• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. Dalam Bab mengenai hasil penelitian dan analisis ini, Penulis akan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. Dalam Bab mengenai hasil penelitian dan analisis ini, Penulis akan"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

38 BAB III

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

Dalam Bab mengenai hasil penelitian dan analisis ini, Penulis akan mengemukakan gambaran yang diperoleh dari hasil studi terhadap UU ITE dan UU Telekomunikasi. Diskripsi hasil penelitian tersebut akan disusun analitis menyangkut aspek-aspek kontraktual, dan penerapan aspek-aspek kontraktual tersebut terhadap transaksi dengan menggunakan EDC. Perlu Penulis kemukakan bahwa khusus mengenai hasil penelitian tentang EDC itu Penulis akan mengemukakan suatu kesimpulan terhadap praktek EDC yang pernah terungkap secara sumir dalam pra-penelitian.1

Adapun yang Penulis maksudkan dengan aspek-aspek kontraktual adalah bahwa sistematika atau konstruksi analisis uraian hasil penelitian ini disesuaikan dengan kerangka atau sistematika yang ada dalam Bab Tinjauan Kepustakaan, dan terutama struktur pertanyaan-pertanyaan (issues) yang telah penulis kemukakan pada Bab I hal. 5-6.2

3.1. Hakekat Transaksi EDC menurut UU ITE – UU Telekomunikasi

Berikut ini adalah gambaran yang merupakan hasil “tangkapan” setelah Penulis membaca UU ITE maupun UU Telekomunikasi. Dengan demikian di

1

Lihat catatan kaki no.4 dalam Bab I., supra. 2

Rincian pertanyaan-pertanyaan yang menurut pendapat Penulis merupakan suatu susunan pertanyaan yang berkharateristik struktur kontraktual itu juga Penulis paparkan pada pengantar Bab II. Lihat hal. 14.

(2)

39 dalam sub judul ini, Penulis akan mengemukakan bunyi pasal-pasal dalam UU ITE dan UU Telekomunikasi yang menurut pendapat Penulis dapat dipandang sebagai rumusan kata-kata yang membenarkan bahwa pada dasarnya atau pada hakekatnya transaksi elektronik via EDC dalam perspektif mayantara itu adalah suatu kontrak.

Adapun hasil penelitian yang menurut pendapat Penulis adalah merupakan gambaran atau deskripsi tentang hakikat transaksi elektronik via EDC sebagai suatu kontrak tersebut nampak dari rumusan Pasal (1) Angka (2) UU ITE.

Menurut ketentuan itu, transaksi elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya.

Apabila EDC dapat dimengerti sebagai alat yang sama dengan komputer3 yang menggunakan jaringan telekomunikasi dan atau media elektronik lainnya, maka Pasal (1) Angka (2) UU ITE tersebut merupakan suatu pasal yang secara khusus sengaja dibuat, termasuk untuk mengatur EDC dan dalam hal ini merujuk hakikat EDC sebagai suatu sarana dalam kontrak elektronik. Dalam kerangka analisis yang demikian itu, Penulis perlu pula kemukakan bahwa yang dimaksud dengan kontrak elektronik menurut UU ITE adalah: “Perjanjian para pihak yang dibuat melalui sistem elektronik”. Sistem elektronik tersebut satu diantaranya yang dapat dihubungankan dengan jaringan telekomunikasi adalah EDC.

3

(3)

40 Selanjutnya seperti telah Penulis kemukakan di atas, dalam pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik idealnya didasarkan atas asas kepastian hukum, manfaat, kehati-hatian, iktikad baik, dan kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi, seperti yang di atur dalam Pasal (3) UU ITE.

Sedangkan tujuan dari pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik yang diatur dalam Pasal (4) UU ITE adalah untuk a) mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia; b) mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat; c) meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik.

Selanjutnya, tujuan pemanfaatan teknologi informasi, yang di dalamnya termasuk EDC adalah membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap Orang untuk memajukan pemikiran dan kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi seoptimal mungkin dan bertanggung jawab; dan e) memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara Teknologi Informasi.

3.2. Pihak-pihak dalam Transaksi EDC

Menurut pendapat Penulis, hasil penelitian terhadap UU ITE menunjukan jalan bahwa pihak dalam suatu transaksi elektronik via EDC adalah: pertama, pihak Penyelenggara Sertifikasi Elektronik. Pihak itu berbadan hukum berfungsi

(4)

41 sebagai pihak yang layak dipercaya, yang memberikan dan mengaudit Sertifikat Elektronik.4

Pihak selanjutnya dalam transaksi elektronik via EDC menurut hasil penelitian Penulis terhadap UU ITE adalah Lembaga Sertifikasi Keandalan. Dimaksud dengan Lembaga Sertifikasi Keandalan adalah lembaga independen yang dibentuk oleh professional yang diakui, disahkan, dan diawasi oleh Pemerintah dengan kewenangan mengaudit dan mengeluarkan sertifikat keandalan dalam Transaksi Elektronik.5

Pihak selanjutnya adalah Penanda Tangan, yang dalam UU ITE adalah subjek hukum yang terasosiasikan atau terkait dengan Tanda Tangan Elektronik.6

Pihak berikut yang terdapat dalam transaksi elektronik seperti EDC adalah pihak Pengirim, yang adalah subjek hukum yang mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.7

Pihak selanjutnya adalah seperti yag diatur dalam Pasal 1 Angka 19 UU ITE adalah Penerima. UU ITE mendefinisikan Penerima adalah subjek hukum yang menerima Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dari Pengirim.

