BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1. PARADIGMA KAJIAN
Paradigma adalah pandangan mendasar mengenai pokok persoalan,tujuan, dan sifat dasar bahan kajian. Paradigma penelitian kualitatif dilakukan melalui proses induktif, yaitu berangkat dari konsep khusus ke umum, konseptualisasi, kategorisasi, dan deskripsi yang dikembangkan berdasarkan masalah yang terjadi di lokasi penelitian. Paradigma kualitatif mencanangkan pendekatan humanistik untuk memahami realitas sosial para idealis, yang memberikan suatu tekanan pada pandangan yang terbuka tentang kehidupan sosial dan paradigma kualitatif ini memandang kehidupan sosial sebagai kreatifitas bersama individu-individu. Oleh karena itu, melalui paradigma kualitatif dapat menghasilkan suatu realitas yang dipandang secara objektif dan dapat diketahui yang melakukan interaksi sosial (Ghony dan Almanshur, 2012:73).
Menurut Maxwell, kelebihan paradigma adalah pemahaman makna, dimana makna merujuk pada kognisi, afeksi, intense, dan apa saja yang berada di bawah paying perspektif partisipan. Peneliti bukan saja tertarik pada aspek fisik pada kejadian itu, melainkan bagaimana mereka memaknai semua itu, dan bagaimana makna itu mempengaruhi tingkah laku informan. Fokus pada makna seperti itu disebut intrepretif (Maxwell dalam Ghony dan Almanshur,2012:77).
Dalam kegiatan kajian, paradigma kualitatif dijabarkan ke dalam langkah-langkah :
1. Penentuan pumpun kajian (focus of study), yang mencakup kegiatan memilih masalah yang memenuhi syarat kelayakan dan kebermaknaan.
2. Pengembangan kepekaan teoretik dengan menelaah bahan pustaka yang relevan dan hasil kajian sebelumnya.
3. Penentuan kasus atau bahan kajian, yang meliputi kegiatan memilih dari mana dan dari siapa data diperoleh.
mencakup kegiatan menetapkan piranti, langkah dan teknik pemerolehan dan pengolahan data yang digunakan.
5. Pelaksanaan kegiatan pemerolehan data, yang terdiri atas kegiatan mengumpulkan data lapangan atau melakukanpembacaan naskah yang dikaji.
6. Pengolahan data perolehan, yang meliputi kegiatan penyandian (coding), pengkategorian (categorizing), pembandingan (comparing), dan pembahasan (discussing).
7. Negosiasi hasil kajian dengan subjek kajian.
8. Perumusan simpulan kajian, yang meliputi kegiatan penafsiran dan penyatu-paduan (interpreting and intergrating) temuan ke dalam bangunan pengetahuan sebelumnya, serta saran bagi kajian berikutnya.
Karena sifat dasar bahan yang dikaji serta tujuan yang ingin dicapai, bisa saja langkah-langkah tersebut diubah menurut dinamika di lapangan. Fokus kajian, misalnya mungkin mengalami penajaman dan perumusan ulang setelah peneliti melakukan penjajakan lapangan. Tentu saja, penajaman ulang perlu dilakukan berdasarkan ketersediaan data, serta dimaksudkan untuk meningkatkan kebermaknaan kajian. Setiap kajian berparadigma interpretif harus memenuhi kriteria(Ghony dan Almanshur,2012:77): keterpercayaan (credibility), kebergantungan (dependability), dankepastian (confirmability), dan keteralihan (transferability)
2.2 KAJIAN PUSTAKA 2.2.1 KOMUNIKASI
Komunikasi merupakan salah satu aspek terpenting dan kompleks bagi
kehidupan manusia. Manusia sangat dipengaruhi oleh komunikasi yang
dilakukannya dengan manusia lain, baik yang sudah dikenal maupun yang tidak
dikenal sama sekali. Komunikasi memiliki peran yang sangat vital bagi kehidupan
manusia, karena itu harus memberikan perhatian yang seksama terhadap
2.2.1.1 Pengertian Komunikasi
Secara etimologis, istilah komunikasi atau dalam Bahasa
Inggriscommunication berasal dari kata Latin communicatio, dan bersumber dari
kata communis yang berarti sama. Sama disini maksudnya adalah sama makna.
Jadi,komunikasi adalah proses atau tindakan untuk mengalihkan pesan dari suatu
sumber kepada penerima melalui saluran dalam situasi adanya gangguan dan
interfensi. Komunikasi juga merupakan transimisi pesan yang bertujuan untuk
memperoleh makna perubahan tertentu. (Liliweri,2011:31).
Berikut ini adalah 6 defenisi komunikasi menurut para ahli (Mulyana,
2010 : 62-66) :
1. Theodore M. Newcomb
Setiap tindakan komunikasi dipandang sebagai suatu transmisi informasi,
terdiri dari rangsangan yang diskriminatif, dari sumber kepada penerima.
2. Gerald R. Miller
Komunikasi terjadi ketika suatu sumber menyampaikan suatu pesan
kepada penerima dengan niat yang disadari untuk mempengaruhi
perilaku penerima.
3. Everett M. Rogers
Komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber
kepada suatu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah
tingkah laku mereka.
4. Raymond S. Ross
Komunikasi adalah suatu proses menyortir, memilih dan mengirimkan
simbol-simbol sedemikian rupa sehingga membantu pendengar
membangkitkan makna atau respon dari pikirannya yang serupa dengan
yang dimaksudkan komunikator.
5. Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss
Komunikasi adalah proses pembentukan makna diantara dua orang atau
lebih.
6. Harold Lasswell
Cara yang baik untuk menjelaskan komunikasi ialah menjawab
With What Effect?Paradigma Lasswell ini menunjukkan bahwa
komunikasi meliputi lima unsur dasar :
a.Who (Siapa) : Komunikator; orang yang menyampaikan pesan.
b.Says What (Mengatakan Apa) : Pesan, pernyataan yang didukung
olehlambang, dapat berupa ide atau gagasan.
c.In Which Channel (Saluran) : Media; sarana atau saluran yang
mendukungpesan bila komunikasn jauh tempatnya atau banyak
jumlahnya.
d.To Whom (Kepada Siapa) : Komunikan; orang yang menerima pesan.
e.With What Effect (Dampak) : Efek; dampak sebagai pengaruh dari
pesanatau dapat juga dikatakan sebagai hasil dari proses komunikasi.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian
pesan oleh komunikator kepada komunikan melaluui media yang menimbulkan
efek tertentu.
