• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Yuridis Tindak Pidana Perdagangan Orang Terhadap Anak Secara Berlanjut (Studi Putusan Nomor 101 Pid.B 2014 PN Rap)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Yuridis Tindak Pidana Perdagangan Orang Terhadap Anak Secara Berlanjut (Studi Putusan Nomor 101 Pid.B 2014 PN Rap)"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perdagangan perempuan dan anak (traficking) telah lama terjadi di muka

bumi ini dan merupakan tindakan yang bertentangan dengan harkat dan

martabat manusia. Dimasa lalu, perdagangan anak dan perempuan hanya

dipandang sebagai pemidanaan secara paksa keluar negeri untuk tujuan

prostitusi. Jumlah konvensi terdahulu mengenai perdagangan hanya

memfokuskan aspek ini. Namun seiring dengan perkembangan zaman,

perdagangan didefenisikan sebagai pemidanaan, khususnya perempuan dan

anak dengan atau tanpa persetujuan orang yang bersangkutan di dalam suatu

negara atau keluar negeri untuk semua perburuhan yang eksploitatif, tidak

hanya prostitusi.1

Permasalahan perdagangan perempuan dan anak memang merupakan

permasalahan yang sangat kompleks yang tidak lepas dari faktor-faktor

ekonomi, sosial, budaya, dan politik yang berkaitan erat perdagangan

perempuan dan anak bahkan dijadikan sebagian dari kebijakan politik

perburuhan cheap Labour yang dimanfaatkan untuk menekan biaya produksi

sehingga cenderung dieksploitasi. Trafiking merupakan salah satu jalur

terjadinya perdagangan orang yang korbannya rata-rata dibawah garis

kemiskinan, khususnya perempuan dan anak. Apalagi saat ini posisi

1

(2)

perempuan masih termarjinalisasi, tersubordinasi secara langsung dan tidak

langsung akan mempengaruhi kondisi perempuan.2

Salah satu faktor yang mendorong terjadinya trafiking adalah faktor

kemiskinan yang cenderung dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk

kepentingan bisnis, dimana korban diperjual belikan bagaikan barang yang

tidak berharga melalui tipu muslihat. Jika ditinjau dari aspek hukum, sindikat

seperti ini sudah masuk area tindak pidana, perlakuan mereka orientasinya

adalah bisnis, tanpa memikirkan bahwa perempuan dan anak merupakan

makhluk ciptaan Tuhan yang perlu dilindungi dan mempunyai harga diri

sebagai pemangku hak dan kewajiban sebagaimana yang diatur dalam UUD

1945 UU NO. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM). Pemeritahan

Indonesia telah melahirkan Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 35

Tahun 2014 dan telah meratifikasi Konvensi Hak Anak (Convention on the

Right on the Child) melalui Keppres Nomor 36 Tahun 1990 Lembaran Negara

Nomor 57. Dalam hal ini Pemerintah Daerah Sumatera Utara telah selangkah

lebih maju dengan membuat Peraturan Daerah (PERDA) Nomor 6 Tahun

2004 tentang Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan Anak.3

Kesejahteraan anak adalah suatu tata kehidupan anak yang dapat

menjamin pertumbuhan dan perkembangan dengan wajar, baik secara rohami,

jasmani, maupun sosial. Anak adalah generasi penerus bangsa yang memiliki

2

Ibid., hal. 1-2.

3

(3)

keterbatasan dalam memahami dan melindungi diri dari berbagai pengaruh

sistem yang ada dan merupakan ujung tombak perubahan dari setiap zaman.4

Berdasarkan bukti empiris, perempuan dan anak adalah kelompok yang

paling banyak menjadi korban tindak pidana perdagangan orang. Korban

diperdagangkan tidak hanya untuk tujuan pelacuran atau bentuk eksploitasi

seksual lainnya, tetapi juga mencangkup bentuk eksploitasi lain, misalnya

kerja paksa atau pelayanan paksa, perbudakan, atau peraktik serupa

perbudakan itu. Pelaku tindak pidana perdagangan orang melakukan

perekrutan, pengangkutan, pemindahan, penyembunyian, atau penerimaan

orang untuk tujuan menjebak, menjerumuskan atau memanfaatkan orang

tersebut dalam praktik eksploitasi dengan segala bentuknya dengan ancaman

kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, pemalsuan, penipuan,

penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, atau memberi bayaran atau

manfaat sehingga memperoleh persetuajuan dari orang yang memegang

kendali atas korban.5

Kejahatan dapat timbul dimana saja dan kapan saja, bahkan dapat

dikatakan bahwa kejahatan itu terjadi hampir pada setiap masyarakat. Namun

kerena sifatnya yang merugikan, maka adalah wajar pula bilamana setiap

masyarakat berusaha untuk mencegah dan menanggulangi terjadinya

kejahatan. Namun demikian hampir setiap hari masyarakat, dihadapkan

dengan berita dengan pembicaraan yang menyangkut masalah kejahatan.

4

Aminah Azis, Aspek Hukum Perlindungan Anak (USU press, Medan, 1998) hal. 11.

5

(4)

Usahah menanggulangi kejahatan perdaganagan orang memerlikan sumber

daya yang besar dan waktu yang lama, apalagi perdagangan orang merupakan

kejahatan trasnasisional yang terorganisir. Diperlukan konsolidasi antara

unsur-unsur penyelanggaraan negara dan juga kerja sama dengan masyarakat

luas agar upaya-upaya penaggulangan perdagangan orang dapat bekerja secara

efektif. Dengan berusaha bersama telah tercapainya Undang-Undang Nomor

21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdanganan Orang dan

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindunga Anak sebagai salah satu

legitimasi agar perdaganga oarang yang pada umumnya perempuan dan anak

sebagai korban.

Dengan semangkin menunjukkan kecenderungan yang terus meningkat,

diikuti dengan modus operandi yang semangkin beragam dan kompleks,

sehingga dibutuhkan penanganan secara komprehensif dan inergi.

