• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Petani

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Petani"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Petani

Karakteristik individu adalah ciri-ciri yang dimiliki oleh individu yang ditampilkan melalui pola pikir, pola sikap dan pola tindakan terhadap lingkungan hidupnya (Rafinaldy, 1999: 15). Selanjutnya Halim (1992) menambahkan bahwa karakteristik individu merupakan ciri-ciri yang dimiliki seseorang dengan semua aspek dengan lingkungannya. Karakteristik terbentuk oleh faktor biologis dan sosio psikologis. Pemberdayaan masyarakat terhadap sesuatu obyek tertentu serta karakteristik individu merupakan salah satu faktor yang penting untuk diketahui, Karakteristik individu merupakan salah satu faktor yang penting untuk diketahui dalam rangka mengetahui suatu prilaku dalam masyarakat. Karakteristik individu merupakan ciri-ciri atau sifat-sifat individual yang berhubungan dengan semua aspek kehidupan dan lingkungan seseorang. Halim (1992: 16) mengidentifikasikan karakteristik individu antara lain adalah; umur, pendidikan formal, luas lahan garapan, sikap terhadap inovasi, dan tingkat pengetahuan. Selanjutnya Nelly (1988:16) mendefinisikan karakteristik individu sebagai hasil pembawaan dan lingkungan sosialnya sehingga menentukan pola aktivitas dalam meraih cita-citanya. Karakteristik petani menentukan pemahaman petani terhadap informasi pertanian. Karakteristik terbagi dalam dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

Faktor Internal

Sampson (1976) menyatakan bahwa faktor internal individu merupakan ciri-ciri yang dimiliki oleh seseorang yang berhubungan dengan semua aspek kehidupan dengan lingkungannya. Karakteristik individu secara internal meliputi variabel seperti umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status sosial ekonomi, bangsa, agama dan sebagainya yang saling berinteraksi satu sama lain dalam menentukan pemberdayaan. Karakteristik petani menentukan pemahaman petani terhadap informasi pertanian. Adapun faktor internal petani yang dimaksud dalam penelitian ini adalah; umur, pendidikan formal, pengalaman berusahatani, motivasi, jumlah tanggungan keluarga.

(2)

Umur

Padmowihardjo (1994:36) mengatakan umur bukan merupakan faktor psikologis, tetapi apa yang diakibatkan oleh umur adalah faktor psikologis. Terdapat dua faktor yang menentukan kemampuan seseorang berhubungan dengan umur. Faktor pertama adalah mekanisme belajar dan kematangan otak, organ-organ sensual dan otot organ-organ tertentu. Faktor kedua adalah akumulasi pengalaman dan bentuk-bentuk proses belajar lainnya. Selanjutnya Wiraatmadja (1986:13) mengemukakan bahwa umur petani akan mempengaruhi penerimaan petani terhadap hal-hal baru.

Umur merupakan suatu indikator umum tentang kapan suatu perubahan harus terjadi. Umur menggambarkan pengalaman dalam diri seseorang sehingga terdapat keragaman tindakannya berdasarkan usia yang dimiliki (Halim, 1992). Selanjutnya Rakhmat (2001), mengatakan bahwa kelompok orangtua melahirkan pola tindakan yang pasti berbeda dengan anak-anak muda. Kemampuan mental tumbuh lebih cepat pada masa anak-anak sampai dengan pubertas, dan agak lambat sampai awal dua puluhan, dan merosot perlahan-lahan sampai tahun-tahun terakhir (Berelson dan Steiner dalam Halim, 1992).

Kelompok usia produktif menurut Rochaety dkk (2005:35) adalah petani yang secara potensial memiliki kesiapan dan menghasilkan pendapatan untuk mendukung kehidupan dirinya, keluarganya dan masyarakatnya. Namun kenyataannya tidak sedikit jumlah kelompok usia produktif yang belum berperan produktif dalam hidupnya. Ketidakmampuan mereka untuk produktif disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berkaitan dengan ketidakmampuan akademik dan ketrampilan, kelemahan motif berprestasi dan penyesuaian diri. Faktor eksternal meliputi; kurangnya pendidikan dan pelatihan yang sesuai, lingkungan yang kurang kondusif, kurangnya kesempatan kerja. Soehardjo dan Patong (1984:45) mengemukakan bahwa kemampuan kerja petani sangat ditentukan oleh umur petani itu sendiri, sehingga mengkategorikan umur berdasarkan kelompoknya, dimana kisaran umur 0-14 tahun adalah umur non produktif, 15-54 tahun adalah umur produktif dan kisaran 55 tahun ke atas adalah umur yang kurang produktif.

(3)

Pendidikan

Pendidikan menunjukkan tingkat intelegensi yang berhubungan dengan daya pikir seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin luas pengetahuannya. Pendidikan merupakan proses pembentukan watak seseorang sehingga memperoleh pengetahuan, pemahaman dan cara bertingkah laku (Winkel,1986:19-20). Selanjutnya Gonzales (1977) merangkum pendapat beberapa ilmuwan bahwa pendidikan merupakan suatu faktor yang menentukan dalam mendapatkan pengetahuan. Pendidikan menggambarkan tingkat kemampuan kognitif dan derajat ilmu pengetahuan yang dimiliki seseorang. Muhadjir (1983: 35) menambahkan bahwa tingkat pendidikan seseorang mempunyai pengaruh pada partisipasi ditingkat perencanaan. Oleh karena itu semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka dapat diharapkan semakin baik pula cara berpikir dan cara bertindaknya.

Russell (1993:39) mengatakan bahwa pendidikan senantiasa mempunyai dua sasaran, yaitu pengajaran dan pelatihan perilaku yang lebih baik. Pengertian yang sempit, pendidikan berarti perbuatan atau proses perbuatan untuk memperoleh pengetahuan. Pengertian yang agak luas, pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga sesorang memperoleh pengetahuan, pemahaman dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan (Syah, 1995:10). Salam (1997:12) mengemukakan bahwa pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha yang disadari untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan manusia yang dilaksanakan di dalam maupun di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Berdasarkan penyelenggaraannya pendidikan dibedakan menjadi dua, yaitu pendidikan formal dan pendidikan non formal.

Pengalaman Berusahatani

Menurut Padmowihardjo (1994:19-20) pengalaman adalah suatu kepemilikan pengetahuan yang dialami seseorang dalam kurun waktu yang tidak ditentukan. Pengaturan pengalaman yang dimiliki seseorang sebagai hasil belajar selama hidupnya dapat digambarkan dalam otak manusia. Seseorang akan berusaha menghubungkan hal yang dipelajari dengan pengalaman yang dimiliki dalam proses belajar. Seluruh pemikiran manusia, kepribadian dan temperamen secara psikologi ditentukan oleh panca indera, pikiran dan perasaan

(4)

bukan penyebab tindakan tetapi disebabkan oleh penyebab masa lalu (Rakhmat, 2001).

