• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KAPITALISME DALAM IMPOR KEDELAI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGARUH KAPITALISME DALAM IMPOR KEDELAI"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KAPITALISME DALAM IMPOR

KEDELAI DI INDONESIA

Pendahuluan

Salah satu dari Empat Target Sukses yang telah dicanangkan oleh Kementerian

Pertanian Indonesia dalam Rencana Strategis Kementerian Pertanian 2010-2014 adalah

swasembada dan swasembada berkelanjutan.1 Lebih rincinya, perwujudan target swasembada

dan swasembada berkelanjutan pada 2014 dibuat dalam Program Prioritas Pembangunan di

Bidang Pertanian Pemerintah. Jumlah target produksi padi sebesar 75,70 juta ton, jagung

sebesar 29 juta ton, kedelai sebesar 2,7 juta ton dan gula sebesar 4,81 juta ton, untuk daging

sapi sebesar 0,55 juta ton.2

Berbagai strategi telah diusahakan Pemerintah untuk mencapai target tersebut, seperti

revitalisasi lahan, revitalisasi perbenihan dan perbibitan, revitalisasi infrastruktur dan sarana,

revitalisasi sumber daya manusia, revitalisasi pembiayaan petani, revitalisasi kelembagaan

petani dan seterusnya.3 Namun, Indonesia ternyata masih menjadi salah satu negara

pengimpor kedelai terbesar di dunia.4

Kenyataannya, swasembada dan swasembada berkelanjutan belum dapat tercapai di

tahun ini. Kegagalan untuk mencapai tingkat swasembada ini bukanlah karena Pemerintah

tidak berusaha keras untuk memperbaiki sistem yang ada. Seperti yang telah disebutkan,

bahwa Pemerintah telah mempersiapkan rencana secara mendetail dan tidak sedikit dari

1 Kementerian Pertanian, RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) KEMENTERIAN PERTANIAN 2014, Kementerian Pertanian , Jakarta, 2013, p. i.

2 Oktavio Nugrayasa, ‘2014, Puncak Swasembada Pangan Berkelanjutan’, CABINET SECRETARIAT OF THE REPUBLIC OF INDONESIA (daring), 07 Agustus 2012, < http://old.setkab.go.id/en/artikel-5284-2014-puncak-swasembada-pangan-berkelanjutan.html>, diakses 15 Oktober 2014.

3 Kementerian Pertanian, pp. 6-13.

4 A. Facino, ‘Penawaran Kedelai Dunia dan Permintaan Impor Kedelai Indonesia serta Kebijakan Perkedalaian Nasional’,

(2)

rencana tersebut telah diaplikasikan di lapangan. Namun, mirisnya Indonesia tetap melakukan

impor terhadap berbagai komoditas pertanian dan khusunya kedelai yang akan dibahas dalam

penelitian ini. Sehingga terdapat sumber masalah yang sebenarnya belum dapat diselesaikan

selama ini.

Kedelai dan masyarakat Indonesia

Manusia pada umumnya memerlukan protein berkisar antara 0.8-1.0 g/ kg berat

badan/ hari dengan perbandingan 1:1 antara protein hewani terhadap protein nabati.5 Bukan

hanya manusia yang memerlukan protein dari kedelai ini, hewan pun juga untuk melakukan

aktivitasnya. Sehingga, kedelai di Indonesia merupakan komoditi yang tidak dapat dipisahkan

dari kebutuhan masyarakat sehari-hari. Walaupun kedelai bukanlah hasil tanam asli dari tanah

Indonesia, namun budaya pangan ini sangat erat dengan rakyat Indonesia. Seiring dengan

pertambahan jumlah penduduk sebanyak 10 kali lipat dari 20 juta menjadi 200 juta jiwa

dalam kurun waktu 30 tahun dari awal abad ke-20 hingga diawal abad ke-21, terjadi kenaikan

permintaan kedelai yang sangat signifikan. 6 Pada tahun 1990-1998, kedelai diimpor

sebanyak 343.000-541.000 ton, namun bertambah drastis di tahun 1999-2007 di angka

1.123.000-1.343.000 ton. 7 Selang beberapa tahun, data akhir-akhir ini juga menunjukkan

bahwa produksi kedelai masih defisit sekitar 3,5% sepanjang tahun 2012 sampai dengan

2013. Karena pada tahun 2012 dapat diproduksi sebanyak 0,84 juta ton dan mengalami

penurunan pada tahun 2013 menjadi 0,81 juta ton. Jika dibandingkan dengan pertambahan 5

kali lipat jumlah penduduk Indonesia, maka angka produksi ini jelas tidak bisa memenuhi

kebutuhan dalam negeri.