2.2.1.2 Proses Komunikasi
Proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian pikiran
atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan).
Pikiran bisa berupa gagasan, informasi, opini, dan lain-lain yang muncul dari
benaknya. Perasaan bisa berupa keyakinan, kepastian, keragu-raguan,
kekhawatiran, kemarahan, keberanian, kegairahan, dan sebagainya yang timbul
dari lubuk hati. Yang menjadi permasalahan ialah bagaimana caranya agar
“gambaran dalam benak” dan “isi kesadaran” pada komunikator itu dapat
dimengerti, diterima, dan bahkan dilakukan oleh komunikan (Effendy, 2005:11).
Wilbur Schramm dalam karyanya “How Communication
Works”mengatakan the condition of success in communication diringkaskan
sebagai berikut :
a. Pesan harus dirancangkan dan disampaikan sedemikian rupa sehingga dapat menarik perhatian sasaran yang dimaksud.
b. Pesan harus menggunakan tanda-tanda yang tertuju kepada pengalaman yang sama antara komunikator dan komunikan, sehingga
c. Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi pihak komunikan, dan menyarankan suatu cara untuk memperoleh kebutuhan tersebut.
d. Pesan harus menyarankan suatu cara untuk memperoleh kebutuhan tadiyang layak bagi situasi kelompok tempat komunikan berada pada
saat ia digerakkan untuk memberikan tanggapan yang dikehendaki.
Komunikasi yang efektif adalah sejauh mana komunikator mampu
berorientasi kepada komunikannya. Berorientasi maksudnya melihat dan
memahami pesan yang disampaikan, terkait dengan bentuk pesan, makna pesan,
cara penyajian pesan termasuk penentuan saluran yang ditentukan oleh
komunikator (Vardiansyah,2004:111).
2.2.1.3 Fungsi Komunikasi
Fungsi komunikasi (Effendy, 2011:8), yaitu :
a. Menyampaikan inform asi (to inform)
b. Mendidik (to educate)
c. Menghibur (to entertain)
d. Mempengaruhi (to influence)
2.2.1.4 Tujuan Komunikasi
Tujuan komunikasi (Effendy, 2011:8), yaitu :
1. Perubahan sikap (attitude change)
2. Perubahan pendapat (opinion change)
3. Perubahan perilaku (behavior change)
4. Perubahan sosial (social change)
2.2.2 KOMUNIKASI ANTARPRIBADI 2.2.2.1 Defenisi Komunikasi Antarpribadi
Para ahli teori komunikasi mendefenisikan komunikasi antarpribadi secara berbeda-beda. Adapun defenisi komunikasi antarpribadi menurut tiga ancangan utama (Devito,1997:231-232), yaitu:
1. Defenisi Berdasarkan Komponen
dengan mengamati komponen-komponen utamanya dan dalam hal ini, penyampaian pesan oleh satu orang dan penerimaan pesan oleh orang lain atau sekelompok kecil orang, dengan berbagai dampaknya dan dengan peluang untuk memberikan umpan balik segera.
2. Defenisi Berdasarkan Hubungan Diadik
Defenisi berdasarkan hubungan ini, komunikasi antarpribadi sebagai komunikasi yang berlangsung di antara dua orang yang mempunyai hubungan yang mantap dan jelas. Adakalanya defenisi hubungan ini diperluas sehingga mencakup juga sekelompok kecil orang seperti anggota keluarga atau kelompok-kelompok yang terdiri dari atas tiga atau empat orang.
3. Defenisi Berdasarkan Pengembangan
Dalam ancangan pengembangan, komunikasi antarpribadi dilihatsebagai akhir dari perkembangan dari komunikasi yang bersifat tak-pribadi pada satu ekstrim menjadi komunikasi pribadi atau intim pada ekstrim yang lain. Perkembangan ini mengisyaratkan atau mendefenisikan pengembangan komunikasi antarpribadi. Menurut Effendy, komunikasi antarpribadi adalah komunikasi antara komunikator dengan seorang komunikan. Menurut Dean C. Barnlund, komunikasi antarpribadi biasanya dihubungkan dengan pertemuan antara dua orang, atau tiga orang atau mungkin empat orang yang terjadi secara sangat spontan dan tidak berstruktur. Menurut Tan, komunikasi antarpribadi merupakan komunikasi tatap muka antara dua atau lebih orang. Menurut Rogers, komunikasi antarpribadi adalah komunikasi dari mulut ke mulut yang terjadi dalam interaksi tatap muka antara beberapa pribadi (Liliweri, 2011:13).
Adapun fungsi komunikasi antarpribadi ialah berusaha meningkatkan hubungan insan (human relations), menghindari dan mengatasi konflik-konflik pribadi, serta berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan orang lain. Melalui komunikasi antarpribadi, individu berusaha membina hubungan yang baik dengan individu lainnya, sehingga menghindari dan mengatasi terjadinya konflik-konflik di antara individu-individu tersebut. (Cangara, 2005:56).
