GAMBARAN PERAN PERAWAT DALAM PEMENUHAN
KEBUTUHAN DASAR PASIEN GANGGUAN JIWA DENGAN
DEFISIT PERAWATAN DIRI DI RUMAH SAKIT JIWA
PEMPROVSU MEDAN
SKRIPSI
OLEH :
NIM 111121123
ANITA ROSANNA
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PRAKATA
Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena oleh rahmat
dan hidayah-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang
berjudul “Gambaran Peran Perawat dalam Pemenuhan Kebutuhan Dasar Pasien
Gangguan Jiwa dengan Defisit Perawatan Diri di RSJ Pemprovsu Medan”. Skripsi
ini disusum sebagai salah satu syarat bagi penulis untuk dapat melakukan
penelitian guna untuk menyelesaikan pendidikan dan mencapai gelar sarjana di
Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan.
Penyusunan skripsi ini telah banyak mendapat bantuan, bimbingan, dan
dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes sebagai Dekan Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara
2. Pimpinan Rumah Sakit Jiwa Pemprovsu yang telah memberikan izin
kepada penulis agar dapat melakukan penelitian di Rumah Sakit Jiwa
Daerah Pemprovsu Medan.
3. Ibu Erniyati, S.Kp MNS sebagai Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara
4. Ibu Wardiyah Daulay, S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen pembimbing
skripsi penulis yang telah menyediakan waktu serta dengan penuh
keikhlasan dan kesabaran telah memberikan arahan, bimbingan, dan ilmu
5. Ibu Siti Zahara Nasution, SKp, MNS dan Ibu Mahnum Lailan Nasution,
S.kep, NS, M.Kep selaku penguji 1 dan penguji 2 yang banyak
memberikan saran pada penulisan skripsi ini.
6. Seluruh Dosen Pengajar S1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera
Utara yang telah banyak mendidik penulis selama proses perkuliahan dan
staf non akademik yang membantu memfasilitasi secara administratif. 7. Seluruh Dosen Pengajar S1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera
Utara yang telah banyak mendidik penulis selama proses perkuliahan dan
staf non akademik yang membantu memfasilitasi secara administratif. 8. Teristimewa kepada kedua orang tua tercinta Bapak Armen Dame
Harahap, SH, MM dan Ibu Rosmawati Siregar yang telah memberikan
dukungan baik moril maupun materil, doa, bimbingan dan memotivasi
bagi penulis, kepada abang-abang dan adek-adek ku tercinta, yang sudah
memberikan semangat, doa dan bimbingan selama ini.
9. Teman-teman mahasiswa Ekstensi pagi Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara, khususnya stambuk 2011 yang telah memberikan
semangat dan masukan dalam penyusunan skripsi ini dan orang-orang
yang kusayangi dan kucintai yang senantiasa menemani, memberikan
semangat, motivasi, dukungan, penghiburan bagi penulis.
10.Teman-teman mahasiswa Ekstensi pagi Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara, khususnya stambuk 2011 yang telah memberikan
yang kusayangi dan kucintai yang senantiasa menemani, memberikan
semangat, motivasi, dukungan, penghiburan bagi penulis.
11.Semua pihak yang dalam kesempatan ini tidak dapat disebutkan namanya
satu persatu yang telah banyak membantu peneliti baik dalam penyelesaian
Skripsi ini di Fakultas Keperawatan USU.
Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa melimpahkan berkat dan karunia-Nya
kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis. Harapan penulis
semoga skripsi ini dapat bermanfaat nantinya untuk pengembangan ilmu
pengetahuan, terkhususnya ilmu keperawatan.
Medan, Februari 2013
DAFTAR ISI
Lembar Persetujuan ... i
Prakata ... ii
Daftar Isi ... iv
Daftar Skema ... vii
Daftar Tabel ... viii
Abstrak ... ix
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang……….. 1
1.2Rumusan Masalah ……… 6
1.3Tujuan Penelitian ………. 6
1.4Manfaat Penelitian ……… 6
1.4.1 Bagi Praktek Keperawatan ……… 6
1.4.2 Bagi Pendidikan Keperawatan ……….. 7
1.4.3 Bagi Penelitian Keperawatan ……….. 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1Kebutuhan Dasar Manusia ………. 8
2.2Defisit Perawatan Diri ……… 16
2.2.1 Pengertian ……….... 16
2.2.2 Tanda dan Gejala Defisit Perawatan Diri ……… 19
2.3Peran Perawat ………. 22
2.3.1 Defenisi Peran Perawat ……… 22
2.3.2 Peran-peran Perawat ……… 23
2.3.3 Perawat Jiwa ……… 26
BAB III KERANGKA PENELITIAN 3.1Kerangka Penelitian ………. 30
3.2Defenisi Operasional ……… 31
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1Desain Penelitian ……… 32
4.2Populasi dan Sampel ……….. 32
4.2.1 Populasi ……… 32
4.2.2 Sampel ………. 32
4.3Lokasi dan Waktu Penelitian ………. 33
4.4Pertimbangan Etik ……….. 33
4.5Instrumen Penelitian ……….. 34
4.6Validitas Instrumen ……… 35
4.7Realibilitas Instrumen ……… 36
4.8Pengumpulan Data ………. 36
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1Hasil Penelitian……… 38
5.1.1 Karakteristik Demografi Responden……….. 38
5.1.2 Peran Perawat Dalam Memenuhi Kebutuhan Dasar……… 39
5.2 Pembahasan………. 41
5.2.1 Karakteristik Demografi Responden……… 41
5.2.2 Gambaran Peran Perawat……….. 42
BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1Kesimpulan………... 46
6.2Rekomendasi ………... 46
6.2.1 Bagi Praktek Keperawatan……….. 46
6.2.2 Bagi Pendidikan……….. 47
6.2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya……… 47
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1. Lembar Persetujuan Menjadi Responden 2. Instrumen Penelitian
3. Taksasi Dana
4. Jadwal Tentative Penelitian
5. Lembar Kegiatan Bimbingan Skripsi
6. Lembar Surat pengambilan Data dari Fakultas Keperawatan
7. Lembar Surat Pemberian Izin Pengambilan Data dari Rumah Sakit Jiwa Daerah
Pemprovsu Medan
8. Lembar Pemberian Izin Selesai Penelitian dari Rumah Sakit Jiwa Daerah Pemprovsu Medan
9. Lembar Uji Validitas
DAFTAR SKEMA
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Defenisi Operasional……… 31
Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi berdasarkan karakteristik responden
berdasarkanumur (n=20)………... 39
Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi berdasarkan karakteristik responden berdasarkan
Jenis Kelamin, Pendidikan dan Masa Kerja (n=20)………. 39
Tabel 5.3.Distribusi Frekuensi Berdasarkan Peran Perawat dalam Pemenuhan Kebutuhan Dasar Pasien Di RSJ Pemprovsu Medan (n = 20)………... 40
Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Peran Perawat Dalam Pemenuhan Klasifikasi
Judul : Gambaran Peran Perawat Dalam Pemenuhan Kebutuhan Dasar Pasien Gangguan Jiwa Dengan Defisit Perawatan Diri Di RSJ Pemprovsu Medan
Peneliti : Anita Rosanna
NIM : 111121123
Fakultas : Fakultas Keperawatan
Tahun Ajaran : 2012/2013
Abstrak
Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh manusia dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupun psikologis, yang tentunya bertujuan untuk mempertahankkan kehidupan dan kesehatan (Potter dan Patricia, 1997). Begitu juga pasien gangguan jiwa dengan defisit perawatan diri. Defisit perawatan diri merupakan suatu kondisi pada seseorang yang mengalami kelemahan kemampuan dalam melakukan atau melengkapi aktivitas perawatan diri secara mandiri seperti mandi (hygiene), berpakaian/berhias, makan dan eliminasi(Fitria, 2009). Penelitian ini bertujuan bertujuan untuk mengidentifikasi peran perawat dalam pemenuhan kebutuhan dasar pada pasien gangguan jiwa dengan defisit perawatan diri di RSJ Pemprovsu Medan. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif, populasi yang dipakai adalah perawat pelaksana ruang inap RSJ Pemprovsu Medan, dengan sampel sebanyak 20 responden, menggunakan teknik purposive sampling. Hasil penelitian dalam menunjukkan bahwa 90% (18 orang) perawat berperan baik dalam memenuhi kebutuhan dasar pasien gangguan jiiwa dengan defisit perawatan diri, dan hanya 10% (2 orang) yang berperan cukup dalam memenuhi kebutuhan dasar pasien. Pada klasifikasi kebutuhan dasar pasien, dalam kebersihan diri 100% (20 orang) berperan baik, pada kebutuhan makan dan minum 80% (18 orang) perawat berperan baik untuk memenuhinya, pada kebutuhan berdandan pasien 85% (17 orang) berperan baik dalam pemenuhannya dan 80% (16 orang) berperan baik dan 5% (1 orang) berperan buruk dalam pemenuhannya. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam meningkatkan peran perawat dalam memenuhi kebutuhan dasar pasien gangguan jiwa dengan defisit perawatan diri dalam rangka mempercepat proses penyembuhan sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dan kemajuan profesi keperawatan pada umumnya.
