• Tidak ada hasil yang ditemukan

Isolasi Senyawa Flavonoida Serta Uji Aktivitas Antibakteri Dari Daun Tumbuhan Kareumbi (Homalanthus Populneus (Geiseler) Pax)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Isolasi Senyawa Flavonoida Serta Uji Aktivitas Antibakteri Dari Daun Tumbuhan Kareumbi (Homalanthus Populneus (Geiseler) Pax)"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Tumbuhan Kareumbi

2.1.1. Morfologi Tumbuhan Kareumbi

Tumbuhan Kareumbi (Homalanthus populneus (Geiseler) Pax) tingginya bisa mencapai 12 m

dengan diameter 12 cm setinggi dada. Pucuk daun sekitar 14 mm, berwarna merah. Urat daun

sederhana, menyirip atau tiga, bagian bawah berwarna agak keputihan. Bunga sekitar 1,5

mm, berwarna kekuningan. Buah sekitar 5 mm, berwarna hijau.

Tumbuhan kareumbi tumbuh pada daerah seperti semak belukar, pinggiran jalan, tepi

hutan hujan tropis, lereng curam, tepi sungai, tempat berbatu di ketinggian sampai 3000

meter. Manfaat tumbuhan ini yaitu akar digunakan secara lokal sebagai obat melawan roh

jahat, daunnya digunakan untuk melawan diare, sedangkan buahnya diaplikasikan untuk

mengobati luka. Kulit dan daunnya juga membentuk bahan pewarna hitam. Daunnya

digunakan sebagai bahan racun ikan.

Penyebarannyan tumbuhan kareumbi yaitu Thailand, Semenanjung Malaysia,

Sumatera, Jawa, Kepulauan Sunda Kecil, Borneo (Sarawak, Brunei, Sabah, Barat, Selatan

dan Timur-Kalimantan), Filipina, Sulawesi, dan Maluku.

2.1.2. Sistematika Tumbuhan Kareumbi

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Class : Magnoliopsida

Ordo : Euphorbiales

Famili : Euphorbiaceae

Genus : Homalanthus

Spesies : Homalanthus populneus (Geiseler) Pax

(2)

2.2.Senyawa Bahan Alam

Bahan alam didefinisikan sebagai senyawa organik dengan bobot molekul antara 100 hingga

2000. Bahan alam telah menjadi dasar pengobatan, dan bahkan sekarang, banyak senyawa

yang penting bagi farmasi dan kedokteran diperoleh dari sumber alam. (Heinrich,2010)

Pada hakekatnya kimia bahan alam merupakan pengetahuan yang telah dikenal sejak

peradaban manusia tumbuh. Contoh yang dapat segera diketahui adalah pembuatan bahan

makanan, pewarnaan benda, obat-obatan atau stimulan, dan sebagainya (Sastrohamidjojo,

1996).

Sejak kira-kira pertengahan abad ke 18, telah dapat dipisahkan beberapa senyawa

organik dari mahluk hidup serta hasil produksinya. Seorang ahli kimia Jerman, Karl Eilhelm

Scheele (1742-1786) sangat terkenal dengan keahliannya dalam bidang ini, beliau telah

berhasil memisahkan beberapa senyawa sederhana. Biogenesis dari produk alami, meskipun

pada mulanya berkaitan dengan kimia organik dan biokimia, menjadi berlainan karena

mempunyai tujuan yang berlainan. Kimia organik terutama mempelajari struktur, sifat-sifat

kimia dan fisika, serta cara sintesisnya, baik secara alami ataupun in vitro dari zat-zat kimia

tetapi cenderung untuk mengabaikan sifat-sifat khusus dari bahan alam, misalnya tentang

cara pembentukan dan peran biologisnya. Biokimia, berusaha menjawab

pertanyaan-pertanyaan yang paling banyak diajukan terutama tentang metabolisme primer, dan

mengabaikan proses-proses sekunder misalnya tentang pembentukan alkaloid, terpena dan

lain-lain (Manitto, 1981).

2.3.Senyawa Metaboli Sekunder

Banyak senyawa kimia tanaman yang telah diisolasi dan diublikasikan sebelum diketahui

strukturnya. Pengelompokan senyawa kimia tanaman berdasarkan sifat khas yang dimilikinya

(antara lain warna, rasa, bau, pH, dan kelarutan) meruakan hal penting sehingga sampai

sekarang masih banyak dipakai. Berikut ini contoh pengelompokan senyawa kimia yaitu:

Minyak Atsiri. Baunya khas dan dapat dipisahkan dari senyawa kimia tanaman lainnya,

karena sukar larut dalam air dan dapat menguap bersama uap air.

(3)

ekstraksi cair-cair antara fase air dan pelarut organik. Pertemuan dua sifat basa dan kerja

farmakologis, pada umumnya dimiliki oleh senyawa kimia yang mengandung N.

Zat Pahit. Berpedoman pada rasa pahit adalah suatu metode yang mudah untuk memisahkan senyawa kimia tanaman, perlu waktu yang cukup hingga seluruh zat pahit dalam sari menjadi

zat yang dapat dikristalkan. Tidak jarang zat pahit yang ditemukan secara bersamaan.

Zat Warna. Jumlah zat warna dari tanaman diperkirakan ± 2000 jenis, 130 diantaranya merupakan bahan perdangan yang penting; jumlah zat warna yang sekarang benar-benar

dipakai (misalnya pewarna makanan) sangat kecil; contohnya bisein, safran, dan kuersetin.

Pigmen tanaman mempunyai struktur kimia yang berlainan, begitu juga sifat fisika, kelarutan,

warna, fluoresensi, dan sebagainya.

Tanin. Tanin ditandai oleh sifatnya yang dapat menciutkan dan mengendapkan protein dari larutan dengan membentuk senyawa yang tidak larut.

Glikosida. Sari tanaman pada umunya mengandung senyawa bersifat alkohol atau fenol yang cuku larut sampai larut baik dalam air; tetapi gugus hidroksi dari alkohol atau fenol tidak

bebas, kebanyakan terikat pada satu atau lebih gula. Dan sifat kimia suatu senyawa yang baru

diisolsi sering tidak dikenali lagi, setelah dihidrolisis mejadi bagian gula dan bagian bukan

gula. Karena itu senyawa ini dimasukkan kedalam golongan “glikosida”. Glikosida

membentuk kelompok senyawa kimia nitrogen.