2.2.2.2 Karakteristik Komunikasi Antarpribadi
Karakteristik komunikasi antarpribadi yang efektif dilihat dari tiga sudut
pandang (Devito,1997:259-268) :
1. Sudut pandang humanistik
Sudut pandang ini menekankan pada interaksi yang bermakna jujur dan
memuaskan yang menentukan terciptakan hubungan antarmanusia yang
superior. Ada lima kualitas umum dari sudut pandang humanistik, yaitu :
a. Keterbukaan
Kualitas keterbukaan ini yang pertama mengacu pada komunikator
antarpribadi yang efektif harus terbuka kepada orang lain yang diajak
berinteraksi. Yang kedua, mengacu pada kesediaan komunikator untuk
bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang. Yang ketiga,
menyangkut “kepemilikkan” perasaan dan pikiran. Terbuka mengakui
bahwa perasaan dan pikiran yang dilontarkan merupakan milik dan
tanggung jawab atasnya.
b. Empati
Henry Backrack mendefenisikan empati sebagai kemampuan
seseorang untuk mengetahui apa yang sedang dialami orang lain pada
suatu saat tertentu, dari sudut pandang orang lain itu, melalui kacamata
orang lain. Untuk mencapai empati harus bisa menahan godaan untuk
mengevaluasi, menilai, menafsirkan, mengkritik , mencoba mengerti
alasan yang membuat orang itu merasa seperti yang dirasakan dan
merasakan apa yang sedang dirasakan orang lain dari sudut pandangnya.
c. Sikap Mendukung
sikap mendukung. Sikap mendukung terlihat dari sikap yang deskriptif
bukan evaluatif, spontan bukan strategik, dan provisonal bukan sangat
yakin.
d. Sikap Positif
Sikap positif dalam komunikasi antarpribadi dinyatakan melalui dua
cara, yaitu yang pertama melalui sikap positif. Orang yang merasa
negatif terhadap diri sendiri selalu mengkomunikasikan perasaan kepada
orang lain dan akan mengembangkan perasaan negatif yang sama.
Sebaliknya, orang merasa positif terhadap diri sendiri mengisyaratkan
perasaan kepada orang lain, yanng selanjutnya akan merefleksikan
perasaan positif.
e. Kesetaraan
Komunikasi antarpribadi akan lebih efektif bila suasannya setara.
Artinya, harus ada pengakuan diam-diam bahwa kedua pihak sama-sama
bernilai dan berharga, dan bahwa masing-masing pihak mempunyai
sesuatu yang penting disumbangkan
2. Sudut Pandang Pragmatis
Sudut pandang ini menekankan pada manajemen dan kesegaran interaksi,
dan secara umum, kualitas-kualitas yang menetukan pencapaian tujuan
yang spesifik. Ada lima kualitas efeftivitas, yaitu :
a. Kepercayaan diri
Komunikator yang efektif selalu merasa nyaman bersama orang lain dan
merasa nyaman dalam situasi komunikasi pada umumnya. Komunikator
yang percaya diri bersikap santai, tidak kaku, fleksibel dalam bersuara
dan gerak tubuh, terkendali, tidak gugup.
b. Kebersatuan
Kebersatuan mengacu pada penggabungan antara pembicara dengan
pendengar sehingga terciptanya rasa kebersamaan dan kesatuan.
c. Manajemen Interaksi
Komunikator yang efektif mengendalikan interaksi untuk kepuasan
kedua pihak. Dalam manajemen interaksi yang efektif, tidak seorangpun
mempunyai kontribusi dalam berkomunikasi.
d. Daya Ekspresi
Daya ekspresi mengacu pada keterampilan mengkomunikasikan
keterlibatan tulus dalam interaksi antarpribadi. Daya ekspresi sama
dengan keterbukaan dalama hal penekannya pada keterlibatan.
e. Orientasi Kepada Orang Lain
Orientasi ini mengacu pada kemampuan untuk menyesuaikandiri
denganlawan bicara selama perjumpaan antarpribadi. Orientasi ini
mencakup pengkomunikasian perhatian dan minat terhadap apa yang
dikatakan lawan bicara.
3. Sudut Pandang Pergaulan Sosial dan Sudut Pandang Kesetaraan
Sudut pandang ini mengasumsikan bahwa suatu hubungan merupakan
kemitraan di mana imbalan dan biaya saling dipertukarkan.
2.2.2.3 Sifat-sifat Komunikasi Antar Pribadi
Ada tujuh sifat yang menunjukkan bahwa suatu komunikasi antara dua
orang merupakan komunikasi antar pribadi (Liliweri, 2011:31-43):
1. Komunikasi antar pribadi melibatkan di dalamnya perilaku verbalmaupun non verbal. Dalam pelaksanaan komunikasi antar
pribadi setiap hari terbanyak melibatkan perilaku nonverbal sebagai
penguat pesan-pesan verbal yang diucapkan. Komunikasi antar pribadi
dalam memanfaatkan tanda-tanda informasi verbal maupun nonverbal
sebenarnya sangat memperhatikan isi dan hubungannyadengan suatu
pesan . Unsur isi terdiri atas apa ayng dikatakan dan dibuat, sedangkan
unsur hubungan/relasi terdiri atas bagaimana sesuatu itu diktakan dan
dibuat. Jadi, baik perilaku verbal maupun nonverbal masing-masing
dapat menunjukkan seberapa jauh hubungan antara pihak-pihak yang
terlibat di dalamnya.
2. Komunikasi antar pribadi melibatkan perilaku yang spontan,
scripted dan contrived.Suatu perilaku spontan ditimbulkan karena
sesuatu karena tekanan emosi belaka yang bisa verbal dan nonverbal,
meskipun kadang-kadang perilaku ini tidak masuk dalam
pertimbangan akal sehat seseorang. Kemudian perilaku scripted
disebabkan karena suatu hasil belajar seseorang secara terus-menerus
sebelumnya. Dan terakhir perilaku yang contrived karena dikuasai
sebagian besarnya oleh keputusan-keputusan yang rasional.
3. Komunikasi antar pribadi sebagai suatu proses yang berkembang. Sifat yang ketiga ini menunjukkan bahwa komunikasi
antar pribadi sebenarnya tidaklah statis, melainkan dinamis. Suatu
proses dalam komunikasi antar pribadi terus berkembang, semakin
hidup karena perkenalan telah merasuki pertambahan kognisi pihak
lain, kemudian perasaan afektifnya dan pada gilirannya akan terlihat
dalam perilaku verbal maupun nonverbal. Dengan demikian jika
hubungan bersifat statis maka hubungan di antara mereka tidak
bermutu, tidak maju, karena tidak bertambahnya suatu informasi baru
atau yang lebih bermutu daripada sebelumnya.