Judul : Gambaran Peran Perawat Dalam Pemenuhan Kebutuhan Dasar Pasien Gangguan Jiwa Dengan Defisit Perawatan Diri Di RSJ Pemprovsu Medan
Peneliti : Anita Rosanna
NIM : 111121123
Fakultas : Fakultas Keperawatan
Tahun Ajaran : 2012/2013
Abstrak
Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh manusia dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupun psikologis, yang tentunya bertujuan untuk mempertahankkan kehidupan dan kesehatan (Potter dan Patricia, 1997). Begitu juga pasien gangguan jiwa dengan defisit perawatan diri. Defisit perawatan diri merupakan suatu kondisi pada seseorang yang mengalami kelemahan kemampuan dalam melakukan atau melengkapi aktivitas perawatan diri secara mandiri seperti mandi (hygiene), berpakaian/berhias, makan dan eliminasi(Fitria, 2009). Penelitian ini bertujuan bertujuan untuk mengidentifikasi peran perawat dalam pemenuhan kebutuhan dasar pada pasien gangguan jiwa dengan defisit perawatan diri di RSJ Pemprovsu Medan. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif, populasi yang dipakai adalah perawat pelaksana ruang inap RSJ Pemprovsu Medan, dengan sampel sebanyak 20 responden, menggunakan teknik purposive sampling. Hasil penelitian dalam menunjukkan bahwa 90% (18 orang) perawat berperan baik dalam memenuhi kebutuhan dasar pasien gangguan jiiwa dengan defisit perawatan diri, dan hanya 10% (2 orang) yang berperan cukup dalam memenuhi kebutuhan dasar pasien. Pada klasifikasi kebutuhan dasar pasien, dalam kebersihan diri 100% (20 orang) berperan baik, pada kebutuhan makan dan minum 80% (18 orang) perawat berperan baik untuk memenuhinya, pada kebutuhan berdandan pasien 85% (17 orang) berperan baik dalam pemenuhannya dan 80% (16 orang) berperan baik dan 5% (1 orang) berperan buruk dalam pemenuhannya. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam meningkatkan peran perawat dalam memenuhi kebutuhan dasar pasien gangguan jiwa dengan defisit perawatan diri dalam rangka mempercepat proses penyembuhan sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dan kemajuan profesi keperawatan pada umumnya.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Pada era globalisasi seperti sekarang ini banyak permasalahan sosial yang
muncul dalam masyarakat, diantaranya disebabkan oleh faktor politik, sosial
budaya serta krisis ekonomi yang tidak kunjung usai. Hal ini akan semakin
memicu atau meningkatkan berbagai gangguan kejiwaan di masyarakat, dari
gangguan jiwa yang ringan hingga gangguan jiwa yang tergolong berat
(Puslitbang Depkes, 2007).
Salah satu bentuk gangguan kejiwaan yang memiliki tingkat keparahan
yang tinggi adalah skizofrenia, dimana hingga saat ini penanganannya belum
memuaskan. Hal ini terutama terjadi di negara-negara yang sedang
berkembang karena ketidaktahuan keluarga maupun masyarakat terhadap jenis
gangguan jiwa ini (Hawari, 2003).
American Psychiatric Association (1995), menyebutkan bahwa 1 %
populasi penduduk dunia menderita skizofrenia. Berdasarkan data kesehatan
jiwa Puslitbang Depkes RI tahun 2007, sebanyak 0,46% masyarakat Indonesia
mengalami gangguan jiwa berat.
Penderita Skizofrenia di Indonesia biasanya timbul pada usia sekitar 18-45
tahun namun ada juga yang baru berusia 11-12 tahun sudah menderita
sebesar 2-4 juta jiwa menderita skizofrenia. Apabila penduduk Indonesia
sekitar 200 juta jiwa maka diperkirakan sekitar 2 juta jiwa menderita
Skizofrenia, dimana sekitar 99% pasien di RS jiwa di Indonesia adalah
penderita Skizofrenia. Gejala-gejala Skizofrenia mengalami penurunan
fungsi/ketidakmampuan dalam menjalani hidupnya, sangat terlambat
produktifitasnya dan nyaris terputus relasinya dengan orang lain ( Arif, 2006).
Jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia saat ini, menurut data
Departemen Kesehatan tahun 2007 mencapai lebih dari 28 juta orang, dengan
kategori gangguan jiwa ringan 11,6 persen dari populasi dan 0.46 persen
menderita gangguan jiwa berat (Purba, 2011).
Masalah keperawatan yang paling sering ditemukan di RS Jiwa adalah
perilaku kekerasan, halusinasi, menarik diri, harga diri rendah, waham, bunuh
diri, ketergantungan napza, dan defisit perawatan diri. Dari delapan masalah
keperawatan diatas akan mempunyai manifestasi yang berbeda, proses
terjadinya masalah yang berbeda dan sehingga dibutuhkan penanganan yang
berbeda pula. Kedelapan masalah itu dipandang sama pentingnya, antara
masalah satu dengan lainnya. (Depkes, 2006). Namun, pada setiap masalah
keperawatan jiwa diatas, yang selalu dan bahkan dapat terjadi pada tiap
pasien yang mengalami gangguan jiwa adalah defisit perawatan diri. Defisit
perawatan diri merupakan suatu kondisi pada seseorang yang mengalami
kelemahan kemampuan dalam melakukan atau melengkapi aktivitas
perawatan diri secara mandiri seperti mandi, berpakaian, makan, BAK/BAB
Keterbatasan perawatan diri biasanya diakibatkan karena stressor yang
cukup berat dan sulit ditangani oleh pasien, sehingga dirinya tidak mau
mengurus atau merawat dirinya sendiri baik dalam hal mandi, berpakaian,
berhias, makan, maupun BAB dan BAK. Bila tidak dilakukan intervensi oleh
perawat (Fitria, 2009). Keterbatasan tersebut akan terus berlanjut dalam
pemenuhan kebutuhan dasar lainnya.
Setiap makhluk hidup mempunyai kebutuhan, tidak terkecuali manusia.
Manusia mempunyai kebutuhan yang beragam. Namun, pada hakikatnya
setiap manusia mempunyai kebutuhan dasar yang sama. Kebutuhan tersebut
bersifat manusiawi dan menjadi syarat untuk keberlangsungan hidup manusia.
Siapapun orangnya pasti memerlukan pemenuhan kebutuhan dasar (Asmadi,
2008).
Kegagalan pemenuhan kebutuhan dasar menimbulkan kondisi yang tidak
seimbang, sehingga diperlukan bantuan terhadap pemenuhan kebutuhan dasar
tersebut. Disinilah pentingnya peranan perawat sebagai profesi kesehatan
dimana salah satu tujuan pelayananan keperawatan adalah membantu pasien
dalam memenuhi kebutuhan dasarnya. Jenis-jenis kebutuhan dasar manusia
yang menjadi lingkup pelayanan keperawatan bersifat holistik yang mencakup
kebutuhan biologis, psikologis, sosial, dan spiritual (Asmadi, 2008).
Dalam keadaan sakitpun, kebutuhan dasar harus terpenuhi, pasien dengan
kondisi gangguan jiwa, terutama defisit perawatan diri, akan sangat tidak
fisiologis seperti makan dan minum, tetapi dalam pemenuhan kebutuhan
makan dan minum tersebut, pasien tidak peduli apa dan bagaimana jenis
makanan dan minum tersebut, dan juga tidak peduli bagaimana cara makan
dan minum yang benar.
Berdasarkan pantauan peneliti langsung di Rumah Sakit Jiwa Daerah
Provinsi Sumatera Utara, sebagian pasien dapat dikategorikan defisit
perawatan diri, karena peneliti melihat bahwa pasien-pasien tersebut defisit
perawatan diri dalam hal kebersihan diri, untuk hal makan dan minum
terpenuhi tetapi cara makan pasien tersebut kurang baik karena makan masih
berantakan dan tidak pada tempatnya, untuk eliminasi pasien disediakan
kamar mandi, tetapi ada juga pasien yang mengalami gangguan dalam
eliminasi, serta gangguan dalam pemenuhan kebutuhan dasar lainnya.
Pasien yang mengalami defisit perawatan diri, harus didukung dan dibantu
agar pasien tersebut dapat memenuhi kebutuhan dirinya secara mandiri tanpa
ketergantungan oleh orang lain. Di rumah sakit jiwa yang sangat berperan
dalam memberikan asuhan adalah perawat, khususnya perawat jiwa.
Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya meningkatkan
dan mempertahankan perilaku pasien yang berperan pada fungsi yang
terintegrasi sehingga sanggup mengembangkan diri secara wajar dan dapat
melakukan fungsinya dengan baik, sanggup menjalankan tugasnya sehari-hari
Peran perawat kesehatan jiwa menurut Weiss (1947) yang dikutip Stuart &
Sundeen dalam Principles and Practice of Psychiatric Nursing Care (1995)
dalam (Kusumawati, 2010) bahwa peran perawat adalah sebagai Attitude
Therapy, yaitu mengobservasi perubahan, baik perubahan kecil atau menetap
yang terjadi pada pasien, mendemonstrasikan penerimaan, respek, memahami
pasien dan mempromosikan ketertarikan pasien dan berpartisipasi dalam
interaksi. Sedangkan menurut Clinton dan Nelson perawat jiwa harus berusaha
menemukan dan memenuhi kebutuhan dasar klien yang terganggu seperti
kebutuhan fisik, kebutuhan rasa aman, kebutuhan mencintai dan disayangi,
kebutuhan harga diri dan kebutuhan aktualisasi diri.
Pasien defisit perawatan diri umumnya terjadi gangguan dalam
pemenuhan kebutuhan dasarnya terutama kebutuhan fisiologis pasien,
kebutuhan fisiologis akan mempengaruhi kebutuhan dasar lainnya, jika
kebutuhan fisiologis pasien terganggu, selanjutnya seluruh kebutuhan menjadi
terganggu sebagai dampak terganggunya kebutuhan psikologis. Oleh karena
itu, perawat harus berupaya memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut dengan
menjalin rasa percaya dan berusaha memahami apa yang dirasakan oleh
pasien.
Dengan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti dengan judul
“Gambaran Peran Perawat dalam Pemenuhan Kebutuhan Dasar Pasien
Gangguan Jiwa Dengan Defisit Perawatan Diri di RSJ Pemprovsu
1.2Rumusan Masalah
Bagaimana Gambaran Peran Perawat dalam Pemenuhan Kebutuhan Dasar
Pasien Gangguan Jiwa Dengan Defisit Keperawatan Diri di RSJ Pemprovsu
Medan.
1.3Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui Gambaran Peran Perawat dalam Pemenuhan Kebutuhan
Dasar Pasien Gangguan Jiwa Dengan Defisit Keperawatan Diri di RSJ
Pemprovsu Medan.
1.4Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Praktek Keperawatan
Dalam praktek keperawatan, hasil penelitian ini bermanfaat
untuk meningkatkan pengetahuan perawat yang adekuat dalam
pemenuhan kebutuhan dasar pada pasien defisit perawatan diri dan
dapat dijadikan sebagai salah satu pedoman bagi perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan terutama pada tahap intervensi
pemenuhan kebutuhan pada pasien jiwa dengan defisit perawatan diri
dalam rangka mempercepat proses penyembuhan sehingga dapat
meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dan kemajuan profesi
1.4.2 Bagi Pendidikan Keperawatan
Dalam bidang pendidikan keperawatan, hasil penelitian ini dapat
digunakan oleh perawat pendidik untuk mengembangkan metode
pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa
dalam memahami pemenuhan kebutuhan dasar pada pasien defisit
perawatan diri dan mempersiapkan mahasiswa untuk menerapkannya
dalam pemberian asuhan keperawatan.
1.4.3 Bagi Penelitian Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat memberikan pengetahuan yang
berharga bagi peneliti, sehingga dapat menerapkan pengetahuan ilmiah
yang diperoleh untuk penelitian yang akan datang mengenai gambaran
perawat dalam pemenuhan kebutuhan dasar pasien jiwa dengan defisit
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Kebutuhan Dasar Manusia
Konsep keperawatan Orem mendasari peran perawat dalam memenuhi
kebutuhan perawatan diri pasien untuk mencapai kemandirian dan kesehatan
yang optimal. Salah satu teori orem ialah self care deficit, Inti dari teori ini menggambarkan manusia sebagai penerima perawatan yang tidak mampu
memenuhi kebutuhan perawatan dirinya dan memiliki berbagai keterbatasan-
keterbatasan dalam mencapai taraf kesehatannya. Perawatan yang diberikan
didasarkan kepada tingkat ketergantungan; yaitu ketergantungan total atau
parsial. Defisit perawatan diri menjelaskan hubungan antara kemampuan
seseorang dalam bertindak/beraktivitas dengan tuntutan kebutuhan tentang
perawatan diri. Sehingga bila tuntutan lebih besar dari kemampuan, maka ia
akan mengalami penurunan/defisit perawatan diri.
Setiap makhluk hidup mempunyai kebutuhan, tidak terkecuali
manusia. Manusia mempunyai kebutuhan yang beragam. Namun, pada
hakikatnya setiap manusia mempunyai kebutuhan dasar yang sama.
Kebutuhan tersebut bersifat manusiawi dan menjadi syarat untuk
keberlangsungan hidup manusia. Siapapun orangnya pasti memerlukan
Kegagalan pemenuhan kebutuhan dasar menimbulkan kondisi yang
tidak seimbang, sehingga diperlukan bantuan terhadap pemenuhannya
kebutuhan dasar tersebut. Disinilah pentingnya peranan perawat sebagai
profesi kesehatan dimana salah satu tujuan pelayananan keperawatan adalah
membantu klien dalam memenuhi kebutuhan dasarnya. Jenis-jenis kebutuhan
dasar manusia yang menjadi lingkup pelayanan keperawatan bersifat holistik
yang mencakup kebutuhan biologis, psikologis, sosial, dan spiritual (Asmadi ,
2008).
Manusia memiliki kebutuhan dasar yang bersifat heterogen. Setiap
orang pada dasarnya memiliki kebutuhan yang sama, akan tetapi karena
terdapat perbedaan budaya, maka kebutuhan tersebutpun ikut berbeda. Dalam
memenuhi kebutuhannya, manusia menyesuaikan diri dengan prioritas yang
ada. Lalu jika gagal memenuhi kebutuhannya, manusia akan berpikir lebih
keras dan bergerak untuk berusaha mendapatkannya (Hidayat, 2000).
Dalam pemenuhan kebutuhan dasar, dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor
yang terjadi pada seseorang sehingga kebutuhan dasarnya terpenuhi atau tidak
terpenuhi. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemenuhan kebutuhan dasar
adalah sebagai berikut :
1. Penyakit. adanya penyakit didalam tubuh dapat menyebabkan
perubahan pemenuhan kebutuhan, baik secra fisiologis maupun
psikologis, karena beberapa fungsi organ tubuh memerlukan
2. Hubungan Keluarga. Hubungan keluarga yang baik dapat
meningkatkan pemenuhan kebutuhan dasar karena adanya saling
percaya, merasakan kesenangan hidup, tidak ada rasa curiga, dan lain-
lain.
3. Konsep diri. Konsep diri manusia memiliki peran dalam pemenuhan
kebutuhan dasar. Konsep diri yang positif memberikan makna dan
keutuhan(wholeness) bagi seseorang. Konsep diri yang sehat menghasilkan perasaan positif terhadap diri. Orang yang merasa positif
terhadap dirinya akan mudah berubah, mudah mengenali kebutuhan
dan mengembangkan cara hidup yang sehat, sehingga mudah
memenuhi kebutuhan dasarnya.
4. Tahap Perkembangan. Sejalan dengan meningkatnya usia, manusia
mengalami perkembangan. Setiap tahap perkembangan tersebut
memiliki kebutuhan yang berbeda, baik kebutuhan biologis,
psikologis, sosial, maupun spiritual mengingat berbagai fungsi organ
tubuh juga mengalami proses kematangan dengan aktivitas yang
berbeda.
Manusia mempunyai kebutuhan dasar (kebutuhan pokok) untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya. Walaupun setiap individu
mempunyai karakteristik yang unik, kebutuhan dasarnya sama. Perbedaannya
hanya dalam pemenuhan kebutuhan dasar tersebut.
Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan
psikologis, yang tentunya bertujuan untuk mempertahankkan kehidupan dan
kesehatan. Kebutuhan dasar manusia menurut Abraham Maslow dalam teori
hierarki kebutuhan menyatakan bahwa setiap manusia memiliki lima
kebutuhan dasar, yaitu kebutuhan fisiologis (makan, minum), keamanan,
cinta, harga diri, dan aktualisasi diri (Potter & Patricia, 1997).
Menurut Maslow pemenuhan berbagai kebutuhan tersebut didorong
oleh dua kekuatan (motivasi) yakni motivasi kekurangan (deficiency
motivation) dan motivasi pertumbuhan atau perkembangan (growth
motivation). Motivasi kekurangan bertujuan untuk mengatasi masalah
ketegangan manusia karena berbagai kekurangan yang ada. Misalnya, lapar
akan mendorong seseorang untuk memenuhi kebutuhan nutrisi; haus untuk
memenuhi kekurangan cairan dan elektrolit tubuh; sesak nafas untuk
memenuhi kekurangan memenuhi oksigen di tubuh; takut dan cemas
merupakan kebutuhan untuk memenuhi kekurangan rasa aman; dan
sebagainya. (Asmadi, 2008).
