• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS TERAPI ANTIHIPERTENSI PADA KASUS KRISIS HIPERTENSI DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD ULIN BANJARMASIN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EFEKTIVITAS TERAPI ANTIHIPERTENSI PADA KASUS KRISIS HIPERTENSI DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD ULIN BANJARMASIN"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

19

EFEKTIVITAS TERAPI ANTIHIPERTENSI PADA KASUS KRISIS

HIPERTENSI DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD ULIN

BANJARMASIN

Evita Peron Yoewono1*, Rina Saputri1, Rifa’atul Mahmudah1

1. Program Studi Sarjana Farmasi, Fakultas Kesehatan, Universitas Sari Mulia, Jalan Pramuka KM.6, 70238 Banjarmasin, Indonesia.

Info Artikel ABSTRAK Submitted: 04-09-2020

Revised: 27-09-2020 Accepted: 06-10-2020

*Corresponding author Evita Peron Yoewono Email:

evitayoewono@gmail.com

Latar belakang: Krisis Hipertensi merupakan salah satu kasus

penyakit yang banyak terjadi, jika tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan komplikasi dan kematian. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui terapi yang efektif dalam menangani Krisis Hipertensi sehingga dapat memperkecil terjadinya komplikasi dan kematian pada pasien yang mengalami Krisis Hipertensi.

Metode: Metode penelitian adalah cohort prospektif. Analisis data

dengan menggunakan uji Pair T-Test dan ANOVA, analisis analitik dengan prinsip evidence based medecine. Terdiri dari 11 sampel Hipertensi Urgensi dan 9 sampel Hipertensi Emergensi.

Hasil: Hasil penelitian untuk kasus Hipertensi Urgensi terdapat 6

kelompok terapi diantaranya adalah furosemide, nicardipine, amlodipine, candesartan + amlodipine, clonidine dan furosemide + nicardipine, namun terapi yang digunakan ini tidak sesuai dengan

guideline tetapi ada 2 kelompok terapi yang mampu menurunkan

tekanan darah diantaranya adalahfurosemide + nicardipine dan clonidine, sedangkan untukkasus Hipertensi Emergensi terdapat 5 kelompok terapi diantaranyaadalah nicardipine, amlodipine + nicardipine, furosemide, furosemide + candesartan + amlodipine dan furosemide + candesartan + amlodipine + clonidine, diperoleh hasil bahwa nicardipine adalah terapi yang sesuai dengan guideline serta mencapai target terapi dalam menurunkan tekanan darah.

Simpulan: Penggunaan terapi tidak sesuai dengan guideline untuk

pasien dengan kasus Hipertensi Urgensi, namun mampu menurunkan tekanan darah pasien, sedangkan untuk pasien dengan kasus Hipertensi Emergensi terapi yang efektif adalah nicardipine.

Kata kunci : Efektivitas, Krisis Hipertensi, Hipertensi Urgensi,

Hipertensi Emergensi, Tekanan Darah.

ABSTRACT

Background: Hypertension crisis is a case of disease that often

occurs, if not handled properly will cause comlication and death. This study was conducted to determine effective therapies in dealing with hypertensive crises so as to minimize the occurrence of complication and death in patients experiencing hypertensive crises

Method: The research method is a prospective cohort. Data analysis

using Pair T-Test and ANOVA, analytic analysis with evidence based medecine principles. Consists of 11 urgent hypertension samples and 9 emergency hypertension samples.

(2)

20

PENDAHULUAN

Prevalensi hipertensi berdasarkan hasil pengukuran pada penduduk umur > 18 tahun di Indonesia sebesar 34,1%, data ini dapat dibandingkan dengan data RISKESDAS tahun 2013 yaitu prevalensi hipertensi berdasarkan hasil pengukuran pada penduduk umur > 18 tahun di Indonesia sebesar 25,8% mengalami peningkatan sekitar 9,7% dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. Daerah Kalimantan Selatan pada tahun 2018 menduduki peringkat tertinggi dari seluruh provinsi di Indonesia sebesar 44,1%, sedangkan terendah di Papua sebesar 22,2% (Riskesdas, 2018).

