reseptor estrogen dianalisis dengan uji t tidak berpasangan atau uji Mann-Whitney jika data tidak berdistribusi normal.

3) Perbandingan status ER berdasarkan status menopause dan faktor-faktor yang mempengaruhi status reseptor estrogen berupa variabel kategorik dianalisis dengan uji kai kuadrat atau uji fisher jika distribusi data tidak normal dan untuk faktor berupa variabel numerik dilakukan uji t tidak berpasangan atau uji Mann-Whitney jika data tidak berdistribusi normal. 4) Perbandingan kadar estradiol berdasarkan status

menopause dan faktor-faktor yang mempengaruhi kadar estradiol berupa variabel kategorik diolah dengan uji t tidak berpasangan atau uji Mann-Whitney jika data tidak berdistribusi normal dan untuk faktor berupa variabel numerik dilakukan uji Pearson atau uji Spearman jika distribusi data tidak normal.

(23)

8. Slide dicuci dengan PBS, kemudian sisa-sisanya dihilangkan dari slide.

9. Slide ditetesi antibodi sekunder yang terbiotinilasi kit Biocare Medical®, kemudian diinkubasi kemudian dicuci dengan PBS

10. Sisa bufer pada slide dikeringkan kemudian slide ditetesi dengan streptavidin

11. Slide dicuci dengan PBS, kemudian ditetesi dengan kromogen DAB dan diinkubasi selama 1-3 menit pada suhu ruang

12. Slide dicuci dengan air mengalir

13. Slide diberi counterstain hematoxyline mayer selama 30 detik kemudian dicuci dengan air terdistilasi 14. Slide didehidrasi dengan menggunakan alkohol dan

xylene.

15. Slide ditutup dengan kaca, kamudian dibiarkan mengering lalu diperiksa dengan mikroskop

Penilaian status ER positif atau negatif didasarkan pada proporsi sel yang terpulas dan intensitas warnanya.

(24)

35

j. Hydrogen peroksida 3%

Langkah dalam melakukan pemeriksaan status ER secara imunohistokimiawi adalah sebagai berikut:

1. Blok parafin dipotong dengan ketebalan 3-5µ, kemudian diletakkan pada kaca objek yang dilapisi poly-L-lysine.

2. Slide diinkubasi selama satu malam pada suhu 45ºC 3. Slide dideparafinisasi dengan cara direndam dalam

xylene dan alkohol secara berseri (70%, 95%, dan 100%), kemudian dilakukan pencucian dengan air terdistilasi.

4. Slide diinkubasi dengan bufer Tris-EDTA kemudian dipanaskan dalam microwave

5. Slide kemudian didinginkan kemudian dialiri air terdistilasi yang dilanjutkan dengan PBS

6. Aktivitas peroksida endogen dihambat dengan ditetesi dengan hydrogen peroksida 3%, kemudian dicuci dengan air mengalir selama 3-5 menit

7. Slide ditetesi dengan antibodi primer antibodi ER Clone 1D5 dari Dako® kemudian diinkubasi pada 4ºC selama satu malam atau pada suasana lembab selama 60 menit

(25)

Dengan metode ini, sensitivitas kadar estradiol yang dapat dideteksi adalah 5 pg/mL. Kadar estradiol wanita pada fase folikular yang terdeteksi umumnya antara 12,5-166 pg/mL dengan nilai tengah 62,2 pg/mL sedangkan pada wanita postmenopause antara <5,00-54,70 pg/mL dengan nilai tengah 12,00 pg/mL.

5. Pemeriksaan Status Reseptor Estrogen

Dalam pemeriksaan status ER digunakan spesimen berupa jaringan tumor payudara yang diambil saat mastektomi. Larutan kerja yang digunakan dalam pemeriksaan status ER melalui metode imunohistokimia meliputi:

a. Antibodi primer: Anti-ER Clone 1D5 produksi Dako Laboratories, Carpentaria, CA.

b. Antibodi sekunder dari kit Biocare Medical® c. Streptavidin

d. Kromogen DAB

e. Hematoxyline Mayer

f. Alcohol (70%, 95%, dan 100%) g. Xylene

h. Buffer Tris EDTA pH9,5

(26)

33

c. reagen 2: Estradiol-peptide-Ru(bpy)2+

3, terdiri dari derivat estradiol , dilabel dengan kompleks ruthenium 2.75 ng/ml; MES buffer 50 mmol/L, pH 6.0; pengawet

Langkah kerja pengukuran estradiol meliputi:

1) Inkubasi 35µl sampel dengan reagen 1 sehingga terbentuk kompleks antigen-antibodi.

2) Penambahan mikropartikel yang dilapisi streptavidine dan reagen 2 pada sampel, kemudian kembali diinkubasi terbentuk kompleks antibodi-hapten dari reaksi reagen 2 dengan antibodi. Seluruh kompleks kemudian terikat pada fase solid melalui interaksi biotin dan streptavidin.

3) Mikropartikel hasil reaksi ditangkap oleh permukaan elektroda secara magnetis sementara substansi yang tidak terikat akan dibuang dengan ProCell. Tegangan elektroda menginduksi pengeluaran chemiluminescent yang diukur menggunakan photomultiplier.

4) Hasil ditentukan melalui kurva kalibrasi dari 2 poin kalibrasi dan suatu kurva master yang disediakan melalui reagen barkode.

(27)

penelitian(kuesioner terlampir). Dalam pengambilan sampel untuk pemeriksaan estradiol digunakan tabung reaksi.

4. Pengukuran Kadar Estradiol

Pengambilan spesimen darah untuk pemeriksaan estradiol dilakukan sebelum operasi, pada pasien premenopause saat fase folikular sedangkan pada postmenopause tidak dibatasi. Spesimen diambil dari vena sebanyak 5 ml. Dari spesimen tersebut akan diambil serum untuk pemeriksaan kadar estradiol.

Pengukuran kadar estradiol serum dilakukan menggunakan metode electrochemiluminesence immunoassay (ECLIA) dengan alat Elecsys® yang diproduksi oleh Roche Diagnostics. Untuk prosedur ini gunakan larutan kerja berupa

a. mikropartikel yang dilapisi Streptavidin

b. reagen 1: anti-estradiol-Ab biotin, terdiri dari Anti Biotinylated polyclonal-antibodi estradiol kelinci 45 ng/ml, Mesterolon 130 ng/ml; MES Buffer 50 mml/L, PH 6.0; pengawet

(28)

31

menopause. Pengelompokan ini dilakukan karena status menopause berpengaruh pada kadar estradiol (Phipps dan Li, 2010).