Berlangsungnya lalu lintas perdagangan orang menjadi semangkin

memperhatinkan dan menyedihkan ketika akibatnya telah terbelengguh

hak-hak asasi serta kemerdekaan diri korban yang mayoritas perempuan dan anak

atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan kepribadian anak yang

bersangkutan. Maraknya perdangan orang ini diawali dengan semangkin

meningkatnya pencari kerja baik itu laki-laki maupun perempuan bahkan

anak-anak untuk berimigrasi keluar daerah sampai keluar negeri guna untuk

mencari perkejaan. Kurangnya pendidikan dan keterbatasan informasi yang

dimiliki menyebabkan mereka rentan terjebak pada perdagangan orang.

(5)

antaranya yang mendominasi adalah faktor kemiskinan, tidak tersedianya

lapangan kerja, perubahan orientasi pembangunan dari pertanian ke industri

serta krisis ekonomi yang berkepanjangan. Perdagangan orang yang

mayoritasnya terjadi pada perempuan dan anak, merupakan jenis perbudakan

pada era modern saat ini dan merupakan dampak krisis dari multidimensional

yang di alami Indonesia. Kenyataan bahwa yang lebih dominan korban adalah

perempuan dan anak karena merekalah kelompok yang sering menjadi sasaran

dan di anggap rentan. Korban perdagangan orang bisanya ditipu, diberlakukan

tidak manusiawi, dan di eksploitasi.

Bentuk-bentuk eksploitasi itu sendiri diantaranya dengan cara

memperlakukan korban untuk bekerja yang mengarah pada praktik-praktik

eksploitasi seksual, perbudakan atau bentuk-bentuk perbudakan modern

lainnya, perbuatan eksploitasi organ tubuh untuk tujuan komersial, sampai

penjualan bayi yang dimaksudkan untuk tujuan dan kepentingan mendapatkan

untung sebesar-besarnya bagi pelaku perdagangan orang. Perdagangan orang

pula bertentangan dengan hak asasi manusia karena perdagangan orang

melalui cara ancaman, pemaksaan, penculikan, kecurangan, kebohongan, dan

penyalahgunaan kekuasaan serta bertujuan prostitusi, pornografi, kekerasan

atau eksploitasi, kerja paksa, perbudakan atau praktik-praktik serupa. Jika

salah satu cara tersebut diatas terpenuhi, maka terjadi perdagangan orang yang

termasuk sebagai kejahatan yang melanggar hak asasi manusia.6

6

Dikutip dari:

(6)

Bentuk praktek trafficking yang ditangani di Sumatera Utara diantaranya

adalah trafficking untuk prostitusi atau pelacuran, perdagangan bayi, pekerja

rumah tangga, pekerja jermal, dan penipuan buruh mingran. Namun dari

sejumlah data dan bentuk praktek trafficing yang berkembang sebagian besar

kasusnya adalah untuk pelacuran, mulai dari trafficking domestik maupun

lintas negara. Modus atau alibi sebagian besar adalah bujukan atau

iming-iming, yang merupakan pembohongan dan penipuan serta menebar perangkap

kezona-zona publik, seperti stasiun KA, terminal bus, pelabuhan, kedesa atau

kelurahan, pinggiran kota bahkan di pusat kota dan tempat-tempat liannya.7

Kini perdagangan orang merupakan masalah yang menjadi perhatian luas

di Asia bahkan di seluruh dinia. Laporan servei Dunia IV tentang perempuan

dan pembangunan (1999) menyebutkan bahwa banyak negara berkembang di

Asia seperti Vietnam, Srilangka, Thailand dan Pilipina mengalai hal yang

sama sebagai akibat ketidakpastian dan ketidakmampuan menghadapi

persaingan bebas dari konsep liberalisme ekonomi di era globalisasi yang

mempunyai dampak cukup kompleks terutama terhadap peningkatan peran

dan kedudukan perempuan dalam bidang ekonomi baik tingkat nasioal

maupun internasional. Perdagangan orang yang mayoritas perempuan dan

anak, merupakan jenis perbudakan pada era modren ini merupakan dampak

krisis multidimensional yang dialami Indonesia. Dalam pemberitaan saat ini

sudah dinyatakan sebagai masalah global yang serius dan bahkan telah

7

(7)

menjadi bisnis global yang telah memberikan keuntungan besar terhadap

pelaku.8

Di Indonesia merupakan salah satu lumbung traffcking dari negra-negara

Asia. Dalam sejarah bangsa Indonesia perdagangan orang pernah ada melalui

perbudakan atau perhambaan. Masa kerajan-kerajaan di Jawa, perdagangan

orang terjadi dikalangan perempuan yang pada saat itu merupakan bagian

pelengkap dari sistem pemerintahan feodal. Pada saat itu konsep kekuasaan

raja digambarkan sebagai kekuasaan yang sifatnya agung dan mulia.

Kekusaan raja tidak terbatas, hal ini tercermi dari banyaknya selir yang

dimilikinya.9

Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam

dirinya juga melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Bahkan

merupakan tunas bangsa, generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa,

memiliki peran yang strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang

menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan.

Bahwa agar setiap anak kelak mampu memikul tanggung jawab tersebut,

maka ia perlu memdapat kesempatan untuk berkembang dan tumbuh secara

optimal baik fisik, mental maupun sosial sehingga diperlukan upaya

perlindungan untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan

jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakuan tanpa

diskriminasi. Seiring dengan perkembangan jaman dan peradaban kehidupan

8

Rachmad Syafaat, Dagang Manusia, cet. 1, (Lamppera Pustaka Utama, Jakarta, 2003), hal. 1.

