• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Guru Memahami Model Interaksi anta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Peran Guru Memahami Model Interaksi anta"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Peran Guru: Memahami Model Interaksi antara

Guru, Siswa, dan Konten dalam Pembelajaran

Matematika

Conference Paper · January 2015

READS

25

1 author:

Kadek adi Wibawa

State University of Malang

5 PUBLICATIONS 2 CITATIONS

(2)

Peran Guru: Memahami Model Interaksi antara Guru, Siswa, dan Konten

dalam Pembelajaran Matematika

Kadek Adi Wibawa

Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana Universitas Negeri Malang

Email: adi_math@yahoo.co.id

Abstrak

Pemerintah memberikan kepercayaan penuh kepada guru untuk melakukan proses belajar mengajar, yang terpenting dapat menumbuhkan semangat dan kemauan belajar anak. Kurikulum yang baru atau K-13 sangat mengutamakan berpikir matematik siswa atau penalaran dari pada hasil yang ditemukan. Agar siswa mampu mengembangkan proses berpikir dan bernalarnya diperlukan interaksi yang bagus (kuat) Mason (2004) menjelaskan terdapat enam model interaksi antara guru, siswa dan matematika (sebagai konten) yang sering disebut tiga serangkai dalam pembelajaran matematika. Bagaimana enam model interaksi ini menjadi topik pembahasan yang terkait dengan strategi pembelajaran yang sesuai. Bagaimana peran guru dalam pembelajaran di kelas jika menggunakan strategi pemecahan masalah dengan melakukan model-model interaksi yang mengarahkan agar siswa berpikir aktif, kritis dan kreatif.

Kata Kunci: kurikulum 2013, guru kreatif, enam model interaksi, pemecahan masalah.

Abstact

The government provides full trusting to the teacher to do the process of teaching and learning, the most important can grow the spirit and children will learn. A new curriculum or k-13 very prioritising mathematical thinking students or reasoning from the results found. That students able to develop the process of thinking and reasoning necessary good interaction (strong) Mason (2004) explain that there are six interaction models between teachers , students and mathematics ( as the content) which often called the triad in learning mathematics. How six interaction models of this topic of discussion to be associated with learning strategies in accordance. How the role of teachers in learning in class if they use problem-solving strategies do with the interaction of the models who directs that students active thought, critical and creative .

Key Words: Curriculum 2013, Creative teacher, six interaction models, problem solving

PENDAHULUAN

Anies Baswedan, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah periode tahun 2014-2019 mencetuskan tujuh jalan revolusi mental: 1) Mengubah paradigma pendidikan “berdaya saing” menjadi pendidikan “mandiri dan berkepribadian”, 2) Merancang kurikulum berbasis karakter dari kearifan lokal serta vokasi yang beragam berdasarkan kebutuhan geografis daerah dan bakat anak, 3) Menciptakan proses belajar yang menumbuhkan kemauan belajar dari dalam diri anak, 4) Memberi kepercayaan penuh pada guru untuk mengelola suasana dan proses belajar pada anak, 5) Memberdayakan orangtua untuk terlibat pada proses tumbuh kembang anak, 6) Membantu kepala sekolah untuk menjadi

pemimpin yang melayani warga sekolah, dan 7) Menyederhanakan birokrasi dan regulasi pendidikan diimbangi pendampingan dan pengawasan. Satu hal yang perlu menjadi sorotan adalah bagaimana pemerintah memberikan kepercayaan penuh kepada guru untuk melakukan proses belajar mengajar, yang terpenting dapat menumbuhkan semangat dan kemauan belajar anak.