2. Waktu dan tempat penelitian

Penelitian dilakukan di Klinik Onkologi Kotabaru, Yogyakarta dan RS Sardjito, Yogyakarta. Penelitian dilaksanakan selama periode Oktober 2011 – Desember 2012.

Penggalian riwayat sebagai data karakteristik dasar termasuk status menopause dilakukan di Klinik Onkologi Kotabaru, Yogyakarta. Pengukuran kadar estradiol dilakukan di laboratorium Klinik Permata Hati RS Sardjito, Yogyakarta. Status ER diperoleh dari data hasil pemeriksaan Patologi Anatomi yang dilakukan di RS Sardjito.

3. Alat dan bahan

Dalam penelitian ini digunakan alat berupa surat persetujuan untuk menunjukkan secara tertulis kesediaan mengikuti penelitian. Kuesioner digunakan sebagai panduan anamnesis karakteristik dasar subyek

(29)

Estradiol melalui metode ECLIA. Data status ER diperoleh dari hasil pemeriksaan patologi anatomi jaringan payudara pasien yang diambil saat mastektomi.

Gambar 2 Alur penelitian

Dalam proses analisis data, subyek penelitian dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan status menopause, yaitu kelompok premenopause dan kelompok

populasi Analisis komparasi Kriteria inklusi Kriteria eksklusi subyek i. Anamnesis/kuesioner ii. Pemeriksaan kadar estradiol

iii. Hasil pemeriksaan ER Pengisian persetujuan

(30)

29

dan dikategorikan sebagai postmenopause jika siklus menstruasi telah berhenti selama satu tahun atau lebih bukan karena hamil. Variabel ini berupa data kategorik.

3) ekpresi ER yang didefinisikan sebagai status positif atau negatif reseptor estrogen pada jaringan kanker payudara yang diukur melalui metode imunohistokimiawi. Variabel ini berupa data kategorik.

F. Cara Penelitian 1. Alur penelitian

Pasien kanker payudara yang memeriksakan diri di Klinik Onkologi Kotabaru sejak Oktober 2011 hingga Desember 2012 diminta kesediaan untuk mengikuti penelitian. Pasien yang bersedia diminta mengisi persetujuan tertulis kemudian dilakukan anamnesis faktor risiko. Pengambilan sampel darah dilakukan sebelum dilakukan operasi. Pada wanita premenopause dilakukan pada fase folikular sementara pada wanita postmenopause dapat diambil kapan saja. Sampel darah dikirim ke laboratorium untuk diperiksa kadar

(31)

17β-s : simpangan baku kedua kelompok, dianggap sama yaitu 50 pg/mL (Nagai, et al.,1979)

x1-x2 : perbedaan rerata yang diinginkan, x1= 65, x2= 20 maka

[( )

( ) ]

Jumlah sampel minimal yang dibutuhkan untuk kelompok premenopause dan postmenopause masing-masing 24.54, dibulatkan menjadi 25, sehingga secara keseluruhan dibutuhkan 50 sampel.

E. Variabel Penelitian

Variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah

1) kadar estradiol, didefinisikan sebagai hasil pengukuran konsentrasi 17β-Estradiol bebas pada serum melalui metode ECLIA. Variabel ini berupa data numerik.

2) Status menopause, didefinisikan sebagai masih berjalan tidaknya siklus menstruasi selama satu tahun terakhir atau lebih, dikategorikan sebagai premenopause jika masih mengalami siklus menstruasi

(32)

27

2) merupakan kanker payudara yang pertama kali 3) mempunyai data lengkap

4) bersedia berpartisipasi dalam penelitian.

Kriteria eksklusi yang ditetapkan yaitu 1) pasien yang tidak menjalani mastektomi,

2) pasien yang masih menggunakan terapi sulih hormon atau kontrasepsi hormon,

3) pasien yang mengundurkan diri dari penelitian.

D. Perkiraan Besar Sampel

Besar sampel minimum berdasarkan rumus uji hipotesis terhadap rerata dua populasi (Sastroasmoro dan Ismael, 1995):

[( ) ( ) ] dengan

n1 : jumlah sampel kelompok pertama (premenopause) n2 : jumlah sampel kelompok kedua (postmenopause)

zα : tingkat kemaknaan, ditetapkan α=0.05, sehingga zα = 1,960

zβ : kekuatan penelitian, ditetapkan β=0,80, sehingga zβ=0,842

(33)

26 A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional yang dirancang secara potong lintang (cross sectional).

B. Subyek Penelitian

Subyek dalam penelitian ini adalah pasien kanker payudara yang memeriksakan diri di Klinik Onkologi Kotabaru, Yogyakarta. Subyek dipilih dengan metode konsekutif dimana setiap pasien yang memenuhi kriteria penelitian diikutkan dalam penelitian hingga kurun waktu tertentu di mana jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi (Sastroasmoro dan Ismael, 1995).

C. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Kriteria pemilihan meliputi kriteria inklusi dan eksklusi.

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah 1) pasien terdiagnosis kanker payudara

(34)

25

C. Kerangka Konsep

Gambar 1 Kerangka konsep D. Hipotesis

Terdapat perbedaan kadar estradiol antara pasien kanker payudara dengan ER positif dan ER negatif baik pada wanita premenopause maupun postmenopause.

Status ER estradiol

usia menopause

IMT

(35)

Selain, faktor-faktor tersebut, American Joint Committee on Cancer membagi kanker payudara ke dalam beberapa stadium klinis untuk menentukan prognosis pasien, yaitu berdasarkan ukuran tumor, ketrlibatan limfonodi, dan terjadinya metastasis (Kumar, et al., 2005). Kanker payudara dapat mengalami metastasis melalui 3 cara, yaitu penyebaran langsung, penyebaran melalui pembuluh darah, dan penyebaran melalui pembuluh limfa dengan lokasi yang paling sering adalah tulang, paru-paru, dan hepar (Merkel, 2000).

B. Landasan Teori

1) Estradiol memiliki peran besar dalam karsinogenesis kanker payudara, yaitu melalui stimulasi pertumbuhan dan mutasi gen. Kadar estradiol dipengaruhi status menopasuse, usia, dan indeks massa tubuh.