4. Komunikasi antar pribadi harus menghasilkan umpan balik, mempunyai interaksi, dan koherensi. Suatu komunikasi antar pribadi
ditandai dengan adanya umpan balik. Umpan balik mengacu pada
respon verbal dan nonverbal dari seorang komunikan maupun
komunikator secara bergantian. Umpan balik tidak mungkin ada jika
tidak ada interaksi atau kegiatan dan tindakan yang menyertinya.
Adanya interaksi menunjukkan bahwa komunikasi antar pribadi harus
menghasilkan suatu keterpengaruhan tertentu. Tanpa adanya pengaruh
sebaliknya interaksi juga tidak ada manfaatnya. Karena interaksi
dalam komunikasi antar pribadi mengandalkan suatu perubahan dalam
sikap, pendapat dan pikiran, perasaan dan minat maupun tindakan
tertentu. Pada tahap inilah suatu kegiatan komunikasi antar pribadi
bisa dirancang, apakah komunikasi hanya mengharapkan perubahan
pikiran dan pendapat saja, atau ditekankan pada minat dan perasaan,
ataukah hanya pada tindakan saja.
yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik. Intrinsik dimaksudkan suatu
standar dari perilaku yang dikembangkan oleh seseorang sebagai pandu
bagaimana mereka melaksanakan komunikasi. Dengan demikian tata
aturan intrinsik biasanya disepakati di antara peserta komunikasi antar
pribadi untuk meneruskan dan menghentikan tema-tema percakapan,
perilaku verbal dan nonverbla selanjutnya. Ekstrinsik yang
dimaksudkan dengan adanya standar atau aturan lain yang ditimbulkan
karena danya pengaruh pihak ketiga atau pengaruh situasi dan kondisi
sehingga komunikasi antar manusia harus diperbaiki atau malah harus
dihentikan.
6. Komunikasi antar pribadi menunjukkan adanya suatu tindakan. Sifat keenam dari komunikasi antar pribadi adalah harus adanya sesuatu yang dibuat oleh mereka yang terlibat dalam proses komunikasi itu. Jadi
kedua pihak harus sama-sama mempunyai kegiatan, aksi tertentu
sehingga tanda bahwa mereka memang berkomunikasi. Para ahli
melukiskan bahwa yang disebut komunikasi itu merupakan suatu upaya
untuk memulai suatu pesan dari sumber dan berakhir pada reaksi dari
penerimanya. Hal ini berarti komunikasi tidak memerlukan perhatian
hanya pada sebab datangnya suatu pesan kepada akibat terpaan pesan,
namun lebih dari itu harus memperhatikan seluruh proses dari
komunikasi itu.
7. Komunikasi antar pribadi merupakan persuasi antar manusia. Komunikasi antar pribadi melibatkan usaha yang bersifat persuasif,
karena untuk mencapai sukses harus dikenal latar belakang psikologis,
sosiologis seseorang. Daripadanya seorang komunikator menyiapkan
pesan yang baik sehingga mampu mengena keadaan, lapangan psikologis
dan sosiologis komunikan. Artinya memanfaatkan pengetahuan,
pendapat, perasaan serta kebiasaan seseorang darimana perasaan itu perlu
disesuaikan agar dapat diterima. Pada saat sekarang para ahli komunikasi
menghendaki supaya seorang yang berkomunikasi harus mampu
merubah cara berpikir, perasaan atau perilaku sesama, hal itu akan
dapat mengungkapkan pikiran, pendapat, perasaan dan perilakunya.
2.2.3 KONSEP DIRI
2.2.3.1Pengertian Konsep Diri
Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang dibentuk melalui pengalaman – pengalaman yang diperoleh dari interaksi dengan lingkungan. Konsep diri bukan merupakan faktor bawaan, melainkan berkembang dari pengalaman yang terus-menerus dan terdiferensiasi. Dasar dari konsep diri individu ditanamkan pada saat-saat dini kehidupan anak dan menjadi dasar yang mempengaruhi tingkah lakunya di kemudian hari.
Dengan mengamati diri kita, sampailah kita pada gambaran dan penilaian diri kita. Ini disebut konsep diri (Rakhmat, 2008:99). Konsep diri merupakan proses yang terus berlanjut di sepanjang kehidupan manusia. Menurut Symonds dan Fitts, menyatakan bahwa persepsi tentang diri tidak langsung muncul pada saat kelahiran tetapi mulai berkembang secara bertahap dengan munculnya kemampuan perseptif (Agustiani,2009:18).
Menurut Charles Horton Cooley (Rakhmat, 2008:99), kita melakukannya dengan membayangkan diri kita sebagai orang lain. Cooley menyebut gejala ini
looking-glass self (diri cermin); seakan-akan kita menaruh cermin di depan kita.Pertama, kita membayangkan bagaimana kita tampak pada orang lain. Kedua, kita membayangkan bagaimana orang lain menilai penampilan kita. Ketiga, kita mengalami perasaan bangga atau kecewa.
Mead mendefenisikan diri (self) sebagai kemampuan untuk merefleksikan diri kita sendiri melalui perspektif orang lain. Mead berteori mengenai diri, ia mengamati bahwa melalui bahsa orang mempunyai kemampuan untuk menjadi subjek dan objek bagi dirinya sendiri. Mead menyebut subjek, atau diri yang bertindak, sebagai I , bersifat spontan, implusif dan kreatif, objek, atau diri yang mengamati, adalah Me¸bersifat lebih reflektif dan peka secara sosial (West,2011:107).
Terdapat beberapa defenisi konsep diri menurut beberapa para ahli, diantaranya adalah :
cerminan dari tuntunan significant person terhadap diri individu (Agustiani,2009:20).
2. Menurut William H. Fitts mengemukakan bahwa konsep diri merupakan aspek penting dalam diri seseorang karena konsep diri seseorang merupakan kerangka acuan dalam berinteraksi dengan lingkungan. Fitts mengatakan bahwa ketika individu mempersepsikan dirinya, bereaksi terhadap dirinya, memberikan arti dan penilaian serta membentuk abstraksi tentang dirinya, berarti ia menunjukkan suatu kesadaran diri dan kemampuan terhadap dunia di luar dirinya. Fitts juga mengatakan bahwa konsep diri berpengaruh kuat terhadap tingkah laku seseorang (Agustiani,2009:138-139).