Kebutuhan Maslow harus memenuhi kebutuhan yang paling penting
dahulu kemudian meningkat ke yang tidak terlalu penting. Untuk dapat
merasakan nikmat suatu tingkat kebutuhan perlu dipuaskan dahulu kebutuhan
yang berada pada tingkat di bawahnya.
Lima kebutuhan dasar manusia menurut Maslow, diambil dari Asmadi
1. Kebutuhan Fisiologi (Phisiological Needs)
Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan primer dan
mutlak harus dipenuhi untuk memelihara homeostatis biologis dan
kelangsungan kehidupan bagi tiap manusia. Kebutuhan ini
merupakan syarat dasar apabila kebutuhan ini tidak terpenuhi maka
dapat mempengaruhi kebutuhan lainnya.
Perawat membantu pasien pada setiap tingkat umur untuk
memenuhi kebutuhan fisiologis mereka. Pemenuhan kebutuhan
fisiologis bersifat lebih mendesak untuk didahulukan daripada
kebutuhan-kebutuhan lain yang ada pada tingkat yang lebih tinggi.
Kebutuhan fisiologis meliputi : oksigen, cairan, nutrisi, eliminasi,
istirahat, tidur, terbebas dari rasa nyeri, pengaturan suhu tubuh,
seksual, dan lain sebagainya. Apabila kebutuhan fisiologis ini
sudah terpenuhi, maka seseorang akan berusaha untuk memenuhi
kebutuhan lain yang lebih tinggi dan begitu seterusnya. Dominasi
kebutuhan fisiologi ini relatif lebih tinggi dibanding dengan
kebutuhan lain dan dengan demikian muncul kebutuhan-kebutuhan
lain.
2. Kebutuhan Keselamatan dan Keamanan (Self Security Needs)
Kebutuhan akan keselamatan dan keamanan adalah
kebutuhan untuk melindungi diri dari berbagai bahaya yang
mengancam, baik terhadap fisik maupun psikososial. Ancaman
dikategorikan ke dalam ancaman mekanik, kimia, termal dan
bakteri.
Kebutuhan keselamatan dan keamanaan berkenaan dengan
konteks fisiologis dan hubungan interpersonal. Keselamatan dan
keamanan dalam konteks secara fisiologis berhubungan dengan
sesuatu yang mengancam tubuh seseorang dan kehidupannya.
Ancaman bisa nyata atau hanya imajinasi, misalnya penyakit,
nyeri, cemas, dan lain sebagainya.
3. Kebutuhan Mencintai dan Dicintai (Love ad Belongingness Needs) Kebutuhan cinta adalah kebutuhan dasar yang
menggambarkan emosi seseorang. Kebutuhan ini merupakan suatu
dorongan dimana seseorang berkeinginan untuk menjalin
hubungan yang bermakna secara efektif atau hubungan emosional
dengan orang lain. Dorongan ini akan makin menekan seseorang
sedemikian rupa, sehingga ia akan berupaya semaksimal mungkin
untuk mendorongkan pemenuhan kebutuhan akan cinta kasih dan
perasaan memiliki.
4. Kebutuhan Harga Diri (Self Esteem Needs)
Harga diri adalah penilaian individu mengenai nilai
personal yang diperoleh dengan menganalisa seberapa baik
perilaku seseorang sesuai dengan ideal diri (Stuart & Sundeen,
mencapai kebutuhan harga diri bila kebutuhan terhadap mencinta
dan dicintai telah terpenuhi. Terpenuhinya kebutuhan harga diri
seseorang tampak dari sikap penghargaan diri.
5. Kebutuhan Aktualisasi diri (Self Actualization Needs)
Kebutuhan aktualisasi diri adalah tingkatan kebutuhan yang
paling tinggi menurut Maslow dan Kalish. Oleh karenanya untuk
mencapai tingkat kebutuhan aktualisasi diri ini banyak hambatan
yang menghalanginya. Secara umum hambatan tersebut terbagi dua
yakni internal dan eksternal. Hambatan internal adalah hambatan
yang berasal dari dalam diri seseorang. Seperti ketidaktahuan akan
potensi diri serta perasaan ragu dan takut mengungkapkan
potensial diri, sehingga potensinya terus terpendam. Berdasarkan
teori maslow mengenai aktualisasi diri, terdapat asumsi dasar
bahwa manusia pada hakikatnya memiliki nilai intrinstik berupa
kebaikan. Dari sinilah manusia memiliki peluang untuk
mengembangkan dirinya.
Apabila dikaji berdasarkan konsep manusia dalam perspektif
keperawatan yang memandang manusia sebagai makhluk holistik, maka
hierarki kebutuhan dasar manusia tidak cukup ada lima, tetapi enam. Dalam
perspektif keperawatan tersebut, kebutuhan dasar yang keenam ini dapat
kebutuhan dasar yang keenam adalah kebutuhan akan transendental diri
dimana seseorang memerlukan adanya kedekatan dengan Tuhan. Kebutuhan
transendental diri ini merupakan puncak kesadaran eksistensi manusia dimana
secara fitrah manusia menyadari akan adanya tuhan dan memerlukan
pertolongan-Nya. Dengan demikian, individu yang telah mencapai level ini
mengalami keseimbangan hidup dimana hidup bukan hanya sekedar
pemenuhan jasmani semata, tetapi unsur rohanipun terpenuhi (Asmadi, 2008).
Beberapa ahli lain sepertin viriginia Henderson dan Watson memiliki
penjelasan lain mengenai kebutuhan dasar manusia. Virginia handerson
(Potter & Perry) membagi kebutuhan dasar manusia ke dalam 14 komponen
berikut :
1. Bernapas dengan normal.
2. Makan dan minum yang cukup.
3. Eliminasi.
4. Bergerak dan mempertahankan postur yang diinginkan.
5. Tidur dan istirahat.
6. Memilih pakaian yang tepat.
7. Mempertahankan suhu tubuh dalam kisaran normal dengan
menyesuaikan pakaian yang dikenankan dan memodifikasi
lingkungan.
8. Menjaga kebersihan dari dan penampilan.
10.Berkomunikasi dengan orang lain dalam mengekspresikan emosi,
kebutuhan, kekhawatiran, dan opini.
11.Beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaan.
12.Bekerja sedemikian rupa sebagai modal untuk membiayai kebutuhan
hidup.
13.Bermain atau berpartisipasi dalam berbagai untuk rekreasi.
14.Belajar, menemukan, atau memuaskan rasa ingin tahu yang
mengarahkan pada perkembangan yang normal, kesehatan, dan
penggunaan fasilitas kesehatan yang tersedia.
2.2Defisit Perawatan Diri
2.2.1 Pengertian
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam
memenuhi kebutuhannya guna mempertahankan kehidupannya,
kesehatan dan kesejahteraan sesuai
pasien, dinyatakan terga
melakukan perawatan diri (Depkes 2000). Defisit perawatan diri
adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan
diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjannah, 2004).
Defisit perawatan diri merupakan suatu kondisi pada seseorang
yang mengalami kelemahan kemampuan dalam melakukan atau
(hygiene), berpakaian/ berhias,makan BAB/BAK (toileting) (Fitria, 2009).
Carpenito (2000) mendefenisikan defisit perawatan diri adalah
keadaan dimana individu mengalami kerusakan fungsi motorik atau
kognitif, menyebabkan penurunan kemampuan dalam melakukan
setiap kelima perawatan diri.
Klasifikasi kurang perawatan diri menurut Carpenito (2000)
sebagai berikut :
a) Kurang perawatan diri, makan
Keadaan individu yang mengalami gangguan kemampuan
untuk melakukan aktivitas makan untuk dirinya sendiri,
dengan karakteristik : tidak dapat memotong makanan atau
membuka bungkusan makanan, tidak dapat menyuap sendiri ke
mulut.
b) Kurang perawatan diri, mandi/hygenie
Keadaan dimana individu mengalami gangguan untuk
melakukan sebagian atau keseluruhan aktivitas mandi/hygiene
untuk diri sendiri, dengan karakteristik : tidak dapat atau tidak
ingin mandi, tidak dapat mengambil air, tidak dapat mengatur
suhu aliran air, tidak mampu merasakan kebutuhan kebersihan.
c) Kurang perawatan diri, berpakaian/berdandan
Keadaan dimana individu mengalami gangguan
aktivitas berpakaian untuk dirinya, dengan karakteristik : tidak
mampu meletakkan atau mengambil baju, tidak dapat memakai
baju dengan cepat, tidak dapat memakai baju dengan
bagus/memuaskan, tidak dapat memasang atau melepaskan
asesoris yang menempel di tubuh.
d) Kurang perawatan diri, toileting
Suatu keadaan dimana individu mengalami gangguan
dalam kemampuannya untuk melakukan aktivitas toileting
dengan lengkap, dengan karakteristik : tidak dapat atau tidak
ingin menuju ke toilet, tidak dapat atau tidak ingin melakukan
hyigine yang benar, tidak dapat pindah dari atau ke toilet, tidak dapat memegang baju untuk melakukan toileting, tidak dapat
menyiram toilet.
e) Kurang perawatn diri, instrumentasi
Keadaan dimana individu mengalami gangguan dalam
kemampuan melakukan aktifitas tertentu atau akses pelayanan
kesehatan tertentu untuk memperoleh pelayanan esensial
tertentu, dengan karakteristik : mencuci, menyetrika,
menyiapkan makanan, memperoleh transportasi.
