• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Konseling Terhadap Biaya, Outcomes, dan Tingkat Kepatuhan Pada Terapi Pasien Dislipidemia di Rumah Sakit An-Nisa Tangerang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Konseling Terhadap Biaya, Outcomes, dan Tingkat Kepatuhan Pada Terapi Pasien Dislipidemia di Rumah Sakit An-Nisa Tangerang"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Dislipidemia adalah suatu keadaan dimana terjadi perubahan dalam profil lipid yang terdiri dari kolesterol total, Low Density Lipoprotein (LDL), High Density Lipoprotein (HDL), dan trigliserida (TG). Kadar kolesterol yang tinggi, lemak dan substansi lainnya dapat menyebabkan penebalan dinding pembuluh

darah arteri, sehingga lumen dari pembuluh darah tersebut menyempit dan proses ini disebut aterosklerosis. Penyempitan pembuluh darah ini akan menyebabkan aliran darah menjadi lambat bahkan dapat tersumbat sehingga aliran darah pada

pembuluh darah koroner yang fungsinya memberi O2 ke jantung menjadi berkurang. Aterosklerosis merupakan salah satu penyebab penyakit

kardiovaskuler (Dalal dan Robbins, 2002).

Penyakit kardiovaskular (PKV) merupakan penyebab kematian utama didunia. Di dunia, berdasarkan data World Health Organisation (WHO), diketahui bahwa sekitar 17 juta kematian di dunia disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler pada tahun 2008 (30% kematian di dunia) dimana sekitar 7,3 juta

dari kematian tersebut disebabkan oleh penyakit jantung koroner. Di Indonesia prevalensi penyakit kardiovaskular semakin meningkat seiring peningkatan umur. Prevalensi penyakit jantung koroner, umur ≥15 tahun 2013 di Provinsi Sumatera

Utara sebanyak 0,5 %. Prevalensi penyakit jantung koroner di Indonesia tahun 2013 pada umur 25- 34 (0,2%), umur 35 - 44 (0,3%), umur 45 -54 (0,7%), umur

(2)

Menurut American Heart Association pada tahun 2006 total biaya kesehatan untuk terapi penyakit kardiovaskular pada pasien dislipidemia di

Amerika diperkirakan sekitar $ 400 milyar pertahunnya. Total biaya kesehatan ini sudah termasuk pelayanan medis / biaya langsung dan biaya tidak langsung. Di

Indonesia, biaya klaim Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS) yang dikeluarkan untuk penyakit kronik sangat tinggi. Tahun 2014 total biaya yang dibebanan kepada BPJS untuk mengatasi penyakit kronik adalah sebesar Rp.

14,318 triliun. Yang mana sebanyak 8,189 triliun (55%) habis hanya untuk terapi penyakit kardiovaskular (Nurmainah, 2016).

Biaya pelayanan kesehatan semakin meningkat beberapa dekade terakhir dan kecenderungan ini tampaknya akan terus berlangsung. Peningkatan ini diakibatkan berbagai faktor seperti perubahan pola penyakit dan pola pengobatan,

peningkatan penggunaan teknologi canggih, meningkatnya permintaan masyarakat dan perubahan ekonomi secara global. Dilain pihak sumber daya

manusia dan biaya yang tersedia untuk kesehatan belum dapat ditingkatkan. Ditengah sumber daya yang ada, kebijaksanaan pemerintah tetap diharapkan dapat lebih mendekatkan kepada pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Terkait

dengan hal tersebut diperlukan upaya untuk meningkatkan efisiensi penggunaan dana lebih rasional dan pengaturan sumber daya manusia yang tepat (Haluang et

al., 2015).

Tuntutan pasien dan masyarakat akan peningkatan mutu pelayanan kefarmasian, mengharuskan adanya perluasan dari paradigma lama yang

(3)

berorientasi pada pasien (patient oriented) dengan filosofi pelayanan kefarmasian (Pharmaceutical Care) (Menkes RI, 2014).

Berdasarkan perubahan orientasi tersebut, apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku untuk dapat melaksanakan

interaksi langsung kepada pasien. Bentuk interaksi tersebut antara lain melaksanakan pemberian informasi, monitoring penggunaan obat dan mengetahui tujuan akhirnya sesuai harapan dan terdokumentasi dengan baik. Apoteker harus

memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan. Oleh sebab itu, apoteker dalam

menjalankan praktik harus sesuai standar yang ada untuk menghindari terjadinya hal tersebut. Apoteker harus mampu berkomunikasi dengan tenaga kesehatan lainnya dalam menetapkan terapi untuk mendukung penggunaan obat yang

rasional dan peningkatan kualitas hidup pasien (Menkes RI, 2014).

