Status gizi adalah keadaan tubuh yang merupakan hasil akhir dari
keseimbangan antara zat gizi yang masuk ke dalam tubuh dan penggunaannya (Cakrawati & Mustika, 2012). Menurut Almatsier (2003) status gizi merupakan
suatu ukuran mengenai kondisi tubuh seseorang yang dapat dilihat dari makanan yang dikonsumsi dan penggunaan zat-zat gizi di dalam tubuh. Status gizi dibagi
menjadi tiga kategori, yaitu status gizi kurang, gizi normal dan gizi lebih.
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Disebabkan antara status gizi kurang, baik, dan lebih.
Gizi tidak berhubungan dengan kesehatan saja tetapi berhubungan dengan perkembangan otak, kemampuan belajar, dan produktivitas kerja. Di Indonesia
dihubungkan dengan upaya untuk memacu pembangunan kualitas sumber daya manusia (SDM). Status gizi pada orang dewasa dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah kebiasaanya dalam mengkonsumsi makanan sehari-hari.
Kebiasaan makan tidak dipengaruhi oleh zat-zat gizi yang terkandung dalam makanan. Namun banyak faktor yang mempengaruhi terbentuknya kebiasaan
makan, salah satunya adalah lingkungan.
Orang dewasa cenderung kurang memperhatikan asupan makanan. Umumnya orang dewasa lebih suka mengkonsumsi makanan berlemak, berenergi
dkk, 2010). Padahal pada usia ini dianjurkan mengkonsumsi makanan yang tinggi serat namun rendah lemak, ini dikarenakan pertumbuhan dan perkembangan tidak
lagi terjadi dan hendaknya pemenuhan zat gizi dipusatkan untuk pemeliharaan kesehatan agar terbentuk status gizi yang baik.
Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi seseorang adalah produk pangan, pembagian makanan atau pangan, akseptabilitas (daya terima), prasangka buruk pada bahan makanan tertentu, pantangan pada makanan tertentu, kesukaan
terhadap jenis makanan tertentu, keterbatasan ekonomi, kebiasaan makan, selera makan, dan sanitasi makanan (penyiapan, penyajian, penyimpanan) (Supariasa,
2002).
2.2 Gizi Pekerja
Gizi kerja adalah gizi yang diperlukan oleh tenaga kerja untuk memenuhi
kebutuhan fisiologis tubuh sesuai dengan jenis pekerjaan. Gizi kerja ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan tenaga kerja dan produktivitas kerja.
Disamping memberi nilai-nilai kesejahteraan dan kesehatan, peranan gizi kerja langsung memberi dampak ekonomi yang positif (Riyadi, 2006).
Gizi kerja adalah gizi yang diterapkan pada tenaga kerja atau nutrisi yang
diperlukan oleh tenaga kerja untuk memenuhi kebutuhannya sesuai dengan jenis dan tempat kerja dengan tujuan dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja yang setinggi-tingginya. Istilah gizi kerja berarti nutrisi yang diperlukan oleh tenaga
kerja untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan jenis pekerjaan. Sebagai suatu aspek dari ilmu gizi pada umumnya, maka gizi kerja ditujukan kepada kesehatan
mempunyai hubungan yang erat dengan tingkat gizi seseorang (Anies, 2011). Gizi kerja adalah suatu proses organisme dalam menggunakan makanan
yang dikonsumsi secara normal melalui proses pencernaan, penyerapan, transportasi, penyimpanan, metabolisme, dan pengeluaran zat gizi untuk
mempertahankan kehidupan, pertumbuhan, dan fungsi normal organ tubuh serta untuk menghasilkan tenaga agar dapat melakukan suatu aktivitas/kegiatan yang dilakukan oleh manusia untuk melangsungkan hidup agar lebih baik (Irianto,
2007).
Tenaga kerja adalah setiap orang laki-laki atau wanita yang sedang dalam
dan/atau akan melakukan pekerjaan, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Sedangkan pekerja adalah tenaga kerja yang bekerja di dalam hubungan kerja
pada pengusaha dangan menerima upah (Anonim, 2010).