Gagne (1967: 32) mengatakan pengalaman adalah akumulasi dari proses belajar yang dialami seseorang, kemudian menjadi pertimbangan-pertimbangan baginya dalam menerima ide-ide baru. Selanjutnya Callahan (1966: 11) mengatakan bahwa pengalaman dapat mengarahkan perhatian seseorang pada minat, kebutuhan dan masalah–masalah yang dihadapinya. Pengalaman yang dilalui seseorang adakalanya dapat berfungsi membantunya dalam melakukan sesuatu, mendorongnya untuk memperhatikan sesuatu, mengarahkan seseorang agar berbuat secara hati-hati. Kibler (1981: 51-52) mengatakan bahwa seseorang akan memperoleh keuntungan dari pengalamannya, karena dengan pengalaman itu ia akan mempunyai kesempatan melihat, membandingkan dan memilih sehingga mempermudah baginya untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. Padmowihardjo (2002) menambahkan bahwa pengalaman baik yang menyenangkan maupun yang mengecewakan, akan berpengaruh pada proses belajar seseorang. Seseorang yang pernah mengalami keberhasilan dalam proses belajar, maka dia telah memiliki perasaan optimis akan keberhasilan dimasa mendatang, sebaliknya seseorang yang pernah mengalami pengalaman yang mengecewakan , maka dia telah memiliki perasaan pesimis untuk dapat berhasil.

Pengalaman berusahatani merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas petani dalam usahataninya, dimana cita-cita petani berdasarkan pengalaman yang baik, mengenai cara bercocok tanam yang baik dan menguntungkan akan mempengaruhi terlaksananya pembangunan pertanian itu sendiri (Mosher, 1987:47). Selanjutnya Mardikanto (1993) mengatakan bahwa pengalaman seorang petani berpengaruh dalam mengelola usahatni yang dilakukan. Hal ini secara tidak langsung berpengaruh pada proses pengambilan keputusan, sehingga petani yang memiliki pengalaman berusahatani lebih lama cendrung sangat selektif dalam proses pengambilan keputusan.

Pengalaman Manajemen Usahatani

Petani sebagai manajer usahatani. Mosher (1977: 33-35) mengatakan peranan lain yang harus dimiliki petani dalam usahataninya adalah sebagai manajer atau pengelola. Sebagai seorang manajer usahatani, petani perlu

(5)

memiliki pengetahuan, sikap dan ketrampilan tentang manajemen usahatani. Ketrampilan sebagai pengelola mencakup kegiatan berpikir yang didorong oleh kemauan, terutama dalam hal pengambilan keputusan atau penetapan pilihan dari alternatif-alternatif yang ada. Sangat penting bagi petani dalam meningkatkan kecakapannya sebagai pengelola, sehingga ia dapat mengambil manfaat dari setiap kesempatan baik yang terbuka baginya, berusaha membuat usahataninya seproduktif mungkin dengan keuntungan yang terus bertambah. Pengelolaan usahatani tidak dapat dipisahkan dari ketersediaan sarana produksi dan pengetahuan serta kemampuan petani sebagai pengelola usahatani. Mosher (1987: 35) mengatakan bahwa apabila ketrampilan bercocok tanam sebagai juru tani pada umumnya adalah ketrampilan tangan, otot, dan mata, maka ketrampilan petani sebagai pengelola mencakup kegiatan pikiran yang didorong oleh kemauan. Selanjutnya Tohir (1983: 144-145) mengatakan bahwa peran petani sebagai pengelola usahatani adalah mampu menyusun perencanaan usahatani agar proses produksi yang dilaksanakan dapat optimal. Rencana usahatani adalah suatu azas yang di dalamnya terkandung hal-hal berikut: jenis dan nilai masukan, jumlah dan harga masukan yang akan dipergunakan dan dibeli, jumlah uang/kredit yang diperlukan, jumlah produksi dan keuntungan bersih yang diterima.

Mardikanto (1993: 119) mengemukakan bahwa perencanaan adalah suatu proses pengambilan keputusan yang berdasarkan fakta, mengenai kegiatan-kegiatan yang harus dilaksanakan demi tercapainya tujuan yang diharapkan atau yang dikehendaki. Selanjutnya Downey dan Erickson (Damihartini, 2005: 20-21) mengemukakan bahwa konsep manajemen merupakan 5P ( perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengendalian dan pengkoordinasian), dimana masing-masing dapat didefinisikan sebagai berikut:

• Perencanaan menguraikan tentang penetapan program khusus untuk mencapai hasil yang diharapkan

• Pengorganisasian mencakup pemaduan bagian-bagian organisasi agar cocok satu sama lain

• Pengawasan merupakan daya upaya untuk menunjukkan jalan terbaik • Pengendalian berarti pemeriksaan atas tercapai tidaknya suatu tujuan

(6)

• Pengkoordinasian merupakan kegiatan memadukan atau menyamakan berbagai arahan untuk dijadikan satu tujuan yang sama dan menyelaraskan keinginan masing-masing pihak terkait.

Perencanaan merupakan persiapan yang harus dilakukan sebelum suatu usaha dilaksanakan. Tjakrawiralaksana (1989: 119) mengemukakan bahwa perencanaan pada dasarnya adalah suatu kegiatan penyusunan yang meliputi penentuan: apa, bagaimana, kapan dan berapa banyaknya, atau kombinasi cabang-cabang usahatani apa yang akan dikelola, serta penentuan unsur-unsur produksi yang akan dipakai.

Sa’id, dkk (2001: 50) mengatakan bahwa pengorganisasian berbagai input dan sarana produksi adalah kegiatan pengelolaan persediaan input-input dan sarana-sarana produksi, mulai dari perencanaan persediaan, pengadaan/pembelian, penyimpanan, pengalokasian dan pemeliharaan. Untuk meningkatkan produktivitas, maka pengorganisasian mengenai sumber daya berupa input-input dan sarana-sarana produksi yang akan digunakan akan sangat berguna. Pengorganisasian tersebut terutama menyangkut bagaimana mengalokasikan berbagai input dan fasilitas yang akan digunakan dalam proses produksi sehingga proses produksi dapat berjalan secara efektif dan efisien.

Sa’id, dkk (2001: 51) menambahkan pengawasan dalam produksi pertanian meliputi pengawasan anggaran, proses, masukan, jadwal kerja dan lain-lain yang merupakan upaya untuk memperoleh hasil maksimal. Fungsi manajemen produksi selanjutnya adalah evaluasi. Evaluasi dilakukan secara berkala, mulai dari saat perencanaan sampai akhir usaha tersebut berlangsung, sehingga jika terjadi penyimpangan dari rencana dan merugikan, maka segera dilakukan pengendalian. Pengendalian dalam usaha produksi pertanian berfungsi untuk menjamin agar proses produksi berjalan sesuai dengan yang direncanakan. Misalnya, pengendalian yang dilakukan pada kelebihan penggunaan biaya, kelebihan penggunaan air, dan lain-lain.

Motivasi

Morgan (1961) mengemukakan bahwa konsep motivasi tidak bisa dilepaskan dari adanya motif (motive), dorongan (drive) dan kebutuhan (needs). Tindakan yang bermotif dapat dikatakan sebagai tindakan yang didorong oleh kebutuhan yang dirasakannya, sehingga tindakan tersebut tertuju ke arah suatu tujuan yang diidamkan (Thantowi, 1993). Selanjutnya White (dalam Berliner and

(7)

Calfee,1996:85-86) mengemukakan bahwa teori dasar motivasi intrinsik didasarkan pada asumsi bahwa manusia secara alami, termotivasi untuk mengembangkan intelektual dan kompetensi atau kecakapan lainnya yang mereka miliki, untuk memperoleh kebahagiaan dari prestasi mereka tersebut.