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di Instalasi Gawat Darurat RSUD Ulin Banjarmasin didapatkanhasil bahwa jumlah kunjungan penderita. hipertensi di Instalasi Gawat Darurat pada tahun 2019 adalah 1.363 orang yang terdiri dari pasien krisis hipertensi sebanyak 432 orang (31,69% dari jumlah kunjungan pasien hipertensi). Data lain yang didapat melalui wawancara sederhana bersama tenaga kesehatan adalah banyaknya kejadian pasien krisis hipertensi yang dirawat di IGD, namun masih belum dilakukan penelitian terkait efektivitas terapi antihipertensi yang digunakan selama ini untuk menangani pasien krisis hipertensi.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang analisis efektivitas terapi antihipertensi pada kasus krisis hipertensi di IGD RSUD Ulin Banjarmasin untuk mengetahui terapi yang efektif dalam menangani krisis hipertensi sehingga dapat memperkecil terjadinya komplikasi dan kematian pada pasien yang mengalami krisis hipertensi.

METODE

Penelitian ini menggunakan metode cohort prospektif. Penelitian ini dilakukan di Instalasi Gawat Darurat RSUD Ulin Banjarmasin pada bulan Maret sampai Mei 2020. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien krisis hipertensi yang terdiagnosis krisis hipertensi (TD ≥ 180/120 mmHg) dan pasien mendapat terapi krisis hipertensi yang berada di Instalasi Gawat Darurat RSUD Ulin Banjarmasin selama 2 bulan penelitian. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh populasi yang berjumlah 20 sampel. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer adalah pengukuran tekanan darah sebelum dan sesudah pemberian terapi dan data sekunder adalah observasi dan dokumentasi data rekam medis pasien dari IGD RSUD Ulin Banjarmasin. Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara deskriptif dan statistik.

Results: The results of the study for the case of hypertension urgency

there are 6 therapeutic groups including furosemide, nicardipine, amlodipine, candesartan + amlodipine, clonidine and furosemide + nicardipine, but the therapy used is not in accordance with the guidelines but there are 2 groups of therapies that can reduce blood pressure including furosemide + nicardipine and clonidine, while for the case of emergence hypertension, there are 5 groups of therapies including nicardipine, amlodipine + nicardipine, furosemide, furosemide + candesartan + amlodipine and furosemide + candesartan + amlodipine + clonidine, the result is that nicardipine is a therapy that is in accordance with the guideline and the therapy is in accordance with the guideline and is in accordance with the guideline therapeutic target in lowering blood pressure.

Conclusion: The use therapy is not in accordance with the guidelines

for patients with hypertensive urgency cases, but is able to lower the patient’s blood pressure, whereas for patients with hypertensive emergencies the effective therapy is nicardipine.

Keywords: Blood Pressure, Effectiveness, Hypertensive Crisis,

(3)

21

HASIL

Penelitian ini melibatkan 20 sampel yang mengalami Krisis Hipertensi dan menerima terapi untuk menurunkan tekanan darah pasien dengan segera.

1. Karakteristik Pasien

Data karakteristik pasien Krisis Hipertensi pada penelitian ini berupa jenis kelamin dan umur. Gambaran data karakteristik pasien dapat dilihat pada tabel 1.1, tabel 1.2 dan tabel 1.3.

Tabel 1.1 Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin

Karakteristik Keterangan n=20 (%) Jenis kelamin Laki-laki 11 55

Perempuan 9 45

Jumlah 20 100

Tabel 1.2 Karakteristik Berdasarkan Umur

Karakteristik Keterangan n=20 (%) Umur (tahun) 21-30 2 10 31-40 4 20 41-50 5 25 51-60 4 20 61-70 4 20 71-80 1 5 Jumlah 20 100

Berdasarkan hasil penelitian mayoritas karakteristik pasien yang mengalami krisis hipertensi berjenis kelamin laki-laki. Rentang umur pasien yang terbanyak mengalami krisis hipertensi terdapat pada rentang umur 41-50.

Tabel 1.3 Karakteristik Berdasarkan Jenis Hipertensi

Berdasarkan penelitian karakteristik jenis hipertensi, pasien dengan Hipertensi Urgensi berjumlah 11 orang dan Hipertensi Emergensi 9 orang.

2. Kesesuaian Guideline Dengan Terapi

Kesesuaian guideline denganterapi yang diberikan kepada pasien dengan penyakit penyerta pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 2.1 dan tabel 2.2.

Berdasarkan hasil penelitian mayoritas terapi yang diberikan pada pasien dengan kasus Hipertensi Urgensi tidak sesuai dengan guideline dan mayoritas terapi yang diberikan pada pasien dengan kasus Hipertensi Emergensi sesuai dengan guideline.