Resin. Resin adalah hasil ekskresi tanaman, yang secara kimia merupakan campuran asam organik, ester dan alkohol yang amorf atau sukar dikristalkan. Sifat selanjutnya adalah tidak

larutnya resin dalam air, kelarutannya yang baik dalam pelarut organik, dan meleleh pada

suhu yang relatif rendah.(Sirait, 2000)

2.3.1. Pengolongan Berdasarkan Biogenetis

Saat ini telah dikenal dengan sangat tepat sekitar 8000 senyawa kimia tanaman. Beberapa

struktur tertentu mempunyai kemiripan, struktur kimia senyawa alam yang berbeda hanya

dalam susunannya. Empat elemen dasar yang terpenting adalah Inti-C2 (elemen asetat),

(4)

Penggolangan biogenetis senyawa kimia tanaman dengan membandingkan struktur,

proses biosintesis, biokimia dinamis, dan fisiologi metabolisme tanaman. Penggolongan

biogenetis metabolit sekunder bermolekul kecil, yaitu :

1. Poliasetat (asetogenin)

2. Isoprenoida

3. Fenilpropana

4. Senyawa kimia tanaman mengandung N (alkaloid, amin, dan glikosida sianogen)

5. Senyawa dengan prinsip bentuk campuran

a. Tanpa N dalam molekul (misalnya Flavonoida)

b. Dengan N dalam molekul (misalnya alkaloid). (Sirait,2000)

2.4.Senyawa Flavonoida

Flavonoida adalah golongan terbesar dari bahan alam yang mana tersebar luas pada tanaman

tingkat tinggi tetapi juga ditemukan pada beberapa tanaman tingkat rendah termasuk alga.

Flavonoida terdapat pada bagian yang berbeda pada tanaman antara lain akar, kulit batang,

daun, bunga, buah dan biji (Connolly, 1986).

Senyawa-senyawa flavonoida adalah senyawa-senyawa polifenol yang mempunyai 15

atom karbon, terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan menjadi satu oleh rantai linier

yang terdiri dari tiga atom karbon (Manito, 1981).

Flavonoida ditemukan mempunyai banyak aktivitas biologis termasuk : antimikrobial,

penghambat adhesi-mitokondria, antiulcer, antiarthritic, estrogenik, reseptor pengikatan

estrogen, intiangiogenic, anti kanker, penghambat protein kinase, penghambat pembentukan

prostaglandin, penahanan sel DNA dan penghambat topoisomerase (Bhat, 2005).

2.4.1. Struktur Dasar Senyawa Flavonoida

Senyawa flovonoida adalah senyawa yang mengandung C15 terdiri atas dua inti fenolat yang

dihubungkan dengan tiga satuan karbon. Struktur dasar flavonoida dapat digambarkan

(5)

Gambar 2.1. Senyawa Flanonoida (Sastrohamidjojo, 1996)

2.4.2. Klasifikasi Senyawa Flavonoida

Dalam tumbuhan flavonoida terdapat dalam berbagai bentuk struktur. Semuanya

mengandung 15 atom karbon, yaitu dua cicin aromatik yang dihubungkan oleh tiga atom

karbon yang dapat atau tak dapat membentuk cicin ketiga. Semua golongan flavonoida saling

berkaitan karena alur biosintesis yang sama yaitu melalui alur sikimat dan alur aseat malonat.

Menurut Markham (1988) klasifikasi flavonoida terdiri dari :

1. Flavonoida O-Glikosida

Flavonoida biasanya terdapat sebagai Flavonoida-Oglikosida, pada senyawa tersebut satu

gugus hidroksil falvonoida (atau lebih) berikatan pada satu gugus gula (atau lebih) dengan

ikatan hemiasetal yang tidak tahan asam.

2. Flavonoida C-Glikosida

Gula juga dapat juga terikat pada atom karbon flavonoida dan dalam hal ini gula tersebut

terikat langsung pada inti benzen dengan satu ikatan karbon-karbon yang tahan asam.

Glikosida yang demikian disebut C-glikosida. Gula yang terikat pada atom C hanya terikat

pada atom C6 dan C8 dalam inti flavonoida.

3. Flavonoida Sulfat

Golongan flavonoida lain yang mudah larut dalam air yang mungkin ditemukan hanya

flavonoida sulfat. Senyawa ini mengandung satu ion sulfat, atau lebih, yang terikat pada

hidroksil fenol atau gula. Secara teknis senyawa ini sebenarnya bisulfat karena terdapat

sebagai garam, yaitu flavon-O-SO3K.

4. Biflavonoida

Seperti yang ditunjukkan oleh namanya, biflavonoida adalah flavonoida dimer. Flavonoida

yang bisanya terlibat ialah flavon dan flavanon dan ikatan antara flavonoida berupa ikatan C C C

(6)

karbon-karbon atau ikatan eter. Momomer flavonoida yang digabungkan menjadi

biflavonoida dapat berjenis sama atau berbeda, dan letak ikatanya berbeda-beda.

5. Aglikon Flavonoida yang Aktif-Optik

Sejumlah aglikon flavonoida mempunyai atom karbon asimetrik dan dengan demikian

menunjukkan keaktifan optik ( yaitu memutar cahaya terpolarisasi datar). Yang termasuk

dalam golongan flavonoida ini ialah flavonon, dihidroflavonol, katekin, pterokarpan,

rotenoid, dan beberapa biflavonoida.

Dalam tumbuhan, flavonoida terdapat dalam berbagai bentuk struktur. Menurut Robinson

(1995), flavonoid dapat dikelompokkan berdasarkan tahanan oksidasi dan keragaman lain

pada rantai C3 antara lain :

1. Flavon

Flavon berbeda dengan flavonol karena pada flavon tak terdapat penyulihan 3-hidroksi. Hal

ini mempengaruhi serapan UV-nya, gerakan kromatografinya, serta reaksi warnanya, dan

karena itu flavon dapat dibedakan dari flavonol. Flavon terdapat juga sebagai glikosida tetapi

lebih sedikit daripada jenis glikosida pada flavonol. Jenis yang paling umum ialah

7-glukosida, contohnya luteolin 7-glukosida.