4

Pasal 1 Angka (10) UU ITE. 5

Pasal 1 Angka (11) UU ITE. 6

Pasal 1 Angka (13) UU ITE. 7

(5)

42 Selain para pihak di dalam UU ITE, UU Telekomunikasi juga mengatur mengenai hal tersebut. Para pihak dalam UU Telekomunikasi yang pertama adalah Penyelenggara telekomunikasi. Yang dimaksud dengan Penyelenggara telekomunikasi adalah perseorangan, koperasi, badan usaha milik daerah, badan usaha milik negara, badan usaha swasta, instansi pemerintah, dan instansi pertahanan keamanan Negara.8

Pihak selanjutnya dalam transaksi elektronik yang diatur dalam UU Telekomunikasi adalah Pelanggan yang berarti perseorangan, badan hukum, instansi pemerintah yang menggunakan jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi berdasarkan kontrak.9

Pihak selanjutnya adalah Pemakai. Pemakai adalah perseorangan, badan hukum, instansi pemerintah yang menggunakan jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi yang tidak berdasarkan kontrak.10

Pihak yang juga tidak dapat ditinggalkan dalam analisis konvergensi antara UU ITE dan UU Telekomunikasi itu adalah Pengguna, yang merupakan pelanggan dan pemakai.11 Memerhatikan hal ini, maka Penulis berpendapat bahwa setiap pembawa kartu debit maupun kartu kredit yang berbelanja dan

8

Pasal 1 Angka (8) UU Telekomunikasi.

9

Pasal 1 Angka (9) UU Telekomunikasi. 10

Pasal 1 Angka (10) UU Telekomunikasi. 11

(6)

43 menggunakan kartu mereka untuk membayar harga barang kepada penjual yang menggesekan kartu tersebut pada mesin EDC adalah para pengguna.

3.3. Saat terjadinya Transaksi Elektronik

Menurut rumusan-rumusan pasal yang terdapat dalam UU ITE maupun UU Telekomunikasi yang mengatur mengenai saat terjadinya transaksi elektronik, saat terjadinya transaksi elektronik adalah pada saat penawaran transaksi yang dikirim Pengirim telah diterima dan disetujui Penerima. Namun hal tersebut tidak berlaku apabila para pihak yang ada dalam transaksi elektronik tersebut menentukan lain. Berikutnya, persetujuan atas penawaran transaksi elektronik sebagaimana dimaksud di atas harus dilakukan dengan pernyataan penerimaan secara elektronik.12

Penulis berpendapat, bahwa apabila asas hukum sebagaimana dikemukakan di atas diterapkan kepada penggunaan EDC, maka dapat dikatakan bahwa kontrak elektronik via EDC terjadi pada saat pengguna menyerahkan kartunya, memasukan password dan PIN serta kasir menggesek kartu tersebut di mesin EDC.

3.4. Objek Transaksi Via EDC menurut UU ITE – Telekomunikasi

Secara eksplisit pasal-pasal dalam UU ITE maupun UU Telekomunikasi tidak mengatur mengenai apa saja yang dapat menjadi objek dalam transaksi elektronik. Namun bukan berarti hal tersebut tidak diatur dalam kedua UU tersebut. Objek transaksi dapat ditemukan dalam penjelasan Pasal 9 UU ITE yang berbunyi:

12

(7)

44 “Yang dimaksud dengan “informasi yang lengkap dan benar” meliputi: a) informasi yang memuat identitas serta status subjek hukum dan kompetensinya, baik sebagai produsen, pemasok, penyelenggara maupun perantara;b) informasi lain yang menjelaskan hal tertentu yang menjadi syarat sahnya perjanjian serta menjelaskan “barang dan/atau jasa” yang ditawarkan, seperti nama, alamat, dan deskripsi barang/jasa.”

Dari penjelasan tersebut, dapat Penulis simpulkan bahwa yang menjadi objek dalam transaksi elektronik adalan barang dan jasa. Dalam konteks EDC, maka data keuangan yang ada dan dapat diakses melalui kartu debit dan kartu kredit pengguna, adalah obyek transaksi elektronik via EDC

3.5.Hak dan Kewajiban dalam Transaksi Via EDC13

Pasal-pasal yang terdapat dalam UU ITE maupun UU Telekomunikasi serta peraturan perundangan-undangan lain menurut tangkapan Penulis, juga mengatur hak-hak dan kewajiban dari pihak-pihak yang ada dalam transaksi elektronik.

Bagi Pelaku usaha, yang menawarkan produk melalui Sistem Elektronik, maka pihak itu berkewajiban untuk menyediakan informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk yang ditawarkan.14

Pelaku usaha, yang juga sebagai pengguna jasa layanan agen eletronik harus bertanggungjawab atas segala akibat hukum yang timbul apabila kerugian

13

Menurut satuan amatan penelitian dalam hal ini UU ITE dan UU Telekomunikasi. 14

(8)

45 Transaksi Elektronik disebabkan gagal beroperasinya Agen Elektronik akibat kelalaian pihak pengguna jasa layanan.15

Selanjutnya, bagi setiap orang yang terlibat dalam Tanda Tangan Elektronik yang berkewajiban memberikan pengamanan atas Tanda Tangan Elektronik yang digunakannya.