5 S. Surbakti, ‘ASUPAN BAHAN MAKANAN DAN GIZI BAGI ATLET RENANG’, Jurnal Ilmu Keolahragaan, vol. 8, no. 2, Juli-Desember 2010, p. 112.

6 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN PROVINSI JAWA BARAT, Artikel : MENIMBANG PRODUKSI DAN KETERSEDIAAN KEDELAI (daring), 21 Agustus 2014

<http://diperta.jabarprov.go.id/index.php/subMenu/informasi/artikel/detailartikel/472> diakses 24 September 2014.

(3)

Apakah masalah utama yang memengaruhi impor kedelai di Indonesia?

Berbagai pendapat telah diutarakan oleh para ahli mengenai faktor-faktor penyebab

impor kedelai di Indonesia, yaitu : semakin berkurangnya lahan untuk menanam kedelai8;

produksi kedelai nasional yang masih defisit sedangkan komoditas ini sangat dibutuhkan

masyarakat Indonesia9; laju pertumbuhan penduduk yang meningkat10; terjadi penguatan

nilai tukar rupiah yang menyebabkan harga kedelai impor jauh lebih rendah jika

dibandingkan dengan harga kedelai dalam negeri11; penurunan luas panen kedelai yang tidak

diimbangi dengan peningkatan produktivitas kedelai per ha12; konsumsi kedelai yang semakin

meningkat juga disebabkan oleh peningkatan jumah penduduk menyebabkan pertambahan

kuota impor kedelai dari tahun ke tahun.13 Selain itu, kurangnya optimalisasi lahan produksi

kedelai oleh para petani akibat minimnya perhatian pemerintah daerah terhadap

pengembangan lahan produksi kedelai, dan lainnya. Menteri Pertanian Suswono mengatakan

bahwa tahun depan (tahun 2015) tidak ada cadangan untuk kedelai, sedangkan jika

mengharapkan dari produksi para petani, belum tentu cukup untuk memenuhi kebutuhan

konsumsi sehari-hari. Menurut data yang didapatkan dari BPS, masyarakat Indonesia yang

mengonsumsi tempe dan tahu setiap harinya sebanyak 24% dan 19%. Data ini baru

menunjukkan dua dari hasil olahan kedelai, yaitu tempe dan tahu, belum jika kedelai yang

digunakan untuk olahan lainnya serta pakan ternak setiap harinya. Terlebih, alokasi kedelai

8 Humas UGM/Ika, ‘Pakar UGM : Indonesia Krisis Kedelai Karena Lahan Berkurang’, UNIVERSITAS GADJAH MADA

(daring), 11 September 2013, <http://ugm.ac.id/id/berita/8192-pakar.ugm:.indonesia.krisis.kedelai.karena.lahan.berkurang>, diakses pada 15 Oktober 2014.

9 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN PROVINSI JAWA BARAT, diakses 24 September 2014.

10 Dwi Sartika Adetama, Analisis Permintaan Komoditi Kedelai di Indonesia, Faktor- faktor yang mempengaruhi permintaan kedelai, hal. 51-59, Jakarta, 2011.

11 A. Husni Malian,, ‘KEBIJAKAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL KOMODITAS PERTANIAN INDONESIA’,

AKP, vol. 2, no.2, Juni 2004, pp. 141-142.

12 Rina Oktaviani, Impor Kedelai : Dampaknya terhadap Stabilitas Harga dan Permintaan Kedelai Dalam Negeri.

Keragaan Ekonomi kedelai Indonesia,hal. 4-5, Bogor, 2005.