Menurut Padmowihardjo (1994:135) motivasi merupakan usaha yang dilakukan manusia untuk menimbulkan dorongan untuk berbuat atau melakukan tindakan. Selanjutnya Sudjana (1991:162) mengatakan motivasi belajar adalah motivasi insentif. Motivasi tersebut menggambarkan kecendrungan asli manusia untuk menggerakkan, mendominasi dan menguasai lingkungan di sekelilingnya.

Suparno (2000: 83-90) mengemukakan bahwa seseorang akan melakukan sesuatu kalau mengharapkan akan melihat hasil, memiliki nilai (value) atau manfaat. Perasaan berhasil (the experience of success) akan menimbulkan motivasi seseorang untuk mempelajari sesuatu. Selain itu seseorang akan termotivasi untuk belajar jika yang dipelajari mendatangkan keuntungan, baik keuntungan dalam nilai ekonomi atau sosial.

Faktor Eksternal Luas Lahan Usahatani

Penguasaan lahan adalah status lahan yang digarap oleh individu. Lahan adalah lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi dan vegetasi yang saling mempengaruhi potensi penggunaannya (Deptan, 1997). Selanjutnya Kusnadi dan Santoso (2000) mengatakan bahwa lahan yang digunakan penduduk adalah lahan garapan pertanian.

Menurut Tjakrawiralaksana (1983:7) lahan merupakan manifestasi atau pencerminan dari faktor-faktor alam yang berada di atas dan di dalam permukaan bumi, dan berfungsi sebagai (1) tempat diselenggarakan kegiatan pertanian seperti bercocok tanam dan memelihara ternak atau ikan, (2) tempat pemukiman keluarga tani. Hernanto (1993:46) menyatakan luas lahan usahatani dapat digolongkan menjadi tiga bagian yaitu (1) sempit dengan luas ≤ 0,5 ha, (2) sedang dengan luas 0,5-2 ha, (3) luas, jika lebih dari 2 ha.

Mardikanto (1993:217) mengatakan bahwa luas lahan usahatani merupakan aset bagi petani dalam menghasilkan produksi total, dan sekaligus sumber pendapatan. Pada umumnya, petani dengan kepemilikan lahan usaha yang luas akan menempati posisi status sosial lebih tinggi dilingkungan sosialnya. Faktor yang mempengaruhi petani dalam meningkatkan produktivitas

(8)

usahatani adalah luas lahan yang dikerjakan. Luas lahan garapan juga berpengaruh dalam kecepatan petani untuk menerima suatu inovasi(Salikin, 2003).

Pemanfaatan Media massa

Surat kabar, majalah, radio dan televisi merupakan media yang paling murah untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat. Media massa dapat digunakan untuk mengubah perilaku, terutama yang kecil dan kurang penting, atau perubahan untuk memenuhi keinginan yang ada (Van den Ban dan Hawkins, 1999:150). Selanjutnya Suseno (2003:96-97) mengatakan bahwa beberapa media yang dapat digunakan untuk menyampaikan informasi antara lain: surat, telepon, surat kabar, majalah, radio, televisi, internet dan yang sejenisnya. Media tersebut selain untuk sumber informasi, juga untuk menyampaikan gagasan, pendapat dan perasaan kepada orang lain.

Jahi (1988: 109) mengemukakan bahwa, dalam pelaksanaan pembangunan pedesaan memerlukan berbagai sumber daya, termasuk media massa. Media massa diperlukan karena dapat menimbulkan suasana yang kondusif bagi pembangunan dan dapat juga memotivasi masyarakat serta menggerakkan warga masyarakat desa untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Partisipasi khalayak pedesaan menjadi lebih bermakna, maka media massa dituntut untuk mengantarkan berbagai macam informasi dan pengetahuan kepada mereka. Selain itu media massa memiliki kemampuan yang besar untuk menyebarkan pesan-pesan pembangunan untuk banyak orang, yang tinggal di tempat terpisah dan tersebar, secara serentak dan dengan kecepatan tinggi. Oleh karena itu media massa dikatakan sebagai ”pengganda ajaib”.

Hubungan Interpersonal

Hubungan interpersonal merupakan kebutuhan dari setiap individu, karena pada dasarnya manusia memiliki naluriah untuk berkelompok dengan manusia lainnya (Padmowihardjo, 1994) dan melalui interaksi dengan individu lain seseorang akan dapat berkembang untuk dapat menunjukkan eksistensi dirinya.

Wiraatmadja (1990:29-30) mengatakan bahwa dalam kegiatan penyuluhan seorang penyuluh harus mengadakan hubungan dengan petani, yang dapat menimbulkan komunikasi. Komunikasi yang baik akan menimbulkan

(9)

timbal balik (feedback). Hal ini penting bagi penyuluh, yaitu untuk dapat mengambil tindakan-tindakan selanjutnya, dengan demikian maka komunikasi akan berjalan dengan baik. Asngari (2001:13) mengemukakan bahwa dalam penyuluhan, informasi yang tepat disajikan dalam bentuk informasi yang dibutuhkan masyarakat, yakni informasi yang bermakna: (1) secara ekonomis menguntungkan, (2) secara teknis memungkinkan pelaksanaannya, (3) secara psiko-sosial dapat diterima sesuai dengan norma-norma dan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat, dan (4) sesuai atau sejalan dengan kebijakan pemerintah.

Menurut FAO (1998:229) jasa penyuluhan memegang peranan penting dalam gerakan diseminasi terhadap uji peningkatan usahatani (on-farm).

Sarana dan prasarana Produksi

Menurut Sudjati (1981:83) sarana merupakan alat-alat yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Mosher (1973:115-142) menyatakan bahwa tersedianya sarana merupakan syarat pokok dalam pembangunan pertanian. Ketersediaan sarana produksi mutlak diperlukan agar dapat menjadi pendukung dalam peningkatan produksi.

Lunandi (1989:41) mengemukakan bahwa dalam hal tertentu penyediaan materi (peralatan maupun sarana produksi) dibutuhkan dalam suatu proses belajar ke arah perubahan perilaku di samping pengetahuan, ketrampilan dan sikap dalam usaha atau kegiatan yang dilakukan.

Kebijakan Pemerintah

Kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pertanian diartikan sebagai perincian oleh pemerintah mengenai ketentuan dan peraturan yang harus ditaati dalam penyelenggaraan pertanian. Tentulah tidak semua aspek lingkungan pertanian dapat diawasi oleh pemerintah. Pada umumnya disemua negara terdapat pengaruh yang kuat dari pemerintah terhadap pertanian melalui ketentuan dan program, misalnya: kebijaksanaan bagi hasil, hak atas tanah dan air, harga, pengaturan pasar, pengawasan terhadap hama penyakit, ekspor,

kesejahteraan buruh, pemberian kredit dan tingkat bunga (Soekartawi dkk, 1984: 25).