2) ER merupakan faktor prognostik penting dalam penentuan terapi kanker payudara dan menjadi penanda ketergantungan tumor terhadap hormon estrogen yang diekspresikan pada 65-75% kanker payudara. Status ER berhubungan dengan usia, status menopause, adipositas (berat badan berlebih dan waist-hip ratio), dan riwayat keluarga penderita.

(36)

23

Kanker payudara ER negatif dipengaruhi adanya riwayat keluarga penderita kanker payudara atau kanker ovarium dan paparan radiasi. Kondisi ini terutama ditemukan pada wanita premenopause (Huang, et al., 2000).

Saat ini, prognosis dan pemilihan terapi kanker payudara lebih banyak didasarkan pada status reseptor faktor pertumbuhan, yaitu ER, PR, dan HER2. Dari parameter tersebut, diperoleh empat kategori fungsional tumor, yaitu ER-PR positif dengan HER2 negatif, ER-PR negatif dengan HER2 negatif(kanker payudara “triple negative”), ER-PR positif dengan overekspresi HER2, dan ER-PR negatif dengan overekspresi HER2 (Burstein, et al., 2008).

Faktor prognostik lain yang berpengaruh adalah usia pasien. Kanker payudara yang terjadi pada usia muda (≤35 tahun) memiliki prognosis yang lebih buruk dibandingkan dengan kanker payudara yang terjadi pada usia tua. Tumor yang ditemukan cenderung memiliki derajat yang lebih tinggi, status ER-PR negatif, dan mengalami invasi ke pembuluh limfa (Burstein, et al., 2008).

(37)

angka bebas penyakit 5 tahun yang lebih tinggi dibandingkan dengan tumor yang tidak mengekspresikan ER dan PR dengan derajat yang sama (Burstein, et al., 2008).

Status ER pada kanker payudara berhubungan dengan beberapa faktor, salah satunya adalah usia penderita. Pasien yang menderita kanker payudara pada usia muda jarang mengekspresikan ER dibandingkan dengan pasien yang lebih tua. Selain itu pasien dengan derajat tumor yang rendah dan ukuran tumor yang lebih kecil cenderung memiliki ER positif (Sofi, et al., 2012).

Ekspresi ER juga dipengaruhi oleh status menopause penderita kanker payudara. Penderita kanker payudara yang telah menopause cenderung memiliki ER+/PR+ dan HER-2 negatif (Faheem, et al., 2012). Kadar ER lebih tinggi pada wanita postmenopause dibandingkan dengan wanita premenopause. Pada wanita postmenopause, kanker payudara ER positif juga berhubungan dengan berat badan berlebih, menarke dini, dan nuliparitas atau usia kehamilan pertama yang terlambat. Pada wanita premenopause, ER positif dikaitkan dengan waist-hip ratio yang tinggi (Huang, et al., 2000 dan Kuno, et al., 1983).

(38)

21

Status ER pada kanker payudara

Sekitar 65-75% kanker payudara primer mengekspresikan ER+, setengah dari jumlah tersebut juga mengekspresikan PR, dan kurang dari 10% tumor mengekspresikan PR tanpa mengekspresikan ER. Adanya ER dan PR mengindikasikan bahwa jalur aktivitas ER masih berfungsi karena paparan sel terhadap estrogen dan interaksinya dengan ER dapat menginduksi ekspresi PR (Dickson dan Lippman, 2000 dan Sofi, et al., 2012). Ekspresi ER juga menunjukkan tumor memiliki ketergantungan terhadap estrogen untuk pertumbuhannya sehingga tumor dapat merespon terapi endokrin. Tumor dengan ER positif yang tidak mengekspresikan PR memiliki ketergantungan yang lebih rendah terhadap estrogen sehingga kurang merespon terapi endokrin (Ghayad dan Cohen, 2008).

Status ER merupakan salah satu faktor prediktif yang penting dalam penatalaksanaan pasien kanker payudara. Faktor ini penting karena tumor yang tidak mengekspresikan ER tidak dapat merespon terapi hormonal dengan anti-estrogen. Selain sebagai faktor prediktif, ER bersama dengan PR juga merupakan faktor prognostik kanker payudara karena tumor dengan ER+/PR+ memiliki

(39)

ER memiliki struktur berupa domain pengikat DNA yang terletak di tengah, domain COOH-terminal, dan domain NH2-terminal. Domain pengikat DNA berfungsi untuk mengikat dan mengenali DNA. Domain terminal –COOH berfungsi sebagai domain pengikat ligan. Kedua jenis ER memiliki kesamaan struktur kecuali pada domain NH2-terminal dan keduanya memiliki afinitas yang sama terhadap estradiol dan mengikat DNA response elements yang sama. Selain estrogen, ER juga memiliki afinitas terhadap fitoestrogen dan kontaminan lingkungan seperti hidrokarbon aromatik polisiklik, phthalate, pestisida, dan xenoestrogen. Kontaminan lingkungan yang memiliki efek estrogenik dapat mengganggu signaling pada jaringan yang dipengaruhi oleh estrogen(Heldring, et al., 2007).

Pada kelenjar payudara terdapat kedua jenis ER. ERα berperan dalam pertumbuhan duktus payudara normal. Ekspresi ERα yang berlebih terjadi pada lesi hiper proliferatif pada payudara. ERβ dapat mengikat estradiol dengan afinitas yang sama dengan ERα namun ERβ mengikat antiestrogen dan metabolit estrogen lebih kuat dibandingkan ERα (Ghayad dan Cohen, 2008).

(40)

19

6. Reseptor Estrogen dan Prognosis Kanker Payudara

Reseptor estrogen (estrogen receptor, ER) merupakan protein pengatur gen yang menjadi target hormon steroid, yaitu estrogen. Bentuk estrogen yang paling poten untuk berikatan dengan ER adalah estradiol. Bentuk estrogen lain seperti estron dan estriol juga merupakan ligan dengan afinitas tinggi terhadap ER namun menjadi agonis lemah bagi estradiol. Interaksi estrogen dengan ER akan memodulasi transkripsi gen target. ER terletak di dalam nukleus bersama dengan DNA sehingga tergolong dalam nuclear receptor(Dickson dan Lippman, 2000 dan Heldring, et al., 2007).