Komunikasi yang baik antara apoteker dan dokter serta tenaga kesehatan

lainnya dan adanya konseling apoteker secara langsung kepada pasien dapat memberikan manfaat terutama dalam hal keamanan, keselamatan (pengobatan), dan kepatuhan pasien serta tercapainya target terapi. Namun dalam praktek

sehari-hari baik di rumah sakit (rawat inap) mau pun rawat jalan, jalur untuk membina komunikasi ini sangatlah minim. Jalur komunikasi yang tertata dalam sistem tidak

pernah terjalin. Komunikasi yang hanya terjalin ketika masalah muncul sering kali terjadi secara informal dan bersifat insidentil dan belum memadai untuk sebuah kolaborasi. Oleh sebab itu, peran apoteker perlu diberdayakan dan ditingkatkan,

(4)

Dislipidemia 80% disebabkan oleh perubahan gaya hidup, sedangkan 20% sisanya disebabkan oleh faktor genetik. Menurut Perkumpulan Endokrinologi

Indonesia (PERKENI) yang juga merujuk pada pedoman National Cholesterol Education Program (NCEP) Adult Treatment Panel III (ATP III), penatalaksanaan hiperkolesterolemia di Indonesia mencakup terapi non farmakologis yang disebut Therapeutic Lifestyle Change (TLC) dan terapi farmakologi dengan penggunaan obat-obatan penurun kolesterol (PERKENI,

2004).

Kepatuhan diperlukan dalam penggunaan obat-obatan dislipidemia untuk

mencapai target terapi. Namun, ketidakpatuhan terhadap terapi obat merupakan masalah yang dihadapi oleh banyak pasien dengan kondisi kronis. Menurut laporan World Helath Organization tahun 2003 kepatuhan rata-rata pasien pada penyakit kronis di negara maju hanya sebesar 50%, sedangkan di negara berkembang jumlahnya bahkan lebih rendah. Hasil survey yang dilakukan di delapan negara wilayah Asia, termasuk Indonesia dalam studi Pan-Asian

Centralized Pan-Asian Survey on the Under Treatment of Hypercholesterolemia (CEPHEUS) menyebutkan bahwa 68,7% pasien gagal mencapai target terapi dan

65 % pasien mengaku lupa mengkonsumsi obat penurun kolesterol beberapa kali. Hal ini menjadi salah satu penyebab kegagalan terapi hiperkolesterolemia yang

selanjutnya beresiko terjadinya penyakit kardiovaskular. Apoteker merupakan bagian tenaga kesehatan yang mempunyai peranan strategis untuk meningkatkan kepatuhan pasien terhadap terapi obat yang diberikan dan menjalankan pola hidup

(5)

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa peran farmasis dengan aplikasi pelayanan kesehatan dan farmakoekonomi akan membantu meningkatkan

pencapaian outcome terapi yang maksimal dengan biaya yang seminimal mungkin, dengan melibatkan farmasis secara aktif dalam pelayanan kesehatan

terkait dengan penggunaan obat, akan sangat bermanfaat dalam sistem pelayanan kesehatan, antara lain menurunkan biaya pelayanan kesehatan secara keseluruhan dengan berfokus pada penggunaan obat yang optimal, menghindari atau

meminimalisir masalah yang terkait dengan penggunaan obat dan pencapaian

outcome yang diinginkan pasien yaitu meningkatnya kualitas hidup. Selain itu dengan adanya intervensi farmasis akan memberikan pengaruh, baik langsung maupun tidak langsung terhadap penghematan biaya pengobatan. Semakin banyak jumlah farmasis dalam praktik klinis, semakin besar pula keuntungan dari

investasi. Intervensi apoteker dalam pelayanan kesehatan dapat mencegah terjadinya

masalah terkait dengan obat akan mempengaruhi biaya kesehatan, menyelamatkan

kehidupan danmeningkatkan kualitas hidup ( Alderman dan Farmer, 2001).

Ilmu farmakoekonomi semakin berkembang pada tahun-tahun terakhir. Dimana pada ilmu Farmakoekonomi memiliki peranan penting sebagai analisis biaya terapi dalam suatu sistem pelayanan kesehatan, sebuah penelitian tentang

(6)

membandingkan biaya dengan konsekuensi atau outcome dari beberapa alternatif intervensi (Drummond, et al.,1997).

Analisis cost effectiveness dan cost utility merupakan bagian dari metode farmakoekonomi. Pada Cost Effectiveness Analysis (CEA), penambahan biaya suatu alternatif dari sudut pandang tertentu dibandingkan dengan peningkatan kesehatan dari alternatif tersebut, di mana peningkatan kesehatan diukur dalam satuan unit, misalnya peningkatan tekanan darah dalam mmHg. Biasanya

dinyatakan sebagai biaya per satuan unit efek. Dalam CUA, biaya suatu alternatif yang dilihat dari sudut pandang tertentu dibandingkan dengan peningkatan

kesehatan yang didapat dari alternatif tersebut, dimana peningkatan kesehatan diukur dalam kualitas hidup (quality adjusted life years/QALY). Hasil biasanya dinyatakan sebagai biaya per QALY (Drummond, et al.,1997). Pada penelitian ini

dibandingkan CEA dan CUA berdasarkan sudut pandang penyedia pelayanan kesehatan.