Tabel 2.1 Kesesuaian Guideline Dengan Terapi Hipertensi Urgensi

No Penyakit Penyerta Terapi Kesesuaian dengan Guideline Ya Tidak 1 Edema, heart failure, CKD, sesak Nicardipine 5 mg IV √

Karakteristik Keterangan n=20 (%) Hipertensi Urgensi 11 55

Emergensi 9 45

(4)

22 nafas, anemia, diabetes mellitus

2 Pusing, nyeri perut Amlodipine 10 mg PO √

3 CKD on HD, selulitis, anemia Candesartan 16 mg PO +

amlodipine 10 mg PO √

4 CKD Furosemide 40 mg IV +

nicardipine 5 mg IV √

5 Cefalgia Clonidine 0,15 mg PO √

6 Tanpa penyakit penyerta Clonidie 0,15 mg PO √

7 Cefalgia Furosemide 40 mg IV √

8 CKD Furosemide 40 mg IV √

9 CKD Furosemide 40 mg IV √

10 CKD Furosemide 40 mg IV √

11 CKD Furosemide 40 mg IV √

Tabel 2.2 Kesesuaian Guideline Dengan Terapi Hipertensi Emergensi

No Penyakit Penyerta Terapi Kesesuaian dengan Guideline Ya Tidak 1 Stroke dan asma Nicardipine 5 mg IV √

2 Stroke dan diabetes

mellitus Nicardipine 5 mg IV √

3 CKD Nicardipine 5 mg IV √

4 Tanpa penyakit penyerta Nicardipine 5 mg IV √ 5 Tanpa penyakit penyerta Nicardipine 5 mg IV √ 6 CKD Amlodipine 10 mg PO + Nicardipine 5 mg IV √ 7 CKD Furosemide 40 mg IV √ 8 CKD Furosemide 40 mg PO + candesartan 8 mg PO + Amlodipine 10 mg PO √ 9 CKD Furosemide 20 mg PO + Candesartan 8 mg PO + Amlodipine 10 mg PO + Clonidine 0,15 mg PO √ PEMBAHASAN

Data karakteristik awal sampel pada penelitian ini adalah jenis kelamin dan umur pasien. Dari tabel 1 dapat dilihat terdapat 11 pasien dengan jenis kelamin laki-laki dan 9 pasien dengan jenis kelamin perempuan mengalami Krisis Hipertensi. Dari data ini menunjukkan sebagian besar pasien Krisis Hipertensi adalah laki-laki. Kasus hipertensi pada pria lebih mudah ditemukan, hal ini disebabkan karena adanya masalah beban pekerjaan yang dilampiaskan dengan makanan yang tidak sehat.

Dampak yang ditimbulkan adalah tekanan darah pun menjadi tinggi, karena pada pria lebih banyak melakukan aktivitas sehingga kelelahan diiringi pola makan dan polahidup yang tidak sehat menjadisalahsatu faktor dariterjadi hipertensi (Kiki, 2013).

Rentang usia sampel yang masuk dalam penelitian ini adalah 21-70 tahun, dimana sampel yang terbanyak pada penelitian ini berumur antara 41-50 tahun. Individu yang berusia diatas 40 tahun akan mengalami suatu kondisi dimana pada dinding pembuluh darah akan mengalami keadaan kehilangan elastisitas. Kondisi demikian akan mengakibatkan meningkatnya tekanan darah pada dinding pembuluh darah karena darah yang terus memompa tanpa adanya dilatasi pembuluh darah (Anggara& Prayitno, 2013). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang didapatkan,yaitu pasien yang berumur > 40 tahun lebih berisiko mengalami hipertensi.

Data yang terdapat pada tabel 2 menunjukan bahwapenyakit penyerta pada pasien Krisis Hipertensi yang tertinggi diduduki oleh Chronic Kidney Disease(CKD). Hipertensi merupakan salah satu faktor insiasi yang mengawali kerusakan ginjal dan juga sebagai faktor progresif yang dapat mempercepat penurunan fungsi ginjal. Hal ini dikarenakan volume darah yang mengalir

(5)

23 melalui ginjal berkurang dan tekanan darah di glomerulus ginjal menurun karena penyempitan arteri setempat. CKD dikaitkan dengan peningkatan aktivitas dari Renin Angiotensin Aldosteron

System (RAAS). (Akmarawati, 2016).

