• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. dengan sebutan Rohang dan saat ini lebih dikenal dengan Rakhine. Itu sebabnya orangorang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. dengan sebutan Rohang dan saat ini lebih dikenal dengan Rakhine. Itu sebabnya orangorang"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Rohingya merupakan etnis minoritas muslim yang mendiami wilayah Arakan sebelah utara Myanmar berbatasan dengan Bangladesh, yang dahulu wilayah ini dikenal dengan sebutan Rohang dan saat ini lebih dikenal dengan Rakhine. Itu sebabnya orang-orang muslim yang mendiami wilayah Rohang disebut Rohingya yang populasinya berjumlah kurang lebih 1.000.000 jiwa. 1

Bagi orang Burma pada umumnya, seorang Burma adalah Buddhis, jika seorang Burma kebetulan Muslim, dia dianggap sebagai Kalah atau seorang asing. Disini orang Rohingya adalah muslim, raut wajah mereka berbeda dari orang Burma pada umumnya, dan karena itu biasanya mereka dipandang sebagai orang asing atau keturunan orang asing. Jadi, orang Rohingya dianggap sebagai nonpribumi.2

Di Myanmar sendiri, mayoritas orang Rohingya tidak diberi kewarganegaraan yang pada gilirannya berarti sejumlah pembatasan konsekuensional seperti larangan melakukan perjalanan, menikah, undang-undang yang membatasi jumlah anak, dsb. Dasar untuk penolakan kewarganegaraan kepada mereka ialah bahwa pemerintah Burma berturut-turut, sejak 1947, sudah menyatakan bahwa agar bisa dianggap pribumi, suatu

1 Heri Aryanto, Kondisi Faktual Muslim Rohingya di Indonesia,

https://indonesia4rohingyadotorg.files.wordpress.com/2013/03/kondisi-faktual-muslim-rohingya-di-indonesia.pdf, diakses 12 Oktober 2016 pukul 13.45, hlm. 1

2 U kyaw Min dalam Shamsul Anwarul Haque, An Assessment of The Question of Rohingya Nationally: Legal

(2)

ras harus ada dalam wilayah yang sekarang membentuk Myanmar sebelum 1826, tahun ketika Inggris menguasai bagian-bagian yang waktu itu merupakan negeri Burma setelah perang Inggris-Burma pertama. Dokumen Burma maupun Inggris pada era itu tidak ada yang menyebut Rohingya yang ipso facto ‘mendiskualifikasi’ mereka dari kewarganegaraan.3

Hal ini secara tegas mereka lakukan dengan membentuk Undang-Undang Imigrasi Darurat pada tahun 1974 yang menghapus kewarganegaraan Rohingya dan selanjutnya pada tahun 1982 melalui Peraturan Kewarganegaraan Myanmar (Burma Citizenship Law

1982), Myanmar menghapus Rohingya dari daftar delapan etnis utama (yaitu Burmans,

Kachin, Karen, Karenni, Chin, Mon, Arakan, Shan) dan dari 135 kelompok etnis kecil lainnya. Status Etnis Rohingya diturunkan (downgrade) menjadi hanya ‘temporary

residents’ yang menyandang ‘temporary registration cards’.4

Penganiayaan orang Rohingya akibat identitas rasial dan agama mereka, yang diperparah oleh peristiwa-peristiwa tidak mujur dalam sejarah Bangsa Burma merupakan alasan pokok yang sudah mendorong banyak orang Rohingya ke dalam kamp pengungsian5. Banyak yang siap menempuh bahaya menjadi imigran gelap di negara tetangga atau bahkan lebih jauh lagi hanya sekedar melarikan diri dari penderitaan yang diam-diam sering dilakukan oleh lembaga negara Myanmar seperti dugaan Human Rights

Watch yang berbasis Amerika Serikat pada April 20136

3 Bilveer Singh, 2014, Tantangan Orang Rohingya Myanmar: Menghadapi Satu Minoritas Teraniaya Implikasi

untuk Keamanan Nasional dan Regional, terjemahan Nin Bakdisoemanto, Gadjah Mada University Press.