3. Menurut William D. Brooks mendefenisikan konsep diri sebagai
“those physical, social, and psychological perceptions ofourselves that
we have derived from experiences and our interactions with others”. Jadi, konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang dirikita. 4. Menurut Anita Taylor mendefenisikan konsep diri sebagai “all you think and feel about you, the entire complex of beliefs andattitudes you
hold about yourself”.
5. Menurut Goss dan O’Hair (Sobur,2010:507) mendefenisikan konsep diri sebagai acuan bagaimana cara Anda menilai diri Anda sendiri, seberapa besar Anda berpikir bahwa diri Anda berharga sebagai seseorang.
6. Rogers mendefenisikan konsep diri sebagai bagaian sadar dari ruang fenomenal yang disadari dan disimbolisasikan, yaitu “aku” merupakan pusat refrensi setiap pengalaman.
Konsep diri meliputi apa yang Anda pikirkan dan apa yang Anda rasakan tentang diri Anda. Dengan demikian ada dua komponen konsep diri : Komponen kognitif dan komponen afektif. Komponen kognitif disebut citra diri (self image)
dan komponen afektif disebut harga diri (self esteem) (Rakhmat, 2008:100).
Faktor – faktor yang mempengaruhi pembentukkan konsep diri (Devito,2009:55-57), yaitu :
1. Others Images
Menurut Charles Horton Cooley, others images merupakan orang yang mengatakan siapa Anda, melihat citra diri Anda dengan mengungkapkannya melalui perilaku dan aksi. Konsep diri seseorang dibentuk karena adanya orang-orang yang paling penting dalam hidup seseorang seperti orang tua. Menurut D.H. Demo menekankan pada maksud bahwa konsep diri dibentuk, dipelihara, diperkuat, dan/atau diubah oleh komunikasi para anggota keluarga. Mereka itulah yang disebut sebagai significant others. (Budyatna,2011:169). significant others yang dimaksud merupakan orangtua. Orangtua adalah faktor utama yang membentuk dan mengembangkan konsep diri seorang anak. Dalam perkembangan, significant others meliputi semua orang yang mempengaruhi perilaku, pikiran, dan perasaan kita. Mereka mengarahkan tindakan kita, membentuk pikiran kita dan menyentuh kita secara emosional.
2. Orang lain
Menurut Gabriel Marcel menulis tentang peranan orang lain dalam memahami diri kita,”The fact is that we can understand ourselves by startingfrom the other, or from others, and only by starting from them.”
Kita mengenaldiri kita dengan mengenal orang lain terlebih dahulu. Harry Stack Sullivan (1953) menjelaskan bahwa jika kita diterima orang lain, dihormati , dan disenangi karena keadaan diri kita, kita akan cenderung bersikap menghormati dan menerima diri kita. Sebaliknya, bila orang lain selalu meremehkan kita, menyalahkan kita dan menolak kita, kita akan cenderung tidak akan menyenangi diri kita.Pandangan diri kita tentang keseluruhan pandangan orang lain terhadap kita disebut
3. Budaya
Melalui orang tua, pendidikan, latar belakang budaya, maka akan ditanamkan keyakinan, nilai, agama, ras, sifat nasional untuk membentuk konsep diri seseorang. Contohnya, ketika seseorang mempunyai latar belakang budaya yang baik dan memiliki etika maka orang tersebut memiliki konsep diri positif.
4. Mengevaluasi pikiran dan perilaku diri sendiri.
Konsep diri terbentuk karena adanya interpretasi dan evaluasi dari perilaku diri sendiri berdasarkan apa yang dilakukan, bagaimana perilaku orang tersebut.
2.2.3.3 Jenis-jenis Konsep Diri
Sukses komunikasi interpersonal banyak bergantung pada kualitas konsep diri (Rakhmat,2008:105-106) yaitu :
1. Konsep Diri Negatif
Menurut William D. Brooks dan Philip Emmert ada beberapa tanda yang memiliki konsep diri negatif, yaitu :
a.Peka terhadap kritikan
Orang ini tidak tahan dikritik yang diterimanya, dan mudah marah. b.Responsif terhadap pujian
Walaupun ia mungkin berpura-pura menghindari pujian, ia tidak dapat menyembunyikan antusiasmenya pada waktu menerima pujian.
c.Sikap Hiperkritis
Mereka tidak pandai dan tidak sanggup mengungkapkan penghargaan atau pengakuan pada kelebihan orang lain.
d.Pesimis
Menganggap tidak akan berdaya melawan persaingan yang merugikan dirinya.
2. Konsep Diri Positif
Konsep diri positif ditandai dengan :
a. Ia yakin akan kemampuannya mengatasi masalah; b. Ia merasa setara dengan orang lain;
c. Ia menerima pujian tanpa rasa malu;
d. Ia menyadari, bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat; e. Ia mampu memperbaiki dirinya karena ia sangguo mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha mengubahnya.
2.2.3.4 Pengaruh Konsep Diri dalam Komunikasi Antarpribadi
Konsep diri adalah pandangan dan perasaan individu tentang dirinya. Konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita. Konsep diri yang positif, ditandai dengan lima hal, yaitu: yakin akan kemampuan mengatasi masalah; merasa setara dengan orang lain; menerima pujian tanpa rasa malu; menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui oleh masyarakat; mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha mengubah. Konsep diri merupakan faktor yang sangat menentukan dalam komunikasi antarpribadi (Rakhmat, 2005: 104-109), yaitu:
a. Nubuat yang dipenuhi sendiri. Karena setiap orang bertingkah laku sedapat mungkin sesuai dengan konsep dirinya. Bila seseorang mahasiswa menganggap dirinya sebagai orang yang rajin, ia akan berusaha menghadiri kuliah secara teratur, membuat catatan yang baik, mempelajari materi kuliah dengan sungguh-sungguh, sehingga memperoleh nilai akademis yang baik.
pengalaman-pengalaman dan gagasan baru.