Status gizi pekerja merupakan gambaran keadaan fisik pekerja yang
disebabkan dari keseimbangan antara asupan zat gizi pekerja yang diperoleh dari makanan sehari-hari dengan zat gizi yang dikeluarkan untuk menunjang aktivitas pekerjaan mencapai target produktivitas.
2.2.1 Kebutuhan Gizi Tenaga Kerja
Kebutuhan gizi tenaga kerja bergantung pada jenis perkerjaan yang
Tabel. 2.1 Pengelompokan Jenis Pekerjaan Berdasarkan Kebutuhan Energi
Dari tabel pengelompokan jenis pekerjaan berdasarkan kebutuhan energi mengelompokkan bahwa jenis pekerjaan buruh industri termaksud dalam kategori
berat. Energi dalam tubuh manusia dapat timbul dikarenakan adanya pembakaran karbohidrat, protein, dan lemak, dengan demikian agar manusia selalu tercukupi
energinya diperlukan pemasukkan zat-zat makanan yang cukup ke dalam tubuh. Manusia yang kurang makan akan lemah baik kekuatannya, fisiknya, maupun daya ingatannya serta daya pemikirannya karena kurangnya zat-zat makanan yang
diterima tubuhnya yang dapat menghasilkan energi (Kartasapoetra, 2011).
Kebutuhan akan gizi bagi tenaga kerja lebih besar dari kebutuhan atau
pemenuhan gizi seseorang sebagai kelompok masyarakat. Jumlah zat-zat gizi yang dibutuhkan tenaga kerja sangat tergantung dari jumlah tenaga yang dikeluarkan untuk melakukan pekerjaan. Jumlah tenaga yang diperlukan untuk
melakukan suatu pekerjaan tergantung dari jumlah otot tersebut harus bekerja. Seseorang makan untuk menjaga agar tubuhnya tetap melakukan segala
2.3 Angka Kecukupan Gizi
Angka kecukupan gizi yang dianjurkan (AKG) adalah banyaknya
masing-masing zat gizi esensial yang harus dipenuhi dari makanan mencakup hampir semua orang sehat untuk mencengah defesiensi zat gizi. Angka kecukupan gizi
(AKG) dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, aktivitas, berat badan, tinggi badan, gentika dan keadaan fisiologi.
Nilai AKG untuk semua zat gizi kecuali energi ditetapkan selalu tinggi
dari pada kecukupan rata-rata sehingga dapat dijamin, bahwa kecukupan hampir seluruh terpenuhi. Oleh karena itu asupan dibawah nilai AKG tidak selalu berarti
tidak cukup, tetapi makin jauh dibawah nilai tersebut risiko untuk memperoleh asupan tidak cukup meningkat. Khusus untuk energi, nilai kecukupannya ditaksir setara dengan nilai pakainya sebab asupan energi yang kurang maupun lebih dari
nilai pakainya akan memberikan dampak pada terganggunya kesehatan.
Kisaran distribusi energi gizi makro dari pola konsumsi penduduk
Indonesia berdasarkan analisis data Riskes das 2010 adalah 9- 14% energi protein, 24-36% energi lemak, dan 54- 63% energi karbohidrat. Anjuran kisaran sebaran energi gizi makro (AMDR) bagi penduduk Indonesia dalam estimasi kecukupan
gizi ini adalah 5-15% energi protein, 25-35% energi lemak, dan 40-60% energi karbohidrat, yang penerapannya tergantung umur atau tahap pertumbuhan dan
Tabel. 2.2 Distribusi persentase energi dari protein, lemak dan karbohidrat dalam pola konsumsi pangan penduduk Indonesia
Kelompok Umur Energi Protein Lemak
(Kkal) (g) (g)
Asupan makan merupakan faktor utama yang berperan terhadap status gizi
seseorang. Untuk menilai status gizi dapat dilakukan melalui penilaian konsumsi makanan. Penilaian konsumsi makanan dilakukan untuk mengetahui kebiasaan makan dan menghitung jumlah makanan yang dimakan baik dalam jangka
panjang maupun jangka pendek. Untuk mendapatkan informasi tentang kebiasaan makan dan jumlah makanan yang dikonsumsi, dapat dilakukan pengukuran
melalui beberapa metode:
2.4.1Metode Ingatan 24 Jam (24-hours food recall)
Metode ini digunakan untuk estimasi jumlah makanan yang dikonsumsi
selama 24 jam yang lalu atau sehari sebelumnya. Dengan metode ini akan diketahui besarnya porsi makanan berdasarkan ukuran rumah tangga (URT) yang
kemudian dikonversi ke ukuran metrik (gram) (Khomsan, 2010). Metode ingatan 24 jam, jika dilakukan satu hari tidak dapat menggambarkan informasi rata-rata
konsumsi. Oleh karena itu, sebaiknya dilakukan minimal 2x24 dengan selang waktu 2 hari selama sepuluh hari.