9

(8)

manusia menimbulkan berbagai bentuk kriminal baru ataupun perkembangan

tindak kriminal. Akibat dari perubahan yang terjadi adalah menjadikan

seorang anak menjadi salah satu korban dari tindak kriminal dimana seseorang

tidak lagi memandang seorang anak sebagai sebagai sebuah subjek yang sama

dengan dirinya akan tetapi lebih pada sebagai sebuah objek yang bisa

diperjualbelikan untuk kepentingan pribadi. Dan hal tersebut yang juga

melatar belakangi mengangkat masalah tindak pidana perdagangan orang

yang berjudul “Analisis Yuridis Tindak Pidana Perdagangan Orang Terhadap

Anak Secara Berlanjut (Studi Putusan Nomor 101/Pid.B/2014/PN Rap)’’

B. Rumusan Masalah

Perlunya rumusan masalah yang akan dibahas dalam penulisan skripsi

merupakan hal penting guna membatasi permasalahan yang akan

diangkatsebagai topik pembahasan didalam penulisan ini. Adapunn yang

menjadi rumusan masalah didalam penulisa skripsi ini adalah :

1. Bagaimana pengaturan yang berkaitan dengan Tindak Pidana Perdagangan

Orang?

2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban Tindak

Pidana Perdagangan Orang?

3. Bagaimana Analisis Yuridis Tindak Pidana Perdagangan Anak Secara

(9)

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Ada beberapa hal yang menjadi tujuan dalam rangka pencapaian atas

pengkajian permasalahan yang ada didalam skripsi ini, adapun tujuannya

sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan hukum Tindak Pidana

Perdagangan Orang.

b. Untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum terhadap anak sebagai

korban Tindak Pidana Perdagangan Orang.

c. Untuk mengetahui bagaimana penerapan sanksi pidana terhadap pelaku

tindak pidana perdagangan orang khususnya terhadap anak.

Penulisan skripsi ini juga dapat memberikan manfaat secara teoritis dan

praktis yaitu sebagai berikut :

a. Secara Teoritis

Pembahasan terhadap permasalahan yang telah dirumuskan akan

memberikan informasikan dan gambaran tentang ketentuan hukum pidana

yang berkaitan dengan tindak pidana perdagangan anak. Juga bagimana

penerapan dari ketentuan yang berlaku terhadap tindak pidana perdagangan

anak tersebut. Selain itu, penulisan ini bermanfaat sebagai kiontribusi

pemikiran dan pemandangan yang baru mengenai hukum pidana Indonesia.

Terutama bagi nkalangan akademisi dan perguruan tinggi.

b. Secara Praktis

Secara peraktis penulisan skripsi ini dapat memberikan pengetahuan tetang

(10)

upaya penanggulangan korban TPPO sehingga kasus-kasus pidana

perdagangan orang tidak akan terjadi lagi. Pembahasan terhadap masalah yang

diangkat dapat menjadi masukan bagi pembaca, khususnya bagi para pelaku

tindak pidana perdagangan yang dilakukan terhadap anak, agar mengetahui

ancaman pidana yang akan dikenakan apabila ia melakukan tindak pidana

tersebut, dan juga dapat dijadikan pedoman lagi aparat penegak hukum

maupun masyarakat umum dalam menentukan kebijakan dan langkah-langkah

dalam pemberantasan tindak pidana perdagangan orang, khususnya

perdagangan terhadap anak.

D. Keaslian Penulisan

Tulisan yang membahas tentang tindak pidana perdagangan orang yang

dilakukan terhadap anak yang diangkat dengan judul “Analisis Yuridis Tindak

Pidana Perdagangan Orang yang Dilakukan Terhadap Anak Secara Berlanjut

(Studi Putusan Nomor 101/Pid.B/2014/PN Rap)”, ini merupakan penulisan

asli yang berasal dari pemikiran murni tanpa adanya suatu proses

penjimplakan atas suatu karya tulis manapun. Jikapun ada judul penulisan

yang hampir sama dengan judul penulisan skripsi ini, namun isi dan

pembahasan dalam penulisan skripsi ini adalah berbeda dan juga merupakan

(11)

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Pengertian Tindak Pidana dan Tindak Pidana Perdagangan Orang

a. Pengertian Tindak Pidana

Pengertian tidak pidana yang dimuat didalam Kitab Undang-undang

Hukum Pidana (KUHP) oleh pembentuk undang-undang sering disebut

dengan strafbaarfeit. Para pembentuk undang-undang tersebut tidak

memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai strafbaarfeit itu, maka dari itu

terhadap maksud dan tujuan mengenai strafbaarfeit tersebut sering

dipergunakan oleh pakar hukum pidana dengan istilah tindak pidana,

perbuatan pidana, pristiwa pidana, serta delik.10

Beberapa pendapat para ahli mengenai istilah tindak pidana, yakni

sebagai berikut :

1. Sudarto berpendapat bahwa yang disebut dengan tindak pidana adalah

perbuatan yang oleh aturan hukum dilarang dan diancam dengan pidana,

dimana pengertian perbuatan disini selain perbuatan yang bersifat aktif

(melakukan sesuatu yang sebenarnya dilarang oleh hukum) juga perbuatan

yang bersifat pasif (tidak berbuat sesuatu yang sebenarnya diharuskan oleh

hukum).11

2. Wirjono Prodjodikoro, menyatakan bahwa tindak pidana itu adalah suatu

perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana.12

10

Chazawi Adami, Stelsel Pidana. Tindak Pidana, Teori-Teori Pemidanaan dan Batasan Berlakunya Hukum Pidana, ( Rajawali Press, Jakarta, 2010), hal. 53.

11

Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, (Rajawali Press, Jakarta, 2010), hal. 48.

12

(12)

3. Menurut HJ. Van Schravendijk, merumuskan perbuatan yang boleh

dihukum adalah kelakuan orang yang begitu bertentangan dengan

keinsyafan hukum sehingga kelakuan itu diancam dengan hukuman, asal

dilakukan oleh seorang yang karena itu dapat di persalahkan.