Yogyakarta, hlm. 41

4 Heru Susetyo Nuswanto, “Kekerasan Negara Sumbu Konflik Myanmar (Tanggapan untuk Hamid Awaluddin)”

http://herususetyo.com/2012/08/24/541/, diakses 12 Oktober 2016 Pukul 20.30

5 Bilver Singh, op. cit, hlm. 40

(3)

Pada 1978 diluncurkan “Operasi Raja Naga” untuk medokumentasi penduduk Negara Bagian Rakhine maupun menekan pemberontakan Muslim. Banyak Rohingya ditangkap karena pihak berwenang mengawasi mereka dengan ketat. Lebih dari 200.000 Rohingya melarikan diri dari kekerasan berikutnya ke Bangladesh. Setelah “Operasi Raja Naga”, gerakan dan aktivitas orang Rohingya di dalam Myanmar dimonitor dan diatur secara ketat, dengan pasukan perbatasan Burma NaSaKa (Nei-Sat Kark-we-yae) yang terdiri atas angkatan darat, kementrian dalam negeri, personalia imigrasi, dan pasukan milisia mengatur wilayah-wilayah tempat orang Rohingya tinggal dalam jumlah besar. NaSaKa telah dituduh oleh banyak orang Rohingya bahwa kehadiran NaSaKa juga mencegah orang Rohingya terang-terangan terpapar dan unsur radikal dalam Myanmar di samping mengobarkan keluhan dari mereka yang tinggal di Negara Bagian Rakhine. 7

Setelah eksodus “Operasi Raja Naga” pasca-1978, mayoritas Rohingya kembali ke Myanmar di bawah supervisi PBB. Mereka yang tetap tinggal di Bangladesh hidup di kamp pengungsian, tetapi tidak diberi status pengungsi. Ini membuat mereka tidak bisa minta bantuan kemanusiaan. Pada 1991-1992, terjadi eksodus kedua yang kelak juga menyebabkan repatriasi di supervisi PBB. Namun, hanya amat kecil yang sudah dilakukan, khususnya di tingkat regional. Pelarian orang Rohingya terbaru terkuak setelah perahu-perahu yang membawa mereka terapung-apung sepanjang 2009 di berbagai teritorial yang berbatasan dengan bagian timur Lautan Hindia yang banyak menuju Thailand, Malaysia, dan Indonesia. Banyak perahu itu harus melakukan perjalanan berat dengan pengadaan amat sedikit dan perahu penuh sesak. 8

7 Bilveer Singh, op. cit, hlm. 41 8 Bilveer Singh, op. cit, hlm. 42

(4)

Dalam Kedatangan warga Rohingya di Indonesia, mereka terdampar di beberapa bagian wilayah Indonesia antara lain di Aceh, Medan, Tanjung Pinang, Batam (Kepulauan Riau), dan Kupang, Nusa Tenggara Timur. Mereka ditangkap dalam keadaan kelaparan sehingga mereka menyerahkan diri kepada pihak imigrasi dengan harapan mendapatkan makanan dan juga perlindungan agar mendapatkan kondisi yang lebih baik dan lebih aman.

Permasalahan yang terjadi kemudian adalah Indonesia sampai saat ini bukan termasuk Negara anggota yang meratifikasi Konvensi Wina tahun 1951 tentang Status Pengungsi. Sehingga Indonesia tidak mempunyai kewajiban dan kewenngan untuk mengambil tindakan internasional terhadap Pengungsi Rohingya. Implikasinya, Indonesia hanya bisa menampung para imigran tersebut sampai batas waktu yang ditentukan yaitu 10 (sepuluh) tahun tanpa bisa dan tidak mempunyai hak melakukan tindakan lebih lanjut terkait status imigran Rohingya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka yang menjadi pokok permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana status hukum warga Rohingya ditinjau dari Hukum Nasional Indonesia dan Hukum Internasional?

2. Bagaimana Mekanisme Perlindungan dan Penanganan Warga Rohingya sesuai Ketentuan Hukum yang relevan serta Apa Institusi yang berwenang?

(5)

C. Keaslian Penelitian

Hingga saat penelitian ini dilakukan dari penelusuran yang dilakukan peneliti melalui Perpustakaan Fakultas Hukum, Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, internet, ataupun berupa suatu pendapat yang pernah ditulis dan diterbitkan oleh orang lain, belum ada peneliti yang secara spesifik melakukan penelitian mengenai Status dan Perlindungan Hukum Warga Rohingya di Indonesia.

Terdapat beberapa hasil penelitian dalam bentuk tulisan mengenai aspek lain yang berkaitan dengan penelitian ini, diantaranya sebagai berikut:

1. Penulisan hukum yang disusun Muthi Yuniati Sasmito (2013) dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada dengan rincian sebagai berikut :

a. Judul Penulisan hukum

“Perlindungan Hukum Terhadap Penduduk Negara Kepulauan Kiribati sebagai Pengungsi Akibat Perubahan Iklim dan Dampak Pemanasan Global”

b. Fokus Pembahasan

Mengenai perlindungan hukum terhadap Penduduk Kepulauan Kiribati yang harus mengungsi akibat dari Perubahan Iklim yang terjadi di negaranya. Karena Kepulauan Kiribati diperkirakan akan tenggelam akibat dampak perubahan iklim.

c. Perbedaan dengan Penelitian Penulis

Perbedaan terletak pada subjek yang dibahas. Penulis membahas mengenai Pengungsi Rohingya yang mengungsi di Indonesia akibat dari diskriminasi yang terjadi di negaranya, Myanmar.