(4)

yang sangat besar untuk industri tempe dan tahu, dimana industri ini adalah penyambung

lidah bagi rakyat Indonesia, maka dilakukanlah impor untuk memenuhi permintaan tersebut.

Semua pendapat sebelumnya memang benar, namun jika ditelaah lebih lanjut,

kelemahannya adalah ketidakmampuan pendapat-pendapat tersebut untuk menghasilkan

solusi yang terintegrasi dalam memecahkan permasalahan impor kedelai di Indonesia.

Logikanya, jika telah ditemukan inti dari masalah yang sedang dihadapi, maka akan lahirlah

solusi yang dapat memcahkan masalah itu. Namun, karena pendapat tersebut merupakan

dampak dari masalah, bukanlah sumber dari masalah yang ada, berbagai rencana atau strategi

yang telah dibuat Pemerintah tidak akan dapat memberikan perubahan yang nyata untuk

menjadikan Indonesia swasembada atas komoditas kedelai.

Pendapat yang dapat menjelaskan akar masalah sebenarnya mengenai ketergantungan

terhadap impor kedelai adalah kapitalisasi ekonomi. Kapitalisasi ini berawal dari terlibatnya

Indonesia dalam meratifikasi perjanjian dengan WTO melalui UU No.7 di tahun 1995 dan

dilanjutkan penandatanganan letter of intent di tahun 1998 dengan IMF. Hal ini menyebabkan

banyak hal yang merugikan Indonesia di kemudian hari, seperti pencabutan subsidi

pemerintah14, makin luasnya liberalisasi dalam bidang pertanian15, sehingga terjadi kenaikan

permintaan produksi kedelai yang sangat signifikan baik untuk pengolahan bahan pangan

bagi manusia serta pangan ternak, dinamika harga kedelai diserahkan sepenuhnya terhadap

mekanisme pasar dan lainnya.

Hipotesis mengenai pertanyaan dalam tulisan ini adalah, kapitalisme memiliki

pengaruh dalam impor kedelai Indonesia. Hipotesis mengenai peran kapitalisme ini juga

dapat dibuktikan dengan variabel yang berbeda, yaitu impor komoditas pangan nasional

(5)

lainnya, seperti beras, jagung, tepung terigu, gula pasir, gula tebu, bawang putih dan

lainnya.16 Kapitalisme tidak hanya menguasai aturan pemerintah mengenai impor kedelai,

namun juga terhadap komoditas tersebut.

Kapitalisme dalam impor kedelai di Indonesia

Dalam pengertiannya, kapitalisme adalah sistem produksi yang dimana manusia

sebagai buruh dan hasil produksinya menjadi komoditas yang diperjualbelikan di pasar.17

Salah satu teori Marxist mengatakan bahwa peran terpenting dalam politik dunia adalah

mereka yang dapat mengambil peran di eknomi dunia. Di ekonomi dunia yang bersifat

kapitalis, aktor-aktor yang paling berperan penting bukanlah negara melainkan aktor-aktor

yang berada di ekonomi kelas atas. Negara, perusahaan multinasional dan organisasi

internasional dapat menjadi representasi dari kelas yang dominan dan memiliki kepentingan

di ekonomi dunia. Karl Marx (1818-1883) kala itu mengkritisi adanya pertumbuhan

kapitalisme yang mengakibatkan pertarungan antar kelas sosial, eksploitasi tenaga dan waktu

para pekerja, kolonialisme dan perang. Hal ini diakibatkan tujuan para kapitalis yang

menekankan pada pasar bebas, privatisasi perusahaan, dan penumpukan kekayaan.18 Para

kapitalis berdalih bahwa campur tangan Pemerintah dengan proteksinya tidak akan membuat

maju negara mereka dan tidak membuat masyarakatnya menjadi kreatif dan produktif.19

Organisasi internasional yang berperan dalam kapitalisasi bidang pertanian di Indonesia

adalah World Trade Organization (WTO) dan International Monetary Fund (IMF).