Kelebihan metode food recall 24 jam antara lain:
3. Cepat, sehingga dapat mencakup banyak responden. 4. Dapat digunakan untuk responden yang buta huruf.
5. Dapat memberikan gambaran nyata yang benar-benar dikonsumsi individu sehingga dapat dihitung intake zat gizi sehari.
Kekurangan metode food recall 24 jam antara lain:
1. Tidak dapat menggambarkan asupan makanan sehari-hari, apabila hanya dilakukan recall satu hari.
2. Ketepatannya sangat bergantung pada daya ingat responden (Lee-Han et al, 2009: 269).
2.5 Asupan Gizi
Asupan gizi yang baik sangat penting bagi pekerja. Asupan zat gizi merupakan jumlah zat gizi yang masuk melalui konsumsi makanan sehari-hari
untuk memperoleh energi guna melakukan kegiatan fisik sehari-hari (Suharjo, 2011). Kekurangan zat gizi pada makanan yang dikonsumsi tenaga kerja akan
membawa akibat buruk pada tubuh pekerja seperti : pertahanan tubuh terhadap penyakit menurun, kemampuan fisik kurang, berat badan menurun, badan menjadi kurus, muka pucat, kurang bersemangat, kurang motivasi, bereaksi lamban dan
lain-lain (Wisnoe, 2010).
Asupan zat gizi pekerja diperoleh dari makanan yang dikonsumsi pekerja
setiap hari. Makanan yang dikonsumsi pekerja akan mengalami proses pencernaan. Makanan tersebut akan diuraikan menjadi zat gizi lalu diserap
1. Energi
Energi merupakan salah satu hasil dari metabolisme karbohidrat, protein,
dan lemak. Energi berfungsi sebagai zat tenaga untuk metabolisme, pertumbuhan, pengaturan suhu, dan kegiatan fisik. Kelebihan energi disimpan sebagai cadangan
energi jangka pendek dalam bentuk glikogen (Hardinsyah & Tambunan 2004). Kekurangan energi akan mengakibatkan rendahnya kemampuan dalam mengerjakan pekerjaan fisik dan menurunkan produktivitas kerja (Marsetyo &
Kartasapoetra 2003). Energi diperlukan manusia untuk bergerak atau melakukan pekerjaan fisik dan juga menggerakkan proses-proses dalam tubuh seperti
sirkulasi darah, denyut jantung, pernafasan, pencernaan dan proses fisiologis lainnya (Suhardjo & Kusharto 2011).
2. Protein
Protein merupakan zat gizi penting bagi tubuh, karena disamping sebagai sumber energi, protein juga berperan sebagai zat pengatur dan pembangun.
Protein merupakan bahan pembentuk jaringan baru dan mengganti jaringan tubuh yang rusak. Protein dapat menjadi sumber energi jika kebutuhan energi tidak terpenuhi dari karbohidrat dan lemak. Protein ikut mengatur berbagai proses di
dalam tubuh diantaranya mengatur keseimbangan cairan dalam jaringan dan pembuluh darah dan mengatur keseimbangan asam basa dalam tubuh. Protein
berperan juga sebagai enzim dan bertindak sebagai plasma atau albumin membentuk antibodi dan sebagai protein otot (Winarno 1992).
Defisiensi protein terutama ditemui pada masyarakat golongan ekonomi rendah (Almatsier 2002). Angka kecukupan protein yang dianjurkan berdasarkan AKG
2004 untuk semua kategori usia wanita dewasa 19-64 tahun sebesar 50 gram per hari (Hardinsyah & Tambunan 2004).