ER memiliki dua jenis reseptor yaitu estrogen receptor α1 (ERα1) yang dikode oleh gen ESR1 dan estrogen receptor β (ERβ) dikode oleh ESR2. ER dapat berbentuk homodimer ERα (αα) atau ERβ (ββ) maupun heterodimer ERαβ (αβ)(Ghayad dan Cohen, 2008). ERα dan ERβ dapat memiliki efek yang berlawanan sehingga respon proliferasi jaringan akibat stimulasi estradiol merupakan hasil signaling ERα dan ERβ yang seimbang (Heldring, et al., 2007).

(41)

serta melalui aktivasi onkogen. Selain itu, dapat juga melalui efek inisiasi tumor tidak langsung, yaitu melalui sekresi prolaktin dan produksi faktor pertumbuhan (misalnya epidermal growth factor dan transforming growth factor α) dan peptida non faktor pertumbuhan (misalnya plasminogen activator) (Clemons dan Goss, 2001).

Keterlibatan estrogen dalam karsinogenesis kanker payudara diperkirakan terjadi melalui proses alkilasi molekul seluler, pembentukan radikal bebas yang merusak DNA, dan potensi genotoksisitas oleh estrogen dan metabolitnya (Clemons dan Goss, 2001). Estrogen melalui interaksi dengan reseptornya dapat memiliki efek transkripsi genomik, transkripsi mitokondrial, dan efek non-genomik melalui second messenger sehingga mengubah ekspresi gen. Hal ini berakibat peningkatan proliferasi sel dan menurunkan kemampuan apoptosis. Metabolit estrogen berupa 4-hidroksi estradiol dan 2-hidroksi estradiol dapat diubah menjadi quinon yang menimbulkan kerusakan DNA (Yager dan Davidson, 2006).

(42)

17

ketidakstabilan genetik. Proliferasi sel lebih lanjut mengakibatkan terbentuknya karsinoma in situ. Pada fase ini, sel tumor telah mengalami pembesaran, iregularitas, dan hiperkromasia nukleus. Terbentuknya karsinoma in situ menunjukkan kemampuan replikasi sel tumor yang tidak terbatas. Karsinoma in situ biasanya disertai peningkatan angiogenesis akibat stimulasi sel tumor, stimulasi oleh sel stromal, maupun hilangnya inhibisi angiogenesis oleh myoepitel. Pada akhirnya karsinoma in situ dapat berkembang menjadi karsinoma invasif. Proses ini diperkirakan akibat hilangnya fungsi sel stromal dan myoepitel (Kumar, et al., 2005). Estrogen dan progesteron memodulasi berbagai aspek pada patologi kelenjar payudara melalui interaksi dengan ER dan PR. Keduanya berperan dalam stimulasi pertumbuhan, diferensiasi, dan ketahanan hidup epitel payudara (Dickson dan Lippman, 2000).

Respon jaringan terhadap stimulus proliferatif estrogen dalam patologi payudara dapat berupa progresi dari pertumbuhan normal menjadi hiperplasia bahkan neoplasia. Pembentukan tumor dapat melalui efek inisiasi tumor langsung yaitu dengan menginduksi enzim dan protein yang terlibat dalam sintesis asam nukleat

(43)

Setelah menopause, kadar estradiol akan sangat berkurang. Estrogen pada wanita postmenopause terutama dihasilkan dari jaringan lemak (Simpson, et al., 1999). Estrogen memiliki peran penting dalam menstimulasi pertumbuhan dan diferensiasi serta menjaga fungsi organ reproduksi pria dan wanita. Pada perkembangan payudara, estrogen mendukung perkembangan sistem duktus, pigmentasi puting dan areola, meningkatkan bagian lubuloalveolar, dan menstimulasi proliferasi stroma dan deposisi lemak pada payudara (Goodman, 2003). Estrogen berperan dalam proses akselerasi pertumbuhan dan meningkatkan serta menjaga kepadatan tulang (Nelson dan Cox, 2005 dan Goodman, 2003).

5. Patogenesis Kanker Payudara

Kanker payudara berkembang dari sel normal yang mengalami perubahan proliferatif. Perubahan ini menunjukkan kemampuan sel tumor untuk menghindari sinyal penghambat pertumbuhan, apoptosis, dan kemampuan untuk mencukupi sinyal pertumbuhan yang dibutuhkan. Perubahan proliferatif sel payudara dapat berkembang menjadi hiperplasia atipikal yang mengalami

(44)

15

yang bersifat reaktif dan dapat merusak DNA serta menyebabkan karsinogenesis sehingga bermanfaat dalam detoksifikasi dan ekskresi estrogen (Hall, 2001). Glukoronidasi merupakan proses konjugasi metabolit estrogen dengan glukoronat sehingga dapat dieksresikan dalam getah empedu untuk dikeluarkan bersama feses. Jika terdapat banyak bakteri penghasil glukoronidase, metabolit estrogen akan direabsorpsi di usus. Sebagian besar metabolit estrogen akan dieksresikan melalui ginjal (Goodman, 2003 dan Hall, 2001).

Pada wanita dewasa dengan siklus menstruasi yang normal, ovarium menghasilkan 70-500µg estradiol setiap harinya. Kadar ini berfluktuasi sesuai siklus menstruasi (Hall, 2001). Pada awal fase folikular, konsentrasi estradiol dalam darah sangat rendah namun akan meningkat secara gradual sampai 12 jam sebelum terjadi konsentrasi puncak LH. Setelah itu kadar estradiol akan menurun tajam. Konsentrasi estradiol akan mengalami peningkatan sekunder pada fase luteal. Kadar estradiol akan kembali mengalami penurunan seperti kadar awal beberapa hari sebelum onset menstruasi (Goodman, 2003).

(45)

estrogen binding globulin (TEBG) agar dapat bersirkulasi hingga mencapai target organ dan waktu paruh estrogen lebih panjang karena hormon yang berikatan dengan protein pengangkut tidak dapat dimetabolisme. Ikatan dengan SHBG dapat membatasi kadar estrogen bebas dalam serum dan menjadi reservoir sirkulasi estrogen. Afinitas estradiol terhadap SHBG lebih kuat dibandingkan afinitas estron. Oleh karena itu, estradiol mengalami clearance lebih lambat dibandingkan estron (Murray, et al., 2003).