4. Menurut Simons, merumuskan strafbaarfeit adalah suatu tindakan

melanggar hukum yang dengan sengaja dilakukan oleh seseorang yang

dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya, yang dinyatakan sebagai

dapat dihukum.13

5. J. Bauman berpendapat bahwa tindak pidana adalah perbuatan yang

memenuhi rumusan delik, bersifat melawan hukum dan dilakukan dengan

kesalahan.14

6. Menurut Pompe pembagian elemen strafbaarfeit yaitu Wederrechtelijkheid

(unsur melawan hukum). Schuld (unsur kesalahan) Subsociale (unsur

bahaya/ unsur gangguan/ unsur merugikan).15

Di dalam praktik hukum, untuk dapat memidanakan seorang terdakwa

dengan dakwaan melakukan tindak pidana tertentu, maka diisyaratkan

harus terpenuhinya semua unsur yang terdapat didalam tindak pidana

tersebut.

a. Harus ada suatu kelakuan (gedraging).

13 Dikutip dari : http://jualbeliforum.com/pendidikan/214589-pengertian-indak-pidana.html, [Diakses pada hari Minggu,Tanggal 9 April 2017, Pukul 17.20 WIB].

14

Tongat, Dasar-Dasar Hukum Pidana di Indonesia Dalam Perspektif Pembaharuan, (UMMpress, Malang, 2009), hal. 106.

15

(13)

b. Kelakuan tersebut harus sesuai dengan uraian Undang-Undang

(wettelijke omschrijving).

c. Kelakuan itu adalah kelakuan tanpa hak.

d. Kelakuan itu dapat diberatkan kepada pelaku.

e. Kelakuan itu diancam dengan hukuman.16

b. Tindak Pidana Perdagangan Orang

Sebagaimana kita ketahui pidana perdagangan orang merupakan tindak

pidana yang dikategorikan sebagai transnational organized crime yaitu tindak

pidana yang terorganisir dan lintas negara, tindak pidana perdagangan orang

juga merupakan tindak pidana perdagangan khusus yang bukan kejahatan

biasa tetapi tergolong kejatan luar biasa (extra ordinary crime).

Tujuan trafiking di Indonesia ialah perdagangan antarderah/pulau dan

antarnegara. Indonesia adalah negara kepulauan yang mempunyai ribuan

pulau-pulau dan bermacam suku-suku, sehingga sangat memudahkan

terjadinya trafiking dalam lingkup domestik, dari beberapa provinsi dimana

khusus trafiking domestik terjadi, tempat-tempat wisata yang berbatasan

dengan negara lain, seperti Sumatera Utara, Riau, kalimantan Barat, Sulawesi

Utara, Jakarta, Bali, dan Jawa Timur merupakan daerah tujuan.17

Berbagai pengertian tentang tindak pidana perdaganga orang yang diatur,

baik dalam hukum Konstitusi Nasional maupun Instrumen hukum

Internasional. Adapun pengertian tersebut antara lain :

16

C.S.T. Kansil, Pokok-Pokok Hukum Pidana (Hukum Pidana Untuk Tiap Orang), (PT. Pradnya Pramita, Jakarta, 2007), hal. 37.

17

(14)

a. Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Perdagangan orang dalam KUHP sudah merupakan perbuatan pidana dan

diatur secara eksplisit yang mengatikan perdagangan orang adalah

“perdagangan wanita dan perdagangan anak laki-laki yang belum cukup umur,

diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun’’18

, namun bunyi

pasal tersebut tidak ada defenisi secara resmi dan jelas tentang perdagangan

orang sehingga tidak dapat dirumuskan unsur-unsur tidak pidana yang dapat

digunakan oleh penegak hukum untuk melakukan penuntutan dan pembuktian

adanya tindak pidana perdaganga wanita dan anak laki-laki dibawah umur.

Pasal tersebut menyebutkan wanita dan anak laki-laki dibawah umur berarti

hanya perempuan dewasa karena wanita sama dengan perempua dewasa dan

anak laki-laki yang masih dibawah umur yang dapat perlindungan hukum

dalam pasal tersebut. Adapun laki-laki dewasa dan anak-anak perempuan

tidak mendapat perlindungan hukum.19

b. Berdasarkan Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang PTPPO

Dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Perdagangan Orang yang menyebutkan yang dimaksud dengan

TPPO adalah :

“Setiap tindakan atau serangkaian tindakan yang memenuhi unsur-unsur

tindak pidana yang ditentukan dalam Undang-Undang ini’’.20

(15)

“Tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat atupun memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi’’.21

Kata “untuk tujuan’’ sebelum kata mengeksploitasi orang tersebut

menunjukan bahwa tindak pidana perdagangan orang merupakan delik formil.

Dengan demikian yang harus dipahami dalam pasal 1 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang TPPO, yaitu adanya tindak pidana

perdagangan orang cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur penbuatan yang

sudah dirumuskan dalam undang-undang dan tidak dibutuhkan lagi harus

mensyaratkan adanya akibat dieksploitasi atau tereksploitasi yang timbul.

c. Berdasarkan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana Tahun 2012 Bab XXI Mengenai Tindak Pidana

Terhadap Kemerdekaan Orang Bagian Kesatu Perdagangan Orang

Rancangan Undang-Undang KUHP menyebutkan Tindak Pidana

Perdagangan Orang adalah :

“Setiap orang yang melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat atupun memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi orang tersebuat di wilayah Republik Indonesia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana

denda paling sedikit Kategori III dan paling banyak Katagori IV”.22

21

Pasal 1 ayat (1) UU No. 21 Tahun 2007 Tentang TPPO

22

(16)

Berdasarkan rumusan diatas terdapat tiga elemen yakni :23

1) Setiap orang yang melakukan pengrekrutan, pengiriman, penyerah

terimaan orang.

2) Dengan menggunakan kekerasan atau ancaman kekeraan,

penipuan, penculikan, penyekapan, penyalahgunaan kekuasaan,

pemanfaatan posisi kerentanan atau penjeratan utang.

3) Untuk tujuan mengeksploitasi, ataun perbutan yang dapat

tereksploitasi orang tersebut.

d. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun

2014 tentang Perlindungan Anak atas perubahan Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Undang-Undang Perlindungan Anak menyebutkan suatu tindak pidana

perdagangan orang ialah :

“Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh

melakukan, atau turut serta melakukan penculikan, penjualan, dan/atau

perdagangan anak.”24

“Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76f dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp.60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).”25

e. Berdasarkan Trafficking Victims Protection Act (TVPA)

Undang-Undang Perlindungan Korban Perdagangan Orang Amerika

Serikat, menyebutkan tindak pidana perdanganan orang adalah :

23

Dikutip dari : http://bagashera.wordpress.com/2012/06/27/buku-kesatu-rancangan-kuhp-2012/ [Diakses pada hari Senin, Tanggal 10 April 2017, Pukul 20.55].