Gambar 2.2. Flavon

2. Flavonol

Flavonol sangat tersebar luas di dalam tumbuhan, baik sebagai kopigmen antosianin dalam

daun bunga maupun dalam daun tumbuhan tinggi. Dalam tumbuhan terdapat banyak sekali

glikosida flavonol. Sampai saat ini yang paling umum adalah kuersetin 3-rutinosida yang

dikenal sebagai rutin.

O

O

A C

(7)

Gambar 2.3. Flavonol

3. Isoflavon

Isoflavon merupakan senyawa yang tidak begitu mencolok, tetapi senyawa ini penting

sebagai fitoaleksin (senyawa pelindung) dalam tumbuhan untuk pertahanan terhadap

penyakit. Isoflavon menunjukkan aktivitas sebagai estrogenik, insektisida, dan antifungi.

Beberapa diantaranya berguna untuk racun tikus.

Gambar 2.4. Isoflavon

4. Flavanon

Flavanon adalah senyawa tanwarna yang tak dapat dideteksi pada pemeriksaan kromatografi

kecuali bila menggunakan penyemprot kromogen. Uji warna yang penting dalam larutan

alkohol ialah reduksi dengan serbuk Mg dan HCl pekat. Diantara flavonoida hanya flavon

yang menghasilkan warna merah ceri kuat.

Gambar 2.5. Flavanon O

O

A C

B

O

O

A C

B O

O

OH

A C

(8)

5. Flavanonol

Flavanonol (atau dihidroflavonol) barangkali merupakan flavonoid yang paling kurang

dikenal, dan tidak dapat diketahui apakah senyawa ini terdapat sebagai glikosida. Senyawa

ini stabil dalam asam klorida panas tetapi terurai oleh udara (Harborne, 1987).

Gambar 2.6. Flavanonol

6. Antosianin

Antosianin adalah pigmen daun bunga merah sampai biru yang biasa, banyaknya sampai 30%

bobot kering dalam beberapa bunga. Antosianin terdapat juga dalam bagian lain tumbuhan

tinggi kecuali fungus. Antosianin selalu terdapat dalam bentuk glikosida.

Gambar 2.7. Antosianin

7. Katekin dan Proantosianidin

Katekin dan proantosianidin adalah dua golongan senyawa yang mempunyai banyak

kesamaan. Semuanya senyawa tanpa warna, terdapat pada seluruh dunia tumbuhan tetapi

terutama dalam tumbuhan berkayu.

Gambar 2.8. Katekin dan Proantosianidin O

O

OH

A C

B

O

OH A C

B

+

O

OH HO

OH

OH OH

A C

(9)

8. Leukoantosianidin

Leukoantosianidin merupakan monomer flavan 3,4-diol, leukoantosianidin jarang terdapat

sebagai glikosida, namun beberapa bentuk glikosida yang dikenal adalah apiferol, dan

peltoginol.

Gambar 2.9. Leukoantosianidin

9. Kalkon

Khalkon adalah pigmen fenol kuning yang berwarna coklat tua dengan sinar UV bila

dikromatografi kertas. Aglikon khalkon dapat dibedakan dari glikosidanya karena hanya

pigmen dalam bentuk glikosida yang dapat bergerak pada kromatografi kertas dalam

pengembang air (Harborne, 1987).

Gambar 2.10. Kalkon

10. Auron

Seperti kalkon, senyawa ini tampak pada kromatogram kertas berupa bercak kuning. Dengan

sinar UV akan tampak berbeda, warna auron berubah menjadi merah jingga bila diuapi

ammonia.

Gambar 2.11. Auron O

OH

HO OH

OH OH

A C

B HO

A

O

B

O

O

CH

(10)

2.4.3. Sifat Kelarutan Flavonoida

Aglikon flavonoida adalah polifenol dan karena itu mempunyai sifat kimia senyawa fenol,

yaitu bersifat agak asam sehingga dapat larut dalam basa. Karena mempunyai sejumlah gugus

hidroksil yang tak tersubtituen, atau suatu gula, falvonoida merupakan senyawa polar maka

umumnya flavonoida larutdalam pelarut polar seperti etanol (EtOH), metanol (MeOH),

butanol (BuOH), aseton, dimetilsulfoksida (DMSO), dimetilformamida (DMF), air, dan

lain-lain. Adanya gula yang terikat pada flavonoida cenderung menyebabkan flavonoida lebih

muda larut dalam air dan dengan demikian campuran pelarut diatas dengan air merupakkan

pelarut yang lebih baik untuk glikosida. Sebaliknya, aglikon yang kurang polar seperti

isoflavon, flavanon, dan flavon serta flavonol yang termetoksilasi cenderung lebih mudah

larut dalam pelarut seperti eter dan kloroform. (Markham, 1988)

2.4.4. Biosintesis Flavonoida

Biosintesis senyawa flavonoida diperoleh dengan mereaksikan fragmen C6-C3 turunan asam

sikimat seperti asam p-hidroksisinamat dengan enam atom karbon. Hidrolisis pada cicin A

(11)

HOOC

Gambar 2.12. Biosintesa hubungan antara jenis monomer flavonoida dari alur asetat-malonat

(12)

2.5.Teknik Pemisahan 2.5.1. Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari bahan padat maupun cair dengan bantuan

pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstraksi senyawa yang diinginkan tanpa

melarutkan material lainnya. (Bintang, 2010)

Metode ekstrasi yang paling sederhana adalah ekstraksi dingin, dengan cara ini bahan

kering hasil gilingan diektraksi pada suhu kamar secara berturut-turut dengan pelarut yang

kepolaranya yang makin tinggi: pertama heksana, kemudian kloroform, etil asetat, aseton,

metanol, dan akhirnya air. Metode ekstraksi ini yang mudah karena ekstrak tidak dipanaskan

sehingga kemungkinan kecil bahan alam menjadi terurai. (Heinrich, 2010)

Ragam ekstraksi yang tepat sudah tentu bergantung pada tekstur dan kandungan air

dalam tumbuhan yang diekstraksi dan pada jenis senyawa yang diisolasi. Alkohol adalah

pelarut serbaguna yang baik untuk ekstrasi pendahuluan. (Harborne, 1987).