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. apakah pemberian konseling mempengaruhi biaya langsung medis pada pasien dislipidemia rawat jalan Rumah Sakit An-Nisa Tangerang.

b apakah pemberian konseling mempengaruhi penurunan kadar kolesterol total, peningkatan HDL, penurunan LDL, penurunan trigliserida, dan QALY.

c. apakah terapi pasien dislipidemia rawat jalan Rumah Sakit An-Nisa Tangerang

(7)

d. apakah pasien dislipidemia rawat jalan Rumah Sakit An-Nisa Tangerang dengan pemberian konseling lebih patuh terhadap terapi dibandingkan sebelum

pemberian konseling.

1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. pemberian konseling mempengaruhi biaya langsung medis pasien dislipidemia

rawat jalan Rumah Sakit An-Nisa Tangerang.

b. pemberian konseling mempengaruhi penurunan kadar kolesterol total,

peningkatan HDL, penurunan LDL, penurunan trigliserida, dan QALY.

c. terapi pasien dislipidemia rawat jalan Rumah Sakit An-Nisa Tangerang dengan pemberian konseling lebih cost-effective dibandingkan sebelum pemberian konseling.

d. pasien dislipidemia rawat jalan Rumah Sakit An-Nisa Tangerang dengan

pemberian konseling lebih patuh terhadap terapi dibandingkan sebelum konseling

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan hipotesis di atas maka tujuan penelitian ini antara lain:

a. untuk mengetahui pengaruh pemberian konseling terhadap biaya langsung medis pasien dislipidemia rawat jalan Rumah Sakit An-Nisa Tangerang.

b. untuk mengetahui pengaruh pemberian konseling terhadap penurunan kadar

(8)

c. untuk mengetahui terapi pasien dislipidemia rawat jalan Rumah Sakit An-Nisa Tangerang dengan pemberian konseling lebih cost-effective dibandingkan sebelum pemberian konseling.

d. untuk mengetahui pasien dislipidemia rawat jalan Rumah Sakit An-Nisa

Tangerang dengan pemberian konseling lebih patuh terhadap terapi dibandingkan sebelum pemberian konseling.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah:

a. bagi Rumah Sakit An-Nisa Tangerang dapat digunakan sebagai salah satu

pertimbangan dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan pada pasien dislipidemia di rawat jalan.

b. bagi profesi Apoteker dapat memperkenalkan kepada masyarakat bahwa profesi

Apoteker merupakan bagian dari tim kesehatan, khususnya dalam penatalaksanaan penyakit dislipidemia.

c. bagi program studi Magister Farmasi Universitas Sumatera Utara dapat menambah referensi tentang evaluasi farmakoekonomi dan tingkat kepatuhan pasien.

d. bagi peneliti dapat menambah pengetahuan dan wawasan dalam mengaplikasikan konseling dan ilmu ekonomi kesehatan, khususnya analisis

efektivitas biaya dan analisis utilitas biaya.

1.6 Kerangka Pikir Penelitian

Pada penelitian ini intervensi yang diberikan yaitu konseling. Biaya

(9)

dislipidemia dipengaruhi secara langsung oleh intervensi yang diberikan. Berdasarkan konsep tersebut, kerangka pikir penelitian ini ditunjukkan Gambar

1.1.

Variabel bebas Variabel terikat Parameter

Gambar

Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Oleh itu, para ulama bersepakat bahawa permisalan anjing ‘aqur yang ada dinyatakan dalam hadith adalah untuk mengisyaratkan gelaran “fasiq” kepada semua haiwan sama

Tujuan penelitian ketiga adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh due professional care dan etika auditor terhadap kualitas audit pada KAP di wilayah Bandung,

Sedangkan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik survei yaitu data dikumpulkan dari sejumlah individu ( unit sampling ) dalam waktu bersamaan dengan

Sehubungan dengan Pengumuman Pelelangan Umum dengan Pascakualifikasi pada tanggal 19 s.d 25 Juni 2013, yang dilaksanakan oleh Pokja ULP - Panitia Pengadaan Barang/Jasa

Mekanisme repellent dari minyak atsiri herba kemangi terhadap nyamuk Aedes aegypti yaitu, setelah disemprotkan minyak atsiri herba kemangi yang terkandung dalam formulasi

Akan tetapi sebanyak sebanyak (31,3%) responden memiliki waktu tanggap yang buruk justru saat fasilitas sudah tersedia, hal ini karena perawat terlalu lamban dalam

Dari tabel 3 diatas diperoleh nilai p=0.000 (p < 0.05), artinya bahwa ada pengaruh pelatihan terhadap kemandirian caregiver dalam merawat lansia dengan hipertensi..

Dengan polinomial Lagrange ini dihasilkan suatu metoda yang serupa dengan metoda selisih hingga, dengan kelebihan perhitungan dengan ukuran grid yang tidak seragam dapat