Pengamanan Tanda Tangan Elektronik tersebut sekurang-kurangnya meliputi: a) Sistem tidak dapat diakses oleh Orang lain yang tidak berhak; b) Penanda Tangan harus menerapkan prinsip kehati-hatian untuk menghindari penggunaan secara tidak sah terhadap data terkait pembuatan Tanda Tangan Elektronik; c) Penanda Tangan harus tanpa menunda-nunda, menggunakan cara yang dianjurkan oleh penyelenggara Tanda Tangan Elektronik ataupun cara lain yang layak dan sepatutnya harus segera memberitahukan kepada seseorang yang oleh Penanda Tangan dianggap memercayai Tanda Tangan Elektronik atau kepada pihak pendukung layanan Tanda Tangan Elektronik.

Apa yang baru saja dikemukakan tersebut dilakukan apabila: 1) Penanda Tangan mengetahui bahwa data pembuatan Tanda Tangan Elektronik telah dibobol; atau 2) keadaan yang diketahui oleh Penanda Tangan dapat menimbulkan risiko yang berarti, kemungkinan akibat bobolnya data pembuatan Tanda Tangan Elektronik; dan Yang terakhir d) dalam hal Sertifikat Elektronik digunakan untuk mendukung Tanda Tangan Elektronik, Penanda Tangan

15

(9)

46 harus memastikan kebenaran dan keutuhan semua informasi yang terkait dengan Sertifikat Elektronik tersebut. Setiap Orang yang melakukan pelanggaran ketentuan tersebut, bertanggung jawab atas segala kerugian dan konsekuensi hukum yang timbul.16

Kewajiban berikutnya bagi para pihak yang terlibat dalam transaksi elektronik adalah beriktikad baik dalam melakukan interaksi dan/atau pertukaran informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik selama transaksi berlangsung.17

Selanjutnya, Para pihak dalam melakukan transaksi elektronik, harus menggunakan sistem elektronik yang disepakati.18

Sedangkan hak dari para pihak yang terlibat dalam transaksi elektronik adalah kewenangan untuk memilih hukum yang berlaku bagi Transaksi Elektronik internasional yang dibuatnya, serta juga memiliki kewenangan untuk menetapkan forum pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang untuk menangani sengketa yang mungkin timbul dari Transaksi Elektronik internasional yang dibuatnya.19

Selanjutnya bagi Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik harus menyelenggarakan Sistem Elektronik secara andal dan aman serta bertanggung jawab terhadap beroperasinya Sistem Elektronik sebagaimana

16

Pasal 12 UU ITE. 17

Pasal 17 Ayat (2) UU ITE. 18

Pasal 19 UU ITE. 19

(10)

47 mestinya. Penyelenggara Sistem Elektronik bertanggung jawab terhadap Penyelenggaraan Sistem Elektroniknya.20

Sepanjang tidak ditentukan lain oleh undang-undang tersendiri, setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib mengoperasikan Sistem Elektronik yang memenuhi persyaratan minimum yang adalah sebagai berikut: a) dapat menampilkan kembali Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik secara utuh sesuai dengan masa retensi yang ditetapkan dengan Peraturan Perundang-undangan; b) dapat melindungi ketersediaan, keutuhan, keotentikan, kerahasiaan, dan keteraksesan Informasi Elektronik dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut; c) dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut; d) dilengkapi dengan prosedur atau petunjuk yang diumumkan dengan bahasa, informasi, atau simbol yang dapat dipahami oleh pihak yang bersangkutan dengan Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut; dan e) memiliki mekanisme yang berkelanjutan untuk menjaga kebaruan, kejelasan, dan kebertanggungjawaban prosedur atau petunjuk.21

3.6. Saat berakhirnya Transaksi Elektronik Via EDC

Baik UU ITE maupun UU Telekomunikasi dalam perpektif asas konvergensi tidak memaparkan kaedah untuk menentukan berakhirnya suatu kontrak elektronik, termasuk pula transaksi yang dilakukan via EDC. Dalam rangka menjawab legal issue itu, maka Penulis berpendapat bahwa kaedah

20

Pasal 15 Ayat (1) dan (2) UU ITE. 21

(11)

48 perikatan pada umumnya dalam KUHPerdata Pasal 1381 mungkin dapat dipergunakan, atau diutlisasi. Yaitu, berakhirnya atau hapusnya suatu perikatan dengan cara pembayaran, dan lain sebagainya.

3.7. Penyelesaian sengketa Transaksi Via EDC

Menurut tangkapan Penulis pasal yang mengatur mengenai penyelesaian sengketa dari pihak-pihak yang ada dalam transaksi elektronik, seperti telah penulis kemukakan di atas adalah antara lain, Pasal 26 UU ITE. Pasal itu menegaskan bahwa:

(1) Kecuali ditentukan lain oleh Peraturan Perundang-undangan, penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan Orang yang bersangkutan.

(2) Setiap Orang yang dilanggar haknya sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan berdasarkan Undang-Undang ini.

Sementara itu pasal dalam UU Telekomunikasi yang memecahkan masalah (legal issue) dimaksud adalah pasal 15 UU Telekomunikasi:

(1) Atas kesalahan dan atau kelalaian penyelenggara telekomunikasi yang menimbulkan kerugian, maka pihak-pihak yang dirugikan berhak mengajukan tuntutan ganti rugi kepada penyelenggara telekomunikasi.

(2) Penyelenggara telekomunikasi wajib memberikan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kecuali penyelenggara telekomunikasi dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut bukan diakibatkan oleh kesalahan dan atau kelalaiannya.

(3) Ketentuan mengenai tata cara pengajuan dan penyelesaian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Para pihak memiliki kewenangan untuk menetapkan forum pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang

(12)

49 menangani sengketa yang mungkin timbul dari Transaksi Elektronik internasional yang dibuatnya.