2.5.2. Partisi

Metode pemisahan yang mungkin paling sederhana adalah partisi, yang banyak digunakan

sebagai tahap awal pemurnian ekstrak. Partisi menggunakan dua pelarut yang tak bercampur

yang ditambahkan kedalam ekstrak tesebut; hal ini dapat dilakukan secara terus-menerus

dengan menggunakan pelarut tak bercampur yang kepolarannya meningkat. Metode ini

merupakan pemisahan yang mudah dan menghandalkan kelarutan bahan alam dan bukan

interaksi fisik dengan medium lain. Partisi dapat memberikan pemisahan yang sangat baik,

terutama untuk senyawa-senyawa yang memiliki kelarutan yang sangat berbeda.(Heinrich,

2010)

2.5.3. Adsorben

Adsorben yang paling umum digunakan ialah silika gel dan alumina. Perlu diketahui bahwa

silika gel bersifat asam, sedangkan alumina bersifat basa. Oleh karena itu senyawa yang

bersifat asam harus dipisahkan oleh silika gel, sedangkan yang bersifat basa harus dipisahkan

dengan alumina sebagai adsorben.Urutan adsorben dari yang mempunyai kemampuan

adsorbsi besar ke yang kecil yaitu alumina, arang, silika gel, magnesia, kalium karbonat,

sukrosa, serbuk pati, dan serbuk selulosa. (Adnan, 1997)

Berikut ini merupakan beberapa jenis adsorben yang sering digunakan untuk

(13)

1. Selulose

Selulose digunakan untuk memisahkan glikosida yang satu dari glikosida yang lain,

atau memisahkan glikosida dari aglikon, serta untuk memisahkan aglikon yang

kurang polar.

2. Silika

Silika digunakan untuk memisahkan aglikon yang kurang polar, misalnya isoflavon,

flavanon, metil flavon, dan flavonol.

3. Poliamida

Poliamida digunakan untuk memisahkan semua flavonoida, juga untuk memisahkan

glukosida.

4. Gel Sephadex (deret G)

Gel sephadex digunakan untuk memisahkan campuran, terutama berdasarkan pada

ukuran molekul; molekul besar terelusi lebih dahulu. Gel sephadex untuk

memisahkan poliglikosida yang berbeda bobot molekulnya.

5. Gel Sephadex (LH-20)

Sephadex LH-20 dirancang khusus untuk digunakan memakai pelarut organik, dan

dapat digunakan dua cara. Sephadex LH-20 digunakan untuk pemurnian akhir aglikon

flavonoida dan glikosida yang telah diisolasi dari kertas, selulose, silika, atau

poliamida.(Markham, 1988)

Ada beberapa jenis silika gel, yaitu:

a. Silika gel G

Silika gel G adalah silika gel yang mengandung 13% kalsium sulfat sebagai zat

perekat. Jenis silika ini biasanya mengandung ion logam, terutama ion besi.

b. Silika gel H

Perbedaan silika gel G dan silika gel H ialah, bahwa silika gel H tidak mengandung

perekat kalsium sufat. Silika gel H dipakai untuk pemisahan yang bersifat spesifik,

terutama lipida netral.

c. Silika gel PF

Jenis silika gel ini ditemukan belakangan, yang dibuat sedemikian rupa sehingga

senyawa-senyawa organik yang terikat pada plat ini dapat mengadakan fluoresensi.

Oleh karena itu visualisasinya dapat dikerjakan dengan menempatkan plat yang telah

dikembangkan didalam ruangan gelap atau dengan sinar ultra violet yang

(14)

2.5.4. Kromatografi

Kromatografi adalah suatu teknik pemisahan yang pertama kali dipakai untuk memisahkan

zat-zat warna tanaman. Hal ini tersimpul dari istilah yang dipakai-kroma adalah zat warna.

Pemisahan dengan teknik ini dijalankan dengan mengadakan manipulasi atas dasar perbedaan

sifat-sifat fisik dari zat-zat yang menyusun suatu campuran.(Adnan, 1997)

Kromatografi adalah teknik pemisahan fisik suatu campuran zat-zat kimia yang

berdasarkan pada perbedaan migrasi dari masing-masing komponen campuran yang terpisah

pada fase diam dibawah pengaruh pergerakan fase yang bergerak. (Mulja, 1995)

Kromatografi merupakan metode pemisahan yang memerlukan waktu yang relatif

singkat dan tidak membutuhkan alat yang rumit tidak dibandingkan dengan metode

pemisahan lainnya. Pada prinsipnya, teknik ini untuk memisahkan suatu persenyawaan

dengan struktur yang sama atau berbeda sedikit, dengan adsorpsi secara selektif pada

absorban yang berbeda. Dikenal dua fase pada kromatografi, yaitu fase gerak dan fase diam.

Fase gerak dapat berupa cairan atau gas, sedangkan fase diam dapat berupa padatan atau

cairan. (Heinrich, 2010)

Berbagai metode kromatografi memberikan cara pemisahan paling kuat

dilaboratorium kimia. Metode kromatografi, karena pemanfaatannya yang leluasa, dipakai

secara luas untuk pemisahan analitik dan preparatif. Hampir setiap campuran kimia, mulai

dari bobot molekul yang rendah sampai tinggi, dapat dipisahkan menjadi

komponen-komponennya dengan beberapa metode kromatografi. (Gritter, 1991).

Pemisahan dan pemurnian kandungan tumbuhan terutama dilakukan dengan

menggunakan salah satu dari teknik kromatografi atau gabungan teknik tesebut.

Teknik-teknik kromatografi itu yaitu: kromatografi kertas (KKt), kromatografi lapis tipis (KLT),

kromatografi gas cair (KGC), dan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT). Pemilihan teknik

kromatografi sebagian besar bergantung pada sifat kelarutan dan keatsirian senyawa yang

akan dipisahkan. Semua teknik tersebut dapat dinggunakan pada skala mikro maupun makro.