2.2.2 Tanda dan Gejala Defisit Perawatan Diri
Adapun tanda gejala defisit perawatan menurut Fitria (2009)
a. Mandi/ hygiene
Pasien mengalami ketidakmampuan dalam membersihkan
badan, memperoleh atau mendapatkan sumber air, mengatur
suhu atau aliran air mandi, mendapatkan perlengkapan mandi,
mengeringkan tubuh, serta masuk dan keluar kamar mandi.
b. Berpakaian/ berhias
Pasien mempunyai kelemahan dalam meletakkan atau
mengambil potongan pakaian, menanggalkan pakaian, serta
memperoleh atau menukar pakaian. Pasien juga tidak memiliki
ketidakmampuan untuk mengenakan pakaian dalam, memilih
pakaian menggunakan alat tambahan, menggunakan kancing
tarik melepaskan pakaian, menggunakan kaos kaki,
mempertahankan penampilan pada tingkat yang memuaskan,
mengambil pakaian dan mengenakan sepatu.
c. Makan
Pasien mempunyai ketidakmampuan dalam menelan
makanan, mempersiapkan makanan, menangani perkakas,
mengunyah makanan, menggunakkan alat tambahan,
mengambil makanan, mengunyah makanan dalam mulut,
diterima masyarakat, mengambil cangkir atau gelas, serta
mencerna cukup makanan dengan aman.
d. BAB/BAK
Pasien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam
mendapatkan jamban atau kamar kecil, duduk atau bangkit dari
jamban, memanipulasi pakaian untuk toileting, membersihkan diri setelah BAB/BAK dengan tepat, dan menyiram toilet atau
kamar kecil.
Menurut Depkes (2000) tanda dan gejala pasien dengan defisit
perawatan diri adalah:
a. Fisik
1) Badan bau, pakaian kotor; 2) Rambut dan kulit kotor; 3)
Kuku panjang dan kotor ; 4) Gigi kotor disertai mulut bau; 5)
Penampilan tidak rapi.
b. Psikologis
1) Malas, tidak ada inisiatif; 2) Menarik diri, isolasi diri; 3)
Merasa tak berdaya dan merasa hina.
c. Sosial
1) Interaksi kurang; 2) Kegiatan kurang; 3) Tidak mampu
berperilaku sesuai norma; 3) Cara makan tidak teratur
BAK/BAB disembarang tempat, gosok gigi dan mandi tidak
2.2.3 Etiologi
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2000), Penyebab kurang
perawatan diri adalah kelelahan fisik dan penurunan kesadaran.
Menurut Depkes (2000), penyebab kurang perawatan diri adalah:
a. Faktor predeposisi
1. Perkembangan: Keluarga terlalu melindungi dan
memanjakan Pasien sehingga perkembangan inisiatif
terganggu.
2. Biologis: Penyakit kronis yang menyebabkan pasien tidak
mampu melakukan perawatan diri.
b. Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presipitasi defisit perawatan diri
adalah kurang penurun motivasi, kerusakan kognisi atau
perseptual, cemas, lelah/lemah yang dialami individu sehingga
menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan
2.3Peran Perawat
2.3.1 Defenisi peran perawat
Peran merupakan seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh
orang lain terhadap seseorang, sesuai kedudukannya dalam suatu
sistem (Indrawati, 2009). Peran perawat menurut Hidayat (2000)
merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap
seseorang sesuai dengan kedudukan dalam sistem, dimana dapat
dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari profesi perawat maupun dari
luar profesi keperawatan yang konstan.
Sedangkan menurut Ali (2001), peran perawat adalah tingkah laku
yang diharapkan oleh seseorang terhadap orang lain (dalam hal ini
adalah perawat) untuk berproses dalam sistem sebagai berikut :
a. Pemberian asuhan keperawatan
b. Pembela pasien
c. Pendidikan tenaga keperawatan dan masyarakat
d. Koordinator dalam pelayanan pasien
e. Kolaborator dalam membina kerja sama dengan profesi lain
sejawat
f. Konsultan/ penasihat pada tenaga kerja dan pasien
g. Pembaharu sistem, metodologi, dan sikap
peran perawat menurut Lokakarya Nasional 1983 dalam Ali
a. Pelaksana pelayanan keperawatan
b. Pengelola pelayanan keperawatan dan institusi pendidikan
c. Pendidikan dalam keperawatan
d. Peneliti dan pengembangan keperawatan
2.3.2 Peran-peran perawat
Menurut weiss ( 1947) yang dikutip oleh Stuart & Sundeen dalam
Principles and Practice of Psychiatric Nursing Care (1995), peran perawat adalah sebagai attitude therapy, yakni :
a. Mengobservasi perubahan, baik kecil atau menetap yang terjadi
pada pasien
b. Mendemonstrasikan penerimaan
c. Respek
d. Memahami pasien
e. Mempromosikan ketertarikan dan berpartisipasi dalam
interaksi
Sedangkan menurut Peplau, peran perawat meliputi :
a. Sebagai pendidik
Perawat jiwa memberikan pendidikan kesehatan jiwa
kepada individu, keluarga, komunitas agar mampu melakukan
lainnya sehingga setiap anggota masyarakat bertanggung jawab
atas kesehatan jiwa (Sulistiawati, 2005)
b. Sebagai pemimpin
Peran kepemimpinan diri perawat mencakup
tindakan-tindakan yang dilaksanakkan oleh perawat saat ia mengemban
tanggung jawab untuk mempengaruhi tindakan orang lain yang
ditunjukkan untuk menentukan dan mencapai tujuan (Smeltzer
& Bare, 2005 ).
Menurut Sulistiawati (2005), perawat kesehatan jiwa harus
menunjukkan sikap kepemimpinan dan bertanggung jawab
dalam mengelola asuhan keperawatan jiwa.
c. Sebagai konselor
Perawat sebagai konselor mempunyai tujuan membantu
klien dalam memilih keputusan yang akan diambil terhadap
penyakit yang dideritanya. Untuk mempermudah didalam
mengambil keputusan klien wajib mempertanyakan langkah-
langkah yang akan diambil terhadap dirinya (kusnanto, 2004).
Dan sebagai tambahan dari peran perawat adalah :
a. Penyuluh
Sebagai penyuluh, perawat menjelaskan kepada pasien
konsep dan data-data tentang kesehatan, mendemonstrasikan
prosedur seperti aktivitas perawatan diri, menilai apakah pasien
dalam pembelajaran. Perawat menggunakkan metode
pengajaran yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan
pasien serta melibatkan sumber-sumber lain misalnya keluarga
dalam pengajaran yang direncankkannya (Potter & Perry 2005).
b. Peneliti
Penelitian keperawatan bertujuan untuk memberikan
konstribusi pada dasar ilmiah praktik keperawatan. Kajian
dibutuhkan untuk menentukan keefektifan intervensi dan asuhan
keperawatan. Dengan demikian ilmu keperawatan akan
berkembang dan rasional yang didasarkan secara ilmiah untuk
membuat perubahan dalam praktik keperawatan akan tercipta
(Smeltzer & Bare, 2001 ).
Perawat psikiatri berperan dalam bidang keperawatan jiwa
dalam mengidentifikasi masalah dalam bidang keperawatan
jiwa dan menggunakan hasil penelitian untuk meningkatkan
mutu pelayanan keperawatan jiwa (Sulistiawati, 2005).
c. Manajer kasus
Sebagai manejer kasus, perawat mengkordinasikan aktivitas
anggota tim kesehatan lainnya, misalnya ahli gizi dan ahli terapi
fisik dalam perawatan kepada pasien. Selain itu, perawat dapat
mengatur waktu kerja dan sumber kerja ditempat kerjanya
d. Rehabilitator
Rehabilitasi merupakan proses dimana individu kembali
ketingkat fungsi maksimal setelah sakit, kecelakaan atau
kejadian yang menimbulkan ketidakberdayaan lainnya. Pasien
dapat mengalami gangguan yang mengubah kehidupan mereka
dan perawat membantu mereka beradaptasi semaksimal
mungkin dengan keadaan tersebut ( Potter & Perry, 2005).
2.3.3 Perawat jiwa
Defenisi keperawatan jiwa menurut American Nurses’
Association: “suatu bentuk spesialisasi praktik keperawatan yang
menerapkan teori perilaku manusia sebagai ilmunya dan penggunaan
diri yang bermanfaat sebagai kiatnya.
Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya
meningkatkan dan mempertahankan perilaku pasien yang berperan
pada fungsi yang terintegrasi sehingga sanggup mengembangkan diri
secara wajar dan dapat melakukan fungsinya dengan baik, sanggup
menjalankan tugasnya sehari-hari sebagaimana mestinya (Sulistiawati,
2005).