Apabila para pihak tidak melakukan pilihan forum sebagaimana dimaksud, maka penetapan kewenangan pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari transaksi tersebut, harus didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional.22

Selain para pihak, setiap orang juga dapat mengajukan gugatan terhadap pihak yang menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang menimbulkan kerugian. Masyarakat juga dapat mengajukan gugatan secara perwakilan terhadap pihak yang menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang berakibat merugikan masyarakat, sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.23

3.8. Arti Penting Transaksi Elekronik dalam Kaitan Dengan EDC

Kegunaan dari rumusan deskripsi atas studi undang-undang sebagaimana telah dikemukakan di atas adalah bahwa dari studi tersebut yang ada terlihat apabila hakikat dari transaksi elektronik adalah sebagai suatu kontrak.

Hal itu terlihat dalam struktur analisis di atas (mulai dari hakekat sampai dengan penyelesaian sengketa).

22

Pasal 18 Ayat (4) dan (5) UU ITE. 23

(13)

50 Bahwa transaksi dengan menggunakan EDC pada hakekatnya adalah suatu kontrak.

Menurut pendapat Penulis, dalam transaksi yang menggunakan EDC sebagai suatu kontrak itu terdapat pihak-pihak misalnya pihak merchant (penjual) yang dalam hal ini diperankan oleh kasir yang menerima kartu debet atau kartu kredit kemudian menggesekan kartu tersebut pada mesin EDC dan melakukan tindakan-tindakan lain untuk melahirkan suatu perikatan dalam hal ini sebagai Penjual menerima pembayaran dari pihak Pembeli sebelum menyerahkan barang-barang yang telah dicatatkan pada mesin EDC (komputer).

Perlu penulis kemukakan sekali lagi soal kapan suatu kesepakatan dalam suatu transaksi elektronik, yaitu;

Kecuali ditentukan lain oleh para pihak, Transaksi Elektronik terjadi pada saat penawaran transaksi yang dikirim Pengirim telah diterima dan disetujui Penerima.24

Persetujuan atas penawaran Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) harus dilakukan dengan pernyataan penerimaan secara elektronik.25

Transaksi Elektronik terjadi pada saat kesepakatan antara para pihak yang dapat berupa, antara lain pengecekan data, identitas, nomor identifikasi pribadi (personal identification number/PIN) atau sandi lewat (password).26

24

Pasal 20 Ayat (1) UU ITE. 25

Pasal 20 Ayat (2) UU ITE. 26

(14)

51 Hasil penelitian undang-undang di atas juga membenarkan bahwa transaksi elektronik dengan menggunakan EDC adalah suatu kontrak mengingat terjadinya perjanjian atau perikatan antara pihak Penjual dan pihak Pembeli sejalan dengan prinsip hukum yang mengatur mengenai saat terjadinya suatu perikatan, antara lain sejak adanya kata sepakat.

Dalam hal ini, baik pihak-pihak maupun saat terjadinya perjanjian dalam transaksi menggunakan EDC tidak jauh menyimpang dari kaedah-kaedah konvensional mengenai para pihak dan juga saat terjadi perjanjian sebagaimana diatur dalam tuntutan hukum dalam KUHPerdata pasal 1320.

Hanya saja, dalam beberapa hal, seperti munculnya dokumen dan atau informasi elektronik sebagai alat bukti, adalah merupakan hal yang unik dalam transaksi elektronik, dalam hal ini termasuk transaksi elektronik menggunakan EDC.

Namun demikian hukum positif Indonesia telah menegaskan suatu prinsip penting, yaitu bahwa kegiatan melalui media system elektronik, termasuk melalui EDC (catatan Penulis), yang disebut juga ruang siber (cyber space), meskipun bersifat virtual dapat dikategorikan sebagai tindakan atau perbuatan hukum yang nyata.27

27

Lihat, Penjelasan atas UU RI No. 11 tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, I Umum, Paragraf. 7.

(15)

52 3.9. Arti Penting Hasil Penelitian Perundang-Undangan

Dalam bagian ini penulis akan mengemukakan penarikan kesimpulan lanjutan yang bersifat umum dengan mengacu kepada struktur analisis kontraktual sebagaimana dikemukakan di atas dalam rangka menjawab rumusan masalah skripsi ini yaitu bagaimana perspektif mayantara terhadap transaksi elektronik via EDC.

3.9.1. Hakekat Transaksi Elektronik Via EDC

EDC adalah adalah suatu alat yang berfungsi seperti komputer biasa, dengan processor, RAM, hard-disk dan operating system sendiri, dalam membantu suatu transaksi elektronik,28 baik on-line maupun off-line. Nampak nyata saat ketika skripsi ini disusun, sudah tidak lagi digunakan EDC off-line

Dari penetapan mengenai hakikat EDC tersebut dapat disimpulkan bahwa EDC adalah merupakan salah satu dari berbagai media elektronik yang dapat membantu berlangsungnya suatu transaksi elektronik.

UU ITE merumuskan Transaksi elektronik sendiri adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer, dan/atau media elektronik lainnya. Posisi EDC sendiri dalam pengertian transaksi elektronik yang diberikan oleh UU ITE belum jelas apakah dapat disamakan

28

(16)

53 dengan komputer29, atau kah sebuah agen elektronik30. Ataukah “mungkin” EDC merupakan gabungan dari kedua hal tersebut?.

Hal tersebut dikarenakan walaupun pengertian EDC mengatakan bahwa EDC adalah alat yang berfungsi seperti komputer biasa, namun jika dilihat dari cara kerja EDC sendiri dapat penulis katakan bahwa EDC merupakan sebuah Agen Elektronik.