24

Pasal 76 huruf (f) UU No.35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak.

25

(17)

1) Perdaganan seks, dimana tindakan seks komersil diberlakukan secra paksa

dengan cara penipuan, atau kebohongan atau dimana seseorang diminta

secara paksa melakukan sesuatu tindakan sedemikian, belum mencapai

usia 18 tahun atau

2) Merekrut, menampung, mengangkut, menyediakan atau mendapatkan

seseorang, untuk bekerja atau memberikan pelayanan melalui paksaan,

penipuan atau kekerasan untuk tujuan penghambaan, penjerataan hutang

atau perbudakan.26

2. Defenisi Anak

Berbicara mengenai anak, maka banyak kita liat beraneka ragam pendapat

mengenai pengertian anak dan batasan umur seseorang. Oleh karena itu, umur

menentukan apakah seseorang tersebut dikategorikan anak-anak atau tidak.

Beberapa pengertian anak menurut hukum dapat dilihat dari beberapa

sumber, antara lain sebagai berikut :

Menurut Convention on the right of the child (Konvensi Hak Anak) pada

tanggal 20 November 1989 yang telah diratifikasikan oleh Indonesia,

disebutkan dalam Pasal 1 pengertian anak adalah:

“Semua orang yang dibawah umur 18 tahun. Kecuali undang-undang

menetapkan kedewasaan dicapai lebih awal”.27

Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan

Anak atas perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak, didalam Pasal 1 menyatakan bahwa :

26

ACILS-IMC-USAID, Paduan Penanganan Anak Korban Perdagangan Manusia, (Lembaga Advokasi Hak Anak, Bandung, 2003), hal. 1.

27

(18)

“Anak adalah seseorang yang belum 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak

yang masih dalam kaandungan’’.

Oleh karena itu telah lahirnya Undang-Undang Perlindungan Anak

tersebut, semestinya Undang-Undang tersebut telah dapat dikategorikan

sebagai lex spesialist, semua ketentuan lainnya tentang defenisi anak harus

disesuikan, termasuk kebijakan yang berkaitan dengan pemenuhan hak anak.

Beberapa undang-undang tersebut antara lain, sebagai berikut :

1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, misalnya mensyaratkan usia

perkawinan 16 tahun bagi perempuan dan 19 tahun bagi laki-laki.

2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak

mendefenisikan anak berusia 21 tahun dan belum pernah kawin.

3) Undang-Undang Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak

mendefenisikan anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah

berusia 8 tahun, tetapi belum mencapai 18 tahun dan belum pernah kawin.

4) Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

menyebutkan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun

dan belum pernah kawin.

5) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

(19)

6) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional memberlakukan wajib belajar 9 tahun, yang dinotasikan menjadi

anak berusia 7 sampai 15 tahun.28

a. Perdaganan Anak

Perdagangan orang berdasarkan Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 21

Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang adalah

tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan

atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan

kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan

kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau

manfaat atupun memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali

atas orang lain tersebut baik yang dilakukan didalam negara maupun antar

negara, atau tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.

Sedangkan anak berdasarkan Pasal 1 ayat 5 Undang-Undang Nomor 21

Tahun 2007 adalah seseorang yang belum betusia 18 (delapan belas) tahun,

termasuk anak yang masih didalam kandungan.

Dari pengetian-pengetian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa

perdagangan anak adalah suatu tindakan perekrutan, pengangkutan,

penampunagan, pengiriman, pemindahan, atau penerimanaan seseorang

dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan,

pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan, atau posisi rentan,

penjeratan utang, atau memberi abayaran atau manfaat walaupun memperoleh

28

(20)

persetujuan dari orang yang memegang kendali terhadap seseorang anak yang

belum berusia 18 tahun untuk tujian eksploitasi atau mengakibatkan anak

tersebut tereksploitasi.

Sesuai dengan defenisi tersebut diatas bahwa istila “perdagangan’’

mengandung unsur-unsur sebagai betikut :

1. Rekrutmen dan/ transportasi manusia;

2. Diperuntukkan bekerja atau jasa / melayani;

3. Untuk keuntungan pihak yang memperdagangkan.

Menurut Rebecca Surtees dan Martha Wijaya perdagangan manusia adalah

merupakan suatu “sindikat kriminal’’, yaitu merupakan perkumpulan dari

sejumlah orang yang berbentuk untuk melakukan aktivitas kriminal.29

Menurut KA-ESKA30, perdagangan anak adalah suatu proses pemidahan

seorang manusia yang dibawah umur dengan adanya perjanjian materi.31

3. Tinjauan Umum Tentang Perbarengan atau Concursus 32

a. Defenisi Perbarengan (Concursus)

Dalam kasus hukum, perbarengan juga disebut semenloop (Belanda) atau

disebut juaga concursus. Prodjodikoro (2003:49) menerjemahkan semenloop

dengan gabungan tindak pidana. Maka dalam pengambilan keputusan kita

menjumpai keadaan bahwa ada beberapa orang dan satu peristiwa pidana, dan

29

Chairul Bariah Mozasa, Loc.Cit, hal. 11.

30

KA-ESKA adalah singkatan dari Konsorsium Anti-Esploitasi yang didirikan oleh delapan LSM yang mempunyai kepedulian terhadap anak dan perempuan di Sumatera Utara.

31

Ahmad Sofian, Misran Lubis, Rustam, Menggagas Model Penanganan Perdagangan Anak (Kasus Sumatera Utara), 2004, Kerjasama Foundation dengan Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gajah Mada, hal. 40.