Metabolisme estrogen

Estrogen dimetabolisme di hepar melalui dua fase. Fase pertama berupa tahap hidroksilasi yang menghasilkan metabolit berupa 2-hidroksi estrogen yang memiliki aktivitas estrogenik yang sangat lemah dan 16-hidroksi estrogen dan 4-16-hidroksi estrogen dalam jumlah kecil namun masih memiliki aktivitas estrogenik yang kuat dan dapat menstimulasi proliferasi jaringan (Hall, 2001).

Fase kedua merupakan tahap metilasi, glukoronidasi, dan sulfasi. Metilasi metabolit estrogen dengan bantuan catechol-O-methyltransferase (COMT) akan mengurangi konversi metabolit estrogen menjadi quinon

(46)

13

4. Estrogen dan Estradiol

Estradiol (17β-Estradiol, E2) merupakan bentuk estrogen paling poten dan menjadi estrogen utama wanita premenopause. Bentuk estrogen selain estradiol yaitu estriol yang diproduksi oleh plasenta dan menjadi estrogen terbanyak pada masa kehamilan dan estron yang menjadi estrogen utama pada wanita postmenopause. Keduanya merupakan agonis lemah dari estradiol (Heldring, et al., 2007 dan Murray, et al., 2003).

Estradiol disintesis di ovarium di mana testosteron yang dihasilkan sel teka mengalami tiga tahap hidroksilasi yang membutuhkan O2, NADPH, dan kompleks enzim aromatase hingga terbentuk estradiol (Murray, et al., 2003). Sintesis estradiol di ovarium diatur oleh LH dan FSH. Estradiol juga dapat terbentuk dari aromatisasi androgen adrenal di jaringan lemak, hepar, kulit, tulang, otak, dan jaringan lain namun jumlahnya tidak sebanyak ovarium(Murray, et al., 2003, Hall, 2001, dan Simpson, et al., 1999).

Estrogen disintesis dalam bentuk aktif dan setelah disekresikan estrogen akan berikatan dengan protein pengangkut berupa β-globulin, yang disebut sex hormon binding globulin (SHBG) atau

(47)

testosteron-meningkatkan risiko kanker payudara, namun penggunaan terapi sulih hormon pada wanita postmenopause dapat meningkatkan risiko kanker payudara terutama yang mengekspresikan reseptor estrogen (Kumar, et al., 2005).

Risiko kanker payudara familial dimiliki orang dengan keluarga inti penderita kanker payudara. Risiko terjadinya kanker dipengaruhi oleh usia keluarga inti yang menderita kanker payudara saat terdiagnosis, jumlah anggota keluarga yang menderita kanker payudara, dan usia pasien. Faktor herediter ini terkait dengan mutasi genetic seperti BRCA-1, BRCA-2, p53, PTEN, dan ATM (Patel dan Buzdar, 2010).

Faktor lain yang meningkatkan risiko kanker payudara adalah kepadatan memografi. Kepadatan mamografi yang lebih dari 75% dapat meningkatkan risiko kanker payudara sebanyak 4,7 kali (Burstein, et al., 2008). Faktor lingkungan juga mempengaruhi risiko kanker payudara. Paparan radiasi terionisasi secara berulang pada usia muda seperti pada terapi limfoma pun terbukti meningkatkan risiko kanker payudara (Kumar, et al., 2005).

(48)

11

Status hormonal menjadi faktor risiko penting kanker payudara terutama terkait dengan paparan estrogen secara kumulatif. Faktor hormonal yang berpengaruh antara lain menarke pada usia kurang dari 11 tahun, menopause pada usia yang lebih tua, dan melahirkan pertama kali pada usia lebih dari 35 tahun (Cuzick, 2003, Patel dan Buzdar, 2010 dan Kumar, et al., 2005). Keterlibatan hormon reproduksi wanita dalam peningkatan risiko kanker payudara terbukti dari menurunnya insidensi kanker payudara pada pasien yang menjalani ooforektomi sebelum usia 50 tahun (Burstein, et al., 2008).

Status hormonal juga terkait dengan obesitas. Wanita postmenopause dengan IMT pada kategori obesitas memiliki risiko kanker payudara dan mortalitas akibat kanker payudara lebih tinggi. Hal ini berkebalikan dengan obesitas yang terjadi pada masa premenopause. Obesitas pada premenopause mengakibatkan siklus menstruasi yang ireguler sehingga paparan hormon ovarium lebih sedikit (Burstein, et al., 2008).

Faktor hormonal tidak hanya dipengaruhi oleh hormon endogen melainkan juga dari paparan hormon eksogen. Penggunaan kontrasepsi oral hanya sedikit

(49)

di Indonesia pada 2008 sejumlah 39.831 kasus atau 25,5% dari seluruh kanker pada wanita. Pada tahun yang sama kanker payudara menyebabkan 20.052 kematian (Globocan, 2008). Pada tahun 2007 prevalensi kanker payudara adalah 26 per seratus ribu wanita ( Depkes, 2010).

Kejadian kanker payudara meningkat sesuai pertambahan usia sampai terjadinya menopause. Setelah menopause, kejadian kanker payudara tetap meningkat namun kecepatannya menurun dibandingkan sebelum menopause (Burstein, et al., 2008). Kanker payudara jarang terdiagnosis sebelum usia 45 tahun, yaitu kurang dari 12.5% kasus. Lebih dari 66% kasus kanker payudara terdiagnosis pada usia 55 tahun atau lebih (American Cancer Society, 2010).

3. Faktor Resiko Kanker Payudara

Kanker payudara dapat terjadi secara sporadik maupun herediter. Faktor risiko munculnya kanker payudara sporadik antara lain faktor hormonal baik endogen dan eksogen, riwayat penyakit payudara sebelumnya, dan kepadatan mamografi. Faktor risiko kanker payudara herediter berupa riwayat keluarga dan mutasi genetik (Patel dan Buzdar, 2010).

(50)

9 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Latar Belakang Teori 1. Kanker Payudara

Kanker payudara adalah tumor ganas yang berasal dari jaringan payudara, baik komponen epitel (karsinoma) maupun mesenkim (sarkoma), namun yang lebih sering terjadi adalah kanker asal epitel kelenjar (adenokarsinoma). Secara umum karsinoma payudara dapat dibedakan menjadi tipe in situ dan tipe invasif atau infiltratif. Karsinoma in situ menunjukkan proliferasi sel tumor yang masih terbatas di dalam membran basal. Karsinoma invasif menunjukkan proliferasi sel tumor yang telah menembus membran basal. Berdasarkan asal epitelnya, adenokarsinoma payudara dibedakan menjadi karsinoma duktal dan karsinoma lobular(Kumar, et al., 2005).