1. Efektivitas Terapi Pada Pasien Hipertensi Urgensi

Pengukuran efektivitas terapi pada penelitian ini dilihat dari ada atau tidaknya penurunan tekanan darah sekitar 25% selama 24 jam tetapi tidak lebih rendah dari 160/100 mmHg, karena akan mengganggu hemostasis yang berfungsi untuk menjaga aliran darah tetap baik di dalam sirkulasi sistemik. Pengukuran efektivitas terapi dilakukan dengan menggunakan analisis SPSS dengan menggunakan analisis parametrik karena distribusi data yang normal untuk 1 kelompok terapi yaitu furosemide dan kelompok lainnya dianalisis secara deskriptif karena jumlah sampel yang tidak mencukupi untuk dilakukan analisis secarastatistik. Data tekanan darah pasien terukur dari pertama masuk ke IGD hingga 1 jam pertama setelah pemberian terapi.

a. Furosemide 40 mg IV

Pada penelitian ini terapi yang paling banyak digunakan untuk mengatasi hipertensi urgensiadalah furosemide dari hasil analisis statistik furosemide signifikan dalam menurunkan tekanan darah sistolik dengan nilai signifikan 2 arah sebesar 0,006, namun tidak signifikan dalam menurunkan tekanan darah diastolik dengan nilai signifikan 2 arah sebesar 0,253.Hasil dari persentase penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik menunjukkan bahwa furosemide mampu menurunkan tekanan darah sistolik sebesar 8,4% dan tekanan darah diastolik sebesar 2,1%. Berdasarkan guideline target penurunan tekanan darah sekitar 25% selama 24 jam tetapi tidak lebih rendah dari 160/100 mmHg.

Terapi ini bukan menjadi pilihan utama dalam mengatasi Hipertensi Urgensi. Mayoritas pasien yangmengalami Hipertensi Urgensi disertai dengan komplikasi CKD. Berdasarkan JNC 8 pilihan utama pada pasien Hipertensi Urgensi dengan CKD adalah ARB atau ACEI, sedangkan alternatif terapi dapat meggunakan CCB atau thiazide. Furosemide mampu menurunkan tekanan darah karena mampu bekerja dengan menghambat transpor aktif klorida ke kanal Na-K-2Cl yang akan menurunkan reabsorbsi natrium dan klorida sehingga menyebabkan natriuresis dan klirens air bebas(Musyahida, 2016).

b. Nicardipine 5 mg IV

Pada penelitian ini terdapat 1 pasien yang memperoleh terapi nicardipine intravena. Hasil dari persentase penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik menunjukkan bahwa nicardipine mampu menurunkan tekanan darah sistolik sebesar 33,8% dan tekanan darah diastolik sebesar 36,1%. Berdasarkan guideline target penurunan tekanan darah sekitar 25% selama 24 jam tetapi tidak lebih rendah dari 160/100 mmHg.

Terapi ini tidak sesuai dengan guideline dan penurunan secara drastis dapat menimbulkan ketidakseimbangan hemostasis (Dewi, 2018). Nicardipine merupakan obat antihipertensi golongan calcium channel blocker (CCB) kelompok dihidropiridin yang bekerja menghambat masuknya kalsium ke dalam sel melalui channel-L yang bekerja pada arteri(Restadiamawati, 2015). Terapi diberikan secara intravena, berdasarkan literatur untuk pasien Hipertensi Urgensi seharusnya diberikan terapi secara oral, hal ini juga yang menjadi penyebab penurunan tekanan darah pasien secara drastis(Page, Corcoran and Taylor, 2018).

c. Amlodipine 10 mg PO

Pada penelitian ini terdapat 1 pasien yang memperoleh terapi amlodipine oral. Hasil dari persentase penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik menunjukkan bahwa amlodipine dapat menurunkan tekanan darah sistolik sebesar 22,5% selama 1 jam pertama namun berbanding terbalik dalam menurunkan tekanan darah diastolik sebesar 9,8% serta tekanan darah pasien setelah 1 jam menerima terapi sebesar 155/101 mmHg.

Berdasarkan guideline target penurunan tekanan darah sekitar 25% selama 24 jam terapi dan tekanan darahnya tidak lebih rendah dari 160/100 mmHg. Terapi ini tidak

(6)

24 sesuai dengan guideline dan penurunan secara drastis pada tekanan darah sistolik dapat menimbulkan ketidakseimbangan hemostasis.