(10)

Kompetensi

Kompetensi adalah “Seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggung jawab, yang dimiliki oleh seseorang sebagai syarat kemampuan untuk mengerjakan tugas-tugas dibidang pekerjaan tertentu” (Kep. Mendiknas RI No. 045/U/2002). Sedangkan Gonczi dan Hager (Wibowo, dkk, 2002: 54) mendefinisikannya sebagai “a complex combination of knowledge, attitudes, skill

and value diplayed in the context of task performance”. Selanjutnya Wibowo et al.

(2002: 54) menambahkan dari definisi tersebut terlihat jelas bahwa kompetensi yang diharapkan dapat dikuasai seseorang tidak saja meliputi kompetensi bidang studi melainkan juga sikap, kepribadian, dan nilai-nilai yang harus diembannya sebagai seorang yang profesional.

Pembangunan pertanian saat ini menghadapi persaingan bebas dalam era globalisasi. Oleh karena itu, pembangunan infrastruktur untuk penyediaan input, pemasaran, dan penyuluhan sangat diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan hidup pertanian individual. Kecenderungan adanya persaingan yang semakin ketat dipasar dunia menyebabkan hanya petani-petani yang lebih efesien saja yang mampu bertahan (Van den Ban dan Hawkins, 1999:15). Atas dasar pemikiran inilah menjadikan begitu pentingnya sumber daya pertanian yang mempunyai kompetensi tinggi, khususnya petani sebagai pelaku utama untuk mewujudkan pertanian yang tangguh dan maju.

Darmin (2005:1) menyebutkan ”Apa itu kompetensi” (What is

Competence), kata kompetensi datang dari bahasa latin competens, yang

merupakan present participle dari kata kerja competere. Kata ini mengandung dua bagain : com, yang berarti bersama-sama, ”together”, dan ”petere”, yang berarti berjuang/memperjuangkan, ”strive”. Jadi secara literal, competere dapat diartikan memperjuangkan bersama-sama ”to strive together”. Menariknya, kata

competence dan competition keduanya diturunkan dari kata competere; dan

sebagaimana kita lihat, the competition adalah penggerak (the driving force

behind) dibalik fokus industri saat ini pada competence. Ide mengenai

kompetensi ini terkait erat dengan ide kapabilitas (the idea of competence is

closely associated with the idea of capability). Orang yang menyebut dirinya

kompeten adalah orang yang memiliki kapabilitas, dan organisasi yang disebut kompeten adalah organisasi yang memiliki kapabilitas.

Menurut McAshan (Mulyasa, 2002:38) ”competency is a knowledge,

(11)

his or her being to the exent he or she can satisfactorily perform particular cognitive, affective, and psychomotor behaviours.” Sedangkan Syah (2002: 229)

menyatakan bahwa pengertian dasar kompetensi (competency) adalah kemampuan atau kecakapan.

Istilah kompetensi diartikan sebagai “kecakapan yang memadai untuk melakukan suatu tugas” atau sebagai “memiliki ketrampilan dan kecakapan yang disyaratkan”. Pengertian yang lebih luas ini jelas bahwa setiap cara yang digunakan dalam pelajaran yang ditujukan untuk mencapai kompetensi adalah mengembangkan manusia yang bermutu yang memiliki pengetahuan, ketrampilan, dan kemampuan sebagaimana disyaratkan. Kata kompetensi dipilih untuk menunjukkan tekanan pada “kemampuan mendemontrasikan pengetahuan (Suparno, 2001: 14)”.

Lasmahadi (2002: 2) mengemukakan bahwa kompetensi didefinisikan sebagai aspek-aspek pribadi dari seorang pekerja yang memungkinkan dia untuk mencapai kinerja superior. Aspek-aspek pribadi ini termasuk sifat, motif-motif, sistem nilai, sikap, pengetahuan, dan ketrampilan. Kompetensi-kompetensi akan mengarahkan tingkah laku, dan tingkah laku akan menghasilkan kinerja.

Pusposutardjo (Wibowo dkk, 2002: 54) mengatakan bahwa seseorang dianggap kompeten apabila telah memenuhi beberapa persyaratan berikut :

1. Landasan kemampuan pengembangan kepribadian

2. Kemampuan penguasaan ilmu dan ketrampilan (know how and know why)

3. Kemampuan berkarya (know to do)

4. Kemampuan mensikapi dan berprilaku dalam berkarya sehingga dapat mandiri, menilai dan mengambil keputusan secara bertanggung jawab (to be)

5. Dapat hidup bermasyarakat dengan bekerja sama, saling menghormati dan menghargai nilai-nilai pluralisme, dan kedamaian (to live together). Kompetensi yang satu berbeda dengan kompetensi yang lain dalam hal jumlah bagian-bagiannya. Menurut Suparno (2001: 15) makin kompleks, kreatif, atau profesional suatu kompetensi, makin besar kemungkinan diterapkan dengan cara berbeda (different fashion) pada setiap kali dilakukan, bahkan oleh orang yang sama. Hal ini berbeda dengan kompetensi teknis yang relatif merupakan tindakan mekanis yang setiap kali diterapkan dengan menggunakan cara yang sama (usually premium for precision)

(12)

Kompetensi profesional memerlukan kreativitas serta kecakapan menyesuaikan pada keadaan yang berbeda-beda dimana terkandung tanggungjawab untuk membuat suatu keputusan. Biasanya kompetensi ini dihubungkan dengan kemampuan memecahkan masalah (Suparno, 2001: 15).

Menurut Willis dan Samuel (puspadi, 2003: 120) kompetensi merupakan kemampuan untuk melaksanakan tugas secara efektif. Kemampuan secara fisik dan mental dapat muncul secara bersama pada saat menjalankan suatu tugas (Klausmeier dan Goodwin, 1996: 97-98), ada tiga jenis kemampuan kognitif, psikomotor dan kemampuan afektif. Morgan, et al. (1963: 31) mengemukakan bahwa kemampuan manusia secara umum terbagi dua yaitu: (1) kemampuan mental seperti pemikiran deduktif dan induktif, menciptakan sesuatu dengan pemikiran; (2) kemampuan jasmani.

Klemp (Puspadi, 2003: 120) mengungkapkan ”A job competency in an

underlying characteristic of a person which results in effective and or superior perfmance in a job. A job competency is an underlying characteristic of a person in that it may be a motive, trait, skill, aspect of one’s self image or social role, or a body of knowledge which he or she uses”. Kompetensi kerja adalah segala

sesuatu pada individu yang menyebabkan kinerja yang prima. Pengetahuan-pengetahuan khusus yang mencerminkan berbagai kompetensi belum dapat dikatakan sebagai kompetensi kerja. Pengetahuan secara harfiah, mengacu kepada kumpulan informasi. Kemampuan menggunakan pengetahuan-pengetahuan khusus secara efektif merupakan hasil menggunakan pengetahuan-pengetahuan yang lain.

Pengetahuan khusus dapat dipertimbangkan sebagai kompetensi dengan dua alasan yaitu : pertama, dalam pengetahuan khusus terdapat perbedaan tingkat pengetahuan dan kedua, ada konsep serta fakta khusus yang dapat dipergunakan untuk menunjukkan kompetensi yang lain. Perbedaan tingkat pengetahuan pada tingkat: (1) motif dan sifat; (2) citra diri, peran; (3) ketrampilan (Puspadi,2003: 120).

