BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Sifat Penelitian
Penelitian skripsi ini bersifat deskriptif dengan menggunakan metode analisis isi kuantitatif. Penelitian deskriptif hanya memaparkan situasi atau peristiwa. “Penelitian ini tidak mencari atau menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesis, atau membuat prediksi” 39. Oleh karena itu, penelitian ini hanya akan mendeskripsikan tema tayangan “Bukan Empat Mata” dan mengkaji isi pesan media secara kuantitatif untuk mengetahui bagaimana penerapan Standar Program Siaran dari Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) di pertelevisian Indonesia.
Riset kuantitatif adalah riset yang menggambarkan atau menjelaskan suatu masalah yang hasilnya dapat digeneralisasikan. Dengan demikian tidak terlalu me-mentingkan kedalaman data atau analisis. Namun tetap harus bersifat objektif dan memisahkan diri dari data. 40
Penelitian deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan (memaparkan) peristiwa-peristiwa yang urgen terjadi pada masa kini. Pemaparan peristiwa tersebut dilakukan secara sistematik, akurat dan lebih menekankan pada data faktual. 41
3.2. Metode Penelitian
Peneliti ini menggunakan metode analisis isi untuk mengidentifikasi banyaknya ruang dan jenis acara hiburan yang dimuat dalam acara humor, terhadap masalah apa sajakah yang mendapat banyak perhatian dan dalam kategori apa. Menurut Flournor (1989), metode analisis isi merupakan teknik penelitian yang obyektif, sistematis dan terperinci tentang isi media massa. 42
Penerapan metode analisis isi yang diterapkan adalah melihat kecen-derungan isi media (meliputi bentuk penyajian dan isi pesan yang disampaikan) terhadap program “Bukan Empat Mata” di Trans 7.
Jadi unit penelitiannya adalah media yaitu bentuk penyajian, tema, isi tayangan dan sebagainya pada program “Bukan Empat Mata”. Selanjutnya, analisis dilakukan dengan mengkuantifikasikan isi tayangan dengan menghitung jumlah frekuensinya dalam persentase.
Kegiatan pengumpulan data adalah prosedur yang sangat menentukan baik tidaknya sebuah riset. Jika tidak dirancang dengan baik, maka data yang diperoleh pun tidak sesuai dengan permasalahan penelitian.43
Dalam penelitian ini, peneliti memakai metode riset kuantitatif dokumentasi tayangan program “Bukan Empat Mata” di Trans 7 periode Agustus-September 2009. Tujuannya untuk mendapatkan informasi yang mendukung analisis dan interprestasi data.
42 Werner J. Severin-James W. Tankard, Jr, Teori Komunikasi, Sejarah, Metode, dan Terapan di dalam Media Massa. Alih Bahasa Sugeng Hariyanto, Kencana, Jakarta 2005.
43 Rahmat Kriyantono, Teknis Praktis Riset Komunikasi, Kencana, Jakarta, Cetakan ke-3, 2008.
3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi
Populasi adalah jumlah dari keseluruhan objek atau fenomena yang diteliti
44. Jadi populasi penelitian untuk analisis isi ini adalah tayangan komedi talkshow
“Bukan Empat Mata” yang ditayangkan oleh stasiun televisi Trans 7 selama bulan Agustus-September 2009. Pemilihan periode tersebut, didasarkan pada perkem-bangan terbaru dalam tayangan komedi talkshow “Bukan Empat Mata” yang disiarkan dan juga sebelum penelitian ini terselesaikan. Selain itu, dalam periode dua bulan, dapat diketahui tren yang terjadi pada suatu program atau tayangan komedi talkshow.
Jumlah populasi dalam penelitian ini selama periode Agustus-September 2009 berjumlah 42 episode, yang dipilih secara acak, dalam kurun waktu dua bulan. Alasan peneliti ingin meneliti dalam kurun waktu dua bulan adalah untuk mendapatkan data yang orisinil. Karena bulan Agustus-September 2009 merupa-kan perkembangan dalam tayangan “Bumerupa-kan Empat Mata” yang telah mengalami pergantian nama program dari “Empat Mata” sejak Desember 2008, dan juga sebelum penelitian ini terselesaikan.
3.3.2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari keseluruhan objek atau fenomena yang akan diamati. 45 Alasan peneliti tidak dapat menjangkau populasi karena jumlahnya banyak berdasarkan keterbatasan tenaga, waktu, biaya dukungan logistik dan kepraktisan. Maka penelitian hanya dapat menjangkau sebagian dari populasi. Sebagian populasi tersebut adalah sampel. Sampel merupakan bagian dari populasi atau sejumlah anggota populasi yang mewakili populasinya.