Amlodipine merupakan terapi golongan calcium channel blocker (CCB) kelompok dihidropiridin yang bekerja menghambat ion kalsium masuk ke dalam vaskularis otot polos dan otot jantung sehingga mampu menurunkan tekanan darah (Mutakin, 2013)

d. Candesartan 16 mg PO dan Amlodipine 10 mg PO

Pada penelitian ini terdapat 1 pasien yang memperoleh terapi kombinasi candesartan dan amlodipine oral. Hasil dari persentase penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik menunjukkan bahwa kombinasi candesartan dan amlodipine dapat menurunkan tekanan darah sistolik sebesar 18,5% dan tekanandarahdiastolik sebesar 10,1% selama 1 jam pertama, serta tekanan darah pasien setelah 1 jam menerima terapi sebesar 149/80 mm/Hg Berdasarkan guideline target penurunan tekanan darah sekitar 25% selama 24 jam tetapi tekanan darahnya tidak lebih rendah dari 160/100 mmHg.

Terapi ini tidak sesuai dengan guideline dan penurunan secara drastis pada tekanan darah dapat menimbulkan ketidakseimbangan hemostasis (Dewi, 2018). Amlodipine merupakan golongan calcium channel blocker(CCB) yang bekerja menghambat influx kalsium melewati membran dan candesartan merupakan golongan angiotensin receptor

blocker (ARB) yang efektif menurunkan tekanan darah pada kondisi pasien yang memiliki

kadar renin tinggi (Nurhikma, Wulaisfan and Musdalipah, 2019). Namun, kombinasi terapi ini meningkatkan biaya terapi menjadi lebih mahal dikarenakan kombinasi dua obat, melalui analisis deskriptif dapat dilihat bahwa amlodipine tunggal saja sudah dapat memberikan efek terapi yang baik dengan persentase penurunan yang lebih tinggi daripada kombinasi terapi.

e. Clonidine 0,15 mg PO

Pada penelitian ini terdapat 2 pasien yang memperoleh terapi clonidine oral. Hasil dari persentase penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik menunjukkan bahwa clonidine mampu menurunkan tekanan darah sistolik sebesar 4,3% dan tekanan darah diastolik sebesar 0,5%. Berdasarkan guideline target penurunan tekanan darah sekitar 25% selama 24 jam tetapitekanandarahnya tidak lebih rendah dari 160/100 mmHg. Terapi ini tidak sesuai dengan guideline dalam menurunkan tekanan darah. Clonidine memiliki mekanisme kerja yang sama seperti methyldopa yang mmerupakan terapi golongan alpha2 agonis yang bekerja dengan cara merangsang adrenoreseptoralfa-2 di otak yang mampu mereduksi respon saraf simpatik dari sistem saraf pusat (Haidar, 2019).

f. Furosemide 40 mg IV dan Nicardipine 5 mg IV

Pada penelitian ini terdapat 1 pasien yang memperoleh terapi kombinasi furosemide dan nicardipine. Hasil dari persentase penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik menunjukkan bahwa kombinasi ini mampu menurunkan tekanan darah sistolik sebesar 14,2% dan tekanan darah diastolik sebesar 15,3%. Berdasarkan guideline target penurunan tekanan darah sekitar 25% selama 24 jam tetapi tekanan darahnya tidak lebih rendah dari 160/100 mmHg. Terapi ini tidak sesuai dengan guideline. Kombinasi ini aman dan tidak menimbulkan interaksi yang mengakibatkan efek samping serius terutama untuk pasien dengan penyakit penyerta CKD. Namun, kombinasi ini meningkatkan biaya terapi menjadi lebih mahal dikarenakan kombinasi dua obat (Yogiantoro,2010).