(3)

pendekatan pembelajaran yang harus digunakan (pendekatan sainstifik). Pendekatan ini merupakan perencanaan murni yang mempusatkan pembelajaran pada siswa, aktivitas siswa, kemauan siswa untuk belajar, dan perkembangan potensial siswa. Diperjelas lagi bahwa kurikulum 2013 (2013) menginstruksikan guru, agar bisa mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis, analistis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan materi matematika dalam pembelajaran. Hal ini mempertegas bahwa Kurikulum yang baru atau K-13 sangat mengutamakan berpikir matematik siswa atau penalaran dari pada hasil yang ditemukan. Agar siswa mampu mengembangkan proses berpikir dan bernalarnya diperlukan interaksi yang bagus (kuat) antara guru dan siswa serta matematika sebagai kontennya.

Mason (2004) menjelaskan tedapat enam model interaksi antara guru, siswa dan matematika (sebagai konten) yang sering disebut tiga serangkai dalam pembelajaran matematika. Menurut Bennet (dalam Mason, 2004) tiga istilah (guru, pebelajar, konten) dapat menduduki tiga peran (menginisiasi, merespon, dan memediasi) yang diperlukan bagi terjadinya hubungan dan kegiatan. Enam model interaksi tersebut adalah expounding dan explaining, exploring dan examining, dan exercising dan expressing. Guru memegang peranan penting dalam hal ini, karena guru harus membelajarkan matematika pada siswa dengan tuntutan agar materi atau semangat matematika dapat diterima oleh siswa.

Pada makalah ini, akan dipaparkan bagaimana enam model interaksi antara guru, siswa dan matematika menjadi topik pembahasan yang terkait dengan pendekatan dan strategi pembelajaran yang sesuai. Bagaimana peran guru dalam pembelajaran di kelas jika menggunakan strategi pemecahan masalah dengan melakukan model-model interaksi yang mengarahkan agar siswa berpikir aktif, kritis dan kreatif.

KAJIAN PUSTAKA

Enam Model Interaksi

Interaksi yang inisiatifnya berasal dari guru dibedakan menjadi dua macam, yaitu: (1) expounding, dan (2) explaining. Expounding itu sama seperti ceramah dengan menjelaskan secara rinci yang diarahkan kepada semua siswa, baik diminta maupun tidak. Sedangkan explaining hanya dilakukan untuk merespons pertanyaan yang di ajukan oleh siswa. Expounding dan explaining memiliki arti yang sama yaitu menjelaskan, akan tetapi terdapat perbedaan pada posisi guru dalam melakukan interaksi dengan siswa.

Mason (2004) menjelaskan bahwa:

“… In a true tutorial explaining takes place when just one student is involved, with the tutor being perceptive of the student’s individual needs. This is rather more difficult than it sounds! I have often found myself trying to drag a student into my conceptual world rather than trying to enter and remain in that of the student.”

Yang memiliki makna bahwa dalam suatu tutorial yang sebenarnya menjelaskan dilakukan hanya jika seorang siswa membutuhkan (explaining), dengan tutor mengerti kebutuhan individu siswa. Ini tampaknya lebih sulit. Saya sering menemukan pada diri saya sendiri untuk mencoba menggeser siswa ke dalam dunia konseptual saya dibandingkan mencoba masuk dan tetap pada dunia konseptual siswa. Mason menyadari bahwa seorang tutor (guru) penting dan harus bisa masuk dalam dunia konseptual siswa, atau bagaimana sebenarnya siswa berpikir sehingga interaksi yang kuat antara guru dan siswa bisa terjadi.

Guru dapat mempengaruhi siswa agar mau bekerja dalam matematika (bermatematika). Interaksi yang inisiatifnya berasal dari siswa, dapat dibedakan menjadi dua macam juga, yaitu: (1) exploring, dan (2) examining. Exploring terjadi ketika siswa menghadapi open-ended problem dan mencoba menghasilkan generalisasi sendiri. Seperti misalnya meminta siswa untuk memilih salah satu bilangan dari 15, 20, 23, dan 25 dan berikan alasan mengapa memilih bilangan tersebut? Jawaban yang muncul dari siswa beraneka ragam, dan guru bisa mengetahui pengetahuan siswa mengenai sistem bilangan. Jawaban yang diberikan atas inisiatif dari siswa yang di fasilitasi oleh guru. Siswa akan melakukan eksplorasi terhadap sistem bilangan yang ia ketahui. Eksplorasi yang mendalam yang kaitannya untuk menghasilkan generalisasi sendiri, guru juga dapat menerapkan pembelajaran yang menggunakan strategi pemecahan masalah (problem solving). Peran guru di sini hanyalah mengarahkan siswa, mendorong pemikiran yang mandiri. Proyek dan investigasi juga merupakan contohnya. Sedangkan Examining terjadi ketika siswa mengajukan diri untuk diuji. Dia merasa sudah siap examination when he considers himself ready. … an opportunity for a student to validate his own criteria of whether or not he is understanding the material. After all, a major part of teaching is to provide the student with his own criteria. …”