3. Lemak
Lemak merupakan bahan atau sumber pembentuk energi di dalam tubuh, yang dalam hal ini bobot energi yang dihasilkan dari tiap gramnya lebih besar dari
yang dihasilkan tiap gram karbohidrat dan protein. Tiap gram lemak akan menghasilkan 9 kalori, sedangkan 1 gram karbohidrat dan protein akan
menghasilkan 4 kalori (Kartasapoetra, 2011). Selain itu, lemak juga berfungsi sebagai pembangun/pembentuk susunan tubuh, pelindung kehilangan panas tubuh dan pengatur suhu tubuh. Sebagai penghasil asam lemak esensial, dan sebagai
pelarut vitamin A, D, E, dan K. Tempat penyimpanan utama jaringan lemak berada di bawah kulit serta di sekitar organ-organ dalam rongga abdomen.
Simpanan ini sering disebut sebagai depot lemak. Mengkonsumsi lemak yang melampaui kebutuhan tubuh akan energi dapat menimbulkan penimbunan lemak dalam jaringan adiposa dan menyebabkan kegemukan (Beck, 2011).
4. Vitamin
Vitamin adalah zat-zat organik komplek yang dibutuhkan dalam jumlah
sangat kecil dan pada umumnya tidak dapat dibentuk oleh tubuh. Oleh karena itu, harus didapatkan dari makanan. Vitamin termasuk kelompok zat pengatur
spesifik didalam tubuh. Karena vitamin adalah zat organik maka vitamin dapat dirusak karena penyimpanan dan pengolahan (Almatsier, 2005).
5. Mineral
Mineral merupakan bagian tubuh dan memegang peranan penting dalam
pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. Kalsium, fospor, dan magnesium adalah bagian dari tulang, besi dan hemoglobin dalam sel darah merah, dan iodium dari hormon
tiroksin. Disamping itu mineral berperan dalam berbagai tahap metabolisme, terutama sebagai kofaktor dalam aktifitas enzim-enzim. Sumber paling baik
mineral adalah makanan hewani kecuali magnesium yang terutama lebih banyak didalam makanan nabati (Budianto, 2010).
2.6Penilaian Status Gizi
Penilaian status gizi pada dasarnya merupakan proses pemeriksaan keadaan gizi seseorang dengan cara mengumpulkan data penting, baik yang
bersifat objektif maupun subjektif, kemudian dibandingkan dengan baku yang telah tersedia. Data objektif dapat diperoleh dari data pemeriksaan laboratorium perorangan, serta sumber lain yang dapat diukur oleh anggota tim “penilai”
(Arisman, 2010).
Penilaian status gizi dibagi menjadi dua, yaitu penilaian secara langsung
dan penilaian secara tidak langsung. Penilaian secara langsung meliputi antropometri, klinis, biokimia dan biofisik. Sedangkan penilaian secara tidak
Metode penilaian status gizi terdiri dari dua metode yaitu, metode langsung dan metode tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung
meliputi metode biokimia, antropometri, klinik dan biofisik. Sedangkan metode tidak langsung adalah metode konsumsi makanan, statistik vital dan faktor-faktor
ekologi. Metode penilaian status gizi yang banyak digunakan yaitu antropometri (Supariasa et al, 2013).