(Harborne,1987)

Kromatografi telah mengalami banyak perkembangan dan berikut merupakan gambar

(15)

Gambar 2.13. Cabang Kromatografi (Jhonson, 1991)

2.5.4.1.Kromatografi Kolom

Pemisahan senyawa dengan kromatografi kolom merupakan salah satu teknik pemisahan

biokimia yang banyak dipakai. Hal yang perlu diperhatiakn adalah penyediaan kolom,

operasi kolom, serta pemilihan pelarut yang tepat sebelum melakukan kromatografi. Kolom

kromatografi biasnya terbuat dari gelas. Panjang kolom biasanya disesuaikan dengan jumlah

komponen yang akan dianalisi dalam suatu senyawa, sedangkan lebar kolom sesuaikan

dengan jumlah senyawa yang akan dianalisis.Merode pemisahan kromatografi kolom

didasarkan pada perbedaan distribusi molekul-molekul komponen diantara fase gerak dan

fase diam bedasarkan perbedaan tingkat kepolaran.(Bintang, 2010).

Kromatografi kolom kalsik merupakan yang tertua dari cara kromatografi, dan seperti

yang dipraktekkan secara tradisional, merupakan bentuk kromatografi cair. Fase diam, baik

bahan yang jerap (KCP) atau film zat cair pada penyangga (KCC), ditempatkan dalam tabung

kaca berbentuk silinder, pada bagian bawah tertup dengan katup atau keran, dan fase gerak

dibiarkan mengalir kebawah melaluinya karena gaya berat, hasil dari kromatografi ini berupa

fraksi.(Gritter, 1991)

Kromatografi kolom-terbuka biasa dipakai secara luas karena caranya yang sederhana.

Kekurangan kromatogarfi kolom-terbuka ialah pemisahan yang lambat, penyerapan yang

tidak bolak-balik, dan tidak dapat jika partikel terlalu kecil. Sehingga utnyuk mengatasi

kekurangan itu dicoba cara kromatografi preparatif, kromatografi kilat, kromatografi

(16)

Kromatografi kolom pemisahan skala besar digunakan untuk isolasi flavonoida ke skala

industri. Pada dasarnya, cara inim meliputi penempatan campuran flavonoida dia atas kolom

yang berisi serbuk penjerap, dilanjutkan dengan elusi beruntun setiap komponen memakai

pelarut yang cocok. (Markham,1988).

Efisiensi kolom dalam kromatografi secara umum berkaitan dengan lamanya waktu

komponen atau molekul yang dianalisis berada dalam kolom yang dikenal sebagai waktu

tambat dan berkaitan pula dengan jumlah pelat teori. (Mulja, 1995)

Kromatografi kolom sekarang banyak ditinggalkan, karena metode pemisahan

kromatografi kolom ini memerlukan bahan kimia yang cukup banyak sebagai fase diam dan

fase gerak, tegantung pada ukuran kolom gelas yang digunakan untuk kromatografi kolom.

Selain itu, kromatografi kolom kurang efektif dari segi waktu karena memerlukan waktu

yang relatif lama. Fase diam yang telah digunakan tidak dapat dipakai ulang untuk

pemisahan campuran yang lain karena sulit meregenerasi fase diam.(Bintang, 2010).

2.5.4.2.Kromatografi Lapis Tipis

Cara pemisahan dengan adsorbsi pada lapisan tipis adsorben yang sekarang dikenal dengan

kromatografi lapis tipis (thin layer chromatography atau TLC) sebenarnya telah dipakai sejak

tahun 1938 oleh Ismailov dan Shraiber. Kini TLC dapat digunakan untuk memisahkan

berbagai senyawa seperti ion-ion anorganik, kompleks senyawa-senyawa organik dengan

anorganik, dan senyawa-senyawa organik baik yang terdapat dialam dan senyawa-senyawa

organik sintetik.

Kromatografi lapis tipis adalah metode kromatografi cair yang paling sederhana dan

pemakaian pelarut dan cuplikan yang jumlahnya sedikit, kemungkinan penotolan cuplikan

berganda dan tersedianya berbagai metode. KLT dapat dipakai dengan dua tujuan. Pertama,

dipakai selayaknya sebagai metode untuk mencapai hasil kualitatif, kuantitatif, atau

preparatif. Kedua, dipakai untuk menjajaki sistem pelarut dan sistem penyangga yang akan

dipakai dalam kromatografi kolom atau kromatografi cair kinerja tinggi.

Kelebiahan penggunaan kromatografi lapis tipis dibandingkan dengan kromatografi

kertas ialah kerena dapat dihasilkannya pemisahan yang lebih sempurna, kepekaan yang lebih

tinggi, dan dapat dilaksanakan dengan lebih cepat. Berbagai macam kromatografi lapis tipis

yaitu TLC Preparatif, TLC Kuantitatif, dan TLC dengan argentasi. (Adnan, 1997)

KLT mempunyai kelebihan lainnya, yaitu:

(17)

2. Berbagai macam teknik untuk optimasi pemisahan seperti pengembagan 2 dimensi,

pengembangan bertingkat, dan pembaceman penjerap dapat dilakukan pada KLT

3. Proses kromatografi dapat diikuti dengan mudah dan dapat dihentikan kapan saja.

4. Semua komponen dalam sampel dapat dideteksi.

Penjerrap yang paling sering digunakan pada KLT adalah silika dan serbuk selulosa,

sementara mekanisme sorpsi-desorpsi yang utama pada KLT adalah partisi dan absorbsi.

Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering dengan mencoba-coba

karena waktu yang diperlukan hanya sebentar. Sistem yang paling sederhana ialah dengan

menggunakan campuran 2 pelarut organik karena daya elusi campuran kedua pelarut ini

dapat mudah diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal.

Berikut beberapa petunujuk dalam memilih fase gerak:

 Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT

merupakan teknik yang sensitif.

 Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf solut

terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan.

 Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silika gel,

polaritas fase gerak akan menetukan kecepatan migrasi solut yang berarti juga

mentukan nilai Rf. Penambahan pelarut yang bersifat sedikit polar seperti dietil

eter kedalam pelarut non polar seperti metil benzen akan meningkatkan harga Rf

secara signifikan.

 Solut ionik dan solut polar lebih baik digunakan campuran pelarut sebagai fase

geraknya seperti campuran air dan metanol dengan perbandingan

tertentu.(Rohman, 2009)

Nilai Rf dipengaruhi oleh ketebalan lapisan, sebagian besar prosedur pemisahan untuk

analisis kualitatif menggunakan ketebalan lapisan 250 µm, dan untuk analisis preparatif

digunakan ketebalan sampai 5 mm. Hal yang harus diperhatikan adalah atmosfer ruang

pemisahan harus jenuh dengan pelarut, karena menentukan besar kecilnya nilai Rf.