Faktanya, Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang memiliki sumber daya alam

yang melimpah. Kekayaan alam ini harus digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran

16 F. Ariyanti, ‘Daftar Lengkap 29 Komoditas Pangan yang Diimpor RI’, Liputan 6 (daring), 14 Oktober 2013,

<http://bisnis.liputan6.com/read/719523/daftar-lengkap-29-komoditas-pangan-yang-diimpor-ri>, diakses 20 Oktober 2014. 17 J. Baylis & S. Smith, THE GLOBALIZATION OF WORLD POLITICS : An introduction to international relation, 2nd edn, OXFORD University Press Inc., New York, 2001, p. 620.

18 C. W. Kegley, JR., WORLD POLITICS : Trend and Transformation, 11th edn, Thomson WadswothTM, Boston, 2008, p.

137-138.

(6)

rakyat Indonesia.20 Untuk mengatur kepentingan negara dalam bentuk konstitusi ekonomi

(economic constitution) maupun konstitusi sosial (social constitution), dibentuklah UUD

1945 yang menjadi konstitusi politik (political constitution) tertinggi atau dikatakan juga

sebagai “The Highest Law of The Land”.21Dengan mandat kekuasaan yang telah diberikan

rakyat, maka pemerintah dapat bertindak sebagai penguasa tertinggi yang mengatur segala

urusan ekonomi dan lainnya. Akibat dari ratifikasi perjanjian dan penandatanganan dengan

WTO dan IMF, peran pemerintah melemah dalam usaha mencapai swasembada pangan

terutama dalam sektor pemenuhan kebutuhan kedelai dalam negeri.

Mari meninjau kembali betapa besar peran serta kekuasaan negara dalam melindungi

hak warga negaranya dan menjamin kesejahteraan mereka. Ciri-ciri negara yang berdaulat

sepenuhnya memiliki wilayah, rakyat dan identitas nasional yang didalamnya terdapat

keabsahan politik yang mendorong berdirinya pemerintah untuk mengatur jalannya negara.22

Keabsahan politik ini dapat diartikan sejauh mana negara dengan institusi, personil atau

kebijaksanannya dapat diterima secara moral dan dianggap benar oleh masyarakat.23 Suatu

negara dianggap demokratis dimana warga negara dapat memilih dengan sistem yang

kompetitif mengenai wakil mereka dalam menyusun kebijakan dan penyusun kebijakan

memiliki hak yang sah (atau otoritas) untuk menyusun kebijakan tersebut.24

Rakyat Indonesia telah memilih wakil rakyatnya yang dipercaya dapat menjamin hak

individu maupun sosial mereka dalam kebijakan yang akan mereka buat. Negara bersifat

protektif terhadap segala hal yang bersangkutan dengan kehidupan warga negaranya. Jika 20 Lihat Pasal 33 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) UUD 1945 sebagai berikut : (1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan; (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara; (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat; (4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

21 Jimly Asshidique, Gagasan Kedaulatan Rakyat dalam Konstitusi dan Pelaksanaannya di Indonesia, Ichtiar Baru-van Hoeve, Jakarta, 1994.

22 Rodee, Carlton Clymer, dkk, Introduction to Political Science, edisi Bahsa Indonesia Pengantar ILMU POLITIK,

diterjemahkan oleh Drs. Zulkifly Hamid, Rajawali Pers, Jakarta, 2013, pp. 37-45. 23 Rodee, Carlton Clymer, dkk, p. 47.

(7)

kekuasaan pemerintah di suatu negara diintervensi dan diarahkan hanya untuk kepentingan

beberapa pihak, maka kestabilan nasional pun akan terganggu. Para kapitalis memandang

bahwa proteksi yang dilakukan oleh pemerintah tidak akan membuat suatu kemajuan dalam

kehidupan perekonomian negara tersebut. Jika ekonomi dikembalikan ke pasar bebas, maka

pertumbuhan ekonomi akan pesat karena tidak berbenturan dengan berbagai aturan

pemerintah.

Seperti yang telah disebutkan, organisasi internasional seperti WTO dan IMF telah

menjadi pihak kapitalis karena telah melakukan intervensi terhadap aturan Pemerintah yang

sebenarnya dimaksudkan untuk menunjang produktivitas dalam bidang pertanian. Dengan

ratifikasi tersebut, Indonesia juga wajib untuk memenuhi Perjanjian Pertanian (Agreement on

Agriculture = AoA) dengan WTO. Terdapat tiga pilar utama dalam AoA WTO berupa: (1)

Akses pasar (Market Access); (2) Subsidi domestik (Domestic Supports); dan (3) Subsidi

ekspor (Export Subsidies).25 Ketiga pilar ini telah menjadi sekat atas perlindungan hak-hak

petani yang sebenarnya bisa dilakukan oleh Pemerintah.