2. Epidemiologi Kanker Payudara

Kanker payudara merupakan kanker dengan insidensi tertinggi pada wanita. Angka kejadian kanker payudara

(51)

Penelitian mengenai perbandingan kadar estradiol berdasarkan status ER belum pernah dilakukan di Indonesia, khususnya Yogyakarta.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian tentang perbandingan kadar estradiol berdasarkan status ER ini bermanfaat bagi peneliti kanker payudara untuk mengetahui lebih dalam karakteristik biologis kanker payudara.

(52)

7 4 Markopoulos, et al., 1988. Oestrogen Receptor Content Of Normal Breast Cell And Breast Carcinoma Throughout The Menstrual Cycle Jaringan payudara diambil menurut siklus menstruasi dengan FNAB kemudian ER diukur dengan

imunohisto-kimia. Sampel berasal dari : 84 wanita sehat (69 premenopause, 15 post menopause) dan 83 penderita kanker premenopause 21 sample dari 35 wanita premenopausal pada setengah siklus pertama

(D28-14)mengekspresikan ER.

33 sample yg diambil pada setengah siklus kedua semua tidak mengkspresikan ER. 51 dari 83 pasien kanker payudara ER positif.24 diambil pada setengah

pertama siklus dan 17 diambil pada setengah kedua. Saat ovulasi produksi ER menurun pada jaringan payudara normal wanita premenopause. Pada kanker payudara ER terus diekspresikan sepanjang siklus atau gagal mengekspresikan tanpa memandang perubahan kadar hormon.

(53)

6 erone Sulfate To

Hormone Receptor Status Among Postmenopausal Woman With Breast Cancer

Kadar E1,E2 dan DHEA diukur secara

radioimmunologi. Subyek adalah wanita postmenopause yang menderita kanker payudara primer di Miyagi Cancer Center Hospital, jumlah 142.

hubungan bermakna antara kadar hormon dalam serum dan status ER. berbeda berdasarkan status ER. . 3 Nagai, et al. , 1979 Estrogen And Progesterone Receptors In Human Breast Cancer With Concomitant Assay Of Plasma 17b-Estradiol , Progesterone, And Prolactin Levels ER dalam sitosol jaringan kanker diukur pada 217

kasus kanker payudara primer,dan PR juga diukur pada 48 kasus Kadar estradiol, progestreron, dan prolactin diukur secara radioimunossay Kedua reseptor ditemukan positif pada 45,8% kasus. Pada kasus dengan jumlah binding site yang lebih sedikit, kadar hormon lebih tinggi.

Terdapat hubungan antara jumlah binding site pada reseptor hormon dengan kadar estradiol namun tidak terdapat hubungan dengan kadar prolactin plasma .

(54)

5 Tabel 1 Penelitian terkait estrogen dan ER

No Penelitian Metode Hasil Kesimpulan

1 Miyoshi, et al., 2003 Association Of Serum Estron Levels With Estrogen Receptor Positive Breast Cancer Risk In Postmenopausal Japan Women Penelitian dilakukan secara kasus-kontrol Kasus: 71 wanita postmenopause yang menderita kanker payudara Kontrol: 73 wanita postmenopause yang sehat Kadar E1 dan E2 serum diukur secara radioimunoassay ER diperiksa secara enzim immunoassay

Kadar E1 pada kanker payudara ER positif lebih tinggi

daripada kontrol sedangkan pada ER negatif tidak.

Kadar E1 yang tinggi berhubungan dengan risiko kanker payudara ER positif namun tidak berhubungan dengan kanker payudara ER negatif Wanita postmenopause dengan kadar E1 tinggi memiliki risiko kanker payudara ER positif yang lebih tinggi, namun tidak dengan ER negatif. Pada kadar E1 tinggi, kepositifan ER makin tinggi. 2 Kakugawa, et al., 2007. Relations Of Serum Levels Of Estrogen And Dehydroepiandrost ER dinilai dengan EIA pada 76 sampel (cut off 14 fmol/mg) dan imunohistokimia pada 66 sampel (cut off HSCORE ≥ 20)

Terdapat

kecenderungan kadar E1, E2, dan DHEA yang lebih tinggi pada wanita dengan kanker PR positif namun tidak terdapat

Hubungan hormon reproduksi dalam serum terhadap status reseptor hormon berbeda berdasarkan status PR namun tidak

(55)

C. Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan penelitian yang dapat dirumuskan dari permasalahan yaitu “apakah terdapat perbedaan kadar estradiol pada penderita dengan status ER positif dan negatif pada wanita premenopause dan postmenopause?”

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan yaitu

1) membandingkan kadar estradiol pada pasien kanker payudara premenopause dan postmenopause.

2) membandingkan ekspresi ER pada jaringan kanker payudara pasien premenopause dan postmenopause

3) membandingkan kadar estradiol dan ekspresi ER pada pasien kanker payudara premenopause maupun postmenopause.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian tentang kadar estrogen dan status reseptor estrogen yang telah dilakukan sebelumnya tampak pada tabel 1.1.

(56)

3

lebih tinggi (Dent, et al., 2007). Estrogen receptor (ER) juga dianggap sebagai penanda ketergantungan tumor terhadap hormon estrogen.

Keterlibatan estrogen sebagai faktor risiko kanker payudara dan status ER sebagai faktor prognostik telah banyak diketahui. Namun apakah terdapat perbedaan kadar estradiol pada kanker payudara ER positif dan ER negatif belum banyak diteliti. Oleh karena itu, penelitian tentang perbedaan kadar estradiol berdasarkan status ER penting untuk mengetahui lebih dalam tentang karakter biologis kanker payudara.

B. Perumusan Masalah

Estradiol merupakan bentuk estrogen utama wanita yang juga menjadi faktor risiko kanker payudara Ekspresi ER pada sel kanker menunjukkan ketergantungan kanker terhadap estrogen dan menjadi faktor prognostik dan prediktif kanker payudara. Baik status ER maupun kadar estradiol berhubungan dengan status menopause.

(57)

risiko kanker payudara. Faktor-faktor tersebut diantaranya jenis kelamin, usia menarke, usia menopause, riwayat kehamilan dan persalinan, riwayat memberi ASI, diet, kegemukan, dan paparan estrogen dari luar tubuh (Kumar, et al., 2005). Menopause berpengaruh terhadap paparan estrogen terutama estradiol karena setelah menopause kadar estradiol wanita akan menurun karena berhenti diproduksi oleh ovarium (Murray, et al., 2003).