Menurut Markham (1988), KLT berguna untuk tujuan berikut:

 Mencari pelarut untuk kromtografi kolom.

 Analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom.  Perkembangan reaksi seperti hidrolisis atau metilasi.  Identifikasi flavonoida secara kromatografi.

(18)

2.5.4.3.Kromatografi Lapis Tipis Preparatif

Salah satu metode pemisahan yang memerlukan pembiayaan paling murah dan memakai

peralatan paling dasar ialah kromatografi lapis tipis preparatif (KLTP). KLTP dapat

memisahkan bahan dalam jumlah gram, sebagian besar pemakaian hanya dalam jumlah

miligram.

Ukuran plat kromatografi biasanya 20 x 20 cm atau 20 x 40 cm. Penjerap yang paling

umum adalah silika gel dan dipakai untuk pemisahan campuran senyawa lipofil maupun

campuran senyawa hidrofil. Pelarut yang baik ialah pelarut atsiri (n-heksan, diklorometana,

dan etil asetat), jika pelarut yang digunakan kurang atsiri maka terjadi pelebaran pita. .

(Hostettmann, 1995)

Pada KLTP preparatif, cuplikan yang akan dipisahkan ditotolkan berupa garis pada

salah satu sisi pelat lapisan besar dan dikembangkan secara tegak lurus pada garis cuplikan

sehingga campuran akan terpisah menjadi beberapa pita. Pita ditampakkan dengan cara yang

tidak merusak jika senyawa itu tanpa warna, dan penjerap yang mengandung pita dikerok dari

pelat kaca (Gritter, 1991). Konsentrasi cuplikan harus sekitar 5-10%. Penotolan dapat

dilakukan dengan pipet tetapi lebih baik dengan penotolan otomatis (camag dan desaga).

Untuk pita yang terlalu lebar, dapat dilakukan pemekatan dengan cara pengembangan

memakai pelarut polar sampai kira-kira 2 cm diatas tempat penotolan. Kemudian plat

dikeringkan dan dielusi dengan pelarut yang diinginkan.

Pilihan pelarut ditentukan berdasarkan pemeriksaan pendahuluan memakai KLT

analitik . fase gerak dalam berbagai perbandingan sangat sering dipakai pada pemisahan

secara KLTP: n-heksan-etil asetat, n-heksan-aseton, dan kloroform-metanol. Penambahan

sedikit asam asetat atau dietil amina berguna untuk memisahkan, berturut-turut, senyawa

asam dan senyawa basa. Kebanyakan penjerap KLTP mengandung indikator fluoresensi yang

membantu mendeteksi kedudukan pita yang terpisah sepanjangn senyawa yang dipisahkan

menyerap sinar UV. Pita yang kedudukannya telah diketahui dikerok dari plat dengan

spatulan atau pengerok. (Hostettmann, 1995).

2.6.Teknik Spektroskopi

2.6.1. Spektorskopi Ultraviolet (UV-Vis)

Absorpsi sinar tampak (VIS) atau ultraviolet (UV) oleh suatu molekul dapat menyebabkan

terjadinya eksitasi molekul tersebut dari tingkat energi dasar ke tingkat eksitasi. Absorbsi

(19)

sehingga panjang gelombang absorban maksimum dapat dikorelasikan dengan absorban UV

dan VIS untuk penentuan kuantitatif senyawa-senyawa yang mengandung gugus penyerap.

Metode spektroskopi VIS berdasarkan atas absorban sinar tampak oleh suatu larutan

berwarna. Oleh karena itu, metode ini dikenal juga sebagai metode kalorimetri. Hanya larutan

senyawa berwarna saja yang dapat ditentukan dengan metode ini. Senyawa yang tidak

berwarna dapat dibuat berwarna dengan mereaksikannya dengan pereaksi yang menghasilkan

senyawa berwarna. Contohnya ion Fe3+ dengan CNS- menghasilkan larutan berwarna

merah.(Bintang, 2010).

Spektrofotometri UV-Vis adalah anggota teknik analisis spektroskopik yang memakai

sumber radiasi elektromagnetik ultra violet dekat dan sinar tampak dengan memakai

instrumen spektrofotometer. Spektrofotometri UV-Vis melibatkan energi elektronik yang

cukup besar pada molekul yang dianalisis, sehingga spektrofotometri UV-Vis lebih banyak

dipakai untuk analisis kuantitatif dibandingkan kualitatif.

Spektrofotometri UV-Vis dapat melakukan penentuan terhadap sampel yang berupa

larutan, gas atau uap. Untuk sampel yang berupa larutan perlu diperhatikan beberapa

persyaratan pelarut yang dipakai, antar lain:

- Pelarut yang dipakai tidak mengandung sistem ikatan rangkap terkonjugasi pada

struktur molekulnya dan tidak berwarna.

- Tidak terjadi interaksi dengan molekul senyawa yang dianalisis.

- Kemurniannya harus tinggi atau derajat untuk analisis.(Mulja, 1995)

Spektroskopi UV-Vis adalah pengukuran panjang gelombang intensitas sinar ultraviolet

dan cahaya tampak yang diabsorbsi oleh sampel. Spektroskopi UV-Vis biasanya digunakan

untuk molekul dan ion anorganik atau kompleks didalam larutan. (Dachriyanus, 2004).

Spektrofotometer dapat digunakan untuk mengukur besarnya energi yang diabsorpsi atau

diteruskan. Jika radiasi monokromatik melewati larutan yang mengandung zat yang dapat

menyerap, radiasi ini akan dipantulkan, diabsorpsi oleh zat, dan sisanya ditransmisikan.

Spektrum secara dipengaruhi oleh berapapa faktor, yaitu sebagai berikut:

1. Jenis pelarut, jenis pelarut polar atau nonpolar.

2. pH larutan.

3. Kosentrasi larutan. Jika konsentrasi larutan tinggi, polimerisasi akan terjadi.

4. Tebal larutan atau tebal kuvet. Jika digunakan kuvet dengan ketebalan berbeda,

spektrum serepan yang dihasilkan akan berbeda.