Mulyasa (2002; 40) mengemukakan bahwa dalam hubungannya dengan proses belajar, kompetensi menunjuk kepada perbuatan yang bersifat rasional dan memenuhi spesifikasi tertentu dalam proses belajar. Kompetensi dikatakan perbuatan karena berbentuk perilaku yang dapat diamati, meskipun sering terlihat proses yang tidak nampak seperti pengambilan pilihan sebelum perbuatan dilakukan. Kompetensi dilandasi oleh rasionalitas yang dilakukan

(13)

dengan penuh kesadaran “mengapa dan bagaimana” perbuatan tersebut dilakukan. Kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, ketrampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak.

Menurut Widyarini (2004: 2) untuk survive dan meraih keberhasilan dalam hidup, manusia perlu mengembangkan kompetensi. Kompetensi lebih dari sekedar mengembangkan ketrampilan, mencakup keberhasilan mengatasi tantangan-tantangan, sukses dalam berinteraksi dengan lingkungan, mampu menyusun tujuan-tujuan, dan memandang diri sendiri sebagai orang yang cakap (mampu melakukan apa yang tidak dapat dilakukan oleh orang lain). Seseorang pelu memiliki tiga hal berikut untuk mengembangkan kompetensi:

(1) Sense of control adalah keyakinan seseorang bahwa dirinya sendirilah yang mengendalikan hidupnya atau peristiwa-peristiwa yang ia alami (bukan ditentukan oleh nasib/takdir atau orang lain yang berkuasa). Orang yang memiliki sense of control merasa bahwa apa yang akan terjadi dalam hidupnya dapat diprediksi. Hal ini merupakan pemenuhan atas kebutuhan survival.

(2) Kebutuhan untuk berprestasi dan penguasaan. Kebutuhan untuk mencapai tujuan dan menguasai ketrampilan tertinggi ini merupakan dasar penting untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang memungkinkan kita untuk sukses dalam berinteraksi dengan lingkungan dan meraih apa yang diharapkan dalam hidup.

(3) Self esteem. Dalam psikologi, self esteem sering diterjemahkan sebagai harga diri dan definisikan sebagai penilaian seseorang terhadap diri sendiri, baik positif maupun negatif. Manusia yang mempunyai keyakinan akan kemampuan-kemampuan yang dimiliki dan merasa dirinya bernilai adalah orang yang harga dirinya positif, Sebaliknya, mereka yang harga dirinya negatif akan merasa lemah, tidak berdaya.

Unsur-unsur Kompetensi Pengetahuan

Sagala (2003: 33) mengatakan berdasarkan taksonomi Bloom domain kognitif mencakup kemampuan intelektual mengenal lingkungan yang terdiri atas enam macam kemampuan yang disusun secara hierarkis dari yang paling sederhana sampai ke yang paling kompleks, tingkatannya yaitu: pengetahuan (kemampuan mengingat kembali hal-hal yang telah dipelajari), pemahaman

(14)

(kemampuan menangkap makna atau arti sesuatu hal), penerapan (kemampuan menggunakan hal-hal yang telah dipelajari untuk menghadapi situasi-situasi baru yang nyata), analisis (kemampuan menjabarkan sesuatu menjadi bagian-bagian sehingga struktur organisasinya dapat difahami), sintesis (kemampuan memadukan bagian-bagian menjadi satu keseluruhan yang berarti) dan penilaian (kemampuan memberikan harga sesuatu hal berdasarkan kriteria intern, kelompok, ekstern, atau yang telah ditetapkan terlebih dahulu).

Pengetahuan merupakan hirarki paling bawah dalam taksonomi kognitif Bloom, didasarkan pada kegiatan-kegiatan untuk mengingat berbagai informasi yang pernah diketahui, tentang fakta, metode atau teknik maupun mengingat hal-hal yang bersifat aturan, prinsip-prinsip generalisasi. Proses memusatkan perhatian kepada hal-hal yang akan dipelajari, belajar mengingat-ingat dan berfikir, oleh Brunner disebut sebagai ”cognitive strategy”, suatu proses untuk memecahkan masalah baru (Suparno, 2001: 6).

Menurut Brunner (Suparno, 2001: 84) pengetahuan selalu dapat diperbaharui, dikembangkan lebih lanjut sesuai dengan perkembangan kematangan intelektual individu. Pengetahuan bukan produk, melainkan suatu proses. Proses tersebut menurut Brunner melibatkan tiga aspek: (1) proses mendapatkan informasi baru dimana seringkali informasi baru ini merupakan pengganti pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya atau merupakan penyempurnaan informasi sebelumnya, (2) proses transformasi, yaitu proses memanipulasi pengetahuan agar sesuai dengan tugas-tugas baru, (3) proses mengevaluasi, yaitu mengecek apakah cara mengolah informasi telah memadai.

Sikap

Sikap mencakup kemampuan-kemampuan emosional dalam mengalami dan menghayati sesuatu hal. Afektif ini meliputi lima tingkat emosional disusun secara hierarkis yaitu: kesadaran (kemampuan untuk ingin memperhatikan sesuatu hal), partisipasi (kemampuan untuk ikut serta atau terlibat dalam sesuatu hal), penghayatan nilai (kemampuan untuk menerima nilai dan terikat kepadanya), pengorganisasian nilai (kemampuan untuk memiliki sistem nilai dalam dirinya), dan karakterisasi diri (kemampuan untuk memiliki pola hidup dimana sistem nilai yang terbentuk dalam dirinya mampu mengawasi tingkah lakunya) (Sagala, 2003: 33-34).

(15)

Menurut van den Ban dan Hawkins (1999: 106) sikap adalah perasaan, pikiran, dan kecenderungan seseorang yang kurang lebih bersifat permanen mengenai aspek-aspek tertentu dalam lingkungannya. Sikap merupakan kecondongan evaluatif terhadap suatu obyek atau subyek yang memiliki konsekwensi yakni bagaiman seseorang berhadapan dengan obyek sikap. Meyers (Sarwono, 2002) menyatakan bahwa sikap adalah suatu reaksi evaluasi yang menyenangkan terhadap sesuatu atau seseorang, yang ditujukan dalam kepercayaan, perasaan atau perilaku seseorang.

Sikap didefinisikan sebagai keadaan internal seseorang yang mempengaruhi pilihan-pilihan atas tindakan-tindakan pribadi yang dilakukannya (Suparno, 2005: 15). Beberapa ahli (Sarwono, 2002: 232) mendefinisikan sikap sebagai a favourable or unfavourable evaluative reaction to ward something or

someone, exhibited in one’s belief, feelings or intended behavior (Meyers, 1996). An attitude is a disposition to serpond favourably or unfavourably to an object, person, institution or event (Azjen, 1988). Terdapat perbedaan dalam definisi

tersebut, namun semuanya sependapat bahwa cirri khas sikap adalah (1) mempunyai objek tertentu (orang, perilaku, konsep, situasi, benda), dan (2) mengandung penilaian (setuju – tidak setuju, suka-tidak suka).

Menurut Suparno (2001: 9) sikap mempunyai tiga karakteristik yaitu: (1) Intensitas yakni kekuatan terhadap objek, (2) Arah terhadap objek, apakah positif-negatif ataupun netral, (3) Target yakni sasaran sikap, terhadap apa sikap ditujukan.