32

Dikutip dari :

(21)

dalam keadaan bersamaan ada beberapa peristiwa dan seorang. Yang terakhir

ini juga menjadi recidive adalah bahwa dalam hal recidive terjadi peristiwa

pidana itu dihentikan oleh putusan hakim. Walaupun begitu, siterhukum masih

melakukan beberapa peristiwa tanpa ada kesempatan bagi hakum untuk

memberi peringatan. Adanya perbarengan apabila ada beberapa tindak pidana

yang dilakukan, dan diantara beberapa perbuatan pidana itu si pembuat tidak

diadili bertalian salah satu perbuatan pidana yang dilakukan. Sedangkan

recidive apabila ada beberapa perbuatan pidana. Setelah si pelaku diadili, ia

melakukan perbuatn pidana lagi.

Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat menyatakan adanya suatu

gabungan adalah :

a. Adanya dua/lebih tindak pidana yang dilakukan.

b. Bahwa dua/lebih tindak pidana tersebut dilakukan oleh satu orang (atau

dua orang dalam hal penyertaan).

c. Bahwa dua/lebih tindak pidana tersebut belum ada yang memperoleh

kekuatan hukum tetap (Inkracht Van Gewijsek); dan

d. Bahwah dua/lebih tindak pidana tersebut akan diadili sekaligus.

b. Sistem Pemidanaan

Pada dasarnya teori gabungan tindak pidana dimaksudkan untuk

menentukam pidana apa dan berapa ancaman maksimum pidana yang dapat

dijatuhkan terhadap seseorang yang telah melakukan lebih dari satu tindak

pidana. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengenal empat

(22)

a. Sistem Absorpsi

Apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan yang merupakan

beberapa delik yang masing-masing diancam dengan pidana yang berbeda,

maka menurut sistem ini hanya dijatuhkan satu pidana saja, yaitu pidana yang

terberat walaupun orang tersebut melakukan beberapa delik.

b. Sistem Kumulasi

Apabila seseorang melakukan beberapa perbuaatan yang merupakan

beberapa delik yang masih-masing diancam dengan pidana sendiri-sendiri,

maka menurut sistem ini tiap-tiap pidana yang diancamkan terhadap

delik-delik yang dilakukan oleh orang itu semuanya dijatuhkan.

c. Sistem Absorpsi Diperberat

Apabilas seserang melakukan beberapa perbuatan yang merupakan

beberapa jenis delik yang masing-masing diancam dengan pidana

sendiri-sendiri, menurut stelsel ini pada hakikatnya hanya dapat dijatuhkan satu

pidana saja yakni yang terberat, akan tetapi dalam hal ini diperberat dengan

menambah sepertiga (1/3).

d. Sistem Kumulasi Terbatas

Apabila seseorang melakukan beberapa jenis perbuatan yang

menimbulkan beberapa jenis delik yang masing-masing diancam dengan

pidana sendiri-sendiri, menurut stelsel ini, semua pidana yang diancamkan

terhadap masing-masing delik dijatuhkan semuanya, jumla pidana itu harus

dibatasi, yaitu jumlah yang tidak boleh melebihi dari pidana terberat ditambah

(23)

c. Klasifikasi Concursus

Concursus diklasifikasikan menjadi dua yaitu concusus idealis dan

concursus realis. Adapun pengertian dari kedua concursus tersebut adalah

sebagai berikut :

a. Concursus Idealis

Concursus idealis (eendaadsche semenloop) yaitu suatu perbuatan yang

masuk kedalam lebih dari satu aturan pidana. Disebut juga sebagai gabungan

berupa satu perbuatan yakni satu perbuatan meliputi lebih dari satu pasal

ketentuaan hukum pidana. Sistem pemberian pidana yang dipakai dalam

concursus idealis adalah sistem absorbsi, yaitu hanya dikenakan pidana pokok

yang terberat. Concursus idealis diatur dalam pasal 63 KUHP. Dalam KUHP

bab II Pasal 63 tentang perbarengan peraturan disebutkan:

1) Jika suatu perbuatan termasuk dalam lebih dari satu aturan pidana, maka

yang dikenakan hanya salah satu diantara aturan-aturan itu, jika

berbeda-beda yang dikenakan yang memuat ancaman pidana pokok terberat.

2) Jika satu perbuatan yang masuk dalam suatu aturan pidana yang umum,

diatur pula dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang khusus

itulah yang dikenakan.

Menurut Pasal 63 Ayat (1) digunakan sistem absorbsi, yaitu hanya dijatuhi

satu pidana pokok yang terberat. Namun demikian dalam praktik pemidanaan

(24)

1) Apabila hakim menghadapi pilihan antara dua pilihan pidana pokok yang

sejenis yang maksimumnya sama, maka menurut VOS dijatuhkan pidana

pokok dengan pidana tembahan yang paling berat.

2) Apabila menghadapi pilihan antara dua pidana pokok yang tidak sejenis,

maka dijatuhkan pidana yang terberat didasarkan urut-urutan jenis pidana

yang terberat didasarkan urut-urutan jenis pidana seperti dalam Pasal 10.

Selanjutnya dalam Pasal 63 ayat (2) terkandung adagium lex specialis

derogat legi generali (aturan undang-undang yang khusus meniadakan aturan

yang umum). Jadi misalkan ada seorang ibu melakukan aborsi/pengguguran

kandungan maka dia dapat diancam dengan Pasal 338 tentang pembunuhan

dengan pidana penjara 15 tahun. Namun karena Pasal 341 telah mengatur

secara khusus tentang tindak pidana ibu yang membunuh anaknya, maka

dalam hal ini tidak berlaku sistem aborsi. Ibu tersebut hanya diancam dengan

Pasal 341.