Praktik keperawatan jiwa terjadi dalam konteks sosial dan
lingkungan. Peran keperawatan jiwa profesional kini mencakup
fiskal, kolaborasi antar disiplin, akuntabilitas sosial, dan parameter
legal-etik.
Center for Mental Health Service secara resmi mengakui
keperawatan kesehatan jiwa sebagai salah satu dari lima inti disiplin
kesehatan jiwa. Perawat jiwa menggunakan pengetahuan ilmu
psikososial, biofisik, teori kepribadian, dan perilaku manusia untuk
mendapatkan suatu kerangka berpikir teoritis yang mendasari praktik
keperawatan.
Ada 4 faktor yang membantu menentukan tingkat fungsi dan jenis
aktivitas yang dilakukan oleh perawat jiwa:
a. Legislasi perawat jiwa.
b. Kualifikasi perawat, termasuk pendidikan, pengalaman
kerja, dan status sertifikasi.
c. Tatanan praktik perawat.
d. Tingkat kompetensi personal dan inisiatif perawat.
Menurut (Stuart dan Sundeen, 1995) perawat jiwa harus memliki
kemampuan yang khusus yaitu : kesadaran/tilik diri, mengobservasi
dengan akurat, berkomunikasi secara teraupetik, berespon secara
efektif.
Yosep (2007) mengemukakan bahwa perawat harus mempunyai
a. Pengkajian biopsikososial yang peka terhadap budaya.
b. Merancang dan implementasi rencana tindakan untuk
pasien dan keluarga.
c. Peran serta dalam pengelolaan kasus : mengorganisasikan,
mengkaji, negoisasi, koordinasi pelayanan bagi individu
dan keluarga.
d. Memberikan pedoman pelayanan bagi individu, keluarga,
kelompok, untuk menggunakan sumber yang tersedia di
komunitas kesehatan mental, termasuk pelayanan terkait,
teknologi dan sistem sosial yang paling tepat.
e. Meningkatkan dan memelihara kesehatan mental serta
mengatasi pengaruh penyakit mental melalui penyuluhan
dan konseling.
f. Memberikan askep pada penyakit fisik yang mengalami
masalah psikologis dan penyakit jiwa dan masalah fisik.
g. Mengelola dan mengkoordinasi sistem pelayanan yang
mengintegrasikan kebutuhan pasien, keluarga, staf, dan
pembuat kebijakan.
Menurut Orem (2001), perawatan merupakan fokus khusus pada
manusia yang membedakan keperawatan dari pelayanan masyarakat
lainnya. Dari sudut pandang ini, peran keperawatan untuk
memampukan individu dalam mengembangkan dan melatih
kebutuhanperawatan yang berkualitas dan memadai pada diri mereka
sendiri.
Dari uraian diatas, diketahui bahwa pada pasien defisit perawatan
diri akan sangat terganggu akan pemenuhan kebutuhan dasar terutama
kebutuhan fisiologis, itu akan menjadi masalah utama yang jika tidak
di intervensi, segala kebutuhan lainnya tidak akan tercapai. Peran
perawat memengang andil penting dalam memberikan asuhan yang
sesuai agar kebutuhan dasar, terutama fisiologis terpenuhi pada pasien
defisit perawatan diri, sehingga dapat meningkatkan kesehatan mental
BAB III
KERANGKA PENELITIAN
3.1Kerangka Penelitian
Kerangka dalam penelitian ini menggunakan konsep berdasarkan
proses sistem tentang peran perawat dalam pemenuhan kebutuhan dasar
pada pasien gangguan jiwa dengan defisit perawatan diri di Rumah Sakit
Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara. Peran adalah tingkah laku yang
diharapkan oleh seseorang dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Peran
perawat tentu sangat mempengaruh terhadap terpenuhnya kebutuhan dasar
pada pasien defisit perawatan diri. Proses penelitian dalam hal ini dapat
dilihat bagaimana peran perawat dalam memenuhi kebutuhan dasar pasien
defisit perawatan diri yang sesuai dengan standart, guna meningkatkan
kualitas kesehatan jiwa pada pasien defisit perawatan diri di Rumah Sakit
Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara.
Adapun kerangka konsep penelitian ini digambarkan sebagai
berikut :
Skema 1. Kerangka Penelitian
Peran Perawat Dalam Pemenuhan kebutuhan dasar pasien defisit
perawatan diri
1. Makan dan minum 2. Mandi/personal hygiene
3. berpakaian/ berdandan
4. BAK / BAB
Baik
cukup
3.2Defenisi Operasional
Variabel Defenisi Operasional Alat Ukur Hasil
Ukur
Perawatan yang
dilakukan dalam
memenuhi kebutuhan
dasar pada pasien
defisit perawatan diri,
kebutuhan yang harus
terpenuhi adalah
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
deskriptif yang bertujuan untuk mengidentifikasi peran perawat dalam
pemenuhan kebutuhan dasar pada pasien gangguan jiwa dengan defisit
perawatan diri di RSJ Pemprovsu Medan.
4.2Populasi dan Sampel
4.2.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek dari penelitian, populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh perawat di Rumah Sakit Jiwa Daerah
Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara. Jumlah populasi dalam
penelitian ini adalah 146 orang.
4.2.2 Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti.
Berdasarkan Arikunto (2005) jika jumlah populasi lebih dari 100,
maka dapat diambil 10%-15% atau 20-25% atau lebih.
Karena populasi berjumlah 146 orang, maka peneliti mengambil
sampel 14% dari populasi, sehingga sampel yang didapat adalah 20
orang dan teknik pengambilan sampel adalah purposive sampling. Sampel yang diambil sesuai dengan kriteria seperti berikut :
Pendidikan minimal DIII Keperawatan
Masa kerja lebih dari 3 (Tiga) tahun
4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di ruang rawat inap Rumah Sakit Jiwa
Pemprovsu Medan. Alasan pemilihan Rumah Sakit Jiwa Pemprovsu
sebagai tempat penelitian dikarenakan rumah sakit tersebut merupakan
rumah sakit pendidikan dan juga merupakan rumah sakit rujukan dengan
jumlah perawat yang memadai untuk melakukan penelitian ini sehingga
memungkinkan peneliti untuk memperoleh sampel sesuai dengan jumlah
dan waktu yang ditentukan. Waktu penelitian dilakukan selama satu bulan,
yaitu dari bulan November-Desember 2012.
4.4 Pertimbangan Etik
Dalam penelitian ini, peneliti mengajukan permohonan izin kepada
institusi pendidikan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan
mengajukan permohonan izin kepada direktur Rumah Sakit Jiwa
Pemprovsu, tempat penelitian dilakukan. Setelah mendapatkan izin
persetujuan kemudian melakukan penelitian dengan menekankan
pertimbangan etik yang meliputi:
a. Informed consent
Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang diisi dan
disertai judul penelitian dan manfaat penelitian. Bila responden menolak
maka peneliti tidak bisa memaksa dan tetap menghormati hak-haknya.
b. Anonimity (tanpa nama)
Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak mencantumkan nama responden
pada lembar pengumpulan data, tetapi cukup dengan memberi kode pada
masing- masing lembaran tersebut.
c. Confidentiality
Kerahasiaan responden akan dijamin oleh peneliti, hanya sekelompok data
tertentu yang akan disajikan atau dilaporkan sebagai hasil dari penelitian
(Hidayat, 2007).