Sikap dipandang mempunyai komponen afektif atau emosional, aspek konatif dan berakibat pada tingkah laku atau behavioral consequences (Suparno, 2001: 15). Gagne dalam Suparno (2001: 15) menekankan pada efek sikap terhadap pilihan-pilihan ini mempunyai aspek intelektual maupun aspek emosional. Hal tersebut diperoleh individu sepanjang hidupnya melalui pergaulannya baik di rumah, disekolah maupun di lingkungan ketiga. Perbuatan yang dipilih seseorang dipengaruhi kejadian-kejadian khusus pada waktu itu, tetapi kecenderungan-kecenderungan yang bersifat tetap mengakibatkan tingkah laku yang konsisiten dalam situasi tertentu dan itulah yang dimaksud sikap.

Menurut Sarwono (2002: 251-252) sikap terbentuk dari pengalaman, melalui proses belajar. Pandangan ini mempunyai dampak terapan, yaitu bahwa berdasarkan pandangan ini dapat disusun berbagai upaya (penerangan,

(16)

pendidikan, pelatihan, komunikasi, dan sebagainya) untuk mengubah sikap seseorang.

Keterampilan

Menurut Sagala (2003: 160) psikomotorik adalah ranah yang berkaitan dengan ketrampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Selanjutnya Suparno (2001: 11) menambahkan belajar psikomotorik menekankan ketrampilan motorik yaitu bekerja dengan benda-benda atau aktivitas yang memerlukan koordinasi syaraf dan otot. Untuk menjelaskan konsep ini digunakan contoh kegiatan berbicara, menulis, berbagai aktivitas pendidikan jasmani, dan program-program ketrampilan.

Ketrampilan adalah kegiatan yang berhubungan dengan urat-urat syaraf dan otot-otot (neuromuscular) yang lazimnya tampak dalam kegiatan jasmaniah seperti menulis, mengetik, olah raga, dan sebagainya (Syah, 2002: 119). Keterampilan menekankan kemampuan motorik dalam kawasan psikometer, yaitu bekerja dengan benda-benda atau aktivitas yang memerlukan koordinasi syaraf dan otot. Seseorang dikatakan menguasai kecakapan motoris bukan saja karena ia dapat melakukan hal-hal atau gerakan yang telah ditentukan, tetapi juga karena mereka melakukannya dalam keseluruhan gerak yang lancar dan tepat waktu (Suparno, 2001: 11).

Pengetahuan tentang cara-cara menguasai keterampilan tertentu akan mengubah arah dan intensitas motivasi seseorang. Keterampilan yang kompleks dapat dipelajari secara bertahap. Analisis tugas yang kompleks menjadi keterampilan-keterampilan bagian (part-skills), memungkinkan dikuasainya keterampilan tersebut. Jika penguasaan atas keterampilan sudah tercapai, maka akan timbul rasa puas, yang pada gilirannya mendorong orang untuk mengulangi kegiatan tersebut atau melanjutkannya ke tahap yang lebih kompleks (Suparno, 2001: 22).

Menurut Reber (Syah, 2002: 119) keterampilan adalah kemampuan melakukan pola-pola tingkah laku yang kompleks dan tersusun rapi secara mulus dan sesuai dengan keadaan untuk mencapai hasil tertentu. Keterampilan bukan hanya meliputi gerakan motorik melainkan juga pengejawatahan fungsi mental yang bersifat kognitif. Konotasinya pun luas sehingga sampai pada mempengaruhi atau mendayagunakan orang lain. Hal ini berarti, orang yang

(17)

mampu mendayagunakan orang lain secara tepat juga dianggap sebagai orang yang terampil.

Kemampuan mengamati secara cermat gerakan, taktik, dan kiat-kiat orang yang menjadi contoh (model) baik secara langsung maupun melalui media gambar memungkinkan keterampilan bagian dapat ditiru dengan lebih mudah. Urutan langkah menjadi amat penting. Demikian pula frekuensi dan intensitas praktek akan memberi peluang dikuasainya keterampilan yang semula bersifat kaku, menjadi lancar, luwes, dan harmonis (Suparno, 2001: 23).

Usahatani Kedelai

Usahatani merupakan kegiatan yang dilakukan manusia, pada suatu lahan tertentu, dengan hubungan tertentu antara manusia dengan lahannya, yang disertai pertimbangan tertentu pula. Usahatani dalam arti luas adalah suatu kegiatan yang menyangkut proses produksi, menghasilkan bahan-bahan kebutuhan manusia yang dapat berasal dari tumbuhan maupun hewan yang disertai dengan usaha untuk memperbaharui, memperbanyak (reproduksi) dan mempertimbangkan faktor ekonomis (Suratiyah, 2006: 8).

Amang dkk (1996: 137) mengatakan dalam sistem usahatani yang dilakukan oleh petani terdapat berbagai komoditas yang diusahakan, sehingga terjadi kompetisi antara komoditas dengan pengusahaan lahan. Dalam menetapkan pilihan komoditas, petani biasanya membandingkan kemudahan dan keuntungan yang diperoleh dari komoditas terpilih. Atau dengan kata lain kedelai akan ditanam oleh petani apabila dapat memenuhi kebutuhan dan lebih menguntungkan dibanding dengan komoditas lain.

Adisarwanto (2005: 49) mengatakan bahwa tanaman kedelai dapat tumbuh diberbagai agroekosistem dengan jenis tanah, kesuburan tanah, iklim dan pola tanam yang berbeda, sehingga kendala satu agroekosistem akan berbeda dengan agro ekosistem yang lain. Langkah-langkah utama yang harus diperhatikan dalam bertanam kedelai yaitu pemilihan varietas, waktu tanam, penyiapan lahan, cara tanam, penyiangan, pemupukan dan pengelolaan air.

Pemilihan Varietas

Adisarwanto (2005:49)Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan varietas yaitu umur panen, ukuran dan warna biji, serta tingkat

(18)

adaptasi terhadap lingkungan tumbuh tinggi. Selanjutnya Amang dkk (1996: 155) mengatakan meskipun jumlah varietas semakin meningkat, namun petani umumnya masih menggunakan varietas lokal yang telah beradaptasi pada berbagai kondisi agroekosistem di Indonesia, misalnya; di Aceh varietas lokal yang umum digunakan adalah kipas putih.

Waktu Tanam

Menurut Adisarwanto (2005: 50), penentuan waktu tanam yang tepat akan berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan pertanaman kedelai. Penanaman kedelai di lahan kering dimulai pada awal musim hujan (MH I) yaitu antara bulan Oktober atau November. Sementara pada musim tanam kedua (MH II) yaitu antara Februari dan Maret. Penanaman kedelai di lahan sawah, permulaan waktu tanam yang paling tepat dimulai adalah akhir bulan Februari sampai pertengahan Maret (MK I), dan untuk penanaman kedua muali awal bulan Juni sampai pertengahan Juli.

Penyiapan Lahan

Penyiapan lahan untuk tanaman kedelai sangat ditentukan oleh tanah sebelum penanaman.