(4)

ini mestinya terjadi.... seorang siswa menyampaikan diri ujiannya ketika dia mempertimbangkan dirinya sendiri siap....suatu kesempatan bagi siswa untuk memvalidasi kemampuannya sendiri apakah ia memahami materi atau tidak. Setelah semua itu, bagian utama dari pembelajaran adalah menyediakan siswa dengan kemampuannya sendiri.

Interaksi yang terakhir adalah interaksi yang inisiatifnya berasal dari matematikanya, dibedakan menjadi dua macam juga, yaitu: (1) exercising, dan (2) expressing. Exercising itu terjadi ketika ada tekanan dari materi untuk menguasai teknik-teknik tertentu atau ada konsep yang perlu dilatih lebih mantap, biasanya latihan yang hanya melatih siswa untuk menerapkan rumus yang sudah ada dan menghafal konsep-konsep yang sudah berupa definisi ataupun sudah menjadi suatu formula. Exercising ini baru akan berhasil kalau ada daya/dorongan dari dalam diri anak untuk melakukannya. Kalau tidak, latihan ini hanya akan menghasilkan hafalan.

Expressing adalah kegiatan yang dilakukan dengan cara menyajikannya kepada orang lain. Kendatipun bagus, tidak semua anak mau dan mampu melakukannya. Tidak jarang mereka enggan atau tidak mampu mempertanyakan dan apalagi mengomunikasikan idenya. Bagaimana siswa juga diharapkan mampu untuk memodelkan suatu permasalahan sehari-hari menggunakan symbol-simbol matematika dan memecahkannya menggunakan aturan-aturan yang ada yang kadang menggunakan cara yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Siswa juga diharapkan dapat membuat representasi dari setiap permasalahan yang ada, baik secara verbal maupun pictoral (gambar, grafik, dll).

PEMBAHASAN

Peran Guru dalam Menggunakan Strategi Pemecahan Masalah (Problem Solving) yang Menginisiasi terjadinya Interaksi

Guru yang efektif hendaknya mendorong pemikiran kreatif dan kritis dalam semua mata pelajaran. Guru menemukan masalah realistis dari pengalaman anak-anak yang dapat membantu mengajarkan keterampilan dan konsep matematika. Situasi yang realistis, menciptakan masalah dimana siswa dapat menghadapi dan ikut serta. Siswa dapat menemukan konsep dan prosedur serta menerapkannya dalam keadaan dan situasi baru; mereka menjadikan matematikawan saat mereka menyelesaikan berbagai masalah.

Saat perusahaan, pemerintahan, maupun pekerjaan lainnya mempertimbangkan pekerjaan yang penting bagi karyawannya, mereka memperhatikan kemampuan

berpikir secara kritis dan kreatif, untuk menyelesaikan masalah, menyampaikannya secara efektif dalam bentuk lisan maupun tulisan, dan mengerjakannya bersama-sama dalam suatu tim. Menurut Burns (dalam Kennedy, 2000) agar berguna dalam mayarakat yang kompleks dan terus berubah, setiap orang perlu dapat menyelesaikan masalah yang luas. Kurikulum matematika sekolah harus menyiapkan anak-anak untuk dapat menjadi pemecah masalah yang efektif.