Prognosis kanker payudara ditentukan oleh beberapa faktor, termasuk diantaranya usia penderita, status TNM, status reseptor hormon dan Her-2(Fitzgibbons, et al., 2000). Status reseptor estrogen (ER) bersama reseptor progesteron (PR) dan Her-2 menjadi faktor prediktif untuk respon terhadap terapi. Kanker payudara dengan ER positif akan berespon terhadap terapi antiestrogen dan cenderung memiliki derajat tumor yang lebih baik sehingga prognosis penderita lebih baik sementara kanker payudara ER negatif cenderung tidak berespon dengan terapi tamoxifen dan berhubungan dengan derajat tumor yang lebih tinggi sehingga dikaitkan dengan prognosis yang lebih buruk seperti risiko kekambuhan dan kematian yang

(58)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kanker masih menjadi masalah besar dalam dunia kesehatan. Di Indonesia tumor/kanker memiliki jumlah penderita sekitar 4,3 per 1000 penduduk dengan kanker payudara menjadi kanker tersering pada wanita dengan jumlah penderita 26 per seratus ribu (Depkes, 2010).

Kadar estrogen yang tinggi dan paparan estrogen dalam waktu lama meningkatkan risiko terjadinya kanker payudara. Estrogen memiliki setidaknya dua peran penting dalam karsinogenesis kanker payudara. Peran tersebut melalui interaksi 17β-Estradiol, yang merupakan bentuk estrogen utama, dengan ER (estrogen receptor α, ERα) yang menyebabkan proliferasi jaringan payudara baik pada payudara normal maupun pada tumor serta melalui metabolit estrogen yang mengakibatkan mutasi gen dan menghasilkan radikal bebas yang dapat merusak DNA (Kumar,et al., 2005).

Peran estradiol yang besar dalam karsinogenesis kanker payudara mengakibatkan faktor-faktor yang mempengaruhi paparan estradiol ikut menjadi faktor

(59)

xiii ABSTRACT

Background: Estradiol-estrogen receptor (ER) signaling plays

an important role in breast cancer carcinogenesis by increasing cell proliferation and decreasing apoptosis. Therefore, ER status in breast cancer patients is not only indicate tumor dependency on estrogen but also provide prognostic and predictive value in which ER positive tumor will have benefit from anti-estrogen therapy. Comparing estradiol levels and ER status based on menopausal status could give information on biological characteristics of breast cancer.

Objective: The aim of this study is to compare between

estradiol levels and ER expression based on menopausal status of breast cancer patient.

Methods: In this cross-sectional study, total estradiol

levels in breast cancer patient were measured using ECLIA while ER status data were collected from IHC result performed in Department of Anatomical Pathology of Sardjito Hospital. Estradiol levels were further compared to ER status based on menopausal status.

Results: Fifty breast cancer patients participated in this

study and were grouped based on their menopausal status. In premenopausal subjects, estradiol levels varied between 9,68 to 233,30 pg/dL, while in postmenopausal subjects between 5,00 to 176,80 pg/dL(p<0,0010. In premenopausal group, ER was positive in 51,85% patients and negative in 48,15% patients. In postmenopausal group, ER was positive in 60,87% patients and negative in 39,17% patients. Among premenopausal women, mean of estradiol levels in ER positive subjects was 96,30±72,72 pg/dL while in ER negative was 48,49±30,01 pg/dL (p=0,058). Mean of estradiol in postmenopausal subjects with ER positive was 12,24±6,27 pg/dL while ER negative was 37,38±57,08 pg/dL (p=0,430).

Conclusion: In premenopausal women, higher estradiol level

is found in ER positive breast cancer patients while in postmenopausal women estradiol level is higher in ER negative. There was neither significant difference of estradiol levels in ER positive nor negative in premenopausal (p=0,058) nor postmenopausal patients (p=0,430).

Keywords: breast cancer, estradiol, estrogen receptor,

(60)

xii INTISARI

Latar belakang: Interaksi estradiol dengan reseptor estrogen

(ER) berperan dalam karsinogenesis kanker payudara dengan meningkatkan proliferasi dan menurunkan kemampuan apoptosis. Status ER pada pasien kanker payudara tidak hanya menunjukkan ketergantungan tumor terhadap estrogen tetapi juga menjadi faktor prognostik dan prediktif di mana tumor dengan ER positif dapat merespon terapi anti-estrogen. Membandingkan kadar estradiol dan status ER berdasarkan status menopause diharapkan dapat menambah informasi tentang karakteristik biologis kanker payudara.

Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kadar

estradiol berdasarkan ekspresi ER pada pasien kanker payudara premenopause maupun postmenopause.

Metode: Kadar estradiol total dalam serum pasien kanker

payudara diperiksa dengan metode ECLIA dan data status ER diperoleh dari hasil pemeriksaan imunohistokimia bagian Patologi Anatomi di RS Sardjito Yogyakarta. Kadar estradiol dibandingkan berdasarkan status ER dan status menopause penderita.

Hasil: Didapatkan 50 penderita kanker payudara yang

dikelompokkan berdasar status menopause. Kadar estradiol total serum pada premenopause antara 9,68-233,30 pg/dL sedangkan postmenopause 5,00-176,80 pg/dL (p<0,001). Pada kelompok premenopause terdapat 51,85% kanker payudara ER positif dan 48,15% ER negatif. Pada kelompok postmenopause terdapat 60,87% ER positif dan 39,13% ER negatif. Rerata kadar estradiol kelompok premenopause dengan ER positif 96,30±72,72 pg/dL sedangkan ER negatif 48,49±30,01 pg/dL(p=0,058). Rerata kadar estradiol kelompok postmenopause dengan ER positif 12,24±6,27 pg/dL sedangkan ER negatif 37,38±57,08 pg/dL(p=0,430).