Berdasarkan rumusan Pasal 63 KUHP tersebut, para pakar beruhasa

membuat pengertian tentang berbuatan (feit). Prof, Mr. Hazewinkel-Suringa

menjelaskan arti perbuatan yang dimuat dalam pasal 63 KUHP sebagai

berikut :

“perbuatan yang dimaksud adalah suatu perbuatan yang berguna menurut

hukum pidana, yang karena cara melakukan, atau karena tempatnya, atau

karena melakukan, atau karena objek yang ditujunya, juga merusak

(25)

Sedangkan menurut Hoge Raad, Concursus idealis yakni suatu perbutan

melanggar beberapa norma pidana, dalam hal yang demikian yang diterapkan

hanya satu norma pidana yakni yang ancaman hukumannya paling berat. Hal

tersebut dimaksudkan guna memenuhi rasa keadilan. Begitu juga dengan

VOS membuat pula satu perumusan jelas tentang feit sebagi satu perbuatan

fisik. Perbuatan Materil atau perbuatan fisik adalah perbuatan yang terliahat

terlepas akibat yang ditimbulkan oleh perbuata itu, terlepas dari unsur-unsur

subjektif (kesalahan) dan terlepas pula dari semua hal lain yang menyertai.

Jadi misalnya terjadi pemerkosaan dijalan umum, maka pelaku dapat diancam

dengan pidana penjara 12 tahun mennurut pasal 285 tentang pemerkosaan

perempuan, dan pidana penjara 2 tahun 8 bulan menurut pasal 281 kerena

melanggar kesusilaan dimuka umum. Dengan sistem absorbsi, maka diambil

yang terberat yaitu 12 tahun penjara.

b. Concursus Realis

Concusus realis (meerdaadse semenloop) terjadi apabila seseorang

melakukan beberapa perbutan, dan masing-masing perbuatan itu berdiri

sendiri sebagai suatu tindak pidana (tidak perlu sejenis dan tidak perlu

berhubungan). Concursus realis diatur dalam Pasal 65-71 KUHP. Menurut

ketentuan yang termuat dalam KUHP, concursus realis dibedakan antara jenis

tindak pidana yang dilakukuan. Tindakan pidana kejahatan termuat dalam

pasal 65 dan 66 KUHP sedangkan tindak pidana pelanggaran termuat dalam

pasal 70 dan 70 bis. Pasal 65 KUHP mengatur gabungan dalam beberapa

(26)

pemidanaannya juga menggunakan absorbsi diperberat. Perbedaan antara

pasal 65 dan 66 KUHP terletakm pada pidana pokok yang diancamkan

terhadap kejahatan-kejahatan yang timbul karena perbutan-perbutannya itu

yaitu apakah pidana pokok yang diancamkan itu sejenis atau tidak. Sedangkan

pasal 70 KUHP mengatur apabila seseorang melakukan beberapa pelanggaran

atau apabila seseorang melakukan beberapa pebuatan yang merupakan

kejahatan dan pelanggaran. Jika pasal 65 dan 66 menyebutkan tentang

gabungan kejahatan, Pasal 70 memberi ketentuan tentang gabungan kejahatan

dengan pelanggaran atau pelanggaran dengan pelanggaran. Pasal 70 bis

menentukan kejahatan-kejahatan ringan dianggap sebagai pelanggaran. Bagi

masing-masing kejahatan ringan tersebut harus dijatuhkan hukuman

sendiri-sendiri dengan ketentuan bahwa jika dijatuhkan hukuman penjara maka

jumlah semua hukuman tidak boleh lebih dari delapan bulan.

1) Sistem peberian pidana bagi concursus realis

Sistem pemberian pidana bagi concursus realis ada beberapa macam,

yaitu:

a. Apabila berupa kejahatan yang diancam dengan pidana pokok sejenis,

maka hanya dikenakan satu pidana dengan ketentuan bahwa jumlah

maksimum pidana tidak boleh melebihi maksimum terberat ditambah

sepertiga. Sistem ini dinamakan sistem absorbsi yang dipertajam.

b. Apabila berupa kejahatan yang diancam dengan pidana pokok yang tidak

sejenis, maka semua jenis ancaman pidana untuk tiap-tiap kejahatan

(27)

terberat ditambah sepertiga, sistem ini dinamakan sistem kumulasi

diperlunak.

c. Apabila concursus realis berupa pelanggaran, maka menggunakan sistem

kumulasi yaitu jumlah semua pidana yang diancamkan. Namun jumlah

semua pidana dibatasi sampai maksimum 1 tahun 4 bulan kurungan.

d. Apabila concursus realis berupa kejahatan-kejahatan ringan yaitu pasal

302 (1) (penganiayaan ringan terhadap hewan), 352 (penganiayaan

ringan), 364 (pencurian ringan),373 (penggelapan ringan), 379 (penipuan

ringan), dan 482 (penadahan ringan), maka berlaku sistem kumulasi

dengan pembatasan maksimum pidana penjara 8 bulan.

e. Untuk concursus realis, baik kejahatan maupun pelanggaran yang diadili

pada saat berlainan, berlaku pasal 71 yang berbunyi :

“jika seseorang telah dijatuhi pidana, kemudian dinyatakan bersalah lagi,

karena melakukan kejahatan atau pelanggaran lain sebelum ada putusan

pidana itu maka pidana yang dahulu diperhitungkan pada pidana yang akan

dijatuhkan dengan menggunakan aturan mengenai perkara-perkara diadili

pada saat yang sama”.

2) Pertanggungjawaban terhadap pelaku yang melakukan tindak pidana

concursus realis

Concursus realis yang merupakan perbarengan tindakan jamak atau

perbarengan dua atau lebih tindakan. Apabila tindakan-tindakan itu berdiri

sendiri dan termasuk dua atau lebih ketentuan pidana yang dilanggar, sehingga

(28)

dikenakan pidana yang berbeda dengan pelaku yang melakukan tindak piidana

secara umum.