Dengan strategi problem solving, siswa dapat memahami masalah, mengembangkan rencana, dan melaksanakan rencana mereka. Selanjutnya mereka dapat mempertimbangkan apakah jawaban mereka masuk akal dan adakah jawaban atau pendekatan lainnya, dan akhirnya mereka dapat menyampaikan jawaban dan penalaran mereka. Kemampuan untuk menghitung secara akurat sangat penting dalam pemecahan masalah, tetapi berpikir merupakan inti mengajar dan belajar matematika. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Wibawa (2013) terkait dengan defragmenting berpikir pseudo dalam memecahkan masalah limit fungsi. Wibawa menemukan bagaiamana proses terjadinya berpikir pseudo sebagai salah satu jenis kesalahan dalam berpikir, yang kemudian dilakukan penataan ulang (defragmenting) melalui interaksi yang dilakukan oleh siswa (subjek) dengan meminta siswa memahami masalah kembali, membuat perencanaan, dan melaksanakan rencana hingga melakukan pengecekan.

Setiap pelajaran dapat mengajarkan kecakapan pemecahan masalah, seperti yang terjadi di kelas Ms. Eckelkamp berikut saat dia bertanya kepada siswa di kelas tiganya untuk memikirkan kendaraan yang digunakan untuk studi tur.

Ms Eckelkamp: Karena kita sedang mempelajari hewan dan habitat, kita akan pergi ke kebun binatang. Ada 27 anak di kelas kita. Mari kita diskusikan bagaimana kita akan pergi ke kebun binatang.

Evan : Kita bisa berjalan ke kebun binatang Tara : Terlalu jauh, kita harus naik mobil

MsEckelkamp: berapa banyak mobil yang kita butuhkan? Kayleight : Mobil kami memiliki dua sabuk pengaman di depan dan tiga di belakang, sehingga empat anak dapat naik di masing-masing mobil. Enam mobil membawa empat anak. Enam mobil dengan empat anak cukup untuk 24 anak.

Kim : Tapi ada 27 anak di kelas kita. Kita membutuhkan tujuh mobil untuk semua orang kecuali ada tiga orang yang sakit. Joaqoina : Beberapa mobil memiliki dua sabuk

(5)

mobil dapat membawa empat anak dan lainnya tiga, saya pikir kita perlu delapan mobil.

Ali : Van (jenis mobil) kita memiliki tujuh kursi – semua orang bisa naik dalam empat van. Jorge : Satu van sama dengan satu mobil besar dan

satu mobil kecil.

Terrell : Satu bus sekolah akan mengangkut semua orang beserta Ms. Eckelkamp dan orang tua.

Diskusi seperti yang dilakukan oleh Ms. Eckelkamp dapat merangsang siswa untuk berpikir. Guru menjelaskan apabila ada respon dari siswa. Eksplorasi yang dilakukan guru lebih dari sekedar menghitung 27 : 4 = 6, dan sisanya 3. Diskusi yang terjadi antara Ms. Eckelkamp (guru) dengan siswa begitu “asyik”, siswa mau terlibat aktif dalam memberikan ide atau pendapatnya dan guru juga menerima dan merespon setiap masukan dari siswa. Pembelajaran (suasana kelas) seperti inilah yang diharapkan terjadi dalam kurikulum 2013, bagaimana siswa mencari tahu sendiri mengenai masalah yang sedang dihadapi.

Interaksi yang menarik juga terjadi dalam penelitian Wibawa (2013) terkait dengan persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel.

Guru : “Dimas memiliki kelereng tidak lebih dari 36 buah. Jika Dimas menyimpan kelerengnya pada tiga buah kantong celana dengan jumlah kelereng pada masing-masing kantong sama, maka berapakah kemungkinan banyaknya kelereng Dimas pada tiap kantong?”

Siswa : “Berarti jumlah semua kelerengnya kurang dari 36 pak ya?”

Guru : “Menurut kalian bagaimana? Apakah kurang dari atau boleh sama dengan 36?”