Pengambilan sampel dilakukan dengan dokumentasi tayangan “Bukan Empat Mata” selama periode Agustus-September 2009, kemudian dibuat nomor dan diundi (simple random sampling). Pemilihan sampel secara acak dilakukan dengan memilih tayangan “Bukan Empat Mata” sebanyak 5 episode tiap bulan, jadi jumlah total keseluruhan yang diteliti adalah 10 episode. Waktu tayang “Bukan Empat Mata” yang diteliti adalah hari Senin sampai dengan Jumat, pukul 22.00-24.00 WIB, dengan durasi 120 menit per program.
45
Dengan demikian, sampel waktu dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 3.4.2.1 Sampel Penelitian
Sampel Episode Waktu
1. Senin, 3 Agustus 2009 22.00 – 24.00 WIB
2. Kamis, 6 Agustus 2009 22.00 – 24.00 WIB
3. Kamis, 13 Agustus 2009 22.00 – 24.00 WIB
4. Kamis, 20 Agustus 2009 22.00 – 24.00 WIB
5. Rabu, 26 Agustus 2009 22.00 – 24.00 WIB
6. Selasa, 8 September 2009 22.00 – 24.00 WIB
7. Selasa, 15 September 2009 22.00 – 24.00 WIB
8. Senin, 21 September 2009 22.00 – 24.00 WIB
9. Rabu, 23 September 2009 22.00 – 24.00 WIB
3.3.3. Unit Analisis
Unit analisis penelitian ini adalah tematik, yaitu tema-tema apa saja yang menjadi pembahasan pada setiap episode tayangan “Bukan Empat Mata” setiap hari Senin sampai Jumat pukul 22.00-24.00 WIB. Untuk memudahkan proses pengumpulan data, maka dilakukan teknik pencatatan data yang didasarkan pada operasional konsep yang telah ditentukan.
3.4. Definisi Konsep & Operasionalisasi Kategori 3.4.1. Definisi Konsep
Menurut James F. Engel, Roger D. Blackwell dan Paul W. Miniard (1994), pengetahuan diukur dengan cara mengukur pengetahuan objektif (objective know-ledge), di mana pengukuran ini merupakan pengukuran yang menyadap apa yang benar-benar sudah disimpan oleh konsumen di dalam ingatan.46 Definisi dari konsep-konsep yang dipakai dalam penelitian tayangan “Bukan Empat Mata” ini adalah sebagai berikut:
3.4.1.1. Komedi Talkshow
Komedi talkshow yang dimaksud di sini adalah sebuah program talkshow yang menggunakan perspektif komedi dan selalu meng-hadirkan Selebriti di setiap episodenya. Tidak hanya menawarkan informasi, tapi juga sekaligus obrolan ringan seputar topik-topik menarik bersama para bintang tamu. Talkshow tersebut lebih menitik-beratkan pada show-nya belaka, sementara talk-nya
46
Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, Edisi Revisi, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2003.
berhenti hanya sebagai rekayasa komedi bagi sebuah show. Pembawa acara juga merupakan salah satu faktor penting yang memberikan kesuk-sesan acara ini. Acara ini tidak akan sama jika dibawakan oleh orang lain. Program ini pun berhasil menaklukkan format talkshow yang serius menjadi penuh canda, karena tayangan ter-sebut tak pernah diniatkan sebagai talkshow yang sejatinya talkshow.
3.4.1.2. Standar Program Siaran KPI No. 3 Tahun 2007
Standar Program Siaran (SPS) adalah peraturan yang ditetapkan di Jakarta, pada tanggal 18 September 2007 oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) bagi Lembaga Penyiaran untuk menghasilkan program siaran yang berkualitas sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Standar Program Siaran me-rupakan panduan tentang batasan-batasan apa yang boleh dan tidak boleh dalam penayangan program siaran.
Sesuai dengan tujuan penelitian yang berhubungan dengan etika penayangan program, maka pasal-pasal tentang Standar Program Siaran (SPS) dalam Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Nomor 3 Tahun 2007. Pada penelitian ini, penerapan Standar Program Siaran diukur berdasarkan ada tidaknya pelanggaran kode etika yang dilakukan dalam tayangan komedi talkshow “Bukan Empat Mata” di Trans 7.