Dilihat dari bunyi rumusan Pasak 65 KUHP maka dapat disimpulkan

bahwa bagi pelaku hanya dikenakan satu pidana dengan ketentuan bahwa

jumlah maksimum pidana tidak boleh lebih dari maksimum terberat di tambah

sepertiga Pasal 65 KUHP :

a) Dalam hal perbarengan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai

perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan,

yang diancam dengan pidana pokok yang sejenis, maka yang dijatuhan

hanya satu pidana.

b) Maksimum pidana yang dijatuhkan ialah jumlah maksimum pidana yang

diancamkan terhadap perbuatan itu, tetapi tidak boleh dari maksimum

pidana yang terberat ditambah sepertiga.

c) Concursus berlanjut, perbuatan berlanjut apabila seseorang melakukan

beberapa perbutan (kejahatan atau pelanggaran), dan perbuatan-perbuatan

itu ada hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu

perbuatan berlanjut. Dalam MvT (Memorie van Teolichting), kriteria

“perbuatan-perbuatan itu ada hubungan sedemikian rupa sehingga harus

dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut” adalah :

1. Harus ada satu niat, kehendak atau keputusan.

2. Perbuatan-perbuatannya harus sama atau sama macamnya.

(29)

Sistem pemberian pidana bagi perbuatan berlanjut menggunakan sistem

absorbsi, yaitu hanya dikenakan satu aturan pidana terberat, dan bilamana

berbeda-beda maka dikenakan ketentuan yang memuat pidana pokok yang

terberat. Pasal 65 ayat (2) merupakam ketentuan khusus dalam hal pemalsuan

dan perusakan mata uang, sedangkan pasal 64 ayat (3) merupakan ketentuan

khusus dalam hal kejahatan-kejahatan ringan yang terdapat dalam Pasal 364

(pencurian ringan). Pasal 373 (penggelapan ringan), pasal 407 ayat (1)

(perusakan barang ringan), yang dilakukan sebagai perbuatan berlanjut.

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penulisan skripsi ini dilakukan dengan cara penelitian hukum normatif

atau yuridis normatif yaitu dengan melakukan kajian terhadap norma hukum

dan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan permasalahan yang

dibahas atau analisis approach.33

2. Jenis Data

Data yang dipakai dalam penulisan skripsi ini adalah jenis data sekunder.

Data sekunder adalah data yang didapat tidak secara langsung dari objek

penelitian. Dalam penulisan ini memakai berbagai bahan hukum, mulai dari

bahan hukum primer berupa perundang-undangan dan literatur, bahan hukum

sekunder berupa putusan pengadilan terkait kasus yang dibahas, dan bahan

hukum tersier berupa bahan yang didapat melalui elektronik/ atau internet,

surat kabar dll.

33

(30)

3. Sumber Data

Data yang ada didalam penulisan skripsi ini dikumpul melalui cara

kepustakaan (library research) yang berarti mempelajari dan menganalisa

buku-buku, peraturan perundang-undangan, juga sumber-sumber bacaan lain

yang terkait dalam penulisan ini.

4. Metode Analisis Data

Data yang diperoleh dengan metode kualitatif, yang berarti dengan

menganalisa data-data dan diuraikan melalui kalimat-kalimat yang merupakan

penjelasan atas hal-hal yang terkait dalam penulisan skripsi ini atau dengan

kata lain menghasilkan data deskripstif analisia dan data sekunder yang ada

kemudian dianalisa secara kualitatif.

G. Sistemnatika Penulisan

Sistematika penulisan ini adalah terbagi dalam beberapa bab sebagai

berikut :

Bab I : Bab ini terdiri dari sub-bab yang dimulai dari latar belakang

malasah, permasalahan, tujuan penulisan dan keaslian penulisan,

tinjauan kepustakaan, metode penulisan, serta sistematika

penulisan.

Bab II : Dalam bab ini terdapat sub-bab yang membahas tentang

pengaturan tindak pidana perdagangan orang menurut

undang-undang RI no 21 tahun 2007, faktor-faktor penyebab terjadinya

perdagangan terutama anak, serta peraturan ILO dan masalah

(31)

Bab III : Bab ini terdiri dari sub-bab yang membahas mengenai

perlindungan hukum terhadap anak korban tindak pidana pada

perdagangan orang, sejarah perkembangan perdagangan anak,

pengaturan hukum perlindungan anak, serta akibat bagi anak yang

dipekerjakan sebagai pekerja seks komersial.

Bab IV : Bab ini merupakan bab yang terdiri dari beberapa sub-bab yang

berisi tentang analisis yuridis tindak pidana perdagangan anak

secara perlanjut (studi putusan no 101/Pid.B/2014/PN Rap),

tentang kronologi kasus, dakwaan, tuntutan, fakta hukum,

pertimbangan hakim, serta putusan dan menganalisa kasus

perdagangan anak secara berlanjut dengan register perkara nomor

: 101/Pid.B/2014/PN Rap.

Bab V : Bab penutup ini berisi 2 (dua) sub-bab yaitu mengenai

Referensi

Dokumen terkait

Judul yang telah penulis ambil pada penelitian ini adalah “ Pengujian Viabilitas dan Vigor Beberapa Varietas Benih Pepaya Pada Wadah Simpan Yang Berbeda

Berdasarkan penegasan konseptual yang telah dikemukakan di atas dapat diambil pengertian bahwa yang dimaksud dengan judul Strategi Guru fiqih dalam meningkatkan Kecerdasan

Perguruan Tinggi sebagai lembaga yang menyelenggarakan Pendidikan Tinggi, Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, harus memiliki otonomi dalam mengelola sendiri

mampu menerapkan matematika, sains alam, dan prinsip rekayasa ke dalam prosedur dan praktek teknikal ( technical practice ) untuk menyelesaikan masalah teknologi pada

Pada tahun berikutnya (1909) berkembang Sarekat Dagang Islam (SDI), berbeda dengan Budi Utomo, pedukung gerakan adalah para pedagang batik, yang merasa diperlakukan

Program Studi D3 Sekretari dan Pendidikan Administrasi Perkantoran, yang saat ini masih mempertahankan stenografi sebagai salah satu mata kuliah kekhususan program

Trianto (dalam Safnil, 2010:14-15) lebih lanjut mengatakan bahwa Abstrak adalah pernyataan singkat mengenai cerita. Pada dasarnya penamaan abstrak di sini dimaksudkan

=:serian Kotoran Bebek sebagai pupuk organik cair terhadap pertumbuhan dan produksi. irc,:::an Jarak Pagar (Jatropha cwcas L.)