Hal tersebut dikarenakan EDC juga merupakan perangkat yang terdapat dalam suatu sistem elektronik (dalam hal ini sistem transaksi) yang nantinya akan mengirimkan informasi (data) dari merchant kepada bank bahwa telah terjadi transaksi antara konsumen dengan merchant. Agar dapat terjadinya pengiriman informasi, EDC tersebut harus dioperasikan oleh merchant31 yang adalah subjek hukum. Hal ini selaras dengan pengertian Agen Elektronik yang dirumuskan oleh UU ITE sebagai berikut :

“Agen Elektronik adalah perangkat dari suatu Sistem Elektronik yang dibuat untuk melakukan suatu tindakan terhadap suatu Informasi Elektronik tertentu secara otomatis yang diselenggarakan oleh Orang.”

29

Komputer adalah alat untuk memproses data elektronik, magnetik, optik, atau sistem yang melaksanakan fungsi logika, aritmatika, dan penyimpanan. (pasal 1 Angka (14) UU ITE).

30

Agen Elektronik adalah perangkat dari suatu Sistem Elektronik yang dibuat untuk melakukan suatu tindakan terhadap suatu Informasi Elektronik tertentu secara otomatis yang diselenggarakan oleh Orang. (pasal 1 Angka (8) UU ITE).

31

(17)

54 3.9.2. Pihak-Pihak dalam Transaksi Elektronik Via EDC

Para pihak dalam transaksi elektronik menggunakan EDC dalam perspektif mayantara adalah sebagai berikut : a) Penanda tangan. Penanda tangan yang dimaksud dalam UU ITE dalam hal transaksi menggunakan EDC dapat Penulis samakan dengan card holder pada transaksi elektronik. Adapun alasan mengapa penulis menyamakan demikian sebab hal tersebut dapat dilihat dalam penjelasan pasal 20 UU ITE yang mengatakan bahwa kesepakatan para pihak dapat berupa PIN yang menurut Penulis merupakan tanda tangan dari card holder.

Jika seorang card holder merasa tidak sepakat untuk melakukan transaksi via EDC maka card holder pun tidak akan memasukan PIN yang menandakan bahwa card holder sepakat untuk melakukan transaksi. Hal demikian serupa pada praktek pembuatan kontrak konvensional.

Sedangkan pihak lainnya dalam transaksi elektronik dengan menggunakan EDC adalah pihak pengirim. Dalam hal ini pengirim dapat disamakan dengan merchant dikarenakan merchant yang dalam hal ini diwakili oleh kasir yang akan menjalankan tugasnya untuk mengirim data transaksi kepada Acquirer bahwa telah terjadi transaksi antara card holder dengan mercant.

Penerima. Definisi Penerima yang diberikan oleh UU ITE adalah “subjek hukum yang menerima Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dari Pengirim”. Dari definisi tersebut, Penerima dapat Penulis samakan dengan Acquirer dalam transaksi elektronik. Hal demikian dikarenakan tugas dari

(18)

55 Acquirer adalah meneruskan informasi yang telah diterimanya yang dalam transaksi elektronik berupa tagihan yang dikirimkan oleh merchant.

Penyelenggara Sertifikasi Elektronik. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik dalam transaksi elektronik adalah perusahaan penerbit kartu atau Issuer. Penulis dapat menyamakan kedudukan Penyelenggara Sertifikasi Elektronik dengan Issuer dikarenakan definisi dari UU ITE terhadap Penyelenggara Sertifikasi Elektronik adalah “badan hukum yang berfungsi sebagai pihak yang layak dipercaya, yang memberikan dan mengaudit Sertifikat Elektronik”.

Definisi mengenai Penyelenggara Sertifikasi Elektronik di atas sedikit jelas menjabarkan fungsi dari Penyelenggara Sertifikasi Elektronik untuk memberikan dan mengaudit sertifikat elektronik, tidak jauh berbeda dengan tugas Issuer untuk menerbitkan sertifikat elektronik yang dalam hal ini adalah kartu kredit yang merupakan salah satu instrumen dalam transaksi elektronik via EDC.

Lembaga Sertifikasi Keandalan. Lembaga sertifikasi keandalan adalah lembaga yang mengeluarkan sertifikat keandalan kepada issuer, merchant, dan dalam beberapa hal kepada card holder dalam transaksi elektronik. Dalam hal transaksi elektronik via EDC lembaga ini lebih dikenal dengan nama Certification Authorities.

3.9.3. Saat Terjadinya Transaksi Elektronik Via EDC

Dalam pasal 1320 KUH Perdata, salah satu syarat agar sebuah kontrak dapat berlangsung adalah dengan adanya kesepakatan dari para pihak. Dalam UU

(19)

56 ITE pula, kesepakatan merupakan unsur penting yang menandakan terjadinya suatu transaksi elektronik yang adalah suatu perbuatan hukum (kontrak).

Dalam transaksi elektronik, kesepakatan para pihak ditandai dengan penawaran transaksi yang dikirim Pengirim telah diterima dan disetujui Penerima yang dilanjutkan dengan pernyataaan penerimaan secara elektronik.