Logika sederhana mengenai impor kedelai di Indonesia

Dengan analogi sederhana maka pertanyaan mengapa Indonesia terus mengimpor

kedelai dapat terjawab. Dikatakan bahwa lahan untuk menanam kedelai telah berkurang jauh

sehingga petani tidak dapat mengoptimalkan produksi kedelai, namun mengapa lahan

tersebut dapat berkurang? Karena petani tidak begitu tertarik untuk kembali menanam

kedelai, sehingga petani menanam komoditas pertanian lainnya. Penurunan minat petani ini

disebabkan oleh kalahnya daya saing kedelai lokal dan kedelai impor yang beredar di

pasaran, bukan hanya dari segi kualitas namun juga dari segi harga. Dari segi kuaitas,

penelitian di Indonesia sebenarnya telah menghasilkan variasi kedelai yang dapat

(8)

mengungguli kualitas kedelai impor, namun penemuan ini hanya tersimpan di bank penelitian

dan kurang mendapatkan perhatian khusus dari Pemerintah untuk disosialisasikan kepada

petani.26 Dari segi harga, dengan dicabutnya subsidi pemerintah, maka petani harus

membiayai sendiri seluruh harga produksi kedelai tersebut, hal ini akan membuat harga

kedelai nasional lebih tinggi dibandingkan dengan harga kedelai impor. Terlebih, dengan

perjanjian tersebut Indonesia kemudian menghilangkan bea masuk terhadap kedelai impor,

yang membuat harga kedelai impor lebih rendah dari kedelai nasional dan tentunya lebih

dipilih oleh para pembeli.

Kesimpulan

Dapat disimpulkan bahwa masalah-masalah teknis yang Pemerintah tanggulangi tidak

akan pernah berakhir, jika Pemerintah tidak berusaha menanggulangi akar masalah yang

sebenarnya, yaitu sistem ekonomi kapitalis. Sistem yang telah diterapkan sekian lama inilah

yang akan terus menggagalkan cita-cita Indonesia untuk mensejahterakan rakyatnya, seperti

yang telah tertulis dalam pasal-pasal di konstitusi negara ini. Jika Indonesia ingin

menuntaskan permasalahan ini maka sistem ekonomi yang bersifat kapitalis itu harus dilawan

dengan sistem ekonomi yang berbasis kerakyatan. Harus ada usaha luar biasa yang dilakukan

Pemerintah Indonesia bersama rakyatnya dalam mengusahkan sistem baru tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

(9)

Buku

Asshidique, Jimly. Gagasan Kedaulatan Rakyat dalam Konstitusi dan Pelaksanaannya di

Indonesia. Jakarta : Ichtiar Baru-van Hoeve, 1994.

Baylis John; Smith, Steve. The Globalization of World Politics . 2nd. New York: OXFORD University Press Inc, 2001.

Chang, Ha Joon. 23 THINGS THEY DON’T TELL YOU ABOUT CAPITALISM. London: Penguin Books Ltd, 2011.

Kegley, JR., W C. WORLD POLITICS : Trend and Transformation. 11. Boston: Thomson WadswothTM, 2008.

Rodee, Carlton Clymer, Carl Quimby Christol, Totton James Anderson, dan Thomas H Greene. Pengantar ILMU POLITIK. Dialihbahasakan oleh Zulkifly Hamid. Jakarta: Rajawali Pers, 2013.

Jurnal

Adetama, Dwi Sartika. “FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHIH PERMINTAAN KEDELAI.” Analisis Permintaan Komoditi Kedelai di Indonesia (2011): 51-59

Malian, A Husni. “KEBIJAKAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL KOMODITAS PERTANIAN INDONESIA.” AKP 2 (Juni 2004): 135-156.