3.4.2. Operasionalisasi Kategori
Definisi operasional kategori yang digunakan dalam penelitian ini adalah pemilihan pasal-pasal Standar Program Siaran (SPS) dalam Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Nomor 3 Tahun 2007 sebagai alat penelitian tayangan program “Bukan Empat Mata” didasarkan pada keterkaitannya dengan pena-yangan program siar, khususnya yang mengatur cara-cara penapena-yangan siaran sebuah program.
Pasal-pasal Standar Program Siaran dalam Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 3 Tahun 2007. yang digunakan adalah sebagai berikut:
3.4.2.1. Indikator Isi Program - Pasal 6
Bunyi dari pasal 6 ini mengatur tentang isi tayangan program yaitu Standar Program Siaran menentukan bahwa standar isi siaran yang berkaitan dengan:
1). penghormatan terhadap nilai-nilai Agama; 2). norma kesopanan dan kesusilaan;
3). perlindungan anak-anak, remaja, dan perempuan;
4). pelarangan dan pembatasan adegan seks, kekerasan, dan sadisme; 5). penggolongan program menurut usia khalayak;
6). rasa hormat terhadap hak pribadi.
Jika dalam tayangan “Bukan Empat Mata” per episodenya terdapat pelanggaran pasal 6, maka pada lembar koding kolom “pelanggaran” akan diberi kode (✓). Sebaliknya, bila tidak ada pelanggaran pasal 6, maka kolom “tidak
melanggar” akan diberi kode (✓). Kemudian kolom tersebut dijumlah per episodenya.
3.4.2.2. Indikator Pelecehan Kelompok Masyarakat Tertentu - Pasal 12 Bunyi dari pasal 12 ini mengatur tentang pelecehan tehadap Kelompok ma-syarakat tertentu yaitu:
1. Lembaga penyiaran dilarang memuat program yang melecehkan kelompok masya-rakat tertentu yang selama ini sering diperlakukan negatif, seperti:
a. kelompok-kelompok pekerja tertentu misalnya: pekerja rumah tangga, hansip, dan satpam;
b. kelompok masyarakat yang kerap dianggap memiliki penyimpangan, seperti: waria, banci, laki-laki yang keperempuanan, perempuan yang kelaki-lakian, dan sebagainya;
c. kelompok lanjut usia dan janda/duda;
d. kelompok dengan ukuran dan bentuk fisik di luar normal, seperti: gemuk, cebol, bergigi tonggos, bermata juling, dan sebagainya;
e. kelompok yang memiliki cacat fisik, seperti: tuna netra, tuna rungu, tuna wicara;
f. kelompok yang memiliki cacat atau keterbelakangan mental, seperti: embisil, idiot, dan sebagainya;
g. kelompok pengidap penyakit tertentu, seperti penderita HIV/AIDS, kusta, epilepsi, dan sebagainya.
2. Dalam kaitan dengan ketentuan ayat (1) di atas, lembaga penyiaran harus mengikuti ketentuan sebagai berikut:
a. dilarang menyiarkan program yang mengandung muatan yang dapat mem-bangun atau memperkokoh stereotip negatif mengenai kelompok-kelom-pok tersebut;
b. dilarang menyiarkan program yang menjadikan kelompok-kelompok terse-but sebagai bahan olok-olok atau tertawaan;
c. dilarang menyajikan program yang di dalamnya memuat sebutan-sebutan yang sifatnya merendahkan atau berkonotasi negatif terhadap kelompok-kelompok tersebut.
3. Bila memang dalam program tersebut terdapat muatan stereotipe negatif mengenai kelompok-kelompok tersebut, hal itu harus selalu digambarkan dalam konteks tindakan yang salah dan tidak dapat dibenarkan.
Jika dalam tayangan “Bukan Empat Mata” per episodenya terdapat pelanggaran pasal 12, maka pada lembar koding kolom “pelanggaran” akan diberi kode (✓). Sebaliknya, bila tidak ada pelanggaran pasal 6, maka kolom “tidak melanggar” akan diberi kode (✓). Kemudian kolom tersebut dijumlah per episodenya.
3.4.2.3. Indikator Teks Program - Pasal 13
“Dalam menayangkan teks dan bahan tema tidak boleh menyajikan peng-gunaan bahasa atau kata-kata makian yang mempunyai kecenderungan menghina
atau merendahkan martabat manusia, memiliki makna jorok, mesum, cabul, vulgar, serta menghina agama dan Tuhan.
Kata-kata kasar dan makian yang dilarang disiarkan mencakup kata-kata dalam bahasa Indonesia, bahasa asing, dan bahasa daerah, baik diungkapkan secara verbal maupun nonverbal.