Waktu pengiriman dan penerimaan yang diatur UU ITE adalah sebagai berikut : 1) Kecuali diperjanjikan lain, waktu pengiriman suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik ditentukan pada saat Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik telah dikirim dengan alamat yang benar oleh Pengirim ke suatu Sistem Elektronik yang ditunjuk atau dipergunakan Penerima dan telah memasuki Sistem Elektronik yang berada di luar kendali Pengirim. 2) Kecuali diperjanjikan lain, waktu penerimaan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik ditentukan pada saat Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki Sistem Elektronik di bawah kendali Penerima yang berhak. 3) Dalam hal Penerima telah menunjuk suatu Sistem Elektronik tertentu untuk menerima Informasi Elektronik, penerimaan terjadi pada saat Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki Sistem Elektronik yang ditunjuk. 4) Dalam hal terdapat dua atau lebih sistem informasi yang digunakan dalam pengiriman atau penerimaan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik, maka: a) waktu pengiriman adalah ketika Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki sistem informasi pertama yang berada di luar kendali Pengirim; b) waktu penerimaan adalah ketika Informasi Elektronik dan/atau Dokumen

(20)

57 Elektronik memasuki sistem informasi terakhir yang berada di bawah kendali Penerima. Dalam penjelasan pasal 20 UU ITE, kesepakatan para pihak dapat berupa antara lain pengecekan data, identitas, nomor identifikasi pribadi (personal identification number/PIN) atau sandi lewat (password).

3.9.4. Objek Dalam Transaksi Elektronik Via EDC32

Dalam penjelasan pasal 9 UU ITE yang dapat menjadi objek dari transaksi elektronik adalah barang dan jasa. Dikarenakan UU ITE tidak mengatur secara eksplisit mengenai barang dan jasa transaksi elektronik, maka mengenai barang dan jasa Penulis akan merujuk ke peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai hal tersebut seperti dalam KUHPerdata.

Dalam KUHPerdata, yang dapat syarat benda/barang yang dapat menjadi pokok perjanjian adalah 1) barang yang ada dalam peredaran perdata atau dengan kata lain benda/barang tersebut adalah barang yang dapat diperdagangkan. 2) barang-barang yang akan dijadikan pokok perjanjian tersebut dapat ditentukan jenisnya. 3) barang yang akan datang. Dalam transaksi elektronik, barang-barang yang baru akan datang yang sering menjadi objek dalam transaksi elektronik adalah barang yang dibuat sesuai pesanan konsumen (made by order) dan barang-barang pre-order.

Sedangakan mengenai jasa, sebagai pokok perjanjian ditempatkan dalam kategori perjanjian bukan benda bersama-sama dengan perjanjian pemborongan kerja dan perjanjian kerja.

32

Pelu dikemukakan lagi di sini bahwa kerangka pemahaman sub judul ini harus dibaca sebagai: “dalam perspektif mayantara”.

(21)

58 3.9.5. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Transaksi Via EDC

Dalam pokok bahasan ini, Penulis akan menjabarkan hal-hal apa saja yang menjadi hak serta kewajiban dari para pihak yang terlibat dalam transaksi elektronik yang menggunakan EDC, yang adalah sebagai berikut: Penanda Tangan (Konsumen). Hak-hak dari Penanda tangan adalah Berhak menggunakan jasa Penyelenggara Sertifikasi Elektronik untuk pembuatan Tanda Tangan Elektronik, berhak mendapat informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk yang ditawarkan, berhak mendapatkan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum, dan berhak memilih hukum yang berlaku bagi Transaksi Elektronik internasional yang dibuatnya. Sedangkan kewajiban dari Penanda Tangan adalah memberikan pengamanan atas Tanda Tangan Elektronik yang digunakannya, wajib beriktikad baik dalam melakukan interaksi dan/atau pertukaran Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik selama transaksi. Dan yan terakhir ialah harus menggunakan Sistem Elektronik yang disepakati.

Pengirim (Merchant). Hak dari Pengirim adalah Menerima serta memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum, dapat disertifikasi oleh Lembaga Sertifikasi Keandalan, Dapat melakukan Transaksi Elektronik sendiri, melalui pihak yang dikuasakan olehnya, atau melalui Agen Elektronik.

Serta kewajiban dari Pengirim adalah menyediakan informasi yang lengkap dan benar, yang meliputi informasi yang memuat identitas serta status subjek hukum dan kompetensinya, baik sebagai produsen, pemasok, penyelenggara maupun perantara; informasi lain yang menjelaskan hal

(22)

59 tertentu yang menjadi syarat sahnya perjanjian serta menjelaskan barang dan/atau jasa yang ditawarkan, seperti nama, alamat, dan deskripsi barang/jasa, yang berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk yang ditawarkan.

Kewajiban selanjutnya adalah Pengirim wajib memberikan pengamanan atas Tanda Tangan Elektronik yang digunakannya, memilih hukum yang berlaku bagi Transaksi Elektronik internasional yang dibuatnya, harus menggunakan Sistem Elektronik yang disepakati, wajib beriktikad baik dalam melakukan interaksi dan/atau pertukaran Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik selama transaksi berlangsung, dan yang terakhir bertanggung jawab atas akibat hukum yang timbul akibat kelalaian sehingga gagal beroperasinya agen elektronik.

Penerima (Acquirer). Hak dari Penerima adalah Memiliki kewenangan untuk memilih hukum yang berlaku bagi Transaksi Elektronik internasional yang dibuatnya, dan dapat melakukan Transaksi Elektronik sendiri, melalui pihak yang dikuasakan olehnya, atau melalui Agen Elektronik, dan menerima serta memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum.Serta kewajiban dari Penerima adalah wajib beriktikad baik dalam melakukan interaksi dan/atau pertukaran Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik selama transaksi berlangsung, harus menggunakan Sistem Elektronik yang disepakati.