c. Percaya diri (self confidence). Keinginan untuk menutup diri, selain karena konsep diri yang negatif timbul dari kurangnya kepercayaan kepada kemampuan sendiri. Orang yang kurang percaya diri akan cenderung sedapat mungkin menghindari situasi komunikasi. Ketakutan untuk melakukan komunikasi dikenal sebagai communication apprehension. Orang yang aprehensif dalam komunikasi disebabkan oleh kurangnya rasa percaya diri. Tentu tidak semua aprehensi komunikasi disebabkan kurangnya percaya diri; tetapi di antara berbagai faktor, percaya diri adalah yang paling menentukan. Untuk meningkatkan percaya diri, menumbuhkan konsep diri yang sehat menjadi perlu seperti yang dikatakan Maxwell Maltz, seorang tokoh Psikosibernetik, ”Believe in yourself and you’llsucceed”
d. Selektivitas. Konsep diri mempengaruhi perilaku komunikasi kita karena konsep diri mempengaruhi kepada pesan apa kita bersedia membuka diri (terpaan selektif), bagaimana kita mempersepsi pesan (persepsi selektif), dan apa yang kita ingat (ingatan selektif).
2.2.4 INTERAKSIONISME SIMBOLIK 2.2.4.2 Pengertian Teori Interaksi Simbolik
Komunikasi merupakan bentuk interaksi. Komunikasi adalah kendaraan atau alat yang digunakan untuk bertingkah laku dan untuk memahami serta memberi makna terhadap segala sesuatu (Morissan dan Wardhany,2009:11). Interaksi simbolik adalah suatu cara berpikir mengenai pikiran (mind), diri dan masyarakat yang telah memberikan banyak kontribusi kepada tradisi sosiokultural dalam membangun teori komunikasi (Morissan dan Wardhany,2009:74).
2.2.4.2 Prinsip Dasar Teori Interaksi Simbolik
Menurut Blumer (Santoso dan Setiansah, 2010:22-23) ada tiga prinsip dasar interaksionisme simbolik yaitu :
1. Meaning
Blumer mengawali teorinya dengan premis bahwa perilaku seseorang terhadap sebuah obyek atau orang lain ditentukan oleh makna yang dia pahami tentang obyek atau orang tersebut.
2. Languange
Seseorang memperoleh makna atas sesuatu hal melalui interaksi. Makna adalah hasil interaksi. Makna tidak melekat pada obyek, melainkan diinegosiasikan melalui penggunaan bahasa. Bahasa adalah bentuk dari simbol.
3. Thought
Menurut Blumer, “an individual’s interpretation of symbol is modified by his or her own thought processes”. Interaksi simbolik menjelaskan proses berpikirsebagai inner conversation. Secara sederhana proses menjelaskan bahwa seseorang melakukan dialog dengan dirinya sendiri ketika berhadapan dengan sebuah situasi dan berusaha untuk memaknai situasi tersebut. Untuk bisa berpikir maka seseorang memerlukan bahasa dan mampu untuk berinteraksi secara simbolik.
2.2.4.3 Asumsi Teori Interaksi Simbolik
Interaksi simbolik didasarkan pada ide-ide mengenai diri dan hubungannya dengan masyarakat. Karena ide ini dapat diinterpretasikan secara luas, akan dijelaskan secara detail tema-tema teori ini, dalam prosesnya, dan dijelaskan kerangka asumsi teori ini.
Menurut Ralph LaRossa dan Donald C. Reitzes (West,2011:98) telah mempelajari teori interaksi simbolik yang berhubungan dengan kajian orang tua dan memperlihatkan tiga tema besar, yaitu :
1. Pentingnya Makna Bagi Perilaku Manusia
benda, kualitas, peristiwa, situasi atau keadaan. Bagi Kuhn, penamaan objek adalah penting guna menyampaikan makna suatu objek (Morissan,2009:75). Menurut pandangan interaksi simbolik, makna suatu objek sosial serta sikap dan rencana tindakan tidak merupakan ssesuatu yang terisolir satu sama lain. Seluruh ide paham interaksi simbolik menyatakan bahwa makna muncul melalui interaksi. Tujuan dari interaksi menurut interaksi simbolik untuk menciptakan makna yang sama karena tanpa makna yang sama berkomunikasi akan menjadi sangat sulit , atau bahkan tidak mungkin (West,2011:99).Menurut LaRossa dan Reitzes, ada tiga asumsi yang mendukung pentingnya makna bagi perilaku manusia yang diambil dari karya Herbert Blumer, (West,2011:99-100)yaitu :
a. Manusia Bertindak Terhadap Manusia Lainnya Berdasarkan Makna yang diberikan Orang Lain Kepada Mereka. Asumsi ini menjelaskan perilaku sebagai suatu rangkain pemikiran dan perilaku yang dilakukan secara sadar antara rangsangan dan respons orang berkaitan dengan rangsangan tersebut. Mereka mencari makna dengan mempelajari psikologis dan sosiologis mengenai perilaku. Menurut Rogers Thomas, membuat makna yang sesuai dengan kekuatan sosial yang membentuk dirinya. Makna yang kita berikan pada simbol merupakan produk dari interaksi sosial dan menggambarkan kesepakatan kita untuk menerapkan makna tertentu pada simbol tertentu.
b. Makna Diciptakan dalam Interaksi Antarmanusia
Menurut Mead, makna dapat ada hanya ketika orang-orang mempunyai interpretasi yang sama mengenai simbol yang dipertukarkan dalam interaksi.
c. Makna Dimodifikasi Melalui Proses Interpretif
mengecek, dan melakukan transformasi makna di dalam konteks di maba mereka berada.