Jika dalam tayangan “Bukan Empat Mata” per episodenya terdapat pelang-garan pasal 13, maka pada lembar koding kolom “pelangpelang-garan” akan diberi kode (✓). Sebaliknya, bila tidak ada pelanggaran pasal 6, maka kolom “tidak melang-gar” akan diberi kode (✓). Kemudian kolom tersebut dijumlah per episodenya.
3.4.2.4. Indikator Pelarangan dan Pembatasan Program Siaran Seks – Pasal 18
Lembaga penyiaran televisi dilarang menampilkan adegan yang secara jelas didasarkan atas hasrat seksual.
Lembaga penyiaran televisi dibatasi menyajikan adegan dalam konteks kasih sayang dalam keluarga dan persahabatan, termasuk di dalamnya: mencium rambut, mencium pipi, mencium kening/dahi, mencium tangan, dan sungkem.
Jika dalam tayangan “Bukan Empat Mata” per episodenya terdapat pelanggaran pasal 18, maka pada lembar koding kolom “pelanggaran” akan diberi kode (✓). Sebaliknya, bila tidak ada pelanggaran pasal 6, maka kolom “tidak melanggar” akan diberi kode (✓). Kemudian kolom tersebut dijumlah per episodenya.
3.4.2.5. Indikator Kesantunan Program - Pasal 23
Dalam menayangkan program siaran dengan menggunakan bahasa dan gambar yang santun dan patut, serta tidak melecehkan nilai-nilai kemanusiaan,. Dalam SPS dari pasal 23 ini mengatur tentang kesantunan program tayangan. Penayangan sebuah program acara dikatakan tidak menerapkan SPS KPI pasal 23, diukur dengan: Terdapat tayangan yang mengandung dialog seks. Tayangan program dianggap mengandung dialog seks, apabila Program yang berisikan pembicaraan atau pembahasan mengenai masalah. Pembawa acara bertanggung-jawab menjaga agar acara itu tidak menjadi ajang pembicaraan mesum. Dan menyajikan program siaran di mana penyiar atau pembicara tamu atau penelepon berbicara tentang pengalaman seks secara eksplisit dan rinci.
Jika dalam tayangan “Bukan Empat Mata” per episodenya terdapat pelanggaran pasal 23, maka pada lembar koding kolom “pelanggaran” akan diberi kode (✓). Sebaliknya, bila tidak ada pelanggaran pasal 6, maka kolom “tidak melanggar” akan diberi kode (✓). Kemudian kolom tersebut dijumlah per episodenya.
3.4.3. Operasional Kategori /Coding Sheet
Tabel 3.4.3.1 Coding Sheet Program: “Bukan Empat Mata”
Bulan: _________________________
K A T E G O R I
EPISODE
1 2 3 4 5
M TM M TM M TM M TM M TM
Isi Program Norma Agama
(Pasal 6) Norma Kesopanan
Norma Kesusilaan Pelecehan Kel. Pekerja rendah
Masyarakat Cacat fisik
(Pasal 12) Pengidap penyakit
Teks Program Menghina martabat manusia (Pasal 13) Bermakna jorok, cabul, vulgar
Kata kasar dan makian Program Siaran Adegan Hasrat Seksual
Seks Adegan Mencium Pipi/Rambut
(Pasal 18) Adegan Mencium Tangan
Kesantunan Nilai-nilai Kemanusiaan
Program Adanya Dialog Mesum
(Pasal 23) Dialog Pengalaman Seks
3.5. Teknik Pengambilan Data
Ada dua jenis sumber data yang biasanya digunakan dalam penelitian sosial, yaitu:
3.5.1. Data Primer
Sumber data ini adalah sumber pertama di mana sebuah data dihasilkan. Dalam penelitian ini sumber data primernya adalah mendokumentasi rekaman dari setiap episode dari tayangan “Bukan Empat Mata” berdasarkan sampel yang akan diteliti dan menyimpulkan hasil penelitian.
3.5.2. Data Sekunder
Sedangkan sumber data sekunder diperoleh dari buku-buku pustaka, majalah, artikel, dan jurnal yang dapat mendukung topik penelitian dan yang dapat menjawab permasalahan yang ada. Selain itu juga dilakukan wawancara dengan produser program komedi talkshow “Bukan Empat Mata” maupun praktisi yang berkompeten dan mengerti terhadap topik penelitian.