Penyelenggara Sertifikasi Elektronik. Hak dari Penyelenggara Sertifikasi Elektronik adalah Memiliki kewenangan untuk memilih hukum yang berlaku

(23)

60 bagi Transaksi Elektronik internasional yang dibuatnya. Serta kewajiban dari Penyelenggara sertifikasi elektronik adalah memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum, wajib beriktikad baik dalam melakukan interaksi dan/atau pertukaran Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik selama transaksi berlangsung, harus menggunakan Sistem Elektronik yang disepakati, harus menyelenggarakan Sistem Elektronik secara andal dan aman serta bertanggung jawab terhadap beroperasinya Sistem Elektronik sebagaimana mestinya, bertanggung jawab terhadap Penyelenggaraan Sistem Elektroniknya, serta yang terakhir ialah wajib mengoperasikan Sistem Elektronik yang memenuhi persyaratan minimum sebagai berikut: a) dapat menampilkan kembali Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik secara utuh sesuai dengan masa retensi yang ditetapkan dengan Peraturan Perundang-undangan; b) dapat melindungi ketersediaan, keutuhan, keotentikan, kerahasiaan, dan keteraksesan Informasi Elektronik dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut; c) dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut; d) dilengkapi dengan prosedur atau petunjuk yang diumumkan dengan bahasa, informasi, atau simbol yang dapat dipahami oleh pihak yang bersangkutan dengan Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut; dan e) mekanisme yang berkelanjutan untuk menjaga kebaruan, kejelasan, dan kebertanggungjawaban prosedur atau petunjuk.

Lembaga Sertifikasi Keandalan. Lembaga sertifikasi keandalan berkewajiban memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum,

(24)

61 wajib beriktikad baik dalam melakukan interaksi dan/atau pertukaran Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik selama transaksi berlangsung, memiliki kewenangan untuk memilih hukum yang berlaku bagi Transaksi Elektronik internasional yang dibuatnya, harus menggunakan Sistem Elektronik yang disepakati, serta yang terakhir mensertifikasi pelaku usaha jika diminta.

3.9.6. Saat Berakhirnya Transaksi Elektronik Via EDC

Mengenai saat berakhirnya kontrak elektronik Via EDC ini, mengingat seperti apa yang telah Penulis singgung di atas, baik UU ITE dan UU Telekomunikasi tidak mengatur jalan penyelesaian hal itu maka Penulis berpendapat bahwa KUHPerdata dapat diutilisasi.

3.9.7. Penyelesaian Sengketa Transaksi Elektronik Via EDC

Jika para pihak di dalam transaksi elektronik bersengketa, maka upaya hukum yang dilakukan dalam menyelesaikan masalah mereka menurut UU ITE adalah dengan metode penyelesaian sengketa yang telah mereka tentukan sebelumnya di dalam perjanjian. Metode penyelesaian sengketa yang dapat dipilih para pihak antara lain forum pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang menangani sengketa. Namun, apabila para pihak tidak melakukan pilihan hukum dalam transaksi elektronik Internasional maka hukum yang berlaku didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional.

3.10. Analisis

Memerhatikan hasil-hasil penelitian sebagaimana telah Penulis kemukakan di atas, maka berikut di bawah ini Penulis mengemukakan suatu analisis. Model

(25)

62 analisis yang Penulis gunakan dikonstruksikan dalam bentuk pertanyaan dan jawaban. Dalam hal ini yang Penulis maksudkan dengan pertanyaan-pertanyaan dan jawaban-jawabannya itu telah Penulis kemukakan dalam Bab Pendahuluan karya tulis ini.33

Adapun pertanyaan-pertanyaan dan jawaban-jawaban tersebut adalah sebagai berikut: Apa hakekat dari transaksi elektronik via EDC sebagaimana diatur dalam UU ITE dan prinsip konvergensi dari UU Telekomunikasi?

Hakekat dari transaksi elektronik via EDC sebagaimana diatur dalam UU ITE dan dalam perspektif asas konvergensi UU Telekomunikasi adalah suatu kontrak elektronik. Dimaksud dengan kontrak elektronik adalah sama seperti yang telah Penulis kemukakan dalam Bab Tinjauan Kepustakaan, yaitu: “…perjanjian para pihak yang dibuat melalui Sistem Elektronik”.34

Pertanyaan selanjutnya adalah kapan suatu transaksi elektronik via EDC dimulai atau dinyatakan berlaku?

Kontrak elektronik yang dalam hal ini adalah termasuk pula transaksi via EDC sebagaimana diatur dalam UU ITE dan karena asas konvergensi tidak dapat dipisahkan dengan UU Telekomunikasi adalah mulai berlaku antara lain pada saat para pihak dalam transaksi yang berkaitan dengan itu bersepakat untuk mengadakan kontrak yang ditandai dengan adanya penawaran dan penerimaan dan bahwa kedua belah pihak tersebut melakukan hal itu dengan pernyataan

33

Lihat pertanyaan-pertanyaan tersebut pada halaman 5-6 Bab I Skripsi ini. 34

(26)

63 penerimaan secara elektronik.35 Hal demikian juga telah penulis kemukakan dalam Bab Tinjauan Pustaka.36

Mengenai siapakah pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi elektronik Via EDC yang menggunakan sarana telekomunikasi yang hakikatnya adalah merupakan satu kontrak sebagaimana telah dikemukakan di atas, berikut di bawah ini jawabannya adalah bahwa dalam transaksi elektronik via EDC, pihak-pihak yang terlibat di dalamnya sebagaimana yang diatur oleh UU ITE dan karena asas konvergensi tidak dapat dipisahkan dari UU Telekomunikasi adalah Penanda- tangan yang dapat disamakan dengan konsumen (card holder).37 Disamping penandatangan, ada pula pihak Pengirim yang dapat disejajarkan dengan pelaku usaha (merchant).38 Pihak selanjutnya yang terlibat dalam kontrak elektronk adalah Penerima yang dapat disejajarkan dengan Aquirer.39 Selanjutnya, pihak berikut adalah Penyelenggara Sertifikasi Elektronik yang dapat disamakan dengan Issuer.40 Terakhir adalah Lembaga Sertifikasi Keandalan yang menurut Penulis