2. Pentingnya Konsep Diri
Konsep diri merupakan seperangkat perspektif yang relatif stabil yang dipercayai orang mengenai dirinya sendiri. Pertanyaan “siapakah saya?” dapat membentuk konsep diri. Orang-orang yang mengembangkan konsepndiri, dalam interaksi simbolik adalah orang – orang yang menggambarkan individu dengan diri yang aktif, didasarkan pada interaksi sosial. Menurut Ralph LaRossa dan Donald C. Reitzes (West,2011:101-102), ada dua asumsi mengenai konsep diri, yaitu :
a. Individu-individu mengembangkan konsep diri melalui interaksi dengan orang lain. Asumsi ini menyatakan orang-orang tidak terlahir dengan konsep diri; mereka belajar melalui kontak dengan orang lain. Seseorang mempunyai perasaan akan diri merupakan hasil dari kontaknya dengan orangtua, guru, dan lainnya. Peneliti-peneliti awal mengenai keluarga seperti Edgar Burgess menyatakan bahwa pentingnya keluarga sebagai sebuah institusi untuk bersosialisasi. Burgess juga menyatakan bahwa anak dan orangtua berselisih paham mengenai konsep diri. Konteks sosial dan interaksi adalah suatu yang penting untuk menyelidiki siapa diri kita.
b. Konsep Diri Memberikan Motif Penting Untuk Perilaku.
Pemikiran bahwa keyakinan, nilai, perasaan, penilaian-penilaian mengenai diri mempengaruhi perilaku adalah sebuah prinsip penting dalam interaksi simbolik. Meadn berpendapat bahwa karena manusia memiliki diri, mereka memiliki mekanisme perilaku dan sikap. Mead melihat diri, sebagai sebuah proses bukan struktur . Predikasi pemenuhan diri adalah prediksi mengenai diri sendiri yang menyebabkan diri tersebut berperilaku sedemikian sehingga hal tersebut benar-benar terjadi.
3. Hubungan Antara Individu dan Masyarakat
a. Orang dan kelompok dipengaruhi oleh proses budaya sosial
Asumsi ini mengakui bahwa norma-norma sosial membatasi perilaku individu. Budaya secara kuat mempengaruhi perilaku dan sikap yang dianggap penting dalam konsep diri.
b. Struktur Sosial Dihasilkan Melalui Interaksi Sosial
Interaksi simbolik mempertanyakan pandangan bahwa struktur sosial tidak berubah serta mengaku bahwa individu dapat memodifikasi situasi sosial. Interaksi simbolik percaya bahwa manusia adalah pembuat pilihan.
2.3 Theory Of Reason Action (TRA)
Theory of Reasoned Action (TRA) pertama kali diperkenalkan oleh Martin Fishbein dan Ajzen dalam Jogiyanto (2007).Teori ini menghubungkan antara keyakinan (belief), sikap (attitude), kehendak (intention) dan perilaku
(behavioral beliefs), keyakinan tentang norma yang diharapkan dan motivasi untuk memenuhi harapan tersebut (normative beliefs), serta keyakinan tentang adanya faktor yang dapat mendukung atau menghalangi perilaku dan kesadaran akan kekuatan faktor tersebut (controlbeliefs).Jogiyanto (2007) berpendapat bahwa Intensi atau niat merupakan fungsi dari dua determinan dasar, yaitu sikap individu terhadap perilaku (merupakan aspek personal) dan persepsi individu terhadap tekanan sosial untuk melakukan atau untuktidak melakukan perilaku yang disebut dengan norma subyektif. Secara singkat, praktik atau perilaku menurut Theory of Reasoned Action (TRA) dipengaruhi oleh niat, sedangkan niat dipengaruhi oleh sikap dan norma subyektif. Sikap sendiri dipengaruhi oleh keyakinan akan hasil dari tindakan yang telah lalu. Norma subyektif dipengaruhi oleh keyakinan akan pendapat orang lain serta motivasi untuk menaati pendapat tersebut. Secara lebih sederhana, teori ini mengatakan bahwa seseorang akan melakukan suatu perbuatan apabila ia memandang perbuatan itu positif dan bila ia percaya bahwa orang lain ingin agar iamelakukannya.
2.4 FEMINISME
2.5 BUDAYA
Ada beberapa pengertian budaya menurut beberapa ahli salah satu diantaranya adalah tokoh terkenal Indonesia yaitu Koentjaraningrat. Menurut Koentjaraningrat (2000: 181) kebudayaan dengan kata dasar budaya berasal dari bahasa sansakerta ”buddhayah”, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti “budi” atau “akal”. Jadi Koentjaraningrat mendefinisikan budaya sebagai “daya budi” yang berupa cipta, karsa dan rasa, sedangkan kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa, dan rasa itu. Koentjaraningrat menerangkan bahwa pada dasarnya banyak yang membedakan antara budaya dan kebudayaan, dimana budaya merupakan perkembangan majemuk budi daya, yang berarti daya dari budi. Pada kajian Antropologi, budaya dianggap merupakan singkatan dari kebudayaan yang tidak ada perbedaan dari definsi. Jadi kebudayaan atau disingkat budaya, menurut Koentjaraningrat merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.
Untuk lebih jelasnya mengenai hal diatas, Koentjaraningrat membedakan adanya tiga wujud dari kebudayaan yaitu:
1. Wujud kebudayaan sebagai sebuah kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai- nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya.
2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam suatu masyrakat.
3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
sebagai anggota masyarakat. Dengan kata lain, kebudayaan mencakup semua yang didapatkan atau dipelajari oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Hawkins (2012) mengatakan bahwa budaya adalah suatu kompleks yang meliputi pengetahuan, keyakinan, seni, moral, adat-istiadat serta kemampuan dan kebiasaan lain yang dimiliki manusia sebagai bagian masyarakat. Kebudayaan adalah seluruh cara kehidupan dari masyarakat yang mana pun dan tidak hanya mengenai sebagian dari cara hidup itu yaitu bagian yang oleh masyarakat dianggap lebih tinggi atau lebih diinginkan. Linton dalam Ihromi (2006: 18). Jadi kebudayaan menunjuk kepada berbagai aspek kehidupan meliputi cara-cara berlaku, kepercayaan-kepercayaan dan sikap-sikap, dan juga hasil dari kegiatan manusia khas untuk suatu masyarakat atau kelompok penduduk tertentu.