4.5 Instrumen Penelitian
Untuk memperoleh informasi dari responden, peneliti
menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner yang dibuat oleh
peneliti dengan berpedoman kepada tinjauan pustaka dan kerangka
konsep. Kuesioner terdiri dari 2 bagian yaitu data demografi dan kedua
adalah kuesioner mengukur peran perawat dalam pemenuhan kebutuhan
dasar pasien defisit perawatan diri dengan 20 pernyataan. Setiap jawaban
atas pernyataan diberikan skor dengan ketentuan sebagai berikut : selalu
diberi nilai 4, sering diberi nilai 3, jarang diberi nilai 2, dan tidak pernah
diberi nilai 1. Skor terendah yang akan didapatkan adalah 20, sedangkan
skor tertinggi yang akan didapatkan adalah 80. Berdasarkan rumus
statistika menurut Hidayat (2007) :
dimana p merupakan panjang kelas dengan rentang sebesar 60 (selisih
nilai tertinggi dan nilai terendah) dan banyak kelas 3 (baik, cukup, kurang)
maka didapatkan panjang kelas sebesar 20. Dengan menggunakan p = 20
dan nilai terendah 20 sebagai batas bawah kelas Ordinal pertama, maka
peran perawat dalam pemenuhan kebutuhan dasar pada pasien defisit
adalah :
20 – 40 = Kategori Kurang
41 – 60 = Kategori Cukup
61 – 80 = Kategori Baik
4.6 Validitas Instrumen
Instrumen penelitian dibuat oleh peneliti sehingga perlu dilakukan
uji validitas untuk mengetahui seberapa besar derajat kemampuan alat
ukur dalam mengukur secara konsisten sasaran yang akan diukur. Uji
validitas kuesioner penelitian ini dilakukan dengan validitas isi. Validitas
isi sebuah instrumen adalah validitas yang merujuk sejauh mana
instrumen penelitian tersebut memuat rumusan-rumusan sesuai dengan isi
yang dikehendaki menurut tujuan tertentu (Setiadi, 2007). Kuesioner
divalidasi oleh pakar dari bagian keperawatan jiwa Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara. Dari hasil konsultasi, ada beberapa item
4.7 Realibilitas Instrumen
Uji Realibilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana
suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Saryono,
2008). Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui apakah alat ukur yang
digunakan adalah alat ukur yang baik. Dimana alat ukur yang baik adalah
adanya suatu kesamaan hasil apabila pengukuran dilaksanakan oleh orang
yang berbeda ataupun waktu yang berbeda (Setiadi, 2007). Uji yang
dilakukan untuk instrumen penelitian ini adalah uji Cronbach’s Alpha. Uji reliabilitas penelitian ini dilakukan kepada 10 perawat yang sesuai dengan
kriteria yang telah ditentukan peneliti yaitu perawat yang bekerja di RSJ
Pemprovsu Medan. Berdasarkan hasil perhitungan kuesioner peran
perawat dalam memenuhi kebutuhan dasar pasien jiwa dengan defisit
perawatan diri adalah 0.803, hasil uji dikatakan reliabel apabila nilai p
>0,7. Oleh karena itu disimpulkan bahwa kuesioner pada penelitian ini
reliabel.
4.8 Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data dilakukan setelah mendapatkan izin
dari institusi pendidikan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera
Utara kemudian mengirimkan permohonan izin ketempat penelitian yaitu
Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara. Setelah mendapat izin
penelitian dan meminta kesediaan untuk menjadi responden. Kemudian
peneliti meminta responden untuk mengisi kuesioner yang telah diberikan.
4.9 Analisa Data
Setelah semua data terkumpul, dilakukan analisa data kembali
dengan memeriksa semua kuesioner apakah data dan jawaban sudah
lengkap dan benar (editing). Kemudian data diberi kode (coding) untuk
memudahkan peneliti dalam melakukan analisa data dan pengolahan data
serta pengambilan kesimpulan data yang dimasukkan ke dalam bentuk
tabel. Entry data dilakukan dengan menggunakan teknik komputerisasi.
Tahap terakhir dilakukan cleaning dan entry yakni pemeriksaan semua
data yang telah dimasukkan kedalam program komputer guna menghindari
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1Hasil Penelitian
Pada bab ini akan dijelaskan hasil dari penelitian yang dilakukan
mengenai gambaran peran perawat dalam pemenuhan kebutuhan dasar
pasien gangguan jiwa dengan defisit perawatan diri di RSJ Pemprovsu
Medan, pada bulan November sampai Desember 2012 dengan responden 20
orang. Hasil dapat dilihat dibawah ini :
5.1.1 Karakterisitik Demografi Responden
Responden dalam penelitian ini adalah perawat pelaksana di RSJ
Pemprovsu Medan, karakteristik responden terdiri dari umur, jenis
kelamin, pendidikan dan masa kerja.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur responden rata-rata 42.35,
mayoritas responden berjenis kelamin perempuan sebesar 90% (18 orang).
Tingkat pendidikan responden mayoritas S1 sebesar 80% (16 orang), dan
masa kerja responden mayoritas diatas 5 tahun sebesar 85% (17 orang)
Tabel 5.1.
Distribusi Frekuensi berdasarkan karakteristik responden berdasarkan
umur (n=20)
Minimum Maximum Mean SD
Tabel 5.2.
Distribusi Frekuensi berdasarkan karakteristik responden berdasarkan
Jenis Kelamin, Pendidikan dan Masa Kerja (n=20)
Karakteristik Jumlah
F %
5.1.2 Peran Perawat Dalam Memenuhi Kebutuhan Dasar Pasien Di RSJ
Pemprovsu Medan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran perawat dalam memenuhi
seluruh kebutuhan dasar pasien dengan defisit perawat diri mayoritas
perawat di RSJ Pemprovsu Medan dalam pemenuhan kebutuhan dasar
pasien dengan gangguan defisit perawatan diri memiliki peran baik sebesar
90.0% (18 orang), dan sedikit perawat di RSJ Pemprovsu Medan yang
Tabel 5.3.
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Peran Perawat
dalam Pemenuhan Kebutuhan Dasar Pasien Di RSJ Pemprovsu Medan (n = 20)
Peran Perawat Jumlah
F %
Baik 18 90.0
Cukup 2 10.0
Tabel 5.4.
Distribusi Frekuensi Peran Perawat Dalam Pemenuhan Klasifikasi Kebutuhan Dasar Pasien
Kebutuhan Dasar Jumlah
F %
1. Kebersihan Diri
5.2Pembahasan
Pembahasan ini lebih lanjut dalam penelitian gambaran peran perawat
dalam pemenuhan kebutuhan dasar pasien jiwa dengan defisit perawatan diri
di RSJ Pemprovsu Medan.
5.2.1 Karakteristik Demografi Responden
Hasil penelitian menunjukkan bahwa usia perawat rata-rata 42.35,
pada usia dewasa ini merupakan usia yang sudah matang dalam bekerja,
sudah sangat mengetahui komponen-komponen pekerjaan yang harus
dilakukan. Pada penelitian lain mengenai kinerja perawat pada tahun 2004,
dikatakan bahwa terdapat hubungan antara usia dengan kinerja perawat
dalam pemberian pelayanan (Syah, 2004).
Hasil penelitian didapat bahwa mayoritas jenis kelamin perawat
adalah perempuan sebesar 90% (18 orang) dibandingkan laki-laki yang
hanya sebesar 10% (2 orang), hal ini karena dalam Rumah Sakit Jiwa
Pemprovsu Medan tidak banyak perawat laki-laki yang memenuhi syarat
menjadi responden, seperti perawat laki-laki banyak yang belum mencapai
masa kerja minimal 3-5 tahun.
Dalam penelitian ini didapati bahwa tingkat pendidikan perawat
mayoritas S1 80% (16 Orang), sedangkan tingkat pendidikan DIII sebesar
20% (4 orang) dengan hasil penelitian yang mengungkapkan peran
sudah bekerja lebih dari 5 tahun sebesar 85% (17 orang), diikuti masa
kerja 3-5 tahun 15% (3 orang), dengan tingkat pengalaman seperti itu,
perawat lebih memahami kebutuhan pasien dan asuhan yang harus
diberikan kepada pasien khususnya pasien gangguan jiwa dengan defisiti
perawatan diri di RSJ Pemprovsu Medan. Hal ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Syah (2004) dengan judul faktor-faktor yang
berhubungan dengan kinerja perawat dalam pemberian pelayanan diruang
rawat inap rumah sakit jiwa Pekanbaru, hasilnya menunjukkan bahwa ada
hubungan antara pendidikan dengan kinerja perawat (p=0.001) dan juga
ada hubungan antara masa kerja dengan kinerja perawat (p=0.005).
5.2.3 Gambaran Peran Perawat Dalam Pemenuhan Kebutuhan Dasar
Pasien Gangguan Jiwa Dengan Defisit Perawatan Diri
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran perawat dalam
pemenuhan kebutuhan dasar pasien dengan defisit perawatan diri di RSJ
Pemprovsu Medan dalam kategori baik 90% (18 Orang), dan dalam
kategori cukup 10% (2 orang), artinya bahwa perawat di RSJ Pemprovsu
Medan sangat berperan dalam membantu memenuhi segala kebutuhan
dasar pasien defisit perawatan diri, hal ini sesuai dengan konsep yang
dikemukakan oleh Orem yaitu perawat harus berperan dalam memenuhi
kebutuhan perawatan dari pasien untuk menerapkan kemandirian dan
Defisit perawatan diri merupakan suatu kondisi pada seseorang
yang mengalami kelemahan kemampuan dalam melakukan atau
melengkapi aktivitas perawatan diri secara mandiri seperti mandi
(hygiene), berpakaian/berhias, makan dan eliminasi (Fitria, 2009).
Berdasarkan hasil penelitian, didapat bahwa seluruh responden
berperan dalam kebersihan diri pasien sebesar 100% (20 orang).
Kebersihan diri dalam hal ini meliputi mandi, keramas, sikat gigi. Hasil
diatas merupakan hasil dari perhitungan kuesioner, tetapi pada observasi
didapat bahwa, kegiatan mandi pasien dilakukan bersama-sama
menggunakan air yang disediakan oleh perawat dan menggunakan
peralatan mandi seperti sabun, sikat gigi dan sampo secara bersamaan,
sehingga terdapat pasien yang tidak menggunakan sabun, odol dan sampo
karena sudah dipakai oleh pasien lain.