2. Efektivitas Terapi Pada Pasien Hipertensi Emergensi

Pengukuran efektivitas terapi pada penelitian ini dilihat dari ada atau tidaknya penurunan tekanan darah sebesar 25% selama 1 jam, karena akan mengganggu hemostasis yang berfungsi untuk menjaga aliran darah tetap baik di dalam sirkulasi sistemik. Pengukuran efektivitas terapi dilakukan dengan menggunakan software analisis data SPSS dengan menggunakan analisis non parametrik karena distribusi data yang tidak normal untuk 1 kelompok terapi yaitu nicardipine dan kelompok lainnya dianalisis secara deskriptif karena jumlah sampel yang tidak mencukupi untuk dilakukan analisissecara statistik. Data

(7)

25 tekanan darah pasien terukur dari pertama masuk ke IGD hingga 1 jam pertama setelah pemberian terapi.

a. Nicardipine 5 mg IV

Pada penelitian ini terapi yang paling banyak digunakan untuk mengatasi Hipertensi Emergensi adalah nicardipine dari hasil analisis statistik nicardipine signifikan dalam menurunkan tekanan darah sistolik dengan nilai signifikan 2 arah sebesar 0,012 dan signifikan dalam menurunkan tekanan darah diastolik dengan nilai signifikan 2 arah sebesar 0,005. Hasil dari persentase penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik menunjukkan bahwa nicardipine mampu menurunkan tekanan darah sistolik sebesar 24,1% dan tekanan darah diastolik sebesar 17,4%. Berdasarkan guideline target penurunan tekanan darah maksimal 25 % selama 1 jam pertama. Terapi ini sesuai dengan

guideline dari pemilihan dosis hingga penurunan tekanan darah yang sesuai dengan target.

Nicardipine memiliki mekanisme kerja menghambat pergerakan ion kalsium melintasi membran sel sistemik dan otot polos pembuluh darah koroner. Sehingga tidak terjadi influk kalsium dalam pembuluh darah dan mencegah terjadinya vasokonstriksi otot polos pembuluh darah dengan mencegah terjadinya vasokonstriksi otot polos pembuluh darah maka akan terjadi vasodilatasi pada pembuluh darah yang mengakibatkan penurunan tekanan perfusi di pembuluh darah sehingga tekanan darah akan turun dan resiko stroke akan berkurang. Onset dari nicardipine adalah 5-10 menit dan memiliki durasi selama 3-5 menit (Mancia et al., 2018).

b. Amlodipine 10 mg PO dan Nicardipine 5 mg IV

Pada penelitian ini terdapat 1 pasien yang memperoleh kombinasi terapi amlodipine dan nicardipine. Hasil dari persentase penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik pasien menunjukkan bahwa kombinasi terapi ini mampu menurunkan tekanan darah sistolik sebesar 10,1% dan tekanan darah diastolik sebesar 6,7%. Berdasarkan

guideline target penurunan tekanan darah maksimal 25% selama 1 jam pertama.

Hasil dari persentase penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik menunjukkan bahwa kombinasi amlodipine dan nicardipine kurang efektif dalam menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik, persentase yang diperoleh < 25% selama 1 jam pertama. Diikuti kombinasi terapi ini tidak sesuai dengan guideline. Mekanisme terapi yang samaini dikarenakan terapi yang diberikan berasal dari golongan obat yang sama yaitu CCB membuat peningkatan terjadinya efek samping dan meningkatkan terjadinya penghambatan kanal kalsium menyebabkan resiko terjadinya hipotensi lebih besar. Kombinasi ini kurang efektif dalam permasalahan biaya daripada terapi tunggal (Utami, Hasmono and Yusetyani, 2013).

c. Furosemide 40 mg IV

Pada penelitiann ini terdapat 1 pasien yang memperoleh terapi furosemide. Hasil dari persentase penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik menunjukkan bahwa terapi ini tidak mampu menurunkan tekanan darah sistolik sebesar -0,88% dan tekanan darah diastolik sebesar 7,4%. Berdasarkan guideline target penurunan tekanan darah maksimal 25 % selama 1 jam pertama. Hasil dari persentase penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik menunjukkan bahwa terapi ini kurang efektif dalam menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik, persentase yang diperoleh < 25% selama 1 jam pertama. Terapi ini tidak sesuai dengan guideline. Furosemide merupakan obat golongan

loop diuretic berpotensi tinggi digunakan dalam menangani pasien hipertensi disertai

dengan CKD. Furosemide bekerja dengan menghambat transpor aktif klorida ke kanal Na-K-2Cl yang akan menurunkan reabsorbsi natrium dan klorida sehingga menyebabkan natriuresis dan klirens air bebas(Musyahida, 2016).

d. Furosemide 40 mg PO, Candesartan 8 mg PO dan Amlodipine 10 mg PO

Pada penelitian ini terdapat 1 pasien yang memperoleh kombinasi terapi furosemide, candesartan dan amlodipine. Hasil dari persentase penurunan tekanan darah