5. Lebar celah. Makin lebar celah, makin lebar pula serapan. Akibatnya, cahaya makin

(20)

Pada umumnya pelarut yang sering dipakai dalam analisis spektrofotometri UV-Vis

adalah air, etanol, sikloheksana dan isopropanol. Namun demikian perlu diperhatikan

absorbsi pelarut yang dipakai didaerah UV-Vis. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam

masalah pemilihan perlarut adalah polaritas pelarut yang dipakai, karena akan sangat

berpengaruh terhadap pergeseran spektrum molekul yang dianalisis. (Mulja, 1995)

Spektrofotometer UV-Vis pada umumnya digunakan untuk:

1. Menentukan jenis kromofor, ikatan rangkap yang terkonyungasi dan auksokrom dari

suatu senyawa organik.

2. Menjelaskan informasi dari struktur bedasarkan panjang gelombang maksimum suatu

senyawa.

3. Mampu menganalisis senyawa organik secara kuantitatif dengan menggunakan

hukum Lambert-Beer. (Dachriyanus, 2004).

2.6.2. Spektroskopi Infra Merah (FT-IR)

Instrumen spektrum inframerah dibagi kedalam tiga radiasi, yaitu inframerah dekat,

inframerah pertengahan, dan inframerah jauh. Aplikasi spektroskopi inframerah sangat luas,

baik untuk analisis kuantitatif maupu kulitatif. Kegunaan yang paling penting adalah untuk

identifikasi senyawa organik, karena spektrumnya sangat kompleks, yaitu terdiri dari banyak

puncak. Spektrum inframerah dari senyawa organik mempunyai sifat fisik yang khas, artinya

kemungkinannya kecil sekali dua senyawa mempunyai spektrum yang sama. Selain

penggunaan spektroskopi inframerah untuk mempelajari makro molekul dan membran

biologis, teknik ini juga digunakan dalam biokimia untuk meneliti struktur molekul murni

intermediet, seperti obat-obatan. (Bintang, 2010)

Cahaya tampak terdiri dari beberapa range frekuensi elektromagnetik yang berbeda

dimana setiap frekuensi bisa dilihat sebagai warna yang berbeda. Radiasi infra merah juga

mengandung beberapa range frekuensi tetapi tidak dapat dilihat oleh mata.

Pengukuran pada spektrum infra merah dilakukan pada daerah cahaya infra merah

tengah (mid-infrared) yaitu pada panjang gelombang 2,5 - 50 µm atau bilangan gelombang

4000 - 200 cm-1. Pita absorbsi infra merah sangat khas dan spesifik untuk setiap tipe ikatan

kimia atau gugus fungsi. Metode ini sangat berguna untuk mengidentifikasi senyawa organik

dan organometalik. Sebagai sumber cahaya yang umum digunakan adalah lampu tungsten,

dan Narnst glowbars.

Spektofotometer infra merah pada umumnya digunakan untuk:

(21)

2. Mengetahui informasi struktur suatu senyawa organik dengan membandingkan daerah

sidik jarinya.

Beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam mengintrepretasikan spektrum:

1. Spektrum harus tajam dan jelas serta memiliki intensitas yang tepat.

2. Spektrum harus berasal dari senyawa murni.

3. Spektrofotometer harus dikalibrasi sehingga akan menghasilkan pita atau serapan

pada bilangan gelombang yang tepat.

4. Metoda penyiapan smapel harus dinyatakan. Jika digunakan pelarut maka jenis

pelarut, konsentrasi, dan tebal sel harus diketahui.

Karateristik frekuensi vibrasi IR sangat dipengaruhi oleh perubahan yang sangat kecil

pada molekul sehingga sangat sukar untuk menetukan struktur bedasarkan data IR saja.

Spektrum IR sangat berguna untuk mengidentifikasi suatu senyawa dengan

membandingkannya dengan spektrum senyawa standart terutama pada daerah sidik jari.

Secara praktikal, spektrum IR hanya dapat digunakan untuk menentukan gugus

fungsi.(Dachriyanus, 2004).

Faktor-faktor yang berpengaruh pada frekuensi vibrasi adalah sebagai berikut:

1. Penggandengan Vibrasi

Ikatan-ikatan C-H pada gugs metilen saling mengalami penggandengan sehingga

mempunyai dua pita vibrasi ulur, yaitu simetris dan asimetris. Frekuensi kedua pita ini

berbeda.

2. Ikatan hidrogen

Ikatan hidrogen pada gugus karbonil akan memperpanjang ikatan C=O, misalnya

dalam asam salisilat. Akibatnya, kekuatan ikatan C=O berkurang sehingga pita vibrasi

muncul pada frekuensi yang lebih rendah.

3. Efek induksi

Unsur yang bersifat elektornegatif cenderung menarik elektron ke antara atom karbon

dan oksigen dalam ikatan C=O sehingga ikatan tersebut menjadi lebih kuat.

Akibatnya, pita vibrasi ikatan C=O muncul pada frekuensi yang lebih tinggi.

4. Efek resonansi

Adanya ikatan C=C yang bertetangga dengan gugus karbonil menyebabkan terjadinya

delokalisasi elektron pada ikatan C=O dan ikatan rangkap. Akibatnya, ikatan C=O

akan lebih bersifat sebagai ikatan tunggal dan kekuatan ikatannya melemah sehingga

pita vibrasi akan muncul pada frekuensi yang lebih rendah.

(22)

Cicin berkeanggotaan enam yang memilki gugus karbonil tidak begitu tegang

sehingga pita vibrasi ikatan C=O muncul seperti ikatan C=O dalam keton normal.

6. Efek medan

Keberadaan dua gugus dalam satu molekul sering kali saling mempengaruhi frekuensi

vibrasi masing-masing gugus tersebut karena terjadi interaksi ruang, yang dapat

bersifat elektrostatik dan atau sterik. (Harmita, 2009)

2.6.3. Spektroskopi Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR)

Resonansi magnet inti masuk kedalam spektroskopi absorpsi seperti halnya spektroskopi

inframerah atau spektroskopi UV. Spektroskopi NMR didasarkan pada pengukuran absorpsi

radiasi elektromagnetik pada daerah frekuensi radio 0,1-100 MHz atau panjang gelombang

3-3000 m, oleh partikel (inti atom) yang berputar didalam medan magnet. Penggunaan utama

NMR adalah untuk mempelajari tingkat molekular dari molekul organik sederhana. Informasi

struktural ini berguna untuk mempelajari kerja biologis antibiotik seperti gramisidin dan

valinomisin.(Bintang, 2010).