2.6.1 Pemeriksaan Langsung
1. Antropometri
Antropometri adalah ukuran tubuh manusia. Pengukuran antropometri
adalah pengukuran terhadap dimensi tubuh dan komposisi tubuh. Antropometri digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan
tubuh seperti lemak, otot, dan jumlah air dalam tubuh (Russeng, 2009). Metode ini menggunakan parameter berat badan (BB) dan tinggi badan (TB). Melalui
kedua parameter tersebut, dapat dilakukan penghitungan Indeks Massa Tubuh (IMT). Penilaian berdasarkan IMT adalah untuk mengetahui status gizi orang dewasa berusia 18 tahun atau lebih yaitu dengan pengukuran berat dan tinggi
badan, dengan rumus sebagai berikut :
���= Berat Badan (Kg)
Dari perhitungan IMT, dilakukan penilaian status gizi dengan klasifikasi sebagai berikut :
Tabel 2.4 Status Gizi Berdasarkan Perhitungan Indeks Massa Tubuh
IMT Status Gizi Kategori
< 17.0 Gizi Kurang Sangat Kurus
17.0 – 18.4 Gizi Kurang Kurus
18.5 – 24.9 Gizi Baik Normal
25.0 – 27.0 Gizi Lebih Gemuk
<27.0 Gizi Lebih Sangat Gemuk
Sumber : Depkes Depkes RI. Pedoman Kecukupan Gizi Pekerja Selama Bekerja. Direktorat Bina Kesehatan Kerja (2009).
2. Biokimia
Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesismen yang
diuji secara laboratories yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh yang digunakan antara lain: darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh
seperti hati dan otot. Cara penilaian status gizi langsung secara biokimia dapat didekati dengan mengukur kadar hemoglobin (Hb), hematokrit (Hm), serum besi, serum ferritin (SF), transferin saturation (TS), free erythrocytes protophophyrin
(FEP), dan Unsaturated iron-binding capacity serum. Pemeriksaan laboratorium (biokimia), dilakukan dengan pemeriksaan pemeriksaan spesismen jaringan tubuh
(darah, urine, tinja, hati dan otot) yang diuji secara laboratorium terutama untuk mengetahui kadar hemoglobin, feritin, glukosa, dan kolestrol. Pemeriksaan
biokimia bertujuan mengetahui kekurangan gizi spesifik. 3. Klinis
Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai
umumnya untuk survei klinis secara cepat. Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih dari
zat gizi. Pemeriksaan dilakukan pada jaringan epitel (superficial epitel tissue) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral. Pemeriksaan klinis bertujuan
mengatahui status kekurangan gizi dengan melihat tanda-tanda khusus. 4. Biofisik
Pemeriksaan dilakukan dengan melihat kemampuan fungsi serta
perubahan struktur jaringan. Pemeriksaan biofisik bertujuan mengetahui situasi tertentu, misalnya pada orang yang buta senja.
2.6.2Pemeriksaan Tidak Langsung
1. Survei Konsumsi
Penilaian konsumsi makanan dilakukan dengan wawancara kebiasaan
makan dan perhitungan konsumsi makanan sehari-hari. Tujuan penilaian ini adalah mengidentifikasi kekurangan dan kelebihan gizi.
2. Statistik Vital
Pemeriksaan dilakukan dengan menganalisis data kesehatan seperti angka kematian, kesakitan dan kematian akibat hal-hal yang berhubungan dengan gizi.
Pemeriksaan ini bertujuan menemukan indikator tidak langsung status gizi masyarakat.
3. Faktor Ekologi
Pengukuran status gizi didasarkan atas ketersediaan makanan yang
tersebut perlu diketahui untuk mengetahui penyebab malnutrisi masyarakat (Irianto, 2007).
2.7 Produktivitas Kerja
Produktivitas adalah suatu ukuran sejauh mana sumber-sumber daya
digunakan dan dipergunakan dengan baik sehingga dapat mewujudkan hasil-hasil yang diinginkan. Produktivitas kerja adalah perbandingan antara jumlah pengeluaran dengan nilai tambah terhadap jumlah tenaga kerja yang digunakan
dalam proses produksi untuk menghasilkan produk yang diinginkan. Produktivitas kerja dapat dinyatakan sebagai jumlah hasil kerja/pekerja/satuan waktu.
Produktivitas kerja merupakan ukuran keberhasilan pekerja menghasilkan suatu produk dalam satuan waktu tertentu. Seorang tenaga kerja dinilai produktif bila tenaga kerja tersebut mampu menghasilka keluaran yang lebih banyak
disbanding tenaga kerja lainnya dalam satuan waktu yang sama, atau apabila tenga kerja tersebut menghasilkan keluara yang sama sengan menggunakan
sumber daya yang sedikit. Produktivitas tenaga kerja merupakan salah satu unsur penting dalam memajukan perusahaan karena dengan produktivitas yang tinggi maka perusahaan akan memperoleh hasil yang besar.