Kesimpulan: Pada kelompok premenopause, kadar estradiol yang

lebih tinggi ditemukan pada pasien dengan ER positif sedangkan pada kelompok postmenopause kadar estradiol lebih tinggi pada pasien dengan ER negatif namun tidak terdapat perbedaan bermakna baik pada pasien premenopause (p=0,058) maupun postmenopause (p=0,430)

Kata kunci: kanker payudara, estradiol, reseptor estrogen,

(61)

xi ER : estrogen receptor, reseptor estrogen

ECLIA : electrochemiluminesence immunoassay E1 : estron

E2 : estradiol

IMT : indeks massa tubuh, BMI PR : progesterone receptor WHR : waist-hip ratio

(62)

x DAFTAR LAMPIRAN

Keterangan kelaikan etik... 65 Kuesioner... 66 Data penelitian... 70

(63)

ix Gambar 1 Kerangka konsep ... 25 Gambar 2 Alur penelitian ... 30

(64)

viii

viii DAFTAR TABEL

Tabel 1 Penelitian terkait estrogen dan ER ... 5 Tabel 2 Karakteristik subyek penelitian ... 40 Tabel 3 Kadar estradiol ... 42 Tabel 4 Distribusi ER berdasarkan status menopause .. 42 Tabel 5 Kadar estradiol berdasarkan status menopause 43 Tabel 6 Hubungan kadar estradiol dengan usia dan IMT 44 Tabel 7 Status ER dan faktor risiko kanker payudara . 49 Tabel 8 Perbandingan kadar estradiol berdasarkan status reseptor estrogen ... 54

(65)

vii

BAB III METODOLOGI ... 26

A. Rancangan Penelitian ... 26

B. Subyek Penelitian ... 26

C. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 26

D. Perkiraan Besar Sampel ... 27

E. Variabel Penelitian ... 28

F. Cara Penelitian ... 29

1. Alur penelitian ... 29

2. Waktu dan tempat penelitian ... 31

3. Alat dan bahan ... 31

4. Pengukuran Kadar Estradiol ... 32

5. Pemeriksaan Status Reseptor Estrogen ... 34

G. Analisis Data ... 37

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 39

A. Hasil Penelitian ... 39

1. Karakteristik subyek penelitian ... 39

2. Kadar estradiol dan reseptor estrogen ... 41

B. Pembahasan ... 43

1. Korelasi kadar estradiol dengan faktor risiko kanker payudara ... 43

2. Korelasi status reseptor estrogen dengan faktor risiko kanker payudara ... 46

3. Perbandingan kadar estradiol berdasarkan status reseptor estrogen ... 53

C. Keterbatasan Penelitian ... 56

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 58

A. Kesimpulan ... 58

B. Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 60

(66)

vi DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ... i HALAMAN PENGESAHAN ... ii PERNYATAAN ... iii PRAKATA ... iv DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix DAFTAR LAMPIRAN ... x DAFTAR SINGKATAN ... xi INTISARI ... xii ABSTRACT ... xiii BAB I PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Perumusan Masalah ... 3 C. Pertanyaan Penelitian ... 4 D. Tujuan Penelitian ... 4 E. Keaslian Penelitian ... 4 F. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

A. Latar Belakang Teori ... 9

1. Kanker Payudara ... 9

2. Epidemiologi Kanker Payudara ... 9

3. Faktor Resiko Kanker Payudara ... 10

4. Estrogen dan Estradiol ... 13

5. Patogenesis Kanker Payudara ... 16

6. Reseptor Estrogen dan Prognosis Kanker Payudara ...19

B. Landasan Teori ... 24

C. Kerangka Konsep ... 25

(67)

v 3. dr. Yana Supriatna, Ph.D, Sp. Rad sebagai penguji skripsi yang telah memberikan masukan dan koreksi yang bermanfaat dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Kedua orang tua yang selalu memberikan doa dan dukungan yang tidak pernah terputus

5. Rekan sepenelitian: Dita, Ratna, dan Monika. Terima kasih atas kerjasama dan motivasinya.

6. Sahabat-sahabat Nenes, Nanda, Qisthi, Tara, Ditya dan Naila. Terima kasih atas dukungan yang diberikan.

7. Seluruh staf Klinik Onkologi Kotabaru Yogyakarta dan Klinik Permata Hati RS dr. Sardjito, Yogyakarta. 8. Pihak-pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi

ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat di bidang ilmu kesehatan pada umumnya dan ilmu kedokteran pada khususnya.

Yogyakarta, 15 Agustus 2013

Gambar

Tabel 8 Perbandingan kadar estradiol berdasarkan status  reseptor estrogen  Status  Menopause  Status ER  Kadar Estradiol (pg/mL)  Rerata  Nilai Tengah  p  premenopause  ER+  96,30±72,72  64,96  (14,21-233,30)  0,058  ER-  48,49±30,01  45,76  (9,68-119,40)
Tabel 7 Status ER dan faktor risiko kanker payudara
Tabel 6 Hubungan kadar estradiol dengan usia dan IMT
Tabel 5 Kadar estradiol berdasarkan status menopause  Status  Menopause  Kadar Estradiol (pg/mL)  P Nilai tengah  (min-maks)  Rerata±SD  Premenopause  (n=27)  51,73  (9,68-233,30)  73,28  ±60,43  &lt;0,001  Postmenopause  (n=23)  12,23  (5,00-176,80)  22,0
+5

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis Apraisal terhadap penokohan Santiago yang difokuskan pada penggambaran perasaan, perilaku, dan kondisi fisik menunjukkan bahwa aspek Afek (Affect)

Pembuatan Penulisan Ilmiah ini menggunakan Aplikasi software Visual Basic 6 dengan Ms.Access 2003 sebagai aplikasi datbasenya.Data-data diambil langsung dari lokasi penelitian

Hotel “X” sebaiknya mengembangkan b erbagai ukuran strategis, target yang ingin dicapai, dan inisiatif yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan dan target yang telah

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui analisis pengaruh variabel ekonomi terhadap penghimpunan dana pihak ketiga pada bank umum di Jawa Timur, untuk mengetahui

Perumusan strategi dimulai dengan penentuan faktor-faktor yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman strategis bagi agribisnis teh Indonesia. Faktor kekuatan strategis

Dengan demikain terwujudlah apa yang diinginkan Mas Yuma dan Mas Briliant melalui tindak tutur meminta yang disampaikan kepada lawan tuturnya secara implisit dan lawan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Efikasi Diri (Entrepreneurial Self Efficacy) dan Keunggulan Bersaing (Competitive Advantage) terhadap Keberhasilan Usaha anggota

Sebagai data referensi, dilakukan pencatatan produksi biogas tanpa melakukan pengaturan suhu reaktor dan pengadukan bahan baku yang ditunjukkan pada Gambar 6..