Siswa : “Oya, boleh pak. Karena itu kan tidak lebih dari 36.”

Guru : “Bagus, jadi dimas memiliki kelereng kurang dari atau sama dengan 36 ya?”

Siswa : “Iya pak”

Guru : “Oke, sekarang, kita tebak bersama-sama berapa kira-kira kelereng yang ada di dalam kantong Dimas jika di dalam empat kantongnya terdapat jumlah kelereng yang sama?”

Siswa : “Enam pak, karena 6 x 4 = 24, kurang dari 36.”

Guru : “Bagus, ada pendapat lain?” Siswa : “Sembilan pak, karena 4 x 9 = 36.”

Guru : “Bagus, apakah kalian bisa menentukan semua kemungkinan jawaban dengan menebak?” Siswa : “Bisa pak, tapi banyak sekali.”

Guru : “Yaa.. memang banyak sehingga sulit untuk menebak dengan coba-coba semua jawaban yang mungkin, untuk itu kita harus membuat model matematikanya dan kemudian kita selesaikan bersama-sama.”

Siswa : “Iya pak

.

Masalah yang di paparkan oleh Wibawa (2013) merupakan masalah yang mengajak siswa untuk menebak semua kejadian yang mungkin sebelum membuat model matematika yang sifatnya lebih umum dan dapat menjawab semua kemungkinan kejadian sekaligus. Siswa tampak ikut terlibat sesuai dengan pemahamannya masing-masing. Terdapat inisiatif konten (matematika) disini, agar siswa terus melakukan respon melalui inisiasi dari peneliti sebagai guru. Interaksi seperti ini tentu membawa suasana pembelajaran menjadi aktif.

Strategi Act it Out (Memerankan)

Dalam strategi act-it-out siswa memeragakan atau mensimulasikan situasi masalah untuk membantu mereka memahami masalah dan membuat rencana aktivitas. Ketika situasi diperagakan dengan properti yang telah disiapkan, solusinya seringkali tampak nyata. Sebuah operasi matematika baru, seperti pengurangan, disajikan melalui cerita, seperti yang terlihat di sini:

Ignacio mempunyai 7 pisang. Dia memberikan 3 buah pisang kepada Marta

Gambar 1. Ilustrasi pengurangan

Anak bergiliran memerankan cerita dan kemudian menceritakan tentang hasil dari tindakan. Setelah beberapa cerita telah diperankan, anak-anak bisa membuat cerita mereka sendiri dan memerankannya. Tindakan pengurangan seperti di atas dikembangkan dalam pengaturan masalah, dan solusi diwakili dengan benda-benda, melalui tindakan, dalam gambar, dan akhirnya dengan kalimat matematis. Banyak kegiatan informal yang mengajak siswa untuk memerankan situasi matematika. Dengan memerankan situasi dan mempresentasikan hasilnya dalam simbol secara tertulis meningkatkan pemikiran aljabar karena siswa dapat melihat pola yang muncul dari tindakan mereka.

(6)

kurikulum 2013, terutama dalam hal afektif siswa agar lebih berani.

Cara lain yang bisa dilakukan guru dalam hal mengekspresikan matematika dalam kemasan yang lebih menarik dan menantang adalah membuat model matematika dari permasalahan yang ada, membuat gambar, grafik, tabel, dan lain-lain.

Strategi Trial and Error

Menebak dan memeriksa, juga disebut Trial and Error, adalah sebuah teknik penyelesaian masalah yang serbaguna dimana beberapa solusi yang mungkin dicoba untuk menyelesaikan masalah. Alih-alih menemukan jawabannya dengan segera, siswa memeriksa jawaban apa yang tepat dan apa yang tidak. Bahkan jika hal-hal yang dicobakan tidak menjawab pertanyaan, seringkali mereka memberikan petunjuk akan solusi yang sebenarnya. Pada percobaan kedua atau ketiga siswa bisa menemukan pola yang menuju hasil yang diinginkan.