2.4.1 Nilai Budaya Batak Toba
Harahap dan Siahaan (1987) mengungkapkan sembilan nilai budaya yang utama pada suku bangsa Batak Toba yaitu:
1. Kekerabatan
Mencakup hubungan premordial suku, kasih sayang atas dasar hubungandarah, kerukunan unsur-unsur Dalihan Na Tolu (Hula-hula, Dongan Tubu,dan Boru), Pisang Raut (Anak Boru dari Anak Boru),
Hatobangon(Cendikiawan) serta segala yang ada kaitannya dengan hubungan kekerabatankarena pernikahan, solidaritas marga dan lain-lain. 2. Religi
Mencakup kehidupan keagamaan, baik agama tradisional maupun agama yang datang kemudian yang mengatur hubungannya dengan Maha Pencipta sertahubungannya dengan manusia dan lingkungan hidupnya. 3. Hagabeon
Batak yang ditakdirkan memiliki budaya bersaingyang sangat tinggi.Mengenai umur panjang dalam konsep hagabeon disebut Saur Matua Bulung(seperti daun yang gugur setelah tua).Dapat dibayangkan betapa besar pertambahan jumlah tenaga manusia yang diharapkan oleh orang Batak,karena selain setiap keluarga diharapkan melahirkan putra-putri sebanyak 33orang, juga semuanya diharapkan berusia lanjut.
4. Hasangapon
Mencakup kemuliaan, kewibawaan, dan kharisma yang merupakan suatu nilaiutama yang memberi dorongan kuat untuk meraih kejayaan.Nilai ini member dorongan yang sangat kuat pada suku bangsa Batak Toba untuk meraihjabatan dan pangkat yang memberikan kemuliaan, kewibawaan, kharisma, dankekuasaan itu.
5. Hamoraon
Kaya raya merupakan salah satu nilai budaya yang mendasari dan mendorongorang Batak, khususnya orang Toba, untuk mencari harta benda yangbanyak.Hagabeon pada dasarnya adalah upaya mencapai hamoraon.
6. Hamajuon
Mencakup kemajuan yang diraih melalui merantau dan menuntut ilmu.Nilaibudaya hamajuon ini sangat mendorong orang Batak bermigrasi keseluruhpelosok tanah air.Pada abad yang lalu Sumatra Timur dipandang sebagaidaerah rantau, tetapi sejalan dengan dinamika orang Batak, tujuan migrasinyatelah semakin meluas ke seluruh pelosok tanah air untuk memelihara ataumeningkatkan daya saingnya.
7. Hukum
hukum di Indonesia yang mencatatnama orang-orang Batak dalam daftar penegak hukum, baik sebagai jaksa,pembela, maupun hakim. Contohnya, Hotman Paris Hutapea, SH.; HotmanSitompul, SH.; Ruhut Sitompul, SH.; dan Juan Felix Tampubolon, SH.
8. Pengayoman
Kehidupan sosio-kultural orang Batak kurang kuat dibandingkan dengan nilai-nilaiyang disebutkan terdahulu.Hal ini mungkin disebabkan kemandirianyang berkadar tinggi.Kehadiran pengayom, pelindung, pemberikesejahteraan, hanya diperlukan dalam keadaan yang sangat mendesak.
9. Konflik
Dalam kehidupan orang Batak Toba kadarnya lebih tinggi dibandingkandengan yang ada pada Batak Angkola-Mandailing. Ini dapat dipahami dariperbedaan mentalitas kedua sub suku Batak ini. Sumber konflik pada orangBatak Toba tidak hanya kehidupan kekerabatan melainkan lebih luas lagikarena menyangkut perjuangan meraih hasil nilai budaya lainnya, antara lainhamoraon yang mau tidak mau merupakan sumber konflik yang abadi bagiorang Toba.
Tiga dari Sembilan nilai utama itu yaitu: Hagabeon (banyak keturunan dan panjang umur),Hamoraon (kaya raya), dan Hasangapon (kehormatan dan kemuliaan) dipandangsebagai misi budaya orang Batak, yang juga dikenal sebagai misi budaya 3H.Perjuangan meraih misi budaya 3H melatih suku bangsa Batak Toba untukmandiri dan dinamik. Orang yang bukan suku Batak dapat saja memandangperilaku suku bangsa Batak Toba dalam hal-hal tertentu sebagai pelanggarantatakrama, tetapi bila orang luar tersebut memahami misi budaya 3H maka ukuranpelanggaran itu mungkin akan berbeda (Harahap dan Siahaan, 1987).
pengayoman.Selebihnya perjuangan hidupnya dijalani dalam suasana hubungan primordialyang kuat, kehidupan keagamaan dan jaringan ikatan kekerabatan dalamlingkungan keluarga besar.Keluarga besar dapat berskala lingkungan
Dalihan NaTolu, tetapi pada tingkat yang lebih luas, dapat pula berarti ikatan primordialBatak yang di dalamnya tercakup seluruh puak-puak Batak.
Kekerabatan, religi,dan hagabeon itulah yang menjadi modal dasar spiritual suku bangsa Batak Tobadalam perjalanan hidupnya.Dalam keadaan sedih maupun gembira, merekasenantiasa berada dalam suasana ikatan ketiga nilai budaya utama ini.Konsep hagabeon sesungguhnya berakar dari budaya bersaing pada jamanpurba, bahkan tercatat dalam sejarah perkembangan, terwujud dalam perang huta.Dalam perang tradisional ini kekuatan tertumpu pada jumlah personil yang besar.Hagabeon adalah dasar mencapai hamoraon dan hasangapon.Banyak anak berartibanyak tenaga untuk bekerja sehingga lebih produktif dan mencapai hamoraon.Hagabeon dan hamoraon adalah akses untuk mencapai hasangapon.Hasangaponmerupakan tujuan utama dan paling penting dalam kehidupan suku bangsa BatakToba.Kepercayaan suku bangsa Batak Toba bahwa mereka adalah keturunan rajaberhubungan erat dengan hasangapon sehingga mereka tidak perlu memilikijabatan agar dihormati.
Pelaksanaan adat seperti memotong kerbo untuk pestaadat Batak dapat memberikan arti hasangapon pada pemilik pesta.Hasangapon inibila dikaitkan dengan teori Maslow dapat diidentikkan dengan aktualisasi diri(Simanjuntak, 2000; Harahap dan Siahaan, 1987).