Oktaviani, Rina. "IMPOR KEDELAI : DAMPAKNYA TERHADAP STABILITAS HARGA DAN PERMINTAAN KEDELAI DALAM NEGERI." Keragaman Ekonomi kedelai

Indonesia (2005) : 1-22

Rante, Yohanis. “STRATEGI PENGEMBANGAN TANAMAN KEDELAI UNTUK PEMBERDAYAAN EKONOMI RAKYAT DI KABUPATEN KEEROM PROVINSI PAPUA.” JMK 15 (2013): 75-88.

(10)

Surbakti, Sabar. “ASUPAN BAHAN MAKANAN DAN GIZI BAGI ATLET RENANG.” Jurnal Ilmu Keolahragaan 8 (Juli-December 2010): 108-122.

Yuniati, Ratna. “PENAPISAN GALUR KEDELAI Glycine max (L.) Merrill TOLERAN TERHADAP NaCl UNTUK PENANAMAN DI LAHAN SALIN.” Makara, Sains 8 (April 2004): 21-24.

Zakaria, Amar K, Wahyuning K Sejati, dan Reni Kustiari. “ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS KEDELAI MENURUT AGRO EKOSISTEM: KASUS DI TIGA PROVINSI DI INDONESIA.” Jurnal Agro Ekonomi 28 (Mei 2010): 21-37.

Sumber lainnya

 Artikel dari internet

Ariyanti, F. Daftar Lengkap 29 Komoditas Pangan yang Diimpor RI. 14 Oktober 2013. http://bisnis.liputan6.com/read/719523/daftar-lengkap-29-komoditas-pangan-yang-diimpor-ri (diakses Oktober 20, 2014).

Informasi, Tim Sistem. Artikel : MENIMBANG PRODUKSI DAN KETERSEDIAAN KEDELAI. 21 Agustus 2014.

http://diperta.jabarprov.go.id/index.php/subMenu/informasi/artikel/detailartikel/472 (diakses September 24, 2014).

Facino, A. Penawaran Kedelai Dunia dan Permintaan Impor Kedelai Indonesia serta Kebijakan Perkedalaian Nasiona. 2012. (diakses Oktober 14, 2014).

Nugrayasa, Oktavio. 2014, Puncak Swasembada Pangan Berkelanjutan. 2012 Agustus 2012. http://old.setkab.go.id/en/artikel-5284-2014-puncak-swasembada-pangan-berkelanjutan.html (diakses Oktober 15, 2014).

UGM, Humas. UNIVERSITAS GADJAH MADA. 11 September 2013.

(11)

Referensi

Dokumen terkait

Efisiensi bahan bakar dan kinerja ditingkatkan dengan hidraulik implement dengan sensor beban yang telah teruji di lapangan pada D10T 2 , yang merespons persyaratan

Berdasarkan hasil penelitian, terdapat lima bagian pola ritme dimana didalamnya terdapat teknik linear drumming yang sangat jelas terdengar, pola tersebut tercipta

3.8 Surat diserahkan kembali kepada Pelaksana Administrasi untuk dicatat pada buku register; 3.9 Pelaksana Administrasi menghubungi OPD untuk dapat mengambil

Agar kemampuan berhitung anak dapat berkembang dengan baik maka sebaiknya guru atau pendidik dapat memahami tahap kemampuan berhitung anak dan melaksanakan proses

Untuk tujuan tersebut, beberapa variabel yang diteliti adalah ekspor CPO, produksi CPO, luas areal kelapa sawit, harga ekspor CPO, harga CPO domestik, pendapatan nasional

“ Pengaruh Metode Memilih dan Memilih Kartu ( Card – Sort ) Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Sejarah Kelas XI SMA N 2 Koto Baru Kabupaten Dharmasraya

Pada saat berlakunya Peraturan Daerah ini, pajak yang masih terutang berdasarkan Peraturan Daerah Kota Cilegon Nomor 6 Tahun 2000 tentang Pajak Reklame, sepanjang tidak

(4) Memiliki kemampuan penguasaan bahasa Inggris, yang ditunjukan dengan dokumen TOEFL atau yang setara, dengan skor sekurang-kurangnya: (a) Untuk studi program doktor di