(6)

2. Penulisan hukum yang disusun oleh Melisa Yunita dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (2015) dengan rincian sebagai berikut :

a. Judul Penulisan Hukum

“Perlindungan Pengungsi Asal Sri Lanka di Indonesia Berdasarkan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dan Urgensi Ratifikasi Konvensi Pengungsi 1951.”

b. Fokus Pembahasan

Mengenai Perlindungan Pengungsi Asal Sri Lanka yang menjadikan Indonesia sebagai negara Transit dan Australia sebagai Negara Tujuan.

c. Perbedaan dengan Penelitian Penulis

Perbedaan terletak pada objek dan substansi yang di bahas. Penulis menjelaskan lebih detail tidak hanya mengenai perlindungan melainkan juga tentang status, lembaga yang berwenang dan mekanisme perlindungan sesuai dengan ketentuan hukum yang relevan.

Berdasarkan hal tersebut, Penulisan Hukum ini adalah asli dan masih layak untuk diteliti. Apabila terdapat penelitian yang mirip merupakan hal yang diluar pengetahuan penulis, diharapkan penelitian ini dapat melengkapi penelitian serupa yang sudah ada.

3. Analisis Hukum yang ditulis oleh Allard K. Lowenstein dari Klinik HAM Internasional Yale School (2015) dengan rincian sebagai berikut:

a. Judul Analisis Hukum

Persecution of Rohingya Muslims: Is Genocide occurring in Myanmar Rakhine State? b. Fokus Pembahasan

(7)

Membawa kasus Rohingya sebagai sebuah kejahatan Genosida. Dimana Negara Myanmar harus bertanggung jawab atas penyebaran kejahatan, penyiksaan, penawanan yang sewenang-wenang, pemerkosaan, dan segala kejahatan yang membahayakan fisik dan mental yang serius.

c. Perbedaan dengan penelitian Penulis

Perbedaan terletak pada substansi yang di bahas. Penulis menjelaskan mengenai warga Rohingya yang di Indonesia sebagai Pencari Suaka maupun Pengungsi yang dilindungi bukan sebagai kasus sebuah kejahatan Genosida melainkan lebih ke cara penanganannya.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini terdiri dari dua aspek yaitu : 1. Manfaat Teoritis

a. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan pengetahuan serta wawasan bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. Diharapkan pula dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu hukum terutama dalam bidang hukum internasional, khususnya mengenai bagaimana Status dan Perlindungan Hukum Pengungsi Rohingya di Indonesia.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan bagi penelitian-penelitian selanjutnya yang memiliki research interest serupa dengan Penulis, yaitu di bidang hak asasi manusia internasional, khususnya mengenai Pengungsi.

2. Secara Praktis

(8)

dapat lebih kritis dalam memahami persoalan-persoalan hukum, kebijakan pemerintah, dan pemahaman terhadap pengungsi-pengungsi baik di tingkat nasional maupun internasional terutama dalam penentuan Status dan Penanganan Pengungsi di Indonesia.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan menentukan jumlah sirip yang sesuai dengan kebutuhan penggunaan, diharapkan traktor dapat meningkatkan traksi yang dihasilkan dan traktor dapat mengembangkan tenaga

Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengatasi masalah yang terjadi yaitu merancang dan menghasilkan sebuah sistem informasi sewa lapangan futsal yang lebih efisien

– Komunikasi antar node tidak exclusive menempati 1 kanal dedicated – Data disampaikan dalam blok-blok yang disebut dengan packets. ● Mendukung protokol standar untuk

No Judul Jenis Karya Penyelenggara/ Penerbit/Jurnal Tanggal/ Tahun Ketua/ Anggota Tim Sumber Dana Keterangan 1 NA NA NA NA NA NA NA GL. KEGIATAN

Acara ini diikuti dari berbagai satker LIPI kedeputian IPK, antara lain dari UPT Loka Uji Teknik Penambangan Jampang Kulon, UPT Loka Uji Teknik Penambangan dan Mitigasi

Hasil analisis dengan uji chi square di dapatkan nilai ρ = 0,001 lebih kecil dari nilai α = 0,05, hal ini dapat di simpulkan bahwa hasil penelitian ini bermakna yaitu

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan penahanan dan pelayanan tahanan dalam proses peradilan pidana selama terdakwa ditahan di rumah tahanan negara;

7) Menawarkan alat bantu administratif - Pada Linux, ratusan (mungkin ribuan) perintah dan aplikasi berbasis layar grafis tersedia untuk membantu melakukan hal- hal seperti