Pada pemenuhan kebutuhan dasar makan dan minum mayoritas
perawat 90% (19 orang) berperan baik dan perawat berperan cukup
sebesar 10% (1 orang), hal ini karena makan dan minum merupakan
kebutuhan mutlak untuk kelangsungan hidup seseorang (Fitria, 2009). Di
RSJ Pemprovsu Medan kegiatan makan dan minum sudah diatur sesuai
jadwal, tetapi jadwal makan tidak sesuai dengan kebutuhan fisiologis
seperti makan malam diberikan pada jam 17.00 sore, hal ini tidak sesuai
dengan fisiologi pencernaan makanan sehingga mengakibatkan
dan minum serta mengawasi pasien makan agar makan dengan teratur dan
makan dengan benar.
Berdandan merupakan aspek sosialisasi yang penting bagi
perkembangan psikologis (Wong, 2009). Pasien defisit perawatan diri
mempunyai kelemahan dalam meletakkan atau mengambil potongan
pakaian, menanggalkan pakaian, serta memperoleh atau menukar pakaian.
Pasien juga tidak memiliki ketidakmampuan untuk mengenakan pakaian
dalam, memilih pakaian menggunakan alat tambahan, menggunakan
kancing tarik melepaskan pakaian, menggunakan kaos kaki,
mempertahankan penampilan pada tingkat yang memuaskan. Berdasarkan
hasil penelitian pada kebutuhan berdandan, sebesar 85% (17 orang)
perawat berperan baik dan perawat berperan cukup sebesar 15% (3 orang).
Pada observasi dilihat bahwa pakaian yang digunakan pasien di bangsal
dilihat pakaian yang dipakai pasien adalah pakaian yang diberikan oleh
pihak rumah sakit, tetapi dalam penggunaannya pakaian tersebut
digunakan secara bergantian bersama-sama. Dan observasi dilihat dari
pasien laki-laki ditemukan kebersihan kuku pasien sangat tidak bersih
karena kuku pasien panjang-panjang dan kotor serta ujung jari bercak
hitam karena bekas rokok pasien, seharusnya bercak hitam itu sangat
mudah dihilangkan dengan membersihkan menggunakan sabun .
Eliminasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang esensial,
pasien defisit perawatan diri memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan
jamban, memanipulasi pakaian untuk toileting, membersihkan diri setelah BAB/BAK dengan tepat. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan
bahwa 80% (16 orang) perawat berperan baik dalam memenuhi kebutuhan
eliminasi, dan 15% (3 orang) berperan baik dan juga terdapat 5% (1 orang)
yang kurang berperan dalam memenuhi kebutuhan diri, hal ini dikarenakan
kebutuhan eliminasi berkaitan dengan sistem pencernaan dan pembuangan
BAB VI
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai Gambaran
Peran Perawat dalam Pemenuhan Kebutuhan Dasar Pasien Gangguan Jiwa
Dengan Defisit Perawatan diri di Rumah Sakit Jiwa Daerah Pemprovsu Medan
dapat diambil kesimpulan dan rekomendasi sebagai berikut:
6.1Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian di RSJ Pemprovsu Medan didapat bahwa
90% (18 orang) perawat berperan baik dalam memenuhi kebutuhan dasar
pasien defisit perawatan diri dan 10% (2 orang) berperan cukup dalam
memenuhi kebutuhan dasar pasien defisit perawatan diri.
Rata-rata umur responden 42.35, mayoritas responden berjenis kelamin
perempuan sebesar 90% (18 orang). Tingkat pendidikan responden mayoritas
S1 sebesar 80% (16 orang), dan masa kerja responden mayoritas diatas 5
tahun sebesar 85% (17 orang).
6.2Rekomendasi
6.2.1 Bagi praktek keperawatan
Diharapkan perawat memiliki keterampilan dan skill untuk memenuhi
6.2.2 Bagi Pendidikan Keperawatan
Bagi pendidikan agar lebih meningkatkan mutu pembelajaran dan
pelatihan untuk keterampilan dalam memenuhi kebutuhan dasar pasien
gangguan jiwa secara umum dan secara khusus bagi pasien defisit
perawatan diri.
6.2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya
Untuk peneliti selanjutnya, diharapkan penelitian ini dapat
menjadi refrensi data mengenai peran perawat dalam memenuhi
kebutuhan dasar pasien ganguan jiwa dengan defisit perawatan diri.
Dan sebaiknya waktu penelitian diperpanjang dan jumlah responden
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Z. (2001). Dasar-dasar Keperawatan Profesional. Jakarta: Widya Medika
Arikunto, S. (2005). Manajemen Penelitian edisi revisi. Jakarta: Rineka Cipta
Asmadi. (2008). Teknik Prosedural Keperawatan :Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika
Carpenito, L. (2009). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC. Jakarta
Depkes. (2000). Standar Pedoman Perawatan Jiwa. Diakses pada tanggal 10 April 2012
Fitria, N. (2009). Prinsip Dasar dan Aplikasi Laporan pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta: Salemba Medika
Hawari, D. (2003). Pendekatan Holistik pada Gangguan Jiwa Skizofrenia.
Jakarta: FK UI
Hidayat, A. (2000). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan edisi pertama.
Jakarta: Salemba Medika
Kusnanto. (2004). Pengantar Profesi dan Praktik Keperawatan Profesional.
Jakarta: EGC
Puslitbang Depkes. (2007). Gangguan Jiwa. Diakses pada tanggal 04 Juli 2012 da
Setiadi. (2007). Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu
Smeltzer dan Bare, (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal bedah volume 1.
Jakarta: EGC
Stuart, G.W. (1995). Principles and Practice of Psychiatric Nursing. St. Louis: Mosby Year Book
Sulistiawati. (2005). Konsep Dasar Keperawatan Jiwa, Jakarta : EGC
Syah, Nasrul (2004) Skirpsi , faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja
perawat dalam pemberian pelayanan diruang rawat inap rumah sakit jiwa
pekanbaru.
Tarwoto & Wartonah (2000). Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba Medika
Lampiran 1
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
PENELITIAN
Gambaran Peran Perawat dalam Pemenuhan Kebutuhan dasar
Pasien Gangguan Jiwa Dengan Defisit Perawatan Diri di RSJ
Pemprovsu
OLEH
Anita Rosanna
Saya adalah mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
Penelitian ini dilaksanakan sebagai salah satu kegiatan dalam menyelesaikan tugas
akhir di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Tujuan penelitian ini
untuk gambaran peran perawat dalam pemenuhan kebutuhan dasar pasien
gangguan jiwa dengan defisit perawatan diri di RSJ Pemprovsu.
Untuk keperluan tersebut saya mengharapkan kesediaan saudara/i untuk
menjadi responden dalam penelitian ini. Selanjutnya saya memohon kesediaan
Saudara untuk mengisi lembar kuesioner saya dengan jujur apa adanya. Partisipasi
Saudara dalam penelitian ini bersifat bebas untuk menjadi peserta penelitian atau
menolak tanpa ada sanksi apapun. Jika Anda bersedia menjadi peserta penelitian
ini, silahkan Saudara menandatangani formulir ini.
Medan, Desember 2012
Peneliti Responden
Anita Rosanna
Instrumen penelitian
Peran Perawat Dalam Pemenuhan Kebutuhan Dasar Pasien Gangguan
Jiwa Dengan Defisit Perawatan Diri
Kode Responden :
A. Kuesioner Data Demografi
Petunjuk pengisian : Berilah tanda check list ( √ ) pada kotak yang telah disediakan sesuai dengan jawaban Anda.
Keterangan :
Selalu (SL) = bila dilakukan sepenuhnya Sering (SR) = bila dilakukan sebagian Jarang (JR) = bila dilakukan hanya sedikit Tidak pernah (TP) = bila tidak pernah dilakukan
1. Usia :
2. Jenis Kelamin : Laki- laki
Perempuan
3. Pendidikan : D3
Sarjana
4. Masa Kerja : 3 – 5 tahun
B. Kuesioner
No PERNYATAAN SL SR JR TP
KEBERSIHAN DIRI
1 Perawat mengevaluasi pasien mengenai
pengetahuan pasien terhadap kebersihan diri
2 Perawat menjelaskan pentingnya kebersihan diri seperti mandi, sikat gigi dan keramas
3 Perawat menjelaskan cara menjaga kebersihan diri seperti mandi, sikat gigi, dan keramas
4 Perawat membantu pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri serta melatihnya
5 Perawat menganjurkan pasien memasukkan
kegiatan kebersihan diri ke jadwal kegiatan harian pasien
MAKAN DAN MINUM
6 Perawat mengevaluasi pasien mengenai
pengetahuan pasien terhadap cara makan dan minum yang baik dan benar
7 Perawat menjelaskan manfaat makan dan minum yang baik dan benar
8 Perawat menjelaskan cara makan dan minum sesuai prosedur/aturan yang baik dan benar
9 Perawat membantu pasien mempraktekkan cara makan dan minum yang baik dan benar serta melatihnya
10 Perawat menganjurkan pasien memasukkan