Berikut ini adalah contoh masalah yang menggunakan strategi Trial and Error beserta hasil pembahasannya bersama dengan siswa Mr. McCuen.

“Dua bilangan jika dikalikan bersama akan menghasilkan 144. Saat bilangan yang lebih besar dibagi dengan bilangan yang lebih kecil, hasil baginya adalah 4. “

Kara : Saya tahu, 12 × 12 adalah 144!

Keesha : Tetapi 12 dibagi 12 adalah 1, jadi dua bilangan tersebut tidak boleh 12 dan 12.

Josue : Saya mengalikan 4 dan 36 dan hasilnya adalah 144

Lollie : Tetapi 36 dibagi 4 adalah 9, bukan 4

Mr. McCuen : Mari kita membuat tabel sehingga kita bisa melihat bilangan-bilangan yang sudah kita coba.

Tebakan Bilangan 1

Bilangan 2

Hasil Kali

Hasil Bagi

1 12 12 144 1

2 4 36 144 9

3 6 24 144 4

Mr. McCuen : Bilangan berapa yang ada di antara 12 dan 4? Saya pikir kita harus mempunyai sebuah bilangan genap supaya mendapatkan hasil yang genap. Mari kita mencoba bilangan 6 dan 8.

Kara : Jika kamu membagi 144 dengan 6, kamu akan mendapatkan 24.

Keesha : Yup! 24 dibagi dengan 6 adalah 4. Apakah hal tersebut berlaku untuk 8?

Mr. McCuen :Saya membuat teka-teki lain. Dua bilangan jika dikalikan hasilnya 180, dan selisihnya adalah 3.

Pada contoh di atas, siswa menyadari tabel akan membantu mereka mengatur solusi yang didapat dari Trial and Error. Saat guru menahan diri untuk tidak memberikan jawaban dengan segera, mereka mendorong adanya proses berpikir siswa. Dalam pemecahan masalah, “Melihat mana yang bekerja” adalah strategi yang bagus. Menebak dan Memeriksa bukan berarti membuat tebakan yang sembarangan tetapi membuat tebakan-tebakan yang masuk akal.

Contoh lain mengenai teka-teki yang berhubungan dengan bilangan ditunjukkan pada gambar di bawahini. Solusi contoh tersebut bisa didapat dengan menggunakan strategi Trial and Error. Untuk menyelesaikan teka-teki tersebut, siswa dapat mencoba beberapa penataan. Kombinasi yang salah dapat memberikan petunjuk untuk mencapai jawaban yang benar. Setelah menyelesaikan teka-teki tersebut, mereka dapat menemukan solusi untuk jumlah yang lain, misalnya 10 atau 13.

(a) Tempatkan bilangan 0 sampai 8 pada bulatan di bawah ini sehingga jumlah setiap kolom dan barisnya adalah 12

(7)

KESIMPULAN

Tujuan atau semangat kurikulum 2013 (K-13) adalah mencetak siswa yang kreatif, inovatif, dan produktif serta memiliki sikap yang baik. Untuk mewujudkannya pemerintah salah satunya telah membuat standar dalam proses belajar mengajar dengan menggunakan pendekatan saintifik. Pendekatan saintifik merupakan pendekatan yang bertumpu pada siswa atau aktivitas siswa (students center). Hal ini sesuai dengan 6 interaksi guru, siswa, dan matematika sebagai konten yang dijelaskan oleh Mason (2004:221), yaitu expounding dan explaining, exploring dan examining, dan exercising dan expressing. Peran Guru sangat penting dalam memberikan dorongan atau menginisiasi agar terjadi interaksi yang berpotensi bagus untuk perkembangan berpikir siswa. Guru harus memahami bahwa ada interaksi yang merupakan inisiatif dari dirinya sendiri sebagai guru, inisiatif dari siswa, dan inisiatif dari konten (dalam hal ini matematika). Guru juga berperan dalam mengajak siswa untuk berpikir, berani untuk mengungkapkan pendapat, dan mau untuk terlibat dalam diskusi yang dipandu (difasilitasi) oleh guru. Paradigma siswa yang mencari tahu bukan guru yang memberi tahu dalam kurikulum 2013, bukan berarti guru “diam” tidak melakukan apa-apa atau guru hanya memberikan tugas kemudian “mendiamkan siswa” dengan harapan siswa bisa mencari tahu. Akan tetapi guru memfasilitasi siswa untuk berpikir, mau terlibat dalam pembelajaran, dan tentu selalu dalam kontrol guru artinya guru mengetahui apa yang sedang dikerjakan oleh siswa, apakah yang menghambat proses berpikirnya, bagaimana cara memacunya agar mau berpikir lebih aktif, dan lain-lain. Peran guru begitu menantang, sehingga perlu memehami strategi-strategi pembelajaran yang dapat memunculkan itu semua. Salah satunya adalah strategi pemecahan masalah.