3.6. Uji Reabilitas
“Reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur (kategorisasi) dapat dipercaya atau diandalkan bila dipakai lebih dari satu kali untuk mengukur gejala yang sama” 47.
Kesahihan penelitian sosial banyak ditentukan oleh reliabilitas alat ukur yang digunakan. Bila alat ukur yang digunakan tidak reliabel, penelitian akan
47
diragukan hasilnya. Maka dari itu perlu dilakukan uji reliabilitas untuk mengukur konsistensi kategorisasi.
Langkah-langkah yang ditempuh adalah sebagai berikut:
1. Juri diminta untuk menilai setiap episode tayangan komedi talkshow “Bukan Empat Mata” yang tayang di Trans 7, selama dua bulan, secara acak, berdasarkan pemahamannya terhadap operasional konsep yang telah ditentukan.
2. Hasil penelitian juri kemudian dihitung dengan rumus yang dikemu-kakan oleh R. Holsty 48, yaitu:
2M CR = ---
N1+N2
Di mana:
CR : Coeficient Reliability
M : Jumlah pernyataan yang disetujui oleh pengkoding (hakim) dan periset. N1, N2 : Jumlah pernyataan yang diberi kode oleh pengkoding (hakim) dan
Pada penelitian ini, peneliti meminta bantuan tiga coder, maka perumusan yang diambil menjadi:
3M
CR = --- N1+N2+N3
Peneliti melakukan pretest dengan cara mengkoding sampel ke dalam kategorisasi. Hal tersebut pun dilakukan oleh orang lain yang ditunjuk periset sebagai pembanding atau hakim. Uji ini dikenal dengan uji antarkode. Reliabilitas yang digunakan adalah 10 episode pada program “Bukan Empat Mata” di Trans 7. Jika kesesuaian antar penyusun kode tidak mencapai 0,75 (dalam nilai keter-handalan majemuk) maka kategorisasi operasional perlu dibuat lebih spesifik lagi. Dalam penelitian ini, peneliti meminta bantuan tiga orang sebagai coder (hakim). Ketiga coder tersebut adalah:
1. Bpk. Bimo Nugroho Sekundatmo,
Anggota KPI Pusat. Alasannya karena beliau pakar di bidang penyiaran yang memahami Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3-SPS).
2. Bpk. Afdal Makkuraga Putra,
Pemerhati program Televisi dan dosen mata kuliah Hukum dan Etika Penyiaran di Universitas Mercu Buana, Jakarta. Alasannya karena beliau aktif pula di Media Watch The Habbibie Center, Jakarta yang selalu me-mantau program televisi dengan acuan pada Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3-SPS).
3. Ibu. Wenny Pahlemy,
Koordinator Program The Habbibie Center (THC), Jakarta. Alasannya beliau memang bekerja untuk memantau program-program acara televisi dengan acuan pada Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3-SPS).
Analisis yang didapat dari hasil pengkodingan tiga juri atau koder, penulis mendapati bahwa terdapat 116 pernyataan koder yang sama dan 34 pernyataan koder yang tidak sama dari 10 episode sampel yang dikoding oleh ketiga koder tersebut. Maka, jika dengan menggunakan rumus R. Holsty, akan didapati reali-bitas seperti berikut ini:
3M CR = --- N1+N2+N3 3x116 Coeficient Reliability = --- 150+150+150 348 = --- 450 = 0,77 x 100% = 77%
Hasil uji reliabilitas membuktikan bahwa alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini ternyata reliable. Hasil pengkodingan dari ketiga koder tersebut dari 10 episode berdasarkan 15 kategori dapat dilihat dari diagram batang berikut ini:
Tabel Grafik 3.6.1 Hasil Koding dari Tiga Koder
3.7. Teknik Analisa Data
Pada analisis isi kuantitatif, yang menjadi pusat perhatian peneliti adalah menghitung dan mengukur secara akurat dari dimensi teks. Dengan analisis deskriptif, data yang diperoleh diolah dengan menggunakan tabel-tabel yang merupakan dasar untuk mengambil kesimpulan hasil penelitian. Pengolahan data secara umum dilaksanakan dengan melalui tahap:
a. Mengumpulkan sample penelitian berupa hasil rekaman ‘Bukan Empat Mata’ periode Agustus –September 2009 sejumlah 10 episode. b. Membuat coding sheet (Lembar Koding)
c. Menetapkan coder (Juri) d. Coder menilai kategori e. Menguji realibitas
f. Peneliti melakukan analisis isi g. Tabel frekuensi.