(8)

26 sistolik dan diastolik menunjukkan bahwa kombinasi terapi ini mampu menurunkan tekanan darah sistolik sebesar 13,6% dan tekanan darah diastolik sebesar 1%. Berdasarkan guideline target penurunan tekanan darah maksimal 25 % selama 1 jam pertama. Hasil dari persentase penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik menunjukkan bahwa terapi ini kurang efektif dalam menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik, persentase yang diperoleh < 25% selama 1 jam pertama. Diikuti kombinasi terapi ini tidak sesuai dengan guideline. Furosemide merupakan golongan loop diuretic, candesartan golongan angiotensin II receptor blockers dan amlodipine golongan calcium

channel blocker. Mekanisme terapi yang berbeda-beda membuat peningkatan resiko

terjadinya efek samping. Kombinasi ini kurang efektif dalam permasalahan biaya daripada terapi tunggal (Yogiantoro,2010).

e. Furosemide 20 mg PO, Candesartan 8 mg PO, Amlodipine 10 mg PO dan Clonidine 0,15 mg PO

Pada penelitian ini terdapat 1 pasien yang memperoleh kombinasi terapi furosemide, candesartan, amlodipine dan clonidine. Hasil dari persentase penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik menunjukkan bahwa kombinasi terapi ini mampu menurunkan tekanan darah sistolik sebesar 15,9% dan tekanan darah diastolik sebesar 7,6%. Berdasarkan guideline target penurunantekanan darah maksimal 25 % selama 1 jam pertama. Hasil dari persentase penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik menunjukkan bahwa terapi ini kurang efektif dalam menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik, persentase yang diperoleh < 25% selama 1 jam pertama.

Diikuti kombinasi terapi ini tidak sesuai dengan guideline. Furosemide merupakan golongan loop diuretic, candesartan golongan angiotensin II receptor blockers, amlodipine golongan calcium channel blocker dan clonidine golongan alpha 2 agonists. Mekanisme terapi yang berbeda-beda membuat peningkatan resiko terjadinya efek samping. Kombinasi ini kurang efektif dalam permasalahan biaya daripada terapi tunggal (Yogiantoro,2010).

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, profil penggunaan terapi pada Hipertensi Urgensi tidak sesuai dengan guideline, namun mampu menurunkan tekanan darah walaupun tidak sesuai dengan target terapi. Terapi yang digunakan diantaranya furosemide 40 mg IV, nicardipine 5 mg IV, amlodipine 10 mg PO, candesartan 16 mg-amlodipine 10 mg, clonidine 0,15 mg PO dan furosemide 40 mg IV-nicardipine 5 mg IV. Terapi pada Hipertensi Emergensi terdapat 1 kelompok terapi yang sesuai dengan guideline. Terapi yang digunakan diantaranya nicardipine 5 mg IV, amlodipine 10 mg nicardipine 5 mg IV, furosemide 40 mg IV, furosemide 40 mg candesartan 8 mg amlodipine 10 mg PO, dan furosemide 20 mg candesartan 8 mg PO-amlodipine 10 mg PO-clonidine 0,15 mg PO.

UCAPAN TERIMA KASIH

Peneliti berterimakasih kepada keluarga, teman-teman yang telah memberikan dukungan dan dosen Universitas Sari Mulia yang telah membimbing saya selama pengerjaan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Akmarawati, K. (2016) ‘Hubungan Patofisiologi Hipertensi Dan Hipertensi Renal’, Ilmiah

Kedokteran, 5, pp. 15–25.

Anggara Dwi, F.H dan Prayitno N. (2013) 'Faktor-Faktor yang berhubungan dengan Tekanan

darah di Puskesmas Telaga Murni Cikarang Barat. Jakarta: Program Studi Kesehatan

Masyarakat STIKES MH. Thamrin. Jurnal Ilmiah Kesehatan. Vol 5/No. 1

(9)

27 Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia Kesehatan, Badan Pengembangan Dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan. Haidar, A. (2019) ‘Hipertensi Pada Kehamilan.’, Herb-Medicinae, 2, pp. 4005–4008. Available at:

https://core.ac.uk/download/pdf/234099598.pdf.