Penelitian terkait dengan penerapan enam model interaksi ini di kelas sangat terbuka untuk dilakukan. Dan juga penelitian terkait pengembangan model

pembelajaran dan bahan ajar yang dapat memacu terjadinya interaksi yang efektif di dalam kelas.

DAFTAR PUSTAKA

Kennedy, Leonard M. dan Tipps, Steven. 2000. Guiding

Children’s Learning of Mathematics. Belmont:

Wadsworth/Thomson Learning.

Mason, J & Wilder, S.J. 2004. Fundamental Constructs In Mathematics Education. London New York: RoutledgeFalmer Taylor & Francis Group.

Posamentier, Alfred S. dan Krulik Stephen. 1998. Problem-Solving Strategies for Efficient and Elegant Solutions: A Resource for the Mathematics Teacher. California: Corwin Press.

Tim Penyusun Kurikulum 2013. 2014. Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2014 tentang Pembelajaran pda Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Jakarta

Wibawa, Subanji, & Tjang. 2013. Defragmenting Berpikir Pseudo Siswa dalam Memecahkan Masalah Limit Fungsi. Prosiding Seminar Nasional Exchange of Experiences TEQIP. Pertamina & Universitas Negeri Malang [Hal 721-729]

Wibawa, K.A. 2013. Penerapan Teknik Diagram Alur dan Pendekatan Problem Solving pada Materi Persamaan dan Pertidaksamaan Linear Satu Variabel untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas 7A SMP Negeri Satu Atap Merjosari Malang

.

Prosiding Seminar Nasional Aljabar dan Pembelajarannya. Universitas

Referensi

Dokumen terkait

Carr makes frequent appeal to familiar ethical concepts like “freedom”—“all too often, automation frees us from that which makes us feel free”—and

Dioda daya merupakan salah satu komponen semikonduktor yang banyak digunakan dalam rangkaian elektronika daya seperti pada rangkaian penyearah, freewheeling (bypass)

Antara yang berikut, yang manakah menghasilkan pecahan bagi bahagian tidak berlorek daripada seluruh rajah di atas?. Which of the following produces the fraction of the

Metode spektrofotometri sinar tampak dalam penetapan kadar nitrit dan nitrat adalah berdasarkan reaksi kolorimetri uji Griess (lihat Gambar 2.2) dimana nitrit mengalami

Sementara dalam penelitian dari Siti Isnaniah novel yang dikaji berupa novel karya Habiburahman El-Shirazy, dalam penelitian ini akan menganalisis nilai pendidikan yang

Tujuan dari penentuan kawasan sempadan pantai adalah untuk melindungi wilayah pantai dari usikan kegiatan yang mengganggu kelestarian fungsi pantai serta dalam hal

Pergeseran pola komunikasi pada dua keluarga urban karena media baru adalah dari yang semula penggunaan media baru tidak intens (frekuensi penggunaan nya

oleh anda agar dapat berhasil pada pekerjaan yang akan diberikan.. Mohon diberi contoh