Spektroskopi resonansi magnet proton dapat digunakan untuk menentukan jenis

lingkungan atom yang berbeda yang ada dalam molekul, jumlah atom hidrogen pada

masing-masing jenis lingkungan hidrogen, dan jumlah atom hidrogen pada atom karbon tetangga.

Sinyal-sinyal resonansi muncul karena proton-proton dalam molekul berada dalam

lingkungan kimia yang berlainan. Sinyal-sinyal resonansi tersebut letaknya terpisah karena

adanya pergesaran kimia (chemical shift).

Tidak semua sinyal berpola sederhana (berupa garis tunggal atau singlet), beberpa

sinyal mengikuti pola pemecahan (splitting) yang karatersitik, seperti doublet, triplet, dan

kuartet. Pemecahan disebabkan oleh penggandengan spin-spin (spin-spin coupling), yaitu

interaksi magnetik suatu inti dengan inti yang lain.

Jenis lingkungan kimia proton dapat diketahui dari geseran kimia. Dengan inti-inti

yang saling berintegrasi, dapat diketahui jumlah relatif proton yang ada. Hubungan posisi

yang antara inti-inti yang saling berintegrasi dapat diketahui dari penggandengan spin-spin

karena besarnya interaksi, yang disebut konstanta penggandengan atau coupling constant (J),

bergantung pada jumlah dan jenis ikatan yang memisahkan inti-inti tersebut.

Fenomena 1H-NMR terjadi jika inti yang searah dengan medan magnet eksternal

dibuat mengabsorpsi energi (berupa radiasi elektromagnetik) sehingga orientasi spinnya

berubah. Dalam suatu molekul, tiap proton berada dalam lingkungan kimia yang sedikit

(23)

jumlahnya sedikit berdeda. Dengan demikian, proton-proton tersebut akan beresonansi pada

frekuensi yang sedikit berbeda. Harga freakuensi absolut masing-masing proton yang berbeda

sangat sulit diukur hingga presisi yang sedemikian kecil. Dalam 1H-NMR, yang diukur

adalah perbedaan antara frekuensi resonansi suatu jenis proton dan frekuensi resonansi proton

senyawa pembanding.(Harmita, 2009)

Inti atom-atom tertentu akan mempunyai spin, yang berputar dan menghasilkan momen

magnetik sepanjang aksis spin. Jika inti yang berputar ini diletakkan didalam medan magnet,

maka sesuai dengan kalkulasi kuantum mekanik, momen magnetiknya akan searah (paralel;

mempunyai energi yang rendah) atau berlawanan arah (antiparalel, mempunyai energi yang

tinggi) dengan arah medan magnet yang diberikan.

Spektrometer resonansi magnet inti proton pada umumnya digunakan untuk:

1. Mentukan jumlah proton yang memiliki lingkungan kimia yang sama pada suatu

senyawa organik.

2. Mengetahui informasi mengenai struktur suatu senyawa organik. (Dachriyanus,

2004).

2.7.Bakteri

Bakteri merupakan penghasil bermacam-macam zat organik dan obat-obatan antibiotik.

Mikroorganisme memang peranan penting dalam menganalisis sistem enzim dan dalam

mengalisis komposisi suatu makanan. Bakteri merupakan organisme yang sangat kecil

(berukuran mikroskopis). Bakteri rata-rata berukuran lebar 0,5 – 1 mikron dan panjang hingga 10 mikron (1 mikron - mm). Untuk melihat bakteri dengan jelas, tubuhnya perlu

diisi dengan zat warna, pewarna ini disebut pengecatan bakteri (Irianto, 2006).

Kelompok mikroorganisme yang paling penting dan beraneka ragam, yang

berhubungan dengan makanan dan manusia adalah bakteri. Adanya bakteri dalam bahan

pangan dapat mengakibatkan pembusukan yang tidak diinginkan atau menimbulkan penyakit

yang ditularkan melalui makanan. Bakteri adalah mikroorganisme bersel tunggal yang tidak

terlihat oleh mata (Buckle, 2007).

Berdasarkan perbedaan respons terhadap prosedur pewarnaan gram dan strktur

dinding bakteri, bakteri diklasifikasikan menjadi bakteri gram negatif dan bakteri gram

Gambar

Gambar 2.1. Senyawa Flanonoida (Sastrohamidjojo, 1996)
Gambar 2.3. Flavonol
Gambar 2.8. Katekin dan Proantosianidin
Gambar 2.12.  Biosintesa hubungan antara jenis monomer flavonoida dari alur asetat-malonat
+2

Referensi

Dokumen terkait

Perlu adanya sampel yang lebih besar dalam meneliti hubungan antara kadar timbal (Pb), zinc protoporphyrin dan besi (Fe) dalam sampel darah operator SPBU di Kota Semarang. Perlu

Berdasarkan analisis metafora bentuk animate (fauna/hewan) pada mantra mantra masyarakat Melayu Galing Sambas dapat disimpulkan bahwa, terdapat metafora bentuk animate

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah diperoleh informasi mengenai jenis-jenis dan prevalensi parasit pada itik yang dipelihara secara intensif dan

Adam Malik Medan, RSU Pirngadi Medan dan di semua tempat yang telah mengajarkan keterampilan bedah pada diri saya tanpa pamrih memberikan bimbingan, koreksi dan saran kepada penulis

Selain itu digunakan juga media luar negeri seperti di Singapura dan Hongkong, pemilihan kedua negara ini karena banyak tamu yang berasal dari dua negara tersebut; (5) decoding

Dari hasil penelitian Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa ada ibu hamil yang mengalami keadaan Kekurangan Energi Kronis (KEK) dengan kejadian tidak BBLR ada 24 bayi (75%), kondisi ini

A ir adalah benda cair yang terdiri dari hidrogen dan oksigen, yang bersifat.. jernih, tidak berasa, dan tidak

algoritma string matching Bitap pada aplikasi pencarian berkas di komputer.. Azizah,