Kiki, A. M. (2013) ‘Hubungan Antara Perilaku Olahraga, Stress Dan Pola Makan Dengan Tingkat

Hipertensi Pada Lanjut Usia Di Posyandu Lansia Kelurahan Gebang Putih Kecamatan Sukolilo Kota Surabaya Kiki’, Jurnal Promkes Universitas Airlangga Surabaya, 1, pp. 227–

231. doi: 10.1109/ISSSTA.2008.47.

Mancia, G. et al. (2018) 2007 Guidelines for the Management of Arterial Hypertension: The Task

Force for the Management of Arterial Hypertension of the European Society of Hypertension (ESH) and of the European Society of Cardiology (ESC), Journal of Hypertension. doi:

10.1097/HJH.0b013e3281fc975a.

Musyahida, R. A. (2016) ‘Studi Penggunaan Terapi Furosemid pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik

(PGK) Stadium V’.

Mutakin, A. A. and (2013) ‘Analisis Amlodipin Dalam Plasma Darah Dan Sediaan Farmasi’,

Farmaka, 15, pp. 1–15.

Nurhikma, E., Wulaisfan, R. and Musdalipah, M. (2019) ‘Cost Effectiveness Kombinasi

Antihipertensi Candesartan-Bisoprolol dan Candesartan-Amlodipin Pada Pasien Rawat Jalan Penderita Hipertensi’, Jurnal Profesi Medika : Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, 13(2), pp.

54–61. doi: 10.33533/jpm.v13i2.1284.

Page, I. H., Corcoran, A. C. and Taylor, R. D. (2018) ‘Management of hypertension.’, Postgraduate

medicine, 1(6), pp. 436–447. doi: 10.1080/00325481.1947.11691709.

Restadiamawati, D. G. F. and (2015) ‘Pengaruh Penggunaan Nifedipin Pada Penderita Hipertensi

Terhadap Laju Aliran Saliva Dan Pembesaran Gingiva’, Media Medika Muda, 4(4), pp. 713–

722.

Riskesdas, K. (2018) ‘Hasil Utama Riset Kesehata Dasar (RISKESDAS)’, Journal of Physics A: Mathematical and Theoretical, 44(8), pp. 1–200. doi: 10.1088/1751-8113/44/8/085201. Utami, N., Hasmono, D. and Yusetyani, L. (2013) ‘Studi Penggunaan Calcium Channel Blocker

(Ccb) Pada Pasien Stroke Hemorraghic’, Media Farmasi: Jurnal Ilmu Farmasi, 10(2), pp. 71–

83. doi: 10.12928/mf.v10i2.1174.

Yogiantoro, M., 2010, Hipertensi Esensial, dalam Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S., Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 5 Jilid 1, Penerbit FK UI, Jakarta, hal 1082-108

Gambar

Tabel 1.3 Karakteristik Berdasarkan Jenis Hipertensi
Tabel 2.2 Kesesuaian Guideline Dengan Terapi Hipertensi Emergensi

Referensi

Dokumen terkait

4 TIN 216IND/Kuliah/A Ergonomi Industri HILMA RAIMONA ZADRY, Ph.D,LUSI SUSANTI, Dr.Eng.. DR.,DICKY

Penelitian mengenai formulasi gel dari lendir bekicot (Achatina fulica) serta uji aktivitas pada bakteri Propionibacterium acnes dikerjakan dalam beberapa tahapan yaitu

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT atas segala limpahan kasih sayang, rahmat dan hidayahNya sehingga penyusunan tesis yang berjudul “Pengaruh

Contoh data primer adalah data yang diperoleh dari responden melalui kuesioner, kelompok fokus, dan panel, atau juga data hasil wawancara peneliti dengan nara

5 Beberapa hal tentang pekerja dari etnik Jawa di atas telah diketahui secara luas oleh masyarakat umum, namun banyak dari masyarakat tidak mengetahui pasti awal mula

hal ini dikarenakan bahwa peristiwa stock split dianggap sebagai sinyal positif mengenai prospek kinerja keuangan perusahaan dan stock split tidak memiliki nilai

Dalam hal ini semua yang berhubungan dengan bagaimana implementasi manajemen kurikulum Madrasah Murottilil Qur’an Al-Rifa’ie 2 dan bagaimana kepemimpinan kepala

Hadjon dan Tatiek Sri Djatmiati, mereka memberikan pemahaman bahwa, asas contrarius actus dalam hukum administrasi didefinisikan sebagai kewenangan yang melekat