Menurut Manulang (2005), cara pengukuran produktivitas kerja secara individual adalah atas dasar isi, cara kerja, dan waktu yang digunakan untuk
menghasilkan per unit barang. Jumlah dan mutu out put sebagai standar. Cara ini didasarkan pada jumlah unit barang yang dihasilkan dalam suatu interval waktu
kecermatan kerja. Produksi rata-rata sebagai standar, cara ini digunakan bila tugas-tugas yang dilakukan pekerja sama atau hampir sama.
2.7.1 Stasiun Pengolahan
Pengolahan Tandan Buah Segar (TBS) di Pabrik Kelapa Sawit
dimaksudkan untuk memperoleh minyak sawit (Crude Palm Oil) dari daging buah (mesocrap) dan inti sawit (kernel) dan biji (nut) dengan kapasitas olah 20 ton per jam. Yang dikerjakan selama 20 menit harus selesai yaitu ketetapan dari
perusahaan agar tercapainya produktivitas. Hal ini tergantung juga dengan banyaknya TBS yang diproduksi oleh kebun. Ada delapan stasiun utama dalam
proses pengolahan di PT. Socfindo, antara lain :
1. Stasiun penerimaan tandan buah segar (TBS), merupakan titik awal proses pengolahan
2. Stasiun sterilizer, merupakan proses perebusan buah di dalam steamer ketel
3. Stasiun penebahan, merupakan proses pemisahan brondolan sawit dari janjangnya
4. Stasiun kempa, merupakan proses memisahkan daging buah sawit dengan
bijinya
2.7.2 Lama Waktu Menyelesaiakan Pekerjaan
Jumlah jam kerja adalah jumlah jam kerja yang digunakan untuk bekerja, tidak termasuk kerja yang digunakan untuk jam kerja istirahat resmi dan jam kerja
tetap baik. Pekerjaan sewaktu-waktu yang terutama penting adalah pekerjaan fisik yang berat. Untuk pekerjaan demikian, otot-otot, susunan kardiovaskuler,
paru-paru dan lain-lain sangat berperan dalam pekerjaan fisik.
Lamanya seseorang bekerja sehari secara fisik pada umumnya 6 sampai 8
jam. Memperpanjang waktu kerja lebih dari itu biasanya disertai menurunnya efisiensi, timbulnya kelelahan, penyakit dan kecelakaan. Kecenderungan ini lebih terlihat pada pekerjaan yang dilakukan dengan tangan (Suma’mur 1989).
2.7.3 Kadar Hemoglobin
Kadar hemoglobin digunakan untuk menentukan status gizi seseorang dan
juga digunakan sebagai parameter untuk menunjukkan keadaan anemia zat besi. Rendahnya kadar hemoglobin karena rendahnya asupan zat gizi seperti zat besi, asam folat, dan vitamin B12. Anemia zat besi akan menyebabkan rendahnya
tingkat produktifitas kerja dan menurunnya kekebalan terhadap infeksi. Semakin tinggi kadar hemoglobin maka semakin baik pula produktivitas kerja seseorang.
Selama bekerja tubuh seseorang membutuhkan 20 kali jumlah oksigen normal dan sel-sel otot memakai oksigen dengan sangat cepat. Oksigen dalam pembuluh darah ini diangkut oleh hemoglobin. Kurangnya asupan zat besi dapat
menyebabkan produksi sel darah merah akan menurun jumlah dan besarnya, sehingga produksi hemoglobin juga ikut menurun. Nilai normal hemoglobin
laki-laki dewasa adalah 13,0- 16,5 g/dl (depkes 2012).
2.8 Kerangka Konsep
variabel independen yaitu asupan gizi (energi, protein, dan lemak) dan produktivitas kerja (lama waktu penyelesaikan pekerjaan dan kadar hemoglobin)
dan sebagai variabel dependennya adalah status gizi pada tenaga kerja pabrik kelapa sawit PT. Socfindo Sungai Liput AcehTamiang.
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian Asupan Gizi :
- Energi - Protein - Lemak
Produktivitas Kerja