35

Pasal 20 UU ITE. Lihat pula hal. 23-24 Bab II Skripsi ini. 36

Lihat poin 2.3, hal 24 Bab II Skripsi ini. 37

Pasal 1 Angka (13) UU ITE. 38

Pasal 1 Angka (18) UU ITE. 39

Pasal 1 Angka (19) UU ITE. 40

(27)

64 adalah sama dengan Certification Authorities.41 Hal demikian juga telah penulis kemukakan dalam Bab Tinjauan pustaka.42

Apa sajakah yang bisa atau dapat menjadi objek dalam sebuah transaksi Via EDC?

Yang dapat menjadi objek dari sebuah transaksi elektronik via EDC sebagaimana di atur dalam UU ITE dan karena asas konvergensi tidak dapat dipisahkan dari UU Telekomunikasi adalah berupa informasi, barang, serta jasa. Yang dimaksud dengan informasi, barang serta jasa, telah penulis kemukakan dalam Bab Tinjauan Kepustakaan.43

Apakah hak-hak dan kewajiban dari para pihak yang terlibat dalam sebuah Via EDC?

Hak- hak serta kewajiban-kewajiban dari para pihak yang terlibat di dalam suatu transaksi elektronik via EDC sebagaimana telah diatur dalam UU ITE dan UU Telekomunikasi yang berkaitan dikarenakan asas konvergensi dan juga sebagaimana telah penulis kemukakan dalam Bab Tinjauan Kepustakaan44 adalah para pihak wajib beriktikad baik dalam melakukan interaksi dan/atau pertukaran informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik selama transaksi berlangsung.45

41

Pasal 1 Angka (11) UU ITE. 42

Lihat sub judul 2.2, hal 20 Bab II Skripsi ini. 43

Lihat halaman 24-25 Bab II Skripsi ini. 44

Lihat halaman 27-28 Bab II Skripsi ini. 45

(28)

65 Selanjutnya, para pihak harus menggunakan system elektronik yang disepakati.46 Hak dari para pihak adalah kewenangan untuk memilih hokum yang berlaku bagi transaksi elektronik yang dibuatnya, serta memiliki kewenangan untuk menetapkan forum pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa lainnya yang berwenang untuk menangani sengketa yang timbul dari transaksi elektronik yang dibuatnya.47

Kapan suatu transakasi elektronik Via EDC dinyatakan telah berakhir? Suatu transaksi elektroik atau kontrak elektronik pada prinsipnya berakhir sesuai dengan pengaturan pengakhiran kontrak yang berlaku pada umumnya atau pada saat setelah semua proses tersebut dilakukan, di mana ada proses penawaran, pembayaran, dan penyerahan barang maka perjanjian tersebut dikatakan selesai seluruhnya atau perjanjian tersebut telah berakhir.48

Bagaimana penyelesaian sengketa dalam suatu transaksi elektronik Via EDC?

Penyelesaian sengketa yang timbul suatu dari transaksi elektonik via EDC sebagaimana diatur dalam UU ITE dan dalam persektif UU Telekomunikasi adalah dengan cara para pihak menetapkan sebelumnya forum pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainya yang berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari transaksi elektronik yang dibuatnya. Namun apabila para pihak tidak menentukan forum sebagaimana

46

Pasal 19 UU ITE. 47

Pasal 18 Ayat (2) dan (4). 48

(29)

66 dimaksud, maka penetapan kewenangan pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari transaksi elektronik tersebut, didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional.49 Hal tersebut juga telah Penulis kemukakan dalam Bab Tinjauan Kepustakaan.50

49

Pasal 18 Ayat (4) dan (5). 50

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Scott A.Bernard (2005, p73), Teknologi adalah jenis sumber daya yang memungkinkan informasi dan sumberdaya lainya mengalor untuk mendukung penciptaan dan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai gambaran kontrol diri dalam mencegah perilaku seksual pranikah pada Siswa Sekolah Menengah Pertama di Kota Lhokseumawe, dapat

Pengaruh Perbedaan Persentese Penambahan Minyek Jagung Dalam Emulsi Kuning Telur Terhadap pertumbuhan Larva Ikan Lele Dumbo (C alri us ga riepiurs B u rchell).. Bahrus

9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), dengan ini Perseroan menyampaikan

Pada motif g² dan g³ merupakan pengulangan dari birama ke dua pada motif g¹ yang tidak beraturan akan tetapi terstruktur dan dalam suasana yang sama, yang mengalamin

1) Tulis daftar faktor-faktor eksternal yang diidentifikasi dalam proses audit eksternal. Cari antara 10 dan 20 faktor, termasuk peluang dan ancaman yang

Berdasarkan analisis data terhadap unsur-unsur cerpen tersebut, maka peneliti dapat menarik kesimpulan antara lain; pertama , dalam cerpen Dalam Perjamuan Cinta

Data primer berdasarkan hasil pemeriksaan dengan kuesioner NIHSS yang langsung dilakukan oleh peneliti terhadap pasien stroke iskemik akut di RSU Cut Meutia Kabupaten