• Penyiapan lahan MK I dilakukan 1-2 bulan sebelum hujan turun. Caranya, mencangkul permukaan tanah sedalam 5-10 cm, agar saat hujan turun, kondisi tanah sudah cukup baik untuk ditanami. Pembuatan drainase sangat penting sehingga tidak terjadi genangan air dalam petakan, agar biji yang baru tumbuh tidak busuk atau mati.

• Penyiapan lahan MH I setelah pemanenan padi pada musim kemarau hanya dilakukan pembersihan gulma. Tanggul bekas tanaman dipotong minimal 5 cm dengan permukaan tanah, buat drainase dengan jarak 3-5 m dengan kedalaman 25 – 30 cm dan lebar 20-25 cm, biasanya dibuat 4- 5 saluran. • Penyiapan lahan MK II sama dengan penyiapan lahan MK I

• Penyiapan lahan MH II, hanya dilakukan jika penanaman dilakukan secara intensif dan jika banyak gulma. Selain diolah, pada 3-5 hari sebelum tanah diolah dilakukan penyemprotan herbisida (Adisarwanto, 2005: 50) .

(19)

Cara Tanam

Cara tanam yang baik agar memperoleh produktivitas tinggi yaitu dengan membuat lubang tanam memakai tugal, kedalaman 1,5-2 cm. Setiap lubang tanam diisi 3-4 benih dan diupayakan 2 benih yang tumbuh. Jarak tanam yang baik adalah 40 cm x 10-15 cm, untuk lahan subur adalah 40 cm x 15-20 cm (Adisarwanto, 2005: 52).

Penyiangan

Penyiangan pada lahan sawah, biasanya dilakukan dengan pemberian mulsa jerami padi. Takarannya adalah 5 ton/ha, dengan cara menghamparkan jerami secara merata di permukaan lahan setebal 5-10 cm. Penanaman kedelai di lahan kering, penyiangan dilakukan dengan penyemprotan herbisida pratumbuh, jika di daerah tersebut kurang tenaga kerja (Adisarwanto,2005: 53).

Pemupukan

Tanaman kedelai tidak menunjukkan respon yang tinggi terhadap pemupukan. Hal yang penting diperhatikan dalam pemupukan kedelai adalah pemilihan jenis pupuk, takaran atau dosis, dan waktu pemberian. Pengaplikasian pupuk harus sesuai dengan waktu, jumlah serta dara pemberian yang tepat dan benar. Cara pemberian pupuk bisa disebar rata dalam petakan tanah, atau dengan cara disebar dalam larikan sekitar 10-15 cm di samping lubang tanam (cara yang paling efektif dan efisien) (Adisarwanto, 2005: 53)

Pengendalian Hama, Penyakit, dan Gulma

Pengendalian HPT saat ini dilakukan dengan bijak yang didasarkan pada pengembangan sistem pengendalian terpadu (PHT). Pengendalian HPT secara alami, seperti musuh alami, iklim, dan kompetitor. Sistem PHT juga didasarkan pada kelestarian lingkungan (Adisarwanto, 2005: 66).

Panen dan Pasca panen

Penanganan panen dan pasca panen merupakan faktor penting. Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain; saat dan umur panen, penjemuran, pembijian, pembersihan biji, dan penyimpanan.

(20)

Panen dilakukan jika 95% polong sudah berwarna coklat kekuningan, dan jumlah daun tersisa hanya sekitar 5-10%. Selanjutnya dilakukan penjemuran, agar kadar air biji menurun dan untuk mempermudah pembijian. Proses pembijian sampai sekarang masih secara tradisional, yaitu dengan menggunakan alat pemukul sederhana. Sedikit sekali yang menggunakan thresher.

Pembersihan biji dilakukan dengan membuang semua kotoran yang tercampur dengan biji, seperti tanah, kerikil, potongan batang, daun atau tangkai, tujuannya untuk meningkatkan efisiensi dalam proses pengeringan biji dan memudahkan proses sortasi biji bernas yang akan dipakai untuk benih atau keperluan lain. Langkah terakhir yaitu melakukan penyimpanan. Penyimpanan kedelai dilakukan dengan dua cara, yaitu di tempat terbuka dan di tempat kedap udara (Adisarwanto, 2005: 77-83).

Hubungan Karakteristik dengan Kompetensi Petani Hubungan Umur dengan Kompetensi

Padmowihardjo (1994: 36) mengemukakan bahwa kemampuan umum untuk belajar berkembang secara gradual semenjak dilahirkan sampai saat kedewasaan. Asumsi ini dapat diketahui bahwa pada umur lebih lanjut orang akan belajar lebih cepat dan berhasil mempertahankan retensi dalam jumlah besar daripada usia lebih muda, akan tetapi setelah mencapai umur tertentu, maka kemampuan belajar akan berkurang secara gradual dan terasa nyata setelah mencapai 55 atau 60 tahun, dan setelah itu penurunan akan lebih cepat lagi.

Mulyasa (2003: 125) mengatakan bahwa perkembangan kemampuan berpikir terjadi seiring dengan bertambahnya umur. Selanjutnya Soehardjo dan Patong (1984: 41) mengemukakan bahwa kemampuan kerja petani sangat ditentukan oleh umur petani tersebut.

Hubungan pendidikan dengan kompetensi petani

Mosher (1987 : 158-161) mengatakan pendidikan formal mempercepat proses belajar, memberikan pengetahuan, kecakapan dan ketrampilan-ketrampilan yang diperlukan dalam masyarakat. Mulyasa (2003: 3) menambahkan bahwa pendidikan berperan dalam mewujudkan masyarakat yang

(21)

berkualitas. Menampilkan individu-individu yang memiliki keunggulan yang tangguh, kreatif, mandiri, dan profesional dalam bidangnya masing-masing.

Menurut Wiriatmadja (1986: 42) pendidikan adalah usaha mengadakan perubahan perilaku berdasarkan ilmu-ilmu dan pengalaman yang sudah diakui dan direstui masyarakat. Pendidikan yang rendah akan berhubungan dengan rendahnya ketrampilan, sehingga menyebabkan produktivitas usahatani juga rendah, karena tidak dapat menjangkau dan mengadopsi sumberdaya, teknologi dan ketrampilan manajemen. Tingginya tingkat pendidikan seseorang baik formal maupun non formal, umumnya mempunyai wawasan pola berpikir yang semakin rasional dan kompeten dalam pengambilan keputusan berusahatani. Selanjutnya Mardikanto (1993) mengatakan bahwa pendidikan petani umumnya mempengaruhi pola pikir petani dalam mengelola usahatani. Pendidikan yang relatif tinggi dan umur yang muda menyebabkan petani lebih dinamis. Semakin tinggi pendidikan seseorang semakin efisien bekerja dan semakin banyak cara-cara teknik berusahatni yang lebih baik dan menguntungkan.

Hubungan Pengalaman dengan Kompetensi Petani

Walker (1973) mengatakan pengalaman adalah hasil dari proses mengalami oleh seseorang yang mempengaruhi terhadap informasi yang diterima. Pengalaman akan menjadi dasar terhadap pembentukan pandangan individu untuk memberikan tanggapan dan penghayatan. Middlebrook (1974) menambahkan bahwa tidak adanya pengalaman sama sekali terhadap suatu objek secara psikologis cendrung akan membentuk sikap negatif terhadap objek tertentu. Bagi orang yang telah lama menggeluti suatu pekerjaan akan lebih trampil dan cendrung menghasilkan suatu hasil yang lebih baik daripada orang yang baru.

Hubungan Pengalaman Manajemen dengan Kompetensi Petani

Asngari (2001: 19) mengatakan bahwa petani sebagai manajer diharuskan menguasai ketrampilan pengelolaan usahatani yang dilakukan. Ketrampilan merupakan inti dari kompetensi seseorang pada pekerjaannya. Derajat ketrampilan seseorang merupakan kombinasi komplek dari kognitif, afektif dan psikomotorik, semakin lengkap maka semakin sempurna ketrampilan yang dikuasai. Petani sebagai manajer diharapkan memiliki ketrampilan khusus dalam manajemen usahatani yang digelutinya. Manajemen merupakan rangkaian

(22)

kegiatan tindakan/proses dalam mengelola suatu usaha agar dapat menghasilkan produk sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan. Selanjutnya Downey dan Erickson (Damihartini,2005: 20-21) mengemukakan bahwa konsep manajemen meliputi ”5P” yaitu : perencanaan, pengorganisasian,pengarahan, pengendalian dan pengkoordinasian.

Tohir (1983: 119) mengatakan bahwa suatu rencana usahatani harus mengandung hal-hal berikut: jenis dan nilai (jumlah), jumlah dan harga masukan (input) yang akan dipergunakan dan dibeli, jumlah uang atau kredit yang diperlukan untuk pembiayaan dan pelaksanaan rencana, jumlah produksi yang akan diperoleh dan yang disedikan untuk dijual guna pengembalian utang dan keuntungan bersih yang diharapkan. Selanjutnya Tohir (1983: 163-164) menambahkan dengan perencanaan usahatani memiliki arti penting bagi keberhasilan proses produksi dan hasil produksi yang diinginkan karena:

• Membantu petani dalam mengorganisasikan dan mengoperasikan usahatani dengan maksud untuk meningkatkan produksi dan pendapatan

• Membantu petani dalam perencanaan pemanfaatan sumber-sumber produksi dan metode-metodenya

• Membantu petani dalam menaksir biaya produksi dan pendapatan

• Membantu petani dalam mengetahui kemampuan usahatani memikul kredit.

Hubungan luas lahan dengan kompetensi petani

Soerianegara (1977) mengatakan bahwa lahan merupakan suatu sumberdaya alam fisik yang mempunyai peranan yang sangat penting dalam berbagai segi kehidupan manusia. Luas lahan merupakan sumberdaya alam yang dimiliki petani. luas lahan petani mempengaruhi produksi total yang dihasilkan, dan berpengaruh terhadap pendapatan yang diterima petani. Hernanto (1988) menambahkan bahwa luas lahan garapan usahatani menentukan pendapatan, taraf hidup dan derajat kesejahteraan rumah tangga petani.

Sinaga dan Kasryno (Rukka, 2002: 23) menyatakan bahwa, banyak faktor yang mempengaruhi kegairahan petani untuk meningkatkan produktivitas lahan mereka. Salah satu dari faktor-faktor yang dimaksud adalah status dan luas penguasaan lahan pertanian, di samping itu luas lahan garapan juga mempengaruhi kecepatan petani mengadopsi teknologi. Selanjutnya Tohir (1983: 114-116)mengatakan bahwa, usahatani yang sempit akan berakibat pada kurang

(23)

mampunya petani memenuhi kebutuhannya. Lahan yang sempit merupakan faktor utama terjadinya kemiskinan rohaniyah para petani, dalam arti kurangnya pengetahuan akibat rendahnya tingkat pendidikan petani.

Hubungan Pemanfaatan media massa dengan Kompetensi Petani Azwar (1988, 34) mengatakan media massa sering dimanfaatkan oleh organisasi petani untuk saling berbagi pengalaman dan meningkatkan motivasi bekerjasama dalam memecahkan masalah. Sehingga sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah dan lain-lain mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang.

Media dapat mempengaruhi pikiran atau pembicaraan, walaupun tidak dapat memutuskan yang harus dipikirkan. Gagasan baru yang disebar lewat media lebih cepat diterima. Menurut Schramm (1984: 289) segala macam media, mulai dari yang mahal dan rumit sampai kepada yang paling sederhana dan murah dapat digunakan dengan efektif untuk mengajarkan tentang pembangunan.

Hubungan Komunikasi Interpersonal dengan Kompetensi Petani Hubungan interpersonal merupakan kebutuhan dari setiap individu, karena pada dasarnya manusia memiliki naluriah untuk berkelompok dengan manusia lainnya (Padmowihardjo, 1994), dan melalui berinteraksi dengan individu lain seseorang akan dapat berkembang untuk dapat mewujudkan eksistensi dirinya.

Dengan demikian hubungan interpersonal yang dilakukan petani sangat berpengaruh dan berhubungan dengan kompetensi petani.

Hubungan Sarana dan Prasarana Produksi dengan Kompetensi Petani Sarana dan prasarana produksi merupakan syarat pokok dan syarat pelancar dalam pembangunan pertanian, seperti sarana produksi, kredit produksi, pemasaran dan transportasi (Mosher, 1991: 78). Selanjutnya Kartasasmita (1996: 159) menambahkan salah satu upaya yang amat pokok dalam pemberdayaan masyarakat adalah meningkatkan akses kepada sumber-sumber kemajuan ekonomi (sarana dan prasarana), seperti: modal, teknologi, informasi, lapangan kerja dan pasar.

(24)

Mosher (1991) mengatakan bahwa ketersediaan sarana produksi seperti benih, bibit, pupuk dan peralatan dalam jumlah, mutu, harga dan waktu yang tepat menunjang keberhasilan proses produksi dan keberhasilan usahatani yang dilakukan petani.Mengacu pada teori tersebut maka diduga bahwa dukungan sarana dan prasarana berhubungan dengan kompetensi petani.

Referensi

Dokumen terkait

Pembinaan adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku, profesional, kesehatan jasmani dan rohani narapidana

Untuk produk ini, penilaian keselamatan kimia sesuai dengan peraturan EU REACH No 1907/2006 tidak dilakukan. Informasi lain

Setelah menyimak penjelasan guru tentang tanggung jawab warga, siswa dapat mengumpulkan informasi tentang pelaksanaan pemilihan kepala desa di desanya.. Setelah

Aturan-aturan telah menjadi landasan bagi KJRI Davao City dalam mengeluarkan kebijakan dan upaya-upaya untuk menyelesaikan permasalahan masyarakat keturunan Indonesia di

Uji coba sistem KSA dilakukan di seluruh kecamatan di kabupaten Indramayu dan Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat, dengan jumlah sampel masing-masing sebanyak

Tujuan Penelitian ini adalah mengetahui tingkat keterlaksanaan Program Pendidikan Sistem Ganda (PSG) pada tahapan 1) masukan (antecedents), 2) proses (transactions), 3)

12 Dalam penelitian ini peneliti melakukan wawancara secara langsung kepada Juru Pelindung Pengembangan dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Gapura Masjid Wali

Temuan penelitian ini juga sejalan Pada penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Dimas Rizky (2014) dengan judul Pengaruh Kemampuan, Motivasi dan Kepuasan Kerja Terhadap